1. BAGAIMANA CARA ALLÂH SUBHANAHU WA TA'ALA MENJAGA DAN MEMELIHARA AS-SUNNAH ?
Oleh
Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat حَفِظَهُِ هللا تِعَِلِى
Sebagai seorang Muslim kita wajib meyakini bahwa semua yang ada dalam al-Qur'an itu adalah haq,
baik berupa kabar maupun janji-janji dan ancaman. Termasuk diantaranya adalah janji Allâh Azza wa
Jalla untuk menjaga keaslian agama ini, dengan menjaga keaslian sumbernya yaitu al-Qur'an dan as-
Sunnah. Sebagaimana firman-Nya :
َِنَا حَح ُِْن َِنْع ِِنن حِذَِّْْرَع حَا َِِِن حَفِع حِحَِظَظَُِِع
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan adz-Dzikr (al-Qur'an), dan sesungguhnya Kami benar-benar
akan menjaganya [al-Hijr/15:9]
Penjagaan terhadap al-Qur’ânح dalamحayatحiniحmencakupح penjagaanح terhadapح hadits-hadits Rasûlullâh
Shallallahuح ‘alaihiحwaحsallam-.حred
Kita sudah meyakini hal ini, namun terkadang ada pertanyaan yang dimunculkan oleh orang-orang
tertentu dengan berbagai maksud dan tujuan. Diantara pertanyaan itu, "Bagaimana cara Allâh menjaga
dan memelihara as-Sunnah ?" Jika pertanyaan ini dilontarkan kepada saya, maka saya akan
memberikanح jawabanح yangحsangatحmendasarح sekaliحdariحparaحUlama’حialahح:
Pertama : Allâh Azza wa Jalla telah memberikan kepada umat ini sebuah ilmu yang sangat besar lagi
sangat agung yang telah menjadi kekhususan bagi umat ini. Karena memang Allâh Azza wa Jalla tidak
pernahح memberikanyaح kepadaح umatحumatحsebelumحumatحNabiحMuhammadح Shallallahuح ‘alaihiحwaحsallamح.ح
Ilmu ini menjadi kemuliaan secara khusus bagi umat ini. Ilmu yang dimaksudkan adalah ilmu sanad atau
isnad. Sebuah ilmu untuk mengetahui secara bersilsilah atau berantai jalanya orang-orang yang
meriwayatkan suatu riwayat dari fulan ke fulan dan seterusnya. Sehingga dengan sebab isnad dapat
dibedakan dengan jelas dan terang antara ayat-ayat al-Qur’anح denganح hadits-hadits Nabi Muhammad
Shallallahuح ‘alaihiحwaحsallamح;حAntaraحyangحdisandarkanح kepadaح NabiحShallallahuح ‘alaihiحwaحsallamحdenganح
yangحdisandarkanح kepadaحselainحbeliauحnحsepertiحyangحdisandarkanح kepadaح paraحshahabatح atauحtâbi’înح
atauحtâbi’ut tâbi’înحdanحseterusnya.حApabilaحsebuahح riwayatحtidakحadaحsanadحatauحisnadnyaحmakaحparaح
imam ahli hadits seperti Bukhâri dan lain lain akan menolaknya dan tidak mau menerimanya. Dan
mereka mengatakan bahwa riwayat ini tidak ada asal asulnya dan dimasukkan ke dalam golongan
hadits-hadits palsu.
Olehحkarenaحituحdahuluح paraحUlama’ح kitaحmengatakanح – dan perkataan mereka ini merupakan kaidah yang
sangat besar dalam Islam tentang ilmu riwayat atau naql. Abdullah bin Mubârak rahimahullah
mengatakan :
حَإلَِنْادَْ حِح ََ حَْحِّْ ََعإل حِو ِِْع حَإلَِنْا ََد حِقَِلِع حْحَِ حِاََِ ََِ حِاََِ
Isnad itu bagian dari agama. Kalau sekiranya tidak ada isnad, niscaya siapa saja dapat mengatakan apa
saja saja yang ia mau katakan [Riwayat Imam Muslim dalam muqaddimah kitab Shahîhnya]
2. Ya benar, kalau sekiranya tidak ada isnad, pastilah siapa saja dapat mengatakan apa yang dia mau
katakan.حJikaحdemikian,حkitaحpastiحtidakحdapatحmembedakanح manaحyangحhaditsحNabiحShallallahuح ‘alaihiحwaح
sallam dan mana yang bukan ? Manakah riwayat-riwayat yang sah dan manakah riwayat-riwayat yang
lemah atau sangat lemah atau bahkan palsu ?
Kemudian, siapakah yang meriwayatkannya ?Apakah yang meriwayatkannya orang-orang yang
terpercaya dalam masalah agama dan ilmunya ? Ataukah riwayat itu datang dari orang-orang yang fasiq,
atau dari para pembohong yang biasa berbohong, atau dari para pemalsu hadits yang dengan sengaja
memalsukanحhaditsحatasحnamaحNabiحyangحmuliaحShallallahuح ‘alaihiحwaحsallam.حDanح seterusnyaحdalamح
segala cabang ilmu yang sampai kepada kita dengan jalan berita atau riwayat. Semuanya terjawab
dengan ilmu yang mulia ini, yang menjadi kekhususan bagi umat ini. Oleh karena itu, ilmu hadits dan ahli
hadits demikian mulianya. Namun sedikit sekali orang yang mengetahuinya, mempelajarinya dan
mengajarkannya sebagaimana telah ditegaskan oleh Imam Bukhâri amîrul Mukminîn fil hadits dalam
sebuah perkataan emasnya yang akan datang insyâ Allâhu.
Kedua : Allâh Azza wa Jalla telah memberikan ilmu hadits yang sangat besar dan sangat mulia kepada
sebagian Ulama kemudian membangkitkan mereka untuk memeriksa setiap riwayat atau hadits yang
disandarkanح kepadaح NabiحShallallahuح ‘alaihiحwaحsallamح.حMerekalah,ح paraحimamحahliحhaditsحyangحsangatح
terhormat dan mulia kedudukan mereka dalam Islam. Karena merekalah yang dimaksud oleh Nabi yang
muliaحnحatauحyangحmengambilح bagianح terbesarحdariحyangحdimaksudkanحbeliauح thâ’ifahحmanshûrah.ح
Madzhab mereka terkenal dengan madzhab ahlu hadits, baik secara aqidah maupun fiqh dan
seterusnya. Karena yang mereka ikuti tidak lain melainkan sunnahحNabiحyangحmuliaحShallallahuح ‘alaihiحwaح
sallam . Apabila hadits yang sampai kepada mereka telah sah, maka itulah madzhab mereka
sebagaimanaح telahحditegaskanح olehحimamحSyâfi’iحrahimahullahح ,حsalahحseorangح pembesarح ahliحhaditsحyangح
dijuluki sebagai nâshirus sunnah (pembela sunnah). Apa yang saya katakan ini pada hakikatnya adalah
perkataanح paraحUlama’ح kitaحyangحdahuluح sebagaimanaح yangحtelahحdiحtegaskanحolehحimamحBukhâriحtحdalamح
sebuah perkataan emasnya, "Kaum Muslimin yang paling utama ialah seorang yang menghidupkan satu
sunnah dari sunnah-sunnahح Rasulullahح Shallallahuح ‘alaihiحwaحsallamحyangحtelahحmati.حMakaحbersabarlahح
wahai ahli hadits , semoga Allâh merahmati kamu, karena sesungguhnya (jumlah) kamu adalah yang
paling sedikit di antara manusia" [1]
Seorang penyair pernah mengatakan tentang ahli hadits (yang artinya) :
Sesungguhnya kami dahulu menghitung mereka (ahli hadits) sangat sedikit sekali.
Makaحseseungguhnyaح sekarangح merekaحlebihحsedikitحdariحyanحpalingحsedikit”
Oleh karena itu di bawah ini saya ingin menerangkan sebagian dari para ahli hadits, yaitu ahli jarh wat
ta’dîl,حyangحperkataanح merekaحmenjadiح dasarحdanحhujjahحyangحkuat.حKemudianح dariحmereka,حkitaح
mengetahuiح manaحrawiح yangحtsiqahحdanحdha’îfحdanحseterusnya.
Diantaranyaح sepertiحSa’îdحbin Musayyab,حSa’îdحbinحZubair,ح Abdurrahmanح binحHurmuzحyangحterkenalح
dengan nama al-A’raj,حAbuحShâlihحDzakwânح as-Sammân, Hasan bin Abi Hasan yang terkenal dengan
nama Hasan al-Bashri,حMuhammadح binحSirin,حAnasحbinحSirin,حAbul‘حAliyahحar-Riyâhi yang namanya Rufai’ح
bin Mahrân, Mâlik bin Dinar, Amir bin Syarâhîl yang terkenal dengan nama asy-Sya’bi,حIbrahimح binحYazidح
bin Qais al-Aswad yang terkenal dengan nama Ibrahim an-Nakhâ’i,ح Masrûqحbinحal-Ajda’ح binحMâlik,حRabi’ح
bin Hutsaim Abu Zaid, Hammad bin Abi Sulaiman, Sa’adحbinحIbrahimح az-Zuhri, Muhammad bin Muslim az-
Zuhri yang terkenal dengan nama az-Zuhri atau Ibnu Syihab, Ayyub bin Abi Tamimah as-Sakhtiyâni yang
terkenal dengan nama al-A’mâsy.حMerekaح semuaحyangحsayaحsebutkanحdiحatasحadalahح dariحkalanganح
tâbi’în,حbaik tâbi’înحdariحthabaqahح kubraح(tingkatanحtâbi'înحbesar)ح sepertiحSa’idحbinحmusayyab;حAtauحtâbi’înح
3. dariحthabaqahح wusthaح(tingkatanح tâbi’înحyangحsedangح atauحtengah-tengah) seperti Hasan al-Bashri; Atau
tâbi’înحdariحthabaqahح shughraح (tingkatanحtâbi’înحyangحkecil) seperti al-A’masi.
Kemudianح thabaqahح yangحsesudahnyaحsepertiحSyu’bahحbinحHajjaj,حSufyanح binحSaidحats-Tsauriy yang
terkenal dengan nama Sufyan ats-Tsauriy atau ats-Tsauriy saja, Abdurrahman bin Amr al-Auzâ’iحyangح
terkenal dengan nama al-Auzâ’i,حMâlikحbin Anas yang terkenal dengan nama Mâlik bin al-Imâm, Husyaim
binحBasyîr,حSufyânحbin‘حUyainah,ح YahyaحbinحSaidحal-Qahthân,ح AbdullâhحbinحMubârak,حWaki’حbinحJarrah,ح
Abdurrahman bin Mahdi, Muhammad bin Idris asy-Syâfi’iحdanحyangحselainحmerekaحbanyakحsekali.حSemua
yangحsayaحsebutkanحdiحatasحadalahح dariحkalanganح tâbi’utحtâbi’în,حbaikحtâbi’utحtâbi’înحdariحthabaqahح kubraح
(tingkatanحtâbi’utحtâbi’înحbesar)حsepertiحSufyânحats-Tsauriyح danحImamحMâlik;حAtauحtâbi’utحtâbi’înحdariح
thabaqahح wusthaح(tingkatanح tâbi’utحtâbi’înحyang sedang atau tengah-tengah)ح sepertiحSufyânحbinح‘Uyainah;ح
Atauحtâbi’utحtâbi’înحdariحthabaqahح shughraح (tingkatanحtâbi’utحtâbi’înحyangحkecil)حsepertiحImamحasy-Syâfi’i.
Kemudianح thabaqahح yangحsesudahحtâbi’utحtâbi’în,حyaituحyangحmengambilح haditsحdariحtâbi’ut tâbi’în,حmerekaح
tidakحbertemuح denganح Tâbi’în,حsepertiحImamحAhmadحbinحHambal,ح AliحbinحAbdullahح binحJa’farح al-Madîni yang
terkenalحdenganح namaحAliحbinحMadini,حYahyaحbinحMa’în,حAbdurrahmanح binحIbrahimح ad-Dimasyqi yang
terkenal dengan nama Duhaim, Ishaq bin Ibrahim ar-Râhuwaih, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Amr bin Ali
al-Fallâs dan yang selain mereka banyak sekali.
Kemudian thabaqah yang sesudahnya yaitu yang mengambil dari mereka seperti Muhammad bin Ismail
al-Bukhari yang terkenal dengan al-Imam al-Bukhari, jugaحImamحMuslim,حAbuحZur’ahح ‘Ubaidullahح binح
Abdul Karim ar-Râzi, Muhammad bin Idris Abu Hatim ar-Râzi, Abu Dawud dan yang selain mereka
banyak sekali.
Kemudian thabaqah yang sesudah mereka yaitu Tirmidzi, Abdullah bin Ahmad bin Hambal, Ibnu Mâjah,
Abu Ya’lâحal-Maushiliy dan yang selain mereka banyak sekali.
Kemudian thabaqah yang sesudah mereka yaitu Ibnu Khuzaimah, Ibnu Jarîr ath-Thabari, ad Dulâbi,
Zakariya bin Yahya as-Sâji, Ibnul Jârud dan yang selain mereka banyak sekali.
Kemudian thabaqah yang sesudah mereka yaiu ath-Thahâwi, al-‘Uqaili,ح IbnuحAbiحHâtimحdanحyangحselainح
mereka banyak sekali.
Kemudian thabaqah yang sesudah mereka yaitu Ibnu Hibbân, ath-Thabraniy,ح Ibnuح ‘Adiحdanحyangحselainح
mereka banyak sekali.
Kemudian thabaqah yang sesudah mereka yaitu ad-Daraquthniy, al-Hâkim, Ibnu Syâhin dan yang selain
mereka banyak sekali.
Kemudian thabaqah yang sesudah mereka yaitu al-Baihaqi, al-Khathîb al-Baghdadi, Ibnu Abdil Bar, Ibnu
Hazm dan yang selain mereka banyak sekali.
Kemudian Imam Ibnul Jauzi, Imam al-Mundziri, Imam an-Nawawi, dan yang selain mereka banyak sekali
[2].
Kemudian Imam al-Mizzi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, adz-Dzahabi, al-Birzâli, Ibnu Qayyim, Ibnu Abdil
Hâdi, Ibnu Katsîr. Mereka ini adalah guru dan murid yang berkumpul di madrasah Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah.
4. Kemudian Imam Ibnu Rajab al-Hambali, Imam al-‘Irâqiح (guruح al-Hafidz Ibnu Hajar), Imam az-Zailâ’i,ح Imamح
al-Haitsami.
Kemudianح alحHafidzحIbnuح Hajar,حImamحal‘حAiniyحdanحlain-lain.
Kemudian Imam As Suyuthi dan lain-lain. Kemudian yang selain mereka dari zaman ke zaman.
Kemudian yang ada pada zaman kita ini adalah dua orang Imam ahli hadits besar, mujtahid mutlak,
Imamحahliحjarhحwatحta’dilحyaituحSyaikhulحImamحMuhadditsحAhmadحMuhammadح SyakirحdanحSyaikhulحImamح
Muhammad bin Nashiruddin al-Albâni.
Perkataanح paraحImamحahliحhaditsحyangحsayaحsebutkanحdiحatasحdariحtâbi’înحdanحtâbi’utحtâbi’înحdanحthabaqahح
yang sesudahnya dan seterusnya semuanya dalam rangka membela dan mempertahankan Sunnah dan
Hadits Nabi yang mulia n agar tidak dimasuki sesuatu yang bukan dari beliau n , baik dengan sengaja
seperti perbuatan para pendusta dan pemalsu hadits, atau di sebabkan karena kekeliruan dan berbagai
sebabحlainnya.حMerekaحtelahحmemberikanح pujianح(ta’dîl)حdanحcelaanح(jarh)ح terhadapح rawi-rawi hadits, mana
diantaraح merekaحyangحtsiqah(حterpercayaح dalamحagamanyaح danحilmunya)حdanحmanaحyangحlemahح(dha’if)ح
dengan berbagai macam cabang kelemahannya; misalnya kelemahan seorang rawi dimulai dari yang
paling parah yaitu para pendusta yang telah memalsukan hadits-hadits atas nama Nabi kita yang mulia
Shallallahuح ‘alaihiحwaحsallamح,حkemudianح merekaحyangحbiasaحberbohongح diحdalamحpembicaraannya.ح
Kemudian mereka yang fasiq yang mengerjakan dosa-dosa besar, selanjutnya para pengikut hawa nafsu
dariحahliحbid’ah yangحmengajakح kepadaحbid’ahnya.ح Kemudianح dariحjurusanحhafalannya,ح apakahحseringح
salah, waham dan buruk hafalannya dan seterusnya.
Semua yang mereka sampaikan itu kembali kepada satu tujuan yaitu pembelaan serentak secara besar-
besaran terhadap sunnah Nabi yang mulia n . Dengannya kaum Muslimin dapat mengetahui dengan
jelas dan terang, apakah hadits tersebut sah atau tidak ?
MEMBELA SUNNAH ADALAH JIHAD[3]
Ketahuilahح wahaiحsaudaraku,ح membelaح danحmempertahankanح Sunnahح NabiحShallallahuح ‘alaihiحwaحsallamح
merupakanح jihadحyangحbesar,حkhususnyaحpadaح zamanحkitaحsekarangحini.حKalauحYahyaحbinحMa’inحseorangح
amirulحMukminînحfilحhadits,حImamnyaحjarhحwatحta’dilحsajaحtelahحmengatakanح padaحzamanحbeliauحmasihح
hidup (beliau wafat pada tahun 233 H), "Mempertahankan dan mengadakan pembelaan terhadap
Sunnahح (Nabi)ح lebihحutamaحdariحjihadحfiحsabilillah(حperang).”
Lalu,حsekarangح…حpadaح zamanحiniح…حApakahحyangحakanحkitaحkatakanحsetelahحberlaluح tigaحbelasحabadحdariح
zamanحIbnuحMa’inح?!
Sekarang, simaklah dan perhatikanlah baik-baik sedikit dari sekian banyak pekataan para imam dalam
menyingkapح keadaanح rawi,حmanaحyangحtsiqahحdanحmanaحyangحdha’ifح ?
1.حAbdullahحbinحMubârakح seorangحtâbi’utحtâbi’înحamîrulحMukmininحfilحhaditsحpernahح menerangkanح keadaanح
seorang (rawi), lalu beliau rahimahullahح berkata,“حDiaح ituحseorangح pembohong.”ح Kemudianحbeliauح ditegurح
oleh seorang laki-laki,“حWahaiحAbuحAbdirrahman,ح kamuحtelahحmelakukanحghibahح (menggunjing)!”
Abdullâh bin Mubârak kemudian mejawab dengan jawaban yang patut dicatat dengan tinta emas, karena
jawabanح beliauح dikemudianح hariحmenjadiحkaidahحumumحtentangحilmuحjarhحwatحta’dil,"حDiamlahح engkau!ح
Apabila kami tidak menjelaskan (keadaan rawi), bagaimanakah dapat diketahui yang haq dari yang
bathil?”
5. Dalam riwayat lain, Abdullah bin Mubârak pernah menerangkan keadaan seorang rawi yang bernama al-
Mu’allaحbinحHilal,حsebagaiحseorangح pembohong.ح Laluحsebagianح dariحkaumحsufiyyahحtelahحmenegurح beliau,ح
"Hai Abu Abdirrahman, engkau telah melakukan ghibah!" Kemudian Abdullah bin Mubarak menjawab
seperti di atas.
2. Kemudian dari Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal yang dijuluki oleh para Ulama sebagai Imam
AhlusحSunnahح walحJama’ahح pernahح ditanyaحolehحseorangحyangحbernamaح Muhammadح binحBundar,ح"Wahaiح
Abu Abdillah, sesungguhnya sangatlah memberatkan saya untuk mengatakan bahwa si fulan itu adalah
seorangح pendustaح ?”
Imam Ahmad menjawab dengan jawaban yang sama dengan jawaban Abdullah bin Mubarak yang patut
dicatatحdenganح tintaحemas,حkarenaح jawabanح beliauحmenjadiح kaidahحumumحtentangحilmuحjarhحwatحta’dil,ح
"Apabila engkau diam dan akupun diam (dari menjelaskan tercelanya seorang rawi demikian juga
ta’dilnya),حmakaحkapankahح orangح yangحjahilحdapatحmengetahuiح (hadits)حyangحshahihحdariح(hadits)حyangح
sakit(حdha’if).”
Dan perbuatan ini bukanlah ghibah sebagaimana telah dituduhkan oleh orang-orang yang tidak tahu
tentang ilmu yang mulia ini. Karena tujuan atau maksud dari para Imam ahli hadits dalam menjarh rawi
adalah menyampaikan nasehat demi membela dan menjaga agama Islam agar tidak kemasukan sesuatu
yang tidak berasal dari Agama.
Ibnuح ‘Ulayyahحpernahح berkataحtentangحjarhح(menerangkanح cacatحdanحcelaحseorangح rawiحhadits),ح
"Sesungguhnyaح iniحadalahحamanatحbukanح ghibah.”
AbuحZur’ahح ad-Dimasyqi pernah mengatakan, "Aku pernah mendengar Abu Mushir ditanya tentang
keadaan seorang rawi yang salah dan waham serta tashhif (salah tulis dalam hadits) ? Beliau menjawab,
“Jelaskanlahح keadaannyaح !”حLaluحakuحbertanyaح kepadaحAbuحMushir,“حApakahحkamuحmenganggapح yangح
demikianحituحperbuatanح ghibahح?”حBeliauحmenjawab,ح “Tidak.”
Abdullah bin Ahmad bin Hambal mengatakan, "Abu Turab an-Nakhsyabiy pernah datang menemui
bapakku (Imam Ahmad bin Hanbal), lalu bapakku mulai (menjelaskan keadaan rawi dengan) berkata
bahwa,ح “Siحfulanحdha’ifح (lemah),ح sedangkanح siحfulanح tsiqah(حterpercaya).”
Lalu AbuحTurabح menegurnya,ح “WahaiحSyaikh,حjanganlahح engkauح mengghibahkanح Ulamaح!”حKemudianح
bapakkuحmenolehح kepadanyaح danحmenjawab,ح "Kasihanحkauح!حIniحnasehatحbukanحghibah.”[4]
Semua ini berpulang kepada satu kaidah besar dalam Islam, yaitu memulangkan sesuatu kepada
ahlinya. Orang yang tidak ahli tidak boleh dan tidak dibenarkan berbicara tentang sesuatu disiplin ilmu
yang ada dalam Islam. Karena hal itu akan menimbulkan kerusakan di atas kerusakan yang bertumpuk.
Atau paling tidak kerusakannya jauh lebih besar dibandingkan manfaatnya. Ini kalau kita perkirakan ada
kemanfaatannya. Bagaimana halnya kalau semuanya adalah kerusakan dan kebinasaan !!! Kewajiban
bagi orang yang tidak atau belum tahu adalah bertanya kepada ahlinya, bukan membantahnya atau
menegurnya seperti orang yang menegur amîrul Mukminin fil hadits Abdullâh bin Mubârak dan Imam
Ahmad bin Hambal ketika keduanya sedang menjelaskan mana rawi yang tsiqah dan mana rawi yang
dha’if.حKarenaح kebodohanح yangحmerekaح diamkan,حlaluحmerekaحmenuduhح paraح Imamحahliحhadits telah
mengghibahkan manusia khususnya para Ulama !? Padahal perbuatan itu bukanlah ghibah!!! Akan tetapi
sebuah nasehat Agama yang sangat besar sekali manfaatnya demi memelihara, menjaga serta
mempertahankanح SunnahحNabiحyangحmuliaحShallallahuح ‘alaihi wa sallam yang membuat iblis bersama
bala tentaranya dan para pengikutnya dari para pemalsu hadits terkapar tidak berdaya berhadapan
dengan para mujahid besar para Imam ahli hadits. Para Imam itu telah menghabiskan umur mereka
6. untuk membela dan mempertahankanح Sunnahح NabiحkitaحyangحmuliaحShallallahuح ‘alaihiحwaحsallamح.
Amat menakjubkan dan mengharukan saya apa yang telah dilakukan oleh seorang ahli hadits besar pada
abad ini tanpa khilaf lagi, bahkan saya kira tidak berlebihan kalau saya sering mengatakan dan menjuluki
beliau sebagai seorang amirul Mukminin fil hadits pada abad ini, yaitu Muhammad Nashiruddin al-Albani.
Beliau telah mentahqiq dan mentakhrij ulang kitab Targhîb wat Tarhîb karya besar al-Imam al-Mundziriy
pada usia delapan puluh lima tahun sebagaimana beliau jelaskan sendiri di muqaddimah Shahih Targhib
Wat Tarhib (hlm. 12).
Saya katakan seperti itu tidaklah dengan serta merta, bukan taqlid buta seperti orang yang sedang
memuji dan menyanjung seseorang padahal dia tidak mengetahui keadaan orang yang dipuji dan
disanjungnya !!! Tetapi saya mengatakan seperti ini setelah saya mengadakan penelitian dan
pendalaman yang terus-menerus dan berkepanjangan dalam safar ilmiyyah yang sangat melelahkan
melihat kepada metoda takhrîj Syaikh Albani lebih dari seperempat abad lamanya. Kalau saudara
bertanya kepada saya, misalnya tentang sebuah hadits, apakah hadits tersebut telah disahkan oleh al-
Albani atau tidak ? Apakah hadits tersebut ada di kitab al-Albani dan di kitabnya yang mana? Tentu
sebagiannya atau bahkan sebagian besarnya saya jawab, "Tidak tahu!" Tetapi kalau saudara bertanya
kepada saya tentang metoda takhrîj hadits Albani dan ilmu hadits beliau yang demikian tingginya, maka –
insyâحAllâhuحTa’ala- saya mampu menjawab sebagiannya atau sebagian besarnya, baik secara umum
metoda takhrij hadits di kitab-kitab beliau yang ada pada saya dan dapat saya pelajari maupun secara
khususحperkitabحsepertiحIrwâ’ح atauحSilsilahحdanحlain-lain. Tetapi ingat! Kita tidak pernah memalaikatkan
Albani sebagaimana pernah dituduhkan seperti itu kepada kami oleh seorang yang telah membantah
imam besar ini tanpa ilmu kecuali memuntahkan apa yang ada padanya.
Ketahuilah! Ini adalah sebuah penelitian dari Diraasah ilmiyyah bukan taqlid. Karena saya –insyâ Allâh -
bukanlah muqallid bagi salah seorang imam atau salah satu madzhab. Karena memang demikianlah
manhaj ilmiyyah para imam ahli hadits termasuk al-Albani pada abad ini. Meskipun kita mengetahui
secara pasti bahwa beliau adalah imam besar seperti saudara-saudaranya sesama Ulama yang dapat
salahحdanحbenarحkarenaح tidakحadaحyangحma’shumحkecualiحRasulullahح Shallallahuح ‘alaihiحwaحsallam.ح
Begitulah para Imam ahli hadits dari zaman ke zaman sampai tubuh mereka yang telah tua renta tidak
sanggup lagi membawa ilmu mereka. Dan itulahحsalahحsatuحcontohحdariحseorangح imamulحjarhحwatحta’dilح
pada abad ini Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani semoga Allâh mengampuninya dan merahmatinya
dan memasukkannya ke dalam surga firdaus. Alangkah besar pembelaannya terhadap hadits Nabi yang
mulia Shallallahuح ‘alaihiحwaحsallam.ح
Bagaimana dengan para Imam ahli hadits sebelumnya seperti al-Hâfidz Ibnu Hajar rahimahullah, yang
dikatakan bahwa para wanita tidak sanggup lagi melahirkan anak yang sepertinya.
Kemudian bagaimana dengan adz-Dzahabiy Syaikhul jarhحwatحta’dil.حAl-Hâfidz Ibnu Hajar pernah
meminum air zamzam memohon kepada Allâh Azza wa Jalla martabat hapalan seperti Imam adz-
Dzahabi. Dan Dzahabiy sendiri pernah mngatakan dalam sebuah kitabnya setelah beliau menjelaskan
thabaqatul muhadditsin (tingkatanحparaحahliحhadits)حmutaqaddiminح (yangحterdahulu),ح “حBahwaحorangح yangح
kecilحhapalannyaح padaحzamanحmerekaحadalahح orangح yangحpalinghحhafizhح padaحzamanحkita!!!”ح (yakniحpadaح
zaman Dzahabiy). Padahal Dzahabiy pernah mengatakan tentang keutamaan gurunya yaitu Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah, kalau ada hadits yang tidak diketahui oleh Ibnu Taimiyyah maka bukanlah hadits.
Sebuah pujian yang benar bukan omong kosong. Pujian yang beralasan bukan isapan jempol. Pujian
yang nyata bukan hayalan. Adz Dzahabiy sungguh telah menyaksikan Syaikhul Islam dengan mata
kepalanya akan ketinggian ilmu haditsnya yang tidak ada tandingannya yang telah diakui kealimannya
7. oleh kawan maupun lawan, baik yang se zaman maupun yang sesudahnya. Meskipun demikian
Dzahabiyحmengatakan,ح “Bahwa orang yang kecil hapalannya pada zaman mereka adalah orang yang
palinghح hafizhحpadaحzamanحkita!!!”....حAllahuحAkbar!!!ح
Kita kembali ke pokok pembahasan.
Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa mengambil sesuatu dari ahlinya merupakan salah satu kaidah besar
dalam Islam yang telah ditinggalkan, terutama pada zaman kita sekarang ini. Lebih khusus lagi dalam
masalah hadits, sebuah masalah besarnya karena berfungsi sebagai penafsir al-Qur’an.ح Sehinggaح
mustahil bagi seseorang untuk memahami al-Qur’ânح tanpaحas-Sunnahح atauحHaditsحNabiح Shallallahuح ‘alaihiح
wa sallam. Perhatikanlah firman Allah Azza wa Jalla berikut ini :
ََِعِأْاَِظ حِقْلَِ حَذَِّْْرَع حْحَا حْنَىْنَِّ حِو حِحََُِِْلِى
Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan (tentang nabi dan kitab-kitab) jika kamu
tidak mengetahui, [An-Nahl/16:43]
Jugaح sabdaحNabiحShallallahuح ‘alaihiحwaحsallamح(yangحartinya),ح"Sesungguhnyaح al-Qur'ân ini tidak turun
untuk mendustakan sebagian (ayat)nya dengan (ayat) lainnya, bahkan sebagiannya membenarkan
sebagian yang lain. Maka apa yang kamu ketahui, amalkanlah ! Dan apa-apa yang tidak kamu ketahui,
maka kembalikanlah kepada orang yang mengetahuinya (yang alim tentang al-Qur'ân)”.
Hadits shahih yang dikeluarkan oleh Ahmad dan Ibnu Mâjah dan lain-lain.
Sabda beliau Shallallahuح ‘alaihiحwaحsallamحiniحmerupakanح kaidahحbesarحdalamحmasalahحkeharusanح
mengembalikan segala permasalahan kepada ahlinya. Sekarang kita sedang berbicara tentang jarh wa
ta’dîl(حcelaanحdanحpujianح terhadapح rawiحhadits)حdanحyangحberhubunganح dengannya,ح maka kewajiban kita
adalah mengembalikan masalah ini kepada ahlinya, bukan kepada orang yang tidak tahu. Dari sini kita
mengetahui, siapa saja yang berbicara tentang hadits sementara dia bukan ahlinya ,maka wajib ditolak
dan tidak boleh diterima sama sekali serta wajib diumumkan di hadapan manusia bahwa dia orang yang
tidak tahu menahu tentang hadits.
Perhatikalah beberapa atsar di bawah ini !
a. Dari Abu Abdirrahman as-Sulamy (dia berkata), "Bahwasannya Ali pernah mendatangi seorang qadhi
lalu bertanya kepadanya,ح “Apakahحengkauح mengetahuiح nâsikhحdanحmansûkhح?”حQadhiحmenjawab,ح "Tidak.”ح
Kemudianح AliحRadhiyallahuح anhuح berkata,("حberarti)ح Engkauحtelahحbinasaحdanحmembinasakanح (orang).”ح
[Riwayat Baihaqi dalam kitab sunannya ,10/117]
b.حDariحMis’ar,حiaحberkata,ح"Akuحpernahح mendengarح Sa’adحbinحIbrahimح berkata,ح'Tidakح bolehحmenceritakanح
dari Rasûlullâh kecuali orang-orangح yangحtsiqah(حterpercaya).”ح [RiwayatحImamحMuslimحdalamحmuqaddimahح
Shahihnya (1/11-12)]
c. Abu Zinâd mengatakan, "Aku jumpai di Madinah seratus orang, semuanya orang-orang yang amanat,
(akan tetapi) tidak satupun hadits diambil dari mereka, dikatakan bahwa mereka bukan ahlinya (yakni
bukanحahliحhadits)”.[حRiwayatحMuslimحdiحmuqaddimahح Shahihnyaح (1/11)]
d. Dari Sulaiman bin Musa , dia berkata, "Aku bertemu dengan Thawus, lalu aku berkata kepadanya, 'Si
fulan telah menceritakan kepadaku (hadits) ini dan itu, ((Bolehkah aku menerima riwayatnya) ?'
Thâwusح menjawab,ح "Jikaحtemanmuحituحseorangح rawiحtsiqah,حmakaحterimalahح riwayatحdarinya.”ح[Riwayatح
8. Muslim di muqaddimah Shahîhnya (1/11)]
e.حBerkataحYahyaحbinحSa’id(حalحQaththan),ح "Akuحpernahح bertanyaحkepadaح Sufyanحats-Tsauri,ح Syu’bah,ح
Malik dan Ibnu Uyainah tentang seorang Rawi yang tidak tsabit (tidak kuat atau lemah) dalam (riwayat)
haditsnya. Kemudian datang seorang kepadaku bertanya tentang orang tersebut (yakni tentang rawi
yangحdha’ifحitu,حapakahحbolehح akuحkabarkanحkepadanyaح bahwaح rawiح tersebutحdha’if)ح ?”
Jawabح mereka,ح"Kabarkanح kepadanyaح bahwaح orangح tersebutحtidakحtsabit(حtidakحkuat).”ح[RiwayatحMuslimحdiح
muqaddimah Shahîhnya (1/13)]
f.حBerkataحImamحMalik,"حIlmuحituحtidakحbolehحdiambilحkecualiحdariحahlinya”.ح(Rijâlulح Muwaththa’ح olehحImamح
Suyuthi)
Ayat al-Qur’anح danحhaditsحdiحatasحsertaحbeberapaح atsarحdariحshahabat,حtâbi’înحdanحtâbi’utحtâbi’înح
menjelaskan kepada kita :
Pertama : Memulangkan segala sesuatu kepada ahlinya, khususnya dalam urusan hadits yang
merupakan masalah besar.
Kedua : Ttidak boleh menceritakan dari Rasulullah kecuali orng-orang yang tsiqah. Tsiqah artinya adil
dan Dhabith. Adil ialah orang yang baik agamanya, bukan orang fasiq dan tidak taat. Sedangkan dhabith
ialah hafal hadits, baik hafalan luar kepala ataupun hafalan kitab, serta dia ahli dalam hadits,
sebagaimana telah saya terangkan di kitab Mushtalahul hadits.
Ketiga : Hadits tidak boleh diterima dari orang yang bukan ahlinya bahkan wajib ditolak.
Keempat : Wajib mengumumkan orang-orang yang dha'if dan bodoh dalam hadits terlebih para ahli
bid’ahحyangحsenantiasaحmenentangح hadits.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XV/1433H/2012M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah
Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-
858196]
_____
Footnote
[1]. Al-Jami' li Akhlaqir Raawi wa Adabis Sami' oleh Imam al-Khathib al-Baghdadi 1/168, ditahqiq oleh
Doktor Muhammad Ajaaj al-Khathib
[2]. Bacalah muqaddimah al-Kamilfi Dhu'afaair Rijal oleh Ibnu 'Adi ak-Mu'in fi Thabaqatil Muhadditsin oleh
Imam adz-Dzahabi; Muqaddimah Taqribut Tahdzib oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dan muqaddimah al-Jarhu
wat Ta'dil oleh Imam Abi Hatim
[3]. Sub judul ini dari redaksi
[4]. Semua riwayat diatas telah dijelaskan oleh Imam al-Khatib Baghdadi dalam kitab al-Kifaayah fi 'Ilmir
Raayah. Lihat Syarah 'Ilal Tirmidzi oleh Ibnu Rajab 1/46 dan seterusnya ditahqiq oleh Doktor Nuruddin
'Itr.