11 penelitian partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan publik dan pengaruhnya pada kebij
1. PENELITIAN PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PENGAMBILAN
KEPUTUSAN PUBLIK DAN PENGARUHNYA PADA KEBIJAKAN
PEMERINTAH YANG RESPONSIF GENDER DI JAWA TENGAH
Harsono, dkk
Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah
Jl. Imam Bonjol No. 190 Semarang Telp. 0243540025
RINGKASAN
Pendahuluan
Dalam proses pembangunan, semua rakyat pada hakekatnya mempunyai hak dan
kewajiban yang sama, baik mereka yang berjenis kelamin perempuan maupun mereka
yang berjenis kelamin laki-laki. Akan tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Perempuan
masih banyak terpinggirkan dalam berbagai tahapan proses pembangunan, baik dalam
tahap perumusan, implementasi maupun evaluasi.
Selama ini, peran kuat perempuan nampak di sektor domestik atau di dalam rumah
tangga. Peran perempuan di sektor publik masih perlu ditingkatkan, terbukti dari antara
lain data kepegawaian di kalangan Pemprov. Jateng bahwa ada kecenderungan semakin
tinggi tingkat pendidikan, persentase PNS perempuan semakin kecil dibandingkan lakilaki.
Tolok ukur yang dipakai untuk mengukur tingkat partisipasi perempuan dalam
pengambilan keputusan publik adalah dengan menggunakan Gender Empowerment
Measure (GEM), yang meliputi: jumlah perempuan di parlemen, jumlah perempuan
profesional, jumlah perempuan dalam administrasi pemerintahan, dan pendapatan
perempuan.
Laporan Kementerian Pemberdayaan Perempuan tentang kebijakan pemberdayaan
perempuan dalam pembangunan nasional menyebutkan bahwa
pemberdayaan
2. perempuan (GEM) pada tahun 2002 menunjukkan kondisi perempuan yang masih
memprihatinkan. Ini terbukti antara lain dari keterwakilan perempuan dalam lembagalembaga negara dan dalam jabatan publik, yang mencerminkan peran perempuan yang
belum memadai dalam lembaga dan kegiatan yang terkait dengan pengambilan keputusan
Mengacu pada latar belakang di atas maka dapat diambil perumusan masalah
sebagai berikut : (1) Bagaimana tingkat partisipasi perempuan dalam pengambilan
keputusan publik di Jawa Tengah ? (2) Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat
dan peluang partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan publik di Jawa
Tengah ? (3) Apa sajakah produk-produk kebijakan pemerintah yang responsif gender di
Jawa Tengah ?
Tujuan Penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan partisipasi perempuan dalam
pengambilan keputusan publik di Jawa Tengah. (2) Mengidentifikasikan faktor-faktor
penghambat dan peluang partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan publik di
Jawa Tengah. (3) Mengetahui produk-produk kebijakan pemerintah yang responsif
gender di Jawa Tengah. Manfaat penelitian ini adalah (1) Sebagai bahan masukan bagi
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Tengah dalam rangka pembuatan
kebijakan yang berperspektif gender. (2) Diharapkan ada perubahan peran relasional
gender antara laki-laki dan perempuan dalam hal partisipasi perempuan dalam
pengambilan keputusan, yang berpengaruh pada kebijakan yang responsif gender.
3. Kerangka Pikir
Kerangka Pikir : Kondisi Kesetaraan Gender
Partisipasi
perempuan dalam
pengambilan
keputusan
Situasi dan
kondisi
Gender
Peningkata
n peran
perempuan
Produk
kebijakan yang
responsif gender
Perubahan tata
nilai / norma:
kesetaraan dan
keadilan gender
Hasil
Dampak
Faktor
penghambat dan
peluang
perempuan dalam
pengambilan
keputusan
Metode Penelitian
Metode Penelitian ini adalah diskriptif kualitatif dan kuantitatif di 5 Kabupaten
Karanganyar, Kebumen, Pekalongan, Pemalang, dan Rembang. Sedangkan dua kota
Surakarta dan Salatiga. Dengan variabel penelitian Partisipasi, Pengambilan Keputusan,
dan Kebijakan Pemerintah yang Responsif Gender. Teknik dengan indepth interview
Hasil dan Pembahasan
Perempuan Dalam Lembaga Pengambilan Keputusan
Salah satu komponen Human Development Index (HDI) yang mempunyai
kedudukan penting adalah indicator Gender Empowerment Measure (GEM), yang terdiri
dari komposit, perempuan dalam parlemen, perempuan dalam tingkatan manajerial, dan
4. control pada penghasilan. Pada dasarnya, indikator GEM untuk melihat bagaimana
partisipasi perempuan dalam proses pengambilan kebijakan publik karena hal itu menjadi
sangat mempengaruhi bagaimana kebijakan publik yang akan diambil benar-benar adil
bagi perempuan maupun laki-laki.
Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melihat partisipasi perempuan
dalam proses pengambilan keputusan, antara lain :
1. Perempuan dalam Parlemen
Posisi perempuan dalam parlemen dari hasil Penelitian Umum tahun 2004
untuk DPRD Provinsi Jawa Tengah berjumlah 15 orang (15%) dari 100 anggota
DPRD. Sedangkan jumlah keseluruhan perempuan yang menjadi anggota DPRD di
seluruh Kabupaten/Kota tidak mempunyai 30 persen, seperti apa yang ditetapkan oleh
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005.
2. Perempuan dalam Pemerintahan
Rendahnya representasi perempuan dalam lembaga pengambilan keputusan
juga dapat dilihat dalam lembaga pemerintahan di hampir semua level, termasuk
provinsi. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memiliki 52 Intansi, terdiri dari 2
Sekretariat (sekretariat Daerah dan sekretariat DPRD), 15 Badan, 20 Dinas, 6 kantor,
1 Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), dan 7 RSUD dari RSJ. Jika
digambarkan dalam tabel, maka distribusi kedudukan perempuan dan laki-laki dalam
posisi pengambilan keputusan di Pemerintahan Provinsi Jawa Tengah adalah sebagai
berikut :
5. Tabel: 17
Rekapitulasi Pejabat Eselon I s/d IV Berdasarkan Jenis Kelamin di Lingkungan
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Keadaan sampai Bulan September 2006
Eselonisasi
Eselon I A
Eselon I B
Eselon II A
Eselon II B
Eselon III A
Eselon III B
Eselon IV A
Eselon IV B
Jumlah
Sumber Data :
Perempuan
Laki-laki
Jumlah
Jumlah
%
Jumlah
%
0
0
0
0
1
100
1
9
22,5
31 77,5
40
4
16
21
84
25
63 19,03
268 80,97
331
4 33,33
8 66,67
12
297 25,71
858 74,29
1.155
11
20
44
80
55
388
1.231
100
Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2006.
Berdasarkan data yang bersumber dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD)
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006 tampak bahwa di seluruh tingkatan jabatan (eselon)
yang ada pada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, persentase perempuan yang jabatan
lebih rendah dibanding laki-laki. Semakin tinggi tingkatan eselon/jabatan, maka posisi
perempuan akan semakin rendah. Hal itu terlihat pada jabatan eselon II B dan II A
dimana perempuan hanya berada pada 16 dan 22,5 persen.
Keberadaan perempuan di lembaga legislatif memang tidak otomatis mendorong
lahirnya kebijakan publik yang responsif gender. Banyak faktor yang menyebabkan
kebijakan publik yang kurang responsif gender. Kurangnya pemahaman yang mendalam
mengenai arti/makna sebenarnya tentang kebijakan yang responsif gender.
Tidak semua anggota legislatif mampu mengakomodasi lahirnya kebijakan publik
yang responsif gender, termasuk anggota legislatif perempuan itu sendiri. Tarik menarik
berbagai kepentingan yang seringkali menjadikan anggota legislatif tidak sensitif
gender.Kesulitan dalam merumuskan dan implementasi kebijakan publik yang responsif
gender.
6. Diskriminasi merupakan suatu hal yang tidak diinginkan, karena merupakan
perbedaan perlakuan. Dalam kaitannya dengan isu dan masalah gender, kaum
perempuan lah yang mengalami perbedaan perlakuan ini. Selain dari perbedaan, hal
yang lain adalah pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang
kemudian berakibat pengurangan pengakuan, penikmatan ataupun pemenuhan hak
azasi manusia serta berbagai kebebasan dan hak di bidang politik, sosial, budaya, dan
lain sebagainya, dengan laki-laki memperoleh berbagai keistimewaan dibandingkan
perempuan. Dengan demikian potensi perempuan menjaid kurang dikembangkan.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan umum
1. Mendiskripsikan partisipasi perempuan dalam
pengambilan keputusan publik di
jawa tengah
a. Posisi perempuan di DPRD
Th. 2004 di Tk. Prop. 15 orang (15%), di Kab/Kota kurang dari 30 %.
Keterwakilan perempuan di DPRD
(belum sesuai degan quota 30 % & sistem
nomor urut, calon perempuan menempati nomor urut besar (sepatu).
b. Posisi perempuan di pemerintahan
Laki-laki lebih besar Perempuan ( di 3 lembaga: Diknas, Dinkes & PP).
2. Mengidentifikasikan Faktor-faktor penghambat dan peluang partisipasi perempuan
dalam pengeambilan keputusan publik di Jawa Tengah
Faktor peluang perempuan sebagai pengambilan keputusan publik Keluarga,
agama, budaya. Sebagai pemimpin tekun, sabar, jujur & loyal. sedangkan sebagai
faktor penghambat perempuan sebagai pengambil keputusan publik Budaya, agama &
jenis kelamin. Sebagai pemimpin adalah faktor pendidikan rendah, budaya yang
kurang mendukung.
3. Mengetahui Produk kebijakan yang responsif gender di Jateng
7. Beberapa produk hukum yg berperspektif gender telah disusun di
beberapa
kab/Kota, hal ini telah menunjukkan adanya keinginan untuk mendukung peran aktif
perempuan dalam melaksanakan
pembangunan, tetapi program yang responsif
gender belum maksimal.
Kesimpulan Khusus
1. PENDIDIKAN:
Akses dan Pemerataan pendidikan terdapat kesenjangan usia anak memasuki
sekolah. Pendidikan, pejabat struktural (Kepala Sekolah) banyak laki-laki, sedang
angka prestasi siswa sekolah dasar perempuan lebih tinggi.
2. KESEHATAN
Kasus Kematian Ibu Hamil dan Bersalin, di Jateng pd th.2005 ada kasus
kematian bumil sebanyak 515 kasus. Penolongan persalinan terakhir sebagian besar
memilih bidan sebagai penolong melahirkan.
3. PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
Representasi perempuan di DPRD kurang dr 30%, hal ini akan berakibat
pengambilan kpts kurang memperhatikan aspirasi dan kepentingan perempuan. Di
emerintahan jumlah pejabat laki-laki lebih banyak, hal ini sifat keputusan dan program
pemberdayaan perempuan belum affirmative gender.
Saran
1. Peningkatan keterwakilan perempuan di DPRD dengan Perbaikan Undang
Kepartaian; AD/ART partai; Sistem
pencalonan anggota yang menjamin keterwakilan
perempuan di DPRD, dan pemilihan pengurus partai.
2. Peningkatan keterwakilan perempuan dalam Pengambilan keputusan di 3 bidang
(Pendidikan, Kesehatan & Pemberdayaan perempuan) secara proporsional.