Menurut Synder (Gudykunst, 2002), riset formatif dapat diartikan sebagai riset yang dilakukan dalam masa perencanaan kampanye yang ditujukan untuk mengontruksi program kampanye yang lebih baik. Ditandai dengan 5 hal yang tepat: tepat fokus kampanye, tepat khalayak sasaran, tepat pesan, tepat saluran dan tepat agen perubahan.
1. Makalah
RISET FORMATIF
KAMPANYE dan PROPAGANDA
Disusun oleh
Fuji Lestari
210110130215
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2. A. Definisi Riset Formatif
Menurut Synder (Gudykunst, 2002), riset formatif dapat diartikan sebagai
riset yang dilakukan dalam masa perencanaan kampanye yang ditujukan untuk
mengontruksi program kampanye yang lebih baik. Ditandai dengan 5 hal yang
tepat: tepat fokus kampanye, tepat khalayak sasaran, tepat pesan, tepat saluran dan
tepat agen perubahan.
Tepat fokus kampanye dapat diartikan sebagai kemampuan penyelenggara
kampanye (campaign makers) menetapkan tujuan yang rasional, realistis dan
spesifik, sesuai dengan sumber daya yang dimiliki dan karakteristik khalayak
yang menjadi sasaran. Identifikasi akurat terhadap karakteristik khalayak perlu
dilakukan karena hal tersebut dapat menciptakan efek tertentu bagi mereka.
Tujuannya agar program kampanye tersebut dapat dipastikan menjangkau
khalayak sasaran yang dituju.
Dalam menjangkau khalayak biasanya dilakukan proses segmentasi. Cara ini
dilakukan agar dapat mengelompokkan khalayak ke dalam segmen-segmen yang
relatif homogen. Jika kehomogenan relatif tersebut dapat diketahui maka materi
dapat dikonstruksi secara lebih tepat. Saluran komunikasi yang biasa digunakan
oleh kelompok sasaran tersebut juga dapat lebih mudah diidentifikasi, sehingga
memudahkan pemilihan saluran kampanye yang sesuai dengan karakteristik
khalayak. Lebih dari itu, dengan mengetahui karakteristik khalayak sasaran maka
akan lebih mudah memilih agen perubahan (bila diperlukan). Agen perubahan
dalam kaitan ini diartikan sebagai representasi sumber dan sebagai penindaklanjut
3. pesan-pesan kampanye di tingkat antarpribadi. Mereka dapat terdiri dari public
figure, pemuka pendapat atau pelaksana teknis lapangan.
B. Tujuan Riset Formatif
Segala upaya identifikatif yang dilakukan di atas dalam istilah Putz (Klingemann
dkk, 2002) disebut sebagai “analisis situasi” yang ditujukan untuk:
1. Membuktikan secara empiris adanya suatu masalah yang perlu ditangani
lewat aktivitas kampanye dan propaganda. Di sini harus dipastikan bahwa
kegiatan tersebut betul-betul bermanfaat untuk dilakukan dan masyarakat
membutuhkan informasi mengenai masalah tersebut. Pengertian masalah
dalam konteks ini bisa beragam, bergantung pada persepsi penyelenggara.
2. Menganalisis tingkat atau kondisi kesadaran, sikap dan perilaku khalayak
pada objek. Hal ini diperlukan untuk merancang strategi secara umum.
Pada tahap inilah identifikasi tujuan, khalayak, saluran, pesan dan pelaku
kampanye dan propaganda dilakukan.
3. Menentukan patokan-patokan untuk evaluasi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dipahami bila riset formatif sangat
penting dalam tahap perencanaan kampanye. Namun pada kenyatannya, ujar
Synder (Gudykunst, 2002), tidak semua penyelenggara kampanye mau
melaksanakannya, dengan alasan mereka tahu betul karakteristik khalayak yang
akan dihadapi, atau materi kampanye sudah terlanjur diproduksi, atau adanya
4. keterbatasan waktu, atau hanya karena lembaga yang mendanai program tersebut
merasa bahwa mereka berhak untuk menentukan perlu tidaknya melakukan riset
formatif.
C. Metode-metode riset formatif
A. Riset kampanye
Menurut Simon (1992) dalam tradisi kampanye umumnya dikenal tiga metode
riset formatif yakni: metode survei (survey method), metode diskusi kelompok
terarah (focus group discussion method) dan metode wawancara mendalam (depth
interview method). Ketiga metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Pemilihan terhadap metode yang akan digunakan umumnya ditentukan
oleh kadar pengetahuan penyelenggara kampanye terhadap khalayak sasaran dan
masalah yang dihadapi, ketersediaan sumber daya, atau ketersediaan data
sekunder yang relevan dengan program kampanye yang akan dilakukan. Berikut
penjelasan mengenai ketiga metode riset formatif.
1. Metode survei
Melibatkan pengumpulan data dalam jumlah yang besar. Data dikumpulkan
melalui kuisioner atau wawancara yang dilakukan terhadap sekelompok besar
orang yang disebut dengan populasi. Dari populasi ini kemudian dipilih melalui
prosedur pemilihan sampel yang ilmiah. Wawancara dalam metode survei
dilakukan dengan mengacu kepada kuisioner. Metode sampling yang dilakukan
5. biasanya menggunakan probability sampling sehingga dimungkinkan untuk
menghitung berapa orang yang diperlukan dalam riset tersebut.
1) Tahap-tahap dalam metode survei
a) Menentukan tujuan
Menetukan tujuan atau sasaran dapat membantu untuk menentukan ukuran
sempel dari riset yang dilakukan, mempertimbangkan subsempel yang
diperlukan, fokus populasi yang diinginkan, poin-poin yang harus ada
dalam kuesioner, hal-hal yang perlu dijadikan titik berat atau
perbandingan, dan bagaimana melaksanakan pengambilan data.
b) Menentukan populasi dan sampel.
Populasi disebut juga kumpulan objek yang diteliti. Sedangkan sempel
adalah bagian yang diamati dari populasi. Sempel harus mencerminkan
semua unsur dalam populasi secara proporsional.
2) Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sampel
a) sampling bias (tidak memberikan kesempatan yang sama kepada semua
unsur populasi untuk dipilih),
b) metode penarikan sampel atau sampling method yaitu prosedur yang
digunakan untuk memilih sampel dari suatu populasi,
6. c) ukuran sampel yaitu banyaknya jumlah unsur dari suatu populasi yang
diambil menjadi sampel.
d) Sampling error yaitu adanya penyimpangan dari karkateristik populasi,
atau disebut juga perbedaan antara hasil yang diperoleh dari sampel
dengan hasil yang didapat dari sensus.
3) Metode perarikan sampel
Merujuk pada Simmon (1990), sampling probabilitas adalah sampling yang
memberikan kesempatan yang sama kepada setiap unsur populasi untuk dipilih.
Sedangkan dalam sampilng nonprobalitas tidak semua unsur populsasi memiliki
peluang yang sama untuk dipilih.
Ada empat rancangan sampel dalam kategori probabilitas, yaitu
Sampling random sederhana, untuk menarik sampel, kita dapat menuliskan
semua unsur populasi atau kerangka sampling dalam secarik kertas, kemudian
mengundinya sampai kita peroleh jumlah yang dikehendaki.
Sampling sistematis, yang juga menggunakan kerangka sampling. Di sinilah
unsur yang pertama dipilih secara random. Unsur-unsur lainnya ditarik dengan
mengambil jarak tertentu.
Sampling berstrata, yang melibatkan pembagian populasi ke dalam kelas,
kategori atau kelompok yang disebut strata. Karakteristik strata boleh kota, jenis
kelamin, status, usia, dsb. Ada 2 jenis sampel strata, yaitu proposional dan
7. disproposional. Dalam strata proposional, dari setiap strata diambil sampel yang
sebanding dengan besar setiap strata. Angka yang menunjukkan berapa persen
dari setiap strata diambil disebut pecahan sampling. Pada sampel strata, pecahan
sampling untuk setiap strata sama, misalnya 1000 perempuan dan 900 laki-laki
dari setiap strata kita ambil 10 %, maka kita memeroleh sampel yang terdiri dari
100 orang perempuan dan 90 orang laki-laki. Pada sampel strata disproporsional
sampel yang diambil dari setiap strata berjumlah sama dengan diberikan bobot
bagi strata tersebut.
Sampling klaster, Cara ini dilakukan bila kita tidak mempunyai kerangka
sampling, misalnya kita ingin meneliti mahasiswa FIKOM se-Jawa Barat. Klaster
dapat berupa sekolah, kelas, kecamatan dan sebagainya.
2. Metode diskusi kelompok terarah
Suatu metode yang menggunakan wawancara kelompok kecil dengan orang-
orang yang diperkirakan menggambarkan karakteristik dari khalayak yang
ditargetkan. Metode ini mudah, relatif cepat dan murah sehingga bisa menjadi
alternatif untuk mendapatkan data yang lebih lengkap. Satu kelompok terdiri dari
10 sampai 14 orang. Jika target khalayak kampanye itu berbeda, maka harus
diwakili oleh masing-masing target khalayak.
Proses seleksi dalam metode ini biasanya melalui:
Prosedur penyaringan, dengan langkah-langkah sebagai berikut:(a) Individu
tidak boleh hanya satu organisasi. Anggota dari kelompok diskusi ini haruslah
8. mempunyai karakteristik yang homogen, sehingga memungkinkan untuk
mengikutsertakan berbagai kelompok. (b) orang yang sudah pernah berpartisipasi
dalam metode ini tidak boleh ikut serta. (c) Partisipan yang ikut tidak boleh
mengikuti diskusi kelompok pada proyek yang sama di tempat lain. (d) Merekrut
orang lebih banyak karena ada kemungkinan beberapa orang tidak akan hadir. (e)
Orang yang akan mengikuti diskusi ini harus menginformasikan jika akan datang
terlambat. Mereka tidak akan bisa berpartisipasi dengan baik tanpa informasi
yang cukup, sebab diskusi ini dimulai dengan penjelasan di awal.
Jumlah kelompok dalam diskusi, setiap segemen yang menjadi target khalayak
harus dapat diwakili oleh kelompok yang terpisah. Diskusi dengan dua atau tiga
kelompok untuk setiap segmen akan lebih baik sehingga bisa mendapatkan
perbandingan dan informasi yang lebih lengkap.
Mempersiapkan wawancara, dalam diskusi ini dibutukan keahlian orientasi
psikologis seperti ketrampilan berempati. Agar diskusi tidak menyimpang,
moderator atau pewawancara sebaiknya tidak bertanya berdasarkan kuesioner
tersetruktur, tetapi lebih menekankan pada ingatan atau catatan kecil. Selain itu
moderator juga harus mendalami masalah yang didiskusikan sehingga diskusi
berjalan lancar dan tindakan yang dilakukan lebih relevan. Catatan yang
dibuatpun harus ringkas. Moderator harus mampu menangkap apa yang dikatakan
partisipan, tetap memegang kepercayaan, dan sensitif terhadap tanda-tanda non
verbal yang ditunjukkan oleh partisipan.
9. Kelebihan dan kekurangan metode. Metode ini mempunyai kekurangan, yaitu: (1)
dari metode ini hanya dapat diperoleh hasil data yang lemah. (2) tidak dapat
dipastikan bahwa orang yang terlibat dalam diskusi tersebut adalah orang yang
representatif sehingga hasilnya tidak bisa digeneralisasi sebagai hasil dari segmen
khalayak yang diharapkan, dan (3) kelompok kecil tidak dapat digunakan untuk
mencoba menafsirkan hasilnya dalam bentuk statistik, sehingga tidak
memungkinkan membuat proyeksi dengan derajat ketepatan yang tinggi. Namun,
metode ini juga mempunyai kelebihan dalam menganalisis permasalahan
kampanye. Metode ini menarik, cenderung lebih murah dan mudah dan dapat
menjadi alternatif dalam melakukan riset survei.
3. Metode wawancara mendalam
Metode ini berhadapan dengan sekelompok kecil orang tetapi melibatkan
wawancara yang lebih lama dan mendalam tentang pandangan orang tersebut
sebagai seorang individu. Wawancara adalah suatu komunikasi verbal atau
percakapan yang memerlukan kemampuan dalam merumuskan buah pikiran serta
perasaan responden dengan tepat untuk memeroleh informasi. Pada saat
wawancara peneliti menerima informasi yang diberikan responden tanpa
membantah, mengecam, menyetujui atau tidak menyetujujui. Wawancara
merupakan hal yang tidak mudah karena memerlukan ketrampilan deskriptif yaitu
untuk melukiskan suatu keadaan dan juga berfungsi eksploratif. Dalam metode
wawancara diperlukan kemampuan mengajukan pertanyaan yang dirumuskan
secara tajam, halus dan tepat serta kemampuan untuk menangkap buah pikiran
10. orang lain dengan cepat. Apabila pertanyaan salah ditafsirkan, pewawancara harus
mampu untuk merumuskannya segera dengan kata-kata lain atau mengajukan
pertanyaan lain agar dapat dipahami oleh responden.
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi wawancara
Wawancara memerlukan ketrampilan komunikasi verbal, dan keterampilan ini
tidak selalu dimiliki oleh semua orang. Hal ini juga bergantung pada taraf
pendidikan, sifat masalah dan rumusan pertanyaan yang diajukan. Keluwesan
pewawancara dalam bergaul atau berhubungan dengan orang lain akan
mempengaruhi sikap responden. Pewawancara harus dapat menangkap maksud
orang lain dengan cepat dan sigap dalam mengajukan pertanyaan lanjutan untuk
memperoleh keterangan yang lebih mendalam. Ia harus sensitif terhadap nada,
corak jawaban dan hal lainnya yang tampaknya kecil tetap mempunyai makna
penting dalam kaitannya dengan jawaban responden. Pewawancara harus mampu
menyoroti masalah dari berbagai segi dan dengan pertanyaan yang terarah
berusaha untuk memperoleh keterangan tentang aspek-aspek yang diinginkan.
Selain itu, penampilan fisik seseorang juga dapat mempengaruhi wawancara,
seperti cara berpakaian dan berbicara, sikap terhadap responden, usia, kedudukan
sosial, jenis kelamin dan lain-lain. Faktor lain juga dapat memengaruhi
wawancara adalah responden. Ada orang yang bersedia dan suka diwawancarai
karena ingin menyampaikan pengetahuan dan pendiriannya tentang topik yang
disenangi atau karena insentif yang diberikan. Adapula yang kurang rela
memberikan keterangan karena masalah itu dianggapnya terlalu pribadi atau
11. sensitif misalnya, hubungan antar suku bangsa. Pewawancara harus mencari jalan
agar responden tetap bersedia diwawancarai tetapi jangan memaksa mereka
karena bisa jadi akhirnya informasi yang didapatkan tidak valid.
2) Cara-cara wawancara:
Ada dua cara yang dapat dilakukan dalam wawancara, Pertama adalah wawancara
terstruktur. Dalam wawancara terstruktur semua pertanyaan telah dirumuskan
sebelumnya dengan cermat, biasanya secara tertulis. Pewawancara menggunakan
daftar pertanyaan tersebut ketika wawancara atau mungkin menghapalnya agar
percakapan menjadi lancar dan wajar.Dengan menggunakan wawancara ini tujuan
wawancara lebih jelas dan terpusat pada hal-hal yang telah ditentukan lebih
dahulu sehingga tidak ada kemungkinan percakapan menyimpang dari tujuan.
Jawaban-jawaban mudah dicatat dan diberi kode sehingga data lebih mudah
diolah. Kedua: adalah wawancara tidak terstruktur. Dalam wawancara ini tidak
dipersiapkan daftar pertanyaan sebelumnya. Pewawancara hanya menghadapi satu
masalah secara umum, dan ia boleh menanyakan apa saja yang dianggapnya perlu
dalam situasi wawancara itu. Namun, sebaiknya pewawancara mencatat pokok-
pokok penting yang akan dibicarakan sesuai dengan tujuan wawancara. Pada
wawancara ini responden secara bebas dapat mengemukakan pendapatnya secara
spontan. Dengan demikian pewawancara memperoleh gambaran yang lebih luas
tentang masalah yang diungkap karena responden bebas meninjau berbagai aspek
menurut pendirian dan pikiran masing-masing. Namun hasil wawancara dengan
cara ini sulit untuk diolah. Peneliti perlu membatasi kebebasan dengan
12. mengadakan struktur dalam pertanyaan sehingga data yang diperoleh dapat
disusun menurut sistematika tertentu.
3) Proses wawancara
Dalam proses wawancara harus diusahakan agar komunikasi antara responden dan
pewawancara berjalan lancar dalam suasana yang kondusif. Peneliti harus
memperhatikan hal-hal yang memudahkan komunikasi seperti soal pakaian,
bahasa dan hal-hal yang disukai atau tidak disukai oleh responden kita. Sebaiknya
kita memakai pakaian rapi dan sopan. Adakalanya bahasa daerah harus digunakan
agar mudah mendekati reponden.
Dalam melaksanakan wawancara pun jangan lupa kita harus menjaga hubungan
baik dengan responden sehingga suasana yang terjalin lebih akrab, tidak ada
suasana takut, curiga dan malu. Dapat dimulai dengan memberi ucapan selamat,
memperkenalkan diri, menunjukkan kartu pengenal, menjelaskan tujuan kita dan
pentingnya keterangan responden bagi penelitian itu.
Selain, pewawancara harus pandai menunjukkan penghargaannya dengan
senyuman, anggukan, sikap simpatik, dan pendirian responden, menilai perbuatan
responden. Jika responden merasa tersinggung, hasratnya membantu
pewawancara akan berkurang atau bahkan hilang.
13. Hal penting lainnya adalah mencatat hasil wawancara secara cepat dan jelas. Ada
kalanya menuliskan hal-hal penting saja, atau persis apa yang diucapkan oleh
responden. Pada masa sekarang dapat menggunakan alat perekam. Namun, untuk
mencegah kemungkinan dari alat perekam yang rusak, catatan harus tetap
digunakan, sehingga tidak kehilangan hal-hal penting dari responden.
Ketika mengakhiri wawancara, dapat dilakukan berbagai hal. Untuk wawancara
singkat dapat dilakukan dengan ucapan terima kasih disertai senyuman.
wawancara yang intensif dan mendalam menunjukkan bahwa ia harus pergi
dengan cara membereskan perlengkapannya dan mengucapkan terima kasih atas
segala bantuan, berjabat tangan untuk pamit, dan memberikan suatu pujian kepada
responden untuk meninggalkan kesan yang menyenangkan pada responden.
4) Probing dalam wawancara:
Ada suatu ketrampilan yang mutlak dilakukan dalam wawancara, yaitu probing
yang berfungsi untuk mengorek keterangan. Probing dilakukan untuk meminta
keterangan lebih lanjut apabila jawaban kurang jelas atau kurang lengkap. Probing
juga dapat dilakukan apabila responden tampaknya tidak sanggup menjawab,
karena tidak tahu atau kurang mengerti. Apabila responden memang tidak tahu,
misalnya peraturan undang-undang, tidak ada gunanya mengorek. Tapi, jika
pertanyaan kurang dipahami, kita dapat mengulanginya atau merumuskannya
dengan kata-kata lain. Bila responden tidak dapat menjawabnya dengan segera
14. karena lupa, kita dapat membantunya untuk mengingatkan kembali dengan
menanyakan hal-hal yang sederhana.
Adakalanya reponden tidak dapat menjawab karena ada rasa takut atau segan.
Untuk itu kita dapat mengatakan bahwa yang perlu kita ketahui adalah
perasaannya, tanggapan atau pikirannya, bahwa kita tidak menilainya sebagai
benar atau salah, karena tidak ada jawaban yang salah atau benar dalam
wawancara.
Kelebihan dalam metode wawancara:
a. Dengan wawancara kita dapat memeroleh keterangan yang sedalam-
dalamnya tentang suatu masalah, khususnya yang berkenaan dengan pribadi
seseorang.
b. Dengan wawancara kita dapat dengan cepat memeroleh informasi yang
diinginkan.
c. Wawancara dapat memastikan bahwa respondenlah yang memberi jawaban
langsung. Dalam angket kepastian tersebut tidak ada.
d. Dalam wawancara dapat diusahakan agar pertanyaan dipahami benar oleh
responden.
e. Wawancara memungkinkan fleksibilitas dalam cara bertanya. Bila jawaban
tidak memuaskan, tidak tepat atau tidak lengkap, pewawancara dapat
mengajukan dan merumuskan pertanyaan dengan kata-kata lain. Bila
15. pertanyaan menimbulkan reaksi negatif, ia dapat mengalihkannya pada topik
berikutnya.
f. Pewawancara yang sensitif dapat menilai validitas jawaban berdasarkan
bahasa non verbal responden, seperti gerak-gerik, nada, dan mimik muka.
g. Informasi yang diperoleh melalui wawancara akan lebih dipercayai
kebenarannya karena salah tafsiran dapat diperbaiki sewaktu wawancara
dilakukan . Jika perlu pewawancara dapat mendatangi responden kembali.
h. Dalam wawancara responden lebih bersedia mengungkapkan keterangan-
keterangan yang tidak mungkin diberikannya dalam angket tertulis.
Kelemahan wawancara yang perlu diperhatikan:
a. Apakah jawaban verbal dapat dipercaya? pendapat yang diucapkan responden
belum tentu pendapat yang sebenarnya. Karena itu, kesangsian tentang
validitas jawaban yang diperoleh melalui wawancara, khususnya bila
mengandung unsur-unsur nilai.
b. Pewawancara sendiri tidak konstan keadaannya dalam menghadapi berbagai
orang secara berturut-turut. Keletihan, kurangnya konsentrasi, atau faktor-
faktor lain dapat menimbulkan perubahan pada diri pewawancara sehingga
mempengaruhi validitas data yang dikumpulkan.
c. Bila pelaksanaan wawancara ditugaskan kepada beberapa orang, maka akan
terdapat perbedaan pribadi dan ketrampilan para petugas tersebut, yang dapat
mempengaruhi data yang dikumpulkan.
16. d. Menggunakan sejumlah pewawancara memerlukan untuk memilih, melatih
dan mengawasi staf pekerja lapangan.
B. Riset Propaganda
Propaganda dalam pengertian yang negatif, misalnya propaganda yang dilakukan
partai-partai politik. Dalam berkamanye, mereka sudah terbiasa menjanjikan
sesuatu yang indah-indah, dari mulai pemakaian istilah “kesejahteraan wong cilik,
pendidikan gratis, hingga pemberantasaan KKN-nya wong gede”. Namun setelah
diberi kekuasaan, tetap aja mereka tak bisa merealisasikan janji-janji manisnya.
Bahkan ikut terhanyut oleh aliran KKN yang dengan mudah bisa mendatangkan
keuntungan bagi para propaganidist yang bermulut manis dan kelompoknya.
Dalam melakukan propaganda, propagandist harus mengetahi beberapa hal
sebagai berikut:
1. Harus tahu jelas apa yang akan menjadi pokok persoalan dalam
propaganda yang dikeluarkan.
2. Harus diketahui maksud dan tujuan dari pokok persoalannya.
3. Harus mengetahui cara-cara propaganda yang khusus (tertuju), dan cara
yang akan dipergunakan.
4. Memilih tempat yang strategis (memperhatikan khalayak sasaran).
D. Contoh
17. Dalam kehidupan nyata, proses kampanye dan propaganda tidak selalu mengalir
lancar sesuai apa yang diuraikan dalam kebanyakan buku teks akademik atau
panduan. Masalah pembatasan waktu, anggaran, ego, politik, semuanya dapat
mengakibatkan kampanye dan propaganda berjalan menuju arah yang salah.
Panduan dari buku saja tidak akan menghentikan kekeliruan-kekeliruan yang
mungin terjadi. Karenanya, pengalaman mempraktikkan kampanye dan
propaganda merupakan hal yang sangat berharga, terutama pada tahap-tahap awal.
A. Kampanye
Tujuan kampanye dan propaganda ini adalah:
1. Untuk menciptakan ketertarikan publik dengan pedesaan.
2. Untuk menciptakan pemahaman yang lebih baik tentang pedesaan
khususnya permainan tradisional.
Untuk memastikan bahwa kampanye dan propaganda akan berdampak maksimal
pada khalayak sasaran, materi promisi berjudul “Selamat Datang di Pedesaan”.
Tujuan penelitian ini adalah
1. Seberapa menarik konsep tersebut?
2. Apa yang dikomunikasikannya?
18. 3. Komunikasi mana yang menumbuhkan ketertarikan terhadap konsep?
4. Komunikasi mana yang menghalangi atau mengganggu ketertarikan
terhadap konsep?
Riset dilakukan dengan menggunakan metode wawancara mendalam. Sebanyak
150 wawancara diadakan dengan responden berusia 20-55 tahun. Kerangka
sampel atau responden juga berkaitan dengan jenis kelamin, usia, tingkat sosial,
dan status pekerjaan. Para responden diberi papan-papan dengan materi promosi
dan konsep kreatif. Mereka diperbolehkan melihat materi itu selama mungkin,
sebelum diberi pertanyaan tentang topik-topik berikut:
1. Pemahaman konsep.
2. Tingkat ketertarikan dan komitmen yang dimunculkan dari konsep
tersebut.
3. Hal-hal yang disukai dan tidak disukai.
4. Kecenderungan menunjungi pedesaan atau memainkan permainan
tradisional.
5. Pendapat tentang permainan tradisional.
B. Propaganda
19. Propaganda dalam kehidupan sehari-hari dapat kita lihat dari penjual obat pada
pedanga kaki lima (PKL). Memang cara-cara yang dipergunakan oleh penjual
obat di pasar adalah suatu cara berpropaganda agar obat yang diperdangangkan
bisa laku terjual. Padahal bila dititik mutu obatnya, maka kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa penjual obat itu dapat hidup dari hasil propagandanya saja,
karena koposisi obat yang dijualnya hanya olahan remapah biasa. Hal yang
terpenting bagi penjual obat adalah dimana dia menjual obat tersebut. Dia akan
enggan mempropagandakan obatnya di daerah yang hanya di huni oleh kaun
terpelajar saja. Sebaliknya, dia akan memilih daerah-daerah dimana calon
pembelinya adalah orang-orang yang kurang mengetahui soal kesehatan dan cara
pengobatan. Dengan melakukan propaganda terlebih dahulu, si penjual bisa
mendapatkan keuntungan yang sangat banyak akibat si pembeli sudah termakan
oleh propaganda penjual obat.
20. DAFTAR PUSTAKA
Venus, Antar. 2004. Manajemen Kampanye . Bandung: Simbiosa Rekatama
Media.
Evelina, Lidia Wati. “Riset Formatif untuk Desain Kampanye”. Dipetik pada 26
Agustus 2014. Dari http://ueu6019.weblog.esaunggul.ac.id/2014/01/06/99/
Badan Intelijen Muslim. “Propaganda”. Dipetik pada 27 Agustus 2014. Dari
http://itelijenmuslim.wordpress.com/2014/05/20/propaganda/