Gedung DPR/MPR di Jakarta awalnya dibangun untuk konferensi internasional Conefo yang direncanakan Soekarno, namun setelah peristiwa G30S pembangunannya diubah fungsinya menjadi gedung parlemen. Pembangunan selesai pada 1983 di era Orde Baru dengan nama-nama ruangan menggunakan bahasa Jawa, yang kemudian diubah menjadi bahasa Indonesia pada masa reformasi.
1. Masyarakat Indonesia khususnya Jakarta pasti tak
asing dengan gedung beratap hijau yang berada di
kawasan Senayan. Hingga saat ini gedung yang menjadi
lokasi kerja Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis
Permusyawaratan Rakyat tersebut masih berdiri kokoh
di Jalan Jendral Gatot Subroto no 1, Senayan, Jakarta.
SEJARAHGEDUNGDPR/MPR
2. 2
Pada 74 tahun silam, sebuah madrasah sederhana
didirikan di daerah Petunduhan, Jakarta Pusat.
Madrasah Islamiyah, nama madrasah tersebut, berdiri
di atas lahan seluas 500 meter. Madrasah yang
didirikan KH Abdul Manaf ini merupakan cikal bakal
lahirnya Pondok Pesantren Darunnajah yang kini
berlokasi di Pesanggrahan, Jakarta Selatan, yang
mengasuh lebih dari 8 ribu santri. Setelah hijrah dari
Petunduhan ke Pesanggarahan, sepetak tanah itu
kemudian bertransformasi menjadi sebuah gedung
megah pada 1959. Gedung tersebut dikenal sebagai
Gedung Kura-kura alias Gedung Parlemen RI. Ternyata
Gedung Parlemen di Senayan berdiri di atas lahan
wakaf bekas lembaga pendidikan Islam.
Rerielestarimoerdijatlestarimoerdijat rerieLmoerdijat www.lestarimoerdijat.com LESTARI MOERDIJAT
3. 3
Pada masa pembangunannya
bangunan tersebut mengalami
perkembangan yang naik turun
serta peralihan fungsi yang menjadi
salah satu sejarah yang sering
terlupakan.
Rerielestarimoerdijatlestarimoerdijat rerieLmoerdijat www.lestarimoerdijat.com LESTARI MOERDIJAT
4. 4
Pada masa orde lama Indonesia
sering dijadikan tempat untuk acara-
acara dalam skala internasional, hal
tersebut juga didorong oleh ambisi
Soekarno menunjukkan eksistensi
Indonesia pada dunia. Ide
pembangunan gedung DPR/MPR
pun awalnya tidak difungsikan untuk
badan legislatif Indonesia tersebut.
Rerielestarimoerdijatlestarimoerdijat rerieLmoerdijat www.lestarimoerdijat.com LESTARI MOERDIJAT
5. 5
Pada 8 Maret 1965, keluar surat
putusan presiden no 48 terkait
penugasan Menteri Pekerjaan Umum
dan Tenaga, Soeprajogi, untuk
melakukan pembangunan political
venues di Jakarta. Lokasi tersebut
terkait dengan gagasan Soekarno
untuk melakukan Confrence of The
New Emerging Forces (Conefo) yang
akan di gelar pada 1966.
Rerielestarimoerdijatlestarimoerdijat rerieLmoerdijat www.lestarimoerdijat.com LESTARI MOERDIJAT
6. 6
Conefo adalah konferensi
internasional yang diharapkan dapat
mendukung gagasan pembentukan
tata dunia baru. Saat itu ada beberapa
negara yang direncanakan untuk ikut
serta di dalamnya, antara lain negara-
negara Asia, Afrika, Amerika Latin,
negara-negara sosialis, negara
komunis serta berbagai kekuatan
progresif kapitalis.
Rerielestarimoerdijatlestarimoerdijat rerieLmoerdijat www.lestarimoerdijat.com LESTARI MOERDIJAT
7. 7
Pembentukan Conefo sendiri
dilakukan presiden pertama
Indonesia tersebut untuk
menandingi Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB).
Rerielestarimoerdijatlestarimoerdijat rerieLmoerdijat www.lestarimoerdijat.com LESTARI MOERDIJAT
8. 8
Sebelum pembangunannya,
pemerintah sempat membuka
sayembara untuk perancangan
gedung tersebut. Sayembara
diikuti oleh tiga perusahaan
konsultan perencanaan dan
satu peserta perseorangan.
Rerielestarimoerdijatlestarimoerdijat rerieLmoerdijat www.lestarimoerdijat.com LESTARI MOERDIJAT
9. 9
Rancangan karya Soejoedi
Wirjoatmodjo, seorang arsitek
lulusan Institut Teknologi Bandung
pada masa itu pun akhirnya berhasil
mendapatkan perhatian dari menteri
PUT dan Soekarno. Selanjutnya
perancangan tersebut ditetapkan
dan disahkan pada 22 februari 1965.
Rerielestarimoerdijatlestarimoerdijat rerieLmoerdijat www.lestarimoerdijat.com LESTARI MOERDIJAT
10. 10
Pada 19 April 1965 dibangunlah tiang
pertama proyek political venues, di
komplek Senayan, Jakarta, yang
bertepatan dengan sepuluh tahun
Konferensi Asia Afrika. Proyek ini sendiri
memiliki target untuk rampung pada
1966, namun kejadian G30S pada
September 1965 menyebabkan
pembangunannya menjadi mangkrak
dan Conefo pun tidak jadi dilakukan.
Rerielestarimoerdijatlestarimoerdijat rerieLmoerdijat www.lestarimoerdijat.com LESTARI MOERDIJAT
11. 11
Pada 9 November, Soeharto
yang saat itu menjabat sebagai
Presidium Kabinet Ampera
memberikan instruksi untuk
melanjutkan kembali
pembangunan canefo dengan
mengubah penggunaannya
untuk MPR/DPR.
Rerielestarimoerdijatlestarimoerdijat rerieLmoerdijat www.lestarimoerdijat.com LESTARI MOERDIJAT
12. 12
Pembangunan gedungnya yang
tak selesai di masa
pemerintahan Soekarno pun
dilanjutkan pada pemerintahan
Soeharto. Lahan seluas kurang
lebih 60 hektare tersebut
akhirnya rampung dibangun
pada 1983.
Rerielestarimoerdijatlestarimoerdijat rerieLmoerdijat www.lestarimoerdijat.com LESTARI MOERDIJAT
13. 13
Ada lima bagian gedung yang
diserahkan kepada Sekretariat
Jenderal DPR secara bertahap. Lima
di antaranya adalah Main
Conference Building (1968),
Secretariat Building dan gedung
balai kesehatan (1978), Auditorium
Building (1982), dan Banquet
Building (1983).
Rerielestarimoerdijatlestarimoerdijat rerieLmoerdijat www.lestarimoerdijat.com LESTARI MOERDIJAT
14. 14
Tumbangnya Orde Baru pada 1998
memunculkan masa reformasi.
Pada masa tersebut segala
pengaruh Orde Baru dicoba untuk
diredam di Indonesia, tak terkecuali
dengan dominasi bahasa Jawa
seperti yang dipakai dalam nama-
nama ruangan di gedung DPR/MPR.
Rerielestarimoerdijatlestarimoerdijat rerieLmoerdijat www.lestarimoerdijat.com LESTARI MOERDIJAT
15. 15
Nama-nama yang dibuat dalam
bahasa Inggris tersebut akhirnya
diubah dengan bahasa
Sansekerta, di antaranya
menjadi Grahatama,
Lokawibrabasha Tama,
Pustaloka, Grahakarana, dan
Samania Sasana Graha.
Rerielestarimoerdijatlestarimoerdijat rerieLmoerdijat www.lestarimoerdijat.com LESTARI MOERDIJAT
16. 16
Karena usulan yang muncul dari
anggota MPR/DPR nama-nama
tersebut pun diubah. Salim Said yang
pernah menjabat sebagai anggota
badan pekerja MPR di awal
reformasi menjelaskan usulan
perubahan dan penyederhanaan
nama ruang di gedung tempatnya
bekerja muncul darinya.
Rerielestarimoerdijatlestarimoerdijat rerieLmoerdijat www.lestarimoerdijat.com LESTARI MOERDIJAT
17. 17
Salim Said pun akhirnya berhasil
mengumpulkan 300 tanda tangan
anggota parlemen dalam petisi
perubahan nama ruang-ruang
tersebut. Selanjutnya petisi
diajukan kepada Afif Ma’toef yang
saat itu menjabat sebagai Sekjen
DPR/MPR pada September 1998.
Rerielestarimoerdijatlestarimoerdijat rerieLmoerdijat www.lestarimoerdijat.com LESTARI MOERDIJAT
18. 18
Pergantian nama yang saat itu dilakukan
menghasilkan nama yang masih dipakai hingga saat
ini di antaranya, Gedung Nusantara Satu hingga
Gedung Nusantara Lima, Samania Sasanagraha, dan
Mekanik Graha. Maka, gedung-gedung yang
menggunakan bahasa Sansekerta pun berubah:
Grahatama menjadi Gedung Nusantara,
Lokawirasabha Tama (Gedung Nusantara I),
Ganagraha (Gedung Nusantara II), Lokawirasabha
(Gedung Nusantara III), Pustakaloka (Gedung
Nusantara IV), Grahakarana (Gedung Nusantara V),
Samania Sasanagraha (Gedung Sekretariat Jenderal
DPR RI), dan Mekanik Graha (Gedung Mekanik).
Rerielestarimoerdijatlestarimoerdijat rerieLmoerdijat www.lestarimoerdijat.com LESTARI MOERDIJAT