1. Pengolahan Apel Afkir (Sub-Grade) Menjadi Apel Celup Instan (Kajian
Jenis dan Konsentrasi Asidulan)
Sub-Grade Apple Processing Into Instant Apple Tea (Factors: Acidulant
Type And Concentration)
Anggia Pratiwi1*
, Sudarminto Setyo Yuwono1
, Sudarma Dita Wijayanti1
1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang
Jl. Veteran – Malang 65145
*Penulis Koresponsdensi, email : anggiapratiwi@hotmail.com
ABSTRAK
Apel afkir merupakan hasil samping produksi apel dengan potensi ekonomi
yang menjanjikan. Tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomi
apel afkir adalah mengolah apel afkir menjadi produk olahan. Apel dapat diolah
menjadi produk apel celup dengan karakteristik fisik, kimia dan organoleptik terbaik
dengan penambahan asidulan berbagai konsentrasi. Penambahan jenis dan
konsentrasi asidulan menghasilkan apel celup yang tahan lama, kering, mengandung
aroma dan rasa apel yang khas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh jenis dan konsentrasi asidulan terhadap kualitas apel celup.
Penelitian disusun menggunakan rancangan acak kelompok. Faktor pertama
adalah jenis asidulan (asam malat, asam sitrat), faktor kedua adalah konsentrasi
asidulan (0,03; 0,06; 0,09 % (b/b)). Analisa data menggunakan ANOVA dan dilanjutkan
dengan uji Tukey (α=5%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik
adalah apel celup dengan penambahan asam sitrat dengan konsentrasi 0,09%.
Kata Kunci: Apel, Apel Afkir, Apel Celup, Asidulan.
ABSTRACT
Sub-Grade Apple was by product of apple production with great economic
potential. To improve the economic value of sub-grade apples, apples was processed
into various refined products. Apples can be processed into apple tea using drying
method and addition of several concentrations of acidulant. The purpose of this study
was to determined the effect of type and concentration of acidulant on the quality of
sub-grade apple tea.
Research was conducted using factorial completely randomized design. The
first factor was type of acidulant (malic acid, citric acid), the second factor was
acidulant’s concentration (0,03; 0,06; 0,09 % (w/w)). Obtained data were analyzed
using ANOVA followed by Tukey (α = 5%). The results showed that the best treatment
is the apple tea with addition of citric acid with 0,09 % concentration.
Keywords: Acidulant, Apple, Apple Tea, Sub-grade Apple.
2. PENDAHULUAN
Apel (Malus sylvestris Mill.) merupakan tanaman yang biasa tumbuh di iklim
subtropis. Tanaman apel di Malang Raya mencapai 1.974.366 pohon dengan hasil
produksi sebesar 842.800 kuintan/tahun. Dari jumlah tersebut terdapat 10% apel yang
termasuk kategori afkir (sub-grade), yang belum dimanfaatkan secara maksimal [1].
Produk olahan apel yang telah beredar dipasaran misalnya minuman sari apel memiliki
kekurangan yaitu tidak praktis, tidak tahan lama dan dalam pembuatannya
ditambahkan bahan tambahan baik pewarna maupun pengawet. Sehingga diperlukan
diversifikasi pengolahan apel afkir yang menghasilkan produk yang praktis, ringan,
tahan lama, menggunakan asidulan sesuai komposisi apel dan dapat memberi nilai
tambah ekonomis terhadap apel afkir. Oleh karena itu, muncul ide untuk mengolah
apel afkir menjadi produk kering dan tahan lama dalam bentuk apel celup.
Apel celup adalah produk diversifikasi apel berupa apel kering yang dapat
diseduh menghasilkan sari apel instan. Pada pengolahan apel celup terjadi
pengurangan senyawa - senyawa organik dalam apel yang dapat mempengaruhi rasa,
flavor, serta karakteristik fisik dan kimia produk [2]. Sehingga perlu ditambahkan
asidulan dalam proses pembuatan untuk memproteksi senyawa organik apel dan
merestorasi kandungan senyawa asam yang hilang selama pengolahan. Asidulan
mampu memberi efek rasa asam yang lembut dan persisten, meningkatkan rasa
karena merupakan flavour enhancer alami, meningkatkan aftertaste dan aroma sari
buah, menjaga stabilitas pH, memiliki kapasitas buffer yang baik pada pH 3,0 - 4,5,
memberi efek anti mikroba sehingga dapat memperpanjang umur simpan, serta
mempertahankan warna dan flavour dari minuman sari buah [3 bartex].
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh jenis asidulan dan
konsentrasi asidulan yang ditambahkan pada proses pembuatan apel celup terhadap
kualitas fisik, kimia dan organoleptik apel celup. Penelitian ini diharapkan mampu
memberi informasi dan wawasan kepada masyarakat dan pelaku industri tentang
pemanfaatan apel afkir menjadi produk apel celup
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di Laboratorium Sentral Ilmu Hayati, Universitas Brawijaya,
Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan dan Laboratorium Teknologi Pengolahan
Pangan, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Brawijaya Malang.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan apel celup adalah apel afkir (sub-
grade) varietas Manalagi, Rome-beauty dan Anna yang diperoleh dari daerah Punten
Kota Batu – Jawa Timur dan pengatur keasaman Asam Malat dan Asam sitrat. Bahan
untuk analisa vitamin C adalah aquades, Indikator amilum 1 %, Larutan I2 standar 0,01
N, dan kertas saring. Bahan yang digunakan untuk analisa total fenol adalah larutan
asam galat, larutan Na2CO3, reagen Follin-Ciocalteau. Bahan untuk analisa kadar gula
pereduksi adalah glukosa anhidrat, reagen Nelson-Somogy A dan B dan
Arsenomolibdat. Bahan untuk analisa total asam adalah aquades, asam oksalat,
indikator PP, dan NaOH yang diperoleh dari toko bahan kimia Makmur Sejati.
Alat
Alat yang digunakan dalam pembuatan apel celup dan untuk analisa adalah
pasrahan singkong (Brilliant), loyang, pengering kabinet, oven listrik (Memmert),
spatula, timbangan analitik (Mettler Toledo), burret (Iwaki Pyrex), labu ukur 100 ml
3. (Iwaki Pyrex), Erlenmeyer 100 ml (Iwaki Pyrex), tabung reaksi (Iwaki Pyrex), vortex,
pipet volum 1 ml (Fortuna), pipet volum 10 ml (Fortuna), bola hisap (Merienfiel) dan
pipet tetes, kertas saring, plastik bening, cawan petri,beaker glass 100 ml (Iwaki
Pyrex), beaker glass 250 ml (Iwaki Pyrex), beaker glass 500 ml (Iwaki Pyrex), kuvet,
spektrofotometer, kompor listrik (Maspion), pH meter (Trans Instrument), dan colour
reader.
Desain Penelitian
Desain penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial
yang disusun dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah jenis asidulan (asam malat,
asam sitrat) sedangkan faktor kedua adalah konsentrasi asidulan (0,03; 0,06; 0,09 %
(b/b)). Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan Analysis of Variant
(ANOVA) dan dilanjutkan uji Tukey dengan taraf nyata 5% (α=0.05). Data hasil uji
organoleptik di uji dengan menggunakan Friedman test dan penentuan perlakuan
terbaik menggunakan metode Zeleny [4].
Tahapan Penelitian
Buah apel afkir varietas Manalagi, Rome beauty dan Anna, dipilih yang ukuran
agak seragam dan tidak terlalu banyak bagian yang rusak, kemudian dicuci dengan air
mengalir. Dilakukan pemasrahan dengan pemarut singkong, lalu ditimbang masing-
masing 100 gram setiap varietas dan dilakukan pencampuran hingga merata, lalu apel
dilayukan selama 60 menit. Buah apel yang sudah dilayukan kemudian ditambahkan
asam malat atau asam sitrat sebanyak 0,03; 0,06; atau 0,09 % (b/b). Apel afkir
kemudian dikeringkan di dalam pengering kabinet dengan suhu 60o
C selama 8 jam.
Buah apel yang sudah kering kemudian dilakukan penimbangan sebanyak 3 gram dan
dikemas ke dalam kantung teh. Untuk penyajian sari apel dari apel celup ini, setiap 1
kantung apel celup diseduh dengan air panas suhu 80o
C sebanyak 200 ml dan
ditambahkan 30g gula.
Metode
Analisa kimia apel celup Anna:
Uji Total Asam (Apriyantono, 1989)
Analisa pH dengan pH meter (Yuwono dan Susanto, 1998).
Vitamin C dengan Uji Iodium (Sudarmadji dkk,1997)
Analisa Kadar Air (Sudarmadji dkk,1997)
Analisa Fenol (Sharma, 2011)
Penentuan Gula Pereduksi metode Nelson Somogyi (AOAC,1990)
Analisa fisik sari buah stroberi:
Tingkat Warna dengan Colour Reader (Yuwono dan susanto, 1998).
Prosedur Analisa
1. Uji Total Asam [5]
1.1 Standarisasi NaOH
0,1 g asam oksalat ((COOH)2.2H2O) ditimbang lalu dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml. Lalu ditambahkan 25 ml akuades dan indikator PP
sebanyak 2-3 tetes. Selanjutnya dititrasi dengan larutan NaOH hingga
terbentuk warna merah muda yang bertahan selama 15 detik. Normalitas
NaOH dihitung dengan rumus:
4. 1.2 Pengujian Sampel
Sampel sari apel sebanyak 10 ml dilarutkan menjadi 250 ml dalam labu takar.
Diambil 50 ml lalu ditambah 2-3 tetes indikator fenolftalein. Dititrasi dengan
larutan NaOH 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda.
Total asam tertitrasi (TAT) dinyatakan dalam persen asam malat atau persen
asam sitrat. Total asam tertitrasi dihitung dengan rumus:
Keterangan:
TAT : Total Asam Tertitrasi (% asam malat atau % asam sitrat)
V : Jumlah larutan NaOH untuk titrasi (ml)
M : Molaritas NaOH
P : Jumlah Pengenceran
BM : Berat molekul asam malat (134,09) atau asam sitrat (192,14)
B : Berat sampel (mg)
2. Analisa Vitamin C dengan Uji Iodium [6]
Bahan sampel ditimbang sebanyak 200-300 gram dan dihancurkan dengan
blender sampai diperoleh bubur. Bubur ditimbang sebanyak 10-30 gram, kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan selanjutnya ditambah aquades sampai
tanda batas. Kemudian filtrat dihomogenkan dan disaring dengan kertas saring. Filtrat
yang diperoleh diambil 25 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml kemudian 1
ml amilum 1% ditambahkan ke dalamnya. Filtrat yang telah ditambahkan dengan
amilum dititrasi dengan larutan iodium standar 0.01 N sampai terjadi perubahan warna.
Kadar vitamin C dihitung dengan rumus :
3. Analisa Kadar Air [7]
Cawan dimasukkan ke dalam oven (105o
C) selama 24 jam. Kemudian dimasukkan ke
dalam desikator selama 30 menit. Dilakukan penimbangan dengan timbangan analitik
(x gram). Sampel dihaluskan terlebih dahulu kemudian ditimbang (y gram), dan
dimasukkan ke dalam cawan yang sudah diketahui beratnya. Sampel dalam cawan
dimasukkan ke dalam oven (105o
C) selama 4-5 jam. Keudian didinginkan dalam
desikator selama 30 menit, lalu sampel ditimbang. Perlakuan ini diulang-ulang sampai
dicapai berat konstan (z gram), yaitu selisih penimbangan berat sampel berturut-turut
kurang dari 0.01 g. Kadar air dapat dihitung dengan persamaan :
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 (%) =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 + 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 𝑥 100
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 + 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
4. Analisa Total Fenol [8]
4.1 Pembuatan Kurva Standar Asam Galat
Dibuat larutan asam galat stok 1000 µg/ml. Diencerkan hingga diperoleh larutan
asam galat 25 µg/ml, 50 µg/ml, 100 µg/ml, 200 µg/ml, dan 400 µg/ml. Larutan asam
galat diambil 1 ml tiap konsentrasi, kemudian dimasukkan ke tabung reaksi.
Ditambahkan larutan Na2CO3 75 g/l 4 ml dan reagen Follin Ciocalteau (diencerkan
1:10) 5 ml. Kemudian divortex dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu ruang dan
kondisi gelap. Larutan dipipet sebanyak 2 ml ke dalam kuvet dan diukur absorbansi
pada panjang gelombang (ʎ) 765 nm. Dibuat kurva standar asam galat dengan x =
5. konsentrasi larutan asam galat dan y = absorbansi. Kemudian dihitung persamaan
regresi dan R2
4.2 Perhitungan Total Fenol
Diukur sampel yang akan diuji dengan volume 1 ml. Sampel ditambah larutan
Na2CO3 75g/lsebanyak 4 ml dan reagen Follin Ciocalteau (diencerkan 1:10) 5 ml).
Setelah itu sampel divortex dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu ruang dan kondisi
gelap. Diambil 2 ml ekstrak sampel dan diisikan ke dalam kuvet. Diukur absorbansi
pada panjang gelombang (ʎ) 765 nm. Hasil pengukuran absorbansi dikalibrasikan
dengan kurva standar asam galat untuk didapatkan total fenol dalam µg GAE/ml. Total
fenol dapat dihitung dalam µg GAE/ml dengan persamaan :
𝐶 =
𝐶𝐺𝐴𝐸 𝑥 𝑉
𝐺
Keterangan :
C : Kadar total fenol (µg/g)
CGAE : Kadar total fenol dalam bentuk ekuivalen asam galat (µg/ml)
V : Volume ekstrak yang dihasilkan (ml)
G : Massa bahan (g)
5. Analisa Gula Pereduksi [9]
5.1 Pembuatan Kurva Standar
Dibuat larutan glukosa standar (10 mg glukosa anhidrat100 ml). Kemudian
dilakukan 6 pengenceran dari larutan glukosa standar tersebut sehingga diperoleh
larutan glukosa dengan konsentrasi 2,4,6,8, dan 10 mg/100 ml. Larutan glukosa
masing-masing konsentrasi diambil 1 ml dan diisikan ke dalam tabung reaksi. Pada
masing-masing tabung yang berisi larutan glukosa ditambahkan 1 ml reagen Nelson.
Setelah itu tabung dipanaskan pada penangas air selama 20 menit. Setelah itu,
dilakukan pendinginan pada suhu ruang sampai suhu tabung mencapai
25o
C.Ditambahkan 1 ml reagen arsenomolidbat dan digojog sampai semua endapan
Cu2O yang ada larut kembali.Kemudian ditambahkan 7 ml aquades dan digojog
sampai homogen.Dilakukan pengukuran OD masing-masing larutan pada panjang
gelombang 540 nm.Dibuat kurva standar yang menunjukkan hubungan antara
konsentrasi glukosa dan OD.
5.2 Perhitungan Kadar Gula Pereduksi
Disiapkan larutan sampel sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung
reaksi.Pada larutan sampel tersebut ditambahkan 1 ml reagen Nelson. Setelah itu
tabung dipanaskan pada penangas air selama 20 menit. Kemudian dilakukan
pendinginan pada suhu ruang sampai suhu tabung mencapai 25o
C.Ditambahkan 1 ml
reagen arsenomolidbat dan digojog sampai semua endapan Cu2O yang ada larut
kembali.Kemudian ditambahkan 7 ml aquades dan digojog sampai homogen.
Dilakukan pengukuran OD masing-masing larutan pada panjang gelombang 540 nm
6. Analisa pH [10]
Dilakukan kalibrasi pH meter dengan larutan buffer pH4 dan pH 7, kemudian
elektroda pada pH meter dibilas dengan aquades setiap mengganti buffer dan
dikeringkan dengan tissue.Disiapkan 30ml larutan sampel (1:10 b/v) dan dimasukkan
ke dalam beaker glass. Elektroda pH meter dicelupkan pada sampel dan set
pengukuran pH. Elektroda dibiarkan tercelup beberapa saat sampai diperoleh
pembacaan yang stabil.Dicatat hasil pengukuran pH sampel dan setiap mengganti
sampel elektroda harus dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan tissue.
6. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan apel afkir campuran
varietas Manalagi, Rome beauty dan Anna. Sifat fisik kimia dari bahan baku
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat Fisik dan Kimia Apel Afkir
Parameter Apel Afkir
Kadar Air (%) 83.29
pH 4.00
Vitamin C (mg/100g) 7.56
Gula Pereduksi (%) 8.33
Total Fenol (mg/g) 4.41
Total Asam (%) 0.53
Kecerahan (L*) 80.40
Kemerahan (a*) 3.80
Kekuningan (b*) 17.50
Pengaruh jenis dan konsentrasi asidulan terhadap parameter fisik apel celup
ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Sifat Fisik Apel Celup
Perlakuan Parameter Fisik Apel Celup
Jenis
Asidulan
Konsentrasi
Asidulan
Kecerahan
(L*)
Kemerahan
(a*)
Kekuningan
(b*)
Asam
Malat
0.03 % (b/b) 39.45 10.42 a
10.14 ab
10.45 b
10.55 b
12.49 b
14.34 b
2.00 a
2.14 a
3.03 a
2.20 b
2.96 b
3.10 b
0.06 % (b/b) 39.79
0.09 % (b/b) 38.80
Asam
Sitrat
0.03 % (b/b) 38.24
0.06 % (b/b) 38.11
0.09 % (b/b) 37.66
Pengaruh jenis dan konsentrasi asidulan terhadap parameter Kimia apel celup
ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Sifat Kimia Apel Celup
Perlakuan Parameter Kimia Apel Celup
Jenis
Asidulan
Konsentrasi
Asidulan
Kadar
Air (%)
Vitamin C
(mg/100g)
Gula
Pereduksi (%)
Fenol
(mg/g)
Total
Asam
pH
Asam
Malat
0.03 % (b/b) 16.70 a
18.25 ab
19.87 ab
15.69 ab
17.08 ab
19.08 b
2.80 a
3.25 ab
4.03 b
2.54 b
2.63 b
3.11 b
5.46 a
6.69 ab
7.46 ab
5.66 ab
6.05 b
6.86 b
1.81
2.06
2.85
1.87
2.28
2.78
0.46 a
0.63 ab
0.92 bc
0.40 cd
0.52 cd
0.74 d
3.65 a
3.25 ab
3.08 ab
3.75 ab
3.58 ab
3.35 b
0.06 % (b/b)
Asam
Sitrat
0.09 % (b/b)
0.03 % (b/b)
0.06 % (b/b)
0.09 % (b/b)
Pengaruh jenis dan konsentrasi asidulan terhadap parameter organoleptik apel
celup ditunjukkan pada Tabel 4.
7. Tabel 4. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Terhadap Sifat Organoleptik Apel Celup
Perlakuan Parameter Fisik Apel Celup
Jenis
Asidulan
Konsentrasi
Asidulan
Rasa Warna Aroma
Asam
Malat
Asam
Sitrat
0.03 % (b/b) 2.60 a
3.12 ab
2.28 ab
2.64 ab
2.76 b
3.04 b
2.40 a
2.76 ab
2.08 ab
2.44 abc
3.04 bc
3.32 c
2.40
2.68
2.32
2.32
2.64
2.52
0.06 % (b/b)
0.09 % (b/b)
0.03 % (b/b)
0.06 % (b/b)
0.09 % (b/b)
1. Total Asam
Tabel 2 menunjukkan bahwa total asam tertitrasi apel celup cenderung
meningkat akibat adanya peningkatan konsentrasi jenis asam malat maupun asam
sitrat. Semakin tinggi konsentrasi asam malat dan asam sitrat yang ditambahkan
mengakibatkan pelepasan ion H+ dalam jumlah yang lebih besar pula, maka produk
apel celup akan bersifat semakin asam. Pernyataan tersebut juga didukung oleh [11]
yang menyatakan bahwa konsentrasi asam malat yang semakin besar menunjukkan
jumlah ion H+
yang lebih besar, sehingga kadar total asam akan meningkat.
.
2. Vitamin C
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai vitamin C apel celup mengalami peningkatan
dengan semakin meningkatnya konsentrasi asam malat maupun asam sitrat yang
ditambahkan, hal ini disebabkan semakin tinggi konsentrasi asam maka akan lebih
meningkatkan stabilitas vitamin C. Vitamin C lebih stabil pada lingkungan asam dan pH
rendah [12]. Sehingga penambahan asam malat dan asam sitrat dengan konsentrasi
semakin meningkat dapat melindungi vitamin C dari oksidasi logam katalis.
Vitamin C apel afkir lebih rendah dibanding bahan baku akibat banyaknya
vitamin C yang hilang selama proses pengolahan. Proses tersebut meliputi pencucian,
pemasrahan, pelayuan dan pengeringan. Vitamin c merupakan vitamin larut air yang
akan ikut terbuang selama pencucian dan pemasrahan, mengalami oksidasi akibat
kontak dengan oksigen selama pelayuan dan menguap bersama air selama
pengeringan sehingga penurunan vitamin c tidak dapat dihindari. Asam askorbat
bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh luar penyebab kerusakan seperti suhu,
oksigen, kadar air, dan katalisator logam. Asam askorbat mudah teroksidasi menjadi L-
dehidroaskorbat yang masih mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Asam L-
dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut
menjadi asam L-diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C [13].
3. Derajat Keasaman (pH)
pH apel celup cenderung menurun dengan semakin meningkatnya konsentrasi
penambahan asam malat dan asam sitrat karena pH akan mengalami perubahan
apabila terjadi penambahan atau penurunan senyawa yang bersifat asam. Selain itu
asam-asam organik pada apel seperti asam malat tidak terpengaruh terhadap
keberadaan oksigen dan oksidasi fenolik. Semakin banyak jumlah asidulan yang
ditambahkan dalam suatu larutan maka akan semakin banyak pula ion H+ yang
dilepaskan, sehingga terjadi penurunan nilai pH.
4. Kadar Air
Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi asam malat maupun
asam sitrat maka semakin tinggi pula kadar air pada apel celup kering. Hal ini diduga
akibat semakin tinggi konsentrasi asidulan yang ditambahkan akan menyebabkan
8. produk menjadi lebih higroskopis. Sehingga kenaikan kadar air dapat disebabkan
semakin tinggi penambahan konsetrasi asidulan maka akan semakin banyak uap air
yang diadsorpsi oleh produk kering. Semakin tinggi konsentrasi asam maka produk
akan menjadi lebih higroskopis dan mudah menyerap air dari lingkungan sekitar.
Selain itu semakin tinggi konsentrasi asidulan yang ditambahkan maka semakin
banyak air dalam keadaan terikat yang terkandung pada bahan, air terikat ini lebih sulit
menguap dibandingkan air bebas [14]. Sehingga makin tinggi konsentrasi asidulan
akan berbanding lurus dengan meningkatnya kadar air.
5. Total Fenol
Total fenol cenderung meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi
asam malat maupun asam sitrat hal ini disebabkan karena senyawa fenol memiliki sifat
yang cenderung asam, artinya ia dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya.
Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida C6H5O− yang dapat dilarutkan
dalam air. Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat lebih asam [15].
Sehingga penambahan asam malat dan asam sitrat dengan konsentrasi semakin
meningkat menyebabkan menurunnya keasaman produk sehingga enzim polifenol
oksidase sulit bekerja atau bahkan inactive pada konsentrasi asam tinggi sehingga
senyawa fenol menjadi lebih stabil terhadap oksidasi.
Apel yang jaringannya terekspos akan mengeluarkan senyawa O-difenol,
senyawa O-difenol inilah yang akan diserang oksigen dan enzim polifenol oksidase
untuk membentuk senyawa melanin yang berwarna coklat [16]. Namun karena asam
malat maupun sitrat memiliki kandungan ion H+
maka oksidasi dapat dikurangi dengan
cara asam akan menurunkan pH dan menciptakan lingkungan asam sehingga enzim
polifenol oksidase sulit bekerja atau inaktif, senyawa melanoidin yang terbentuk tidak
terlalu banyak.
6. Gula Pereduksi
Peningkatan kadar gula pereduksi yang berbanding lurus dengan peningkatan
konsentrasi asidulan baik asam malat maupun asam sitrat tersebut diduga akibat
didalam 100% total gula apel, 20% nya merupakan jenis disakarida sukrosa yang
dapat dirubah menjadi fruktosa dan glukosa yang merupakan gula pereduksi dengan
adanya penambahan asam dan proses pemanasan [17]. Menurut [18], gula pereduksi
merupakan jenis gula yang dapat mereduksi karena adanya gugus aldehida dan gugus
keton, contohnya fruktosa dan glukosa. Kedua jenis monosakarida ini merupakan
monomer yang menjadi penyusun sukrosa. Sukrosa pada temperatur tinggi akan
mengalami inversi yaitu terurainya sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa yang disebut
gula invert [19]. Selain itu inversi sukrosa dapat pula terjadi pada suasana asam. Maka
semakin banyak jumlah asam yang ditambahkan ke dalam bahan baku,
mengakibatkan semakin banyak pula kadar gula pereduksi yang terbentuk. Hal ini
mengingat bahwa proses pembuatan apel celup terjadi pada suasana asam dan juga
melibatkan pemanasan. Hal tersebut didukung pula menurut pendapat [20] yang
menyatakan bahwa, sukrosa bersifat non pereduksi karena tidak mempunyai gugus
OH bebas yang reaktif, tetapi selama pemanasan dan dengan adanya asam, sukrosa
dapat terhidrolisis menjadi gula inversi yaitu fruktosa dan glukosa yang merupakan
gula pereduksi. Kecepatan inversi sukrosa dipengaruhi oleh suhu, waktu pemanasan
dan pH larutan.
7. Warna (L* a* b*)
apel celup dengan penambahan asam sitrat lebih gelap karena lebih
kemerahan dan lebih kuning dibandingkan dengan apel celup yang ditambahkan asam
malat yang lebih cerah namun kurang merah dan kurang kuning. Hal ini diduga karena
asam malat memiliki ukuran molekul lebih kecil (134 g/mol) daripada asam sitrat (192
9. g/mol), sehingga dalam konsentrasi penambahan yang sama akan terdapat lebih
banyak molekul asam malat dibandingkan asam sitrat. Dimana semakin banyak asam
maka akan mencegah terbentuknya senyawa warna selama proses pelayuan sehingga
warna produk apel celup yang dihasilkan akan semakin cerah namun kurang merah
dan kurang kuning dibanding produk yang ditambahkan asam sitrat [21].
Faktor yang dapat mempengaruhi warna adalah reaksi maillard selama proses
pengolahan apel celup. Dimana reaksi maillard terjadi karena adanya gula pereduksi.
Semakin tinggi kandungan gula pereduksi yang ada pada apel celup maka
pembentukan warna coklat juga semakin pekat. Kandungan gula pereduksi yang ada
pada apel celup dapat berasal juga dari hasil hidrolisis sukrosa selama proses
pemanasan yang dibantu oleh adanya asam. Maka semakin banyak jumlah asam
malat yang ditambahkan ke dalam bahan baku, mengakibatkan semakin banyak pula
kadar gula pereduksi yang terbentuk dan pembentukan warna coklat semakin
meningkat sehingga kecerahan produk apel celup menurun.
8. Organoleptik Rasa
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap rasa apel celup
akibat penambahan asam malat dan asam sitrat bervariasi. Konsentrasi terendah
kedua jenis asidulan kurang disukai karena rasa asam yang belum muncul. Asam
malat konsentrasi 0.06% paling disukai karena memiliki rasa khas apel akibat 95%
asam alami dalam apel adalah golongan malat serta asam sitrat konsentrasi 0.09%
karena dapat memberi rasa asam yang menyegarkan. Konsentrasi asam malat 0.09%
kurang disukai karena penambahan asam terlalu banyak menyebabkan rasa apel
celup menjadi terlalu asam dan tidak disukai panelis. Rasa apel celup sangat
bergantung pada komposisi kimianya dimana adanya penambahan asam akan
melindungi senyawa-senyawa flavor dalam apel celup [22].
9. Organoleptik Warna
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap warna apel celup
cenderung semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya konsentrasi
asam malat dan sitrat. Hal ini berhubungan erat dengan warna produk kering. Dimana
warna produk kering dengan penambahan asam sitrat lebih gelap atau lebih
kecoklatan dibanding produk kering yang ditambahkan asam malat. Panelis lebih
menyukai apel celup yang berwarna kecoklatan karena lebih mirip warna sari apel
yang umum beredar dipasaran. Serta secara kimia, perubahan warna dapat
disebabkan oleh perubahan pH atau oksidasi selama penyimpanan. Hasilnya,
makanan olahan kehilangan warna dan dapat menurunkan nilai sensorik karena
Warna memberi rangsangan yang kuat terhadap tingkat kesukaan panelis [23].
10. Organoleptik Aroma
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai kesukaan panelis terhadap aroma apel celup
cenderung semakin meningkat namun menurun pada konsentrasi tertinggi. Hasil
penilaian panelis menunjukkan panelis lebih dapat menerima apel celup dengan
penambahan asidulan malat maupun sitrat pada konsentrasi 0,06% karena dapat
memberi aroma asam yang segar yang masih dapat diterima konsumen dan karena
komposisi penambahan yang tepat sehingga aroma asam malat yang muncul dapat
menggantikan aroma apel alami (senyawa ester bersifat volatil) yang mengalami
kerusakan selama proses pengolahan akibat adanya suhu tinggi. Sedangkan pada
konsentrasi penambahan asam sitrat maupun malat sebanyak 0,03% aroma apelnya
kurang tercium karena jumlah asidulan yang ditambahkan masih terlalu sedikit. Begitu
pula dengan penambahan asam malat 0,09% panelis tidak menyukai kombinasi ini
karena berbau dominan asam dan agak menusuk indra penciuman panelis.
10. SIMPULAN
Interaksi faktor jenis dan konsentrasi asidulan berpengaruh nyata pada
kekuningan (b*), organoleptik (rasa) dan organoleptik (warna) apel celup. Faktor jenis
asidulan dan konsentrasi asidulan memberikan pengaruh nyata (P value ≤ 0,05) pada
total asam, vitamin C, kekuningan (b*), dan organoleptik (warna). Faktor penambahan
jenis asidulan memberikan pengaruh nyata (P value ≤ 0,05) terhadap tingkat
kecerahan (L*) dan kemerahan (a*) dari produk apel celup. Sedangkan, faktor
konsentrasi asidulan memberikan pengaruh nyata (P value ≤ 0,05) terhadap kadar pH,
kadar air, gula pereduksi dan total fenol.
Apel celup afkir (sub-grade) perlakuan terbaik adalah kombinasi penambahan
acidulant asam sitrat dengan konsentrasi 0.09% (b/b) (A2C3) dengan karakteristik
kadar air 19.08%, vitamin C 3.11 mg/100g, gula pereduksi 6.86%, total fenol 2.78
mg/g, total asam 0.86%, pH 3.4, kecerahan (L*) 38.80, kemerahan (a*) 14.30,
kekuningan (b*) 3.10, nilai kesukaan panelis terhadap rasa 3.04 (suka), nilai kesukaan
panelis terhadap warna 3.32 (suka), dan nilai kesukaan panelis terhadap aroma 2.52
(tidak suka).
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Prihatman, Kemal. 2000. Apel. www.warintek.ristek.go.id/pertanian/apel.pdf.
Tanggal akses 16 Oktober 2013
[2]. Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz, 1980. Pengantar Teknologi Pangan.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
[3]. Bartek, 2013. Malic Acid. www.bartek.com.pl/en/malicacid. diakses pada tanggal 3
Desember 2014
[4]. Zeleny, M. 1982. Multiple Criteria Decision Making. Mc Graw Hill Book
Company, Inc. New York.
[5]. Apriyantono. J. 1989. Analisis Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
[6]. Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisis Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
[7]. Sudarmadji,S, 1989 Sudarmadji S., B. Haryono, Suhardi. 1989. Analisa Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Hlm. 57-58.
[8]. Sharma, G. N., S. K. Dubey, N. Sati and J. Sanaday a. 2011. Phytochemical
Screening and Estimation of Total Phenolic Content in Aeglemarmelos
Seeds. International Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 3 (2) : 27-
29.
[9]. AOAC. Association of Official Analytical Chemist. 2006. Edisi Revisi. Edisi 18 2005.
Official Methods of Analysis. Washington DC.
[10]. Yuwono, S.S dan Susanto, T. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Hasil Pertanian. Malang : Universitas
Brawijaya.
[11]. Humayun, A, Gautam, C.K, Madhav, M, Sourav, S, and Ramalingam, C. 2014.
Effect of Citric Acid and Malic acid on Shelf Life and Sensory
Characteristics of Orange Juice. International Journal of Pharmacy and
Pharmaceutical Science Vol, 6 Isuue 2.
[12]. Mahdavi, D, Depandhe, S.S and Salunke, D.K. 1996. Food Antioxidant
Technological, Toxicological and Health Perspective. Marcel Dekker Inc. New
York.
[13]. Andarwulan, N dan Sutrisno, K. 1992. Kimia Vitamin. Rajawali Pers. Jakarta.
11. [14]. Luh, B.S. 1980. Nectars, Pulpy Juices & Fruit Juice Blends. Didalam Nelson,
P.E and Tressler, D.K. 1990. Fruit and Vegetabel Juice Processing
Technology. The AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut.
[15]. Aoyama, S., dan Yamamoto, Y. 2007. Antioxidant Activity and Flavonoid
Content of Welsh Onion (Allium fistulosum) and The Effect of Thermal
Treatment. Food Science and Technology Research, 13, 67–72.
[16]. Kumalaningsih, S, Harijono, Amir, Y.F. 2006. Pencegahan Pencoklatan Umbi
Ubi Jalar (Ipomea batatas (L). Lam) Untuk Pembuatan Tepung : Pengaruh
Kombinasi Konsentrasi Asam Askorbat dan Sodium Acid Pyrophosphate.
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 5 No. 1: 11-19.
[17]. Andrew, Jonhaton. 2011. Natural Sugar Found In Apples.
www.healthyeating.sfgate.com > Healthy Eating > Eating Nutrition > Sugar and
Sweeteners. Diakses pada tanggal 3 Mei 2015
[18]. Chen J.C.P and Chou C. 1993. Cane Sugar Handbook : A Manual for Cane
Sugar Manufacturers and Their Chemistry. John Wiley & Sons Inc. Canada.
[19]. Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.
[20]. Susanto, Wahono Hadi, Bagus Rakhmad. 2011. Pengaruh Varietas Apel (Malus
sylvestris) dan Lama Fermentasi oleh Khamir Saccharomyces cerivisiae
sebagai Perlakuan Pra Pengolahan Terhadap Karakteristik Sirup. Jurnal
Teknologi Pertanian 12 (3) : 135 – 142.
[21]. Duangmal, K. Wongsiri, S, and Sueeprasan, S. 2004. Color Appearance of
Fruit Juice Affected By Vitamin C. AIC 2004 Color and Paints, Interim Meeting
of The International Color Association, Proceedings. Department of Food
Technology, Faculty of Science, Chulalongkorn University, Thailand.
[22]. Fellows, J. J. 2000. Food Processing Technology, Principle and Practice.
Ellis Horwood. London.