SlideShare a Scribd company logo
1 of 16
PAJAK KONTENPORER
(PAJAK FINAL)
PAPER
Tugas UAS
Program Magister Akuntansi
OLEH
MARTIN KOSASI
55516120016
PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MERCU BUANA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di Indonesia, pajak merupakan pemasukan terbesar bagi kas Negara.
Seyogyanya, pajak digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Indonesia. Untuk tujuan itu, maka pembayran pajak merupakan kewajiban warga
negara sebagai wujud nyata usaha gotong royong dalam memajukan Indonesia.
Pemungutan pajak didasarkan pada penghasilan yang didapatkan oleh Wajib
Pajak (WP). Berdasarkan ketentuan yang berlaku, penghasilan terbagi menjadi
dua; penghasilan yang merupakan objek pajak dan penghasilan yang bukan objek
pajak. Begitu pula cara pengenaan pajak penghasilan (PPh) atas penghasilan yang
merupakan objek pajak, juga terbagi menjadi dua. Pertama, dikenakan PPh secara
umum dengan menggunakan tarif pasal 17 (tarif umum), dan pengenaannya
dilakukan di SPT Tahunan. Kedua, dikenakan PPh Final.
Pengenaan PPh secara final berarti penghasilan yang diterima atau diperoleh
akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu, dan dasar pengenaan pajak tertentu
pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh. PPh yang dikenakan, baik
yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri, bukan merupakan
pembayaran di muka atas PPh terutang, tetapi sudah langsung melunasi PPh
terutang untuk penghasilan tersebut.
Maka dari itu, penghasilan yang dikenakan PPh Final ini tidak akan dihitung
lagi PPh nya di SPT Tahunan untuk dikenakan tarif umum bersama-sama dengan
penghasilan lainnya. Begitu juga, PPh yang sudah dipotong atau dibayar tersebut
juga bukan merupakan kredit pajak di SPT Tahunan.
Seiring berjalannya sistem perpajakan Indonesia, muncul masalah-masalah
terkait dengan rumitnya pemenuhan kewajiban perpajakan bagi sebagian orang.
Masalah ini membuat masyrakat enggan untuk memenuhi kewajiban pajaknya.
Untuk itu, Pemerintah dituntut untuk membuat suatu sistem dan aturan pajak yang
memudahkan WP dalam hal pemenuhan kewajiban perpajakannya. Melihat
potensi pajak dari sektor UMKM, pada tahun 2013 Pemerintah mengeluarkan PP
46 yang menggunakan sistem pajak final untuk perhitungan pajak bagi WP yang
tergolong UMKM.
Penulisan paper ini bertujuan untuk menjelaskan sistem pajak final yang
mungkin sedikit berbeda dengan pajak umum yang dihitung berdasarkan tarif
pajak Pasal 17.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pajak Final
Pajak Penghasilan Final merupakan pajak yang dikenakan dengan tarif dan
dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
selama tahun berjalan (periode pajak tertentu). Pembayaran, pemotongan atau
pemungutan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) yang dipotong pihak lain
maupun yang disetor sendiri bukan merupakan uang muka atas PPh terutang
pada akhir tahun akan tetapi merupakan pelunasan PPh terutang atas
penghasilan tersebut, sehingga wajib pajak dianggap telah melakukan
pelunasan kewajiban pajaknya.
Pengenaan PPh secara final berarti, bahwa atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu dan dasar pengenaan
pajak tertentu pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh. PPh
yang dikenakan, baik yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri,
bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang tetapi sudah
langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan tersebut. Berdasarkan
pengertian tersebut maka, pajak atas penghasilan yang telah dikenakan PPh
final tidak akan diperhitungkan kembali dalam SPT Tahunan untuk dikenakan
tarif umum bersama-sama dengan penghasilan lainnya dan atas PPh yang
sudah dipotong atau dibayar tersebut juga bukan merupakan kredit pajak di
SPT Tahunan.
Tertuang dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan,
bahwa Undang-Undang memberikan mandat kepada Pemerintah untuk
mengenakan PPh final atas penghasilan-penghasilan tertentu. Berdasarkan
ketentuan ini Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk
mengenakan PPh final atas penghasilan tertentu dengan pertimbangan
kesederhanaan, kemudahan, serta pengawasan.Pengenaan PPh Final sebagian
berasal dari ketentuan Pasal 4 ayat (2) ini.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengenaan pajak
final hanya dilakukan 1 kali untuk penghasilan tertentu dan langsung
dianggap sebagai pelunasan pajak untuk penghasilan tersebut. Karena pajak
untuk penghasilan tertentu tersebut dianggap sebagai pelunasan, maka
penghasilan tidak digabung dengan penghasilan lain dalam SPT Tahunan
untuk menghitung pajak terhutang, begitupula dengan pajak final yang telah
dibayarkan, tidak dapat dijadikan kredit pajak untuk pajak terutang.
B. Pertimbangan Penerapan PPh Final
Terkait dengan banyaknya WP yang belum menuntaskan kewajiban
pajaknya karena kesulitan dalam hal perhitungan, pembayaran, dan
pelaporan, pemerintah terus membuat terobosan untuk mengatasi masalah ini.
Salah satu hal yang diterapkan pemerintah untuk mengatasi masalah
kepatuhan pajak adalah salah satunya dengan menerapkan PPh Final. Adapun
pertimbangan penerapan PPh Final ini adalah :
1. Penyederhanaan pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari
usaha.
2. Memberikan kemudahan serta mengurangi beban administrasi bagi
Wajib Pajak.
Selain kedua pertimbangan utama diatas, terdapat beberapa pertimbangan
lain terkait diterapkannya PPh Final, Yaitu :
1. Pemerataan pengenaan pajak,
2. Dorongan pengembangan investasi dan tabungan,
3. Perkembangan ekonomi dan moneter.
Dengan pertimbangan inilah pemerintah berharap akan meningkatnya
kepatuhan WP dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sehingga dapat
menambah pendapatan negara. Dengan bertambahnya pendapatan negara,
maka negara akan memiliki sumber daya financial yang lebih untuk
melakukan berbagai pembangunan serta pemerataan pembangunannya. Jika
pemerataan pembangunan telah terjadi, secara otomatis akan mengangkat
angka kesejahteraan sosial masyarakat Indonesia.
C. Pajak Final dalam Undang-Undang PPh Pasal 4 Ayat 2
Dalam UU PPh khususnya Pasal 4 Ayat 2, diatur bahwa Undang-undang
memberikan mandat kepada Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas
penghasilan-penghasilan tertentu. Berdasarkan ketentuan ini Pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas
penghasilan tertentu dengan pertimbangan kesederhanaan, kemudahan, serta
pengawasan.Pengenaan PPh Final sebagian berasal dari ketentuan Pasal 4
ayat (2) ini.
Berikut ini beberapa objek PPh final serta Peraturan Pemerintah yang
mendasari pengenaan Pajak Final atas Objek Pajak tersebut :
1. Bunga deposito, tabungan, dan diskonto SBI. (PP No. 131/ 2002)
2. Bunga obligasi dan SUN. (PP No. 16/ 2009)
3. Bunga simpanan koperasi bagi WP OP. (PP No. 15/ 2009)
4. Hadiah Undian (PP No. 132/ 2000)
5. Transaksi saham dan sekuritas lain. (PP No. 14/ 1997)
6. Pengalihan penyertaan modal oleh perusahaan modal ventura. (PP No.
4/ 1995)
7. Pengalihan hak tanah dan/ atau bangunan. (PP No. 71/ 2008)
8. Persewaan tanah dan/ atau bangunan. (PP No. 5/ 2002)
9. Usaha jasa konstruksi dan real estate. (PP No. 40/ 2009)
D. PPh Final Selain dalam UU PPh Pasal 4 Ayat 2
PPh Final secara umum diatur dalam UU PPh Pasal 4 Ayat 2, namun tidak
hanya dalam UU PPh Pasal 4 Ayat 2, terdapat beberapa aturan pajak lain
yang memuat terkait pengenaan pajak bersifat final, yaitu :
1. Pasal 15, dalam pasal ini yang termasuk dalam objek PPh final adalah
penghasilan dari perusahaan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri,
Perusahaan pelayaran dan penerbangan Luar Negeri, WPLN yang
mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia, WP yang
melakukan kegiatan usaha jasa maklon (Contract Manufacturing)
Internasional di bidang produksi mainan anak-anak.
2. Pasal 19, dalam pasal ini yang termasuk dalam objek PPh final adalah
selisih lebih penilaian kembali ativa tetap perusahaan untuk tujuan
perpajakan .
3. Pasal 21, dalam pasal ini yang termasuk dalam objek PPh final adalah
penghasilan dari 1. Uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan
Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan
sekaligus oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, 2.
Uang pesangon, 3. Hadiah dan penghargaan sehubungan perlombaan,
4. Honorarium atau komisi yang dibayar kepada penjaja barang dan
petugas dinas luar asuransi.
4. Pasal 22, dalam pasal ini yang termasuk dalam objek PPh final adalah
penghasilan atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang
oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
(Pemotongan pajak final hanya kepada penyalur/agen).
5. Pasal 23, dalam pasal ini yang termasuk dalam objek PPh final adalah
penghasilan dividen yang diberikan kepada orang pribadi.
6. Pasal 26 Undang-undang PPh, dalam pasal ini, pengenaan pajak
final adalah atas transaksi dengan WP Luar Negeri.
E. PP 46 Tahun 2013, Tentang Pemajakan Untuk WP Dengan Besar
Penghasilan Tertentu (UMKM)
Melihat potensi pajak yang dapat diterima dari sektor UMKM, pada tahun
2013, Pemerintah membuat sebuah aturan yang mengatur mengenai
pemajakan untuk Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu. Peraturan ini
tidak lain adalah PP No. 46 Tahun 2013. Dalam PP ini, diatur mengenai
besarnya tarif pajak yang harus dibayar WP UMKM yaitu sebesar 1% dari
peredaran bruto. Pada awal mula penerapannya, banyak menuai pro-kontra
mengenai tarif pajak ini, WP menilai tarif 1% terlalu besar terutama jika
usaha mengalami kerugian. Terlepas dari pro dan kontra, pertimbangan
diterapkannya PP ini adalah sebagai berikut :
1. Bahwa untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak orang
pribadi dan badan yang memiliki peredaran bruto tertentu, perlu
memberikan perlakuan tersendiri ketentuan mengenai penghitungan,
penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang,
2. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e dan
Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima
atau diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
F. Penghasilan Objek PPh Final & Penghasilan Bukan Objek PPh Final
1. Objek Pajak Final
a) Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek
b) Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan
c) Penghasilan dari hadiah atas undian
d) Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau Bangunan.
e) Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau Bangunan.
f) Penghasilan atas bunga atau diskonto obligasi yang diperdagangkan
dibursa efek
g) Penghasilan atas jasa konstruksi
h) Penghasilan atas perusahaan pelayaran dalam negeri
i) Penghasilan atas perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri.
j) Penghasilan BUT perwakilan dagang asing di Indonesia
k) Penghasilan atas selisih lebih revaluasi aktiva tetap
l) Penghasilan atas penjualan hasil produksi pertamina
m) Penghasilan atas bunga simpanan anggota koperasi
n) Penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham
atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usaha.
o) Penghasilan atas diskonto surat perbendaharaan negara
p) Penghasilan atas transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang
diperdagangkan di bursa.
q) Penghasilan atas deviden yang diterima oleh Orang Pribadi dalam
negeri.
2. Bukan Objek Pajak Final
a) Bantuan atau sumbangan
b) Warisan
c) Setoran tunai pengganti saham atau modal
d) Natura
e) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
f) Dana pensiun
g) Laba dari perusahaan berbentuk CV
h) Dan lain sebagainya
G. Dampak Penerapan PPh Final
1. Bagi Wajib Pajak
Bagi Wajib Pajak, dengan diterapkannya Pajak Final ini, maka akan
membawa dampak positif serta negative sekaligus. Dampak positif yang
dapat dirasakan adalah :
1) Memberikan kemudahan dalam hal perhitungan pajak, penyetoran
pajak, dan pelaporan atas pajak yang telah dibayar kepada negara.
2) Memberikan kemudahan serta mengurangi beban administrasi bagi
Wajib Pajak. Dengan Pajak Final, WP dimuddahkan dalam
perhitungan, penyetoran, dan pelaporan sehingga Wajib Pajak
awampun dapat melakukan kewajiban perpajakannya sendiri, hal
ini tentunya akan mengurangi biaya dibandingkan Wajib Pajak
harus membayar pihak ketiga untuk melakukan perhitungan,
penyetoran, dan pelaporan pajaknya.
Adapun dampak negatif bagi WP dengan penerapan Pajak Final ini
adalah :
1) PPh Final sedikit mengesampingkan asas keadilan dalam hal
pemungutan pajak. Hal ini tercermin dari pengenaan tarif yang
sama baik bagi pengusaha kecil maupun pengusaha besar.
2) Dampak lainnya adalah bagi profesi akuntan terutama yang
berhubungan dengan perpajakan akan mengalami penurunan
penghasilan karena Wajib Pajak dapat melakukan perhitungan,
penyetoran, dan pelaporan pajaknya sendiri.
2. Bagi Pemerintah
Berdasarkan Tujuan diterapkannya Pajak Final Yaitu :
1. Kesederhanaan Pemotongan
2. Pengurangan beban administratif
3. Pemerataan Pajak
4. Dorongan pengembangan investasi
5. Perkembangan ekonomi moneter.
Maka dapat dikatakan bahwa bagi pendapatan Negara, PPh final
memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Dengan keserhanaan pemotongan dan beban administratif yang
kecil, diharapkan dapat membuat wajib pajak yang belum
membayar pajaknya secara optimal dapat memenuhi kewajibannya
secara penuh sehingga menambah pemasukan negara.
2. Pemerataan pajak akan tercapai dikarenakan wajib pajak yang
sebelumnya kesulitan memenuhi kewajiban pajaknya, termudahkan
dan dengan sukarela membayar pajak dengan benar.
3. Dengan tarif yang pasti, pengusaha akan lebih mudah melakukan
analisis bisnis dan diharapkan akan menambah investasi yang
masuk ke Indonesia.
4. Apabila ketiga manfaat diatas terpenuhi, tentunya akan
meningkatkan perekonomian secara nasional.
Penerapan Pajak Final oleh Pemerintah, tentunya telah memperhitungkan
berbagai aspek. Diluar pro dan kontra penerapan Pajak Final, sebagai warga
negara tentunya masing-masing individu memiliki tanggung jawab untuk secara
bersama-sama memberikan sumbangsih terhadap kemajuan bangsa salah satu
caranya adalah dengan membayar pajak.
Pajak Final memerlukan manajemen tersendiri bagi WP. Hal ini disebabkan
karena pajak bersifat final ini tidak dapat diperhitungkan kembali sebagai kredit
pajak, sehingga apabila terjadi salah perhitungan atau salah dasar pengenaan pajak
akan berakibat bertambahnya beban bagi WP. Untuk itu, manajemen perlu
memperhitungkan dengan baik masalah pajak final ini, termasuk menentukan
besarnya objek pajak yang akan dikenai pajak final, dan tentunya manajemen
pajak ini harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk
menghindari adanya risiko sanksi dikemudian hari.
BAB III
SIMPULAN
Dari penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa Pajak bersifat Final memiliki
perlakuan yang berbeda dengan pajak bertarif umum lainnya. Pembayaran pajak
dianggap sebagai pelunasan dan tidak dapat dijadikan kredit pajak. Begitupun
penghasilan yang telah dikenakan Pajak Final, tidak perlu digabungkan dengan
penghasilan lain untuk menghitung pajak terutang dalam SPT tahunan.
Dasar hukum Pajak Final ini terutama tertuang dalam UU PPh Pasal 4 Ayat 2,
namun yang perlu diperhatikan adalah adanya pajak Final pada peraturan pajak
lain misalnya dalam PPh Pasal 21, 23, 26, dll.
Manfaat penerapan Pajak Final terutama adalah untuk menciptakan kemudahan
dalam perhitungan, pembayaran, serta pelaporan pajak oleh WP. Dengan
kemudahan tersebut diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran WP untuk
memenuhi kewajiban perpajakannya.
DAFTAR PUSTAKA
Fitriandi, Primandita dkk. 2011. “Kompilasi Undang – Undang Perpajakan
Terlengkap” . Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Harnovinsah. 2017. “Modul Pajak Kontenporer”. Jakarta: Universitas
Mercubuana.
Kieso, Weygandt, and Warfield. 2010. “Intermediate Accounting IFRS Edition”.
New York: Wiley and Sons.
Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2008 Tentang KUP
Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2009 (UU PPh)
Waluyo. 2011. “Perpajakan Indonesia”. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
https://tanyapajak1.wordpress.com/2013/11/26/pajak-penghasilan-final-atau-
tidak-final-pph/ (diakses 10 Januari 2018)
http://ketentuan.pajak.go.id/index.php?r=aturan/rinci&idcrypt=oJeko6A%3D
(diakses 10 Januari 2018)
http://www.pajak.go.id/sites/default/files/UU-PPh-001-13-UU%20PPh%202013-
00%20Mobile.pdf (diakses 10 Januari 2018)
https://www.online-pajak.com/id/pph-pajak-penghasilan-pasal-26 (diakses 10
Januari 2018)

More Related Content

What's hot

Psak 46 pajak penghasilan 25032015
Psak  46 pajak penghasilan 25032015Psak  46 pajak penghasilan 25032015
Psak 46 pajak penghasilan 25032015
PPA FEUI
 
Perencanaan PPh Badan Akhir Tahun ( Year-end Corporate Income Tax Planning)
Perencanaan PPh Badan Akhir Tahun ( Year-end Corporate Income Tax Planning)Perencanaan PPh Badan Akhir Tahun ( Year-end Corporate Income Tax Planning)
Perencanaan PPh Badan Akhir Tahun ( Year-end Corporate Income Tax Planning)
Citasco
 
Pengelolaan penerimaan negara bukan pajak
Pengelolaan penerimaan negara bukan pajak Pengelolaan penerimaan negara bukan pajak
Pengelolaan penerimaan negara bukan pajak
Erny Anggrahini
 

What's hot (20)

Tentang KUP
Tentang KUPTentang KUP
Tentang KUP
 
PPN Saat & Tempat Terutang
PPN   Saat & Tempat TerutangPPN   Saat & Tempat Terutang
PPN Saat & Tempat Terutang
 
PPh 26
PPh 26PPh 26
PPh 26
 
Konsep dasar pajak internasional by lutfi ardhani,dkk
Konsep dasar pajak internasional by lutfi ardhani,dkkKonsep dasar pajak internasional by lutfi ardhani,dkk
Konsep dasar pajak internasional by lutfi ardhani,dkk
 
Materi ppn
Materi ppnMateri ppn
Materi ppn
 
SIKLUS PEROLEHAN, DAN PEMBAYARAN ASSET TETAP,SIKLUS PENDAPATAN
SIKLUS PEROLEHAN, DAN PEMBAYARAN ASSET TETAP,SIKLUS PENDAPATANSIKLUS PEROLEHAN, DAN PEMBAYARAN ASSET TETAP,SIKLUS PENDAPATAN
SIKLUS PEROLEHAN, DAN PEMBAYARAN ASSET TETAP,SIKLUS PENDAPATAN
 
PPN Faktur Pajak
PPN   Faktur PajakPPN   Faktur Pajak
PPN Faktur Pajak
 
Mahir BUT
Mahir BUTMahir BUT
Mahir BUT
 
Psak 46 pajak penghasilan 25032015
Psak  46 pajak penghasilan 25032015Psak  46 pajak penghasilan 25032015
Psak 46 pajak penghasilan 25032015
 
AUDIT SIKLUS PENJUALAN DAN PENAGIHAN
AUDIT SIKLUS PENJUALAN DAN PENAGIHANAUDIT SIKLUS PENJUALAN DAN PENAGIHAN
AUDIT SIKLUS PENJUALAN DAN PENAGIHAN
 
Perencanaan PPh Badan Akhir Tahun ( Year-end Corporate Income Tax Planning)
Perencanaan PPh Badan Akhir Tahun ( Year-end Corporate Income Tax Planning)Perencanaan PPh Badan Akhir Tahun ( Year-end Corporate Income Tax Planning)
Perencanaan PPh Badan Akhir Tahun ( Year-end Corporate Income Tax Planning)
 
Manajemen Pajak atas Pengajuan Keberatan
Manajemen Pajak atas Pengajuan KeberatanManajemen Pajak atas Pengajuan Keberatan
Manajemen Pajak atas Pengajuan Keberatan
 
akuntasi PPH potong pungut
akuntasi PPH potong pungutakuntasi PPH potong pungut
akuntasi PPH potong pungut
 
PPN Pengantar & Karakter
PPN  Pengantar  & KarakterPPN  Pengantar  & Karakter
PPN Pengantar & Karakter
 
Pph Potong Pungut PPT
Pph Potong Pungut PPTPph Potong Pungut PPT
Pph Potong Pungut PPT
 
Perencanaan dan pengembangan e business
Perencanaan dan pengembangan e businessPerencanaan dan pengembangan e business
Perencanaan dan pengembangan e business
 
Tax Planning
Tax PlanningTax Planning
Tax Planning
 
Presentasi PPN dan PPnBM
Presentasi PPN dan PPnBMPresentasi PPN dan PPnBM
Presentasi PPN dan PPnBM
 
Kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi & kesalahan
Kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi & kesalahanKebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi & kesalahan
Kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi & kesalahan
 
Pengelolaan penerimaan negara bukan pajak
Pengelolaan penerimaan negara bukan pajak Pengelolaan penerimaan negara bukan pajak
Pengelolaan penerimaan negara bukan pajak
 

Similar to Pajak Kontemporer - PPh Final (Pajak Penghasilan Final)

STUDI KASUS UMUM PERPAJAKAN
STUDI KASUS UMUM PERPAJAKANSTUDI KASUS UMUM PERPAJAKAN
STUDI KASUS UMUM PERPAJAKAN
hendri van jr
 
Corporate income tax presentation 2011
Corporate income tax presentation 2011Corporate income tax presentation 2011
Corporate income tax presentation 2011
Sidik Abdullah
 
Makalah perpajakan
Makalah perpajakanMakalah perpajakan
Makalah perpajakan
Erwin Syah
 

Similar to Pajak Kontemporer - PPh Final (Pajak Penghasilan Final) (20)

STUDI KASUS UMUM PERPAJAKAN
STUDI KASUS UMUM PERPAJAKANSTUDI KASUS UMUM PERPAJAKAN
STUDI KASUS UMUM PERPAJAKAN
 
Corporate income tax presentation 2011
Corporate income tax presentation 2011Corporate income tax presentation 2011
Corporate income tax presentation 2011
 
Penagihan piutang pajak di masa pandemi sebagai upaya menambah penerimaan pajak
Penagihan piutang pajak di masa pandemi sebagai upaya menambah penerimaan pajakPenagihan piutang pajak di masa pandemi sebagai upaya menambah penerimaan pajak
Penagihan piutang pajak di masa pandemi sebagai upaya menambah penerimaan pajak
 
Pajak pada saat covid 19
Pajak pada saat covid 19Pajak pada saat covid 19
Pajak pada saat covid 19
 
Perhitungan insentif pajak penghasilan pada saat pandemi covid 19
Perhitungan insentif pajak penghasilan pada saat pandemi covid 19Perhitungan insentif pajak penghasilan pada saat pandemi covid 19
Perhitungan insentif pajak penghasilan pada saat pandemi covid 19
 
Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tentang PPh atas Usaha
Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tentang PPh atas UsahaPeraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tentang PPh atas Usaha
Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tentang PPh atas Usaha
 
AKT_Pajak,Maghfury,Suryanih,PSAK46,STIAMI Tangerang
AKT_Pajak,Maghfury,Suryanih,PSAK46,STIAMI TangerangAKT_Pajak,Maghfury,Suryanih,PSAK46,STIAMI Tangerang
AKT_Pajak,Maghfury,Suryanih,PSAK46,STIAMI Tangerang
 
20131008015714 materi pp 46 dan pmk 107 ( tata cara penghitungan pajak)
20131008015714 materi pp 46 dan pmk 107 ( tata cara penghitungan pajak)20131008015714 materi pp 46 dan pmk 107 ( tata cara penghitungan pajak)
20131008015714 materi pp 46 dan pmk 107 ( tata cara penghitungan pajak)
 
BAB I AR.docx
BAB I AR.docxBAB I AR.docx
BAB I AR.docx
 
Perpajakan (PPh pasal 21)
Perpajakan (PPh pasal 21)Perpajakan (PPh pasal 21)
Perpajakan (PPh pasal 21)
 
TUGAS PAPER ADMINISTRASI PERPAJAKAN
TUGAS PAPER ADMINISTRASI PERPAJAKAN TUGAS PAPER ADMINISTRASI PERPAJAKAN
TUGAS PAPER ADMINISTRASI PERPAJAKAN
 
PAPER Adm perpajakan
PAPER Adm perpajakanPAPER Adm perpajakan
PAPER Adm perpajakan
 
ALFIAOKTAVIANI_AKTPAJAK_SURYANIH_PSAK46_STIAMITANGERANG_CA116222093
ALFIAOKTAVIANI_AKTPAJAK_SURYANIH_PSAK46_STIAMITANGERANG_CA116222093ALFIAOKTAVIANI_AKTPAJAK_SURYANIH_PSAK46_STIAMITANGERANG_CA116222093
ALFIAOKTAVIANI_AKTPAJAK_SURYANIH_PSAK46_STIAMITANGERANG_CA116222093
 
Pph 21 dan atau 26
Pph 21 dan atau 26Pph 21 dan atau 26
Pph 21 dan atau 26
 
Perpajakan
PerpajakanPerpajakan
Perpajakan
 
Psak 46-pajak-penghasilan
Psak 46-pajak-penghasilanPsak 46-pajak-penghasilan
Psak 46-pajak-penghasilan
 
MEYSI_RESYANTI_AKTPAJAK_SURYANIH_PSAK46_STIAMITANGERANG
MEYSI_RESYANTI_AKTPAJAK_SURYANIH_PSAK46_STIAMITANGERANGMEYSI_RESYANTI_AKTPAJAK_SURYANIH_PSAK46_STIAMITANGERANG
MEYSI_RESYANTI_AKTPAJAK_SURYANIH_PSAK46_STIAMITANGERANG
 
Tarif khusus PPh final UMKM - Riki ardoni
Tarif khusus PPh final UMKM  - Riki ardoniTarif khusus PPh final UMKM  - Riki ardoni
Tarif khusus PPh final UMKM - Riki ardoni
 
Makalah perpajakan
Makalah perpajakanMakalah perpajakan
Makalah perpajakan
 
Weekly update vol 3 september 2017
Weekly update vol 3 september 2017Weekly update vol 3 september 2017
Weekly update vol 3 september 2017
 

Recently uploaded

Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
IvvatulAini
 
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
FitriaSarmida1
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
pipinafindraputri1
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
JarzaniIsmail
 
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 20241. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
DessyArliani
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
JuliBriana2
 

Recently uploaded (20)

Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
Aksi Nyata Menyebarkan (Pemahaman Mengapa Kurikulum Perlu Berubah) Oleh Nur A...
 
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, FigmaPengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
Pengenalan Figma, Figma Indtroduction, Figma
 
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptxContoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
Contoh PPT Seminar Proposal Teknik Informatika.pptx
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptxDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 CGP 10.pptx
 
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docxKisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
 
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
Modul 2 - Bagaimana membangun lingkungan belajar yang mendukung transisi PAUD...
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptxBab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
Bab 4 Persatuan dan Kesatuan di Lingkup Wilayah Kabupaten dan Kota.pptx
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusiaKonseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
Konseptual Model Keperawatan Jiwa pada manusia
 
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
Panduan Memahami Data Rapor Pendidikan 2024
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 20241. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
1. Kisi-kisi PAT IPA Kelas 7 Kurmer 2024
 
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
BAHAN PAPARAN UU DESA NOMOR 3 TAHUN 2024
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
 

Pajak Kontemporer - PPh Final (Pajak Penghasilan Final)

  • 1. PAJAK KONTENPORER (PAJAK FINAL) PAPER Tugas UAS Program Magister Akuntansi OLEH MARTIN KOSASI 55516120016 PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MERCU BUANA 2017
  • 2. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia, pajak merupakan pemasukan terbesar bagi kas Negara. Seyogyanya, pajak digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Untuk tujuan itu, maka pembayran pajak merupakan kewajiban warga negara sebagai wujud nyata usaha gotong royong dalam memajukan Indonesia. Pemungutan pajak didasarkan pada penghasilan yang didapatkan oleh Wajib Pajak (WP). Berdasarkan ketentuan yang berlaku, penghasilan terbagi menjadi dua; penghasilan yang merupakan objek pajak dan penghasilan yang bukan objek pajak. Begitu pula cara pengenaan pajak penghasilan (PPh) atas penghasilan yang merupakan objek pajak, juga terbagi menjadi dua. Pertama, dikenakan PPh secara umum dengan menggunakan tarif pasal 17 (tarif umum), dan pengenaannya dilakukan di SPT Tahunan. Kedua, dikenakan PPh Final. Pengenaan PPh secara final berarti penghasilan yang diterima atau diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu, dan dasar pengenaan pajak tertentu pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh. PPh yang dikenakan, baik yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri, bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang, tetapi sudah langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan tersebut. Maka dari itu, penghasilan yang dikenakan PPh Final ini tidak akan dihitung lagi PPh nya di SPT Tahunan untuk dikenakan tarif umum bersama-sama dengan
  • 3. penghasilan lainnya. Begitu juga, PPh yang sudah dipotong atau dibayar tersebut juga bukan merupakan kredit pajak di SPT Tahunan. Seiring berjalannya sistem perpajakan Indonesia, muncul masalah-masalah terkait dengan rumitnya pemenuhan kewajiban perpajakan bagi sebagian orang. Masalah ini membuat masyrakat enggan untuk memenuhi kewajiban pajaknya. Untuk itu, Pemerintah dituntut untuk membuat suatu sistem dan aturan pajak yang memudahkan WP dalam hal pemenuhan kewajiban perpajakannya. Melihat potensi pajak dari sektor UMKM, pada tahun 2013 Pemerintah mengeluarkan PP 46 yang menggunakan sistem pajak final untuk perhitungan pajak bagi WP yang tergolong UMKM. Penulisan paper ini bertujuan untuk menjelaskan sistem pajak final yang mungkin sedikit berbeda dengan pajak umum yang dihitung berdasarkan tarif pajak Pasal 17.
  • 4. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pajak Final Pajak Penghasilan Final merupakan pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun berjalan (periode pajak tertentu). Pembayaran, pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri bukan merupakan uang muka atas PPh terutang pada akhir tahun akan tetapi merupakan pelunasan PPh terutang atas penghasilan tersebut, sehingga wajib pajak dianggap telah melakukan pelunasan kewajiban pajaknya. Pengenaan PPh secara final berarti, bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh akan dikenakan PPh dengan tarif tertentu dan dasar pengenaan pajak tertentu pada saat penghasilan tersebut diterima atau diperoleh. PPh yang dikenakan, baik yang dipotong pihak lain maupun yang disetor sendiri, bukan merupakan pembayaran di muka atas PPh terutang tetapi sudah langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut maka, pajak atas penghasilan yang telah dikenakan PPh final tidak akan diperhitungkan kembali dalam SPT Tahunan untuk dikenakan tarif umum bersama-sama dengan penghasilan lainnya dan atas PPh yang sudah dipotong atau dibayar tersebut juga bukan merupakan kredit pajak di SPT Tahunan.
  • 5. Tertuang dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan, bahwa Undang-Undang memberikan mandat kepada Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan-penghasilan tertentu. Berdasarkan ketentuan ini Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan tertentu dengan pertimbangan kesederhanaan, kemudahan, serta pengawasan.Pengenaan PPh Final sebagian berasal dari ketentuan Pasal 4 ayat (2) ini. Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengenaan pajak final hanya dilakukan 1 kali untuk penghasilan tertentu dan langsung dianggap sebagai pelunasan pajak untuk penghasilan tersebut. Karena pajak untuk penghasilan tertentu tersebut dianggap sebagai pelunasan, maka penghasilan tidak digabung dengan penghasilan lain dalam SPT Tahunan untuk menghitung pajak terhutang, begitupula dengan pajak final yang telah dibayarkan, tidak dapat dijadikan kredit pajak untuk pajak terutang.
  • 6. B. Pertimbangan Penerapan PPh Final Terkait dengan banyaknya WP yang belum menuntaskan kewajiban pajaknya karena kesulitan dalam hal perhitungan, pembayaran, dan pelaporan, pemerintah terus membuat terobosan untuk mengatasi masalah ini. Salah satu hal yang diterapkan pemerintah untuk mengatasi masalah kepatuhan pajak adalah salah satunya dengan menerapkan PPh Final. Adapun pertimbangan penerapan PPh Final ini adalah : 1. Penyederhanaan pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha. 2. Memberikan kemudahan serta mengurangi beban administrasi bagi Wajib Pajak. Selain kedua pertimbangan utama diatas, terdapat beberapa pertimbangan lain terkait diterapkannya PPh Final, Yaitu : 1. Pemerataan pengenaan pajak, 2. Dorongan pengembangan investasi dan tabungan, 3. Perkembangan ekonomi dan moneter. Dengan pertimbangan inilah pemerintah berharap akan meningkatnya kepatuhan WP dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sehingga dapat menambah pendapatan negara. Dengan bertambahnya pendapatan negara, maka negara akan memiliki sumber daya financial yang lebih untuk melakukan berbagai pembangunan serta pemerataan pembangunannya. Jika pemerataan pembangunan telah terjadi, secara otomatis akan mengangkat angka kesejahteraan sosial masyarakat Indonesia.
  • 7. C. Pajak Final dalam Undang-Undang PPh Pasal 4 Ayat 2 Dalam UU PPh khususnya Pasal 4 Ayat 2, diatur bahwa Undang-undang memberikan mandat kepada Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan-penghasilan tertentu. Berdasarkan ketentuan ini Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah untuk mengenakan PPh final atas penghasilan tertentu dengan pertimbangan kesederhanaan, kemudahan, serta pengawasan.Pengenaan PPh Final sebagian berasal dari ketentuan Pasal 4 ayat (2) ini. Berikut ini beberapa objek PPh final serta Peraturan Pemerintah yang mendasari pengenaan Pajak Final atas Objek Pajak tersebut : 1. Bunga deposito, tabungan, dan diskonto SBI. (PP No. 131/ 2002) 2. Bunga obligasi dan SUN. (PP No. 16/ 2009) 3. Bunga simpanan koperasi bagi WP OP. (PP No. 15/ 2009) 4. Hadiah Undian (PP No. 132/ 2000) 5. Transaksi saham dan sekuritas lain. (PP No. 14/ 1997) 6. Pengalihan penyertaan modal oleh perusahaan modal ventura. (PP No. 4/ 1995) 7. Pengalihan hak tanah dan/ atau bangunan. (PP No. 71/ 2008) 8. Persewaan tanah dan/ atau bangunan. (PP No. 5/ 2002) 9. Usaha jasa konstruksi dan real estate. (PP No. 40/ 2009)
  • 8. D. PPh Final Selain dalam UU PPh Pasal 4 Ayat 2 PPh Final secara umum diatur dalam UU PPh Pasal 4 Ayat 2, namun tidak hanya dalam UU PPh Pasal 4 Ayat 2, terdapat beberapa aturan pajak lain yang memuat terkait pengenaan pajak bersifat final, yaitu : 1. Pasal 15, dalam pasal ini yang termasuk dalam objek PPh final adalah penghasilan dari perusahaan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri, Perusahaan pelayaran dan penerbangan Luar Negeri, WPLN yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia, WP yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon (Contract Manufacturing) Internasional di bidang produksi mainan anak-anak. 2. Pasal 19, dalam pasal ini yang termasuk dalam objek PPh final adalah selisih lebih penilaian kembali ativa tetap perusahaan untuk tujuan perpajakan . 3. Pasal 21, dalam pasal ini yang termasuk dalam objek PPh final adalah penghasilan dari 1. Uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan Tunjangan Hari Tua atau Tabungan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, 2. Uang pesangon, 3. Hadiah dan penghargaan sehubungan perlombaan, 4. Honorarium atau komisi yang dibayar kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.
  • 9. 4. Pasal 22, dalam pasal ini yang termasuk dalam objek PPh final adalah penghasilan atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas (Pemotongan pajak final hanya kepada penyalur/agen). 5. Pasal 23, dalam pasal ini yang termasuk dalam objek PPh final adalah penghasilan dividen yang diberikan kepada orang pribadi. 6. Pasal 26 Undang-undang PPh, dalam pasal ini, pengenaan pajak final adalah atas transaksi dengan WP Luar Negeri. E. PP 46 Tahun 2013, Tentang Pemajakan Untuk WP Dengan Besar Penghasilan Tertentu (UMKM) Melihat potensi pajak yang dapat diterima dari sektor UMKM, pada tahun 2013, Pemerintah membuat sebuah aturan yang mengatur mengenai pemajakan untuk Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu. Peraturan ini tidak lain adalah PP No. 46 Tahun 2013. Dalam PP ini, diatur mengenai besarnya tarif pajak yang harus dibayar WP UMKM yaitu sebesar 1% dari peredaran bruto. Pada awal mula penerapannya, banyak menuai pro-kontra mengenai tarif pajak ini, WP menilai tarif 1% terlalu besar terutama jika usaha mengalami kerugian. Terlepas dari pro dan kontra, pertimbangan diterapkannya PP ini adalah sebagai berikut : 1. Bahwa untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang memiliki peredaran bruto tertentu, perlu
  • 10. memberikan perlakuan tersendiri ketentuan mengenai penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang, 2. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e dan Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu F. Penghasilan Objek PPh Final & Penghasilan Bukan Objek PPh Final 1. Objek Pajak Final a) Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek b) Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan c) Penghasilan dari hadiah atas undian d) Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau Bangunan. e) Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau Bangunan. f) Penghasilan atas bunga atau diskonto obligasi yang diperdagangkan dibursa efek g) Penghasilan atas jasa konstruksi h) Penghasilan atas perusahaan pelayaran dalam negeri i) Penghasilan atas perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri. j) Penghasilan BUT perwakilan dagang asing di Indonesia k) Penghasilan atas selisih lebih revaluasi aktiva tetap
  • 11. l) Penghasilan atas penjualan hasil produksi pertamina m) Penghasilan atas bunga simpanan anggota koperasi n) Penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usaha. o) Penghasilan atas diskonto surat perbendaharaan negara p) Penghasilan atas transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa. q) Penghasilan atas deviden yang diterima oleh Orang Pribadi dalam negeri. 2. Bukan Objek Pajak Final a) Bantuan atau sumbangan b) Warisan c) Setoran tunai pengganti saham atau modal d) Natura e) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi f) Dana pensiun g) Laba dari perusahaan berbentuk CV h) Dan lain sebagainya
  • 12. G. Dampak Penerapan PPh Final 1. Bagi Wajib Pajak Bagi Wajib Pajak, dengan diterapkannya Pajak Final ini, maka akan membawa dampak positif serta negative sekaligus. Dampak positif yang dapat dirasakan adalah : 1) Memberikan kemudahan dalam hal perhitungan pajak, penyetoran pajak, dan pelaporan atas pajak yang telah dibayar kepada negara. 2) Memberikan kemudahan serta mengurangi beban administrasi bagi Wajib Pajak. Dengan Pajak Final, WP dimuddahkan dalam perhitungan, penyetoran, dan pelaporan sehingga Wajib Pajak awampun dapat melakukan kewajiban perpajakannya sendiri, hal ini tentunya akan mengurangi biaya dibandingkan Wajib Pajak harus membayar pihak ketiga untuk melakukan perhitungan, penyetoran, dan pelaporan pajaknya. Adapun dampak negatif bagi WP dengan penerapan Pajak Final ini adalah : 1) PPh Final sedikit mengesampingkan asas keadilan dalam hal pemungutan pajak. Hal ini tercermin dari pengenaan tarif yang sama baik bagi pengusaha kecil maupun pengusaha besar. 2) Dampak lainnya adalah bagi profesi akuntan terutama yang berhubungan dengan perpajakan akan mengalami penurunan penghasilan karena Wajib Pajak dapat melakukan perhitungan, penyetoran, dan pelaporan pajaknya sendiri.
  • 13. 2. Bagi Pemerintah Berdasarkan Tujuan diterapkannya Pajak Final Yaitu : 1. Kesederhanaan Pemotongan 2. Pengurangan beban administratif 3. Pemerataan Pajak 4. Dorongan pengembangan investasi 5. Perkembangan ekonomi moneter. Maka dapat dikatakan bahwa bagi pendapatan Negara, PPh final memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Dengan keserhanaan pemotongan dan beban administratif yang kecil, diharapkan dapat membuat wajib pajak yang belum membayar pajaknya secara optimal dapat memenuhi kewajibannya secara penuh sehingga menambah pemasukan negara. 2. Pemerataan pajak akan tercapai dikarenakan wajib pajak yang sebelumnya kesulitan memenuhi kewajiban pajaknya, termudahkan dan dengan sukarela membayar pajak dengan benar. 3. Dengan tarif yang pasti, pengusaha akan lebih mudah melakukan analisis bisnis dan diharapkan akan menambah investasi yang masuk ke Indonesia. 4. Apabila ketiga manfaat diatas terpenuhi, tentunya akan meningkatkan perekonomian secara nasional.
  • 14. Penerapan Pajak Final oleh Pemerintah, tentunya telah memperhitungkan berbagai aspek. Diluar pro dan kontra penerapan Pajak Final, sebagai warga negara tentunya masing-masing individu memiliki tanggung jawab untuk secara bersama-sama memberikan sumbangsih terhadap kemajuan bangsa salah satu caranya adalah dengan membayar pajak. Pajak Final memerlukan manajemen tersendiri bagi WP. Hal ini disebabkan karena pajak bersifat final ini tidak dapat diperhitungkan kembali sebagai kredit pajak, sehingga apabila terjadi salah perhitungan atau salah dasar pengenaan pajak akan berakibat bertambahnya beban bagi WP. Untuk itu, manajemen perlu memperhitungkan dengan baik masalah pajak final ini, termasuk menentukan besarnya objek pajak yang akan dikenai pajak final, dan tentunya manajemen pajak ini harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk menghindari adanya risiko sanksi dikemudian hari.
  • 15. BAB III SIMPULAN Dari penjabaran diatas, dapat disimpulkan bahwa Pajak bersifat Final memiliki perlakuan yang berbeda dengan pajak bertarif umum lainnya. Pembayaran pajak dianggap sebagai pelunasan dan tidak dapat dijadikan kredit pajak. Begitupun penghasilan yang telah dikenakan Pajak Final, tidak perlu digabungkan dengan penghasilan lain untuk menghitung pajak terutang dalam SPT tahunan. Dasar hukum Pajak Final ini terutama tertuang dalam UU PPh Pasal 4 Ayat 2, namun yang perlu diperhatikan adalah adanya pajak Final pada peraturan pajak lain misalnya dalam PPh Pasal 21, 23, 26, dll. Manfaat penerapan Pajak Final terutama adalah untuk menciptakan kemudahan dalam perhitungan, pembayaran, serta pelaporan pajak oleh WP. Dengan kemudahan tersebut diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran WP untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
  • 16. DAFTAR PUSTAKA Fitriandi, Primandita dkk. 2011. “Kompilasi Undang – Undang Perpajakan Terlengkap” . Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Harnovinsah. 2017. “Modul Pajak Kontenporer”. Jakarta: Universitas Mercubuana. Kieso, Weygandt, and Warfield. 2010. “Intermediate Accounting IFRS Edition”. New York: Wiley and Sons. Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2008 Tentang KUP Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2009 (UU PPh) Waluyo. 2011. “Perpajakan Indonesia”. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. https://tanyapajak1.wordpress.com/2013/11/26/pajak-penghasilan-final-atau- tidak-final-pph/ (diakses 10 Januari 2018) http://ketentuan.pajak.go.id/index.php?r=aturan/rinci&idcrypt=oJeko6A%3D (diakses 10 Januari 2018) http://www.pajak.go.id/sites/default/files/UU-PPh-001-13-UU%20PPh%202013- 00%20Mobile.pdf (diakses 10 Januari 2018) https://www.online-pajak.com/id/pph-pajak-penghasilan-pasal-26 (diakses 10 Januari 2018)