2. APA SAJA SIH YANG DIBAHAS??
Sejarah Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
01
Latar Belakang Lahirnya Delik Korupsi Dalam
Perundang- undangan Korupsi
02
Delik Korupsi Menurut UU NO. 31 Tahun 1999 JO.
UU No. 20 Tahun 2001
03
GRATIFIKASI
04
3. Delik Korupsi Dalam KUHP
Peraturan Pemberantasan
Korupsi Penguasa Perang Pusat
Nomor Prt/ Peperpu/013/1950.
Undang-
Undang No.3
tahun 1971
tentang Pemberantasan
Tindak
Undang-Undang No.24 (PRP)
tahun 1960 tentang Tindak
Pidana Korupsi.
TAPMPR No. XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme.
Undang-Undang No.28 Tahun
1999 tentang Penyelenggara
Negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
1 3 5
2 4 6
01 Sejarah Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
4. Sejarah Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Undang-Undang
No.31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
Undang-undang
No. 7 tahun 2006 tentang
Pengesahan United Nation
ConventionAgainst
Corruption (UNCAC) 2003.
Undang-undang Nomor 30
tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000
tentang Peranserta Masyarakat dan
Pemberian Penghargaan dalam
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Instruksi Presiden No. 5 tahun
2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi
7 9
Undang-undang
No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan
atas Undang-undang No. 31 tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
11
8 10 12
6. .
meliputi 4 pasal yaitu
Pasal 2, Pasal 3, Pasal 13,
dan Pasal 15
.
Dibuat dan dirumuskan oleh
para pembuat undang
undang.
LATAR BELAKANG LAHIRNYA DELIK KORUPSI
• 1. DELIK KORUPSI YANG DIRUMUSKAN OLEH PEMBUAT UNDANG-UNDANG
A
B
Terdapat pada Undang-undang Nomor
31 tahun 1999 juncto Undang-undang
Nomor 20
Perubahan
Nomor 31
tahun
atas
tahun
2001 tentang
Undang-undang
1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
C
7. A
B
Penjelasan ! !
LATAR BELAKANG LAHIRNYA DELIK KORUPSI
• 2. DELIK KORUPSI YANG DIAMBIL DARI KUHP
Delik korupsi
yang ditarik
secara mutlak
dari KUHP.
delik-delik yang diambil dari
KUHP yang diadopsi menjadi
delik korupsi sehingga delik
tersebut di dalam
KUHP menjadi tidak
berlaku lagi
Delik korupsi
yang ditarik
tidak secara
mutlak
dari KUHP.
ketentuan delik ini di dalam KUHP tetap berlaku dan
dapat diancamkan kepada seorang pelaku yang
perbuatannya memenuhi unsur, akan tetapi apabila
ada kaitannya dengan pemeriksaan delik korupsi maka
yang akan diberlakukan adalah delik sebagaimana
diatur dalam undang-undang pemberantasan korupsi.
8. DELIK KORUPSI
MENURUT UU NO. 31 TAHUN 1999 JO. UU NO. 20 TAHUN 2001
DALAM ANGKA
PERBUATAN
KORUPSI
30
PASAL
13
KELOMPOK
7
03
10. (v) Tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiriatau menyalahgunakan
kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri dan dapat merugikan keungan negara
01
02
1 KERUGIAN KEUANGAN NEGARA
Pasal 2 ayat 1
Melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri
dan dapat merugikan keuangan negara
Pasal 3
Menyalahgunakan kewenangan untuk
menguntungkan diri sendiri dan dapat
merugikan keuangan negara
11. Menyuap pegawai negeri.
Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b
Pasal 6 ayat 1 huruf a
Menyuap hakim
Pasal 11
Pegawai negeri
menerima
hadiah
yang berhubungan dengan
jabatannya
Pasal 12 huruf c
Hakim menerima suap
Pasal 13
Memberi
hadiah
Pasal 6 ayat 1 huruf b
Menyuap advokat.
Pasal 5 ayat 2; pasal
12 huruf a dan b
Pegawai
negeri
menerima
suap
Pasal 6 ayat
2
Hakim dan
advokat
menerima suap
2 SUAP MENYUAP
• (v)Upaya suap menyuap dari/kepada pejabat penyelenggara negara karena jabatannya
terkait kewenangannya yang sedang diembannya.
kepada pegawai karena
jabatannya
Pasal 12 huruf d
Advokat menerima suap
12. Pasal 10 huruf a
Pegawai negeri merusak bukti
Pasal 10 huruf c
Pegawai negeri membantu
orang lain merusak bukti
Pasal 10 huruf b
Pegawai negeri membiarkan
orang lain merusak bukti
Pasal 8
Pegawai negeri menggelapkan
uang atau membiarkan
penggelapan uang.
Pasal 9
Pegawai
negeri memalsukan
buku untuk
pemeriksaan
administrasi.
3 Penggelapan Dalam Jabatan
• (v)Pejabat penyelenggara negara melakukan penggelapan uang, memalsukan dokumen
pemeriksaan administrasi, membantu membiarkan atau diri sendiri merusak bukti
13. Pemerasan
(v) Tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya
memaksa seseorang memberikan sesuatau, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan
Pegawai negeri memeras.
4
Pegawai negeri
memeras pegawai negeri yang lain
14. Pasal 7 ayat 1 huruf d
Rekanan TNI/Polri membiarkan
perbuatan curang
Pasal 7 ayat 1 huruf
C Rekanan TNI/Polri
berbuat curang.
Pasal 7 ayat 2
Penerima barang TNI/Polri
membiarkan perbuatan curang
Pasal 7 ayat 1 huruf
a
Pemborong berbuat curang.
Pasal 12 huruf h
Pegawai negeri menyerobot tanah
negara
Pasal 7 ayat 1 huruf
b
Pengawas proyek membiarkan
perbuatan curang
5 Perbuatan Curang
• (v) Tindakan curang oleh pemborong ahli bangunan, pengawas proyek, rekanan TNI/Polri yang merugikan negara,
serta pejabat penyelenggara negara yang menyerobot tanah
16. 1. 2.
3.
4.
Pasal 12B Jo Pasal
12C
Pegawai negeri menerima
gratifikasi dan tidak lapor KPK
Dalam praktek, pemberian seperti ini kerap
dijadikan modus untuk ‘membina’ hubungan
baik dengan pejabat sehingga dalam hal
seseorang tersangkut suatu masalah yang
menjadi kewenangan pejabat
tersebut, kepentingan orang itu sudah
terlindungi karena ia sudah berhubungan baik
dengan pejabat tersebut
Di dalam penjelasan Pasal 12 B ayat (1)
disebutkan pengertian gratifikasi adalah
adalah pemberian dalam arti luas,
meliputi pemberian uang, rabat (diskon),
komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket
perjalanan, fasilitas penginapan,
perjalanan wisata, pengobatan
cumacuma, dan fasilitas lainnya.
Pada prinsipnya gratifikasi
adalah pemberian biasa dari
seseorang kepada seorang
pegawai negeri atau penye-
lenggara negara.
.
7 GRATIFIKASI
17. KESIMPULAN
Tindak pidana korupsi di Indonesia semakin banyak terjadi dan memberi
dampak bagi masyarakat. Rakyat harus menanggung akibat dari tindak pidana
Korupsi. Pemiskinan koruptor di anggap sebagai terobosan baru dalam menindak
Kasus tindak pidana korupsi. Diperlukan adanya perumusan sanksi pidana yang
dapat mengembalikan kerugian negara secara efektif yang disebabkan oleh
Dampak tindak pidana korupsi.
Metode pemiskinan yang ada saaat ini perlu ditambahkan item yang menyatakan
Bahwa pembedaan biaya sosial dari tindak pidana korupsi tersebut kepada pelaku
Tindak pidana korupsi.