R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
Ontologi dan Epistemologi dalam Filsafat Kesatuan Islam
1. Nama : Muhamad Zaki Ainul Yakin
NIM : 2205056071
Kelas : Manajemen B
Tugas membuat artikel Falsafah Kesatuan Islam
Ontologi, Epistimologi, dan Aksiologi
1. Ontologi
Secara Bahasa, ontologi berasal dari Bahasa Yunani yaitu “Ontos” dan “Logos”.
Ontos yang berarti “yang ada” sedangkan Logos berarti “ilmu”. Singkatnya, ontology
adalah ilmu yang mempelajari sesuatu yang ada. Sedangkan secara istilah ontologi
adalah salah satu cabang dari ilmu filsafat yang berhubungan dengan hakikat hidup
suatu keberadaan yang mencakup segala sesuatu yang ada dan yang kemungkinan ada.
Ontologi sering disamakan dengan metafisika. Ontologi adalah cabang filsafat
ilmu yang mempelajari apa yang sedang terjadi. Pembahasan tentang realitas dan
kenyataan menjadi pembahasan yang utama ontologi dalam filsafat. Ontologi berbicara
asas – asas rasional dari yang ada, karena menerangkan mengenai apa yang diketahui
dan seberapa jauh keinginantahuan tersebut.
Ontologi adalah sebuah kajian kefilsafatan yang mempelajari kehadiran sesuatu
yang bersifat nyata. Kajian ini berusaha untuk mempelajari lebih lanjut tentang subjek
yang sedang diselidiki, termasuk apa yang ingin kita ketahui, seberapa banyak yang
ingin kita ketahui, dan mengevaluasi teori yang ada. Aspek filsafat yang paling umum,
atau komponen metafisika adalah ontologi. Metafisika merupakan salah satu bab
filsafat.
Ontologi menjelaskan tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha
menemukan pusat yang menggabungkan setiap realitas dan merangkul semua realitas
dalam manifestasinya. Obyek penyelidikan ontologi adalah apa yang ada tidak terikat
atas perwujudan tertentu.
Setelah melihat semua bidang utama ilmu filsafat, termasuk filsafat manusia,
dunia, alam, pengetahuan, kehutanan, moral, dan sosial, selanjutnya disusunlah
deskripsi ontologi. Jika ontologi dipisahkan dari bagian – bagian dan cabang – cabang
ilmu filsafat lainnya, maka menjadi sangat sulit untuk dipahami. Bidang filsafat yang
paling menantang adalah ontologi.
Ilmu pengetahuan membatasi diri pada studi empiris dalam hal ontologi. Semua
aspek kehidupan yang dapat diuji menggunakan panaca indera seseorang termasuk
dalam ruang lingkup kajian ilmiah. Dalam Bahasa yang sederhana, dapat dikatakan
bahwa hal-hal yang sudah berada di luar jangkauan manusia tidak dibahas sains karena
tidak dapat dibuktikan secara empiris dan metodologis, sedangkan sains memiliki ciri
khasnya sendiri karena berfokus pada dunia empiris.
2. Pertama pendapat tentang ontologi dikemukakan oleh Plato dengan teori idea. Dia
percaya bahwa segala sesuatu di alam semesta pasti memiliki semacam konsep. Plato
bermaksud konsep tersebut untuk merujuk pada pemahaman atau konsep umum dari
setiap hal. Akibatnya, konsep ini berfungsi sebagai dasar untuk bentuk sesuatu dan
esensinya. Dia percaya bahwa ide itu abadi dan itu terletak di balik yang nyata. Ini
menjelaskan mengapa hal – hal yang kita lihat dan hal – hal yang dirasakan panca indera
terus berubah. Oleh karena itu, ia hanyalah bayangan dari keyakinannya daripada
substansinya. Dengan kata lain, objek yang dapat dirasakan oleh manusia melalui panca
indera mereka ini tidak lebih dari khayalan dan ilusi murni.
Selanjutnya St. Augustine juga memberikan pendapat tentang ontologi. Manusia
memahami dari pengalaman bahwa ada kebenaran di alam semesta ini, menurut
Augustine. Namun, juga benar bahwa kadang seseorang percaya apa yang mereka
ketahui benar, dan di lain waktu mereka memiliki pemikiran yang ragu akan hal itu.
Menurut Augustine, akal manusia hanya memahami bahwa ada kebenaran yang
berfungsi sebagai dasar bagi pencarian akal mausia untuk kebenaran. Satu – satunya
kebenaran yang tetap itulah kebenaran yang mutlak. Dimana kebenaran yang mutlak ini
disebut oleh Augustine dengan Tuhan.
Ketika melihat hakikat suatu kenyataan yang ada ontologi mempertimbangkan
dua macam sudut pandang yang berbeda. Yang pertama adalah segi kuantitatif, yaitu
menanyakan apakah kenyataan itu satu atau banyak. Kedua, segi kualitatif berarti
menanyakan apakah kenyataan memiliki karakteristik tertentu. Ontologi dapat
didefinisikan sebagai ilmu yang secara kritis meempelajari realitas atau kenyataan
konkret. Aspek – aspek ontologi dapat di uraikan sebagai berikut : (a) Metodis; secara
ilmiah; (b) Sistematis; saling berhubungan satu sama lain secara teratur dalam satu
kesatuan; (c) Koheren; uraian yang bertentangan dilarang terkandung di dalam unsur –
unsurnya; (d) Rasional; harus didasarkan pada aturan yang tepat dari penalaran logis;
(e) Komprehensif; harus melihat sesuatu dari lebih sudut pandang (holistik); (f) Radikal;
dijelaskan dalam hale sensi atau sumber masalah; (g) Universal; kebenaran pada tingkat
fundamental yang berlaku dimana – mana.
Beberapa karakteristik dari ontologi ilmu pengetahuan sebagai berikut :
1. Berasal dari suatu penelitian
2. Tidak ada konsep wahyu melainkan konsep pengetahuan empiris
3. Pengetahuan mempunyai sifat rasional, objektif, sistematik, netral,
observatif, dan metodologis.
4. Menghargai asas pembuktian (menghormati), penjelasan (explain),
keterbukaan dan pengulangan, skeptisisme radikal, dan prosedur
ekperimental yang berbeda.
5. Menunjukan sebab-akibat dalam berbagai bentuknya dan keterpaduan ilmu
pengetahuan dan teknolog.
6. Mengakui pengetahuan dan konsep yang tergolong serta ilmiah.
7. Teori dan hipotesis sangat banyak
8. Memiliki gagasan hukum alam yang terverivikasi.
3. Aliran – aliran dalam ontologi, yaitu monisme, dualisme, materialisme, idealisme,
dan agnostisisme.
A. Aliran Monisme
Sebuah aliran pemikiran yang dikenal sebgai Monisme berpendapat bahwa
hanya ada satu esensi untuk semua yang ada, terlepas dari apakah itu berbentuk
materi atau spiritual apa pun, yang mencakup sumber utama dari yang lain.
Aliran filsafat Monisme mencakup para pemikir pra-Socrates termasuk Thales,
Democritus, dan Anaximander, serta Plato dan Aristoteles. Penerus kelompok
Monisme termasuk pemikir modern seperti I. Kant dan Hegel, terutama dalam
hal prespektif idealis mereka.
Salah satu bidang ilmu filsafat yang paling awal adalah ontologi. Thales, seorang
filsuf Yunani, pertama kali memperkenalkan konsep renungannya tentang sifat
air yang ada dimana – mana, dan ia menyimpulkan bahwa “ air adalah substansi
terdalam yang merupakan asal mula dari segala sesuatu”. Segala sesuatu yang
berasal dari satu komponen adalah apa yang terpenting bagi kita bukan mengenai
kesimpulannya.
B. Aliran Dualisme
Menurut Dualisme, segala sesuatu bersumber pada dua hakikat, yaitu material
(jasad) dan jasmani (spiritual). Kedua jenis hakikat yang berbeda itu tidak
tergantung satu sama lain dan keduanya abadi. Diri manusia menjadi contoh
tentang bagaimana kedua hakikat ini dapat bekerja sama.
Descartes adalah contoh filsuf Dualism yang menggunakan kata “dunia ruang”
dan “dunia kesadaran”. Kedua esensi itu, menurut Aristoteles adalah materi dan
forma (bentuk yang berupa rohani saja). Manusia umumnya memiliki
kemudahan menerima konsep Dualisme karena panca indera kita dapat dengan
cepat memahami dunia luar, sementara akal dan emosi yang hidup dapat dengan
cepat memahami realitas batin.
C. Aliran Materialisme
Mnerut Materialisme, hanya ada materi dan apa yang kita sebut sebagai jiwa dan
roh bukanlah entitas yang terpisah. Menurut paham Materialisme, jiwa atau roh
hanyalah proses geraka kebendaan dengan cara khusus. Materialisme terkadang
disamakan dengan Naturalisme. Tetapi keduanya benar – benar berbeda satu
sama lain. Menurut filsafat Naturalisme merupakan tidak ada yang lain selain
alam. (tidak ada Tuhan yang terpisah dari alam). Yang dimaksud alam (natural)
disana itu mengacu ke segala yang meliputi benda dan roh. Disisi lain, roh tidak
dihargai sama dengan benda menurut aliran Materialisme, yang memandangnya
sebagai kejadian benda.
Bentuk filsafat tertua yang dikenal sebagai filsafat alam juga didasarkan pada
Materialisme. Mereka melihat unsur – unsur kebendaan awal untuk menyelidiki
asal – usul kejadian alam. Thales (625-545 SM) percaya bahwa air adalah
elemen pertama. Anaximandros (610-545 SM) percaya bahwa apeiron elem
yang tak terbatas. Anaximenes (585-528 SM) percaya bahwa udara adalah
elemen pertama. Democritus (460-360 SM) seorang tokoh terkenal dari aliran
4. ini, percaya bahwa alam semesta terdiri dari atom-atom yang sangat kecil dan
tak terhitung jumlahnya. Peristiwa alam berakar pada atom-atom ini. Pandangan
Materialisme klasik yang lebih kuat pertama kali muncul di Democritus.
D. Aliran Idealisme
Idealisme merupakan lawan dari Materialisme. Aliaran percaya bahwa roh
(sukma) atau entitas terkait adalah sumber dari hakikat kenyataan yang beraneka
warna. Konsep kuncinya adalah sesuatu tanpa bentuk dan tanpa batas fisik.
Aliran ini berpandangan bahwa materi atau zat hanyalah suatu bentuk
penjelmaan roh. Bahwa “orang menganggap roh lebih berharga, lebih tinggi dari
materi bagi kehidupan manusia” adalah pembenaran utama untuk aliran ini.
Menurut kepercayaan bahwa roh adalah sifat sejati, materi hanyalah tubuh,
bayangan, atau inkarnasi.
E. Aliran Agnostisisme
Agnostisisme adalah kepercayaan yang menolak gagasan bahwa orang dapat
memahami hakikat yang baik, apakah itu berbentuk sesuatu yang material atau
sesuatu yang spiritual. Yang transenden tidak dapat diketahui manusia menurut
pandangan ini. Filosof eksistensialisme seperti Jean Paul yang ateis adalah
contoh pemikir paham Anostisisme. Menurut Sarte tidak ada hakikat “ada”
manusia, melainkan yang ada adalah “keberadaannya”.
2. Epistimologi
Epistimologi secara bahasa berasal dari Bahasa Yunani yaitu Episteme artinya
“pengetahuan” dan logos yang artinya “ilmu”. Secara istilah Epistimologi merupakan
suatu ilmu yang membahas tentang sumber pengetahuan, struktur, metode, dan
kebenaran suatu pengetahuan tersebut. Memahami bahwa epistimologi adalah ilmu
filsafat yang melihat asal usul, sifat, metode, dan batas-batas pengetahuan manusia.
Masalah mengenai filsafat terjadi karena perdebatan filosofis yang kuat disisi
pengetahuan manusia. Yang menjadi pusat dari permasalahan filsafat terutama filsafat
kontemporer. Membangun filsafat yang kuat tentang semesta dan dunia dimulai dengan
pengetahuan manusia sebagai pondasinya. Karena asal usul standar, kognisi, dan nilai
manusia tidak diketahuai, sulit untuk melakukan penyelidikan apa pun.
Perdebatan utama adalah percakapan yang mempersoalkan sumber-sumber dan
asal usul pengetahuan dengan melihat ke dalam, menyelidiki, dan mencoba
mengungkap ide-ide mendasar tentang kekuatan struktur pikiran yang dikaruniakan
pada manusia. Akibatnya, ia mampu menjawab pertanyaan berikut: Bagaimana
pengetahuan itu muncul dalam diri manusia? Bagaimana kehidupan intelektualnya
terbentuk, termasuk setiap ide dan konsep-konsep (nations) yang pertama kali muncul
di usia dini? Dan dari mana manusia mendapatkan pemikiran ide dan informasi yang
konstan ini? Bagaimana validasi pengetahuan dapat dinilai?
Sebelum membahas salah satu pertanyaan di atas, penting untuk menyadari bahwa
pengetahuan (persepsi), secara umum, dikategorikan menjadi dua kategori. Pertama,
konsepsi atau pengetahuan sederhana. Yang kedua adalah tashdiq (assent), yang
mengacu pada pengetahuan yang terdiri dari penilaian. Pemahaman kita tentang konsep
5. panas, cahaya, dan suara adalah contoh konsepsi yang baik. Pernyataan bahwa panas
adalah energi yang berasal dari matahari, bahwa matahari lebih bercahaya daripada
bulan, dan bahwa atom dapat meledak adalah contoh Tashdiq. Akibatnya, ada hubungan
yang erat antara konsepsi dan tashdiq karena konsepsi adalah tindakan menangkap
sesuatu tanpa menilai objek itu, sedangkan tashdiq adalah tindakan memberikan
pembenaran objek.
Saat melakukan kegiatan ilmiah, pengetahuan yang telah diperoleh dari unsur
ontologis selanjutnya disajikan ke aspek epistemologis untuk diuji. Seperti yang
dinyatakan oleh Ritchie Calder, proses kegiatan ilmiah dimulai ketika manusia
memperhatikan sesuatu. Dengan demikian, jelas fakta bahwa manusia memiliki kontak
dunia dengan dunia empiris, sentuhan empiris menyebabkan dia berpikir tentang
kenyataan – kenyataan alam pada pengamatan obejk empiris.
Dalam kategori yang terstruktur rapi yang disebut ontologi, epistemologi, dan
aksiologi, setiap jenis pengetahuan memiliki kualitas yang berbeda mengenai apa,
bagaimana, dan untuk apa. Ontologi dan aksiologi ilmu yang selalu menjadi bagian dari
epistemologi. Setiap epistemology memiliki persoalan utama bagaimana memperoleh
pengetahuan yang benar dengan memperhatikan aspek aksiologi dan ontologi masing-
masing ilmu. Objek kajian epistimologi adalah menanyakan bagaimana sesuatu itu
terjadi, bagaimana kita mengetahuinya, dan bagaimana kita membedakannya dari hal-
hal lain sambil mempertimbangkan keadaan dan kondisi ruang serta waktu mengenai
sesuatu hal.
Dasar dari tingkat epistemologi ini adalah metode apa yang memungkinkan
memperoleh pengetahuan tentang logika, etika, estetika, dan bagaimana mendapatkan
kebenaran ilmiah, kebaikan moral, dan keindahan seni. Prosedur-prosedur ini dikenal
sebagai kebenaran ilmiah, kebaikan moral, dan keindahan seni.
Tidak cukup hanya berpikir logis atau sebaliknya berpikir secara empiris untuk
dapat memperoleh pengetahuan yang dapat dipercaya karena keduanya memiliki
keterbatasan dalam hal kebenaran ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, metode ilmiah
yang merupakan perpaduan atau perpaduan antara rasionalisme dan empirisme sebagai
satu kesatuan yang saling melengkapi, adalah cara bagaimana pencapaian kebenaran
dilakukan yang sesuai dengan ilmu pengetahuan. Langkah inilah yang dikaji dalam
epistimologi ilmu yang juga disebut dengan metode ilmiah.
3. Aksiologi
Menurut etimologinya, istilah "aksiologi" berasal dari kata Yunani: axios, yang
berarti "layak atau pantas", dan logos, yang berarti "ilmu" atau "studi tentang".
Selanjutnya, kata nilai berasal bahsa latin Valere yang berarti berguna, mampu akan
berdaya, berlaku atau kuat. Ini mengacu pada sesuatu apa pun yang membuatnya
diinginkan, berguna, atau bermanfaat. Namun, itu juga bisa merujuk pada sesuatu yang
sangat dihargai atau dianggap sebagai kebajikan. Berdasarkan pengertian aksiologi
menurut bahasa diatas, maka aksiologi menurut istilah adalah studi yang berhubungan
dengan teori tentang nilai atau studi sesuatu yang memiliki manfaat atau dapat bernilai.
Nilai adalah fenomena, bukan objek yang ada dalam ruang dan waktu. Selain itu, nilai
juga merupakan esensi logis yang dapat dipahami oleh akal.
6. Bramel membagi aksiologi menjadi tiga kategori. Pertama, moral conduct, yaitu
tindakan moral. Kajian ini memunculkan disiplin khusus yang disebut etika. Tingkah
laku manusia, norma, dan adat istiadat lebih banyak ditekankan dalam kajian etika. Agar
orang dapat memahami dan dapat bertanggung jawab atas tindakan mereka. Inti
persoalan dalam etika adalah nilai kebaikan yang berasal dari tindakan manusia.
Kuncinya adalah bertindak dengan cara yang mewujudkan tanggung jawab terhadap diri
sendiri, masyarakat, alam, serta Tuhan sebagai sang Pencipta
Bagian aksiologi yang kedua adalah esthetic expression, atau ekspresi keindahan.
Keindahan diciptakan di bidang ini. Estetika berkaitan dengan pengalaman rasa
keindahan yang dimiliki manusia terhadap lingkungan dan kejadian di sekitarnya.
Menurut Risieri Frondiz, apakah suatu nilai itu objektif atau subjektif sangat
bergantung pada kesimpulan yang ditarik dari hasil pandangan yang tercipta dari
filsafat. Nilai akan menjadi subyektif jika subjek adalah pusat dari segalanya dan
kesadaran manusia menjadi tolak ukur untuk segalanya. Atau, eksistensinya,
makananya, validalitasnya akan tergantung pada respons subjek yang membuat
penilaian tanpa memperhitungkan apakah itu psikis atau fisik. Akibatnya, nilai subjektif
akan selalu memperhitungkan berbagai perspektif yang dimiliki oleh pikiran manusia,
seperti perasaan dan akal, dan hasil nilai subjektif akan selalu menghasilkan suka atau
tidak suka, serta kebahagiaan atau ketidakpuasan.
Selanjutnya, jika nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang membuat
penilaian, itu akan menjadi objektif. Sudut pandang filosofis dari objektivisme
memunculkan nilai objektif. Objektivisme ini berasumsi bahwa tolak ukur suatu
gagasan ada pada objeknya, sesuatu yang benar-benar ada dan memiliki sejumlah
realitas tertentu.
Selanjutnya bagian ketiga dari aksiologi adalah sosio-political life, yakni
kehidupan sosial poitik yang akan menciptakan filsafat sosio-politik. Banyak sekali
manfaat ilmu pengetahuan bagi manusia dan semua makhluk hidup lainnya. Dari zaman
Copernicus hingga sekarang, sains telah maju dan sangat bermanfaat bagi orang-orang.
Manusia dapat melakukan perjalanan ke bulan berkat ilmu pengetahuan, mereka juga
dapat mempelajari komponen terkecil dan paling rahasia dari sel-sel tubuh manusia.
Ilmu pengetahuan telah sangat membantu peradaban manusia, tetapi juga dapat
memungkinkan untuk menghancurkan peradaban manusia lainnya.
Suriasumantri mengatakan bahwa seorang ilmuwan membutuhkan landasan
moral yang kokoh untuk dapat merumuskan aksiologi dari ilmu. Jujun S. Sumantri
membagi aksiologi sains menjadi 4 fase, antara lain:
a. Untuk apa ilmu tersebut digunakan?
b. Bagaimana kaitan anatara cara penggunaan tersebutu dengan kaidah – kaidah
moral?
c. Bagaiamana penentuan objek yang dikaji berdasarkan pilihan – pilihan
moral?
d. Bagaimana hubungan antara Teknik procedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma – norma moral atau
professional.
7. Menurut apa yang telah dikatakan di atas, segala macam ilmu harus disesuaikan
dengan standar moral masyarakat agar masyarakat mengenali nilai penggunaan
pengetahuan dalam memajukan kesejahteraan anggotanya daripada sebaliknya, yang
dapat mengakibatkan bencana. Standar dan prinsip moral seorang ilmuwan akan
menentukan apakah ia telah berkembang menjadi ilmuwan yang baik atau tidak.
8. Daftar Pustaka
Rokhmah, Dewi. 2021. Ilmu dalam tinjauan filsafat: Ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Jurnal studi keislaman. 7(2). 2443-2741.
Hifni, Moh. 2018. Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi dalam Keilmuan.
Kusumaningrum, Annisa, dkk. 2012. Dimensi Kajian Filsafat Ilmu.
Amsal, Bakhtiar. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Jalaluddin dan Abdullah Idi. 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Moanley, Yonas. (2018, November 23). Aliran – aliran ontologi. Retrieved from
https://ontologiepistemologiaksiologi.blogspot.com/2018/11/aliran-aliran-
ontologi.html