Dokumen tersebut membahas enam komponen utama pendidikan, yaitu tujuan pendidikan, peserta didik, pendidik, interaksi antara pendidik dan peserta didik, isi pendidikan, dan lingkungan pendidikan. Komponen-komponen ini saling berhubungan dan memungkinkan terjadinya proses pendidikan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
1. Komponen-Komponen Pendidikan
Setelah membahas konsep-konsep dasar pendidikan, timbullah pemikiran
tentang hal-hal apakah yang terdapat dalam proses pendidikan. Perhatian pada
proses terjadinya pendidikan mengarahkan pada pemikiran tentang komponen-
komponen pendidikan. Komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang
meiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai
tujuan sistem. Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses
pendidikan, yang menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya
proses pendidikan. Bahkan dapat diaktan bahwa untuk berlangsungnya proses
kerja pendidikan diperlukan keberadaan komponen-komponen tersebut.
Komponen-komponen yang memungkinkanterjadinya proses pendidikan atau
terlaksananya proses mendidik minimal terdiri dari 6 komponen, yaitu 1) tujuan
pendidikan, 2) peserta didik, 3) isi pendidikan, dan 6) konteks yang
memepengaruhi suasana pendidikan. Berikut akan diuraikan satu persatu
komponen-komponen tersebut.
1. Tujuan Pendidikan.
Tingkah laku manusia, secara sadar maupun tidak sadar tentu berarah pada
tujuan. Demikian juga halnya tingkah laku manusia yang bersifat dan bernilai
pendidikan. Keharusan terdapatnya tujuan pada tindakan pendidikan didasari
oleh sifat ilmu pendidikan yang normatif dan praktis. Sebagai ilmu pengetahuan
normatif , ilmu pendidikan merumuskan kaidah-kaidah; norma-norma dan atau
ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia.
Sebagai ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan dan atau pendidik maupun
guru ialah menanamkam sistem-sistem norma tingkah-laku perbuatan yang
didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan
dan pendidik dalam suatu masyarakat (Syaifulah, 1981).
Langeveld mengemukakan bahwa pandangan hidup manusia menjiwai tingkah
laku perbuatan mendidik. Tujuan umum atau tujuan mutakhir pendidikan
tergantung pada nilai-nilai atau pandangan hidup tertentu. Pandangan hidup
yang menjiwai tingkah laku manusia akan menjiwai tingkah laku pendidikan
dan sekaligus akan menentukan tujuan pendidikan manusia. Langeveld
mengemukakan jenis-jenis tujuan pendidikan terdiri dari tujuan umum, tujuan
tak lengkap, tujuan sementara, tujuan kebetulan dan tujuan perantara.
Pembagian jenis-jenis tujuan tersebut merupakan tinjauan dari luas dan sempit
tujuan yang ingin dicapai.
Urutan hirarkhis tujuan pendidikan dapat dilihat dalam kurikulum pendidikan
yang terjabar mulai dari:
a. Cita-cita nasional/tujuan nasional (Pembukaan UUD 1945),
b. Tujuan Pembangunan Nasional (dalam Sistem Pendidikan Nasional),
c. Tujuan Institusional (pada tiap tingkat pendidikan/sekolah),
d. Tujuan kurikuler (Pada tiap-tiap bidang studi/mata pelajaran atau kuliah),
2. e. Tujuan instruksional yang dibagi menjadi dua yaitu tujuan instruksional
umum dan tujuan instruksional khusus.
Dengan demikian tampak keterkaitan antara tujuan instruksional yang dicapai
guru dalam pembelajaran di kelas, untuk mencapai tujuan pendidikan nasional
yang bersumber dari falsafah hidup yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD
1945.
2. Peserta Didik.
Perkembangan konsep pendidikan yang tidak hanya terbatas pada usia sekolah
saja memberikan konsekuensi pada pengertian peserta didik. Kalau dulu orang
mengasumsikan peserta didik terdiri dari anak-anak pada usia sekolah, maka
sekarang peserta didik dimungkinkan termasuk juga didalamnya orang dewasa.
Mendasarkan pada pemikiran tersebut di atas maka pembahasan peserta didik
seharusnya bermuara pada dua hal tersebut di atas.
Persoalan yang berhubungan dengan peserta didik terkait dengan sifat atau
sikap anak didik dikemukakan oleh Langeveld sebagai berikut :
• Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, oleh sebab itu anak
memiliki sifat kodrat kekanak-kanakan yang berbeda dengan sifat hakikat
kedewasaan.
• Anak memiliki sikap menggantungkan diri, membutuhkan pertolongan dan
bimbingan baik jasmaniah maupun rohaniah. Sifat hakikat manusia dalam
pendidikan ia mengemukakan anak didik harus diakui sebagai makhluk
individu dualitas, sosialitas dan moralitas.
• Manusia sebagai mahluk yang harus dididik dan mendidik.
Sehubungan dengan persoalan anak didik di sekolah Amstrong (1981)
mengemukakan beberapa persoalan anak didik yang harus dipertimbangkan
dalam pendidikan. Persoalan tersebut mencakup apakah latar belakang budaya
masyarakat peserta didik? bagaimanakah tingkat kemampuan anak didik?
hambatan-hambatan apakah yang dirasakan oleh anak didik disekolah? dan
bagaimanakah penguasaan bahasa anak di sekolah? Berdasarkan persoalan
tersebut perlu diciptakan pendidikan yang memperhatikan perbedaan
individual, perhatian khusus pada anak yang memiliki kelainan, dan
penanaman sikap dan tangggung jawab pada anak didik.
3. Pendidik.
Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah pendidik. Terdapat
beberapa jenis pendidik dalam konsep pendidikan sebagai gejala kebudayaan,
yang tidak terbatas pada pendidikan sekolah saja. Ditinjau dari lembaga
pendidikan muncullah beberapa individu yang tergolong pada pendidik. Guru
3. sebagai pendidik dalam lembaga sekolah, orang tua sebagai pendidik dalam
lingkungan keluarga, dan pimpinan masyarakat baik formal maupun informal
sebagai pendidik di lingkungan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut
diatas Syaifullah (1982) mendasarkan pada konsep pendidikan sebagai gejala
kebudayaan, yang termasuk kategori pendidik adalah:
a. orang dewasa
Orang dewasa sebagai pendidik dilandasi oleh sifat umum kepribadian orang
dewasa, sebagaimana dikemukakan oleh Syaifullah adalah sebagai berikut : (1)
manusia yang memiliki pandangan hidup prinsip hidup yang pasti dan tetap, (2)
manusia yang telah memiliki tujuan hidup atau cita-cita hidup tertentu,
termasuk cita-cita untuk mendidik, (3) manusia yang cakap mengambil
keputusan batin sendiri atau perbuatannya sendiri dan yang akan
dipertanggungjawabkan sendiri, (4) manusia yang telah cakap menjadi anggota
masyarakat secara konstruktif dan aktif penuh inisiatif, (5) manusia yang telah
mencapai umur kronologs paling rendah 18 th, (6) manusia berbudi luhur dan
berbadan sehat, (7) manusia yang berani dan cakap hidup berkeluarga, dan (8)
manusia yang berkepribadian yang utuh dan bulat.
b. orang tua
Kedudukan orang tua sebgai pendidik, merupakan pendidik yang kodrati dalam
lingkungan keluarga. Artinya orang tua sebagai pedidik utama dan yang
pertama dan berlandaskan pada hubungan cinta-kasih bagi keluarga atau anak
yang lahir di lingkungan keluarga mereka. Kedudukan orang tua sebagai
pendidik sudah berlangsung lama, bahkan sebelum ada orang yang memikirkan
tentang pendidikan. Secara umum dapat dikatan bahwa semua orang tua adalah
pendidik, namun tidak semua orang tua mampu melaksanakan pendidikan
dengan baik. Sebagaimana telah dikemukakan dalam bahasan di atas, bahwa
kemampuan untuk menjadi orang tua sama sekali tidak sejajar dengan
kemampuan untuk mendidik.
c. guru/pendidik
Guru sebagai pendidik disekolah yang secara lagsung maupun tidak langsung
mendapat tugas dari orang tua atau masyarakat untuk melaksanakan
pendidikan. Karena itu kedudukan guru sebagai pendidik dituntut memenuhi
persyaratan-persyaratan baik persyaratan pribadi maupun persyaratan jabatan.
Persyaratan pribadi didasrkan pada ketentuan yang terkait dengan nilai dari
tingkah laku yang dianut, kemampuan intelektual, sikap dan emosional.
Persyaratan jabatan (profesi) terkait dengan pengetahuan yang dimiliki baik
yang berhubungan dengan pesan yangingin disampaikan maupun cara
penyampainannya, dan memiliki filsafat pendidikan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
d. pemimpin kemasyarakatan, dan pemimpin keagamaan.
4. Selain orang dewasa, orang tua dan guru, pemimpin masyarakat dan pemimpin
keagamaan merupakan pendidik juga. Peran pemimpin masyarakat menjadi
pendidik didasarkan pada aktifitas pemimpin dalam mengadakan pembinaan
atau bimbingan kepada anggota yang dipimpin. Pemimpin keagaam sebagai
pendidik, tampak pada aktifitas pembinaan atau pengembangan sifat
kerokhanian manusia, yang didasarkan pada nilai-nilai keagamaan.
4. Interaksi Edukatif Pendidik dan Anak Didik.
Proses pendidikan bisa terjadi apabila terdapat interaksi antara komponen-
komponen pendidikan. Terutama interaksi antara pendidik dan anak didik.
Interaksi pendidik dengan anak didik dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan yang diinginkan. Tindakan yang dilakukan pendidik dalam interaksi
tersebut mungkin berupa tindakan berdasarkan kewibawaan, tindakan berupa
alat pendidikan, dan metode pendidikan.
Pendidikan berdasarkan kewibawaan dpat dicontohkan dalam peristiwa
pengajaran dimana seorang guru sedang memberikan pengajaran, diantara
beberapa murid membuat suatu yang menyebabkan terganggunya jalan
pengajaran. Kemudian guru tersebut memberikan peringatan, maka belau ini
telah melaksanakan tindakan berdasarkan kewibawaan. Dengan demikian
tindakan berdasarkan kewibawaan yaitu bersumber dari orang dewasa sebagai
pendidik, untuk mencapai tujuan pendidikan (tujuan kesusilaan, sosial dan lain-
lain) (Syaifullah, 1982).
Alat pendidikan adalah suatu situasi atau perbuatan dengan situasi atau
perbuatan tersebut akan dicapai tujuan pendidikan. Tindakan pendidik untuk
menciptakan ketenangan agar tercapai tujuan pendidikan tertentu dalam proses
pengajaran, atau melakukan perbuatan untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu, umpamanya nasihat, teguran, hukuman dan teguran agar anak mau
berbakti pada orang tua.
Dalam interaksi pendidikan tidak terlepas metode atau bagaimana pendidikan
dilaksanakan. Terdapat beberapa metode yang dilakukan dalam mendidik yaitu
metode diktatorialm metode liberal dan metode demokratis (Suwarno, 1981).
Metode diktatoral bersumber dari teori empiris yang menyatakan bahwa
perkembagan manusia semata-mata ditentukan oleh faktor diluar manusia,
sehingg pendidikan bersifat maha kuasa. Sikap ini menimbulkan sikap diktator
dan otoriter, pendidik yang menentukan segalanya.
Metode liberal bersumber dari pendirian Naturalisme yang berpendapat bahwa
perkembangan manusia itu sebagian besar ditentukan oleh kekuatan dari dalam
yang secara wajar atau kodrat ada pada diri manusia. Pandangan ini
menimbulkan sikap bahwa pendidik jangan terlalu banyak ikut campur
terhadap perkembangan anak. Biarkanlah anak berkembang sesuai denan
kodratnya secara bebas atau liberal.
5. Metode demokratis bersumber dari teori konvergensi yang mengatakan bahwa
perkembangan manusia itu tergantung pada faktor dari dalam dan dari luar. Di
dalam perkembangan anak kita tidak boleh bersifat mengasai anak, tetapi harus
bersifat membimbing perkembangan anak. Di sini tampak bahwa pendidik dan
anak didik sama-sama penting dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan.
Ki Hadjar Dewantoro melahirkan asas pendidikan yang sesuai dengan metode
demokratis, yaitu Tut Wuri Handayani, ing madyo mangun karsa,ing ngarsa
sung tulada artinya pendidik itu kadang-kadang mengikuti dari belakang,
kadang-kadang harus ditengah-tengah berdampingan dengan anak dan kadang-
kadang harus di depan untuk memberi contoh atau tauladan.
5. Isi Pendidikan.
Isi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan. Untuk
mencapai tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada peserta didik isi/bahan
yang biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan formal. Isi pendidikan
berkaitan dengan tujuan pendidikan, dan berkaitan dengan manusia ideal yang
dicita-citakan. Untuk mencapai manusia yang ideal yang berkembang
keseluruhan sosial, susila dan individu sebagai hakikat manusia perlu diisi
dengan bahan pendidikan. Macam-macam isi pendidikan tersebut terdiri dari
pendidikan agama., pendidikan moril, pendidikan estetis, pendidikan sosial,
pendidikan civic, pendidikan intelektual, pendidikan keterampilan dan
peindidikan jasmani.
6. Lingkungan Pendidikan.
Lingkungan pendidikan meliputi segala segi kehidupan atau kebudayaan. Hal
ini didasarkan pada pendapat bahwa pendidikan sebagai gejala kebudayaan,
yang tidak membatasi pendidikan pada sekolah saja. Lingkungan pendidikan
dapat dikelompokkan berdasarkan lingkungan kebudayaan yang terdiri dari
lingkungan kurtural ideologis, lingkungan sosial politis, lingkungan sosial
anthropologis, lingkungan sosial ekonomi, dan lingkungan iklim geographis.
Ditinjau dari hubungan lingkungan denan manusia dapat dikelompokkan
menjadi lingkungan yang tidak dapat diubah dan lingkungan yang dapat
diubah atau dipengaruhi, dan lingkungan yang secara sadar dan sengaja
diadakan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dari sudut tinjauan lain
Langeveld linkgungan pendidikan menjadi lingkunganyang bersifat pribadi atau
pergaulan dan lingkungan yang bersifat kenedaan, segala sesuatu yang ada di
sekeliling anak. Keseluruhan komponen-komponen tersebut merupakan satu
kesatuan yang saling berkaitan dalam proses pendidikan untuk mencapai tujuan
pendidikan.
6. MASALAH EFISIENSI, EFEKTIVITAS, DAN RELEVANSI PENDIDIKAN
DALAM PERSPEKTIF MANAJEMEN PENDIDIKAN
14/04/2009 at 1:12 am | Posted in Pendidikan | Leave a Comment
Tags: Pendidikan
Oleh : Kuntjojo
A. Peranan Pendidikan dalam Era Globalisasi
Usaha mengembangkan kualitas sumber daya manusia menjadi semakin penting
bagi setiap bangsa dalam menghadapi era persaingan global. Tanpa sumber
daya manusia yang berkualitas, suatu bangsa pasti akan tertinggal dari bangsa
lain dalam percaturan dan persaingan kehidupan dunia internasional yang
semakin kompetitif.
Pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas menjadi
tanggung jawab pendidikan nasional, terutama dalam mempersiapkan peserta
didik untuk menjadi subjek yang memiliki peran penting dalam menampilkan
dirinya sebagai manusia yang tangguh, kreatif, mandiri, dan profesional pada
bidangnya (Mulyasa, 2002:3). Berkenaan dengan upaya pengembangan sumber
daya manusia Indonesia, Depdiknas sebagai institusi yang bertanggung jawab
dalam bidang pendidikan nasional telah mengembangkan visi insan Indonesia
yang cerdas dan kreatif dan misi mewujudkan pendidikan yang mampu
membangun insan Indonesia cerdas dan kompetitif dengan adil, bermutu, dan
relevan untuk kebutuhan masyarakat global (www. ktsp.diknas.co.id/ktsp
sd/ppt3). Visi dan misi tersebut selanjutnya dijadikan kerangka acuan dalam
melakukan pembaharuan sistem pendidikan nasional.
B. Masalah-masalah Pendidikan di Indonesia
Upaya untuk mewujudkan visi dan misi tersebut mengalami kesulitan jika
berbagai masalah dalam proses pendidikan muncul. Masalah dapat diartikan
sebagai kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang terjadi. Jika
apa yang terjadi atau yang tercapai dalam pendidikan tidak seperti yang
diharapkan maka masalah pendidikan telah terjadi.
Masalah-masalah pendidikan di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 4,
yaitu: masalah partisipasi/kesempatan memperoleh pendidikan, masalah
efisiensi, masalah efektivitas, dan masalah relevansi pendidikan (Redja
Mudyahardjo, 2001: 496)
a. Masalah partisipasi pendidikan
7. Masalah partisipasi atau kesempatan memperoleh pendidikan adalah rasio atau
perbandingan antara masukan pendidikan (raw input) atau jumlah penduduk
yang tertampung dalam satuan-satuan pendidikan. Keberadaan masalah ini
dapat diketahui dari individu-individu yang mestinya menjadi peserta didik
pada satuan pendidikan tertentu tetapi kenyataannya tidak demikian. Misalnya
saja di berbagai daerah masih banyak anak-anak yang mestinya menjadi peserta
didik pada satuan pendidikan TK tetapi belum menjadi bagian dari satuan
pendidikan tersebut. Hal demikian tentunya akan menimbulkan masalah pada
saat mereka masuk sekolah dasar. Demikian juga banyaknya individu lulusan
SMA yang tidak melanjutkan pendidikannya pada perguruan tinggi. Untuk
bekerja mereka belum memiliki bekal yang mamadai.
b. Masalah efisiensi pendidikan
Masalah efisiensi pendidikan berkenaan dengan proses pengubahan atau
transformasi masukan produk (raw input) menjadi produk (output). Salah satu
cara menentukan mutu transformasi pendidikan adalah mengitung besar
kecilnya penghamburan pendidikian (educational wastage), dalam arti
mengitung jumlah murid/mahasiswa/peserta didik yang putus sekolah, meng-
ulang atau selesai tidak tepat waktu.
Jika peserta didik sebenarnya memiliki potensi yang memadai tetapi mereka
tidak naik kelas, putus sekolah, tidak lulus berarti ada masalah dalam efisiensi
pendidikan. Masalah efisiensi pendidikan juga terjadi di perguruan tinggi.
Masalah tersebut dapat diketahui dari adanya para mahasiswa yang sebenarnya
potensial tetapi putus kuliah dan gagal menyelesaikan pendidikannya pada
waktu yang tepat.
c. Masalah efektivitas pendidikan
Masalah efektivitas pendidikan berkenaan dengan rasio antara tujuan pendidian
dengan dengan hasil pendidikan (output), artinya sejauh mana tingkat
kesesuaian antara apa yang diharapkan dengan apa yang dihasilkan, baik dalam
hal kuantitas maupun kualitas. Pendidikan merupakan proses yang bersifat
teleologis, yaitu diarahkan pada tujuan tertentu, yaitu berupa kualifikasi ideal.
Jika peserta didik telah menyelesaikan pendidikannya namun belum
menunjukkan kemampuan dan karakteristik sesuai dengan kualifiksi yang
diharapkan berarti adalah masalah efektivitas pendidikan.
d. Masalah relevansi pendidikan
Masalah ini berkenaan dengan rasio antara tamatan yang dihasilkan satuan
pendidikan dengan yang diharapkan satuan pendidikan di atasnya atau indtitusi
8. yang membutuhkan tenaga kerja, baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif.
Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan
tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk
melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga dapat
diketahui dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah
kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk
bekerja
C. Fakta dan Penyebab Masalah Pendidikan di Indonesia
1. Fakta adanya masalah efisiensi, efektivitas, dan relevansi pendidikan
Dari ke empat masalah pendidikan sebagaimana disebutkan di atas, hanya
masalah partisipasi yang sekarang mengecil. Hal ini disebabkan karena semakin
meningkatnya warga masyarakat akan pentingnya pendidikan dan semakin
banyaknya satuan-satuan pendidikan yang didirikan untuk memenuhi
kebutuhan akan pendidikan. Sedangkan ketiga masalah pendidikan berikutnya,
yaitu masalah efisiensi, efektivitas, dan relevansi sampai sekarang masih terjadi
dan ada kecenderungan bahwa masalah-masalah pendidikan tersebut semakin
besar. Ketiga masalah pendidikan tersebut tidak saling terpisahkan. Masalah
efiseinsi berpeluang menimbulkan masalah efektivitas, dan selanjutnya
berpeluang pula menimbulkan masalah relevansi.
Masalah pendidikan di Indonesia merupakan masalah yang serius. Bukti untuk
hal itu dapat disimak dari peringkat Human Development Index (HDI) yang
dipantau oleh UNDP yang menunjukkan kualitas pendidikan di Indonesia dari
tahun 1996 bearada pada eringkat 102 dari 174 negara, tahun 1999 peringkat 105
dari 174 negara, dan tahun 2000 peringkat 109 dari 174 negara dan dalam
prestasi belajar yang dipantau oleh IAEA (International Association for the
Evaluation of Educational Achievement) di bidang kemampuan membaca siswa
SD, Indonesia berada pada urutan ke-26 dari 27 negara; kemampuan matematika
siswa SLTP berada di urutan 34 dari 38 negara; kemampuan bidang IPA siswa
SLTP berada pada urutan ke 32 dari 38 negara (T. Raka Joni, 2005).
2. Faktor penyebab terjadinya masalah pendidikan di Indonesia
Masalah efisiensi pendidikan dapat terjadi karena berbagai faktor, yaitu tenaga
kependidikan, peserta didik, kurikulum, program belajar dan pembelajaran,
sarana/prasarana pendidikan, dan suasana sosial budaya. Demikian pula
masalah efektivitas pendidikan juga dapat terjadi karena faktor tenaga
9. kependidikan, peserta didik, kurukulum, program belajar dan pembelajaran,
serta sarana/prasarana pendidikan.
Masalah relevansi pendidikan berhubungan dengan : tuntutan satuan
pendidikan yang lebih atas yang terus meningkat dalam upaya mencapai
pendidikan yang lebih berkualitas, aspirasi dan tuntutan masyarakat yang terus
meningkat dalam upaya mencapai kehidupan yang berkualitas, ketersediaan
lapangan pekerjaan di masyarakat. Kesenjangan terjadi jika komponen-
komponen sistem pendidikan yang telah disebutkan di atas tidak mampu
memenuhi tuntutan dan aspiranya yang ada.
D. Solusi untuk Mengatasi Masalah Pendidikan di Indonesia dari Perspektif
Manajemen Pendidikan
1. Tenaga Kependidikan sebagai figur utama proses pendidikan
Masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan merupakan masalah yang sangat
mendesak untuk mendapatkan pemecahan. Sebab jika masalah tersebut
dibiarkan agar lahir generasi-genarasi penerus yang yang tidak bisa diandalkan
untuk menghadapi kompetisi global. Jika hal demikian betul-betul terjadi maka
bangsa Indonesia akan semakin terpuruk.
Upaya memecahkan masalah pendidikan hendaknya dilakukan dengan
menggunakan pendekatan sistem. Dengan pendekatan ini pendidikan
dipandang sebagai suatu sistem, suatu kesatuan yang terdiri dari berbagai
komponen yang saling berhubungan untuk mencapai suatu tujuan. Dari
berbagai komponen system pendidikan, yaitu : peserta didik (raw input),
instrumental inpu,t termasuk di dalamnya tenaga kependidkian, dan
environmental input, dari perspektif manajemen pendidikan komponen tenaga
kependidikan merupakan komponen yang penting untuk dibahas.
Sampai sekarang dan juga untuk waktu-waktu yang akan datang figur tenaga
kependidikan, termasuk para guru, kepala sekolah, dosen, dan pimpinan
perguruan tinggi merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem
pendidikan meskipun konsep yang dianut sekarang adalah pendidikan berpusat
pada peserta didik. Fakta menunjukkan bahwa meskipun raw input berkualitas
tetapi jika ada masalah pada tenaga kependidikan, baik secara kuantitas maupun
kualitas akan menyebabkan rendahnya kualitas output .
Kenyataan sebagaimana tersebut di atas juga dipertegas dengan adanya fakta
bahwa untuk menilai tingkat kelayakan atau kualitas institusi pendidikan salah
satu komponen penting yang dijadikan sasaran adalah komponen tenaga
kependidikan baik dari segi kuantitas dan terutama dari segi kualitas.
10. 2. Tenaga kependidikan sebagai manajer pendidikan
Tenaga kependidikan, terutama kepala sekolah atau pimpinan institusi
pendidikan merupakan manajer-manajer pendidikan. Sebagai manajer
pendidikan tugas utama mereka adalah mengupayakan agar kegiatan
pendidikan dapat menghasilkan tujuan-tujuan pendidikan secara efektif dan
efisien, melalui proses yaitu manajemen pendidikan.
Menurut Terry (Ngalim Purwanto, 2006: 7), manajemen adalah suatu proses
tertentu yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan
pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan dengan menggunakan manusia dan sumber daya lainnya.
Jika proses tersebut dilakukan dalam bidang pendidikan dan untuk mencapai
tujuan-tujuan pendidikan maka disebut sebagai manajemen pendidikan.
Manajemen merupakan inti dari administrasi (Ngalim Purwanto, 2006: 8).
Sedangkan administrasi pendidikan adalah proses pengerahan dan
pengintegrasian segala sesuatu, baik personil, spiritual, maupun matrial, yang
bersangkuta paut dengan pencapaian tujuan pendidikan (Ngalim Purwanto,
2006: 3). Dengan demikian setiap tenaga kependidikan berperanan sebagai
administrator. Dan sebagai administrator dirinya harus mampu berperan
sebagai manajer pendidikan.
Dari perspektif manajemen pendidikan, masalah-masalah pendidikan dapat
terjadi jika tenaga kependidikan tidak mampu menjalankan perannya dengan
baik sebagai manajer pendidikan. Sebagai manajer pendidikan setiap tenaga
kependidikan terlebih lagi untuk setiap pemimpin institusi pendidikan harus
mengembangkan kemahiran dasar yang oleh Rex F. Harlow (Sarwoto, 1998: 47)
dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Kemahiran teknis (technical skill) yang cukup untuk melakukan upaya dari
tugas khusus yang menjadi tanggung jawabnya.
b. Kemahiran yang bercorak kemanusiaan (human skill), yang diperlukan untuk
bekerja dengan sesamanya guna menciptakan keserasian kelompok yang efektif
dan yang mampu menumbuhkan kerja sama diantara anggota-anggota bawahan
yang dia pimpin.
c. Kemahiran menganalisis situasi dan permasalahan dengan konsep-konsep
ilmiah yang relevan (conceptual skill), yang dapat dijadikan dasar dalam
mengambil keputusan dan bertindak secara tetap.
11. 3. Masalah pendidikan dan kualitas manajemen pendidikan
Dari perspektif manajemen pendidikan, masalah pendidikan dapat terjadi jika
kepala sekolah dan juga para guru tidak mampu menjadi manajer-manajer
pendidikan yang baik. Masalah tersebut bisa saja terjadi karena : a. dirinya tidak
memiliki pengetahuan yang memadai mengenai konsep-konsep manajemen
pendidikan, b.dirinya kurang memahami konsep-konsep dasar pendidikan, dan
c. dirinya tidak atau kurang memiliki kemampuan dan karakteristik sebagai
manajer pendidikan, sehingga tidak mampu menjalankan peran sesuai dengan
statusnya. Masalah kualitas manajer pendidikan seperti itu bisa terjadi karena
kesalahan dalam penempatan. Seorang yang sebenarnya belum atau tidak siap
untuk menjadi pemimpin karena faktor tertentu dia diangkat menjadi kepala
sekolah.
Masalah-masalah pendidikan juga dapat terjadi jika para pemimpin institusi
pendidikan lebih banyak menempatkan dirinya sebagai kepala dan bukan
sebagai pemimpin. Sebagai kepala mereka bertindak sebagai penguasa, hanya
bertanggung jawab pada pihak atasan, dan melakukan tugas-tugas karena
perimintaan atasan. Jika kepala sekolah lebih banyak bertindak sebagai kepala
maka dirinya akan kesulitan memberdayakan semua personal yang ada agar
tujuan pendidikan tercapai.
4. Solusi terhadap masalah pendidikan dengan manajemen kinerja guru
Jika masalah-masalah pendidikan disebabkan oleh faktor manajemen maka
upaya yang paling tepat untuk mencegah dan mengatasi adalah dengan
meningkatkan kualitas manajemen pendidikan. Kualitas manajemen dapat
meningkat jika para manajer-manajer pendidikan berusaha untuk meningkatkan
kemampuannya.
Seringkali terlontar pernyataan bahwa kualitas pendidikan sulit untuk
ditingkatkan karena kurangnya dukungan dana. Namun ada fakta yang
menunjukkan bahwa dana yang cukup bahkan lebih ternyata tidak berdampak
pada peningkatan kualitas pendidikan. Hal demikian dapat terjadi karena kepala
sekolah tidak atau kurang mampu memberdayakan semua sumber yang ada,
khusunya sumber daya manusia. Demikian juga halnya dengan peranan guru di
sekolah sebagai manajer pendidikan, hambatan yang terjadi adalah kurangnya
kemampuan untuk memberdayakan semua sumber belajar yang ada agar tujuan
pendidikan dapat tercapai.
Untuk mengatasi masalah di atas salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah
melalui peningkatan manajemen kinerja kepala sekolah dan guru. Dalam
perspektif manajemen, agar kinerja guru dapat selalu ditingkatkan dan
12. mencapai standar tertentu, maka dibutuhkan suatu manajemen kinerja
(performance management) yang baik. .