Analisa Risiko Penyakit Hewan - BUTTMKP, 11 Februari 2019
1. ANALISA RISIKO
PENYAKIT HEWAN
drh Tri Satya Putri Naipospos,
MPhil, PhD
Bimtek Pemantauan Daerah Sebar
Hama Penyakit Hewan Karantina dan
Analisa Risiko
Balai Uji Terap Teknik dan Metoda
Karantina Pertanian, 11 Februari 2019
1
2. GARIS BESAR PRESENTASI
• Perspektif analisis risiko dalam
perdagangan internasional
• Kerangka analisis risiko menurut OIE
• Implementasi analisis risiko importasi
hewan dan produk hewan
2
4. RELEVANSI ANALISIS RISIKO BAGI
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
• Sesuai dengan WTO Multilateral Trade Agreements (1995),
Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures
(Perjanjian SPS WTO) menetapkan aturan dasar bagi negara-negara
anggota dalam hal keamanan pangan dan persyaratan kesehatan
hewan dan tumbuhan.
• Artikel 5.1 WTO:
“Negara-Negara anggota harus memastikan bahwa tindakan-tindakan SPS
yang diimplementasikan harus berdasarkan pada suatu penilaian, yang
sedapat mungkin sesuai dengan kondisi, terhadap risikonya bagi kehidupan
atau kesehatan manusia, hewan atau tumbuhan, dengan memperhitungkan
teknik-teknik penilaian risiko (risk assessment) yang dikembangkan oleh
organisasi internasional yang relevan”.
Organisasi internasional yang relevan adalah:
World Organization for Animal Health (Office International des Epizooties)
4
5. 164 DARI 196 NEGARA-NEGARA DI DUNIA
ADALAH ANGGOTA WTO (2017) – 84%
5
Anggota Anggota, diwakili oleh Uni Eropa (EU)
Pengamat Bukan Anggota
6. DASAR ANALISIS RISIKO MENURUT
PERJANJIAN SPS WTO
• Perjanjian SPS WTO Artikel 5.1 adalah dasar dalam
menggunakan proses yang tertuang dalam:
➢ OIE Terrestrial Animal Health Code (2018) – Volume I:
Section 2; Chapter 2.1. Import Risk Analysis
• Selain penilaian terhadap risiko, konsep-konsep kunci
lainn yang terkandung dalam Perjanjian SPS WTO:
Harmonisasi
Ekuivalensi
Regionalisasi dan kompartementalisasi
Transparansi
Notifikasi
6
7. HARMONISASI TINDAKAN-TINDAKAN SPS
• Pemerintah mendorong untuk “harmonisasi” standar-standar
kesehatan hewan berdasarkan standar-standar, pedoman-
pedoman, dan rekomendasi-rekomendasi internasional yang
dikembangkan oleh OIE.
• “Harmonisasi” artinya pembentukan, pengakuan dan
penerapan tindakan-tindakan SPS yang umum.
• Standar-standar nasional tidak melanggar Perjanjian SPS
hanya karena berbeda dengan norma-norma internasional
(tidak diharmonisasi):
Persyaratan dapat lebih ketat
Dijustifikasi berdasarkan analisis bukti ilmiah (scientific
evidence) dan risiko yang terlibat.
7
8. KONSEP OIE (CHAPTER 4.3)
• Pengakuan bahwa populasi hewan dengan
status kesehatan yang berbeda:
Zona/Regionalisasi
Basis geografik
Kompartementalisasi
Manajemen dan biosekuriti
8
9. REGIONALISASI (ZONA)
• Region/Zona:
berarti batasan yang jelas dari suatu wilayah
geografis (provinsi, pulau, beberapa pulau) yang
memiliki suatu subpopulasi hewan dengan status
kesehatan yang berbeda terkait dengan suatu
penyakit tertentu yang memerlukan diterapkannya
surveilans, pengendalian dan tindakan-tindakan
biosekuriti untuk tujuan perdagangan.
9
10. Perdagangan antar kabupaten/kota
Industri peternakan unggas di provinsi A
Zona/Regionalisasi = membentuk dan mempertahankan
suatu status bebas penyakit dari suatu subpopulasi hewan
berdasarkan basis geografis.
Perdagangan antar kabupaten/kota
ZONA (REGIONALISASI)
10
11. KOMPARTEMENTALISASI
• Kompartemen:
berarti satu atau lebih unit budidaya peternakan
yang berada dibawah sistim manajemen biosekuriti
yang sama yang memiliki suatu subpopulasi hewan
dengan status kesehatan berbeda terkait dengan
suatu penyakit tertentu atau sejumlah penyakit
tertentu yang memerlukan diterapkannya
surveilans, pengendalian dan tindakan-tindakan
biosekuriti untuk tujuan perdagangan.
11
12. Kompartementalisasi = membentuk dan mempertahankan
suatu status bebas penyakit dari suatu subpopulasi hewan
berdasarkan sistem manajemen dikaitkan dengan manajemen
dan biosekuriti.
KOMPARTEMENTALISASI
Industri peternakan unggas di provinsi A
Perdagangan antar kabupaten/kota
Perdagangan antar kabupaten/kota
12
13. ZONA DAN KOMPARTEMEN
• Konsep keduanya hampir sama.
• Perbedaannya adalah pada tanggung jawab
dalam penerapan tindakan-tindakan biosekuriti:
Zona bebas penyakit → Pemerintah
Kompartemen → Sektor swasta
• Perlu supervisi dan akreditasi yang ketat oleh
Dinas yang membidangi fungsi kesehatan hewan.
13
15. TIDAK ADA RISIKO NOL!
15
BAHAYA (HAZARD) adalah
sesuatu yang potensial
membahayakan
RISIKO adalah kemungkinan
suatu bahaya menyebabkan
kerusakan
BAHAYA RISIKO
16. KONSEP ANALISA RISIKO
• Apa itu risiko?
• Apa itu analisa risiko (risk analysis) ?
• Apa itu penilaian risiko (risk assessment)?
• Apa itu proses penilaian risiko?
16
17. APA ITU RISIKO?
• Kemungkinan terjadinya dan kemungkinan
luasnya magnituda dampak (biologik &
ekonomi) dari suatu peristiwa atau pengaruh
yang merugikan terhadap kesehatan hewan
atau manusia.
Sumber: OIE Terrestrial Animal health Code 2011 (glossary)
17
18. ELEMEN RISIKO
• Probabilitas (kemungkinan atau peluang) dari
terjadinya suatu peristiwa yang merugikan (bahaya)
• Dampak (atau konsekuensi)
Biologik
Ekonomi
• Ketidakpastian (uncertainty)
• Kemampuan untuk mengelola risiko
18
19. KETIDAKPASTIAN
(UNCERTAINTY)
• Tidak ada nilai yang pasti untuk setiap
parameter.
• Diperlukan untuk menghasilkan suatu estimasi
yang menggabungkan ketidakpastian dan
variabilitas.
• Menggunakan program simulasi.
20. PERTANYAAN-PERTANYAAN KRITIS YANG
MEMBENTUK ANALISA RISIKO BERBASIS
KESEHATAN HEWAN
• Apa yang bisa menjadi salah (What can go wrong)?
• Seberapa mungkin suatu peristiwa atau peristiwa-
peristiwa itu terjadi?
• Jika peristiwa atau peristiwa-peristiwa terjadi, apa
dampak biologik dan ekonominya?
20
21. APA ITU ANALISA RISIKO?
• Organisasikan bagaimana cara untuk menjawab dan
juga menggabungkan ke-tiga pertanyaan di bawah
ini:
– Apa yang bisa dilakukan untuk mengubah (memitigasi)
risiko?
– Apa yang harus dilakukan untuk menerapkan mitigasi?
– Siapa yang perlu diinformasikan?
– Apa/bagaimana informasi dikomunikasikan?
Sumber: OIE Terrestrial Animal Health Code (2016) - Vol I: Section 2; Chapter 2.1.
http://www.oie.int/index.php?id=169&L=0&htmfile=chapitre_1.2.1.htm
21
22. ANALISA RISIKO
Identifikasi
Bahaya
Penilaian
Risiko
Manajemen
Risiko
Komunikasi Risiko
Apa yang bisa menjadi salah?
• Seberapa mungkin peristiwa itu terjadi?
• Jika peristiwa itu terjadi, apa konsekuensi
biologik dan ekonomi-nya?
• Apa yang bisa dilakukan untuk
mengubah (memitigasi) risiko?
• Apa yang harus dilakukan
untuk menerapkan mitigasi?
• Siapa yang perlu diinformasikan?
• Apa/bagaimana informasi dikomunikasikan?
22
23. KAPAN MELAKUKAN ANALISIS RISIKO?
• Apabila mengimpor suatu produk atau spesies baru
• Apabila mengimpor dari suatu negara/zona baru
• Apabila status kesehatan hewan dari suatu negara
atau zona mengalami perubahan
• Selama proses regionalisasi
• Untuk promosi ekspor komoditi
23
24. APA YANG TIDAK DILAKUKAN
DENGAN ANALISA RISIKO?
• Tidak dapat menetapkan tingkat risiko yang dapat
diterima (acceptable risk level)
• Tidak dapat menerangkan dengan pasti kapan/jika
suatu suatu agen penyakit diintroduksi atau apa
konsekuensi yang akan terjadi
• Tidak dapat menetapkan kebijakan
• HANYA menyediakan input bagi pengambilan
keputusan
24
25. APA ITU PENILAIAN RISIKO?
Evaluasi kemungkinan masuknya,
berkembangnya, dan menyebarnya suatu
penyakit dan kaitannya dengan potensi dampak
biologik dan ekonomi terhadap kesehatan
hewan dan/atau kesehatan masyarakat.
25
27. Penilaian Pelepasan
Penilaian Pendedahan
Penilaian Dampak
Estimasi Risiko
Bagaimana penyakit tersebut dapat masuk
ke negara kita?
─ Apa jenis komoditi yg diperdagangkan?
─ Apa komoditi tersebut membawa penyakit?
─ Bagaimana prevalensi penyakit?
─ Apakah ada program pengendalian?
Jika penyakit masuk ke negara kita,
bagaimana hewan rentan dapat terdedah?
- Media pembawa penyakit
- Metode transpor
- Populasi berisiko/rentan
- Cara penularan
Jika penyakit sudah muncul, apa dampak
yang ditimbulkan?
- Biaya-biaya pengendalian wabah,
depopulasi, kompensasi
Estimasi Risiko = Penilaian Pelepasan x
Penilaian Pendedahan x Penilaian Dampak
Batas negara
27
30. ANALISIS RISIKO KUANTITATIF
Kelebihan
• Lebih mendalam
• Perlu diketahui tentang
probabilitas terjadinya
kejadian merugikan
• Pengambilan keputusan
berdasarkan informasi
Kelemahan
• Memerlukan waktu
• Memerlukan kualitas data
yang baik
• Tidak mungkin diaplikasikan
pada semua keadaan
30
31. ANALISIS RISIKO KUALITATIF
Kelebihan
• Lebih cepat
• Dapat diaplikasikan
untuk lingkup keadaan
yang lebih luas
Kelemahan
• Kurang mendalam
• Tidak menyediakan suatu
probabilitas kejadian
yang merugikan dalam
bentuk numerik
• Pengambilan keputusan
kurang tepat
31
32. BAHAYA (HAZARD)
• Sumber kerusakan/gangguan yang potensial
• Penyebab kejadian yang merugikan
32
33. IDENTIFIKASI BAHAYA
• Identifikasi agen patogen (hama penyakit
hewan karantina) yang dihubungkan dengan
produk atau spesies
• Menentukan penyakit yang ada di negara
atau zona pengekspor
• Menentukan validitas tindakan-tindakan SPS
• Menbangun prioritas
33
34. IMPLEMENTASI IDENTIFIKASI BAHAYA
(HAZARD IDENTIFICATION)
• Identifikasi dan gambarkan ancaman utama yang
dihadapi.
• Monitoring secara konstan dilakukan terhadap
status internasional dan evolusi wabah-wabah
penyakit hewan menular lintas batas.
• Monitoring literatur ilmiah terkini.
• Fungsi rutin dari unit yang menangani epidemiologi
dari suatu kelembagaan kesehatan hewan nasional.
34
35. Agen
patogen
Kriteria identifikasi bahaya Bahaya
(hazard)
(Ya/tidak)
Dapat
menimbulkan
dampak
Ada di
negara
pengekspor
Kejadian
penyakit di
Indonesia
Agen 1 Ya Ya Tidak ada Ya
Agen 2 Tidak Ya Tidak ada Tidak
Agen 3 Ya Tidak Tidak ada Tidak
Agen 4 Ya Ya Ada: Tidak
dikontrol
Tidak
Lengkapi bahaya yang dapat diidentifikasi ….
IDENTIFIKASI BAHAYA
(HAZARD IDENTIFICATION)
• Penyakit diketahui akan menular terhadap hewan atau
bersumber dari komoditi yang akan dimasukkan.
• Penyakit diketahui ada di provinsi/kabupaten/kota pengirim.
35
36. PENILAIAN PEMASUKAN
(ENTRY/RELEASE ASSESSMENT)
• Terangkan alur biologik (biological pathway) yang
diperlukan untuk suatu kegiatan pemasukan dalam
merilis (mengintroduksikan) suatu patogen ke dalam
suatu lingkungan
–Analisis Alur (Pathways analysis)
• Estimasikan probabilitas untuk terjadinya suatu proses
yang komplit, kualitatif (dalam kata-kata) atau
kuantitatif (sebagai suatu estimasi numerik)
36
37. ANALISIS ALUR
(PATHWAYS ANALYSIS)
• Penilaian sistematis dari alur (pathways) dimana suatu
agen penyakit hewan eksotik kemungkinan masuk dari
negara lain ke Indonesia dan berkembang menjadi
suatu wabah penyakit pada hewan dan/atau manusia
• Juga diterapkan untuk menggambarkan alur dimana
suatu agen penyakit hewan domestik kemungkinan
menyebar dari suatu provinsi ke provinsi lain atau dari
kabupaten/kota ke kabupaten/kota lain di provinsi
yang sama atau di provinsi yang lain
37
39. LANGKAH-LANGKAH
ANALISIS ALUR
Langkah 1:
Kembangkan pemahaman tentang interaksi
hospes, agen, dan lingkungan (epidemiologi)
dari suatu penyakit hewan eksotik yang telah
diidentifikasi berdasarkan literatur ilmiah,
opini ahli (expert opinion), pengalaman
pribadi (personal experience) atau sumber-
sumber informasi lainnya.
39
43. Gap dalam pengetahuan kita mengenai
penyakit eksotik tersebut akan mengurangi
kepastian dari kepercayaan terhadap
kelayakan suatu alur (pathway) atau
sejumlah alur (pathways).
43
44. PENILAIAN EKSPOSUR
(EXPOSURE ASSESSMENT)
• Menerangkan alur biologik (biological pathway) yang
diperlukan untuk pendedahan atau pendedahan-
pendedahan oleh hewan ke hewan lain atau ke manusia di
negara pengimpor terhadap bahaya (hazards) yang
dilepaskan dari suatu sumber risiko tertentu di negara
pengekspor.
• Estimasi probabilitas dari pendedahan atau pendedahan-
pendedahan itu terjadi, baik secara kualitatif (dalam kata-
kata) atau kuantitatif (sebagai estimasi numerik) untuk:
– hewan dan/atau orang
44
45. PENILAIAN DAMPAK
(CONSEQUENCE ASSESSMENT)
• Terangkan hubungan antara pendedahan tertentu dengan
suatu agen biologik dan dampak dari pendedahan:
– Dampak langsung (Direct consequences)
• Infeksi hewan, kematian hewan dan kehilangan produksi
• Dampak terhadap kesehatan masyarakat
– Dampak tidak langsung (Indirect consequences)
• Biaya surveilans dan pengendalian
• Biaya kompensasi
• Kehilangan potensi perdagangan
• Dampak yang merugikan terhadap lingkungan
45
49. Keputusan
DIterima
Evaluasi Siskeswannas
Evaluasi Zona dan
Regionalisasi
Evaluasi Surveilans dan
Monitoring Kesehatan Hewan
Permintaan Importasi
Inisiasi Proses
Identifikasi Bahaya
Penilaian Risiko:
-Penilaian Pelepasan
-Penilaian Pendedahan
-Penilaian Dampak
-Estimasi Risiko
Manajemen Risiko
Evaluasi Risiko
Evaluasi Opsi
Implementasi
Monitoring & Kajiulang
Laporan Penilaian Risiko
Komunkasi Risiko
PROSES ANALISA
RISIKO IMPOR
Kajiulang
Ditolak
Importasi
49
50. REKOMENDASI OIE UNTUK IMPORTASI
HEWAN HIDUP DAN PRODUK HEWAN
• Rekomendasi importasi hewan hidup, daging, produk
daging, embryo, semen dlsbnya ke negara-negara
bebas PMK dibuat oleh OIE yang tertuang dalam
Terrestrial Animal Health Code (TAHC).
• Rekomendasi-rekomendasi OIE tersebut didasarkan atas
pengetahuan terkini mengenai virus PMK, begitu juga
mengenai patogenesis dan epidemiologi PMK.
• Kesemuanya itu dibuat untuk mengurangi risiko importasi
virus PMK melalui tindakan-tindakan pengamanan yang
cukup praktis atau dapat dipraktekkan (reasonably
practicable).
50
51. SYARAT YANG HARUS DIPENUHI SEHINGGA
DAGING IMPOR DAPAT MENULARKAN PENYAKIT
1. Penyakit tersebut harus ada di negara asal.
2. Penyakit tersebut harus ada pada hewan tertentu (atau daging
harus terkontaminasi selama pemrosesan berlangsung).
3. Agen patogen harus ada dalam jaringan daging yang diimpor.
4. Daging yang tertular penyakit tersebut harus lolos dari inspeksi.
5. Agen patogen dalam daging harus tahan (survive) terhadap
penyimpanan dan pemrosesan, dan tetap ada.
6. Agen patogen harus mampu menimbulkan infeksi melalui jalan oral.
7. Potongan produk daging yang terkontaminasi harus menemukan
jalan untuk memasuki hewan yang speciesnya cocok pada dosis
yang tepat untuk menimbulkan infeksi.
51
52. APPROPRIATE LEVEL OF PROTECTION (ALOP)
• ALOP Indonesia untuk PMK belum ditetapkan secara
resmi.
• ALOP yang digunakan merujuk kepada analisis risiko
yang pernah dilakukan untuk pemasukan daging dari
Brazil (TARI Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner,
2008), maka untuk kepentingan RA ini ditetapkan ALOP
Indonesia terkait PMK adalah ‘Diabaikan’.
• Sebagai perbandingan, Australia memiliki status bebas
PMK yang diakui OIE, menetapkan ALOP di tingkat
‘Sangat rendah’ (ACT Biosecurity Strategy, 2015 ).
52
53. STATUS INDIA SEBAGAI NEGARA YANG MEMILIKI
PROGRAM PENGENDALIAN RESMI PMK MENURUT OIE
53
54. PENGAKUAN OIE BAGI NEGARA DENGAN
‘PROGRAM PENGENDALIAN RESMI PMK’
Withdrawal
of the
endorsement
of FMD
official control
programme
Artikel 1.6.11.: Prinsip-prinsip
Umum Prosedur Untuk ‘Self-
declaration’ dan Pengakuan
secara resmi oleh OIE
Rekonfirmasi setiap tahun
54
55. PERSYARATAN IMPORTASI DARI NEGARA YANG
MEMILIKI PROGRAM PENGENDALIAN RESMI PMK
• Chapter 8.8.22:
Persyaratan-persyaratan terkait dengan vaksinasi,
kesehatan, biosekuriti, transportasi dan pemotongan hewan
yang meminimalkan kemungkinan hewan yang dipotong di
Rumah Potong Hewan (RPH) terinfeksi virus PMK.
• Keseluruhan konsinyasi daging untuk ekspor harus:
1) berasal dari karkas tanpa tulang (deboned carcasses) dengan
limfoglandula utama telah dihilangkan (Artikel 8.8.22.2a);
2) dilayukan sekurang-kurangnya selama 24 jam setelah
dipotong (Artikel 8.8.22.2b); dan
3) memiliki pH < 6,0 yang diukur ditengah-tengah otot
longissimus dorsi (Artikel 8.8.22.2b).
55
56. FAKTA ILMIAH VIRUS PMK
• Virus PMK tidak dapat bertahan hidup pada
limfoglandula, tulang dan pembuluh darah
pada pH < 6,0.
• Virus PMK musnah dalam jaringan otot
apabila pH < 6,0 sebagai akibat dari rigor
mortis (Cottral et al., 1960).
56
57. EVALUASI PROBABILITAS MASUKNYA PMK
KE NEGARA BEBAS PMK
• Probabilitas sumber hewan dari wilayah negara terinfeksi PMK.
• Probabilitas hewan terinfeksi virus PMK masuk ke dalam rantai
pemotongan.
• Probabilitas daging berasal dari hewan terinfeksi yang
mengalami viraemia.
• Probabilitas daging mengandung partikel-partikel virus yang
infeksius pada saat tiba di negara pengimpor.
• Probabilitas hewan peka di negara pengimpor terdedah
dengan daging yang mengandung virus PMK yang infeksius.
• Probabilitas hewan terdedah dengan daging yang mengandung
virus PMK dalam dosis yang infeksius, kemudian penyakit
berkembang, dan mampu menyebabkan infeksi selanjutnya.
57
58. NOMENKLATUR UNTUK KEMUNGKINAN
KUALITATIF (QUALITATIVE LIKELIHOOD)
58
Kemungkinan (likelihood) Definisi deskriptif
Tinggi (High) Hal yang sangat mungkin terjadi
Moderat (Moderate)
Hal yang mungkin terjadi dengan
probabilitas yang sama
Rendah (Low) Hal yang tidak mungkin terjadi
Sangat rendah (Very low) Hal yang sangat tidak mungkin terjadi
Ekstrim rendah (Extremely
low)
Hal yang ekstrimnya cenderung tidak
terjadi
Diabaikan (Negligible) Hal yang hampir pasti tidak terjadi
Sumber: Pearce C. (2013). Advice on the risk estimation matrix used by DAFF Biosecurity
as part of the Import Risk Analysis Process. Wellington, NZ. Risk Management Ltd.
59. MATRIKS KATEGORI RISIKO
59
Tinggi Moderat Rendah
Sangat
rendah
Ekstrim
rendah
Diabaikan
Tinggi Tinggi Moderat Rendah
Sangat
rendah
Ekstrim
rendah
Diabaikan
Moderat Moderat Rendah Rendah
Sangat
rendah
Ekstrim
rendah
Diabaikan
Rendah Rendah Rendah
Sangat
rendah
Sangat
rendah
Ekstrim
rendah
Diabaikan
Sangat
rendah
Sangat
rendah
Sangat
rendah
Sangat
rendah
Ekstrim
rendah
Ekstrim
rendah
Diabaikan
Ekstrim
rendah
Ekstrim
rendah
Ekstrim
rendah
Ekstrim
rendah
Ekstrim
rendah
Diabaikan Diabaikan
Diabaikan Diabaikan Diabaikan Diabaikan Diabaikan Diabaikan Diabaikan
Sumber: Pearce C. (2013). Advice on the risk estimation matrix used by DAFF Biosecurity
as part of the Import Risk Analysis Process. Wellington, NZ. Risk Management Ltd.
61. PROBABILITAS MASUKNYA VIRUS PMK
DARI INDIA (LIKELIHOOD OF ENTRY)
61
Probabilitas Perkalian tingkat risiko PMK Hasil
P1
Prevalensi (Tinggi) x Surveilans (Moderat) x
Vaksinasi (Rendah) x Dipelihara 3 bulan (Rendah)
Sangat rendah
P2
Tidak di kandang penampungan 30 hari (Tinggi) x
Tidak ditemukan kasus radius 10 Km (Rendah)
Rendah
P3 Surat jalan (Moderat) x Alat angkut (Rendah) Rendah
P4 Pemeriksaan kesehatan (Rendah) x Kartu vaksinasi
(Rendah)
Sangat rendah
P5 Identifikasi ternak (Moderat) x Kandang
penampungan (Rendah) x Ante dan post mortem
(Rendah) x Pelepasan limfoglandula (Rendah) x
Pelayuan (Rendah) x Pemeriksaan pH (Moderat)
Sangat rendah
P6 Pelepsan tulang (Rendah) Rendah
P7 Pengemasan dan pelabelan (Ekstrim rendah) x
Persyaratan alat angkut (Rendah)
Ekstrim rendah
P1 x P2 x P3 x P4 x P5 x P6 x P7 DIABAIKAN
63. PROBABILITAS TERDEDAHNYA TERNAK DI
INDONESIA (LIKELIHOOD OF EXPOSURE)
63
Probabilitas Perkalian tingkat risiko PMK Hasil
P1
Pemeriksaan dokumen (Ekstrim rendah) x
Pemeriksaan fisik (Sangat rendah)
Ekstrim rendah
P2
NKV (Sangat rendah) x Pengawasan Dinas (Ekstrim
rendah)
Ekstrim rendah
P3 NKV (Rendah) x Pengawasan Dinas (Ekstrim rendah) Ekstrim rendah
P4 Penanganan dan pengolahan (Ekstrim rendah) Ekstrim rendah
P1 x P2 x P3 x P4 DIABAIKAN
64. PENILAIAN DAMPAK
(CONSEQUENCE ASSESSMENT)
• Dampak utama dari munculnya wabah PMK di Indonesia
adalah dampak ekonomi langsung berupa penurunan produksi
baik bagi peternak sapi rakyat dan peternakan sapi
komersial.
• Sebenarnya kerugian terbesar dari wabah PMK adalah
dampak perdagangan, tetapi tidak terlalu penting bagi
Indonesia mengingat Indonesia bukan negara eksportir hewan
dan produk hewan yang signifikan.
• Dampak langsung PMK terhadap produksi, konsumen maupun
perdagangan bisa berlangsung lama bergantung kepada
magnituda wabah dan strategi pemberantasan.
• Probabilitas dampak munculnya wabah PMK adalah ‘TINGGI’.
64
65. MATRIKS ESTIMASI RISIKO
65
Tahapan Analisa Risiko Risiko
Probabilitas masuknya virus PMK dari India
(Penilaian pelepasan)
DIABAIKAN
Probabilitas terdedahnya ternak di Indonesia
(Penilaian pendedahan)
DIABAIKAN
Penilaian dampak TINGGI
Diabaikan x Diabaikan x Tinggi DIABAIKAN
66. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
• Berdasarkan penilaian risiko (Risk Assessment) secara
kualitatif, dapat disimpulkan bahwa estimasi risiko
(Risk estimation) masuknya PMK dari India ke
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
melalui daging kerbau tanpa tulang (deboned
buffalo meat) adalah ‘diabaikan’ (sama dengan
ALOP Indonesia), sehingga pemasukan daging
kerbau tanpa tulang dari India ke wilayah NKRI
dapat dilakukan.
66