3. Distribusi global virus CSF (2017)
Strain virus CSF dapat dibagi menjadi 3 genotipe dengan 3
atau 4 sub-genotipe. Virus CSF Indonesia berkerabat dekat
dengan virus CSF China (Wirata et al., 2010)
4. Keuntungan dan kelemahan virus CSF
▪ Genetik diversitas tidak menghasilkan serotipe tertentu
dan tidak mempengaruhi efikasi vaksin
▪ Virus CSF pada umumnya sangat stabil, terutama untuk
suatu virus RNA
▪ Dari sekuens parsial, dapat dibedakan 3 genotipe, akan
tetapi tidak berkorelasi langsung dengan virulensi
▪ Mengingat epidemiologi HC yang kompleks di wilayah
endemik, suatu studi evolusi virus menemukan sumber
dan sirkulasi strain-strain virus CSF yang virulensinya
rendah sampai moderat, dan peran strain ini sebagai
faktor risiko penting dalam perkembangan persistensi
virus CSF pada babi terinfeksi
5. Wabah Hog cholera di Indonesia
▪ Pertama kali pada tanggal 24 Juni 1996 melalui SK
Mentan No. 455/TN.510/Kpts/DJP/Deptan/1996,
setelah wabah HC menyebar ke Sulawesi Utara.
▪ SK ini digantikan dengan SK Mentan No.
888/Kpts/TN.560/9/97 setelah kejadian wabah
penyakit tersebut diketahui telah menyebar di 11
(sebelas) provinsi di Indonesia, yaitu Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Riau, Jambi, DKI Jakarta, Jawa
Tengah, Kalimantan Barat, Bali, Sulawesi Utara,
Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur.
▪ Dengan terbitnya SK tersebut, barulah kejadian
wabah HC yang pertama kali muncul di Sumatera
Utara dinyatakan secara resmi.
6. Peta sebaran Hog Cholera di
Indonesia (2017)
Keterangan gambar: Provinsi Sumatera Barat dinyatakan bebas tahun 2014, 19 provinsi dinyatakan
tertular. Kalimantan Utara merupakan provinsi baru (2013) yang merupakan pecahan dari Kalimantan
Timur. Provinsi Kalimantan Timur ada temuan serologi positif, tetapi belum pernah ada laporan kasus..
7. Status Hog Cholera per Provinsi (2017)
Bebas Tidak ada Laporan
Kasus
Serologi Positif Tertular
Sumatera Barat Aceh
Sumatera Selatan
Kepulauan Riau*
DI Yogyakarta*
Nusa Tenggara Barat
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Utara
Kalimantan Timur Sumatera Utara
Riau
Jambi
Bengkulu
Lampung
Banten
DKI Jakarta*
Jawa Tengah
Jawa Barat
Jawa Timur
Bali
Kalimantan Barat
Sulawesi Utara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tengah
Gorontalo
Nusa Tenggara Timur
Papua
Bangka Belitung
*Status untuk dikaji kembali
9. Standar OIE
▪ Bab 15.2 dari Terrestrial Code
(diupdate Juli 2017)
▪ Bab 2.8.3 dari Terrestrial Manual
(diupdate Mei 2014)
10. Australia Perancis Mexico Slovakia
Austria Jerman New Caledonia Slovenia
Belgia Hongaria Selandia Baru Spanyol
Kanada Irlandia Norwegia Swedia
Chile Italia Paraguay Switzerland
Republik Czech Jepang Polandia Belanda
Denmark Liechtenstein Portugal Inggris
Finlandia Luxembourg Romania AS
Brazil: 2 zona
Columbia: 1 zona
11. Definisi infeksi Hog Cholera
(Artikel 15.2.1)
1) suatu strain CSFV (tidak termasuk strain vaksin)
telah diisolasi dari sampel seekor babi; ATAU
2) antigen virus (tidak termasuk strain vaksin) telah
diidentifikasi, atau virus RNA spesifik terhadap
suatu strain virus CSF telah dinyatakan ada pada
satu atau lebih sampel babi (ada atau tanpa gejala
klinis); ATAU
3) antibodi virus yang spesifik terhadap virus CSF
yang bukan merupakan suatu konsekuensi dari
vaksinasi atau infeksi dengan pestivirus lainnya
telah diidentifikasi dari satu atau lebih sampel babi
yang menunjukkan gejala konsisten dengan CSF
12. Status bebas
▪ Artikel 15.2.3 dan 15.2.4: dimungkinkan
untuk status bebas untuk HC
▪ Status dapat diaplikasi kepada NEGARA,
ZONA, atau KOMPARTEMEN
13. Kriteria umum status negara, zona atau
komparteman bebas HC (Artikel 15.2.2)
1. HC wajib dilaporkan di seluruh wilayah dan ada investigasi
laboratorium yang memadai
2. Ada program kesadaran masyarakat yang berkelanjutan
untuk mendorong pelaporan dugaan kasus
3. Otovet memiliki pengetahuan terkini dan kewenangan
terhadap semua babi domestik dan babi liar di wilayahnya
4. Otovet memiliki pengetahuan tentang spesies, populasi,
dan habitat babi liar di negara/zona
5. Surveilans dilaksanakan pada babi domestik dan babi liar
sesuai Artikel 15.2.26 – 15.2.32
6. Untuk babi liar dan yang dilepasliarkan, dengan
memperhatikan batas-batas alamiah dan artifisial, ekologi,
dan penilaian terhadap risiko penyebaran
7. Populasi babi domestik dan babi liar tangkapan terpisah
dari populasi babi liar dan yang dilepasliarkan
14. Persyaratan bebas Hog Cholera
(Artikel 15.2.3)
1. Telah dilaksanakan surveilans yang memadai
sesuai ketentuan OIE
2. Tidak ada kejadian wabah pada babi domestik
dan babi liar selama minimal 12 bulan terakhir
3. Tidak ada bukti infeksi pada babi domestik dan
babi liar selama minimal 12 bulan terakhir
4. Tidak dilakukan vaksinasi selama minimal 12
bulan terakhir, kecuali bila hasil vaksinasi dapat
dibedakan dari kejadian infeksi alam (DIVA)
5. Importasi ternak babi dan komoditi babi
dilakukan sesuai ketentuan OIE
15. Surveilans Hog cholera untuk
pembuktian bebas (Artikel 15.2.27)
1) Sistim Kewaspadaan Dini:
Peternak dan petugas lapangan harus melaporkan secara
cepat dugaan kasus HC ke Otovet
Prosedur notifikasi tersebut juga dudukung secara
langsung maupun tidak langsung oleh dokter hewan
swasta atau paramedik
Banyak strain CSF tidak menimbulkan PA atau gejala
klinis yang patognomonis, sehingga kasus HC
memerlukan investigasi (diagnosa tidak bisa hanya
berdasarkan kasus lapangan)
2) Kelompok berisiko tinggi:
Pemeriksaan klinis dan pengujian laboratorium secara
reguler terhadap “high-risk groups” (seperti apabila ‘swill
feeding’ dipraktekkan), atau berbatasan dengan negara
atau zona tertular
16. Strategi surveilans Hog cholera
(Artikel 15.2.28)
1. Populasi yang menjadi sasaran harus meliputi populasi
babi domestik dan liar
2. Untuk membuktikan ada tidaknya infeksi, harus
berdasarkan investigasi random atau investigasi klinis
bertarget atau pengambilan sampel dengan tingkat
kepercayaan statistik yang dapat diterima
3. Faktor risiko dapat mencakup distribusi temporal dan
spasial dari wabah-wabah HC sebelumnya, lalulintas
babi dan demografi
4. Ukuran sampel harus cukup besar untuk mampu
mendeteksi infeksi pada tingkat minimum yang
diketahui
5. Antisipasi reaksi positif palsu, karena reaksi silang
dengan pestivirus lainnya
18. Justifikasi
1 Mar 2017 09:52 Produksi Babi Sulut
Naik – MANADO POST Online
▪ Komoditi ternak babi
merupakan aset ekonomi
bagi Sulut
▪ Produksi babi naik hingga
26%
▪ Harga babi menurun
▪ Potensi ekspor ke
Filipina, tetapi tidak
dimungkinkan
▪ Peran serta
Asosiasi Peternak
Babi Sulut
19. Pra-kondisi
▪ Keseriusan peran Pemerintah dan pemerintah
daerah dalam mencapai tujuan pembebasan
▪ Komitmen Pemerintah dan pemerintah daerah
dalam melakukan advokasi kebijakan dan
penyiapan anggaran secara berkesinambungan
▪ Koordinasi dan kerjasama antar institusi di Pusat
dan Daerah
▪ Kerjasama dan kemitraan dengan pihak swasta,
baik peternak dan pengusaha ternak babi,
maupun juga asosiasi peternak babi
20. Tantangan lapangan pengendalian
dan pemberantasan Hog Cholera
▪ Kejadian HC seringkali tidak diketahui pasti, karena
tidak dilaporkan ke dinas berwenang
▪ Kondisi HC di peternakan komersial skala besar dan
menengah seringkali tidak diketahui dan tidak
terdeteksi oleh dinas berwenang
▪ Regulasi yang ada tidak cukup tegas dalam mengatur
dan/atau memfasilitasi strategi pemberantasan
(misal: stamping out, kompensasi, vaksinasi dlsb)
▪ Belum dipelajari secara detil pemetaan terhadap
rantai pemasaran ternak babi untuk mendukung
pembebasan HC
▪ Pengendalian lalulintas yang kurang optimal, terutama
pengawasan terhadap lalulintas babi bibit
21. Tantangan teknis ilmiah
▪ Studi mengenai faktor risiko penyebaran HC hanya
sedikit dilakukan, sehingga penanganan pengendalian
belum banyak berdasarkan faktor risiko
▪ Penelitian molekuler epidemiologi mengenai virus CSF
di Indonesia belum pernah dilakukan
▪ Kemungkinan adanya infeksi campuran dengan
beberapa penyakit lain seperti PRRS, Porcine
circovirus (PCV-2) dlsb, sehingga mengacaukan
diagnosa
▪ Surveilans untuk pengukuran keberhasilan vaksinasi
HC di Indonesia jarang dilakukan
▪ Peran babi liar di wilayah tertentu dalam penularan
penyakit belum dipelajari secara pasti
23. Prinsip dasar pemberantasan
1. Determinasi cakupan dan penyebaran infeksi melalui
sero-surveilans
2. Pengurangan sirkulasi virus melalui aplikasi program
biosekuriti dan vaksinasi wajib (mandatory)
3. Eliminasi pada populasi atau peternakan babi tertular
melalui destruksi cepat hewan babi yang terinfeksi,
disposal dan dekontaminasi
4. Pencegahan pergerakan lalu lintas babi, produk babi
dan ‘fomites’ yang dapat atau berpotensi menjadi
media pembawa virus dan sekaligus meminimalkan
pendedahan terhadap babi yang peka
Sumber:
Modifikasi dari Ausvetplan. Disease Strategy Classical Swine Fever . Version 3.1, 2012
24. 6 (enam) strategi pengendalian
dan pemberantasan
1. Pemusnahan menyeluruh (stamping out) –
apabila timbul wabah baru
2. Vaksinasi
3. Surveilans dan penelusuran (tracing)
4. Pengendalian lalu lintas ternak babi hidup
dan produknya
5. Peningkatan tindakan biosekuriti di
peternakan babi
6. Kampanye kesadaran masyarakat dan media
25. Langkah pengendalian HC progresif
STATUS TIDAK
DIKETAHUI
PENGENDALIAN
PEMBERANTASAN
STATUS BEBAS
Semua tipe produksi babi !
• Komersial and non-komersial
• Produksi skala besar
• Peternakan skala kecil
• Ternak dilepas (free‐range)
• Produksi belakang rumah
(backyard)
26. VAKSINASI sebagai strategi
pemberantasan di DAERAH TERTULAR
▪ Vaksinasi babi semua umur dengan cakupan 90%
(vaksin LAV atau vaksin Marker)
▪ Penentuan jenis vaksin yang akan digunakan,
apakah LAV atau ‘vaksin Marker’ atau kombinasi
▪ Vaksin LAV lebih efektif tetapi ada masalah dalam
surveilans (tidak memungkinkan DIVA)
▪ Vaksin Marker digunakan dalam kampanye vaksinasi
jangka panjang, sehingga memungkinkan dilakukan
DIVA
▪ Vaksin LAV masih ideal untuk digunakan dalam
mengendalikan HC, terutama untuk mengurangi
jumlah ternak babi sakit
27. VAKSIN LAV terdaftar (data ASOHI 2015)
No. Nama Vaksin Produsen/distributor
1. HIMMVAC HOG CHOLERA
(T/C) VACCINE
KBNP Inc, Korea/Blue Sky Biotech
2. LIVE HOG CHOLERA
VACCINE
Kitasato Institute, Jepang/SHS
International
3. PEST VAC Fort Dodge Saude Animal Health,
Brazil/Pfizer Indonesia
4. PESTIFFA Merial/Romindo Primavetcom
No. Nama Vaksin Produsen/distributor
1. PORCILIS® PESTI Merck-Intervet Schering-Plough Animal
Health
2. BAYOVAC® CSF
Marker
Bayer
VAKSIN Marker (belum terdaftar)
28. Perbedaan Vaksin LAV dan Marker
No. Perbedaan Vaksin LAV Vaksin Marker
1. Harga Murah Mahal
2. Pemakaian Intramuskuler/subkutan Intramuskuler
3. Dosis Dosis tunggal 2 ml.
Vaksinasi ulang umur 6-
8 minggu
Vaksinasi awal 2 dosis
dan vaksinasi ulang 1
dosis tunggal
4. DIVA Tidak Ya
5. Respons imun Cepat, setidaknya
bertahan 7 hari setelah
vaksinasi dan bertahan
selama 2-3 tahun
Lambat, 6 minggu
setelah vaksinasi tunggal
dan 2 minggu setelah
vaksinasi ganda kurang
berguna ketika
menghadapi wabah.
Kekebalan dapat
bertahan hingga
setengah tahun
29. Persyaratan penggunaan vaksin LAV
▪ Pendataan populasi dan peternakan babi
▪ Pencatatan dan pelaporan data vaksinasi (jenis
vaksin, identifikasi babi yang telah divaksin)
▪ Identifikasi wajib diberikan pada setiap ekor babi
yang divaksinasi. Sistem identifikasi yang dapat
diterapkan di Indonesia yaitu tato dan tag telinga
Tag telinga Tato telinga
30. Pengujian laboratorium untuk HC
No Tujuan Pengujian
dan Jenis Uji
Spesimen Deteksi
1. Deteksi Antibodi
▪ ELISA Serum Antibodi
2. Deteksi Agen
▪ qPCR Jaringan segar, whole
blood/serum (dengan
EDTA)
Virus RNA
▪ Antigen-capture ELISA Jaringan segar, whole
blood/serum (dengan
EDTA)
Antigen
virus
3. Karakterisasi agen
▪ Isolasi dan identifikasi virus Jaringan segar, whole
blood/serum (dengan
EDTA)
Virus RNA
▪ Real-time PCR dan sekuensing Jaringan segar, whole
blood/serum (dengan
EDTA)
Virus RNA
Sumber: AUSVETPLAN
31. Menuju pembebasan HC? Mungkin
atau tidak?
▪ Pendekatan diagnostik HC harus fokus pada keberadaan
virus dan tidak pada antibodi, artinya pemberantasan
penyakit harus bergeser dari pendekatan tidak langsung
(uji serologis) ke pendekatan langsung (uji deteksi
virus)
▪ Babi dengan antibodi HC bukan faktor risiko, sehingga
vaksinasi menjadi alat berguna untuk pemberantasan
HC, namun harus tersedia alat diagnostik yang tepat
yaitu RT-PCR
▪ Penggunaan RT-PCR memiliki tingkat kepercayaan yang
tinggi, karena menelusuri langsung virus CSF, tidak
bereaksi silang dengan pestivirus lainnya, dan vaksinasi
tidak mempengaruhi diagnosis
32. Sero-surveilans HC - Tidak ada bukti
infeksi pada babi domestik dan babi liar
selama minimal 12 bulan terakhir
▪ Jenis sampel: serum
▪ Deteksi antigen virus
▪ Uji ELISA-antibody capture (sandwich ELISA/
konvensional) dilanjutkan uji konfimasi RT-PCR
- Jika diketahui bahwa hewan telah divaksin, maka hasil
uji positif harus dikonfirmasi dengan RT-PCR
- Jika diketahui bahwa hewan tidak divaksin, maka hasil
uji positif ELISA tidak perlu dikonfirmasi dengan RT-
PCR dan dapat dinyatakan sebagai hasil positif
33. Deteksi penyakit/pembuktian infeksi
▪ Jenis Sampel: Whole Blood + EDTA
▪ Uji ELISA-antigen capture
▪ Deteksi antigen virus
▪ Dengan gejala klinis:
− Jika hasil positif, maka dinyatakan sebagai
kasus
− Jika hasil negatif, maka diperlukan
penelusuran keterkaitan epidemiologis