SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  68
Télécharger pour lire hors ligne
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                         1
                      Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




                              BAB I
                          PENDAHULUAN
                                 Catatan Pengantar

        Ketika mendapat surat tugas dari Purek I ITKI untuk mengampu kuliah
Pembinaan Warga Gereja (selanjutnya dalam tulisan ini disingkat PWG), maka langkah
pertama yang penulis lakukan adalah mengumpulkan bahan-bahan sebagai sumber bahan
ajar. Walaupun ternyata agak sedikit kesulitan memperoleh bahan-bahan yang
dibutuhkan karena terbatasnya sumber-sumber utama seperti buku-buku yang membahas
secara khusus tentang PWG. Namun kesulitan itu dicoba diatasi dengan penyiapan diktat
bahan ajar ini secara sederhana.
        Dimasukkannya PWG sebagai salah satu mata kuliah inti dalam kurikulum
standar minimal yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen
Protestan Departemen Agama R.I. menunjukkan bahwa PWG telah mendapat perhatian
serius bukan saja oleh gereja-gereja tetapi juga oleh pemerintah melalui Departemen
yang terkait. Tentu hal itu dimaksudkan supaya setiap warga gereja (khususnya orang
percaya yang sudah dewasa umur) dibina dan dipersiapkan secara komprehensif untuk
menjadi alat kesaksian yang efektif dalam pelaksanaan tugas pelayanannya di tengah-
tengah dunia dan sesamanya. Baik itu di dalam pelaksanaan tugasnya di bidang pekerjaan
sekuler maupun dalam pelayanan gerejawi. Dan yang lebih penting dari itu adalah agar
menjadi tangguh dan terampil dalam menghadapi pergumulan realitas kehidupannya.


                     Amsumsi Dasar dan Beberapa Pertanyaan

      Dalam realitas pelaksanaan tugas gereja dan kehidupan warga gereja ternyata
muncul beberapa asumsi dan pertanyaan sebagai berikut:

   1. PWG merupakan salah satu hakikat tugas gereja yang penting. Begitu kita
      melupakan tugas PWG, maka gereja sudah melupakan salah satu hakikat tugasnya
      yang hakiki.

       Apakah betul bahwa PWG merupakan tugas gereja yang hakiki? Apakah dapat
       ditemukan dasar-dasarnya dalam kesaksian Alkitab (PL dan PB)? Dalam apa
       sajakah PWG tercakup?

   2. PWG dilaksanakan dalam rangka memampukan warga jemaat menjadi alat
      kesaksian atau mediator berkat Allah kepada sesamanya (di dalam: keluarga,
      gereja, dan masyarakat luas).
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                         2
                  Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




   Apakah benar bahwa PWG efektif dalam memampukan warga jemaat menjadi
   alat kesaksian Tuhan bagi sesamanya? Model PWG yang bagaimana, yang
   efektif?

3. Guru atau tenaga Pembina dalam PWG merupakan faktor yang sangat
   menentukan bagi keberhasilan PWG di sebuah gereja lokal.

   Apakah gereja sudah melihat dan menganggap bahwa posisi guru atau tenaga
   pendidik dalam sebuah gereja lokal atau sinodal merupakan hal yang sangat
   penting dan menentukan? Apakah kita dapat sepakat bahwa kedudukan guru
   dalam pelayanan gerejawi setara dengan jabatan lain misalnya jabatan gembala,
   penginjil? Apakah gereja sudah dengan serius melakukan rekrutmen dan
   sekaligus pemberdayaan secara maksimal terhadap tenaga-tenaga pengajarPWG
   di gereja?

4. Perlunya pelurusan pemahaman antara PAK dan PWG.

   Apakah betul ada “kekaburan” pemahaman di antara dua subjek ini? Kalau ada,
   apakah sudah ada upaya pelurusan pemahaman di antara keduanya? Siapa
   yang bertanggung jawab terhadap upaya pelurusan pemahaman tersebut?
   Apakah kedua subjek ini justru merupakan dua hal yang saling terkait erat? Dan
   dimanakah keterkaitannya itu?

5. Kehidupan manusia (warga gereja) memiliki kompleksitas kebutuhan yang
   memerlukan solusi yang tepat.

   Apakah betul bahwa belum seluruhnya kebutuhan hidup warga gereja tersentuh
   dengan pelayanan gereja? Kalau belum, lalu siapa yang harus disalahkan?
   Bagaimana kita dapat memahami kebutuhan warga gereja yang begitu
   kompleks? Kebutuhan mana yang harus didahulukan?

6. Pelaksanaan tugas gereja harus bersifat menyeluruh, artinya menyentuh seluruh
   kebutuhan umat manusia atau warga jemaat.

   Apakah betul bahwa gereja harus melakukan pelayanan yang bersifat
   menyeluruh (holistic)? Bukankah tugas gereja hanya pada hal-hal yang bersifat
   rohani saja? Kalau demikian, apa bedanya dengan pelaksanaan tugas dari
   badan sosial sekuler?

7. Pelaksanaan tugas PWG dalam suatu gereja memerlukan perencanaan yang
   cermat serta terukur sehingga memberikan dampak signifikan bagi kehidupan
   konkrit warga gereja.
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                         3
                       Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




       Apakah gereja sudah memperoleh data konkrit tentang kebutuhan warga gereja?
       Bagaimana caranya memperoleh data-data konkrit kebutuhan warga gereja?
       Apakah sudah dilakukan perencanaan pembinaan warga gereja yang terukur
       dengan berdasarkan skala prioritas? Bagaimana merancang perencanaan PWG
       yang terstruktur dan terukur?

   8. Pelaksanaan tugas PWG perlu alat-alat penunjang, yaitu sarana dan prasarana.

       Apakah gereja (lokal maupun sinodal) sudah mempersiapkan sarana dan
       prasarana yang memadai untuk sebuah pendidikan warga jemaat? Apakah sudah
       dianggarkan dalam anggaran tahunan gereja? Berapa persenkah dari
       keseluruhan anggaran yang dialokasikan untuk anggaran kebutuhan pendidikan
       atau pembinaan?

   9. Gereja perlu membangun budaya belajar bagi seluruh warganya.

       Mangapa gereja perlu membangun budaya belajar setiap warga gereja?
       Bagaimana mengkondisikan warga jemaat agar menjadi warga jemaat
       pembelajar? Apakah ditemukan kendala-kendala dalam menjadikan warga
       gereja sebagai warga pembelajar? Kalau ada, lalu bagaimana mengatasinya?

        Disemangati dengan pemikiran serta pertanyaan-pertanyaan mendasar pada
catatan awal dan asumsi dasar di atas, maka dalam rangka persiapan materi kegiatan
belajar mengajar PWG di ITKI Jakarta, diktat ini disiapkan dalam bentuknya yang
sederhana sebagai pegangan yang dapat memberi arah dalam diskusi-diskusi kelas.
Dalam proses awalnya, diktat ini lebih bersifat “kompilasi’ beberapa tulisan para pakar
PAK dan PWG. Semoga tulisan ini dapat menjadi salah satu konsep alternative untuk
membangun pemahaman tentang pentingnya PWG dalam sebuah gereja lokal atau
sinodal.
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                         4
                        Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




                           BAB II
                LATAR BELAKANG KEGIATAN PWG
       Sebelum kita mendiskusikan lebih lanjut sekitar PWG, ada baiknya terlebih
dahulu kita memahami alasan-alasan yang melatar belakangi pentingnya PWG. Ada
empat alasan mendasar (tentu bisa saja lebih dari itu), yaitu:

1.       Identifikasi Masalah Dasar
        Realitas dosa manusia. Alkitab memberikan penegasan bahwa semua manusia
         telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23). Kondisi kedosaan
         manusia itulah yang memerlukan penanganan dan penyelesaian. Karena itu PWG
         merupakan salah satu sarana yang efektif, dimana melalui PWG seseorang dapat
         didampingi, disadarkan, dan dibawa kepada pengenalan yang utuh tentang Yesus
         Kristus sebagai satu-satunya Tuhan dan juruselamat umat manusia.
        Ketidakberdayaan manusia. Salah satu akibat dosa terhadap keberadaan
         manusia adalah ketidakberdayaan manusia. Artinya, sehebat-hebatnya manusia, ia
         tetap merupakan mahluk yang terbatas di dalam segala hal, misalnya manusia bisa
         gagal, manusia bisa sakit, manusia bisa kecewa, manusia bisa tergoda berdosa,
         dan lain-lain. Realitas hidup seperti itu memerlukan pertolongan dan penguatan,
         sebab jika tidak maka hidup manusia menjadi semakin terpuruk dan tanpa
         harapan. Di sinilah PWG berfungsi untuk membangun kembali kemanusiaan
         manusia itu.
        Lingkungan tempat manusia hadir telah rusak. Akibat lain dari dosa adalah
         rusaknya lingkungan kehidupan manusia. Yang dimaksudkan lingkungan di sini
         adalah dunia tempat di mana manusia itu bermukim atau hadir, misalnya di
         rumah, di sekolah, di gereja, di tempat pekerjaan, di wilayah suatu daerah dari
         bumi ini; misalnya di Jakarta, di Indonesia, di Asia, dan seterusnya. Kerusakan
         lingkungan itu dicerminkan dalam berbagai ekspresi kejahatan yang diperbuat
         manusia, misalnya judi, narkoba, pembunuhan, penipuan, seks bebas, dan lain-
         lain. Kondisi lingkungan yang seperti ini memerlukan penataan yang baik,
         khususnya penataan hidup manusia dan di situlah PWG dapat berperan secara
         maksimal.
        Kealpaan gereja terhadap tugas hakikinya. Harus diakui bahwa pembinaan
         warga gereja secara bersinambung seolah terabaikan oleh gereja-gereja pada
         umumnya. Bahkan ada kecenderungan gereja lebih fokus pada pembangunan
         gereja dalam bentuk fisik dibandingkan dengan pembangunan gereja dalam
         pengertiannya orangnya. Pada hal yang seharusnya menjadi tugas yang paling
         penting adalah pembangunan manusianya lebih dulu.
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                                 5
                         Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




2.       Meneruskan pemikiran yang telah dibangun oleh DGI1
     Sejak dasawarsa lima puluhan banyak gereja-gereja telah mengadakan pembinaan
     bagi warganya. Namun kemudian dirasakan kebutuhan untuk pembinaan yang lebih
     terarah, khususnya hubungan misi warga gereja dengan soal-soal yang timbul dalam
     masyarakat yang terus berkembang. Itulah sebabnya pertama-tama Sidang Raya DGI
     (1967) memutuskan membentuk “Komisi Pendidikan Awam DGI”. Pada waktu itu
     timbul pula pemikiran kea rah pembentukan suatu “Institut Ekumenis” dengan tujuan
     menampung dan mengembangkan usaha pembinaan warga gereja pada tingkat DGI.
         Pada tahun 1968 didirikan proyek khusus DGI yang menampung sebagian tugas-
     tugas dari studi dan pembinaan, terutama dalam hubungan dengan masalah-masalah
     Gereja dan Masyarakat di mana situasi religius politik pada waktu itu menjadi
     perhatian pokok.
         Sebagai lanjutan dari prakarsa Sidang Raya VI DGI, maka Sidang Raya VII DGI
     (1971) mengambil keputusan agar “Wisma Oikumene” Sukabumi menjadi suatu
     tempat sebagai lembaga otonom guna melayani gereja-gereja dalam usaha pembinaan
     warganya. Sasaran utamanya ialah “kelengkapan para warga gereja serta pendeta-
     pendeta, demi pengembangan kesaksian dan pelayanan Gereja di masyarakat.
         Untuk memantapkan hal ini, BPH-DGI memprakarsai Konsultasi Nasional
     Pembinaan dan Partisipasi Awam (KNPPA) 1971 di Malang. KNPPA ini menyusun
     strategi dasar serta mengembangkan pemahaman teologis untuk mendukung usaha
     Pembinaan Warga Gereja (PWG) serta merekomendasikan pembentukan INSTITUT
     OIKUMENE INDONESIA (IOI). Berdasarkan daya dorong ini, maka Sidang Raya
     BPL-DGI 24-30 Oktober 1971 mensahkan pembentukan IOI-DGI. Adapun tujuan
     dan fungsi IOI-DGI adalah: “Melayani gereja-gereja, anggota-anggota dan kelompok-
     kelompok dalam gereja dan masyarakat dengan berbagai kegiatan studi dan
     kebaktian, agar mereka dengan sadar terus menerus mengejar kebenaran Injil Yesus
     Kristus, merelasikan imannya dengan berbagai masalah kehidupan dalam masyarakat
     yang berubah-ubah terus, sehingga mereka bersedia serta mampu menjalankan
     kesaksian dan pelayanannya terhadap masalah itu dengan kebebasan serta tanggung
     jawab penuh.”
         Pada tahun 1976 BPH-DGI menyelenggarakan Konsultasi Nasional Pembinaan
     Warga Gereja (KNPWG) di PPAG Malang, sesuai dengan penugasan BPL-DGI
     1975. Maksud Konsultasi adalah menilai pengalaman kegiatan PWG dalam lima
     tahun yang silam. KNPWG 1976 ini mempertegas pemahaman mengenai PWG yaitu:
     “Pembinaan warga gereja mesti dilihat dalam rangka pembebasan yang Allah
     lakukanmelalui dan di dalam Yesus Kristus. Dalam terang pembebasan ini Gereja pun
     harus dibebaskan dari pengertian-pengertian yang keliru tentang pembinaan. Apabila
     menyadari fungsinya untuk mewartakan segala kebaikan Allah, maka pandangan
     gereja tidak lagi akan mengarah dan berpusat pada dirinya sendiri, melainkan kepada
     tugas-tugas pembinaannya yang tertuju kepada dunia ini. Di dalam dan melalui dunia,
     Allah membina gereja. Keterbukaan penuh terhadap Allah dan tindakan pembaruan-

        1
           Albert Widjaja, Menempuh Arah Baru, Laporan Evaluasi Pembinaan Warga Gereja 1971-1979
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1980), 13-14.
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                              6
                         Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




     Nya berarti secara positip kita terbuka penuh terhadap kemungkinan-kemungkinan
     yang jadi dalam dunia (tanda-tanda jaman)”.
        Cuplikan sepotong dari sejarah pemikiran dan kegiatan PWG di atas memberikan
     gambaran pemahaman betapa seriusnya Dewan Gereja Indonesia telah memikirkan
     PWG sebagai sesuatu yang sangat penting dalam pelayanan gereja.

3.       Alasan Teologis
     •            PWG merupakan perintah Tuhan Yesus (Mat. 28:19-20). Dari ayat ini,
         tampak dengan jelas adanya suatu perintah Tuhan Yesus dalam bentuk penugasan
         kepada gereja-Nya untuk melakukan suatu pengabaran Injil keseluruh dunia agar
         orang bertobat dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat hidup
         pribadinya. Dan yang kedua adalah tugas mengajarkan iman Kristiani kepada
         semua umat yang telah diselamatkan-Nya, supaya mereka mampu menjalankan
         tugas dan kewajibannya, sesuai dengan tugas panggilan-Nya di dunia ini. Dan
         dalam proses pembinaan (atau pembelajaran) tersebut, diasumsikan terjadi suatu
         proses pembebasan umat dari ikatan kuasa kegelapan (dosa), dari kebodohan, dari
         keterbelakangan, dari kedangkalan pemahaman dan penghayatan iman di dalam
         Yesus Kristus. Dalam rangka itulah gereja mengemban tugas mengajarkan iman
         Kristiani terhadap semua nggota jemaat yang dipercayakan Tuhan kepadanya,
         agar umat mampu menjalankan tugas dan kewajibannya secara aktif, dinamis, dan
         kreatif sesuai dengan tugas panggilannya di dunia konkritnya.
     •   Secara teologis, manusia adalah mahluk yang diberi kesempatan oleh Allah untuk
         berubah (mengalami transformasi) dan bertumbuh melalui media belajar
         (pembinaan) sampai mencapai kepenuhan martabatnya sebagai ciptaan Allah. Hal
         ini merupakan hak istimewa manusia.
     •            Andar Ismail, dalam bukunya “Awam dan Pendeta”; Mitra Membina
         Gereja, mengatakan bahwa “setiap orang percaya diberi mandat oleh Allah untuk
         melayani orang-orang lain, untuk mengekspresikan imannya dalam tindakan
         sosial yang bermanfaat dan dengan demikian mengkomunikasikan kekuasaan
         Injil.”2 Secara teologis, pemahaman ini mau menunjukkan bahwa tugas pelayanan
         adalah tugas semua orang percaya. Artinya bukan hanya orang-orang yang secara
         struktural memiliki jabatan kependetaan, jabatan majelis, jabatan guru Injil, dan
         lain-lain melainkan mencakup semua orang yang percaya. Karena itu,
         pelaksanaan PWG dalam suatu gereja mempunyai alasan teologis yang signifikan.
     •            PWG terkait erat dengan upaya implementasi “membumikan” kehendak
         Allah dalam kehidupan umat manusia. Dan PWG dalam arti “toerusting”,
         sebenarnya tidak lain adalah suatu bentuk “belajar”, namun belajar secara
         Alkitabiah selalu berwujud perbuatan.
     •            Proses PWG merupakan salah satu usaha untuk mewariskan iman
         (pengajaran), sehingga umat mampu memahami, menghayati serta menghidupi
         imannya dalam keseluruhan realitas hidupnya.
         2
        Andar Ismail, Awam dan Pendeta; Mitra Membina Gereja (Jakarta: Badan Penerbit BPK
Gunung Mulia, 2000), 3.
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                        7
                        Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




4.       Alasan Pemberdayaan SDM Warga Jemaat
     •   Keluarga, gereja, masyarakat dan Negara membutuhkan warganya yang beriman
         baik, sehingga mampu bertahan terhadap segala macam tantangan dan godaan
         untuk berdosa atau berlaku tidak terpuji. Untuk menjawab kebutuhan dimaksud,
         maka PWG adalah merupakan salah satu sarana yang tepat.
     •   PWG merupakan salah satu upaya konkret gereja dalam melaksanakan tugas
         pembedayaan umatnya, baik yang bersifat teologis maupun yang bersifat praktis
         secara relevan. Artinya bahwa; dari aspek teologis, gereja dan warganya
         diperlengkapi kemampuan menginterpretasikan kebenaran pesan-pesan
         Alkitabiah secara tepat dan benar ke dalam situasi masyarakat tertentu ataupun
         dunia. Di sinilah dibutuhkan suatu disain pembinaan teologi warga jemaat yang
         berbobot dan tepat, artinya dapat menjawab pergumulan dan pertanyaan-
         pertanyaan iman Kristen. Sedangkan dari aspek praktis, pembinaannya
         diharapkan menyentuh seluruh aspek perlengkapan dasar manusia (dalam bentuk
         multi kompetensi) agar gereja dan warganya memiliki keterampilan pengetahuan
         (technical know how) dalam berbagai segi, untuk mengatasi masalah-masalah
         kehidupan konkret yang dihadapinya.
     •   Keadaan konkret warga gereja sebagai bagian integral dari suatu masyarakat
         global yang hidup dan mengalami perubahan-perubahan mendasar yang cepat dan
         menyentuh seluruh aspek kehidupan. Dalam rangka itulah PWG menjadi sangat
         relevan untuk menyiapkan warga gereja agar siap menyambut perubahan-
         perubahan tersebut.
     •   Setelah peserta didik (mahasiswa, warga jemaat) mengikuti paparan atau kuliah
         ini, maka diasumsikan mereka sudah dapat membuat disain PWG di gereja di
         mana mereka ditempatkan untuk melayani.
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                           8
                       Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




                               BAB III
                     DASAR TEOLOGI &TUJUAN PWG

       Semua kegiatan gerejawi harus memiliki dasar teologi yang baik, sehingga dapat
dipertanggungjawabkan terhadap gereja dan jemaat sesuai dengan terang Firman Tuhan.
Karena itu pada bagian ini kita akan mempelajari dasar-dasar teologi PWG dengan
mengacu kepada kesaksian dan pemberitaan Alkitab.

1.     Dasar Teologi PWG dalam Perjanjian Lama

A. Allah pencipta dan manusia adalah ciptaan/mahluk (Kej. 1 dan 2).

        Tugas manusia sebagai ciptaan adalah mengucapkan syukur, memuliakan Tuhan,
menjalankan semua perintah Tuhan dengan ketaatan penuh, sehingga seluruh hidupnya
bisa menggambarkan Allah di dalam dan melalui kehidupan hariannya dimanapun
mereka berada. Untuk memberikan kesadaran di atas jelas membutuhkan pembinaan
yang benar-benar teratur dan terarah secara terus menerus, bukan pembinaan sekilas saja.
        Hal-hal yang harus dihadapi dan dikerjakan manusia ciptaan Tuhan, waktu itu
adalah sebagai berikut:
•              Menyadari bahwa manusia diciptakan sebagai mahluk sosial dan
    ditempatkan dalam hidup sosial. Dimana tolong menolong menjadi dasar kehidupan
    dan keluarga telah diposisikan oleh Allah menjadi pilot proyek inti kehidupan
    masyarakat.
•              Manusia harus hidup dalam keterbukaan satu dengan lainnya.
•              Manusia harus terbuka, sehingga saling memperkaya kemanusiaan dirinya
    satu dengan lainnya.
•              Manusia harus saling menjadi manusia satu terhadap sesamanya, sebab
    manusia harus menjadi sedaging/sekemanusiaan satu dengan lainnya.
•              Manusia harus benar-benar menghayati prinsip-prinsip dasar untuk
    menjalankan hidup konkritnya.
•              Dasar inti sebenarnya adalah percaya, setia dan menjalankan Firman Allah
    dalam kehidupan sehari-hari.
•              Manusia harus kerja agar manusia memuliakan Allah lewat kerja serta
    mengangkat hakekat diri dan martabat dirinya dengan benar. Dari point 1 s/d 7 di atas
    semuanya membutuhkan pembinaan yang membawa kesadaran ke dalam diri
    manusia itu sendiri.

B. Sepuluh Hukum Taurat (Kel. 20).

       Pada saat kita membaca Sepuluh Hukum Taurat maka kita dapat melihat dua sisi
penting yang harus menjadi dasar hidup orang percaya, yakni: memuji, memuliakan
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                        9
                      Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




Allah dengan benar dan yang kedua adalah supaya manusia menjadi manusia dengan
sesamanya.




C. Ulangan 6:4-9

       Ulangan 6:4-9 ini menekankan agar semua orang percaya memuliakan Tuhan
dengan segenap realitas hidupnya, sehingga dalam Perjanjian Baru dalam Matius 22:37-
40 dengan judul hokum kasih.

2.     Dasar Teologi PWG dalam Perjanjian Baru

A. Teladan Tuhan Yesus

       Yang menjadi tujuan pengajaran Yesus Kristus bukanlah untuk membahas
pelbagai pokok agama dan susila secara ilmiah atau secara teori saja, melainkan untuk
melayani tiap-tiap manusia yang datang kepada-Nya. Untuk itulah Ia datang ke dalam
dunia ini (bnd. Markus 10:45). Dapat dikatakan bahwa seluruh kehidupan Tuhan Yesus
merupakan pengajaran sampai saat yang terakhir, karena justru dalam sengsara dan
kematian-Nya, Ia mengajar kita tentang satu-satunya jalan keselamatan bagi manusia
yang berdosa.
       Tuhan Yesus telah memberikan tugas kepada para murid dan bahkan semua umat
percaya untuk melaknanakan tugas pekabaran Injil dan pengajaran iman Kristiani kepada
sekalian orang (bnd. Mat. 28:19-20). Tugas itu harus direspon secara baik oleh setiap
umat percaya.

B. Teladan Rasul Paulus

        Paulus menjadi seorang hamba Tuhan yang terdorong oleh hasrat yang berapi-api
untuk memasyurkan nama Tuhan Yesus. Kemanapun Paulus pergi, segala kesempatan
digunakannya untuk mengajar orang Yahudi dan kaum kafir tentang kehidupan bahagia
yang terdapat dalam Injil Yesus Kristus. Paulus berkhotbah di hadapan imam-imam dan
rabbi-rabbi Yahudi dan di hadapan rakyat jelata di segala kota dan desa yang
dikunjunginya. Ia mengajar raja-raja dan wali-wali negeri, orang cendikiawan dan kaum
budak, orang laki-laki dan kaum wanita, orang Asia, orang Yunani, orang Romawi,
pendek kata segala golongan manusia yang ditemuinya pada perjalanan-perjalanannya
yang banyak dan panjang itu.

C. Penetapan Jabatan Pelayanan Dalam Gereja Tuhan

      Rasul Paulus dalam Efesus 4:11-16 kita mendapatkan kesaksian yang jelas bahwa
Tuhan telah mempersiapkan para tenaga pembina antara lain: rasul-rasul, nabi-nabi,
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                        10
                      Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




pemberita-pemberita Injil, gembala-gembala serta para pengajar yang diberi tugas
memperlengkapi semua anggota jemaat bagi:
   • Pekerjaan pelayanan membangun tubuh Kristus/gereja (12)
   • Untuk mencapai kesatuan iman (13)
   • Pengetahuan yang benar mengenai Tuhan Yesus Kristus (13)
   • Kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan
       Kristus (13)
   • Agar tidak terombang-ambing imannya (14)
   • Dapat membedakan mana ajaran benar dan mana ajaran sesat (14)
   • Semua anggota jemaat bertumbuh dalam kebenaran ini yang berpusatkan pada
       diri Yesus Kristus sang Kepala (15)
   • Seluruh persekutuan jemaat menjadi satu bangunan dirinya tersusun rapi oleh
       pekerjaan pelayanan seluruh jemaat sehingga setiap jemaat bertumbuh dan
       membangun dirinya dalam kasih (16)
   Untuk bisa mencapai tingkatan di atas dibutuhkan pembinaan jemaat yang terukur
   sistematik, kreatif, dinamis dan penuh tanggung jawab dari gereja.

3.     Tujuan PWG

      Tujuan kegiatan PWG adalah untuk mempersiapkan semua anggota jemaat agar
memiliki:
  • Pemahaman dan kedewasaan penuh dalam iman kepada Yesus Kristus.
  • Kehidupan yang penuh tanggung jawab utuh baik kepada Tuhan Yesus Kristus,
      kepada sesamanya dan juga kepada dirinya.
  • Kesungguhan untuk menggali dan mengembangkan seluruh potensi dirinya untuk
      diabdikan bagi kepentingan Kerajaan Allah sesuai dengan kesaksian Alkitab.
  • Keterampilan yang dapat memampukannya menjalankan tugas, kewajiban dan
      tanggung jawabnya sebagai saksi Kristus di tengah-tengah dunia ini yang meliputi
      seluruh wilayah tugasnya. Sehingga melalui tanggung jawab kesaksiannya
      semakin banyak orang lain dibimbing datang dan hidup di dalam Kristus dengan
      sungguh-sungguh.
  • Pengucapan syukur serta senantiasa memuliakan Tuhan dalam seluruh
      penampilan hidupnya.
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                           11
                        Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




                            BAB IV
                MELURUSKAN PEMAHAMAN TENTANG
                         PAK DAN PWG

         Pemahaman yang benar tentang PAK dan PWG di kalangan warga gereja,
mahasiswa teologi dan para pendeta jemaat masih simpang siur, artinya belum terbangun
persepsi yang jelas, karena itu diperlukan pelurusan pemahaman, walaupun tidak
dimaksudkan adanya pemaksaan penyeragaman persepsi dan memang hal itu tidak
pernah dikehendaki oleh tulisan ini. Tetapi kejelasan persepsi atau asumsi dari dua istilah
ini sangat perlu, sebab apabila tidak, maka akan terjadi duplikasi persepsi bukan hanya
pada segi content maupun praxis, tetapi juga dalam implementasinya pada konteks
pelayanan. Dan kalau itu yang terjadi, maka akibatnya yang terjadi adalah bahwa PAK
dan PWG tidak pernah akan mencapai hasilnya sebagaimana yang diharapan.
        Sebenarnya istilah PAK dan PWG sudah dikenal oleh gereja-gereja di Indonesia
sejak tahun 50-an. Tetapi asumsi kebanyakan orang Kristen terhadap kedua istilah ini
masih sangat sempit, misalnya PAK cenderung diasosiasikan dengan Sekolah Minggu
atau pelajaran agama di sekolah. Demikian juga dengan PWG cenderung diasosiasikan
sebagai sebuah kursus untuk menjadi tenaga pendeta, penginjil (guru injil), dll.
Menyadari persoalannya, maka pemahaman terhadap kedua istilah ini perlu diluruskan.
Salah satu sumber (bukan satu-satunya) yang paling memadai untuk menjawab persoalan
ini adalah naskah Pidato Dies Natalis ke-55 STT oleh Dr. Andar Ismail (pakar PAK di
STT Jakarta). Alasan adalah bahwa beliau pakar PAK yang cukup dikenal di Indonesia
melalui pengalaman studinya, pengalamannya mengajar ilmu teologi praktika telah teruji
baik pada tingkat akademik maupun pada tingkat jemaat (khususnya beliau melayani di
GKI) dan bahkan melalui tulisannya dengan seri “Selamat” yang sarat dengan nuansa
didaktik metodik. Adapun naskah pidatonya, saya tulis ulang (dengan beberapa
penambahan kecil) sebagai berikut:

1.      Catatan Singkat Perkembangan PAK Abad 20

     Apabila kita hendak menelusuri akar dan sejarah PAK, maka sumber yang sangat
     memadai adalah tulisan Prof. Dr. Robert R. Boelkhe tentang Sejarah Perkembangan
     Pemikiran PAK yang diterbitkan oleh BPK Gunung Mulia dalam dua volume. Tetapi
     pada tulisan ini dibatasi hanya pada catatan singkat perkembangan PAK pada abad
     ke-20. Menurut catatan Dr. Andar Ismail, PAK sudah mendapat bentuk
     sistimatikanya pada konvensi tahun 1903 di Chicago yang melahirkan Religious
     Education Association. Setelah itu, maka dalam pergumulannya dua puluh tahun
     kemudian dibentuklah apa yang disebut dengan International Council of Religious
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                               12
                             Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




    Education.3 Dengan terbentuknya badan ini, maka hendak menunjukkan bahwa gereja
    sudah menaruh perhatian yang serius terhadap pentingnya kehadiran PAK dalam
    pelayanan gereja. Bahkan beberapa puluh tahun sebelumnya oleh Horace Bushnell
    (1802-1876), telah merintis dan meletakkan prinsip-prinsip teori PAK. Pemikiran
    Bushnell merupakan reaksi terhadap theologia yang sedang dominan di gereja-gereja
    Puritan di Negara-negara bagian New England pada zaman itu, yakni teologia yang
    sangat menekankan transendensi Allah di satu pihak dan antropologi teologis yang
    pesimis di lain pihak. Dalam pemaparan teologinya, mereka pada satu sisi membesar-
    besarkan kekuasaan Allah, tetapi pada saat yang bersamaan pula mereka juga
    mengecil-negcilkan potensi manusia. Manusia digambarkan hanya sebagai makluk
    yang betul-betul celaka dan tidak mempunyai daya apa-apa kecuali menjadi penerima
    anugerah Allah yang pasif. Theologia seperti ini sejalan dengan metode tranmissive
    khususnya dalam dunia penyiaran rohani seperti kebangunan rohani. Akibatnya pada
    zaman itu kebangunan rohani menjadi mode di New England. Dalam penyiaran
    ajarannya sangat ditekankan di mana anak kecil maupun orang dewasa ditakut-tekuti
    dengan hukuman Tuhan lalu didesak untuk lahir kembali dan bertobat. 4 Kebangunan
    rohani telah dipersepsi sebagai jawaban terminal bagi kehidupan lahir baru, artinya
    bahwa dengan mengikuti KKR telah dijamin bahwa seseorang sudah lahir baru.
    Dalam hal ini, Bushnell sangat menentang pemahaman Injil yang sempit seperti itu,
    lalu ia mengemukakan sejumlah tesis dalam bukunya yang berjudul Christian
    Nurture. Ia berkata :
                “What is the true idea of Christian Education ? That the Child is to grow
                up a Christian, never know himself as being otherwise. In other words, the
                aim, effort, and expectation should be, not as is commonly assumed, that
                the child is to grow up in sin to be converted after he comes to a mature
                age; but that he is to open on the world as one that is spiritually renewed,
                not remembering the time when he went through a technical experience
                but seeming rather to have loved what is good from his earliest years. 5
                Tesis lainnya berbunyi: This is the very idea of Christian Education, that is
                begins with nurture or cultivation.”6
        Untuk zaman sekarang tesis seperti itu tidak mempunyai keistimewaan. Namun
    untuk akhir abad yang lalu di mana belum dikenal Psikologi Perkembangan, Didaktik
    serta Metodik yang modern, maka tesis seperti ini adalah sesuatu terobosan baru
    dalam dunia didik mendidik.

        3
          William Dean Kennedy, Christian Education Through History, An Introduction to Christian
Education, ed. Marvin J. Taylor (Nashville: Abingdon, 1980), 28.
        4
          Elmer L. Towns “Horace Bushnell” in A History of Religious Educations, ed. Elmer L. Towns
(Grand Rapids : Baker, 1975), 278-287
        5
            Horace Bushnell, Christian Nurture (New Haven: Yale University Press, 1967), 4.


        6
            Ibid., 20
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                                     13
                              Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




2.        Beberapa Asumsi dan Implikasi Tesis Bushnell

     a.       PAK berdiri di atas antropologi theologies yang optimis yang berkeyakinan
              bahwa tiap orang dilahirkan dengan kodrat yang baik dan bahwa kodrat yang
              baik itu dapat ditumbuhkan terus karena manusia mempunyai potensi untuk
              berpikir baik dan menghasilkan produk baik. George Albert Coe (1862-1951)
              yang mewarnai theologia dan teori PAK selama 50 tahun dalam abad ini
              mengatakan bahwa mnusia dilahirkan sebagai gambar dan rupa Allah, sebab itu
              manusia dapat menjadi kandidat untuk karakter yang baik. Tugas PAK adalah
              mendorong dan menopang pertumbuhan ke arah kemungkinan yang baik itu.7
              Atau dengan kata lain PAK bertujuan untuk menggali dan mengembangkan
              seluruh potensi yang baik dalam diri manusia untuk diabdikan bagi pembangunan
              Kerajaan Allah di atas muka bumi sesuai dengan kesaksian Alkitab Perjanjian
              Lama maupun Perjanjian Baru. Bertolak dari pemahaman ini, tampaklah bahwa
              posisi dan tugas PAK dalam gereja sangat signifikan.
     b.       PAK berasumsi bahwa kepercayaan yang matang bukan timbul secara mendadak
              seperti pada akhir suatu kebaktian kebangunan rohani, melainkan tumbuh dalam
              proses jangka panjang sejalan dengan tumbuhnya perkembangan jiwa orang yang
              bersangkutan (agar lebih jelas point ini, saya menganjurkan kepada semua
              mahasiswa ITKI dan atau siapa saja membaca diktat ini agar membaca tulisan
              James W. Fowler dalam bukunya yang berjudul “Stages of Faith”. Dalam
              bukunya tersebut, ia memaparkan secara komprehensif tahapan-tahapan
              perkembangan iman manusia sesuai dengan perkembangan jiwa manusia itu
              sendiri). Sasaran dalam percaya bukanlah pertobatan melainkan pertumbuhan.
              Bushnell meletakkan salah satu dasar PAK yaitu bahwa tugas gereja bukanlah
              menciptakan suasana emosional sehingga orang bertobat di muka umum,
              melainkan menolong orang bertumbuh sedikit demi sedikit sehingga iman itu
              berbuah dalam kehidupan. Mengulas tesis Bushnell itu, berkatalah Groome :
                     The attitude of the revivalists toward Christian Formation was that,
                     because of human depravity, children could not grow up as Christians but
                     could only come to the faith by being “born again”. It was on this specific
                     point that Bushnell began his criticisms of the revival movement and of
                     the whole conversion syndrome.8
              Mendukung tesis Bushnell ini, lebih lanjut Coe berkata : “… the constant aim of
              elementary religious education should be to make conversion unnecessary. 9 Dari

          7
              George Albert Coe, Education in Religious and Morals (New York : Revel, 1904), 33-64.
          8
              Thomas H. Groome, Christian Relegious Education (San Fransisco, 1980), 116
          9
              George Albert Coe, A Social Theory of Religious Education (New York : Arno, 1969), 181.
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                                   14
                              Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




        beberapa pendapat tokoh di atas dapat disimpulkan adanya penekanan pada aspek
        proses di mana di dalamnya terjadi suatu pertumbuhan. Di sinilah proses
        pendidikan yang dikembangkan di gereja atau di luar gereja sangat menentukan.
    c. PAK berasumsi bahwa iman bisa mengalami stagnasi atau berputar-putar di situ
        juga, atau sebaliknya dapat berkembang ke tahap-tahap yang lebih matang dan
        lebih luas wawasannya. Asumsi ini digarap oleh William Clayton Bower yang
        meneliti hubungan antara perkembangan kepribadian dengan perkembangan
        kepercayaan.10 Rintisan Bower pada awal abad ini di bidang PAK ternyata
        sekarang ini dikristalisasi oleh dunia psikologi dengan munculnya teori
        perkembangan kognitif oleh Jean Piaget, teori perkembangan moral oleh
        Lawrence Kolhberg, teori perkembangan kepribadian oleh Erik Erikson dan teori
        perkembangan percaya oleh James W. Fowler. Keempat teori ini langsung
        digunakan oleh didaktik dan metodik PAK. Dengan demikian konsep kurikulum
        dan strategi pendidikan yang dirancang atau yang dikembangkan di dalam gereja
        harus memperhatikan dan mempertimbangkan keempat teori di atas.
    d. PAK berasumsi bahwa tujuan iman bukanlah hanya untuk keselamatan pribadi
        peserta didik, melainkan supaya peserta didik dalam persekutuan umat percaya
        berupaya menciptakan tatanan masayarakat yang ciri-cirinya sudah diperlihatkan
        oleh Yesus Kristus. Hal itu beararti bahwa seseorang dibimbing untuk tidak
        hanya memiliki pengalaman hubungan secara vertical yaitu dengan Allah tetapi
        juga menyangkut soal-soal kemasyarakatan. Karena itu di dalam tujuan PAK
        harus terkandung pula suatu idealisme social. Coe menyebut idealisme itu
        “democracy of God”. Ia berkata :
               “Granted this social idealism as the interpretation of the life that now is,
               the aim of Christian Education becomes this : Growth of the young toward
               and into mature and efficient devotion to the democracy of God, and
               happy self-realization therein”.11
    e. Pada konvensi 1903 hadir juga John Dewey, filsuf dan teoris pendidikan sekuler
       aliran progresif, sebagai narasumber yang memberi masukan. Ia menunjukkan
       dengan jelas bahwa sejak awal PAK terjalin secara erat dengan ilmu pendidikan
       sekuler. Coe berkata, “.. both the processes and the aims of religious education
       intertwine with those of so-called secular education. The relation is more than
       intertwining; they are brances of same tree, they partake of the same sap.” 12
       Sebab itu hasil-hasil baru yang ditemukan oleh riset Ilmu Pendidikan dan
       Keguruan abad ini dimanfaatkan oleh PAK, misalnya cara membuat tujuan
       instruksional berdasarkan taxonomi kognitif, afektif dan psiko motor penemuan
       Benjamin Bloom dan kawan-kawan pada tahun 60-an.13 Memahami hal itu, maka
       bagi pelaksana PAK di tingkat gereja lokal maupun sinodal agar menyusun
         10
              William Clayton Bower, Moral and Spiritual Values (Lexington: University of Kentucky Press,
1952).
         11
              Coe, A Social of Religious Education, 55
         12
           As quoted in Harold William Bugess, An Invitation to Religious Education (Birmingham,
AL. : Religious Education Press, 1975), 60.
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                                  15
                              Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




        kurikulum PAK dan strategi pembelajarannya dengan harapan di mana peserta
        didik dapat mempunyai pengetahuan, sikap dan tindakan iman.
     f. PAK bukan berorientasi pada bahan, melainkan pada peserta didik. Artinya
        bahwa yang harus menjadi concern utama dari sebuah pendidikan PAK adalah
        peserta didik dan konteks hidup serta kehidupannya. Atau dapat juga berarti
        bahwa PAK bukan bermaksud menjejali doktrin agama dan isi Alkitab. Pelajaran
        agama bukanlah pewarisan sejumlah doktrin kepada generasi berikut sebagai
        harta mati yang tidak boleh diubah melainkan pembuka kesempatan kepada
        generasi itu untuk mengembangkan iman yang menjawab persoalan kotemporer. 14
        Inti kerugma adalah tetap, yakni bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan
        Penyelamat (hal ini tidak bias ditawar-tawar), namun penyebaran kerugma itu
        menjadi didache terletak di tangan tiap generasi. Hal itu berarti kualitas pendidik
        iman, baik dari sisi kemampuan pengetahuan maupun pemahaman dan
        penghayatan imannya sangat menentukan. Sebab pendidikan agama yang
        mewariskan agama secara otoriter akan menghasilkan generasi katak beragama di
        bawah tempurung. Kemungkinan lain adalah bahwa pendidikan agama semacam
        itu akan menimbulkan efek boomerang, yaitu generasi yang kelak malah akan
        berbalik dan menolak agama. Kalau itu yang terjadi maka akan tercipta suatu
        masyarakat yang skeptis dan bahkan sinis terhadap nilai-nilai agama.

3.       Pengertian PAK

     PAK adalah suatu usaha sengaja dari gereja untuk membimbing setiap pribadi dari
     semua golongan umur agar mereka mengenal, memahami, menyadari dan menghayati
     iman Kristen dan oleh pertolongan Roh Kudus peserta didik memasuki persekutuan
     iman yang hidup dengan Tuhannya sehingga pada akhirnya peserta didik menjadi
     warga gereja serta warga masyarakat yang baik dan bertanggung jawab sesuai dengan
     terang Firman Tuhan.

4.       Tujuan PAK

     •   Thomas H. Groome, mengatakan bahwa tujuan ultim PAK adalah Kerajaan Allah,
         karena Kerajaan Allah-lah yang menjadi maksud dan tujuan penciptaan-Nya.
         Kerajaan Allah itu pulalah yang menjadi tema pokok dan tujuan sentral
         pemberitaan dan kehidupan Tuhan Yesus.
     •   Judo Poerwowidagdo, mengatakan: “Tujuan PAK adalah menggali dan
         mengembangkan seluruh kemampuan peserta didik untuk diabdikan bagi


       13
          Benjamin Bloom, ed., Taxonomy of Educational Objectives, Handbook I : Cognitive Domain
(New York: David McKay, 1956) and David R. Krathwohl, Benjamin Bloom and Bertram B. Mesia,
Taxonomy of Educational Objectives, Handbook II : Effective Domain (New York: David McKay,
1964).
         14
              Sophia Lyon Fahs, Today’s Children and Yesterday’s Heritage (Boston: Beacon, 1952), 15-18.
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                           16
                    Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




    kepentingan Kerajaan Allah sesuai dengan kesaksian Alkitab baik PL maupun
    PB”.
•   Harold de Wolf, mengatakan: “Tujuan PAK adalah menghubungkan peserta didik
    dengan Tuhan-nya di dalam dan melalui imannya kepada Yesus Kristus”.
•   D.C. Wyckoff, mengatakan: “Tujuan PAK adalah menghubungkan peserta didik
    dengan Tuhan-nya melalui imannya di dalam dan melalui Kristus dan juga
    menyangkut hubungannya dengan soal-soal kemasyarakatan”.
•   Howard Grimes, mengatakan: “Tujuan PAK adalah memimpin seseorang kepada
    pertobatan yang utuh kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat satu-
    satunya”.
•   Frans Pantan, mengatakan: “Tujuan PAK membimbing seseorang menghidupi
    totalitas kehidupannya sebagaimana layaknya orang yang sudah diselamatkan
    oleh Tuhan Yesus Kristus lewat pengorbanan-Nya di atas kayu salib”.
    Sebagai orang yang sudah diselamatkan, maka tentu saja cirri-cirinya adalah
    sebagai berikut:
    •        Mengasihi Tuhan Allah dengan sungguh-sungguh (Mat. 22:37). Apa yang
        Yesus katakan tidak lain dari apa yang dikatakan dalam hokum Taurat: jangan
        ada padamu allah lain di hadapan-Ku. Jangan buat bagimu patung untuk
        disembah. Jangan sia-siakan nama Tuhan (Kel. 20:2-11). Dalam dunia modern
        sekarang ini banyak juga dewa modern yang dapat menggeserkan Allah,
        antara lain: uang, kedudukan, jabatan, kekayaan, kecantikan, kuasa, hasil-hasil
        ilmu pengetahuan dan tehnik, dll.
    •        Mengasihi sesame dengan sungguh-sungguh (Mat. 22:39). Semua manusia
        diciptakan menurut citra Allah. Sama-sama memiliki hak dan martabat.
        Karena itu manusia tidak boleh dijajah oleh kebencian, ketidakadilan,
        kemiskinan, kebodohan, dll. Semuanya itu bertentangan dengan keselamatan.
        Karenanya Yesus berkata: kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
        Apa yang Yesus katakana tidak lain dari apa yang juga dikatakan di dalam
        hukum Taurat: hormati orangtua, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan
        berdusta, jangan berzinah, jangan ingin kepunyaan sesamamu (Mat. 20:12-
        170. Penyebab paling besar untuk tidak mengasihi sesame ialah hanya
        mengasihi diri sendiri, sehingga manusia saling mau menjadi tuan atas
        sesamanya. Sebagai orang selamat kita mengasihi sesame sebagai tanda kita
        mengasihi Tuhan.
    •        Mengasihi diri sendiri. Artinya memelihara diri sendiri sebagai orang
        selamat. Janagn disalah artikan hanya mengasihi diri sendiri. Tapi maksudnya
        adalah tanggung jawab sebagai orang yang telah diselamatkan. Janganlah
        merusak diri kita, baik masa kini maupun masa yang akan datang. Bila kita
        tidak merusak diri kita tentu saja kita tidak akan merusak orang lain.
        Kemudian orang-orang selamat bukan hanya memelihara diri, tetapi oleh
        karena keselamatannya ia berusaha berprestasi sebaik dan setinggi mungkin.
        Kita bekerja, berusaha dengan penuh semangat, rajin, disiplin dan penuh
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                                17
                         Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




             dedikasi. Dan juga menjauhi hal-hal yang merugikan orang lain: malas,
             korupsi, penyelewengan, ingin menang sendiri, dll.
        •        Terhubung erat dengan dunia ciptaan Allah di mana ia ditempatkan.
             Manusia diberi mandate sekaligus tanggung jawab untuk mengolah ala mini,
             tempat kediamannya. Di situ manusia yang selamat berusaha tidak akan
             mengalami kelaparan, sakit penyakit, kekurangan, ketiadaan tempat berteduh,
             dst. Ini juga sehubungan dengan mengatur sebaik-baiknya pekerjaan-
             pekerjaan di atas muka bumi ini: di kantor, di sekolah, di gereja, dll. Dalam
             rangka pengolahan alam ini tidak dimaksudkan kita menguras habis-habisan
             segala sumber daya alam. Tidak semua burung di udara, ikan di sungai dan di
             laut kita habiskan. Tidak semua pohon di hutan kita harus tebang. Kelestarian
             kita perlu pelihara sebaik-baiknya guna kepentingan kita juga. Ingat
             keselamatan yang Allah lakukan adalah juga untuk dunia ini.
        •        Terhubung erat dengan masa depan, bukan saja di dunia ini tetapi juga di
             dunia baru yang akan dating. Maksudnya, keselamatan yang kekal. Hidup
             dalam Kerajaan Allah yang penuh dan sempurna.

5.      Catatan Singkat Perkembangan PWG abad 20

         PWG yang kita kenal sekarang ini di Indonesia mulai dikristalisasi pada tahun
     1945 di Eropa Barat. Pada Perang Dunia II sejumlah pemikir warga gereja yang
     ditahan rezim Nasi merasa prihatin bahwa umat Kristen kurang berhasil menjadikan
     diri relevan di tengah penderitaan manusia. Mereka mempelajari Alkitab dan
     menyadari bahwa mereka adalah garam dunia, tetapi di manakah garam itu ketika
     orang membeo dan membebek pemerintah diktatoral dan ketika satu bangsa
     memusnahkan bangsa lain. Seusai perang para warga gereja ini berkumpul dan
     memikirkan apa yang mereka harus lakukan. Sebagai hasilnya lahirlah pada tahun
     1945 pusat pembinaan warga gereja Institut Kerk en Wereld di Driebergen, Belanda
     yang diprakarsai oleh Hendrik Kraemer (1888-1965). Beberapa bulan kemudian
     menyusul pembentukan pusat pembinaan warga gereja Evangelische Akademie Bad
     Boll di Jerman yang diprakarsai oleh Eberhard Muller. Pusat-pusat pembinaan warga
     gereja itu menghimpun untuk mendalami suatu masalah tertentu yang actual dalam
     masyarakat, menyorotinya dari terang Firman Tuhan dan mempelajari langkah jalan
     keluar yang dapat ditempuh oleh warga gereja di jalan hidupnya masing-masing.15
         Sebenarnya kelahiran pusat-pusat pembinaan warga gereja pada tahun 1945
     adalah ibarat telur yang menetas setelah dierami. Telurnya sendiri sudah keluar dua
     dasawarsa sebelumnya. Tepatnya telur itu keluar dari benak Joseph Oldham (1874-
     1969), warga gereja bukan pendeta di gereja Anglikan Skotlandia. Bersama dengan
     Visser ‘t Hooft ia mempersiapkan konprensi sedunia tentang church, community and
     State di Oxford, Inggris, tahun 1937. Dalam rangka persiapan konprensi itu, yang
     sebenarnya merupakan reaksi menentang munculnya pemerintah-pemerintah totaliter
        15
          Hans-Ruedi Weber, “A New Movement Begins” in Centres of Renewal for study and Lay
Training (Geneve : WCC, n.d.), 5-7.
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                                    18
                             Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




     di Eropa, Oldham menulis beberapa tesis tentang warga gereja. Salah satu tesisnya
     berbunyi :
                It is the members of the church, who discharge the responsibilities of the
                commons life in a countless variety of occupations and in an infinite
                multiplicity of daily acts and decicions, that are the leaven which leaven
                the lump. In this faithful silent witness, they are fulfilling the priestly
                function of the church.16
         Kemudian tesis Oldham lebih lanjut adalah bahwa ia memandang peranan warga
     gereja bukan untuk pekerjaan di dalam gereja melainkan untuk pekerjaan di luar
     gereja. Tesis beliau sangat cemerlang dan komprhensif walaupun tidak semua
     pemikir (teolog) spendapat dengannya. Pada waktu itu para pemikir tentang peranan
     warga gereja, misalnya John Mott, melihat peranan warga gereja hanya sebagai alat
     untuk kepentingan gereja. Tetapi menurut Oldham pentingnya warga gereja adalah
     justru untuk kehidupan dan pekerjaannya di tengah masyarakat. Mengenai uniknya
     tesis Oldham, berkatalah Kraemer :
                This approach of Dr. Oldham was quite new, because for the first time it
                was not the mobilization of active laymen for various purposes considered
                quite apart from the church, simply for its effectiveness, as Dr. John R.
                Mott had done in his organizing of the Laymen’s Missionary Movements,
                but a viewing of the laity as an expression of the church and its calling and
                function in the world.17

6.      Beberapa Asumsi dan Implikasi Tesis Oldham

     a. PWG lahir dari pemahaman ekklesiologis yang secara expressis verbis
        merumuskan tempat organis warga gereja dalam hakekat dan missi gereja.
        Oldham memperlihatkan ekklesiologinya ketika berkata bahwa gereja mempunyai
        aspek ganda. Sebagai aspek pertama gereja adalah “a society organized for the
        specific purposes of worship, teaching preaching and the pastoral ministry.”
        Aspek kedua, gereja adalah “A society of men and women who have been given a
        new understanding of life and have andergone a change which effects their whole
        outlook and behavior and must color every of their lives. 18 Oldham lalu
        mensinyalir bahwa sejauh ini aspek yang pertamalah yang paling dominant. Ia
        berkata “It is the fisrt and more restricted of these conceptions which tends to
        dominate our thingking and consequently to determine and limit our practice.
        Thus the church has become clericalized in the thingking of both clergy and
        laity.19
        16
            Joseph H. Oldham, “The function of the Church in Society”, in The Church and Its Function
in Society, ed., W. Visser ‘t Hooft and J.H. Oldham (London: George Allen & Unwin, 1937), 203.
        17
             Hendrik Kraemer, A Theology of the Laity (Philadelphia: Westminster, 1958), 33.
        18
             Oldham, Opcit., 154-155.
        19
             J.H. Oldham, The Oxford Conference, Official Report (Chicago: Willet Clerk, 1937), 35.
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                     19
                         Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




b. PWG berasumsi bahwa ciri-ciri gereja yang sejati sebagaimana dirumuskan oleh
   Calvin adalah kurang lengkap. Calvin mengatakan bahwa ciri gereja adalah
   pelayanan Firman secara benar dan pelayanan sakramen secara benar. 20 Kalau
   hanya itu ciri gereja, maka warga gereja adalah obyek belaka. Warga gereja
   menjadi subyek kalau “notae ecclesiae” Calvin itu dilengkapi dengan ciri yang
   lain, yakni kesaksian melalui perbuatan oleh warga gereja dalam hidup
   sekulernya. Hal itu diperlukan supaya pemahaman ekklesiologi kita, kata Oldham,
   jangan mengarah kepada suatu “disastrous ecclesiasticizing of the church, so that
   it becomes primarly an affair and interest of the clergy…rather than a community
   of redeemed men and women joyfully serving God in the ordinary concern of the
   common life.21
c. PWG berasumsi bahwa konsepsi yang tinggi tentang warga gereja bukan berarti
   konsepsi yang rendah tentang jabatan pendeta. Kelahiran PWG bukanlah untuk
   memperjuangkan status yang lebih tinggi bagi warga gereja lalu mengurangi arti
   jabatan pendeta. Peranan warga gereja adalah di garis depan, dan untuk itu
   dibutuhkan pembekalan oleh pendeta dari garis belakang. Keduanya saling
   menopang. Oldham membayangkan wadah PWG di mana pendeta dan warga
   gereja saling belajar, bukan di mana pendeta mentransmisikan suatu kebenaran
   yang otoritatif. Berkatalah Oldham, “It is necessary that Christian ministers
   should set themselves deliberately to learn as well as to teach. From the laity may
   be learned lessons of life that find no place in the curriculum of theological
   college”.22 Berbicara tentang konsepsi pendeta dan konsepsi warga gereja, Hans-
   Ruedi Weber menegaskan, “A high doctrine of the laity does not exclude, but
   rather demands, a new high doctrine of the clergy”.23
d. Adanya PWG bukanlah untuk menghasilkan warga gereja yang banci, yaitu ½
   warga gereja biasa dan ½ pendeta. Orang sering mengira bahwa warga gereja
   yang baik adalah mereka yang banyak meninggalkan pekerjaan duniawainya lalu
   aktif dalam pekerjaan rohani. Padahal yang dibutuhkan adalah warga gereja yang
   justru di dalam dan melalui pekerjaan duniawinya bersaksi tentang Tuhan Yesus.
   Di sini ada lagi salah paham di mana orang mengira bahwa bersaksi adalah
   memberi renungan di kantor tempat bekerjanya atau sering-sering menyebut “puji
   Tuhan”. Padahal yang diperlukan adalah kesaksian tanpa kata namun penetratif,
   yaitu bersaksi melalui sikap dan perbuatan misalnya menunjukkan kerja yang
   bermutu dan jujur, tidak minta disuap dan tidak menerima hadiah yang bersifat
   menyuap. Warga gereja yang rajin dalam soal rohani tetapi berperilaku tidak
   Kristiani dalam dunia, pekerjaannya termasuk apa yang disebut Hoekendijk
   sebagai warga gereja yang schizofren. Berkatalah Hoekendijk :

   20
        John Calvin, Institutio, 4.1.9
   21
        Oldham, “Functions”, 156
   22
        Ibid., 199
   23
        Hans-Ruedi Weber, Salty Christians (New York: Seabury, 1969), 17.
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                                     20
                             Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




               “…. It betrays something of the layman’s professional dicease :
               schizophrenia. It leads to a split between the world of Sundy and the world
               during the rest of the week.. a clericelized layman is unsuited for the
               opostolate; he has become a church-domesticated layman, tamed and
               eaged by the church – one who has betrayed his own trade and has become
               unfaithful to the earth.24
     e. Itu bukan berarti bahwa PWG mengecilkan arti keaktifan warga gereja di dalam
        kegiatan domestic gereja. PWG pun mempunyai lapangan kerja yang mengkader
        dan memampukan warga gereja untuk menjadi pelayan pekerjaan gereja. PWG
        menyadari perlunya keseimbangan antara kesaksian di kehidupan sekuler dan
        pelayanan di dalam gereja. Tidak ada polarisasi diantara keduanya.

7.      Pengertian PWG

     PWG adalah “usaha gereja secara sengaja untuk memampukan warga gereja
     khususnya yang sudah dewasa menjadi alat kesaksian Tuhan Yesus Kristus kepada
     lingkungan hidupnya serta dunia dimana ia dihadirkan melalui karya-karya dan
     bahkan keseluruhan penampilan kehidupannya”.

8.      Perbedaan PAK dan PWG
     Pendidikan Agama Kristen (PAK) :
     •           Ditujukan kepada semua golongan umur. Karena itu di dalam dunia PAK,
        kita mengenal adanya: PAK anak, PAK remaja, PAK pemuda, PAK dewasa dan
        PAK manula. Masing-masing jenis PAK yang berdasarkan klasifikasi umur itu
        dirancang dalam bentuk dan pendekatan yang berbeda. Hal itu dilakukan atas
        pertimbangan bahwa kebutuhan dari masing-masing kelompok umur tersebut
        berbeda.
     •           Tugas PAK lebih banyak ke arah pewarisan Iman Kristen, di mana peserta
        didik (warga/umat gereja) diberikan pelajaran dasar-dasar iman secara terstruktur
        dan bersinambung. PAK (khususnya PAK di sekolah) lebih mengedepankan
        unsur pengetahuan (kognitif), sehingga factor afektif dan psikomotor cenderung
        diabaikan. Tentu PAK yang dilaksanakan di gereja, diharapkan tidak demikian;
        artinya tetap dirancang untuk mencapai tiga aspek pengetahuan secara seimbang,
        yaitu : aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor.
     •           PAK merupakan pendidikan yang lebih bersifat formal dan berlangsung
        lama serta berkesinambungan.
     Pembinaan Warga Gereja (PWG) :
     •      Ditujukan kepada orang dewasa. Kenapa hanya orang dewasa ? Hal ini terkait
        dengan sejarah pemahaman tentang keanggotaan gereja, di mana pada umumnya
        dalam gereja-gereja arus utama (saya menyebutnya “gereja tua”), seseorang baru


        24
             J.C. Hoekendijk, The Church Inside Out, trans. Isaac Rottenberg (Philadelphia: Westminster,
1966), 89.
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                        21
                        Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




         resmi dianggap sebagai anggota gereja yang sah setelah menjalani upacara “sidi”
         ketika seseorang sudah mencapai usia pemuda.
     •       Tugas PWG lebih banyak ke arah melayani orang supaya meningkatkan
         kemampuan penghayatan imannya, tetapi juga agar ia dimungkinkan mewujudkan
         tugas dan panggilannya di tengah-tengah dunia dan masyarakat di mana ia berada
         dengan segala apa yang ada padanya.
     •       PWG lebih bersifat non-formal pada warga gereja yang diselenggarakan
         sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan khusus dan berlangsung dalam waktu yang
         singkat.
     •       Pelaksanaan PWG lebih bersifat fleksible, karena disiapkan dan disusun
         sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan actual.

9.       Persamaan PAK dan PWG

     a. Merupakan pendidikan gereja yang mempunyai kriteria dasar pendidikan yaitu :
        •       Intensional, berarah tujuan, direncanakan dan disengaja.
        •       Mempunyai nilai-nilai, menolong peserta didik mengoreksi dan
            meningkatkan nilai-nilai hidup.
        •       Melibatkan usaha untuk mengetahui dan mengerti, lalu usaha untuk
            melihat relasi antara apa yang diketahui dan dimengertinya tentang hal yang
            satu dengan hal yang lain.
        •       Terjadi sebagai hasil interaksi yaitu belajar (interaksi antara pelajar
            dengan apa yang dipelajari) dan mengajar (interaksi antara pengajar, pelajar
            dan bahan pelajaran).
        •       Terjadi dalam suatu proses.
        •       Menyangkut dan menimbulkan hasil positif dalam hubungan dengan
            dirinya dan hubungan dengan dunia di luar dirinya.
        •       Menyangkut dimensi kognitif, afektif, aktif dan motif.
        •       Menyangkut pertumbuhan stadium perkembangan jiwa peserta didik.
     b. Bertujuan menolong warga gereja bertumbuh dalam iman Kristiani menuju
        kepada tingkat kedewasaan penuh di dalam Kristus. Tetapi di samping itu juga,
        menolong setiap warga gereja untuk mampu merealisasikan iman secara konkret
        dalam realitas kehidupannya di segala tempat dan situasi.
     c. PAK dan PWG mempunyai missi yang kontekstual sesuai dengan kebutuhan
        lapangan dan jaman. PAK dan PWG mempunyai misi menjembatani jurang
        antara ibadat dengan praktek hidup. Di Indonesia sekarang ini kehidupan
        beragama tumbuh dengan subur. Tempat-tempat ibadat dipenuhi dengan umat
        penganutnya. Tetapi kehidupan berargama cenderung bersifat ritual. Di satu pihak
        orang rajin beribadah, tetapi di lain pihak terjadi penyalagunaan wewenang,
        korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, materialisme dan egoisme belum
        tersentuh oleh kehidupan beragama. Persepsi keberagamaan lebih menekankan
        bakti ritual dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Kehidupan beragama
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                           22
                Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




lebih berorientasi vertical dari pada horizontal. Kepekaan spiritual ternyata tidak
atau belum disertai dengan kepekaan social. Kalau pendidikan agama berjalan ke
arah ini, maka pendidikan agama merosot menjadi indoktrinasi belaka dan umat
akan menjadi munafik dan bahkan fanatisme agama yang sempit.
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                           23
                    Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




                             BAB V
                         KARAKTERISTIK
                     PEMBINAAN WARGA GEREJA

    Di atas telah dipaparkan secara singkat beberapa perbedaan dan juga persamaan
PAK dengan PWG. Pada paparan kita berikutnya, sangat perlu pula dikedepankan
tentang ciri-ciri khas atau karakteristik dari PWG. Hal itu dilakukan agar PWG
semakin jelas posisinya dalam rumpun teologia praktika. Untuk memperoleh
gembaran jelas tentang karakteristik atau ciri-ciri khas PWG, saya mengajak kita
memperhatikan apa yang dikemukakan oleh Alfred Schmidt. Ia mengemukakan ada
tujuh ciri PWG sebagai berikut :
1. Sikap tindakan yang terbuka terhadap perubahan-perubahan yang luas dan
    mendalam di dalam masyarakat, dan menempatkan diri secara bertanggung jawab
    dan dewasa, secara kritis dan kreatif, di dalam situasi yang baru. Ini berarti bagi
    pelayanan gerejawi: bahwa orang-orang Kristen yang ada di tengah-tengah dan
    yang menghadapi tantangan baru di dalam dunia dan masyarakat, menjadi sadar
    bahwa mereka membutuhkan sikap dan tindakan yang terbuka. Mereka ditolong
    untuk memiliki kelengkapan untuk memenuhi panggilannya selaku orang-orang
    yang bertanggung jawab. Kita, orang percaya, terpanggil untuk “menjadi kawan
    sekerja Allah di dalam pekerjaan-Nya” (1 Kor. 3:9). Apa yang diminta oleh Rasul
    Paulus “untuk mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup”
    (Rm. 12:1) tidak mampu diwujudkan sebab warga gereja itu belum pernah
    memperoleh kesempatan dilatih untuk itu.
2. Sikap kedewasaan: Dengan kata dewasa dimaksudkan kemampuan seseorang
    untuk mengungkapkan dengan perkataan sendiri, pikiran dan pengharapannya
    serta memutuskan bagi dirinya sendiri jalan-jalan untuk membentuk masa depan
    yang dipilihnya sendiri. Ini berarti bahwa ia tidak tergantung pada apa yang
    dikatakan oleh orang lain, pada pikiran atau pimpinan orang lain. Orang yang
    dewasa menjadi cukup bebas untuk melihat dan menilai tanda-tanda zaman
    sendiri, untuk kemudian bersama dengan rekan-rekannya mampu memberikan
    jawabnya yang khas. Cukup jelas bahwa pengertian ini mencakup juga segala
    aspek social dan politis.
    Kedewasaan manusia juga terdapat dalam hubungan antar manusia di mana
    dipahami bahwa tidak seorang pun akan dewasa dalam sesuatu struktur otoriter
    masyarakat. Dalam suatu struktur masyarakat feodal, di mana berlangsung
    perintah dari atas ke bawah, kedewasaan tidak akan diperoleh melalui suatu
    indoktrinasi. Maka tugas tenaga pembinaan ialah sebagai hamba yang
    menyediakan diri, yang akan menolong dan menyaksikan kemuliaan Tuhan, tetapi
    tidak dapat mewujudkan kedewasaan orang lain. Tugasnya bersifat
    menyingkirkan hambatan-hambatan di jalan menuju kedewasaan, dari pada
    bersifat membangun orang-orang yang dibina oleh Allah.
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                          24
                   Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




3. Ciri khas yang ketiga adalah menjadi mampu berpikir secara ekumenis, berpikir
   inklusif. Dimensi inklusif tidak boleh dibatasi oleh bentuk-bentuk kepercayaan
   Kristen, tetapi juga harus mencakupi bentuk-bentuk berbagai kepercayaan dan
   agama lain yang berbeda-beda. Kita dibawa kepada kesadaran bahwa corak
   kehidupan dan nasib manusia saling berkaitan satu sama lain. Dan bahwa umat
   manusia di dunia ini merupakan suatu himpunan yang berada dalam suatu
   pemahaman dan perasaan senasib.
   Berpikir ekumenis berarti melihat seluruh anggota umat manusia sebagai sesame.
   Kesejahteraan umat manusia di mana-mana harus mendorong untuk mengatasi
   sikap mengisolisasi diri atau sikap nasionalisme yang picik. Secara realitis kita
   harus memahami bahwa tugas mencapai tujuan agung itu tidak akan terlaksana
   dan tujuan itu tidak akan tercapai tanpa kerja sama dari seluruh umat manusia
   dengan melibatkan segala kemampuan dan kesediaannya.
4. Ciri khas keempat dari PWG adalah penyadaran dan penghadiran yang diberi
   kepada manusia untuk mendorongnya kepada pengalaman kebebasan yang
   tersedia itu. Berdasarkan kesaksian Alkitab, kebebasan manusia dapat dilihat dari
   tiga aspek :
   • Aspek pertama, kebebasan dari: ini berarti menjadi bebas dari keakuan.
       Menurut Martin Luther inilah pusat utama dari dosa manusia. Bebas dari
       keterbelengguan manusia dalam dosa, bebas dari keterpenjaraan pandangan
       hidup yang mengekang orang pada usaha hanya mengurus kepentingan diri
       sendiri. “Kebebasan dari” adalah anugerah yang diberikan: tetapi serentak
       juga merupakan proses dalam membebaskan diri. Proses ini baru berakhir bila
       kita memasuki atau beroleh “kebebasan untuk”.
   • Aspek kedua, kebebasan untuk: diperoleh dan dipenuhi dalam pelayanan
       kepada sesama manusia. Yaitu tindakan yang memperhatikan dan memandang
       sesama manusia lebih mulia daripada kepentingan diri sendiri.
   • Aspek ketiga, kebebasan dalam: terdapat pada surat Galatia yang
       membicarakan tentang kemerdekaan manusia Kristen (Gal. 5:1-11).
       Kemerdekaan Kristen dipenuhi dalam iman dan diwujudkan melalui tindakan-
       tindakan berdasarkan kasih. Orang Kristen yang dibebaskan seyogianya
       menjadi peka terhadap kebutuhan sesama manusia. Juga peka terhadap sikap
       diri sendiri. Kebebasan yang sebenarnya adalah pertobatan manusia dalam
       akar dan dasar kehidupannya sendiri.
5. Ciri khas kelima adalah mampu bekerja sama. Dalam pengalaman sehari-hari kita
   menyadari betapa pentingnya bahwa kerja sama dipupuk dalam masyarakat, dan
   bahwa sikap kerja sama harus dilatih sejak usia muda. Kerja sama dalam
   perjalanan bersama-sama dewasa ini dan di masa depan adalah syarat mutlak
   untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi manusia. Kerja sama harus
   berdasarkan atas kepercayaan satu kepada yang lain, atas hokum dan keahlian dan
   atas kemampuan memegang tanggung jawab. Kerja sama berarti bahwa kita harus
   mementingkan diri kita sendiri secara seimbang dengan kepentingan orang lain
   secara timbal balik. Saya akan mencapai kepentingan diri saya sendri jika itu juga
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                                    25
                       Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




   menyangkut kepentingan orang lain. Syarat utama dari kerja sama yang hakiki
   adalah “Kasihilah sesama manusia seperti dirimu sendiri” (Luk. 1:27).
6. Ciri khas yang keenam adalah bersedia dan mampu berpikir secara lugas
   (zakelijk) atau perkara yang bersifat langsung pada pokok. Dengan berpikir lugas
   dimaksudkan bahwa orang belajar dan menetrapkan sesuatu pelajaran (atau
   sesuatu pemahaman) dengan memisahkan persoalan pokok dari persoalan pribadi.
   Pendeta pada umumnya belum bersedia menerima kritik dari jemaat terhadap
   khotbah-khotbahnya. Pendeta biasa menilai khotbahnya itu sama dengan Firman
   Allah, identik dengan Firman. Padahal masalahnya bukanlah terletak pada taat
   tidaknya Pendeta terhadap Firman Allah. Yang menjadi masalah adalah
   kemampuan mengajar dan belajar untuk berpikir secara metodis, agar
   mengungkapkan ketaatan kepada Firman Allah secara jelas, dan menterjemahkan
   pengertian-pengertian agung dari Firman Allah ke dalam istilah-istilah sehari-
   hari. Kemampuan berpikir secara lugas mengenai pokok persoalan adalah
   termasuk juga kemampuan dan kesediaan untuk menerima dan menilai kritik,
   serta mengakui kekurangan dan kemampuan sendiri.
7. Ciri ketujuh adalah sikap dan semangat dialogis. Dialog dimulai dengan dialog
   antara Allah dan manusia. Dialog selalu berarti melibatkan Allah dan sesama
   manusia ke dalam diri sendiri. Sikap dialogis pertama-tama berarti bahwa orang-
   orang tidak hanya didengar, tetapi ada juga kesediaan mendengar dan bertukar
   pikiran dengan sesame. Apa yang diperlukan sebetulnya adalah pelayanan
   mendengar. Ini berarti menjadi peka terhadap pertanyaan orang lain, terhadap
   pengharapan dan kekuatiran orang lain. Menjadi peka terhadap “suara dan jeritan
   orang sengsara” (Ayub 34:28).
   Orang yang bersikap dialogis akan menjadi kawan sekerja Allah dengan cara
   yang istimewa. Dalam dialog kita memberi kesempatan kepada sesama kita untuk
   melepaskan diri dari penjara monolog dan keakuan. Keakuan adalah sikap dan
   mental yang hanya memikirkan diri sendiri semata-mata, malah mempergunakan
   orang lain untuk kepentingan diri sendiri, dan hanya berputar-putar di sekitar
   dirinya sendiri. Sikap dialogis akan menolong untuk melihat ketergantungan diri
   sendiri dengan sesama di hadapan Allah.25
   Kalau kita memperhatikan ketujuh karakteristik PWG yang dikemukakan oleh
   Schmidt di atas, maka dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa PWG lebih tetap
   diberikan kepada orang-orang dewasa. Materinya disusun secara fleksible dan
   disesuaikan dengan kbutuhan actual dalam suatu konteks kehidupan.




   25
        Alfred Schmidt, Kawan Sekerja Allah (Jakarta: BPK Gunung Mulia untuk IOI-DGI), 12-27.
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                              26
                           Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




                                 BAB VI
                     SENTRALITAS GEREJA DALAM PWG

    Ketika kita mulai berbicara tentang pendidikan, dan atau pembinaan, biasanya
asosiasi berpikirnya langsung terarah pada lembaga-lembaga “sekolah”, lembaga-
lembaga kursus yang formal maupun non-formal. Padahal media atau konteks pendidikan
bisa dilakukan oleh keluarga (di rumah), gereja, sekolah, kursus-kursus, bahkan
lingkungan masyarakat di mana saja seseorang itu hadir. Masing-masing konteks
pendidikan mempunyai “core” tugasnya. Dalam kaitannya dengan pendidikan iman
Kristiani, di samping menjadi tugas utama dari pendidikan dalam keluarga, tetapi juga
menjadi tugas penting dari gereja. Karena itu pembinaan warga gereja adalah merupakan
wilayah tanggung jawab utama dari gereja, bukan keluarga, sekolah atau kursus, dll.
Karena itu, gereja tidak dibenarkan apabila melemparkan tanggung jawab itu kepada
institusi-institusi lain, seperti sekolah, dll.
    Dalam realitas pelaksanaan tugas pelayanan gereja, khususnya di bidang PWG, belum
terlaksana secara komprehensif. Artinya bahwa bisa saja sebagian sudah terlaksana,
misalnya telah melakukan ibadah di gedung gereja yang diisi dengan pujian, kesaksian
umat dan kemudian mendengarkan khotbah pendeta. Tetapi sebenarnya itu barulah
merupakan sebagian kecil dari sekian banyak tugas pembinaan gereja terhadap umat yang
dipercayakan dan diperhadapkan Tuhan kepadanya. Pembinaan warga gereja seharusnya
bersifat komprehensif, yaitu menyentuh dan atau menjawab seluruh konteks kebutuhan
umat.
    Dilandasi dengan pokok pikiran di atas, maka pada bagian ini, pertama-tama secara
khusus akan dibahas tentang pengertian gereja dan posisi sentralitasnya dalam
pelaksanaan tugas PWG. Asumsi dasarnya adalah jika pemahaman kita terhadap hakikat
gereja jelas dan tepat, maka itu akan menjadi modal serta sekaligus sebagai pemberi arah
yang akurat bagi pelaksanaan dan pencapaian sasaran (goal) PWG, baik dalam konteks
gereja lokal, sinodal maupun gereja dalam arti universal. Dilandasi dengan asumsi
tersebut, maka perlu dipaparkan beberapa point penting berikut ini :

a. Pengertian Gereja Secara Teologis
   Tulisan ini tidak persiapkan untuk melakukan studi kata (word study) tentang
   “gereja”, melainkan lebih diarahkan pada tataran pengertiannya; baik pengertian
   teologis maupun pengertian praktis. Salah satu pengertian teologis tentang gereja,
   diungkapkan oleh French L. Arrington dalam bukunya “Christian Doctrine; A
   Pentecostal Perspective” : The Church is the community of faith. Where the word of
   God is preached and received by faith there is the church.26 Tetapi pada sisi lain,
   gereja dapat pula didefinisikan sebagai sebuah persekutuan yang diberi spesifikasi
   atau konotasi yang khusus, yaitu sebagai persekutuan orang-orang percaya, yang

        26
          French L. Arrington, Christian Doctrine; A Pentacostal Perspective, Volume three,
(Tennessee: Pathway Press), 165
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                             27
                        Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




   dipanggil, dipilih dan dikuduskan untuk menjadi berkat bagi semua orang atau
   sesama manusia (bnd. Kej. 12:2-3; Kel. 19:5-6; Ul. 4: 20; 7:26; 14:2; 26:18; Tit. 214;
   1Petr. 2:9). Dalam rangka panggilan, pilihan dan pengudusan (pengkhususan) inilah
   PL berbicara tentang umat Allah (am Yahwe) yang di dalam PB diterjemahkan ek-
   klesia, yaitu persekutuan orang-orang yang dipanggil keluar dari ikatan-ikatan lama
   kemudian dikhususkan untuk menjadi berkat bagi semua orang. Di sini tampak
   dengan jelas bahwa gereja merupakan persekutuan atau perkumpulan masyarakat
   iman yang menurut iman Kristiani adalah masyarakat (siapa saja yang terdiri dari
   orang-orang) yang telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan juruselamatnya.
   Secara teologis gereja dapat diartikan sebagai persekutuan yang lahir dari Allah,
   karena ia merupakan buah tangan pekerjaan Roh Kudus. Itulah sebabnya,
   kehadirannya di dunia ini mempunyai pengertian yang special, yaitu: sebagai “agen”
   atau “mediator” berkat Allah bagi dunia ini.

b. Gereja adalah Orangnya
   Dilandasi pemahaman pada point a di atas, maka saya ingin mengutip apa yang
   dikemukakan oleh Dr. Theo Kobong, melalui tulisannya yang berjudul “Gereja
   Bukanlah Gedungnya, Gereja Adalah Orangnya” dalam buku “Kepemimpinan dan
   Pembinaan Warga Gereja. Ia secara jelas menguraikan bahwa gereja adalah
   orangnya.27 Dari uraian terdahulu di atas kita sudah dapat memahami bahwa yang
   dimaksudkan pertama-tama bukanlah gedungnya, melainkan gereja adalah orangnya.
   Kita juga sudah memahami bahwa tugas dasar yang diberikan Allah kepada kita
   adalah sama dengan tugas yang diberikan Allah kepada Abraham yaitu memeilihara
   kehidupan. Memelihara kehidupan seperti yang dimaksudkan Allah tidak mungkin
   dilakukan oleh gereja sebagai lembaga/institusi. Di dalam Alkitab, Allah tidak
   berbicara kepada lembaga/institusi, melainkan kepada manusia-manusia, walaupun
   Alkitab mempergunakan juga ilustrasi seperti bangunan (Ef. 2:21-22; 1 Petrus 2:5),
   tubuh (1 Kor. 12), kawanan domba (Yoh. 21:15-17; 1 Petr. 5:2). Namun jelas bahwa
   yang disapa melalui ilustrasi-ilustrasi (itu berarti ilustrasi di sini hanya diposisikan
   sebagai sarana komunikasi yang komunikatif) itu adalah manusia-manusia yang telah
   memberikan dirinya dirangkul oleh kasih Allah. Dengan demikian mau dikatakan
   bahwa masing-masing umat Allah disapa sebagai bagian dari satu bangunan, satu
   tubuh, satu kawanan domba, tetapi kepada masing-masing anggota telah diberikan
   karunia yang berbeda-beda. Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lain
   menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita (Roma 12:6). Setiap anggota
   mempunyai fungsinya masing-masing (1 Kor. 12). Di dalam 1 Kor. 12:21 dyb. Paulus
   mengatakan: mata tidak dapat berkata kepada tangan; aku tidak membutuhkan
   engkau. Dan kepala tidak dapat berkata kepada kaki, aku tidak membutuhkan engkau.
   Malahan justru anggota-anggota tubuh yang menurut pemandangan kita kurang
   terhormat, kita justru memberikan penghormatan khusus kepadanya. Demikian juga
   terhadap anggota-anggota tubuh kita yang tidak elok, kita berikan perhatian khusus
   kepadanya.
       27
          Sularso Sopater, ed., Seri Membangun Bangsa; Kepemimpinan dan Pembinaan Warga
Gereja (Jakarta: Sinar Harapan, 1998), 71-73
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                               28
                          Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




    Di tempat lain Paulus berkata bahwa kita adalah satu tubuh di dalam Kristus.
    Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lain menurut kasih karunia yang
    dianugerahkan kepada kita: jika karunia itu adalah untuk bernubuat, baiklah kita
    melakukannya sesuai dengan iman kita. Jika karunia untuk melayani, baiklah kita
    melayani, jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar, jika karunia untuk
    menasehati, baiklah kita menasehati. Karunia intelektual itu bermacam-macam,
    karunia seni mungkin lebih bervariasi lagi, demikian juga karunia keterampilan tidak
    kurang banyaknya. Singkatnya kehidupan ini mempunyai banyak segi yang sering
    kita tidak sadari, namun apabila kita yakin bahwa kehidupan ini adalah ciptaan
    pemberian Tuhan, maka kita harus pula sadari bahwa kehidupan ini adalah ciptaan
    dan pemberian Tuhan, maka sebaiknya kita sadar bahwa kehidupan seperti itulah
    yang harus kita pelihara dan kembangkan, masing-masing menurut talenta yang
    dipercayakan kepadanya.
    Dengan pemahaman di atas bahwa gereja/umat Allah dipanggil dan diberikan tugas
    memelihara kehidupan, maka jelas bahwa gereja hanya bisa memelihara kehidupan
    melalui anggota-anggotanya di setiap bidang kehidupan (artinya dalam multi
    kompetensi) sesuai dengan kehendak Allah. Dengan kesadaran demikian, maka
    gereja mau tidak mau mempunyai kewajiban untuk memperlengkapi anggota-
    anggotanya untuk memelihara kehidupan itu. Untuk itulah Yesus Kristus sendiri
    memberikan kepada gereja-Nya pejabat-pejabat/pelayan-pelayan khusus. Para pejabat
    dan pelayan tersebut adalah primer dan terutama untuk memperlengkapi warga gereja
    bagi suatu pekerjaan memelihara kehidupan yang mengacu kepada kerajaan Allah.
    Jadi yang diperlengkapi adalah orangnya dan bukan gedungnya atau organisasinya,
    atau kalau organisasinya dan gedungnya dibenahi, maka itu hanya untuk menunjang
    usaha mengfungsikan anggota-anggotanya secara efektif. Jadi sekali lagi, starting
    point, focusing point and finishing point adalah orangnya, bukan gedungnya. Di
    sinilah tampak secara jelas pentingnya PWG.

c. Gereja Dalam Pemahaman Praktis
   Menurut Lawrence O. Richards, dalam bukunya A Theology of Christian Education,
   bahwa pemahaman mengenai hakikat, sifat dan tugas gereja yang kita anut, akan
   sangat mempengaruhi pola pikir kita sendiri terhadap tugas gereja dalam pendidikan
   atau pembinaan.28 Dilandasi dengan pengertian ini, maka pemahaman yang jelas oleh
   umat, khususnya para “elite” gereja tentang gereja harus dirumuskan secara tepat dan
   disosialisasikan. Menurut urgensinya, hal ini merupakan sesuatu yang tidak bisa lagi
   ditunda-tunda. Karena apabila tidak, akan terjadi penyalahgunaan dan atau
   pemanfaatan institusi gereja dengan label pelayanan demi mewujudkan ambisi
   pribadi, kerakusan dan kepentingan pribadi atau kelompok-kelompok tertentu. Dan
   kalau itu terjadi, akibatnya praktek dan perilaku sekuralisasi gereja terjadi. Gereja
   dapat menjadi arena perebutan kekuasaan, pengumpulan kekayaan, penerusan
   kerajaan, tempat perdagangan agama yang sangat populer, dll. Ada beberapa

        28
           Lawrence O. Richards, A Theology of Christian Education (Grands Rapid: Zondervan
Publishing House, 1975), 120.
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                                    29
                              Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




       pemahaman praktis yang dapat dilekatkan pada gereja, seperti yang diuraikan berikut
       ini:
       • Gereja sebagai suatu organisasi
            Organisasi gereja tidak diuraikan secara tegas di dalam Perjanjian Baru.
            Organisasi gereja disinggung hanya sedikit saja oleh Kristus dalam Matius 18,
            ketika Ia berbicara tentang pembuktian fakta mengenai suatu perselisihan melalui
            pemeriksaan bersama oleh jemaat. Ketika kekuasaan para rasul berlalu,
            tampaknya organisasi kolektif yang menggantikannya. Sebagai contoh, dalam
            Kisah Para Rasul 8 Petrus menentang Simon si tukang sihir berdasarkan
            kekuasaan sepihak. Beberapa tahun kemudian, Rasul Paulus menulis kepada
            jemaat di Korintus bahwa mereka mempunyai tanggung jawab bersama untuk
            menghakimi orang-orang jahat yang ada di tengah-tengah mereka (1 Kor. 5:13).
            Di dalam gereja mula-mula organisasi merupakan upaya menanggapi kebutuhan-
            kebutuhan dan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh gereja. Sebagai contoh
            yang paling jelas tentang pemilihan diaken dalam Kisah Para Rasul 6. Tetapi
            dalam perkembangannya lebih lanjut, tidak bisa dihindari bahwa gereja dalam
            perjalanan tugas dan tanggung jawab kesaksiannya menghadapi multi tugas
            harus dikerjakannya, termasuk di dalamnya PWG. Hal inilah yang mendorong
            gereja untuk harus menjadi suatu organisasi yang mampu menerapkan elemen-
            elemen organisasi dan kepemimpinan secara benar dan relevan.
       • Gereja sebagai suatu organisme
            Untuk memahami gereja sebagai suatu organisme, ada baiknya kita mengutip apa
            yang dikemukakan oleh William W. Menzies dalam bukunya “Doktrin Alkitab”.
            Ia berkata bahwa “gereja lebih dari sekedar organisasi; gereja adalah organisme
            yang hidup. Kepala Gereja adalah Yesus Kristus (Ef.1:22,23), yang memelihara
            gereja, serta memberikan nhidup rohani kepadanya. Akan tetapi, organisme yang
            hidup harus mempunyai struktur. Dalam dunia ini tidak ada yang lebih hebat
            organisasinya daripada sel hidup yang paling sederhana. Demikian pula, gereja
            adalah susunan bagian-bagian yang rapih dan tersusun, susunan yang ditemukan
            bila menyelidiki pola gereja Rasuli. Struktur yang dinyatakan dalam Perjanjian
            Baru sangat sederhana, namun prinsipnya ialah bahwa hanya organisasi yang
            penting bagi kelangsungan kehidupan gereja harus dipakai. 29 Apa yang
            dikemukakan oleh Menzies di atas dapat kita mengambil suatu kesimpulan bahwa
            gereja memiliki dimensi illahi dan insani. Illahi karena lahir dari karya Roh
            Kudus dan insani karena membutuhkan penataan dari manusia dalam suatu
            realitasnya sebagai organisasi.

d. Kedudukan dan Tugas Ganda Gereja
   • Kedudukan Gereja
      Dalam rangka memahami kedudukan gereja, menarik apabila kita memperhatikan
      apa yang Homrighausen katakan tentang gereja. Ia mengatakan, kedudukan gereja

          29
               William W. Menzies dan Stanley M. Horton, Doktrin Alkitab (Malang: Gandum Mas, 1998),
177.
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                                 30
                            Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




        harus dilihat dari tiga aspek, yaitu: gereja adalah pemberian Allah, gereja adalah
        suatu organisasi di tengah-tengah masyarakat dan gereja merupakan suatu badan
        yang melakukan fungsinya yang istimewa di antara umat manusia. 30 Dari tiga
        aspek ini, khususnya aspek yang ketiga sangat terkait erat dengan tugas PWG.
        Disebutkan sebagai tugas istimewa oleh karena tugas PWG dimandatkan Allah
        bukan kepada lembaga-lembaga non-gereja, melainkan memang telah menjadi
        salah satu tugas khusus gereja. Gerejalah yang harus bertanggung jawab terhadap
        segala jenis pendidikan/pembinaan iman warga gereja. Apabila gereja melalaikan
        tugas tersebut, maka ia telah melalaikan salah satu hakikat dirinya.

    •   Tugas Ganda Gereja Dalam PWG
        Tugas gereja harus dipahami, dibangun dan dikembangkan dalam suatu dimensi
        yang bersifat komprehensif. Tugas Gereja bukan hanya membimbing umat
        untuk beriman dan memiliki hubungan dengan Tuhan, melalui kegiatan-kegiatan
        pembinaan, seperti dalam bentuk khotbah-khotbah pada acara-acara kebaktian,
        pemasyuran Injil, pendalaman-pendalaman Alkitab, dan lain-lain, tetapi harus
        pula memperlengkapi dan mendorong umat berbuat sesuatu sesuai bidang
        kemampuannya, agar menjadi berkat dalam suatu kehidupan konkret terhadap
        sesamanya. Di sinilah tampak secara jelas pentingnya suatu proses pendidikan
        atau pembinaan yang bersifat holistic (artinya pendidikan yang menyentuh
        seluruh aspek hidup manusia, baik rohani maupun pengetahuan dan keterampilan
        umum) dalam suatu gereja. Dengan demikian tugas pencerdasan warga gereja
        adalah juga salah satu tugas pokok dari gereja itu sendiri. Hal ini senada dengan
        apa yang dikatakan oleh Daniel Aleshire, ia mengatakan, salah satu (artinya
        masih ada yang lain) maksud dari gereja adalah “the church must educate its
        members”.31 Salah satu maksudnya adalah agar warga gereja menjadi warga yang
        terdidik sehingga memahami secara benar isi imannya (content of the faith),
        memahami secara benar apa yang benar dan salah, memahami dan mampu
        mengkomunikasikan imannya ke dalam kehidupan konkrit, memahami dan
        mampu melakukan sesuatu yang memberi makna bagi hidupnya dan hidup orang
        lain.
        Penekanan utama dalam proses belajar yang dijalankan bagi warga gereja,
        hendaknya tidak merupakan suatu proses untuk memiliki sesuatu, melainkan lebih
        diarahkan sebagai suatu proses untuk menjadi sesuatu. Hal ini tidak dimaksudkan
        bahwa sertifikat yang kita dapatkan melalui suatu proses pendidikan tidak berarti
        apa-apa, sehingga sebaiknya dibuang saja. Bukan itu yang dimaksud ! Sekali
        lagi, bukan. Tetapi adalah benar bahwa apalah artinya kita memiliki sejumlah
        sertifikat yang kita dapatkan dari berbagai lembaga pendidikan, baik yang
        sifatnya formal maupun yang sifatnya non-formal, kalau ternyata hidup kita
        hidupi ini ternyata tidak berguna secara maksimal, baik untuk diri kita sendiri
        30
             E.G. Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 53.
        31
           Bruce P. Powers, ed., Christian Education Handbook; Resources for Church Leaders
(Nashville: Broadman Press, 1981), 32.
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                              31
                         Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




       maupun terhadap sesama. Karena itu, hendak diberi penekanan sekali lagi bahwa
       yang jauh lebih terpenting adalah ketika hidup ini bisa menjadi sesuatu artinya
       bahwa melalui kehidupan kita ada suatu manfaat yang dirasakan, baik oleh diri
       kita maupun oleh sesama yang ada di sekitar kita.

e. Gereja Sebagai Pengembang Strategi Pembinaan

           Gereja yang dilukiskan sebagai tubuh Kristus merupakan suatu organisme
   Illahi yang terus menerus berkembang. Suatu organisme tidak pernah berhenti dalam
   perkembangannya, karena perkembangan adalah tanda-tanda adanya suatu kehidupan
   dalam organisme tersebut. Organisme yang bertumbuh itu perlu diatur dan ditata
   pertumbuhannya (perkembangannya) agar ia bertumbuh atau berkembang secara
   sehat sesuai dengan yang diharapkan. Gereja, selain sebagai organisme, ia juga
   merupakan suatu organisasi yang dalam melaksanakan tugasnya harus tertata rapih
   secara terstruktur sehingga tercapai pencapaian hasil yang maksimal.
          Setiap organisasi apapun; organisasi pemerintahan, organisasi politik, organisasi
   kemsyarakatan (termasuk di dalamnya organisasi gereja), organisasi bisnis, dll. di
   dunia ini pasti bekerja dengan menggunakan pola strategi. Karena keberhasilan suatu
   organisasi, sangat ditentukan pula oleh jenis strategi yang digunakan. Berkenaan
   dengan tugas gereja sebagai pengembang strategi pembinaan, maka ada beberapa hal
   terkait yang perlu dipaparkan sebagai berikut:

   1. Menetapkan Profil Warga Gereja Yang Diharapkan
      Ketika kita hendak melakukan suatu pembinaan terhadap warga gereja; pertama-
      tama kita harus memunculkan pertanyaan tentang profil warga jemaat yang
      bagaimana, yang diharapkan ? Karena dengan adanya pertanyaan seperti ini,
      maka akan menjadi dasar dan sekaligus pemberi arah dalam keseluruhan
      pengembangan strategi pembinaan yang akan dilakukan. Contoh, profil warga
      jemaat yang diharapkan oleh Gereja Bethel Indonesia “adalah mempersiapkan
      warga jemaat yang seperti Kristus” (ini hanya sebagai salah satu contoh saja).
      Setelah profil hasil pembinaan ditetapkan, maka pertanyaan berikutnya adalah
      kebutuhannya apa ? Pada saat kita berbicara tentang kebutuhan, maka ada
      beberapa factor yang harus menjadi perhatian khusus, yaitu: analisis kebutuhan,
      model-model analisis kebutuhan dan strategi-strategi analisis kebutuhan. Untuk
      ketiga aspek ini, saya akan mengutip apa yang dikemukakan oleh Pdt. Japarlin
      Marbun, dalam tulisannya yang berjudul “Gembala Jemaat Sebagai Pengembang
      Program Gereja” dalam buku “Gnosis“; Merajut Pemahaman Transformasi
      Gereja dan Pergumulan Teologi Kekinian”, sebuah jurnal teologi yang diterbitkan
      oleh BPD GBI DKI Jakarta. Dalam tulisannya, beliau menekankan tiga aspek
      dengan mendasarkan paparannya, seperti pada apa yang telah dikemukakan oleh
      Kaufman, Briggs., Lesle., J.Walter., W.Wagner dan Alisson Rosset.              Ia
                                              32
      menjelaskan tiga aspek sebagai berikut.
       32
          M. Ferry H. Kakiay, ed., Gnosis; Merajut Pemahaman Transformasi Gereja dan Pergumulan
Teologi Kekinian (Jakarta: BPD GBI DKI, 2003). Japarlin Marbun, dalam judul tulisannya: Gembala
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                        32
                         Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




       •   Analisis Kebutuhan
           Dari sekian banyak kebutuhan yang mungkin dirasakan oleh seseorang, maka
           tidak semuanya kebutuhan itu dapat dipenuhi pada suatu saat. Oleh karena itu
           diperlukan adanya usaha untuk mengidentifikasi serta menentukan skala
           prioritas mana yang lebih dahulu dari kebutuhan-kebutuhan tersebut yang
           didahulukan. Kesenjangan yang dibutuhkan pemecahannya itulah yang
           disebut masalah atau kekurangan dari yang seharusnya ada dengan yang ada
           pada saat tertentu. Dengan demikian, maka kesenjangan yang dibutuhkan
           pemecahannya disebut masalah. Salah satu contoh masalah, kalau kita
           mengacu pada para profil warga jemaat yang diharapkan dari GBI, yaitu
           “mempersiapkan warga jemaat yang seperti Kristus”, maka masalahnya
           adalah seperti apa performance warga jemaat yang seperti Kristus ? Apa
           indikasinya ?.
           Menurut Kaufman, masalah adalah tidak lain dari “selected gap” atau
           kesenjangan yang diprioritaskan pemecahannya berdasarkan kepentingannya.
           Usaha untuk mengidetifikasi, mengukur kebutuhan dan menentukan prioritas
           pemecahannya dikenal dengan istilah “need assessment” atau “discrepancy
           analysis” atau analisis kebutuhan. Menurut Knirk & Pinola, analisis
           kebutuhan adalah proses yang sistematis untuk membandingkan apa yang
           telah ada dengan apa yang seharusnya. Sementara Alisson Rosset,
           menjelaskan bahwa analisis kebutuhan adalah suatu kegiatan atau proses di
           mana seseorang melakukan identifikasi atau mencari informasi tentang
           kebutuhan-kebutuhan dan menentukan cara yang paling tepat untuk
           menyelesaikannya. Dari beberapa pendapat di atas jelaslah bahwa: analisis
           kebutuhan adalah proses menentukan jarak atau kesenjangan antara hasil yang
           dicapai sekarang dengan hasil yang sesungguhnya diinginkan/dikehendaki
           serta menetapkan kesenjangan tersebut dalam urutan skala prioritas. Jadi hasil
           akhir dari analisis kebutuhan adalah ditemukannya sejumlah kesenjangan
           antara kondisi yang ada dengan kondisi yang seharusnya ada serta skala
           prioritas pemecahan berdasarkan tingkat urgensinya.

       •   Model-model Analisis Kebutuhan
           Menurut Kaufman, model-model analisis kebutuhan dapat            diklasifikasi
           sebagai berikut:
           a. Model Alpha
              Analisis kebutuhan model alpha mendasarkan analisisnya        dari bawah,
              yaitu penekanannya pada identifikasi masalah berdasarkan      pada tataran
              kebutuhan. Model ini sangat cocok untuk perumusan dan         pelaksanaan
              kebijakan.
           b. Model Beta


Jemaat Sebagai Pengembang Jemaat, hal. 90-95.
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                          33
                 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




         Analisis kebutuhan model beta memberikan penekanan pada fungsi kedua
         yaitu penentuan syarat pemecahan dan pengidentifikasian alternative
         pemecahan masalah. Jadi model kedua ini lebih banyak berhubungan
         dengan organisasi yang berinisiatif mengadakan analisis kebutuhan.
    c.   Model Gamma
         Analisis kebutuhan model gamma dilaksanakan dengan meminta
         kesediaan orang-orang untuk menyusun urutan/menyeleksi tujuan umum
         dan tujuan khusus yang ada agar ditemukan suatu daftar tujuan yang
         disusun berurutan. Kemudian dipilih strategi-strategi pemecahan di antara
         strategi-strategi yang telah ditentukan.
    d.   Model Delta
         Analisis kebutuhan model delta dipergunakan untuk menentukan/
         memutuskan apa yang akan dilakukan dan bagaimana cara melakukannya.
         Jadi pada tahap ini metode diimplementasikan dengan peralatan yang telah
         diseleksi, dengan kata lain tahap ini adalah tahap pelaksanaan di lapangan
         dan manajemen penyelesaian tugas.
    e.   Model Epsilon
         Model ini berhubungan dengan penentuan sejauhmana hasil yang
         diinginkan telah dicapai. Dalam hal ini, suatu yang telah direncanakan,
         dikembangkan dan digunakan dalam strategi operasional dinilai apakah
         dapat bekerja atau tidak. Dalam tahap ini efektifitas dari metode dan
         peralatan dapat ditentukan sehingga tahap ini sering juga disebut sebagai
         evaluasi sumatif dari analisis kebutuhan.
    f.   Model Zeta
         Model zeta adalah model yang dapat dipergunakan untuk mengadakan
         pembaharuan atau perubahan system yang bersifat konstan dan
         berkesinambungan sehingga dimungkinkan adanya revisi apabila
         diperlukan.

•   Strategi-strategi Analisis Kebutuhan
    Strategis analisis kebutuhan dapat dihubungkan dengan pencarian pemecahan
    dalam berbagai bidang yang dianggap memerlukan pemecahan terhadap
    sesuatu kebutuhan. Dan jika analisis kebutuhan dihubungkan dengan kegiatan
    pendidikan dan latihan, maka menurut Kaufman, dapat diidentifikasi tiga
    strategi analisis kebutuhan, yaitu:
    1. Strategi Klasik
        Strategi klasik dimulai dari penentuan tujuan yang sifatnya umum
        (generic), kemudian dilanjutkan dengan pengembangan dan selanjutnya
        diadakan evaluasi program. Strategi ini dilakukan oleh pengembang
        program pendidikan dan latihan.
    2. Strategi Induktif
        Strategi induktif adalah proses induksi yang bertolak dari pendapat patner
        dan data empiric dari lapangan kemudian berdasarkan data tersebut
Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG)                        34
            Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan




   dirumuskan tujuan umum yang diinginkan. Selanjutnya diukur jarak
   antara tujuan umum dengan data yang didapat dari lapangan.
3. Strategi Deduktif
   Strategi deduktif bertolak dari perumusan tujuan umum yang diinginkan
   dilanjutkan dengan pengumpulan data dari lapangan. Selanjutnya diukur
   perbedaan antara tujuan umum dengan data yang ada di lapangan. Dengan
   demikian analisis kebutuhan yang berdasarkan strategi deduktif dapat
   dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
   • Pertama, dilakukan identifikasi tujuan-tujuan yang mungkin dapat
       dicapai. Artinya dalam tahap ini akan didaftar semua tujuan yang
       mungkin dicapai tanpa mempertimbangkan urgensinya. Tujuan-tujuan
       tersebut dirumuskan secara operasional disertai dengan criteria
       performance.
   • Kedua, disusun tujuan-tujuan berdasarkan skala prioritas. Tujuan dari
       kegiatan ini adalah menyusun/mengurutkan tujuan-tujuan yang telah
       diidentifikasikan berdasarkan kepentingannya, sehingga akan kelihatan
       urutan dari tujuan yang terpenting sampai kepada tujuan yang kurang
       penting.
   • Ketiga, mengidentifikasi kesenjangan antara performance yang ada
       dengan performance yang diharapkan. Kegiatan pertama dalam tahap
       ini ialah mendeskripkan tingkat performance dari objek system yang
       ada, selanjutnya dibandingkan dengan performance sebagaimana
       disyaratkan dalam tujuan.
   Untuk lebih jelasnya, Kaufman mengidentifikasi sembilan langkah yang
   perlu ditempuh dalam mengukur kebutuhan sebagai berikut:
   •       Pertama, menyusun rencana
   •       Kedua, mengidentifikasi gejala masalah berdasarkan permintaan
       dari lembaga pendidikan dan latihan untuk mengadakan pengukuran
       kebutuhan.
   •       Ketiga, menentukan ruang lingkup
   •       Keempat, mengidentifikasi peralatan dan prosedur penilaian
       kebutuhan, selanjutnya memilih yang terbaik bekerja sama dengan
       patner dalam melakukan perencanaan.
   •       Kelima, merumuskan keadaan yang ada sekarang dalam bentuk
       perumusan performance yang spesifik dan dapat diukur.
   •       Keenam, Merumuskan kondisi yang diharapkan dalam rumusan
       yang spesifik dan dapat diukur.
   •       Ketujuh, mempertemukan perbedaan pendapat yang ada antara
       patner dengan peneliti dalam mengidentifikasi tujuan sehingga
       diperoleh kesepakatan antara peserta pelatihan, pengguna lulusan dan
       pengembang program pelatihan.
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja
Diktat Pembinaan Warga Gereja

Contenu connexe

Tendances

Pemikiran dan pandangan Teologi Paulus
Pemikiran dan pandangan Teologi Paulus Pemikiran dan pandangan Teologi Paulus
Pemikiran dan pandangan Teologi Paulus Daniel Saroengoe
 
Apa itu teologi perjanjian lama
Apa itu teologi perjanjian lamaApa itu teologi perjanjian lama
Apa itu teologi perjanjian lamaKirenius Wadu
 
kanonisasi alkitab
 kanonisasi alkitab kanonisasi alkitab
kanonisasi alkitabofer5
 
Ppt kelompok 3 teologi perjanjian baru
Ppt kelompok 3 teologi perjanjian baruPpt kelompok 3 teologi perjanjian baru
Ppt kelompok 3 teologi perjanjian baruYakub Unsula
 
Materi Pembinaan Homiletika
Materi Pembinaan HomiletikaMateri Pembinaan Homiletika
Materi Pembinaan HomiletikaGerry Atje
 
Eskatologi: Urgensi Memahami Akhir Zaman
Eskatologi: Urgensi Memahami Akhir ZamanEskatologi: Urgensi Memahami Akhir Zaman
Eskatologi: Urgensi Memahami Akhir Zamanslametwiyono
 
Doktrin Allah Dasar (DAD)
Doktrin Allah Dasar (DAD)Doktrin Allah Dasar (DAD)
Doktrin Allah Dasar (DAD)SABDA
 
Ptt Gereja yang Bersaksi dan Melayani di Dunia
Ptt Gereja yang Bersaksi dan Melayani diDuniaPtt Gereja yang Bersaksi dan Melayani diDunia
Ptt Gereja yang Bersaksi dan Melayani di DuniaRuangguruKristen
 
PERANAN GEREJA DALAM JEMAAT MASA KINI
PERANAN GEREJA DALAM  JEMAAT  MASA KINI PERANAN GEREJA DALAM  JEMAAT  MASA KINI
PERANAN GEREJA DALAM JEMAAT MASA KINI lokobaltenius
 
Pel. 14 Sakramen Baptis
Pel. 14 Sakramen BaptisPel. 14 Sakramen Baptis
Pel. 14 Sakramen BaptisKornelis Ruben
 
Kanonisasi Perjanjian Lama
Kanonisasi Perjanjian LamaKanonisasi Perjanjian Lama
Kanonisasi Perjanjian LamaTheos Anner II
 
Sejarah Gereja
Sejarah GerejaSejarah Gereja
Sejarah Gerejaonchy
 
Tata Perayaan Ekaristi
Tata Perayaan EkaristiTata Perayaan Ekaristi
Tata Perayaan EkaristiQLang Project
 
Sejarah Doktrin Gereja (Pengantar)
Sejarah Doktrin Gereja (Pengantar)Sejarah Doktrin Gereja (Pengantar)
Sejarah Doktrin Gereja (Pengantar)Giovanni Promesso
 
Sejarah teologi abad pertengahan.doc
Sejarah teologi abad pertengahan.docSejarah teologi abad pertengahan.doc
Sejarah teologi abad pertengahan.docKirenius Wadu
 
Antropologi perspektif iman kristen
Antropologi  perspektif iman kristen Antropologi  perspektif iman kristen
Antropologi perspektif iman kristen Daniel Saroengoe
 
Teologi - Eklesiologi Kontekstual
Teologi - Eklesiologi KontekstualTeologi - Eklesiologi Kontekstual
Teologi - Eklesiologi KontekstualLusius Sinurat
 
Makalah ibadah yang benar dan sejati
Makalah ibadah yang benar dan sejatiMakalah ibadah yang benar dan sejati
Makalah ibadah yang benar dan sejatisangkimarden
 

Tendances (20)

Pemikiran dan pandangan Teologi Paulus
Pemikiran dan pandangan Teologi Paulus Pemikiran dan pandangan Teologi Paulus
Pemikiran dan pandangan Teologi Paulus
 
Apa itu teologi perjanjian lama
Apa itu teologi perjanjian lamaApa itu teologi perjanjian lama
Apa itu teologi perjanjian lama
 
kanonisasi alkitab
 kanonisasi alkitab kanonisasi alkitab
kanonisasi alkitab
 
Ppt kelompok 3 teologi perjanjian baru
Ppt kelompok 3 teologi perjanjian baruPpt kelompok 3 teologi perjanjian baru
Ppt kelompok 3 teologi perjanjian baru
 
Materi Pembinaan Homiletika
Materi Pembinaan HomiletikaMateri Pembinaan Homiletika
Materi Pembinaan Homiletika
 
Eskatologi: Urgensi Memahami Akhir Zaman
Eskatologi: Urgensi Memahami Akhir ZamanEskatologi: Urgensi Memahami Akhir Zaman
Eskatologi: Urgensi Memahami Akhir Zaman
 
Doktrin Allah Dasar (DAD)
Doktrin Allah Dasar (DAD)Doktrin Allah Dasar (DAD)
Doktrin Allah Dasar (DAD)
 
Ptt Gereja yang Bersaksi dan Melayani di Dunia
Ptt Gereja yang Bersaksi dan Melayani diDuniaPtt Gereja yang Bersaksi dan Melayani diDunia
Ptt Gereja yang Bersaksi dan Melayani di Dunia
 
PERANAN GEREJA DALAM JEMAAT MASA KINI
PERANAN GEREJA DALAM  JEMAAT  MASA KINI PERANAN GEREJA DALAM  JEMAAT  MASA KINI
PERANAN GEREJA DALAM JEMAAT MASA KINI
 
Pel. 14 Sakramen Baptis
Pel. 14 Sakramen BaptisPel. 14 Sakramen Baptis
Pel. 14 Sakramen Baptis
 
Kanonisasi Perjanjian Lama
Kanonisasi Perjanjian LamaKanonisasi Perjanjian Lama
Kanonisasi Perjanjian Lama
 
Sejarah Gereja
Sejarah GerejaSejarah Gereja
Sejarah Gereja
 
Tata Perayaan Ekaristi
Tata Perayaan EkaristiTata Perayaan Ekaristi
Tata Perayaan Ekaristi
 
Sejarah Doktrin Gereja (Pengantar)
Sejarah Doktrin Gereja (Pengantar)Sejarah Doktrin Gereja (Pengantar)
Sejarah Doktrin Gereja (Pengantar)
 
Sejarah teologi abad pertengahan.doc
Sejarah teologi abad pertengahan.docSejarah teologi abad pertengahan.doc
Sejarah teologi abad pertengahan.doc
 
Antropologi perspektif iman kristen
Antropologi  perspektif iman kristen Antropologi  perspektif iman kristen
Antropologi perspektif iman kristen
 
Proposal Retreat 2011
Proposal Retreat 2011Proposal Retreat 2011
Proposal Retreat 2011
 
Teologi - Eklesiologi Kontekstual
Teologi - Eklesiologi KontekstualTeologi - Eklesiologi Kontekstual
Teologi - Eklesiologi Kontekstual
 
Panggilan Tuhan
Panggilan TuhanPanggilan Tuhan
Panggilan Tuhan
 
Makalah ibadah yang benar dan sejati
Makalah ibadah yang benar dan sejatiMakalah ibadah yang benar dan sejati
Makalah ibadah yang benar dan sejati
 

En vedette

Makalah Paham dasar Pembangunan Jemaat
Makalah Paham dasar Pembangunan JemaatMakalah Paham dasar Pembangunan Jemaat
Makalah Paham dasar Pembangunan JemaatPurnawan Kristanto
 
Pembangunan Jemaat atau Pertumbuhan Gereja?
Pembangunan Jemaat atau Pertumbuhan Gereja?Pembangunan Jemaat atau Pertumbuhan Gereja?
Pembangunan Jemaat atau Pertumbuhan Gereja?Purnawan Kristanto
 
Makalah Peran & strategi pelayanan gereja dalam dunia pendidikan
Makalah Peran & strategi pelayanan gereja dalam dunia pendidikan Makalah Peran & strategi pelayanan gereja dalam dunia pendidikan
Makalah Peran & strategi pelayanan gereja dalam dunia pendidikan Purnawan Kristanto
 
Makalah Pembuatan program jemaat
Makalah Pembuatan program jemaatMakalah Pembuatan program jemaat
Makalah Pembuatan program jemaatPurnawan Kristanto
 
Pendidikan Agama Kristen Kelas XI kurikulum 2013
Pendidikan Agama Kristen Kelas XI kurikulum 2013Pendidikan Agama Kristen Kelas XI kurikulum 2013
Pendidikan Agama Kristen Kelas XI kurikulum 2013Christina Dwi Rahayu
 
Open Printing Summit / PWG Meeting 2012 Cupertino Event Report
Open Printing Summit / PWG Meeting 2012 Cupertino Event ReportOpen Printing Summit / PWG Meeting 2012 Cupertino Event Report
Open Printing Summit / PWG Meeting 2012 Cupertino Event ReportNaruhiko Ogasawara
 
Format kop kalender jemaat
Format kop kalender jemaatFormat kop kalender jemaat
Format kop kalender jemaatronal pasaribu
 
Materi kuliah soul winning
Materi kuliah soul winningMateri kuliah soul winning
Materi kuliah soul winningFelix haposan
 
4 lent year a long form john 9 1 41
4 lent   year a long form john 9 1 414 lent   year a long form john 9 1 41
4 lent year a long form john 9 1 41chuyen tran
 
Makalah Motivator kerajaan allah
Makalah Motivator kerajaan allahMakalah Motivator kerajaan allah
Makalah Motivator kerajaan allahPurnawan Kristanto
 
Gereja yang memberitakan injil
Gereja yang memberitakan injilGereja yang memberitakan injil
Gereja yang memberitakan injilYohanes Ratu Eda
 
Seminar sejarah gereja advent revised
Seminar sejarah gereja advent revisedSeminar sejarah gereja advent revised
Seminar sejarah gereja advent revisedLee Kelvin
 
Agama tugas gereja
Agama   tugas gerejaAgama   tugas gereja
Agama tugas gerejaRafael Jason
 
Kerasulan Awam dan Dewan Paroki
Kerasulan Awam dan Dewan ParokiKerasulan Awam dan Dewan Paroki
Kerasulan Awam dan Dewan Parokiwim pau
 
Makalah filsum siap di print
Makalah filsum siap di printMakalah filsum siap di print
Makalah filsum siap di printLiza Fadilah
 
Job Desc Pnt GKI Bundasudi
Job Desc Pnt GKI BundasudiJob Desc Pnt GKI Bundasudi
Job Desc Pnt GKI BundasudiRiko Tuelah
 

En vedette (20)

Makalah Paham dasar Pembangunan Jemaat
Makalah Paham dasar Pembangunan JemaatMakalah Paham dasar Pembangunan Jemaat
Makalah Paham dasar Pembangunan Jemaat
 
Pembangunan Jemaat atau Pertumbuhan Gereja?
Pembangunan Jemaat atau Pertumbuhan Gereja?Pembangunan Jemaat atau Pertumbuhan Gereja?
Pembangunan Jemaat atau Pertumbuhan Gereja?
 
Makalah Peran & strategi pelayanan gereja dalam dunia pendidikan
Makalah Peran & strategi pelayanan gereja dalam dunia pendidikan Makalah Peran & strategi pelayanan gereja dalam dunia pendidikan
Makalah Peran & strategi pelayanan gereja dalam dunia pendidikan
 
tantangan eksternal dalam gereja
tantangan eksternal dalam gerejatantangan eksternal dalam gereja
tantangan eksternal dalam gereja
 
Makalah Pembuatan program jemaat
Makalah Pembuatan program jemaatMakalah Pembuatan program jemaat
Makalah Pembuatan program jemaat
 
SIAPAKAH KAUM AWAM (GEREjA) PWG
SIAPAKAH KAUM AWAM (GEREjA) PWGSIAPAKAH KAUM AWAM (GEREjA) PWG
SIAPAKAH KAUM AWAM (GEREjA) PWG
 
Pendidikan Agama Kristen Kelas XI kurikulum 2013
Pendidikan Agama Kristen Kelas XI kurikulum 2013Pendidikan Agama Kristen Kelas XI kurikulum 2013
Pendidikan Agama Kristen Kelas XI kurikulum 2013
 
Open Printing Summit / PWG Meeting 2012 Cupertino Event Report
Open Printing Summit / PWG Meeting 2012 Cupertino Event ReportOpen Printing Summit / PWG Meeting 2012 Cupertino Event Report
Open Printing Summit / PWG Meeting 2012 Cupertino Event Report
 
Format kop kalender jemaat
Format kop kalender jemaatFormat kop kalender jemaat
Format kop kalender jemaat
 
Materi kuliah soul winning
Materi kuliah soul winningMateri kuliah soul winning
Materi kuliah soul winning
 
4 lent year a long form john 9 1 41
4 lent   year a long form john 9 1 414 lent   year a long form john 9 1 41
4 lent year a long form john 9 1 41
 
Makalah Motivator kerajaan allah
Makalah Motivator kerajaan allahMakalah Motivator kerajaan allah
Makalah Motivator kerajaan allah
 
Gereja yang memberitakan injil
Gereja yang memberitakan injilGereja yang memberitakan injil
Gereja yang memberitakan injil
 
Seminar sejarah gereja advent revised
Seminar sejarah gereja advent revisedSeminar sejarah gereja advent revised
Seminar sejarah gereja advent revised
 
Kedewasaan Rohani
Kedewasaan RohaniKedewasaan Rohani
Kedewasaan Rohani
 
Himpunan Keputusan KSK XII PPGT
Himpunan Keputusan KSK XII PPGTHimpunan Keputusan KSK XII PPGT
Himpunan Keputusan KSK XII PPGT
 
Agama tugas gereja
Agama   tugas gerejaAgama   tugas gereja
Agama tugas gereja
 
Kerasulan Awam dan Dewan Paroki
Kerasulan Awam dan Dewan ParokiKerasulan Awam dan Dewan Paroki
Kerasulan Awam dan Dewan Paroki
 
Makalah filsum siap di print
Makalah filsum siap di printMakalah filsum siap di print
Makalah filsum siap di print
 
Job Desc Pnt GKI Bundasudi
Job Desc Pnt GKI BundasudiJob Desc Pnt GKI Bundasudi
Job Desc Pnt GKI Bundasudi
 

Similaire à Diktat Pembinaan Warga Gereja

Makalah Dogmatika 4 :Peran Gereja di Luar (Diakonia)
Makalah Dogmatika 4 :Peran Gereja di Luar (Diakonia)Makalah Dogmatika 4 :Peran Gereja di Luar (Diakonia)
Makalah Dogmatika 4 :Peran Gereja di Luar (Diakonia)MiksenTenis
 
Makalah kateketika peran gembala sebagai pendidik dalam pertumbuhan rohani je...
Makalah kateketika peran gembala sebagai pendidik dalam pertumbuhan rohani je...Makalah kateketika peran gembala sebagai pendidik dalam pertumbuhan rohani je...
Makalah kateketika peran gembala sebagai pendidik dalam pertumbuhan rohani je...istondoluanak
 
Kepemimpinan dan Pelayanan Transformatif
Kepemimpinan dan Pelayanan TransformatifKepemimpinan dan Pelayanan Transformatif
Kepemimpinan dan Pelayanan TransformatifFrans Budi Santika
 
Makalah dogmatika iv jois
Makalah dogmatika iv joisMakalah dogmatika iv jois
Makalah dogmatika iv joisjois9
 
POWER POIN SEMINAR PROPOSAL PDT. J SIAGIAN.pptx
POWER POIN SEMINAR PROPOSAL PDT. J SIAGIAN.pptxPOWER POIN SEMINAR PROPOSAL PDT. J SIAGIAN.pptx
POWER POIN SEMINAR PROPOSAL PDT. J SIAGIAN.pptxYog'z Panjaitan
 
Makalah (mengenal seorang gembala)
Makalah (mengenal seorang gembala) Makalah (mengenal seorang gembala)
Makalah (mengenal seorang gembala) dendrilusi
 
Pemuridan untuk Semua Orang
Pemuridan untuk Semua OrangPemuridan untuk Semua Orang
Pemuridan untuk Semua OrangJohan Setiawan
 
Rpp revisi 2017 pak & bp kelas 9 smp
Rpp revisi 2017 pak & bp kelas 9 smpRpp revisi 2017 pak & bp kelas 9 smp
Rpp revisi 2017 pak & bp kelas 9 smpDiva Pendidikan
 
A. pengantar umum randas ps xx tahun 2015
A. pengantar umum randas ps xx tahun 2015A. pengantar umum randas ps xx tahun 2015
A. pengantar umum randas ps xx tahun 2015stephen sihombing
 
DiscipleShift 2 From Informing to Equipping
DiscipleShift 2 From Informing to EquippingDiscipleShift 2 From Informing to Equipping
DiscipleShift 2 From Informing to EquippingJohan Setiawan
 
Spiritualitas Guru Agama Katolik
Spiritualitas Guru Agama KatolikSpiritualitas Guru Agama Katolik
Spiritualitas Guru Agama KatolikLusius Sinurat
 
4. narasi supervisi santa maria fatima revisi
4. narasi supervisi santa maria fatima revisi4. narasi supervisi santa maria fatima revisi
4. narasi supervisi santa maria fatima revisiAisyah Diarningtyas
 
Pengenalan pm oleh doly
Pengenalan pm oleh dolyPengenalan pm oleh doly
Pengenalan pm oleh dolyDoly Damanik
 
Pertumbuhan Gereja : Cara bagaimana Gereja Bertumbuh
Pertumbuhan Gereja : Cara bagaimana Gereja BertumbuhPertumbuhan Gereja : Cara bagaimana Gereja Bertumbuh
Pertumbuhan Gereja : Cara bagaimana Gereja Bertumbuhluckytunas
 
Teologia pembangunan perspektif kristen
Teologia pembangunan perspektif kristenTeologia pembangunan perspektif kristen
Teologia pembangunan perspektif kristenDaniel Saroengoe
 

Similaire à Diktat Pembinaan Warga Gereja (20)

Mykatekese
MykatekeseMykatekese
Mykatekese
 
Makalah Dogmatika 4 :Peran Gereja di Luar (Diakonia)
Makalah Dogmatika 4 :Peran Gereja di Luar (Diakonia)Makalah Dogmatika 4 :Peran Gereja di Luar (Diakonia)
Makalah Dogmatika 4 :Peran Gereja di Luar (Diakonia)
 
Makalah kateketika peran gembala sebagai pendidik dalam pertumbuhan rohani je...
Makalah kateketika peran gembala sebagai pendidik dalam pertumbuhan rohani je...Makalah kateketika peran gembala sebagai pendidik dalam pertumbuhan rohani je...
Makalah kateketika peran gembala sebagai pendidik dalam pertumbuhan rohani je...
 
Kepemimpinan dan Pelayanan Transformatif
Kepemimpinan dan Pelayanan TransformatifKepemimpinan dan Pelayanan Transformatif
Kepemimpinan dan Pelayanan Transformatif
 
Makalah dogmatika iv jois
Makalah dogmatika iv joisMakalah dogmatika iv jois
Makalah dogmatika iv jois
 
POWER POIN SEMINAR PROPOSAL PDT. J SIAGIAN.pptx
POWER POIN SEMINAR PROPOSAL PDT. J SIAGIAN.pptxPOWER POIN SEMINAR PROPOSAL PDT. J SIAGIAN.pptx
POWER POIN SEMINAR PROPOSAL PDT. J SIAGIAN.pptx
 
Makalah (mengenal seorang gembala)
Makalah (mengenal seorang gembala) Makalah (mengenal seorang gembala)
Makalah (mengenal seorang gembala)
 
Pemuridan untuk Semua Orang
Pemuridan untuk Semua OrangPemuridan untuk Semua Orang
Pemuridan untuk Semua Orang
 
Rpp revisi 2017 pak & bp kelas 9 smp
Rpp revisi 2017 pak & bp kelas 9 smpRpp revisi 2017 pak & bp kelas 9 smp
Rpp revisi 2017 pak & bp kelas 9 smp
 
Penyegaran katekis inisiasi
Penyegaran katekis inisiasiPenyegaran katekis inisiasi
Penyegaran katekis inisiasi
 
A. pengantar umum randas ps xx tahun 2015
A. pengantar umum randas ps xx tahun 2015A. pengantar umum randas ps xx tahun 2015
A. pengantar umum randas ps xx tahun 2015
 
DiscipleShift 2 From Informing to Equipping
DiscipleShift 2 From Informing to EquippingDiscipleShift 2 From Informing to Equipping
DiscipleShift 2 From Informing to Equipping
 
Spiritualitas Guru Agama Katolik
Spiritualitas Guru Agama KatolikSpiritualitas Guru Agama Katolik
Spiritualitas Guru Agama Katolik
 
4. narasi supervisi santa maria fatima revisi
4. narasi supervisi santa maria fatima revisi4. narasi supervisi santa maria fatima revisi
4. narasi supervisi santa maria fatima revisi
 
Cuplis Mantap
Cuplis MantapCuplis Mantap
Cuplis Mantap
 
Pengenalan pm oleh doly
Pengenalan pm oleh dolyPengenalan pm oleh doly
Pengenalan pm oleh doly
 
Pel 3 sel komunitas
Pel 3 sel komunitasPel 3 sel komunitas
Pel 3 sel komunitas
 
02. pilar pilar gpib
02. pilar pilar gpib02. pilar pilar gpib
02. pilar pilar gpib
 
Pertumbuhan Gereja : Cara bagaimana Gereja Bertumbuh
Pertumbuhan Gereja : Cara bagaimana Gereja BertumbuhPertumbuhan Gereja : Cara bagaimana Gereja Bertumbuh
Pertumbuhan Gereja : Cara bagaimana Gereja Bertumbuh
 
Teologia pembangunan perspektif kristen
Teologia pembangunan perspektif kristenTeologia pembangunan perspektif kristen
Teologia pembangunan perspektif kristen
 

Plus de Kirenius Wadu

Pengertian & Sejarah Apologetika
Pengertian & Sejarah ApologetikaPengertian & Sejarah Apologetika
Pengertian & Sejarah ApologetikaKirenius Wadu
 
Christology the Doctrine of Jesus Christ
Christology the Doctrine of Jesus ChristChristology the Doctrine of Jesus Christ
Christology the Doctrine of Jesus ChristKirenius Wadu
 
Tafsiran 1 dan 2 Timotius dan Titus
Tafsiran 1 dan 2 Timotius dan TitusTafsiran 1 dan 2 Timotius dan Titus
Tafsiran 1 dan 2 Timotius dan TitusKirenius Wadu
 
Pengajaran Dasar GBI
Pengajaran Dasar GBIPengajaran Dasar GBI
Pengajaran Dasar GBIKirenius Wadu
 
Presentasi sejarah psikologi
Presentasi sejarah psikologiPresentasi sejarah psikologi
Presentasi sejarah psikologiKirenius Wadu
 
Kepribadian gereja.1
Kepribadian gereja.1Kepribadian gereja.1
Kepribadian gereja.1Kirenius Wadu
 
Ketidakberdosaan maria
Ketidakberdosaan mariaKetidakberdosaan maria
Ketidakberdosaan mariaKirenius Wadu
 
Pandangan islam terhadap kristen
Pandangan islam terhadap kristenPandangan islam terhadap kristen
Pandangan islam terhadap kristenKirenius Wadu
 
Meraih masa depan bersama tuhan
Meraih masa depan bersama tuhanMeraih masa depan bersama tuhan
Meraih masa depan bersama tuhanKirenius Wadu
 
Pneumatologi bagian 1
Pneumatologi bagian 1Pneumatologi bagian 1
Pneumatologi bagian 1Kirenius Wadu
 
Panduan penulisan skripsi & tesis
Panduan penulisan skripsi & tesisPanduan penulisan skripsi & tesis
Panduan penulisan skripsi & tesisKirenius Wadu
 
Dogmatika seasson i doktrin trinitas dalam sejarah
Dogmatika  seasson i doktrin trinitas dalam sejarahDogmatika  seasson i doktrin trinitas dalam sejarah
Dogmatika seasson i doktrin trinitas dalam sejarahKirenius Wadu
 
Studi kerajaan allah menurut injil sinoptis
Studi kerajaan allah menurut injil sinoptisStudi kerajaan allah menurut injil sinoptis
Studi kerajaan allah menurut injil sinoptisKirenius Wadu
 
Ringkasan buku leon morris
Ringkasan buku leon morrisRingkasan buku leon morris
Ringkasan buku leon morrisKirenius Wadu
 

Plus de Kirenius Wadu (20)

Pengertian & Sejarah Apologetika
Pengertian & Sejarah ApologetikaPengertian & Sejarah Apologetika
Pengertian & Sejarah Apologetika
 
Christology the Doctrine of Jesus Christ
Christology the Doctrine of Jesus ChristChristology the Doctrine of Jesus Christ
Christology the Doctrine of Jesus Christ
 
Eternity and time
Eternity and timeEternity and time
Eternity and time
 
Tafsiran 1 dan 2 Timotius dan Titus
Tafsiran 1 dan 2 Timotius dan TitusTafsiran 1 dan 2 Timotius dan Titus
Tafsiran 1 dan 2 Timotius dan Titus
 
Pengajaran Dasar GBI
Pengajaran Dasar GBIPengajaran Dasar GBI
Pengajaran Dasar GBI
 
Etika kristen
Etika kristen Etika kristen
Etika kristen
 
Presentasi sejarah psikologi
Presentasi sejarah psikologiPresentasi sejarah psikologi
Presentasi sejarah psikologi
 
Kepribadian gereja.1
Kepribadian gereja.1Kepribadian gereja.1
Kepribadian gereja.1
 
Penghapusan dosa
Penghapusan dosaPenghapusan dosa
Penghapusan dosa
 
Ketidakberdosaan maria
Ketidakberdosaan mariaKetidakberdosaan maria
Ketidakberdosaan maria
 
Antropologi
AntropologiAntropologi
Antropologi
 
Pandangan islam terhadap kristen
Pandangan islam terhadap kristenPandangan islam terhadap kristen
Pandangan islam terhadap kristen
 
Meraih masa depan bersama tuhan
Meraih masa depan bersama tuhanMeraih masa depan bersama tuhan
Meraih masa depan bersama tuhan
 
Baptisan air
Baptisan airBaptisan air
Baptisan air
 
kekudusan
kekudusankekudusan
kekudusan
 
Pneumatologi bagian 1
Pneumatologi bagian 1Pneumatologi bagian 1
Pneumatologi bagian 1
 
Panduan penulisan skripsi & tesis
Panduan penulisan skripsi & tesisPanduan penulisan skripsi & tesis
Panduan penulisan skripsi & tesis
 
Dogmatika seasson i doktrin trinitas dalam sejarah
Dogmatika  seasson i doktrin trinitas dalam sejarahDogmatika  seasson i doktrin trinitas dalam sejarah
Dogmatika seasson i doktrin trinitas dalam sejarah
 
Studi kerajaan allah menurut injil sinoptis
Studi kerajaan allah menurut injil sinoptisStudi kerajaan allah menurut injil sinoptis
Studi kerajaan allah menurut injil sinoptis
 
Ringkasan buku leon morris
Ringkasan buku leon morrisRingkasan buku leon morris
Ringkasan buku leon morris
 

Dernier

power point mengenai akhlak remaja: menghindari tawuran
power point mengenai akhlak remaja: menghindari tawuranpower point mengenai akhlak remaja: menghindari tawuran
power point mengenai akhlak remaja: menghindari tawuranapriandanu
 
K1_pengantar komunikasi pendidikan (1).pdf
K1_pengantar komunikasi pendidikan (1).pdfK1_pengantar komunikasi pendidikan (1).pdf
K1_pengantar komunikasi pendidikan (1).pdfbayuputra151203
 
K1_pengantar komunikasi pendidikan (1).pdf
K1_pengantar komunikasi pendidikan (1).pdfK1_pengantar komunikasi pendidikan (1).pdf
K1_pengantar komunikasi pendidikan (1).pdf2210130220024
 
Nasab Nabi Muhammad SAW. dari Nabi Ibrahimpptx
Nasab Nabi Muhammad SAW. dari Nabi IbrahimpptxNasab Nabi Muhammad SAW. dari Nabi Ibrahimpptx
Nasab Nabi Muhammad SAW. dari Nabi IbrahimpptxSuGito15
 
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...Aminullah Assagaf
 
BMMB 1134 KETERAMPILAN BERBAHASA HALANGAN KOMUNIKASI
BMMB 1134 KETERAMPILAN BERBAHASA HALANGAN KOMUNIKASIBMMB 1134 KETERAMPILAN BERBAHASA HALANGAN KOMUNIKASI
BMMB 1134 KETERAMPILAN BERBAHASA HALANGAN KOMUNIKASIwanalifhikmi
 
Implementasi Model pembelajaran STEAM Holistik-Integratif Berbasis Digital Me...
Implementasi Model pembelajaran STEAM Holistik-Integratif Berbasis Digital Me...Implementasi Model pembelajaran STEAM Holistik-Integratif Berbasis Digital Me...
Implementasi Model pembelajaran STEAM Holistik-Integratif Berbasis Digital Me...Shoffan shoffa
 
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt PENYEBAB GAGAL GINJAL AKUT
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt PENYEBAB GAGAL GINJAL AKUT1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt PENYEBAB GAGAL GINJAL AKUT
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt PENYEBAB GAGAL GINJAL AKUTeric214073
 
Powerpoint tentang Kebutuhan Manusia kelas X
Powerpoint tentang Kebutuhan Manusia kelas XPowerpoint tentang Kebutuhan Manusia kelas X
Powerpoint tentang Kebutuhan Manusia kelas Xyova9dspensa
 
DOKUMEN PENJAJARAN_KSSR MATEMATIK TAHAP 1_EDISI 3.pdf
DOKUMEN PENJAJARAN_KSSR MATEMATIK TAHAP 1_EDISI 3.pdfDOKUMEN PENJAJARAN_KSSR MATEMATIK TAHAP 1_EDISI 3.pdf
DOKUMEN PENJAJARAN_KSSR MATEMATIK TAHAP 1_EDISI 3.pdfssuserb45274
 
Jalur Rempah Pada Masa Hindu Buddha.pptx
Jalur Rempah Pada Masa Hindu Buddha.pptxJalur Rempah Pada Masa Hindu Buddha.pptx
Jalur Rempah Pada Masa Hindu Buddha.pptxPutriSoniaAyu
 
Materi Presentasi PPT Komunitas belajar 2.pptx
Materi Presentasi PPT Komunitas belajar 2.pptxMateri Presentasi PPT Komunitas belajar 2.pptx
Materi Presentasi PPT Komunitas belajar 2.pptxnursamsi40
 
KELOMPOK 2 PUTARAN 2 Mata kuliah Agama Islam
KELOMPOK 2 PUTARAN 2 Mata kuliah Agama IslamKELOMPOK 2 PUTARAN 2 Mata kuliah Agama Islam
KELOMPOK 2 PUTARAN 2 Mata kuliah Agama IslamabdulhamidalyFKIP
 
PPT GABUNGAN 1 kelas 9 gabungan tabung dengan setengah bola.pptx
PPT GABUNGAN 1 kelas 9 gabungan tabung dengan setengah bola.pptxPPT GABUNGAN 1 kelas 9 gabungan tabung dengan setengah bola.pptx
PPT GABUNGAN 1 kelas 9 gabungan tabung dengan setengah bola.pptxRestiana8
 
,.,,.,.,.,.,.,.,.,.,.,.,Swamedikasi.pptx
,.,,.,.,.,.,.,.,.,.,.,.,Swamedikasi.pptx,.,,.,.,.,.,.,.,.,.,.,.,Swamedikasi.pptx
,.,,.,.,.,.,.,.,.,.,.,.,Swamedikasi.pptxfurqanridha
 
Aksi Nyata Guru Penggerak Modul 3.3. Program Berdampak Positif pada Murid
Aksi Nyata Guru Penggerak Modul 3.3. Program Berdampak Positif pada MuridAksi Nyata Guru Penggerak Modul 3.3. Program Berdampak Positif pada Murid
Aksi Nyata Guru Penggerak Modul 3.3. Program Berdampak Positif pada MuridDonyAndriSetiawan
 
Sasaran dan Pengembangan Sikap Profesional Guru.pptx
Sasaran dan Pengembangan Sikap Profesional Guru.pptxSasaran dan Pengembangan Sikap Profesional Guru.pptx
Sasaran dan Pengembangan Sikap Profesional Guru.pptxFidelaNiam
 
materi PPT tentang cerita inspiratif kelas 9 smp
materi PPT tentang cerita inspiratif kelas 9 smpmateri PPT tentang cerita inspiratif kelas 9 smp
materi PPT tentang cerita inspiratif kelas 9 smpAanSutrisno
 

Dernier (20)

power point mengenai akhlak remaja: menghindari tawuran
power point mengenai akhlak remaja: menghindari tawuranpower point mengenai akhlak remaja: menghindari tawuran
power point mengenai akhlak remaja: menghindari tawuran
 
K1_pengantar komunikasi pendidikan (1).pdf
K1_pengantar komunikasi pendidikan (1).pdfK1_pengantar komunikasi pendidikan (1).pdf
K1_pengantar komunikasi pendidikan (1).pdf
 
K1_pengantar komunikasi pendidikan (1).pdf
K1_pengantar komunikasi pendidikan (1).pdfK1_pengantar komunikasi pendidikan (1).pdf
K1_pengantar komunikasi pendidikan (1).pdf
 
Nasab Nabi Muhammad SAW. dari Nabi Ibrahimpptx
Nasab Nabi Muhammad SAW. dari Nabi IbrahimpptxNasab Nabi Muhammad SAW. dari Nabi Ibrahimpptx
Nasab Nabi Muhammad SAW. dari Nabi Ibrahimpptx
 
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...
Aminullah Assagaf_Regresi Lengkap 19_8 Nov 2023_Inc. Data panel & Perbandinga...
 
BMMB 1134 KETERAMPILAN BERBAHASA HALANGAN KOMUNIKASI
BMMB 1134 KETERAMPILAN BERBAHASA HALANGAN KOMUNIKASIBMMB 1134 KETERAMPILAN BERBAHASA HALANGAN KOMUNIKASI
BMMB 1134 KETERAMPILAN BERBAHASA HALANGAN KOMUNIKASI
 
DEFINISI DAN KONTEKS MANAJEMEN ISU DAN KRISIS.pptx
DEFINISI DAN KONTEKS MANAJEMEN ISU DAN KRISIS.pptxDEFINISI DAN KONTEKS MANAJEMEN ISU DAN KRISIS.pptx
DEFINISI DAN KONTEKS MANAJEMEN ISU DAN KRISIS.pptx
 
ELEMEN KOMPOL (PESAN BAHASA POLITIK).pptx
ELEMEN KOMPOL (PESAN BAHASA POLITIK).pptxELEMEN KOMPOL (PESAN BAHASA POLITIK).pptx
ELEMEN KOMPOL (PESAN BAHASA POLITIK).pptx
 
Implementasi Model pembelajaran STEAM Holistik-Integratif Berbasis Digital Me...
Implementasi Model pembelajaran STEAM Holistik-Integratif Berbasis Digital Me...Implementasi Model pembelajaran STEAM Holistik-Integratif Berbasis Digital Me...
Implementasi Model pembelajaran STEAM Holistik-Integratif Berbasis Digital Me...
 
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt PENYEBAB GAGAL GINJAL AKUT
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt PENYEBAB GAGAL GINJAL AKUT1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt PENYEBAB GAGAL GINJAL AKUT
1.-Materi-Prof.-Bambang-1.ppt PENYEBAB GAGAL GINJAL AKUT
 
Powerpoint tentang Kebutuhan Manusia kelas X
Powerpoint tentang Kebutuhan Manusia kelas XPowerpoint tentang Kebutuhan Manusia kelas X
Powerpoint tentang Kebutuhan Manusia kelas X
 
DOKUMEN PENJAJARAN_KSSR MATEMATIK TAHAP 1_EDISI 3.pdf
DOKUMEN PENJAJARAN_KSSR MATEMATIK TAHAP 1_EDISI 3.pdfDOKUMEN PENJAJARAN_KSSR MATEMATIK TAHAP 1_EDISI 3.pdf
DOKUMEN PENJAJARAN_KSSR MATEMATIK TAHAP 1_EDISI 3.pdf
 
Jalur Rempah Pada Masa Hindu Buddha.pptx
Jalur Rempah Pada Masa Hindu Buddha.pptxJalur Rempah Pada Masa Hindu Buddha.pptx
Jalur Rempah Pada Masa Hindu Buddha.pptx
 
Materi Presentasi PPT Komunitas belajar 2.pptx
Materi Presentasi PPT Komunitas belajar 2.pptxMateri Presentasi PPT Komunitas belajar 2.pptx
Materi Presentasi PPT Komunitas belajar 2.pptx
 
KELOMPOK 2 PUTARAN 2 Mata kuliah Agama Islam
KELOMPOK 2 PUTARAN 2 Mata kuliah Agama IslamKELOMPOK 2 PUTARAN 2 Mata kuliah Agama Islam
KELOMPOK 2 PUTARAN 2 Mata kuliah Agama Islam
 
PPT GABUNGAN 1 kelas 9 gabungan tabung dengan setengah bola.pptx
PPT GABUNGAN 1 kelas 9 gabungan tabung dengan setengah bola.pptxPPT GABUNGAN 1 kelas 9 gabungan tabung dengan setengah bola.pptx
PPT GABUNGAN 1 kelas 9 gabungan tabung dengan setengah bola.pptx
 
,.,,.,.,.,.,.,.,.,.,.,.,Swamedikasi.pptx
,.,,.,.,.,.,.,.,.,.,.,.,Swamedikasi.pptx,.,,.,.,.,.,.,.,.,.,.,.,Swamedikasi.pptx
,.,,.,.,.,.,.,.,.,.,.,.,Swamedikasi.pptx
 
Aksi Nyata Guru Penggerak Modul 3.3. Program Berdampak Positif pada Murid
Aksi Nyata Guru Penggerak Modul 3.3. Program Berdampak Positif pada MuridAksi Nyata Guru Penggerak Modul 3.3. Program Berdampak Positif pada Murid
Aksi Nyata Guru Penggerak Modul 3.3. Program Berdampak Positif pada Murid
 
Sasaran dan Pengembangan Sikap Profesional Guru.pptx
Sasaran dan Pengembangan Sikap Profesional Guru.pptxSasaran dan Pengembangan Sikap Profesional Guru.pptx
Sasaran dan Pengembangan Sikap Profesional Guru.pptx
 
materi PPT tentang cerita inspiratif kelas 9 smp
materi PPT tentang cerita inspiratif kelas 9 smpmateri PPT tentang cerita inspiratif kelas 9 smp
materi PPT tentang cerita inspiratif kelas 9 smp
 

Diktat Pembinaan Warga Gereja

  • 1. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 1 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan BAB I PENDAHULUAN Catatan Pengantar Ketika mendapat surat tugas dari Purek I ITKI untuk mengampu kuliah Pembinaan Warga Gereja (selanjutnya dalam tulisan ini disingkat PWG), maka langkah pertama yang penulis lakukan adalah mengumpulkan bahan-bahan sebagai sumber bahan ajar. Walaupun ternyata agak sedikit kesulitan memperoleh bahan-bahan yang dibutuhkan karena terbatasnya sumber-sumber utama seperti buku-buku yang membahas secara khusus tentang PWG. Namun kesulitan itu dicoba diatasi dengan penyiapan diktat bahan ajar ini secara sederhana. Dimasukkannya PWG sebagai salah satu mata kuliah inti dalam kurikulum standar minimal yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Protestan Departemen Agama R.I. menunjukkan bahwa PWG telah mendapat perhatian serius bukan saja oleh gereja-gereja tetapi juga oleh pemerintah melalui Departemen yang terkait. Tentu hal itu dimaksudkan supaya setiap warga gereja (khususnya orang percaya yang sudah dewasa umur) dibina dan dipersiapkan secara komprehensif untuk menjadi alat kesaksian yang efektif dalam pelaksanaan tugas pelayanannya di tengah- tengah dunia dan sesamanya. Baik itu di dalam pelaksanaan tugasnya di bidang pekerjaan sekuler maupun dalam pelayanan gerejawi. Dan yang lebih penting dari itu adalah agar menjadi tangguh dan terampil dalam menghadapi pergumulan realitas kehidupannya. Amsumsi Dasar dan Beberapa Pertanyaan Dalam realitas pelaksanaan tugas gereja dan kehidupan warga gereja ternyata muncul beberapa asumsi dan pertanyaan sebagai berikut: 1. PWG merupakan salah satu hakikat tugas gereja yang penting. Begitu kita melupakan tugas PWG, maka gereja sudah melupakan salah satu hakikat tugasnya yang hakiki. Apakah betul bahwa PWG merupakan tugas gereja yang hakiki? Apakah dapat ditemukan dasar-dasarnya dalam kesaksian Alkitab (PL dan PB)? Dalam apa sajakah PWG tercakup? 2. PWG dilaksanakan dalam rangka memampukan warga jemaat menjadi alat kesaksian atau mediator berkat Allah kepada sesamanya (di dalam: keluarga, gereja, dan masyarakat luas).
  • 2. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 2 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan Apakah benar bahwa PWG efektif dalam memampukan warga jemaat menjadi alat kesaksian Tuhan bagi sesamanya? Model PWG yang bagaimana, yang efektif? 3. Guru atau tenaga Pembina dalam PWG merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan PWG di sebuah gereja lokal. Apakah gereja sudah melihat dan menganggap bahwa posisi guru atau tenaga pendidik dalam sebuah gereja lokal atau sinodal merupakan hal yang sangat penting dan menentukan? Apakah kita dapat sepakat bahwa kedudukan guru dalam pelayanan gerejawi setara dengan jabatan lain misalnya jabatan gembala, penginjil? Apakah gereja sudah dengan serius melakukan rekrutmen dan sekaligus pemberdayaan secara maksimal terhadap tenaga-tenaga pengajarPWG di gereja? 4. Perlunya pelurusan pemahaman antara PAK dan PWG. Apakah betul ada “kekaburan” pemahaman di antara dua subjek ini? Kalau ada, apakah sudah ada upaya pelurusan pemahaman di antara keduanya? Siapa yang bertanggung jawab terhadap upaya pelurusan pemahaman tersebut? Apakah kedua subjek ini justru merupakan dua hal yang saling terkait erat? Dan dimanakah keterkaitannya itu? 5. Kehidupan manusia (warga gereja) memiliki kompleksitas kebutuhan yang memerlukan solusi yang tepat. Apakah betul bahwa belum seluruhnya kebutuhan hidup warga gereja tersentuh dengan pelayanan gereja? Kalau belum, lalu siapa yang harus disalahkan? Bagaimana kita dapat memahami kebutuhan warga gereja yang begitu kompleks? Kebutuhan mana yang harus didahulukan? 6. Pelaksanaan tugas gereja harus bersifat menyeluruh, artinya menyentuh seluruh kebutuhan umat manusia atau warga jemaat. Apakah betul bahwa gereja harus melakukan pelayanan yang bersifat menyeluruh (holistic)? Bukankah tugas gereja hanya pada hal-hal yang bersifat rohani saja? Kalau demikian, apa bedanya dengan pelaksanaan tugas dari badan sosial sekuler? 7. Pelaksanaan tugas PWG dalam suatu gereja memerlukan perencanaan yang cermat serta terukur sehingga memberikan dampak signifikan bagi kehidupan konkrit warga gereja.
  • 3. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 3 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan Apakah gereja sudah memperoleh data konkrit tentang kebutuhan warga gereja? Bagaimana caranya memperoleh data-data konkrit kebutuhan warga gereja? Apakah sudah dilakukan perencanaan pembinaan warga gereja yang terukur dengan berdasarkan skala prioritas? Bagaimana merancang perencanaan PWG yang terstruktur dan terukur? 8. Pelaksanaan tugas PWG perlu alat-alat penunjang, yaitu sarana dan prasarana. Apakah gereja (lokal maupun sinodal) sudah mempersiapkan sarana dan prasarana yang memadai untuk sebuah pendidikan warga jemaat? Apakah sudah dianggarkan dalam anggaran tahunan gereja? Berapa persenkah dari keseluruhan anggaran yang dialokasikan untuk anggaran kebutuhan pendidikan atau pembinaan? 9. Gereja perlu membangun budaya belajar bagi seluruh warganya. Mangapa gereja perlu membangun budaya belajar setiap warga gereja? Bagaimana mengkondisikan warga jemaat agar menjadi warga jemaat pembelajar? Apakah ditemukan kendala-kendala dalam menjadikan warga gereja sebagai warga pembelajar? Kalau ada, lalu bagaimana mengatasinya? Disemangati dengan pemikiran serta pertanyaan-pertanyaan mendasar pada catatan awal dan asumsi dasar di atas, maka dalam rangka persiapan materi kegiatan belajar mengajar PWG di ITKI Jakarta, diktat ini disiapkan dalam bentuknya yang sederhana sebagai pegangan yang dapat memberi arah dalam diskusi-diskusi kelas. Dalam proses awalnya, diktat ini lebih bersifat “kompilasi’ beberapa tulisan para pakar PAK dan PWG. Semoga tulisan ini dapat menjadi salah satu konsep alternative untuk membangun pemahaman tentang pentingnya PWG dalam sebuah gereja lokal atau sinodal.
  • 4. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 4 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan BAB II LATAR BELAKANG KEGIATAN PWG Sebelum kita mendiskusikan lebih lanjut sekitar PWG, ada baiknya terlebih dahulu kita memahami alasan-alasan yang melatar belakangi pentingnya PWG. Ada empat alasan mendasar (tentu bisa saja lebih dari itu), yaitu: 1. Identifikasi Masalah Dasar  Realitas dosa manusia. Alkitab memberikan penegasan bahwa semua manusia telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23). Kondisi kedosaan manusia itulah yang memerlukan penanganan dan penyelesaian. Karena itu PWG merupakan salah satu sarana yang efektif, dimana melalui PWG seseorang dapat didampingi, disadarkan, dan dibawa kepada pengenalan yang utuh tentang Yesus Kristus sebagai satu-satunya Tuhan dan juruselamat umat manusia.  Ketidakberdayaan manusia. Salah satu akibat dosa terhadap keberadaan manusia adalah ketidakberdayaan manusia. Artinya, sehebat-hebatnya manusia, ia tetap merupakan mahluk yang terbatas di dalam segala hal, misalnya manusia bisa gagal, manusia bisa sakit, manusia bisa kecewa, manusia bisa tergoda berdosa, dan lain-lain. Realitas hidup seperti itu memerlukan pertolongan dan penguatan, sebab jika tidak maka hidup manusia menjadi semakin terpuruk dan tanpa harapan. Di sinilah PWG berfungsi untuk membangun kembali kemanusiaan manusia itu.  Lingkungan tempat manusia hadir telah rusak. Akibat lain dari dosa adalah rusaknya lingkungan kehidupan manusia. Yang dimaksudkan lingkungan di sini adalah dunia tempat di mana manusia itu bermukim atau hadir, misalnya di rumah, di sekolah, di gereja, di tempat pekerjaan, di wilayah suatu daerah dari bumi ini; misalnya di Jakarta, di Indonesia, di Asia, dan seterusnya. Kerusakan lingkungan itu dicerminkan dalam berbagai ekspresi kejahatan yang diperbuat manusia, misalnya judi, narkoba, pembunuhan, penipuan, seks bebas, dan lain- lain. Kondisi lingkungan yang seperti ini memerlukan penataan yang baik, khususnya penataan hidup manusia dan di situlah PWG dapat berperan secara maksimal.  Kealpaan gereja terhadap tugas hakikinya. Harus diakui bahwa pembinaan warga gereja secara bersinambung seolah terabaikan oleh gereja-gereja pada umumnya. Bahkan ada kecenderungan gereja lebih fokus pada pembangunan gereja dalam bentuk fisik dibandingkan dengan pembangunan gereja dalam pengertiannya orangnya. Pada hal yang seharusnya menjadi tugas yang paling penting adalah pembangunan manusianya lebih dulu.
  • 5. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 5 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan 2. Meneruskan pemikiran yang telah dibangun oleh DGI1 Sejak dasawarsa lima puluhan banyak gereja-gereja telah mengadakan pembinaan bagi warganya. Namun kemudian dirasakan kebutuhan untuk pembinaan yang lebih terarah, khususnya hubungan misi warga gereja dengan soal-soal yang timbul dalam masyarakat yang terus berkembang. Itulah sebabnya pertama-tama Sidang Raya DGI (1967) memutuskan membentuk “Komisi Pendidikan Awam DGI”. Pada waktu itu timbul pula pemikiran kea rah pembentukan suatu “Institut Ekumenis” dengan tujuan menampung dan mengembangkan usaha pembinaan warga gereja pada tingkat DGI. Pada tahun 1968 didirikan proyek khusus DGI yang menampung sebagian tugas- tugas dari studi dan pembinaan, terutama dalam hubungan dengan masalah-masalah Gereja dan Masyarakat di mana situasi religius politik pada waktu itu menjadi perhatian pokok. Sebagai lanjutan dari prakarsa Sidang Raya VI DGI, maka Sidang Raya VII DGI (1971) mengambil keputusan agar “Wisma Oikumene” Sukabumi menjadi suatu tempat sebagai lembaga otonom guna melayani gereja-gereja dalam usaha pembinaan warganya. Sasaran utamanya ialah “kelengkapan para warga gereja serta pendeta- pendeta, demi pengembangan kesaksian dan pelayanan Gereja di masyarakat. Untuk memantapkan hal ini, BPH-DGI memprakarsai Konsultasi Nasional Pembinaan dan Partisipasi Awam (KNPPA) 1971 di Malang. KNPPA ini menyusun strategi dasar serta mengembangkan pemahaman teologis untuk mendukung usaha Pembinaan Warga Gereja (PWG) serta merekomendasikan pembentukan INSTITUT OIKUMENE INDONESIA (IOI). Berdasarkan daya dorong ini, maka Sidang Raya BPL-DGI 24-30 Oktober 1971 mensahkan pembentukan IOI-DGI. Adapun tujuan dan fungsi IOI-DGI adalah: “Melayani gereja-gereja, anggota-anggota dan kelompok- kelompok dalam gereja dan masyarakat dengan berbagai kegiatan studi dan kebaktian, agar mereka dengan sadar terus menerus mengejar kebenaran Injil Yesus Kristus, merelasikan imannya dengan berbagai masalah kehidupan dalam masyarakat yang berubah-ubah terus, sehingga mereka bersedia serta mampu menjalankan kesaksian dan pelayanannya terhadap masalah itu dengan kebebasan serta tanggung jawab penuh.” Pada tahun 1976 BPH-DGI menyelenggarakan Konsultasi Nasional Pembinaan Warga Gereja (KNPWG) di PPAG Malang, sesuai dengan penugasan BPL-DGI 1975. Maksud Konsultasi adalah menilai pengalaman kegiatan PWG dalam lima tahun yang silam. KNPWG 1976 ini mempertegas pemahaman mengenai PWG yaitu: “Pembinaan warga gereja mesti dilihat dalam rangka pembebasan yang Allah lakukanmelalui dan di dalam Yesus Kristus. Dalam terang pembebasan ini Gereja pun harus dibebaskan dari pengertian-pengertian yang keliru tentang pembinaan. Apabila menyadari fungsinya untuk mewartakan segala kebaikan Allah, maka pandangan gereja tidak lagi akan mengarah dan berpusat pada dirinya sendiri, melainkan kepada tugas-tugas pembinaannya yang tertuju kepada dunia ini. Di dalam dan melalui dunia, Allah membina gereja. Keterbukaan penuh terhadap Allah dan tindakan pembaruan- 1 Albert Widjaja, Menempuh Arah Baru, Laporan Evaluasi Pembinaan Warga Gereja 1971-1979 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1980), 13-14.
  • 6. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 6 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan Nya berarti secara positip kita terbuka penuh terhadap kemungkinan-kemungkinan yang jadi dalam dunia (tanda-tanda jaman)”. Cuplikan sepotong dari sejarah pemikiran dan kegiatan PWG di atas memberikan gambaran pemahaman betapa seriusnya Dewan Gereja Indonesia telah memikirkan PWG sebagai sesuatu yang sangat penting dalam pelayanan gereja. 3. Alasan Teologis • PWG merupakan perintah Tuhan Yesus (Mat. 28:19-20). Dari ayat ini, tampak dengan jelas adanya suatu perintah Tuhan Yesus dalam bentuk penugasan kepada gereja-Nya untuk melakukan suatu pengabaran Injil keseluruh dunia agar orang bertobat dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat hidup pribadinya. Dan yang kedua adalah tugas mengajarkan iman Kristiani kepada semua umat yang telah diselamatkan-Nya, supaya mereka mampu menjalankan tugas dan kewajibannya, sesuai dengan tugas panggilan-Nya di dunia ini. Dan dalam proses pembinaan (atau pembelajaran) tersebut, diasumsikan terjadi suatu proses pembebasan umat dari ikatan kuasa kegelapan (dosa), dari kebodohan, dari keterbelakangan, dari kedangkalan pemahaman dan penghayatan iman di dalam Yesus Kristus. Dalam rangka itulah gereja mengemban tugas mengajarkan iman Kristiani terhadap semua nggota jemaat yang dipercayakan Tuhan kepadanya, agar umat mampu menjalankan tugas dan kewajibannya secara aktif, dinamis, dan kreatif sesuai dengan tugas panggilannya di dunia konkritnya. • Secara teologis, manusia adalah mahluk yang diberi kesempatan oleh Allah untuk berubah (mengalami transformasi) dan bertumbuh melalui media belajar (pembinaan) sampai mencapai kepenuhan martabatnya sebagai ciptaan Allah. Hal ini merupakan hak istimewa manusia. • Andar Ismail, dalam bukunya “Awam dan Pendeta”; Mitra Membina Gereja, mengatakan bahwa “setiap orang percaya diberi mandat oleh Allah untuk melayani orang-orang lain, untuk mengekspresikan imannya dalam tindakan sosial yang bermanfaat dan dengan demikian mengkomunikasikan kekuasaan Injil.”2 Secara teologis, pemahaman ini mau menunjukkan bahwa tugas pelayanan adalah tugas semua orang percaya. Artinya bukan hanya orang-orang yang secara struktural memiliki jabatan kependetaan, jabatan majelis, jabatan guru Injil, dan lain-lain melainkan mencakup semua orang yang percaya. Karena itu, pelaksanaan PWG dalam suatu gereja mempunyai alasan teologis yang signifikan. • PWG terkait erat dengan upaya implementasi “membumikan” kehendak Allah dalam kehidupan umat manusia. Dan PWG dalam arti “toerusting”, sebenarnya tidak lain adalah suatu bentuk “belajar”, namun belajar secara Alkitabiah selalu berwujud perbuatan. • Proses PWG merupakan salah satu usaha untuk mewariskan iman (pengajaran), sehingga umat mampu memahami, menghayati serta menghidupi imannya dalam keseluruhan realitas hidupnya. 2 Andar Ismail, Awam dan Pendeta; Mitra Membina Gereja (Jakarta: Badan Penerbit BPK Gunung Mulia, 2000), 3.
  • 7. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 7 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan 4. Alasan Pemberdayaan SDM Warga Jemaat • Keluarga, gereja, masyarakat dan Negara membutuhkan warganya yang beriman baik, sehingga mampu bertahan terhadap segala macam tantangan dan godaan untuk berdosa atau berlaku tidak terpuji. Untuk menjawab kebutuhan dimaksud, maka PWG adalah merupakan salah satu sarana yang tepat. • PWG merupakan salah satu upaya konkret gereja dalam melaksanakan tugas pembedayaan umatnya, baik yang bersifat teologis maupun yang bersifat praktis secara relevan. Artinya bahwa; dari aspek teologis, gereja dan warganya diperlengkapi kemampuan menginterpretasikan kebenaran pesan-pesan Alkitabiah secara tepat dan benar ke dalam situasi masyarakat tertentu ataupun dunia. Di sinilah dibutuhkan suatu disain pembinaan teologi warga jemaat yang berbobot dan tepat, artinya dapat menjawab pergumulan dan pertanyaan- pertanyaan iman Kristen. Sedangkan dari aspek praktis, pembinaannya diharapkan menyentuh seluruh aspek perlengkapan dasar manusia (dalam bentuk multi kompetensi) agar gereja dan warganya memiliki keterampilan pengetahuan (technical know how) dalam berbagai segi, untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan konkret yang dihadapinya. • Keadaan konkret warga gereja sebagai bagian integral dari suatu masyarakat global yang hidup dan mengalami perubahan-perubahan mendasar yang cepat dan menyentuh seluruh aspek kehidupan. Dalam rangka itulah PWG menjadi sangat relevan untuk menyiapkan warga gereja agar siap menyambut perubahan- perubahan tersebut. • Setelah peserta didik (mahasiswa, warga jemaat) mengikuti paparan atau kuliah ini, maka diasumsikan mereka sudah dapat membuat disain PWG di gereja di mana mereka ditempatkan untuk melayani.
  • 8. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 8 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan BAB III DASAR TEOLOGI &TUJUAN PWG Semua kegiatan gerejawi harus memiliki dasar teologi yang baik, sehingga dapat dipertanggungjawabkan terhadap gereja dan jemaat sesuai dengan terang Firman Tuhan. Karena itu pada bagian ini kita akan mempelajari dasar-dasar teologi PWG dengan mengacu kepada kesaksian dan pemberitaan Alkitab. 1. Dasar Teologi PWG dalam Perjanjian Lama A. Allah pencipta dan manusia adalah ciptaan/mahluk (Kej. 1 dan 2). Tugas manusia sebagai ciptaan adalah mengucapkan syukur, memuliakan Tuhan, menjalankan semua perintah Tuhan dengan ketaatan penuh, sehingga seluruh hidupnya bisa menggambarkan Allah di dalam dan melalui kehidupan hariannya dimanapun mereka berada. Untuk memberikan kesadaran di atas jelas membutuhkan pembinaan yang benar-benar teratur dan terarah secara terus menerus, bukan pembinaan sekilas saja. Hal-hal yang harus dihadapi dan dikerjakan manusia ciptaan Tuhan, waktu itu adalah sebagai berikut: • Menyadari bahwa manusia diciptakan sebagai mahluk sosial dan ditempatkan dalam hidup sosial. Dimana tolong menolong menjadi dasar kehidupan dan keluarga telah diposisikan oleh Allah menjadi pilot proyek inti kehidupan masyarakat. • Manusia harus hidup dalam keterbukaan satu dengan lainnya. • Manusia harus terbuka, sehingga saling memperkaya kemanusiaan dirinya satu dengan lainnya. • Manusia harus saling menjadi manusia satu terhadap sesamanya, sebab manusia harus menjadi sedaging/sekemanusiaan satu dengan lainnya. • Manusia harus benar-benar menghayati prinsip-prinsip dasar untuk menjalankan hidup konkritnya. • Dasar inti sebenarnya adalah percaya, setia dan menjalankan Firman Allah dalam kehidupan sehari-hari. • Manusia harus kerja agar manusia memuliakan Allah lewat kerja serta mengangkat hakekat diri dan martabat dirinya dengan benar. Dari point 1 s/d 7 di atas semuanya membutuhkan pembinaan yang membawa kesadaran ke dalam diri manusia itu sendiri. B. Sepuluh Hukum Taurat (Kel. 20). Pada saat kita membaca Sepuluh Hukum Taurat maka kita dapat melihat dua sisi penting yang harus menjadi dasar hidup orang percaya, yakni: memuji, memuliakan
  • 9. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 9 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan Allah dengan benar dan yang kedua adalah supaya manusia menjadi manusia dengan sesamanya. C. Ulangan 6:4-9 Ulangan 6:4-9 ini menekankan agar semua orang percaya memuliakan Tuhan dengan segenap realitas hidupnya, sehingga dalam Perjanjian Baru dalam Matius 22:37- 40 dengan judul hokum kasih. 2. Dasar Teologi PWG dalam Perjanjian Baru A. Teladan Tuhan Yesus Yang menjadi tujuan pengajaran Yesus Kristus bukanlah untuk membahas pelbagai pokok agama dan susila secara ilmiah atau secara teori saja, melainkan untuk melayani tiap-tiap manusia yang datang kepada-Nya. Untuk itulah Ia datang ke dalam dunia ini (bnd. Markus 10:45). Dapat dikatakan bahwa seluruh kehidupan Tuhan Yesus merupakan pengajaran sampai saat yang terakhir, karena justru dalam sengsara dan kematian-Nya, Ia mengajar kita tentang satu-satunya jalan keselamatan bagi manusia yang berdosa. Tuhan Yesus telah memberikan tugas kepada para murid dan bahkan semua umat percaya untuk melaknanakan tugas pekabaran Injil dan pengajaran iman Kristiani kepada sekalian orang (bnd. Mat. 28:19-20). Tugas itu harus direspon secara baik oleh setiap umat percaya. B. Teladan Rasul Paulus Paulus menjadi seorang hamba Tuhan yang terdorong oleh hasrat yang berapi-api untuk memasyurkan nama Tuhan Yesus. Kemanapun Paulus pergi, segala kesempatan digunakannya untuk mengajar orang Yahudi dan kaum kafir tentang kehidupan bahagia yang terdapat dalam Injil Yesus Kristus. Paulus berkhotbah di hadapan imam-imam dan rabbi-rabbi Yahudi dan di hadapan rakyat jelata di segala kota dan desa yang dikunjunginya. Ia mengajar raja-raja dan wali-wali negeri, orang cendikiawan dan kaum budak, orang laki-laki dan kaum wanita, orang Asia, orang Yunani, orang Romawi, pendek kata segala golongan manusia yang ditemuinya pada perjalanan-perjalanannya yang banyak dan panjang itu. C. Penetapan Jabatan Pelayanan Dalam Gereja Tuhan Rasul Paulus dalam Efesus 4:11-16 kita mendapatkan kesaksian yang jelas bahwa Tuhan telah mempersiapkan para tenaga pembina antara lain: rasul-rasul, nabi-nabi,
  • 10. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 10 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan pemberita-pemberita Injil, gembala-gembala serta para pengajar yang diberi tugas memperlengkapi semua anggota jemaat bagi: • Pekerjaan pelayanan membangun tubuh Kristus/gereja (12) • Untuk mencapai kesatuan iman (13) • Pengetahuan yang benar mengenai Tuhan Yesus Kristus (13) • Kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus (13) • Agar tidak terombang-ambing imannya (14) • Dapat membedakan mana ajaran benar dan mana ajaran sesat (14) • Semua anggota jemaat bertumbuh dalam kebenaran ini yang berpusatkan pada diri Yesus Kristus sang Kepala (15) • Seluruh persekutuan jemaat menjadi satu bangunan dirinya tersusun rapi oleh pekerjaan pelayanan seluruh jemaat sehingga setiap jemaat bertumbuh dan membangun dirinya dalam kasih (16) Untuk bisa mencapai tingkatan di atas dibutuhkan pembinaan jemaat yang terukur sistematik, kreatif, dinamis dan penuh tanggung jawab dari gereja. 3. Tujuan PWG Tujuan kegiatan PWG adalah untuk mempersiapkan semua anggota jemaat agar memiliki: • Pemahaman dan kedewasaan penuh dalam iman kepada Yesus Kristus. • Kehidupan yang penuh tanggung jawab utuh baik kepada Tuhan Yesus Kristus, kepada sesamanya dan juga kepada dirinya. • Kesungguhan untuk menggali dan mengembangkan seluruh potensi dirinya untuk diabdikan bagi kepentingan Kerajaan Allah sesuai dengan kesaksian Alkitab. • Keterampilan yang dapat memampukannya menjalankan tugas, kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai saksi Kristus di tengah-tengah dunia ini yang meliputi seluruh wilayah tugasnya. Sehingga melalui tanggung jawab kesaksiannya semakin banyak orang lain dibimbing datang dan hidup di dalam Kristus dengan sungguh-sungguh. • Pengucapan syukur serta senantiasa memuliakan Tuhan dalam seluruh penampilan hidupnya.
  • 11. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 11 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan BAB IV MELURUSKAN PEMAHAMAN TENTANG PAK DAN PWG Pemahaman yang benar tentang PAK dan PWG di kalangan warga gereja, mahasiswa teologi dan para pendeta jemaat masih simpang siur, artinya belum terbangun persepsi yang jelas, karena itu diperlukan pelurusan pemahaman, walaupun tidak dimaksudkan adanya pemaksaan penyeragaman persepsi dan memang hal itu tidak pernah dikehendaki oleh tulisan ini. Tetapi kejelasan persepsi atau asumsi dari dua istilah ini sangat perlu, sebab apabila tidak, maka akan terjadi duplikasi persepsi bukan hanya pada segi content maupun praxis, tetapi juga dalam implementasinya pada konteks pelayanan. Dan kalau itu yang terjadi, maka akibatnya yang terjadi adalah bahwa PAK dan PWG tidak pernah akan mencapai hasilnya sebagaimana yang diharapan. Sebenarnya istilah PAK dan PWG sudah dikenal oleh gereja-gereja di Indonesia sejak tahun 50-an. Tetapi asumsi kebanyakan orang Kristen terhadap kedua istilah ini masih sangat sempit, misalnya PAK cenderung diasosiasikan dengan Sekolah Minggu atau pelajaran agama di sekolah. Demikian juga dengan PWG cenderung diasosiasikan sebagai sebuah kursus untuk menjadi tenaga pendeta, penginjil (guru injil), dll. Menyadari persoalannya, maka pemahaman terhadap kedua istilah ini perlu diluruskan. Salah satu sumber (bukan satu-satunya) yang paling memadai untuk menjawab persoalan ini adalah naskah Pidato Dies Natalis ke-55 STT oleh Dr. Andar Ismail (pakar PAK di STT Jakarta). Alasan adalah bahwa beliau pakar PAK yang cukup dikenal di Indonesia melalui pengalaman studinya, pengalamannya mengajar ilmu teologi praktika telah teruji baik pada tingkat akademik maupun pada tingkat jemaat (khususnya beliau melayani di GKI) dan bahkan melalui tulisannya dengan seri “Selamat” yang sarat dengan nuansa didaktik metodik. Adapun naskah pidatonya, saya tulis ulang (dengan beberapa penambahan kecil) sebagai berikut: 1. Catatan Singkat Perkembangan PAK Abad 20 Apabila kita hendak menelusuri akar dan sejarah PAK, maka sumber yang sangat memadai adalah tulisan Prof. Dr. Robert R. Boelkhe tentang Sejarah Perkembangan Pemikiran PAK yang diterbitkan oleh BPK Gunung Mulia dalam dua volume. Tetapi pada tulisan ini dibatasi hanya pada catatan singkat perkembangan PAK pada abad ke-20. Menurut catatan Dr. Andar Ismail, PAK sudah mendapat bentuk sistimatikanya pada konvensi tahun 1903 di Chicago yang melahirkan Religious Education Association. Setelah itu, maka dalam pergumulannya dua puluh tahun kemudian dibentuklah apa yang disebut dengan International Council of Religious
  • 12. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 12 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan Education.3 Dengan terbentuknya badan ini, maka hendak menunjukkan bahwa gereja sudah menaruh perhatian yang serius terhadap pentingnya kehadiran PAK dalam pelayanan gereja. Bahkan beberapa puluh tahun sebelumnya oleh Horace Bushnell (1802-1876), telah merintis dan meletakkan prinsip-prinsip teori PAK. Pemikiran Bushnell merupakan reaksi terhadap theologia yang sedang dominan di gereja-gereja Puritan di Negara-negara bagian New England pada zaman itu, yakni teologia yang sangat menekankan transendensi Allah di satu pihak dan antropologi teologis yang pesimis di lain pihak. Dalam pemaparan teologinya, mereka pada satu sisi membesar- besarkan kekuasaan Allah, tetapi pada saat yang bersamaan pula mereka juga mengecil-negcilkan potensi manusia. Manusia digambarkan hanya sebagai makluk yang betul-betul celaka dan tidak mempunyai daya apa-apa kecuali menjadi penerima anugerah Allah yang pasif. Theologia seperti ini sejalan dengan metode tranmissive khususnya dalam dunia penyiaran rohani seperti kebangunan rohani. Akibatnya pada zaman itu kebangunan rohani menjadi mode di New England. Dalam penyiaran ajarannya sangat ditekankan di mana anak kecil maupun orang dewasa ditakut-tekuti dengan hukuman Tuhan lalu didesak untuk lahir kembali dan bertobat. 4 Kebangunan rohani telah dipersepsi sebagai jawaban terminal bagi kehidupan lahir baru, artinya bahwa dengan mengikuti KKR telah dijamin bahwa seseorang sudah lahir baru. Dalam hal ini, Bushnell sangat menentang pemahaman Injil yang sempit seperti itu, lalu ia mengemukakan sejumlah tesis dalam bukunya yang berjudul Christian Nurture. Ia berkata : “What is the true idea of Christian Education ? That the Child is to grow up a Christian, never know himself as being otherwise. In other words, the aim, effort, and expectation should be, not as is commonly assumed, that the child is to grow up in sin to be converted after he comes to a mature age; but that he is to open on the world as one that is spiritually renewed, not remembering the time when he went through a technical experience but seeming rather to have loved what is good from his earliest years. 5 Tesis lainnya berbunyi: This is the very idea of Christian Education, that is begins with nurture or cultivation.”6 Untuk zaman sekarang tesis seperti itu tidak mempunyai keistimewaan. Namun untuk akhir abad yang lalu di mana belum dikenal Psikologi Perkembangan, Didaktik serta Metodik yang modern, maka tesis seperti ini adalah sesuatu terobosan baru dalam dunia didik mendidik. 3 William Dean Kennedy, Christian Education Through History, An Introduction to Christian Education, ed. Marvin J. Taylor (Nashville: Abingdon, 1980), 28. 4 Elmer L. Towns “Horace Bushnell” in A History of Religious Educations, ed. Elmer L. Towns (Grand Rapids : Baker, 1975), 278-287 5 Horace Bushnell, Christian Nurture (New Haven: Yale University Press, 1967), 4. 6 Ibid., 20
  • 13. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 13 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan 2. Beberapa Asumsi dan Implikasi Tesis Bushnell a. PAK berdiri di atas antropologi theologies yang optimis yang berkeyakinan bahwa tiap orang dilahirkan dengan kodrat yang baik dan bahwa kodrat yang baik itu dapat ditumbuhkan terus karena manusia mempunyai potensi untuk berpikir baik dan menghasilkan produk baik. George Albert Coe (1862-1951) yang mewarnai theologia dan teori PAK selama 50 tahun dalam abad ini mengatakan bahwa mnusia dilahirkan sebagai gambar dan rupa Allah, sebab itu manusia dapat menjadi kandidat untuk karakter yang baik. Tugas PAK adalah mendorong dan menopang pertumbuhan ke arah kemungkinan yang baik itu.7 Atau dengan kata lain PAK bertujuan untuk menggali dan mengembangkan seluruh potensi yang baik dalam diri manusia untuk diabdikan bagi pembangunan Kerajaan Allah di atas muka bumi sesuai dengan kesaksian Alkitab Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Bertolak dari pemahaman ini, tampaklah bahwa posisi dan tugas PAK dalam gereja sangat signifikan. b. PAK berasumsi bahwa kepercayaan yang matang bukan timbul secara mendadak seperti pada akhir suatu kebaktian kebangunan rohani, melainkan tumbuh dalam proses jangka panjang sejalan dengan tumbuhnya perkembangan jiwa orang yang bersangkutan (agar lebih jelas point ini, saya menganjurkan kepada semua mahasiswa ITKI dan atau siapa saja membaca diktat ini agar membaca tulisan James W. Fowler dalam bukunya yang berjudul “Stages of Faith”. Dalam bukunya tersebut, ia memaparkan secara komprehensif tahapan-tahapan perkembangan iman manusia sesuai dengan perkembangan jiwa manusia itu sendiri). Sasaran dalam percaya bukanlah pertobatan melainkan pertumbuhan. Bushnell meletakkan salah satu dasar PAK yaitu bahwa tugas gereja bukanlah menciptakan suasana emosional sehingga orang bertobat di muka umum, melainkan menolong orang bertumbuh sedikit demi sedikit sehingga iman itu berbuah dalam kehidupan. Mengulas tesis Bushnell itu, berkatalah Groome : The attitude of the revivalists toward Christian Formation was that, because of human depravity, children could not grow up as Christians but could only come to the faith by being “born again”. It was on this specific point that Bushnell began his criticisms of the revival movement and of the whole conversion syndrome.8 Mendukung tesis Bushnell ini, lebih lanjut Coe berkata : “… the constant aim of elementary religious education should be to make conversion unnecessary. 9 Dari 7 George Albert Coe, Education in Religious and Morals (New York : Revel, 1904), 33-64. 8 Thomas H. Groome, Christian Relegious Education (San Fransisco, 1980), 116 9 George Albert Coe, A Social Theory of Religious Education (New York : Arno, 1969), 181.
  • 14. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 14 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan beberapa pendapat tokoh di atas dapat disimpulkan adanya penekanan pada aspek proses di mana di dalamnya terjadi suatu pertumbuhan. Di sinilah proses pendidikan yang dikembangkan di gereja atau di luar gereja sangat menentukan. c. PAK berasumsi bahwa iman bisa mengalami stagnasi atau berputar-putar di situ juga, atau sebaliknya dapat berkembang ke tahap-tahap yang lebih matang dan lebih luas wawasannya. Asumsi ini digarap oleh William Clayton Bower yang meneliti hubungan antara perkembangan kepribadian dengan perkembangan kepercayaan.10 Rintisan Bower pada awal abad ini di bidang PAK ternyata sekarang ini dikristalisasi oleh dunia psikologi dengan munculnya teori perkembangan kognitif oleh Jean Piaget, teori perkembangan moral oleh Lawrence Kolhberg, teori perkembangan kepribadian oleh Erik Erikson dan teori perkembangan percaya oleh James W. Fowler. Keempat teori ini langsung digunakan oleh didaktik dan metodik PAK. Dengan demikian konsep kurikulum dan strategi pendidikan yang dirancang atau yang dikembangkan di dalam gereja harus memperhatikan dan mempertimbangkan keempat teori di atas. d. PAK berasumsi bahwa tujuan iman bukanlah hanya untuk keselamatan pribadi peserta didik, melainkan supaya peserta didik dalam persekutuan umat percaya berupaya menciptakan tatanan masayarakat yang ciri-cirinya sudah diperlihatkan oleh Yesus Kristus. Hal itu beararti bahwa seseorang dibimbing untuk tidak hanya memiliki pengalaman hubungan secara vertical yaitu dengan Allah tetapi juga menyangkut soal-soal kemasyarakatan. Karena itu di dalam tujuan PAK harus terkandung pula suatu idealisme social. Coe menyebut idealisme itu “democracy of God”. Ia berkata : “Granted this social idealism as the interpretation of the life that now is, the aim of Christian Education becomes this : Growth of the young toward and into mature and efficient devotion to the democracy of God, and happy self-realization therein”.11 e. Pada konvensi 1903 hadir juga John Dewey, filsuf dan teoris pendidikan sekuler aliran progresif, sebagai narasumber yang memberi masukan. Ia menunjukkan dengan jelas bahwa sejak awal PAK terjalin secara erat dengan ilmu pendidikan sekuler. Coe berkata, “.. both the processes and the aims of religious education intertwine with those of so-called secular education. The relation is more than intertwining; they are brances of same tree, they partake of the same sap.” 12 Sebab itu hasil-hasil baru yang ditemukan oleh riset Ilmu Pendidikan dan Keguruan abad ini dimanfaatkan oleh PAK, misalnya cara membuat tujuan instruksional berdasarkan taxonomi kognitif, afektif dan psiko motor penemuan Benjamin Bloom dan kawan-kawan pada tahun 60-an.13 Memahami hal itu, maka bagi pelaksana PAK di tingkat gereja lokal maupun sinodal agar menyusun 10 William Clayton Bower, Moral and Spiritual Values (Lexington: University of Kentucky Press, 1952). 11 Coe, A Social of Religious Education, 55 12 As quoted in Harold William Bugess, An Invitation to Religious Education (Birmingham, AL. : Religious Education Press, 1975), 60.
  • 15. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 15 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan kurikulum PAK dan strategi pembelajarannya dengan harapan di mana peserta didik dapat mempunyai pengetahuan, sikap dan tindakan iman. f. PAK bukan berorientasi pada bahan, melainkan pada peserta didik. Artinya bahwa yang harus menjadi concern utama dari sebuah pendidikan PAK adalah peserta didik dan konteks hidup serta kehidupannya. Atau dapat juga berarti bahwa PAK bukan bermaksud menjejali doktrin agama dan isi Alkitab. Pelajaran agama bukanlah pewarisan sejumlah doktrin kepada generasi berikut sebagai harta mati yang tidak boleh diubah melainkan pembuka kesempatan kepada generasi itu untuk mengembangkan iman yang menjawab persoalan kotemporer. 14 Inti kerugma adalah tetap, yakni bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Penyelamat (hal ini tidak bias ditawar-tawar), namun penyebaran kerugma itu menjadi didache terletak di tangan tiap generasi. Hal itu berarti kualitas pendidik iman, baik dari sisi kemampuan pengetahuan maupun pemahaman dan penghayatan imannya sangat menentukan. Sebab pendidikan agama yang mewariskan agama secara otoriter akan menghasilkan generasi katak beragama di bawah tempurung. Kemungkinan lain adalah bahwa pendidikan agama semacam itu akan menimbulkan efek boomerang, yaitu generasi yang kelak malah akan berbalik dan menolak agama. Kalau itu yang terjadi maka akan tercipta suatu masyarakat yang skeptis dan bahkan sinis terhadap nilai-nilai agama. 3. Pengertian PAK PAK adalah suatu usaha sengaja dari gereja untuk membimbing setiap pribadi dari semua golongan umur agar mereka mengenal, memahami, menyadari dan menghayati iman Kristen dan oleh pertolongan Roh Kudus peserta didik memasuki persekutuan iman yang hidup dengan Tuhannya sehingga pada akhirnya peserta didik menjadi warga gereja serta warga masyarakat yang baik dan bertanggung jawab sesuai dengan terang Firman Tuhan. 4. Tujuan PAK • Thomas H. Groome, mengatakan bahwa tujuan ultim PAK adalah Kerajaan Allah, karena Kerajaan Allah-lah yang menjadi maksud dan tujuan penciptaan-Nya. Kerajaan Allah itu pulalah yang menjadi tema pokok dan tujuan sentral pemberitaan dan kehidupan Tuhan Yesus. • Judo Poerwowidagdo, mengatakan: “Tujuan PAK adalah menggali dan mengembangkan seluruh kemampuan peserta didik untuk diabdikan bagi 13 Benjamin Bloom, ed., Taxonomy of Educational Objectives, Handbook I : Cognitive Domain (New York: David McKay, 1956) and David R. Krathwohl, Benjamin Bloom and Bertram B. Mesia, Taxonomy of Educational Objectives, Handbook II : Effective Domain (New York: David McKay, 1964). 14 Sophia Lyon Fahs, Today’s Children and Yesterday’s Heritage (Boston: Beacon, 1952), 15-18.
  • 16. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 16 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan kepentingan Kerajaan Allah sesuai dengan kesaksian Alkitab baik PL maupun PB”. • Harold de Wolf, mengatakan: “Tujuan PAK adalah menghubungkan peserta didik dengan Tuhan-nya di dalam dan melalui imannya kepada Yesus Kristus”. • D.C. Wyckoff, mengatakan: “Tujuan PAK adalah menghubungkan peserta didik dengan Tuhan-nya melalui imannya di dalam dan melalui Kristus dan juga menyangkut hubungannya dengan soal-soal kemasyarakatan”. • Howard Grimes, mengatakan: “Tujuan PAK adalah memimpin seseorang kepada pertobatan yang utuh kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat satu- satunya”. • Frans Pantan, mengatakan: “Tujuan PAK membimbing seseorang menghidupi totalitas kehidupannya sebagaimana layaknya orang yang sudah diselamatkan oleh Tuhan Yesus Kristus lewat pengorbanan-Nya di atas kayu salib”. Sebagai orang yang sudah diselamatkan, maka tentu saja cirri-cirinya adalah sebagai berikut: • Mengasihi Tuhan Allah dengan sungguh-sungguh (Mat. 22:37). Apa yang Yesus katakan tidak lain dari apa yang dikatakan dalam hokum Taurat: jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. Jangan buat bagimu patung untuk disembah. Jangan sia-siakan nama Tuhan (Kel. 20:2-11). Dalam dunia modern sekarang ini banyak juga dewa modern yang dapat menggeserkan Allah, antara lain: uang, kedudukan, jabatan, kekayaan, kecantikan, kuasa, hasil-hasil ilmu pengetahuan dan tehnik, dll. • Mengasihi sesame dengan sungguh-sungguh (Mat. 22:39). Semua manusia diciptakan menurut citra Allah. Sama-sama memiliki hak dan martabat. Karena itu manusia tidak boleh dijajah oleh kebencian, ketidakadilan, kemiskinan, kebodohan, dll. Semuanya itu bertentangan dengan keselamatan. Karenanya Yesus berkata: kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Apa yang Yesus katakana tidak lain dari apa yang juga dikatakan di dalam hukum Taurat: hormati orangtua, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan berdusta, jangan berzinah, jangan ingin kepunyaan sesamamu (Mat. 20:12- 170. Penyebab paling besar untuk tidak mengasihi sesame ialah hanya mengasihi diri sendiri, sehingga manusia saling mau menjadi tuan atas sesamanya. Sebagai orang selamat kita mengasihi sesame sebagai tanda kita mengasihi Tuhan. • Mengasihi diri sendiri. Artinya memelihara diri sendiri sebagai orang selamat. Janagn disalah artikan hanya mengasihi diri sendiri. Tapi maksudnya adalah tanggung jawab sebagai orang yang telah diselamatkan. Janganlah merusak diri kita, baik masa kini maupun masa yang akan datang. Bila kita tidak merusak diri kita tentu saja kita tidak akan merusak orang lain. Kemudian orang-orang selamat bukan hanya memelihara diri, tetapi oleh karena keselamatannya ia berusaha berprestasi sebaik dan setinggi mungkin. Kita bekerja, berusaha dengan penuh semangat, rajin, disiplin dan penuh
  • 17. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 17 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan dedikasi. Dan juga menjauhi hal-hal yang merugikan orang lain: malas, korupsi, penyelewengan, ingin menang sendiri, dll. • Terhubung erat dengan dunia ciptaan Allah di mana ia ditempatkan. Manusia diberi mandate sekaligus tanggung jawab untuk mengolah ala mini, tempat kediamannya. Di situ manusia yang selamat berusaha tidak akan mengalami kelaparan, sakit penyakit, kekurangan, ketiadaan tempat berteduh, dst. Ini juga sehubungan dengan mengatur sebaik-baiknya pekerjaan- pekerjaan di atas muka bumi ini: di kantor, di sekolah, di gereja, dll. Dalam rangka pengolahan alam ini tidak dimaksudkan kita menguras habis-habisan segala sumber daya alam. Tidak semua burung di udara, ikan di sungai dan di laut kita habiskan. Tidak semua pohon di hutan kita harus tebang. Kelestarian kita perlu pelihara sebaik-baiknya guna kepentingan kita juga. Ingat keselamatan yang Allah lakukan adalah juga untuk dunia ini. • Terhubung erat dengan masa depan, bukan saja di dunia ini tetapi juga di dunia baru yang akan dating. Maksudnya, keselamatan yang kekal. Hidup dalam Kerajaan Allah yang penuh dan sempurna. 5. Catatan Singkat Perkembangan PWG abad 20 PWG yang kita kenal sekarang ini di Indonesia mulai dikristalisasi pada tahun 1945 di Eropa Barat. Pada Perang Dunia II sejumlah pemikir warga gereja yang ditahan rezim Nasi merasa prihatin bahwa umat Kristen kurang berhasil menjadikan diri relevan di tengah penderitaan manusia. Mereka mempelajari Alkitab dan menyadari bahwa mereka adalah garam dunia, tetapi di manakah garam itu ketika orang membeo dan membebek pemerintah diktatoral dan ketika satu bangsa memusnahkan bangsa lain. Seusai perang para warga gereja ini berkumpul dan memikirkan apa yang mereka harus lakukan. Sebagai hasilnya lahirlah pada tahun 1945 pusat pembinaan warga gereja Institut Kerk en Wereld di Driebergen, Belanda yang diprakarsai oleh Hendrik Kraemer (1888-1965). Beberapa bulan kemudian menyusul pembentukan pusat pembinaan warga gereja Evangelische Akademie Bad Boll di Jerman yang diprakarsai oleh Eberhard Muller. Pusat-pusat pembinaan warga gereja itu menghimpun untuk mendalami suatu masalah tertentu yang actual dalam masyarakat, menyorotinya dari terang Firman Tuhan dan mempelajari langkah jalan keluar yang dapat ditempuh oleh warga gereja di jalan hidupnya masing-masing.15 Sebenarnya kelahiran pusat-pusat pembinaan warga gereja pada tahun 1945 adalah ibarat telur yang menetas setelah dierami. Telurnya sendiri sudah keluar dua dasawarsa sebelumnya. Tepatnya telur itu keluar dari benak Joseph Oldham (1874- 1969), warga gereja bukan pendeta di gereja Anglikan Skotlandia. Bersama dengan Visser ‘t Hooft ia mempersiapkan konprensi sedunia tentang church, community and State di Oxford, Inggris, tahun 1937. Dalam rangka persiapan konprensi itu, yang sebenarnya merupakan reaksi menentang munculnya pemerintah-pemerintah totaliter 15 Hans-Ruedi Weber, “A New Movement Begins” in Centres of Renewal for study and Lay Training (Geneve : WCC, n.d.), 5-7.
  • 18. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 18 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan di Eropa, Oldham menulis beberapa tesis tentang warga gereja. Salah satu tesisnya berbunyi : It is the members of the church, who discharge the responsibilities of the commons life in a countless variety of occupations and in an infinite multiplicity of daily acts and decicions, that are the leaven which leaven the lump. In this faithful silent witness, they are fulfilling the priestly function of the church.16 Kemudian tesis Oldham lebih lanjut adalah bahwa ia memandang peranan warga gereja bukan untuk pekerjaan di dalam gereja melainkan untuk pekerjaan di luar gereja. Tesis beliau sangat cemerlang dan komprhensif walaupun tidak semua pemikir (teolog) spendapat dengannya. Pada waktu itu para pemikir tentang peranan warga gereja, misalnya John Mott, melihat peranan warga gereja hanya sebagai alat untuk kepentingan gereja. Tetapi menurut Oldham pentingnya warga gereja adalah justru untuk kehidupan dan pekerjaannya di tengah masyarakat. Mengenai uniknya tesis Oldham, berkatalah Kraemer : This approach of Dr. Oldham was quite new, because for the first time it was not the mobilization of active laymen for various purposes considered quite apart from the church, simply for its effectiveness, as Dr. John R. Mott had done in his organizing of the Laymen’s Missionary Movements, but a viewing of the laity as an expression of the church and its calling and function in the world.17 6. Beberapa Asumsi dan Implikasi Tesis Oldham a. PWG lahir dari pemahaman ekklesiologis yang secara expressis verbis merumuskan tempat organis warga gereja dalam hakekat dan missi gereja. Oldham memperlihatkan ekklesiologinya ketika berkata bahwa gereja mempunyai aspek ganda. Sebagai aspek pertama gereja adalah “a society organized for the specific purposes of worship, teaching preaching and the pastoral ministry.” Aspek kedua, gereja adalah “A society of men and women who have been given a new understanding of life and have andergone a change which effects their whole outlook and behavior and must color every of their lives. 18 Oldham lalu mensinyalir bahwa sejauh ini aspek yang pertamalah yang paling dominant. Ia berkata “It is the fisrt and more restricted of these conceptions which tends to dominate our thingking and consequently to determine and limit our practice. Thus the church has become clericalized in the thingking of both clergy and laity.19 16 Joseph H. Oldham, “The function of the Church in Society”, in The Church and Its Function in Society, ed., W. Visser ‘t Hooft and J.H. Oldham (London: George Allen & Unwin, 1937), 203. 17 Hendrik Kraemer, A Theology of the Laity (Philadelphia: Westminster, 1958), 33. 18 Oldham, Opcit., 154-155. 19 J.H. Oldham, The Oxford Conference, Official Report (Chicago: Willet Clerk, 1937), 35.
  • 19. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 19 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan b. PWG berasumsi bahwa ciri-ciri gereja yang sejati sebagaimana dirumuskan oleh Calvin adalah kurang lengkap. Calvin mengatakan bahwa ciri gereja adalah pelayanan Firman secara benar dan pelayanan sakramen secara benar. 20 Kalau hanya itu ciri gereja, maka warga gereja adalah obyek belaka. Warga gereja menjadi subyek kalau “notae ecclesiae” Calvin itu dilengkapi dengan ciri yang lain, yakni kesaksian melalui perbuatan oleh warga gereja dalam hidup sekulernya. Hal itu diperlukan supaya pemahaman ekklesiologi kita, kata Oldham, jangan mengarah kepada suatu “disastrous ecclesiasticizing of the church, so that it becomes primarly an affair and interest of the clergy…rather than a community of redeemed men and women joyfully serving God in the ordinary concern of the common life.21 c. PWG berasumsi bahwa konsepsi yang tinggi tentang warga gereja bukan berarti konsepsi yang rendah tentang jabatan pendeta. Kelahiran PWG bukanlah untuk memperjuangkan status yang lebih tinggi bagi warga gereja lalu mengurangi arti jabatan pendeta. Peranan warga gereja adalah di garis depan, dan untuk itu dibutuhkan pembekalan oleh pendeta dari garis belakang. Keduanya saling menopang. Oldham membayangkan wadah PWG di mana pendeta dan warga gereja saling belajar, bukan di mana pendeta mentransmisikan suatu kebenaran yang otoritatif. Berkatalah Oldham, “It is necessary that Christian ministers should set themselves deliberately to learn as well as to teach. From the laity may be learned lessons of life that find no place in the curriculum of theological college”.22 Berbicara tentang konsepsi pendeta dan konsepsi warga gereja, Hans- Ruedi Weber menegaskan, “A high doctrine of the laity does not exclude, but rather demands, a new high doctrine of the clergy”.23 d. Adanya PWG bukanlah untuk menghasilkan warga gereja yang banci, yaitu ½ warga gereja biasa dan ½ pendeta. Orang sering mengira bahwa warga gereja yang baik adalah mereka yang banyak meninggalkan pekerjaan duniawainya lalu aktif dalam pekerjaan rohani. Padahal yang dibutuhkan adalah warga gereja yang justru di dalam dan melalui pekerjaan duniawinya bersaksi tentang Tuhan Yesus. Di sini ada lagi salah paham di mana orang mengira bahwa bersaksi adalah memberi renungan di kantor tempat bekerjanya atau sering-sering menyebut “puji Tuhan”. Padahal yang diperlukan adalah kesaksian tanpa kata namun penetratif, yaitu bersaksi melalui sikap dan perbuatan misalnya menunjukkan kerja yang bermutu dan jujur, tidak minta disuap dan tidak menerima hadiah yang bersifat menyuap. Warga gereja yang rajin dalam soal rohani tetapi berperilaku tidak Kristiani dalam dunia, pekerjaannya termasuk apa yang disebut Hoekendijk sebagai warga gereja yang schizofren. Berkatalah Hoekendijk : 20 John Calvin, Institutio, 4.1.9 21 Oldham, “Functions”, 156 22 Ibid., 199 23 Hans-Ruedi Weber, Salty Christians (New York: Seabury, 1969), 17.
  • 20. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 20 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan “…. It betrays something of the layman’s professional dicease : schizophrenia. It leads to a split between the world of Sundy and the world during the rest of the week.. a clericelized layman is unsuited for the opostolate; he has become a church-domesticated layman, tamed and eaged by the church – one who has betrayed his own trade and has become unfaithful to the earth.24 e. Itu bukan berarti bahwa PWG mengecilkan arti keaktifan warga gereja di dalam kegiatan domestic gereja. PWG pun mempunyai lapangan kerja yang mengkader dan memampukan warga gereja untuk menjadi pelayan pekerjaan gereja. PWG menyadari perlunya keseimbangan antara kesaksian di kehidupan sekuler dan pelayanan di dalam gereja. Tidak ada polarisasi diantara keduanya. 7. Pengertian PWG PWG adalah “usaha gereja secara sengaja untuk memampukan warga gereja khususnya yang sudah dewasa menjadi alat kesaksian Tuhan Yesus Kristus kepada lingkungan hidupnya serta dunia dimana ia dihadirkan melalui karya-karya dan bahkan keseluruhan penampilan kehidupannya”. 8. Perbedaan PAK dan PWG Pendidikan Agama Kristen (PAK) : • Ditujukan kepada semua golongan umur. Karena itu di dalam dunia PAK, kita mengenal adanya: PAK anak, PAK remaja, PAK pemuda, PAK dewasa dan PAK manula. Masing-masing jenis PAK yang berdasarkan klasifikasi umur itu dirancang dalam bentuk dan pendekatan yang berbeda. Hal itu dilakukan atas pertimbangan bahwa kebutuhan dari masing-masing kelompok umur tersebut berbeda. • Tugas PAK lebih banyak ke arah pewarisan Iman Kristen, di mana peserta didik (warga/umat gereja) diberikan pelajaran dasar-dasar iman secara terstruktur dan bersinambung. PAK (khususnya PAK di sekolah) lebih mengedepankan unsur pengetahuan (kognitif), sehingga factor afektif dan psikomotor cenderung diabaikan. Tentu PAK yang dilaksanakan di gereja, diharapkan tidak demikian; artinya tetap dirancang untuk mencapai tiga aspek pengetahuan secara seimbang, yaitu : aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor. • PAK merupakan pendidikan yang lebih bersifat formal dan berlangsung lama serta berkesinambungan. Pembinaan Warga Gereja (PWG) : • Ditujukan kepada orang dewasa. Kenapa hanya orang dewasa ? Hal ini terkait dengan sejarah pemahaman tentang keanggotaan gereja, di mana pada umumnya dalam gereja-gereja arus utama (saya menyebutnya “gereja tua”), seseorang baru 24 J.C. Hoekendijk, The Church Inside Out, trans. Isaac Rottenberg (Philadelphia: Westminster, 1966), 89.
  • 21. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 21 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan resmi dianggap sebagai anggota gereja yang sah setelah menjalani upacara “sidi” ketika seseorang sudah mencapai usia pemuda. • Tugas PWG lebih banyak ke arah melayani orang supaya meningkatkan kemampuan penghayatan imannya, tetapi juga agar ia dimungkinkan mewujudkan tugas dan panggilannya di tengah-tengah dunia dan masyarakat di mana ia berada dengan segala apa yang ada padanya. • PWG lebih bersifat non-formal pada warga gereja yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan khusus dan berlangsung dalam waktu yang singkat. • Pelaksanaan PWG lebih bersifat fleksible, karena disiapkan dan disusun sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan actual. 9. Persamaan PAK dan PWG a. Merupakan pendidikan gereja yang mempunyai kriteria dasar pendidikan yaitu : • Intensional, berarah tujuan, direncanakan dan disengaja. • Mempunyai nilai-nilai, menolong peserta didik mengoreksi dan meningkatkan nilai-nilai hidup. • Melibatkan usaha untuk mengetahui dan mengerti, lalu usaha untuk melihat relasi antara apa yang diketahui dan dimengertinya tentang hal yang satu dengan hal yang lain. • Terjadi sebagai hasil interaksi yaitu belajar (interaksi antara pelajar dengan apa yang dipelajari) dan mengajar (interaksi antara pengajar, pelajar dan bahan pelajaran). • Terjadi dalam suatu proses. • Menyangkut dan menimbulkan hasil positif dalam hubungan dengan dirinya dan hubungan dengan dunia di luar dirinya. • Menyangkut dimensi kognitif, afektif, aktif dan motif. • Menyangkut pertumbuhan stadium perkembangan jiwa peserta didik. b. Bertujuan menolong warga gereja bertumbuh dalam iman Kristiani menuju kepada tingkat kedewasaan penuh di dalam Kristus. Tetapi di samping itu juga, menolong setiap warga gereja untuk mampu merealisasikan iman secara konkret dalam realitas kehidupannya di segala tempat dan situasi. c. PAK dan PWG mempunyai missi yang kontekstual sesuai dengan kebutuhan lapangan dan jaman. PAK dan PWG mempunyai misi menjembatani jurang antara ibadat dengan praktek hidup. Di Indonesia sekarang ini kehidupan beragama tumbuh dengan subur. Tempat-tempat ibadat dipenuhi dengan umat penganutnya. Tetapi kehidupan berargama cenderung bersifat ritual. Di satu pihak orang rajin beribadah, tetapi di lain pihak terjadi penyalagunaan wewenang, korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, materialisme dan egoisme belum tersentuh oleh kehidupan beragama. Persepsi keberagamaan lebih menekankan bakti ritual dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Kehidupan beragama
  • 22. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 22 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan lebih berorientasi vertical dari pada horizontal. Kepekaan spiritual ternyata tidak atau belum disertai dengan kepekaan social. Kalau pendidikan agama berjalan ke arah ini, maka pendidikan agama merosot menjadi indoktrinasi belaka dan umat akan menjadi munafik dan bahkan fanatisme agama yang sempit.
  • 23. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 23 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan BAB V KARAKTERISTIK PEMBINAAN WARGA GEREJA Di atas telah dipaparkan secara singkat beberapa perbedaan dan juga persamaan PAK dengan PWG. Pada paparan kita berikutnya, sangat perlu pula dikedepankan tentang ciri-ciri khas atau karakteristik dari PWG. Hal itu dilakukan agar PWG semakin jelas posisinya dalam rumpun teologia praktika. Untuk memperoleh gembaran jelas tentang karakteristik atau ciri-ciri khas PWG, saya mengajak kita memperhatikan apa yang dikemukakan oleh Alfred Schmidt. Ia mengemukakan ada tujuh ciri PWG sebagai berikut : 1. Sikap tindakan yang terbuka terhadap perubahan-perubahan yang luas dan mendalam di dalam masyarakat, dan menempatkan diri secara bertanggung jawab dan dewasa, secara kritis dan kreatif, di dalam situasi yang baru. Ini berarti bagi pelayanan gerejawi: bahwa orang-orang Kristen yang ada di tengah-tengah dan yang menghadapi tantangan baru di dalam dunia dan masyarakat, menjadi sadar bahwa mereka membutuhkan sikap dan tindakan yang terbuka. Mereka ditolong untuk memiliki kelengkapan untuk memenuhi panggilannya selaku orang-orang yang bertanggung jawab. Kita, orang percaya, terpanggil untuk “menjadi kawan sekerja Allah di dalam pekerjaan-Nya” (1 Kor. 3:9). Apa yang diminta oleh Rasul Paulus “untuk mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup” (Rm. 12:1) tidak mampu diwujudkan sebab warga gereja itu belum pernah memperoleh kesempatan dilatih untuk itu. 2. Sikap kedewasaan: Dengan kata dewasa dimaksudkan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan dengan perkataan sendiri, pikiran dan pengharapannya serta memutuskan bagi dirinya sendiri jalan-jalan untuk membentuk masa depan yang dipilihnya sendiri. Ini berarti bahwa ia tidak tergantung pada apa yang dikatakan oleh orang lain, pada pikiran atau pimpinan orang lain. Orang yang dewasa menjadi cukup bebas untuk melihat dan menilai tanda-tanda zaman sendiri, untuk kemudian bersama dengan rekan-rekannya mampu memberikan jawabnya yang khas. Cukup jelas bahwa pengertian ini mencakup juga segala aspek social dan politis. Kedewasaan manusia juga terdapat dalam hubungan antar manusia di mana dipahami bahwa tidak seorang pun akan dewasa dalam sesuatu struktur otoriter masyarakat. Dalam suatu struktur masyarakat feodal, di mana berlangsung perintah dari atas ke bawah, kedewasaan tidak akan diperoleh melalui suatu indoktrinasi. Maka tugas tenaga pembinaan ialah sebagai hamba yang menyediakan diri, yang akan menolong dan menyaksikan kemuliaan Tuhan, tetapi tidak dapat mewujudkan kedewasaan orang lain. Tugasnya bersifat menyingkirkan hambatan-hambatan di jalan menuju kedewasaan, dari pada bersifat membangun orang-orang yang dibina oleh Allah.
  • 24. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 24 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan 3. Ciri khas yang ketiga adalah menjadi mampu berpikir secara ekumenis, berpikir inklusif. Dimensi inklusif tidak boleh dibatasi oleh bentuk-bentuk kepercayaan Kristen, tetapi juga harus mencakupi bentuk-bentuk berbagai kepercayaan dan agama lain yang berbeda-beda. Kita dibawa kepada kesadaran bahwa corak kehidupan dan nasib manusia saling berkaitan satu sama lain. Dan bahwa umat manusia di dunia ini merupakan suatu himpunan yang berada dalam suatu pemahaman dan perasaan senasib. Berpikir ekumenis berarti melihat seluruh anggota umat manusia sebagai sesame. Kesejahteraan umat manusia di mana-mana harus mendorong untuk mengatasi sikap mengisolisasi diri atau sikap nasionalisme yang picik. Secara realitis kita harus memahami bahwa tugas mencapai tujuan agung itu tidak akan terlaksana dan tujuan itu tidak akan tercapai tanpa kerja sama dari seluruh umat manusia dengan melibatkan segala kemampuan dan kesediaannya. 4. Ciri khas keempat dari PWG adalah penyadaran dan penghadiran yang diberi kepada manusia untuk mendorongnya kepada pengalaman kebebasan yang tersedia itu. Berdasarkan kesaksian Alkitab, kebebasan manusia dapat dilihat dari tiga aspek : • Aspek pertama, kebebasan dari: ini berarti menjadi bebas dari keakuan. Menurut Martin Luther inilah pusat utama dari dosa manusia. Bebas dari keterbelengguan manusia dalam dosa, bebas dari keterpenjaraan pandangan hidup yang mengekang orang pada usaha hanya mengurus kepentingan diri sendiri. “Kebebasan dari” adalah anugerah yang diberikan: tetapi serentak juga merupakan proses dalam membebaskan diri. Proses ini baru berakhir bila kita memasuki atau beroleh “kebebasan untuk”. • Aspek kedua, kebebasan untuk: diperoleh dan dipenuhi dalam pelayanan kepada sesama manusia. Yaitu tindakan yang memperhatikan dan memandang sesama manusia lebih mulia daripada kepentingan diri sendiri. • Aspek ketiga, kebebasan dalam: terdapat pada surat Galatia yang membicarakan tentang kemerdekaan manusia Kristen (Gal. 5:1-11). Kemerdekaan Kristen dipenuhi dalam iman dan diwujudkan melalui tindakan- tindakan berdasarkan kasih. Orang Kristen yang dibebaskan seyogianya menjadi peka terhadap kebutuhan sesama manusia. Juga peka terhadap sikap diri sendiri. Kebebasan yang sebenarnya adalah pertobatan manusia dalam akar dan dasar kehidupannya sendiri. 5. Ciri khas kelima adalah mampu bekerja sama. Dalam pengalaman sehari-hari kita menyadari betapa pentingnya bahwa kerja sama dipupuk dalam masyarakat, dan bahwa sikap kerja sama harus dilatih sejak usia muda. Kerja sama dalam perjalanan bersama-sama dewasa ini dan di masa depan adalah syarat mutlak untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi manusia. Kerja sama harus berdasarkan atas kepercayaan satu kepada yang lain, atas hokum dan keahlian dan atas kemampuan memegang tanggung jawab. Kerja sama berarti bahwa kita harus mementingkan diri kita sendiri secara seimbang dengan kepentingan orang lain secara timbal balik. Saya akan mencapai kepentingan diri saya sendri jika itu juga
  • 25. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 25 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan menyangkut kepentingan orang lain. Syarat utama dari kerja sama yang hakiki adalah “Kasihilah sesama manusia seperti dirimu sendiri” (Luk. 1:27). 6. Ciri khas yang keenam adalah bersedia dan mampu berpikir secara lugas (zakelijk) atau perkara yang bersifat langsung pada pokok. Dengan berpikir lugas dimaksudkan bahwa orang belajar dan menetrapkan sesuatu pelajaran (atau sesuatu pemahaman) dengan memisahkan persoalan pokok dari persoalan pribadi. Pendeta pada umumnya belum bersedia menerima kritik dari jemaat terhadap khotbah-khotbahnya. Pendeta biasa menilai khotbahnya itu sama dengan Firman Allah, identik dengan Firman. Padahal masalahnya bukanlah terletak pada taat tidaknya Pendeta terhadap Firman Allah. Yang menjadi masalah adalah kemampuan mengajar dan belajar untuk berpikir secara metodis, agar mengungkapkan ketaatan kepada Firman Allah secara jelas, dan menterjemahkan pengertian-pengertian agung dari Firman Allah ke dalam istilah-istilah sehari- hari. Kemampuan berpikir secara lugas mengenai pokok persoalan adalah termasuk juga kemampuan dan kesediaan untuk menerima dan menilai kritik, serta mengakui kekurangan dan kemampuan sendiri. 7. Ciri ketujuh adalah sikap dan semangat dialogis. Dialog dimulai dengan dialog antara Allah dan manusia. Dialog selalu berarti melibatkan Allah dan sesama manusia ke dalam diri sendiri. Sikap dialogis pertama-tama berarti bahwa orang- orang tidak hanya didengar, tetapi ada juga kesediaan mendengar dan bertukar pikiran dengan sesame. Apa yang diperlukan sebetulnya adalah pelayanan mendengar. Ini berarti menjadi peka terhadap pertanyaan orang lain, terhadap pengharapan dan kekuatiran orang lain. Menjadi peka terhadap “suara dan jeritan orang sengsara” (Ayub 34:28). Orang yang bersikap dialogis akan menjadi kawan sekerja Allah dengan cara yang istimewa. Dalam dialog kita memberi kesempatan kepada sesama kita untuk melepaskan diri dari penjara monolog dan keakuan. Keakuan adalah sikap dan mental yang hanya memikirkan diri sendiri semata-mata, malah mempergunakan orang lain untuk kepentingan diri sendiri, dan hanya berputar-putar di sekitar dirinya sendiri. Sikap dialogis akan menolong untuk melihat ketergantungan diri sendiri dengan sesama di hadapan Allah.25 Kalau kita memperhatikan ketujuh karakteristik PWG yang dikemukakan oleh Schmidt di atas, maka dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa PWG lebih tetap diberikan kepada orang-orang dewasa. Materinya disusun secara fleksible dan disesuaikan dengan kbutuhan actual dalam suatu konteks kehidupan. 25 Alfred Schmidt, Kawan Sekerja Allah (Jakarta: BPK Gunung Mulia untuk IOI-DGI), 12-27.
  • 26. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 26 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan BAB VI SENTRALITAS GEREJA DALAM PWG Ketika kita mulai berbicara tentang pendidikan, dan atau pembinaan, biasanya asosiasi berpikirnya langsung terarah pada lembaga-lembaga “sekolah”, lembaga- lembaga kursus yang formal maupun non-formal. Padahal media atau konteks pendidikan bisa dilakukan oleh keluarga (di rumah), gereja, sekolah, kursus-kursus, bahkan lingkungan masyarakat di mana saja seseorang itu hadir. Masing-masing konteks pendidikan mempunyai “core” tugasnya. Dalam kaitannya dengan pendidikan iman Kristiani, di samping menjadi tugas utama dari pendidikan dalam keluarga, tetapi juga menjadi tugas penting dari gereja. Karena itu pembinaan warga gereja adalah merupakan wilayah tanggung jawab utama dari gereja, bukan keluarga, sekolah atau kursus, dll. Karena itu, gereja tidak dibenarkan apabila melemparkan tanggung jawab itu kepada institusi-institusi lain, seperti sekolah, dll. Dalam realitas pelaksanaan tugas pelayanan gereja, khususnya di bidang PWG, belum terlaksana secara komprehensif. Artinya bahwa bisa saja sebagian sudah terlaksana, misalnya telah melakukan ibadah di gedung gereja yang diisi dengan pujian, kesaksian umat dan kemudian mendengarkan khotbah pendeta. Tetapi sebenarnya itu barulah merupakan sebagian kecil dari sekian banyak tugas pembinaan gereja terhadap umat yang dipercayakan dan diperhadapkan Tuhan kepadanya. Pembinaan warga gereja seharusnya bersifat komprehensif, yaitu menyentuh dan atau menjawab seluruh konteks kebutuhan umat. Dilandasi dengan pokok pikiran di atas, maka pada bagian ini, pertama-tama secara khusus akan dibahas tentang pengertian gereja dan posisi sentralitasnya dalam pelaksanaan tugas PWG. Asumsi dasarnya adalah jika pemahaman kita terhadap hakikat gereja jelas dan tepat, maka itu akan menjadi modal serta sekaligus sebagai pemberi arah yang akurat bagi pelaksanaan dan pencapaian sasaran (goal) PWG, baik dalam konteks gereja lokal, sinodal maupun gereja dalam arti universal. Dilandasi dengan asumsi tersebut, maka perlu dipaparkan beberapa point penting berikut ini : a. Pengertian Gereja Secara Teologis Tulisan ini tidak persiapkan untuk melakukan studi kata (word study) tentang “gereja”, melainkan lebih diarahkan pada tataran pengertiannya; baik pengertian teologis maupun pengertian praktis. Salah satu pengertian teologis tentang gereja, diungkapkan oleh French L. Arrington dalam bukunya “Christian Doctrine; A Pentecostal Perspective” : The Church is the community of faith. Where the word of God is preached and received by faith there is the church.26 Tetapi pada sisi lain, gereja dapat pula didefinisikan sebagai sebuah persekutuan yang diberi spesifikasi atau konotasi yang khusus, yaitu sebagai persekutuan orang-orang percaya, yang 26 French L. Arrington, Christian Doctrine; A Pentacostal Perspective, Volume three, (Tennessee: Pathway Press), 165
  • 27. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 27 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan dipanggil, dipilih dan dikuduskan untuk menjadi berkat bagi semua orang atau sesama manusia (bnd. Kej. 12:2-3; Kel. 19:5-6; Ul. 4: 20; 7:26; 14:2; 26:18; Tit. 214; 1Petr. 2:9). Dalam rangka panggilan, pilihan dan pengudusan (pengkhususan) inilah PL berbicara tentang umat Allah (am Yahwe) yang di dalam PB diterjemahkan ek- klesia, yaitu persekutuan orang-orang yang dipanggil keluar dari ikatan-ikatan lama kemudian dikhususkan untuk menjadi berkat bagi semua orang. Di sini tampak dengan jelas bahwa gereja merupakan persekutuan atau perkumpulan masyarakat iman yang menurut iman Kristiani adalah masyarakat (siapa saja yang terdiri dari orang-orang) yang telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan juruselamatnya. Secara teologis gereja dapat diartikan sebagai persekutuan yang lahir dari Allah, karena ia merupakan buah tangan pekerjaan Roh Kudus. Itulah sebabnya, kehadirannya di dunia ini mempunyai pengertian yang special, yaitu: sebagai “agen” atau “mediator” berkat Allah bagi dunia ini. b. Gereja adalah Orangnya Dilandasi pemahaman pada point a di atas, maka saya ingin mengutip apa yang dikemukakan oleh Dr. Theo Kobong, melalui tulisannya yang berjudul “Gereja Bukanlah Gedungnya, Gereja Adalah Orangnya” dalam buku “Kepemimpinan dan Pembinaan Warga Gereja. Ia secara jelas menguraikan bahwa gereja adalah orangnya.27 Dari uraian terdahulu di atas kita sudah dapat memahami bahwa yang dimaksudkan pertama-tama bukanlah gedungnya, melainkan gereja adalah orangnya. Kita juga sudah memahami bahwa tugas dasar yang diberikan Allah kepada kita adalah sama dengan tugas yang diberikan Allah kepada Abraham yaitu memeilihara kehidupan. Memelihara kehidupan seperti yang dimaksudkan Allah tidak mungkin dilakukan oleh gereja sebagai lembaga/institusi. Di dalam Alkitab, Allah tidak berbicara kepada lembaga/institusi, melainkan kepada manusia-manusia, walaupun Alkitab mempergunakan juga ilustrasi seperti bangunan (Ef. 2:21-22; 1 Petrus 2:5), tubuh (1 Kor. 12), kawanan domba (Yoh. 21:15-17; 1 Petr. 5:2). Namun jelas bahwa yang disapa melalui ilustrasi-ilustrasi (itu berarti ilustrasi di sini hanya diposisikan sebagai sarana komunikasi yang komunikatif) itu adalah manusia-manusia yang telah memberikan dirinya dirangkul oleh kasih Allah. Dengan demikian mau dikatakan bahwa masing-masing umat Allah disapa sebagai bagian dari satu bangunan, satu tubuh, satu kawanan domba, tetapi kepada masing-masing anggota telah diberikan karunia yang berbeda-beda. Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lain menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita (Roma 12:6). Setiap anggota mempunyai fungsinya masing-masing (1 Kor. 12). Di dalam 1 Kor. 12:21 dyb. Paulus mengatakan: mata tidak dapat berkata kepada tangan; aku tidak membutuhkan engkau. Dan kepala tidak dapat berkata kepada kaki, aku tidak membutuhkan engkau. Malahan justru anggota-anggota tubuh yang menurut pemandangan kita kurang terhormat, kita justru memberikan penghormatan khusus kepadanya. Demikian juga terhadap anggota-anggota tubuh kita yang tidak elok, kita berikan perhatian khusus kepadanya. 27 Sularso Sopater, ed., Seri Membangun Bangsa; Kepemimpinan dan Pembinaan Warga Gereja (Jakarta: Sinar Harapan, 1998), 71-73
  • 28. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 28 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan Di tempat lain Paulus berkata bahwa kita adalah satu tubuh di dalam Kristus. Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lain menurut kasih karunia yang dianugerahkan kepada kita: jika karunia itu adalah untuk bernubuat, baiklah kita melakukannya sesuai dengan iman kita. Jika karunia untuk melayani, baiklah kita melayani, jika karunia untuk mengajar, baiklah kita mengajar, jika karunia untuk menasehati, baiklah kita menasehati. Karunia intelektual itu bermacam-macam, karunia seni mungkin lebih bervariasi lagi, demikian juga karunia keterampilan tidak kurang banyaknya. Singkatnya kehidupan ini mempunyai banyak segi yang sering kita tidak sadari, namun apabila kita yakin bahwa kehidupan ini adalah ciptaan pemberian Tuhan, maka kita harus pula sadari bahwa kehidupan ini adalah ciptaan dan pemberian Tuhan, maka sebaiknya kita sadar bahwa kehidupan seperti itulah yang harus kita pelihara dan kembangkan, masing-masing menurut talenta yang dipercayakan kepadanya. Dengan pemahaman di atas bahwa gereja/umat Allah dipanggil dan diberikan tugas memelihara kehidupan, maka jelas bahwa gereja hanya bisa memelihara kehidupan melalui anggota-anggotanya di setiap bidang kehidupan (artinya dalam multi kompetensi) sesuai dengan kehendak Allah. Dengan kesadaran demikian, maka gereja mau tidak mau mempunyai kewajiban untuk memperlengkapi anggota- anggotanya untuk memelihara kehidupan itu. Untuk itulah Yesus Kristus sendiri memberikan kepada gereja-Nya pejabat-pejabat/pelayan-pelayan khusus. Para pejabat dan pelayan tersebut adalah primer dan terutama untuk memperlengkapi warga gereja bagi suatu pekerjaan memelihara kehidupan yang mengacu kepada kerajaan Allah. Jadi yang diperlengkapi adalah orangnya dan bukan gedungnya atau organisasinya, atau kalau organisasinya dan gedungnya dibenahi, maka itu hanya untuk menunjang usaha mengfungsikan anggota-anggotanya secara efektif. Jadi sekali lagi, starting point, focusing point and finishing point adalah orangnya, bukan gedungnya. Di sinilah tampak secara jelas pentingnya PWG. c. Gereja Dalam Pemahaman Praktis Menurut Lawrence O. Richards, dalam bukunya A Theology of Christian Education, bahwa pemahaman mengenai hakikat, sifat dan tugas gereja yang kita anut, akan sangat mempengaruhi pola pikir kita sendiri terhadap tugas gereja dalam pendidikan atau pembinaan.28 Dilandasi dengan pengertian ini, maka pemahaman yang jelas oleh umat, khususnya para “elite” gereja tentang gereja harus dirumuskan secara tepat dan disosialisasikan. Menurut urgensinya, hal ini merupakan sesuatu yang tidak bisa lagi ditunda-tunda. Karena apabila tidak, akan terjadi penyalahgunaan dan atau pemanfaatan institusi gereja dengan label pelayanan demi mewujudkan ambisi pribadi, kerakusan dan kepentingan pribadi atau kelompok-kelompok tertentu. Dan kalau itu terjadi, akibatnya praktek dan perilaku sekuralisasi gereja terjadi. Gereja dapat menjadi arena perebutan kekuasaan, pengumpulan kekayaan, penerusan kerajaan, tempat perdagangan agama yang sangat populer, dll. Ada beberapa 28 Lawrence O. Richards, A Theology of Christian Education (Grands Rapid: Zondervan Publishing House, 1975), 120.
  • 29. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 29 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan pemahaman praktis yang dapat dilekatkan pada gereja, seperti yang diuraikan berikut ini: • Gereja sebagai suatu organisasi Organisasi gereja tidak diuraikan secara tegas di dalam Perjanjian Baru. Organisasi gereja disinggung hanya sedikit saja oleh Kristus dalam Matius 18, ketika Ia berbicara tentang pembuktian fakta mengenai suatu perselisihan melalui pemeriksaan bersama oleh jemaat. Ketika kekuasaan para rasul berlalu, tampaknya organisasi kolektif yang menggantikannya. Sebagai contoh, dalam Kisah Para Rasul 8 Petrus menentang Simon si tukang sihir berdasarkan kekuasaan sepihak. Beberapa tahun kemudian, Rasul Paulus menulis kepada jemaat di Korintus bahwa mereka mempunyai tanggung jawab bersama untuk menghakimi orang-orang jahat yang ada di tengah-tengah mereka (1 Kor. 5:13). Di dalam gereja mula-mula organisasi merupakan upaya menanggapi kebutuhan- kebutuhan dan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh gereja. Sebagai contoh yang paling jelas tentang pemilihan diaken dalam Kisah Para Rasul 6. Tetapi dalam perkembangannya lebih lanjut, tidak bisa dihindari bahwa gereja dalam perjalanan tugas dan tanggung jawab kesaksiannya menghadapi multi tugas harus dikerjakannya, termasuk di dalamnya PWG. Hal inilah yang mendorong gereja untuk harus menjadi suatu organisasi yang mampu menerapkan elemen- elemen organisasi dan kepemimpinan secara benar dan relevan. • Gereja sebagai suatu organisme Untuk memahami gereja sebagai suatu organisme, ada baiknya kita mengutip apa yang dikemukakan oleh William W. Menzies dalam bukunya “Doktrin Alkitab”. Ia berkata bahwa “gereja lebih dari sekedar organisasi; gereja adalah organisme yang hidup. Kepala Gereja adalah Yesus Kristus (Ef.1:22,23), yang memelihara gereja, serta memberikan nhidup rohani kepadanya. Akan tetapi, organisme yang hidup harus mempunyai struktur. Dalam dunia ini tidak ada yang lebih hebat organisasinya daripada sel hidup yang paling sederhana. Demikian pula, gereja adalah susunan bagian-bagian yang rapih dan tersusun, susunan yang ditemukan bila menyelidiki pola gereja Rasuli. Struktur yang dinyatakan dalam Perjanjian Baru sangat sederhana, namun prinsipnya ialah bahwa hanya organisasi yang penting bagi kelangsungan kehidupan gereja harus dipakai. 29 Apa yang dikemukakan oleh Menzies di atas dapat kita mengambil suatu kesimpulan bahwa gereja memiliki dimensi illahi dan insani. Illahi karena lahir dari karya Roh Kudus dan insani karena membutuhkan penataan dari manusia dalam suatu realitasnya sebagai organisasi. d. Kedudukan dan Tugas Ganda Gereja • Kedudukan Gereja Dalam rangka memahami kedudukan gereja, menarik apabila kita memperhatikan apa yang Homrighausen katakan tentang gereja. Ia mengatakan, kedudukan gereja 29 William W. Menzies dan Stanley M. Horton, Doktrin Alkitab (Malang: Gandum Mas, 1998), 177.
  • 30. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 30 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan harus dilihat dari tiga aspek, yaitu: gereja adalah pemberian Allah, gereja adalah suatu organisasi di tengah-tengah masyarakat dan gereja merupakan suatu badan yang melakukan fungsinya yang istimewa di antara umat manusia. 30 Dari tiga aspek ini, khususnya aspek yang ketiga sangat terkait erat dengan tugas PWG. Disebutkan sebagai tugas istimewa oleh karena tugas PWG dimandatkan Allah bukan kepada lembaga-lembaga non-gereja, melainkan memang telah menjadi salah satu tugas khusus gereja. Gerejalah yang harus bertanggung jawab terhadap segala jenis pendidikan/pembinaan iman warga gereja. Apabila gereja melalaikan tugas tersebut, maka ia telah melalaikan salah satu hakikat dirinya. • Tugas Ganda Gereja Dalam PWG Tugas gereja harus dipahami, dibangun dan dikembangkan dalam suatu dimensi yang bersifat komprehensif. Tugas Gereja bukan hanya membimbing umat untuk beriman dan memiliki hubungan dengan Tuhan, melalui kegiatan-kegiatan pembinaan, seperti dalam bentuk khotbah-khotbah pada acara-acara kebaktian, pemasyuran Injil, pendalaman-pendalaman Alkitab, dan lain-lain, tetapi harus pula memperlengkapi dan mendorong umat berbuat sesuatu sesuai bidang kemampuannya, agar menjadi berkat dalam suatu kehidupan konkret terhadap sesamanya. Di sinilah tampak secara jelas pentingnya suatu proses pendidikan atau pembinaan yang bersifat holistic (artinya pendidikan yang menyentuh seluruh aspek hidup manusia, baik rohani maupun pengetahuan dan keterampilan umum) dalam suatu gereja. Dengan demikian tugas pencerdasan warga gereja adalah juga salah satu tugas pokok dari gereja itu sendiri. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Daniel Aleshire, ia mengatakan, salah satu (artinya masih ada yang lain) maksud dari gereja adalah “the church must educate its members”.31 Salah satu maksudnya adalah agar warga gereja menjadi warga yang terdidik sehingga memahami secara benar isi imannya (content of the faith), memahami secara benar apa yang benar dan salah, memahami dan mampu mengkomunikasikan imannya ke dalam kehidupan konkrit, memahami dan mampu melakukan sesuatu yang memberi makna bagi hidupnya dan hidup orang lain. Penekanan utama dalam proses belajar yang dijalankan bagi warga gereja, hendaknya tidak merupakan suatu proses untuk memiliki sesuatu, melainkan lebih diarahkan sebagai suatu proses untuk menjadi sesuatu. Hal ini tidak dimaksudkan bahwa sertifikat yang kita dapatkan melalui suatu proses pendidikan tidak berarti apa-apa, sehingga sebaiknya dibuang saja. Bukan itu yang dimaksud ! Sekali lagi, bukan. Tetapi adalah benar bahwa apalah artinya kita memiliki sejumlah sertifikat yang kita dapatkan dari berbagai lembaga pendidikan, baik yang sifatnya formal maupun yang sifatnya non-formal, kalau ternyata hidup kita hidupi ini ternyata tidak berguna secara maksimal, baik untuk diri kita sendiri 30 E.G. Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 53. 31 Bruce P. Powers, ed., Christian Education Handbook; Resources for Church Leaders (Nashville: Broadman Press, 1981), 32.
  • 31. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 31 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan maupun terhadap sesama. Karena itu, hendak diberi penekanan sekali lagi bahwa yang jauh lebih terpenting adalah ketika hidup ini bisa menjadi sesuatu artinya bahwa melalui kehidupan kita ada suatu manfaat yang dirasakan, baik oleh diri kita maupun oleh sesama yang ada di sekitar kita. e. Gereja Sebagai Pengembang Strategi Pembinaan Gereja yang dilukiskan sebagai tubuh Kristus merupakan suatu organisme Illahi yang terus menerus berkembang. Suatu organisme tidak pernah berhenti dalam perkembangannya, karena perkembangan adalah tanda-tanda adanya suatu kehidupan dalam organisme tersebut. Organisme yang bertumbuh itu perlu diatur dan ditata pertumbuhannya (perkembangannya) agar ia bertumbuh atau berkembang secara sehat sesuai dengan yang diharapkan. Gereja, selain sebagai organisme, ia juga merupakan suatu organisasi yang dalam melaksanakan tugasnya harus tertata rapih secara terstruktur sehingga tercapai pencapaian hasil yang maksimal. Setiap organisasi apapun; organisasi pemerintahan, organisasi politik, organisasi kemsyarakatan (termasuk di dalamnya organisasi gereja), organisasi bisnis, dll. di dunia ini pasti bekerja dengan menggunakan pola strategi. Karena keberhasilan suatu organisasi, sangat ditentukan pula oleh jenis strategi yang digunakan. Berkenaan dengan tugas gereja sebagai pengembang strategi pembinaan, maka ada beberapa hal terkait yang perlu dipaparkan sebagai berikut: 1. Menetapkan Profil Warga Gereja Yang Diharapkan Ketika kita hendak melakukan suatu pembinaan terhadap warga gereja; pertama- tama kita harus memunculkan pertanyaan tentang profil warga jemaat yang bagaimana, yang diharapkan ? Karena dengan adanya pertanyaan seperti ini, maka akan menjadi dasar dan sekaligus pemberi arah dalam keseluruhan pengembangan strategi pembinaan yang akan dilakukan. Contoh, profil warga jemaat yang diharapkan oleh Gereja Bethel Indonesia “adalah mempersiapkan warga jemaat yang seperti Kristus” (ini hanya sebagai salah satu contoh saja). Setelah profil hasil pembinaan ditetapkan, maka pertanyaan berikutnya adalah kebutuhannya apa ? Pada saat kita berbicara tentang kebutuhan, maka ada beberapa factor yang harus menjadi perhatian khusus, yaitu: analisis kebutuhan, model-model analisis kebutuhan dan strategi-strategi analisis kebutuhan. Untuk ketiga aspek ini, saya akan mengutip apa yang dikemukakan oleh Pdt. Japarlin Marbun, dalam tulisannya yang berjudul “Gembala Jemaat Sebagai Pengembang Program Gereja” dalam buku “Gnosis“; Merajut Pemahaman Transformasi Gereja dan Pergumulan Teologi Kekinian”, sebuah jurnal teologi yang diterbitkan oleh BPD GBI DKI Jakarta. Dalam tulisannya, beliau menekankan tiga aspek dengan mendasarkan paparannya, seperti pada apa yang telah dikemukakan oleh Kaufman, Briggs., Lesle., J.Walter., W.Wagner dan Alisson Rosset. Ia 32 menjelaskan tiga aspek sebagai berikut. 32 M. Ferry H. Kakiay, ed., Gnosis; Merajut Pemahaman Transformasi Gereja dan Pergumulan Teologi Kekinian (Jakarta: BPD GBI DKI, 2003). Japarlin Marbun, dalam judul tulisannya: Gembala
  • 32. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 32 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan • Analisis Kebutuhan Dari sekian banyak kebutuhan yang mungkin dirasakan oleh seseorang, maka tidak semuanya kebutuhan itu dapat dipenuhi pada suatu saat. Oleh karena itu diperlukan adanya usaha untuk mengidentifikasi serta menentukan skala prioritas mana yang lebih dahulu dari kebutuhan-kebutuhan tersebut yang didahulukan. Kesenjangan yang dibutuhkan pemecahannya itulah yang disebut masalah atau kekurangan dari yang seharusnya ada dengan yang ada pada saat tertentu. Dengan demikian, maka kesenjangan yang dibutuhkan pemecahannya disebut masalah. Salah satu contoh masalah, kalau kita mengacu pada para profil warga jemaat yang diharapkan dari GBI, yaitu “mempersiapkan warga jemaat yang seperti Kristus”, maka masalahnya adalah seperti apa performance warga jemaat yang seperti Kristus ? Apa indikasinya ?. Menurut Kaufman, masalah adalah tidak lain dari “selected gap” atau kesenjangan yang diprioritaskan pemecahannya berdasarkan kepentingannya. Usaha untuk mengidetifikasi, mengukur kebutuhan dan menentukan prioritas pemecahannya dikenal dengan istilah “need assessment” atau “discrepancy analysis” atau analisis kebutuhan. Menurut Knirk & Pinola, analisis kebutuhan adalah proses yang sistematis untuk membandingkan apa yang telah ada dengan apa yang seharusnya. Sementara Alisson Rosset, menjelaskan bahwa analisis kebutuhan adalah suatu kegiatan atau proses di mana seseorang melakukan identifikasi atau mencari informasi tentang kebutuhan-kebutuhan dan menentukan cara yang paling tepat untuk menyelesaikannya. Dari beberapa pendapat di atas jelaslah bahwa: analisis kebutuhan adalah proses menentukan jarak atau kesenjangan antara hasil yang dicapai sekarang dengan hasil yang sesungguhnya diinginkan/dikehendaki serta menetapkan kesenjangan tersebut dalam urutan skala prioritas. Jadi hasil akhir dari analisis kebutuhan adalah ditemukannya sejumlah kesenjangan antara kondisi yang ada dengan kondisi yang seharusnya ada serta skala prioritas pemecahan berdasarkan tingkat urgensinya. • Model-model Analisis Kebutuhan Menurut Kaufman, model-model analisis kebutuhan dapat diklasifikasi sebagai berikut: a. Model Alpha Analisis kebutuhan model alpha mendasarkan analisisnya dari bawah, yaitu penekanannya pada identifikasi masalah berdasarkan pada tataran kebutuhan. Model ini sangat cocok untuk perumusan dan pelaksanaan kebijakan. b. Model Beta Jemaat Sebagai Pengembang Jemaat, hal. 90-95.
  • 33. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 33 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan Analisis kebutuhan model beta memberikan penekanan pada fungsi kedua yaitu penentuan syarat pemecahan dan pengidentifikasian alternative pemecahan masalah. Jadi model kedua ini lebih banyak berhubungan dengan organisasi yang berinisiatif mengadakan analisis kebutuhan. c. Model Gamma Analisis kebutuhan model gamma dilaksanakan dengan meminta kesediaan orang-orang untuk menyusun urutan/menyeleksi tujuan umum dan tujuan khusus yang ada agar ditemukan suatu daftar tujuan yang disusun berurutan. Kemudian dipilih strategi-strategi pemecahan di antara strategi-strategi yang telah ditentukan. d. Model Delta Analisis kebutuhan model delta dipergunakan untuk menentukan/ memutuskan apa yang akan dilakukan dan bagaimana cara melakukannya. Jadi pada tahap ini metode diimplementasikan dengan peralatan yang telah diseleksi, dengan kata lain tahap ini adalah tahap pelaksanaan di lapangan dan manajemen penyelesaian tugas. e. Model Epsilon Model ini berhubungan dengan penentuan sejauhmana hasil yang diinginkan telah dicapai. Dalam hal ini, suatu yang telah direncanakan, dikembangkan dan digunakan dalam strategi operasional dinilai apakah dapat bekerja atau tidak. Dalam tahap ini efektifitas dari metode dan peralatan dapat ditentukan sehingga tahap ini sering juga disebut sebagai evaluasi sumatif dari analisis kebutuhan. f. Model Zeta Model zeta adalah model yang dapat dipergunakan untuk mengadakan pembaharuan atau perubahan system yang bersifat konstan dan berkesinambungan sehingga dimungkinkan adanya revisi apabila diperlukan. • Strategi-strategi Analisis Kebutuhan Strategis analisis kebutuhan dapat dihubungkan dengan pencarian pemecahan dalam berbagai bidang yang dianggap memerlukan pemecahan terhadap sesuatu kebutuhan. Dan jika analisis kebutuhan dihubungkan dengan kegiatan pendidikan dan latihan, maka menurut Kaufman, dapat diidentifikasi tiga strategi analisis kebutuhan, yaitu: 1. Strategi Klasik Strategi klasik dimulai dari penentuan tujuan yang sifatnya umum (generic), kemudian dilanjutkan dengan pengembangan dan selanjutnya diadakan evaluasi program. Strategi ini dilakukan oleh pengembang program pendidikan dan latihan. 2. Strategi Induktif Strategi induktif adalah proses induksi yang bertolak dari pendapat patner dan data empiric dari lapangan kemudian berdasarkan data tersebut
  • 34. Bahan Ajar Pembinaan Warga Gereja (PWG) 34 Disiapkan oleh : Pdt. Dr. Frans Pantan dirumuskan tujuan umum yang diinginkan. Selanjutnya diukur jarak antara tujuan umum dengan data yang didapat dari lapangan. 3. Strategi Deduktif Strategi deduktif bertolak dari perumusan tujuan umum yang diinginkan dilanjutkan dengan pengumpulan data dari lapangan. Selanjutnya diukur perbedaan antara tujuan umum dengan data yang ada di lapangan. Dengan demikian analisis kebutuhan yang berdasarkan strategi deduktif dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut: • Pertama, dilakukan identifikasi tujuan-tujuan yang mungkin dapat dicapai. Artinya dalam tahap ini akan didaftar semua tujuan yang mungkin dicapai tanpa mempertimbangkan urgensinya. Tujuan-tujuan tersebut dirumuskan secara operasional disertai dengan criteria performance. • Kedua, disusun tujuan-tujuan berdasarkan skala prioritas. Tujuan dari kegiatan ini adalah menyusun/mengurutkan tujuan-tujuan yang telah diidentifikasikan berdasarkan kepentingannya, sehingga akan kelihatan urutan dari tujuan yang terpenting sampai kepada tujuan yang kurang penting. • Ketiga, mengidentifikasi kesenjangan antara performance yang ada dengan performance yang diharapkan. Kegiatan pertama dalam tahap ini ialah mendeskripkan tingkat performance dari objek system yang ada, selanjutnya dibandingkan dengan performance sebagaimana disyaratkan dalam tujuan. Untuk lebih jelasnya, Kaufman mengidentifikasi sembilan langkah yang perlu ditempuh dalam mengukur kebutuhan sebagai berikut: • Pertama, menyusun rencana • Kedua, mengidentifikasi gejala masalah berdasarkan permintaan dari lembaga pendidikan dan latihan untuk mengadakan pengukuran kebutuhan. • Ketiga, menentukan ruang lingkup • Keempat, mengidentifikasi peralatan dan prosedur penilaian kebutuhan, selanjutnya memilih yang terbaik bekerja sama dengan patner dalam melakukan perencanaan. • Kelima, merumuskan keadaan yang ada sekarang dalam bentuk perumusan performance yang spesifik dan dapat diukur. • Keenam, Merumuskan kondisi yang diharapkan dalam rumusan yang spesifik dan dapat diukur. • Ketujuh, mempertemukan perbedaan pendapat yang ada antara patner dengan peneliti dalam mengidentifikasi tujuan sehingga diperoleh kesepakatan antara peserta pelatihan, pengguna lulusan dan pengembang program pelatihan.