[Ringkasan]
1. Dokumen tersebut membahas tentang pengertian perjanjian menurut hukum perdata Indonesia dan unsur-unsur yang menentukan keabsahan suatu perjanjian.
2. Ada beberapa jenis perjanjian yang dijelaskan seperti perjanjian timbal balik, perjanjian cuma-cuma, dan perjanjian atas beban.
3. Dibahas pula asas-asas hukum perjanjian dan macam-macam perikatan menurut hukum perdata.
2. A. Pengertian Perjanjian
Perjanjian suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang
lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.
menimbulkan suatu hubungan antara dua orang yang
yang disebut PERIKATAN.
menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang
membuatnya. Bentuk perjanjian itu berupa suatu rangkaian
perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang
diucapkan atau ditulis.
Perjanjian
merupakan salah satu sumber perikatan.
itu identik sama dengan persetujuan, karena dua pihak setuju
untuk melakukan sesuatu. Jadi dua perkataan (perjanjian dan
persetujuan) itu adalah sama artinya.
Perkataan kontrak, lebih sempit karena ditujukan
kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.
3. merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan.
perikatan oleh suatu perjanjian lebih banyak daripada
perikatan yang dilahirkan oleh UU, karena :
Perjanjian
a. Setiap saat dapat dilakukan oleh siapa saja
b. kegiatan bisnis/kegiatan terus bergulir tanpa henti
c. Tidak perlu pengesahan oleh Negara
karena Perjanjian/Persetujuan
Perikatan Lahir
karena Undang-Undang
Perikatan adalah suatu pengertian abstrak
Perjanjian adalah suatu hal yang konkrit atau suatu peristiwa
4. B. Syarat-syarat sahnya suatu Perjanjian
1. Sepakat mereka yg mengikatkan dirinya
2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
pasal 1320
KUHPer 3. Mengenai suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal
Syarat pertama dan kedua disebut unsur subyektif, karena
kedua syarat itu mengatur tentang orang atau subyeknya
yang mengadakan perjanjian.
syarat ketiga dan keempat disebut unsur obyektif karena
mengatur ttg obyek dari perbuatan hukum yg dilakukan itu.
5. Pada asasnya bahwa Orang yang membuat suatu perjanjian harus
cakap menurut hukum, apabila sudah dewasa atau akilbaliq dan
sehat pikirannya.
Orang-orang yang belum dewasa
Orang yg
Tdk Cakap hukum Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
(Psl 1330 KuhPer)
Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan
oleh Undang-Undang, dan semua orang kepada
siapa Undang-Undang telah melarang membuat
perjanjian-perjanjian tertentu.
6. B.1. Cacat Syarat Subyektif
Karena :
“Tidak ada sepakat yang sah (pasal 1321 Kuhper) bisa karena
kekhilafan,atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.”
a. “Kekhilafan” (psl 1322 )
“Kekhilafan tidak menjadi sebab kebatalan, jika kekhilafan itu hanya
terjadi mengenai dirinya orang dengan siapa seorang bermaksud
membuat suatu persetujuan, kecuali jika persetujuan itu telah dibuat
terutama karena mengingat dirinya orang tersebut.”
Kekhilafan (Kesesatan), karena :
i. Error In Persona (kekhilafan mengenai orang-orang)
Contoh :
perjanjian yang dibuat oleh seseorang dengan seorang
biduanita
terkenal, ternyata kemudian dibuatnya dengan biduanita tidak
terkenal, tetapi namanya sama
7. error in substansia (kesesatan mengenai hakikat barangnya)
merupakan alasan yang sesungguhnya bagi kedua belah
pihak, untuk mengadakan perjanjian.
Misalnya :
seseorang yang beranggapan bahwa ia membeli lukisan
Basuki Abdullah, kemudian mengetahui bahwa lukisan yang
dibelinya itu adalah sebuah tiruan.
b. Paksaan (psl 1323 Kuhper)
“Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu
persetujuan, merupakan alasan untuk batalnya persetujuan,
juga apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga,
untuk kepentingan siapa persetujuan tersebut tidak telah
dibuat.”
8. maksud dengan paksaan adalah bukan paksaan dalam arti absolut, sebab
dalam hal yang demikian itu perjanjian sama sekali tidak terjadi, misalnya
jika seseorang yang lebih kuat memegang tangan seseorang yang lemah
dan membuat ia mencantumkan tanda tangan di bawah sebuah perjanjian.
Pengertian paksaan (psl 1324 Kuhper)
“Paksaan telah terjadi, apabila perbuatan itu sedemikian rupa hingga
dapat menakutkan seorang yang berpikiran sehat, dan apabila
perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa
dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang
dan nyata,
Dalam mempertimbangkan hal itu, harus diperhatikan usia, kelamin dan
kedudukan orang-orang yang bersangkutan.”
Yang dimaksud dengan paksaan ialah kekerasan jasmani atau ancaman
(akan membuka rahasia) dengan sesuatu yang diperbolehkan hukum yang
menimbulkan ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat
perjanjian. Di sini paksaan itu harus benar-benar menimbulkan suatu
ketakutan bagi yang menerima paksaan.
9. c) Penipuan (psl 1328 Kuhper)
“Penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan persetujuan, apabila tipu-muslihat yang
dipakai oleh salah satu pihak, adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa pihak
yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika dilakukan tipu-muslihat tersebut. Penipuan
tidak dipersangkutkan, tetapi harus dibuktikan.”
B.2. Syarat Objektif
dapat diperdagangkan
dipergunakan untuk kepentingan umum antara lain seperti
jalan umum, pelabuhan umum, gedung-gedung umum &
sebagainya tidaklah dapat dijadikan 0bjek perjanjian.
Barang harus Dapat ditentukan jenisnya
Barang yang akan datang (psl 1332)
“Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja
dapat menjadi pokok persetujuan-persetujuan.”
Objek perjanjian (psl 1333)
“Suatu persetujuan harus mempunyai pokok suatu
barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya.”
10. Kalau syarat itu terpenuhi,maka
perjanjian itu batal demi hukum.
syarat objektif Artinya dari semula tidak pernah
suatu perjanjian dan tidak pernah
ada suatu perikatan
jika syarat itu tidak dipenuhi,
perjanjiannya bukan batal demi
hukum, tetapi salah satu pihak
syarat subjektif mempunyai hak untuk meminta
supaya perjanjian itu dibatalkan.
11. C. JENIS – JENIS PERJANJIAN
2. Perjanjian Timbal Balik
adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak
Misalnya: perjanjian jual-beli
6. Perjanjian Cuma-Cuma (Pasal 1314 KUHPerdata)
adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja
Misalnya: hibah
10. Perjanjian Atas Beban
adalah perjanjian di mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat
kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya
menurut hukum.
• Perjanjian Bernama (Benoemd)
perjanjian khusus adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Maksudnya ialah
bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-
undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus
ini terdapat dalam Bab V s/d Bab XVIII KUHPerdata.
12. 1. Perjanjian Tidak Bernama
Di luar perjanjian bernama, tumbuh pula perjanjian tidak bernama, yaitu perjanjian-
perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat.
Lahirnya perjanjian ini di dalam praktek adalah berdasarkan asas kebebasan
berkontrak, mengadakan perjanjian atau partij otonomi.
4. Perjanjian Obligatoir
adalah perjanjian di mana pihak-pihak sepakat, mengikatkan diri untuk melakukan
penyerahan suatu benda kepada pihak lain.
7. Perjanjian Kebendaan
adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda
kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban (oblige) pihak itu untuk menyerahkan
benda tersebut kepada pihak lain (levering, transfer).
10. Perjanjian Konsensual (Pasal 1338KUHPerdata)
adalah perjanjian di mana antara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian
kehendak untuk mengadakan perikatan.
13. Perjanjian Riil
Perbedaan antara perjanjian konsensual dan riil ini adalah sisa dari hukum Romawi
yang untuk perjanjian-perjanjian tertentu diambil alih oleh Hukum Perdata kita.
16. Perjanjian Liberatoir
Perjanjian dimana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada
Misalnya pembebasan utang (Pasal 1438 KUHPerdata)
13. 1. Perjanjian Pembuktian
Perjanjian di mana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku di
antara mereka
3. Perjanjian Untung-Untungan
Perjanjian yang objeknya ditentukan kemudian
Misanya: perjanjian asuransi Pasal 1774 KUHPerdata
6. Perjanjian Publik
yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik,
karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya
swasta.
Misalnya: perjanjian ikatan dinas
9. Perjanjian Campuran
ialah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian
Misalnya: pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa-menyewa) tapi pula
menyajikan makanan (jual beli) dan juga memberikan pelayanan.
14. D. Asas-asas Hukum Perjanjian
Asas perjanjian yang sah adalah UU (psal 1338 KUHPer)
Asas kebebasan mengadakan perjanjian (partij otonomi)
Asas konsensualisme (persesuaian kehendak)
Asas kepercayaan
Asas kekuatan mengikat
Asas -Asas Asas persamaan hukum
Asas keseimbangan
Asas kepastian hukum
Asas moral (pasal 1339 KUHPer)
Asas kepatutan (pasal 1339 KUHPer)
Asas Kebiasaan
15. E. Macam-Macam Perikatan
Perikatan bersyarat
Perikatan dengan ketetapan waktu
Menurut Perikatan mana suka (alternatif)
Hukum Perdata Perikatan tanggung-menanggung atau
soldier
Perikatan yang dapat dibagi dan yang tak
dapat dibagi
Perikatan dengan ancaman hukuman
h) Perikatan bersyarat
Suatu perikatan adalah bersyarat, apabila ia digantungkan pada suatu peristiwa yang
masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan
lahirnya perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu, maupun secara membatal
kan perikatan menurut terjadinya atau tidak terjadinya peristiwa tersebut.
Dalam Hukum Perjanjian, pada asasnya suatu syarat batal selalu berlaku surut hingga
saat lahirnya perjanjian. Contoh: Pasal 1265 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
16. b) Perikatan dengan ketetapan waktu
Suatu ketetapan waktu tidak menangguhkan lahirnya suatu
perjanjian atau perikatan, melainkan hanya menangguhkan
pelaksanaannya, ataupun menentukan lama waktu berlakunya
suatu perjanjian atau perikatan.
• Perikatan mana suka (alternatif)
Dalam perikatan semacam ini, si berutang dibebaskan jika ia
menyerahkan salah satu dari dua barang yang disebutkan dalam
perjanjian, tetapi ia tidak boleh memaksa si berpiutang untuk
menerima sebagian dari barang yang satu dan sebagian barang
yang lainnya. Hak memilih ada pada si berpiutang, jika hak ini tidak
secara tegas diberikan kepada si berpiutang.
h) Perikatan tanggung-menanggung
Dalam perikatan semacam ini, di salah satu pihak terdapat
beberapa orang. Dalam hal beberapa orang terdapat di pihak
debitur (dan ini yang paling lazim), maka tiap-tiap debitur itu dapat
dituntut untuk memenuhi seluruh utang. Oleh karena itu suatu
perikatan tanggung-menanggung harus dengan tegas diperjanjikan
atau ditetapkan dalam Undang-Undang.
Contoh: Pasal 1749 dan Pasal 1836 KUHPerdata
17. b) Perikatan yang dapat dibagi dan yang tak dapat dibagi
Suatu perikatan, dapat atau tak dapat dibagi, adalah sekedar prestasinya dapat
dibagi menurut imbangan, pembagian mana tidak boleh mengurangi hakekat
prestasi itu. Soal dapat atau tidak dapat dibaginya prestasi itu terbawa oleh sifat
barang yang tersangkut di dalamnya, tetapi juga dapat disimpulkan dari
maksudnya perikatan itu.
Contoh: Pasal 1390 KUHPer (menerima pembayaran sebagian utangnya)
f) Perikatan dengan ancaman hukuman
Suatu perikatan di mana ditentukan bahwa si berutang, untuk jaminan
pelaksanaan perikatannya, diwajibkan melakukan sesuatu apabila perikatannya
tidak dipenuhi. Penetapan hukuman ini dimaksudkan sebagai gantinya
penggantian kerugian yang diderita oleh si berpiutang karena tidak dipenuhinya
atau dilanggarnya perjanjian.
Ada 2 (dua) maksud yaitu:
10. Untuk mendorong atau menjadi cambuk bagi si berutang supaya ia memenuhi
kewajibannya
11. Untuk membebaskan si berpiutang dari pembuktian tentang jumlahnya atau
besarnya kerugian yang dideritanya.
Contoh: Pasal 1309 dan Pasal 1338 (3)
18. F. Batal dan Pembatalan suatu Perjanjian
Apabila syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya adalah
batal demi hukum (bahasa Inggris: null and void)
+ Apabila syarat subjektif tidak terpenuhi (terdapat kekurangan), maka
perjanjian itu bukannya batal demi hukum, akan tetapi dapat
dimintakan pembatalan (canceling) oleh salah satu pihak.
u Yaitu : Pihak yang tidak cakap menurut hukum (orang tua atau
walinya, ataupun ia sendiri. Apabila ia sudah menjadi cakap, dan
pihak yang memberikan perizinannya atau menyetujui perjanjian itu
secara bebas.
Untuk meminta melakukan pembatalan perjanjian, diperlukan a.l. ;
g. Kreditur dari salah satu pihak
h. Perjanjian itu merugikan baginya
i. Perbuatan atau perjanjian itu tidak diwajibkan
j. Debitur dan pihak lawan kedua-duanya mengetahui bahwa perbuatan
itu merugikan kreditur
19. G. Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Menilik macamnya hak yang dijanjikan untuk dilaksanakan, perjanjian-perjanjian itu dibagi
dalam 3 (tiga) macam (pasal 1234 KuhPer), yaitu:
3. Perjanjian untuk memberikan/menyerahkan sesuatu barang
Misalnya:
jual beli, tukar-menukar, penghibahan/pmberian), sewa-menyewa, pinjam pakai.
6. Perjanjian untuk berbuat sesuatu
Misalnya:
perjanjian untuk membuat suatu lukisan, perjanjian perburuhan, perjanjian untuk membuat
sebuah garansi dan lain sebagainya
9. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu
Misalnya:
perjanjian untuk tidak mendirikan tembok, perjanjian untuk tidak mendirikan suatu
perusahaan yang sejenis dengan kepunyaan orang lain dan lain sebagainya
20. H. Wanprestasi dan Akibatnya
Wanprestasi adanya perbuatan alpa atau lalai atau ingkar janji
ataupun melanggar perjanjian.
Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak
Karena : sebagaimana dijanjikan
Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat
Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukannya
21. Membayar ganti rugi/kerugian yang
diderita oleh kreditur
Pembatalan perjanjian
Hukuman atau
akibat-akibat
dari wanprestasi
Peralihan resiko
Membayar biaya perkara, kalau sampai
diperkarakan di depan hakim
22. pemenuhan perjanjian
pemenuhan perjanjian
disertai ganti rugi
Menurut Pasal 1267
bahwa pihak kreditur dapat
menuntut si debitur
yang lalai itu dengan tuntutan
ganti rugi saja
pembatalan disertai ganti rugi
24. 2) Pembayaran
Artinya jika kewajiban terhadap perikatan itu telah dipenuhi. Pembayaran
harus diartikan luas, misalnya seorang pekerja melakukan pekerjaan
termasuk juga pembayaran. Jika pihak ketiga yang membayar hutang
seorang debitur, kemudian ia sendiri menjadi kreditur baru mengganti
kreditur lama, maka hal ini disebut Subrogasi.
5) Penawaranpembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan/penitipan
Yaitu pembayaran tunai yang diberikan oleh debitur, namun tidak
diterima oleh kreditur, tetapi kemudian oleh debitur disimpan pada
Pengadilan. Dan apabila Pengadilan mengesahkan pembayaran itu,
maka perikatan dianggap berakhir.
8) Pembaharuan utang atau novasi
Menurut Pasal 1413 Kuhper ada 3 (tiga) macam untuk melaksanakan
suatu pembaharuan utang atau novasi, yaitu:
a.Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang
baru guna orang yang menghutangkannya, yang menggantikan
utang yang lama yang dihapuskan karenanya.
25. a. Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang
berutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya.
b. Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru
ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa si berutang
dibebaskan dari perikatannya.
• Perjumpaan utang atau kompensasi
Yaitu apabila kedua belah pihak saling mempunyai hutang, maka hutang
mereka masing-masing diperhitungkan.
Misalnya si A berhutang Rp. 1.000.000,- kepada si B, dan si B berhutang Rp
800.000,- kepada si A, maka jika diadakan kompensasi sisa hutangnya Rp
200.000,- (hutang A kepada B)
5) Percampuran utang
Yaitu apabila pada suatu perikatan kedudukan kreditur dan debitur ada di
satu tangan seperti pada warisan, perkawinan dengan harta gabungan dan
lain sebagainya.
Contoh: seorang anak sebagai ahli waris mempunyai hutang kepada
bapaknya. Jika kemudian bapaknya sebagai kreditur meninggal, maka si
anak (debitur) berhak menerima warisan (termasuk hak tagihan kepada
dirinya sendiri), maka dengan sendirinya lunaslah hutang tersebut.
26. 1) Pembebasan utang
Yaitu apabila kreditur membebaskan segala hutang-hutang dan
kewajiban pihak debitur.
4) Musnahnya barang yang terutang
Yaitu apabila benda yang diperjanjikan binasa, hilang atau menjadi
tidak dapat diperdagangkan, maka perjanjian menjadi batal.
7) Batal/pembatalan
Yaitu apabila perikatan itu batal atau dibatalkan, misalnya karena
pihak-pihak tidak cakap bertindak, terdapat paksaan, penipuan atau
kekeliruan dan lain sebagainya.
27. 1) Berlakunya suatu syarat batal
Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang nasibnya
digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan
masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan lahirnya
perikatan sehingga terjadinya peristiwa tadi, atau membatalkan
perikatan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut.
Dalam hal yang pertama, perikatan dilahirkan hanya apabila peristiwa
yang dimaksud terjadi. Dalam hal yang kedua suatu perikatan yang
sudah dilahirkan justru akan berakhir atau dibatalkan apabila peristiwa
yang dimaksud itu terjadi. Perikatan semacam inilah yang dinamakan
perikatan suatu syarat batal.
Misalnya si A akan memberikan Rp 1.000.000,- kepada si B, tapi jika
si B tidak lulus ujian SMA maka pemberian itu tidak jadi. Akhirnya si B
sungguh-sungguh tidak lulus, maka batallah perjanjian itu.
6) Lewatnya waktu
Yaitu seseorang dapat dibebaskan dari suatu tanggung jawab sehabis
masa tertentu dan apabila syarat-syarat yang ditentukan Undang-
Undang dipenuhi.
28. Selamat Belajar
&
Salam sukses selalu
Amin !
Dr. B.Hartono, SH.,SE.,Ak, MH
Dr. B.Hartono, SH.,SE.,Ak, MH