Artikel Ilmiah Populer - Waspadai Maraknya Hoax di Media Sosial (Makalah)
1. TUGAS 1
Waspadalah!
Serigala Berbulu Domba Tebar Kebencian Lewat Media Sosial
Mata Kuliah: Wawasan Kebangsaan
Due date: 16 September 2017
OLEH:
Kelompok I
1. Hijriyatul Fajriyah [02311740000004]
2. Risky Dwi Amalia [02311740000056]
3. Ferry Dwi Cahya [08211740000014]
4. Rico Feryanto [02411740000007]
5. Siti Farida [02411740000017]
Tugas ini adalah hasil karyanya sendiri,
dan bahwa catatan referensi yang jelas telah dituliskan
bagi setiap penggunaan pikiran atau tulisan orang lain
Diterima oleh Dosen/Asisten/Staftanggal:
Paraf/ttd penerima:
2. BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Internet sudah tidak asing bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Saat ini
pengguna Internet di Indonesia mencapai 63 juta orang. Dari banyak angka
tersebut, 95% merupakan pengguna aktif media sosial. Menurut Selamatta
Sembiring, Direktur Pelayanan Informasi Internasional Ditjen Informasi dan
Komunikasi Publik (IKP), Facebook dan Twitter menjadi media sosial paling
favorit di Indonesia. Hal ini didukung dengan predikat peringkat 4 yang
disandang Indonesia sebagai negara pengguna Facebook terbesar setelah USA,
Brazil, dan India.
Sayangnya, dari predikat tersebut masyarakat Indonesia hanya menjadi
konsumen dari konten-konten yang disajikan dalam media sosial. Berita adalah
salah satu konten yang paling banyak dimuat dalam media sosial. Kebenaran
akan konten berita yang dimuat dari media sosial masih disangsikan. Menurut
CNN, setidaknya ada delapan ratus ribu situs penyebar hoax tumbuh subur di
Indonesia. Tidak adanya batasan yang jelas membuat makin besarnya masyarakat
Indonesia mempercayai mentah-mentah isi konten.
Selain dapat mengakses berita melalui media sosial, masyarakat
Indonesia juga dapat mengomentari konten suatu Media sosial. Seringkali,
adanya hoax menimbulkan provokasi. Banyak dijumpai kata-kata kasar yang
menjurus terhadap etnis, agama, budaya, ataupun instansi tertentu akibat
tanggapan dari sebuah berita. Hal tersebut tentunya sudah menyalahi fungsi
bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa. Bahasa Indonesia yang pada
awalnya sebagai sarana pemersatu dalam berkomunikasi di media sosial justru
akhirnya berujung membawa perpecahan. Kerugian lain sebagai implikasi hoax
yang tumbuh subur di media sosial antara lain menaikkan angka kriminalitas,
kerugian materi, bahkan kematian.
Semakin kencangnya hoax dalam kehidupan media sosial di Indonesia
mengindikasikan tingginya akan niat untuk memecah belah persatuan rakyat.
Adanya UU ITE seakan masih awam bagi sebagian besar masyarakat Indonesia.
3. Dalam praktiknya, pengguna Media sosial Indonesia banyak yang tidak
memerhatikan aturan yang terkandung di dalam UU ITE. Menurut pasal 28 ayat
(2) UU ITE akan larangan setiap orang menyebarkan informasi yang bertujuan
menimbulkan kebencian dan permusuhan antar individu atau kelompok
berdasarkan latar belakang suku, agama, ras maupun golongan, seharusnya
Media sosial. Dari pernyataan tersebut memunculkan sebuah pertanyaan, dimana
sebetulnya letak penegakan UU ITE terhadap hoax yang merajalela di
masyarakat?
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana fakta penggunaan Bahasa Indonesia sebagai sarana
komunikasi di media sosial ?
1.2.2 Apa dampak dari berita hoax yang tersebar di media sosial?
1.2.3 Seberapa tahukah masyarakat Indonesia tentang UU ITE?
1.3. Batasan Masalah
Batasan masalah pada penulisan artikel ilmiah populer dengan topik Bahasa
Indonesia dan UU ITE adalah:
1.3.1 Data penelitian terkait resposi masyarakat terhadap pengetahuan
dampak berita hoax dan pengetahuan seputar UU ITE diambil dengan metode
suvei acak
1.3.2 Penelitian hanya difokuskan pada pengalaman pengguna media sosial
seperti facebook, line, instagram, twitter, dan telegram terkait UU ITE,
penyikapan terhadap hoax secara personal dan interpersonal, bukan pada
merumuskan hukum dan perundang-undangan baru.
1.4.Tujuan
1.4.11 Mengetahui tentang bahaya hoax di media sosial terhadap eksistensi
persatuan bangsa.
1.4.12 Mengetahui bagaimana penggunaan Bahasa Indonesia dalam
merespon berita hoax di media sosial
1.4.13 Mengetahui seberapa efektif UU ITE terhadap implikasi hoax di
media sosial
4. BAB II
ISI
2.1. Media Sosial
Media sosial merupakan salah satu sarana melakukan komunikasi
antarmanusia. Penggunaan media sosial sudah menjadi hal yang wajar bagi
masyarakat. Melalui sosial pula kita bisa mendapat informasi secara cepat,
lengkap, dan bervariasi.
Facebook, Line, Intagram, Youtube, Telegram, Whatsapp seakan sudah
melekat dalam smartphone masyarakat Indonesia. Aplikasi-aplikasi tersebut
memberikan peran yang cukup luas untuk berkomunikasi. Tua-muda, miskin-
kaya, sudah tidak menjadi batasan dalam mengekspresikan diri melalui media
sosial. Media sosial yang merupakan dampak kecanggihan teknologi ini menjadi
gudang sumber mendapatkan informasi (komunikasi), edukasi, sarana hiburan,
dan lainnya. Kecanggihan tersebut telah memberi pengaruh besar terhadap
kehidupan masyarakat.
2.2 Media Sosial Sebagai Sumber Informasi dan Sarana Komunikasi
Bila melihat dari peran media sosial sebagai sumber informasi,
kepemilikan media sosial telah mempermudah pengaksesan informasi bagi
penggunanya. Arus penyebaran informasi dari satu pihak ke pihak lain dapat
terjadi secara cepat sehingga informasi yang didapat dalam selang waktu tertentu
akan meningkat kuantitasnya. Peran media sosial dalam mengedukasi pemiliknya
menjadi salah satu contoh peran yang positif. Dengan kemudahan penyebaran
suatu informasi melalui media sosial, pemilik akun media sosial dapat
menambah wawasan serta mengembangkannya melalui informasi yang tersaji
dalam akun miliknya. Selain itu, interaksi dan komunikasi dapat dijalin melalui
penggunaan media sosial. Interaksi dan komunikasi yang terjadi dapat meliputi
dalam komunitas hiburan, forum diskusi, saling bertukar informasi, transaksi dan
lainnya. Pengguaannya yang mudah, desain fitur yang menarik serta kemudahan
dalam pengoperasiannya membuat media sosial tidak pernah kehabisan
konsumen dalam penyedia sumber informasi dan media komunikasi.
5. 2.3 Dampak Hoax bagi Pengguna Media Sosial
Hoax ialah berita kebohongan yang muncul di suatu pemberitaaan untuk
menghasilkan keuntungan bagi pembuat atau penyebar berita. Penyebaran
kebohongan tersebut salah satunya melalui media sosial. Para pembuat hoax ini
memanfaatkan kecepatan media sosial untuk menyebarluaskan kebohongan dan
fitnah demi motif tertentu. Implikasi adanya penyebaran hoax secara masif akan
merugikan berbagai pihak.
Muatan konten dalam berita hoax di media sosial biasa disajikan dengan
bahasa yang provokatif serta memuat kepalsuan sehingga akan mengarah pada
perbuatan yang kurang menyenangkan. Hasut dan fitnah sebagai aktivitas hoax
akan melukai perasaan masyarakat ataupun golongan tertentu. Penggiringan
opini sebagai implikasi aksi provokatif dalam berita hoax akan memicu aksi
disintegratif bangsa sehingga akan menyulut dengki, benci, hasut,
pemberontakan dan beberapa aksi kriminalitas. Adapun adanya aksi-aksi hoax di
media sosial biasanya didalangi tokoh atau aktivitis partai politik, kelompok
pemberontak, komunitas terlarang, pencari keuntungan, penipu dan yang lainnya.
Hoax di media sosial dapat digolongkan sebagai aksi propaganda negatif karena
ada upaya yang disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi,
memanipulasi alam pikiran atau kognisi, dan mempengaruhi langsung perilaku
agar memberikan respon sesuai yang dikehendaki oleh pelaku propaganda.
2.4 Keterkaitan Hoax Terhadap Fungsi Bahasa Indonesia
Tidak jarang ditemukan penggunaan bahasa Indonesia dalam konten yang
memuat hoax membuat pengguna media sosial merasa terpancing untuk
mengomentari dengan cara yang sama. Misalnya, berita hoax A memakai bahasa
yang provokatif baik judul maupun isinya. Bertia A akan mendapat komentar
negatif cenderung kasar ataupun yang tak kalah provokatif dari para pengguna
media sosial. Jika kondisi ini terus-menerus berlanjut, tentu akan mengganggu
fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dalam konteks bermedia
sosial. Persatuan yang semula diharapkan akan terganti dengan perpecahan
antarbangsa Indonesia. Citra bangsa akan memburuk di mata dunia karena
ceriman masyarakat Indonesia dalam sosial media tidak menunjukkan Bangsa
6. Indonesaia sebagai bangsa berbudi luhur yang menjunjung tinggi moral dan
kesopanan.
2.5 Hasil dan Analisis Data
Pada artikel kali ini, metode pengumpulan data menggunakan metode suvei
dengan responden meliputi pengguna media sosial yang tersebar di Indonesia
dari berbagai macam uisia. Proses dilakukan melalui penyebaran kuisioner pada
300 responden. Pengambilan sampel responden dilakukan menyebar dari
beberapa media sosial antara lain pengguna facebook, twitter, line, instagram,
dan telegram secara acak. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh
masyarakat pengguna media sosial mengetahui tentang bahaya hoax yang kerap
kali terkandung dalam konten media sosial.
Berikut adalah hasil data yang diperoleh melalui kuisioner dalam
pengumpulan data penulisan artikel ilmiah popular ini :
2.5.1 Jenis Kelamin dan Usia
Gambar 2.1: Diagram Jenis Kelamin dan Usia Pengguna Media Sosial
Dari 300 responden, pengguna media sosial yang paling banyak berjenis
kelamin perempuan dengan total 53,5%. Adapun untuk usia, responden
terbanyak berada pada usia 16-19 tahun dengan presentase 87,7%. Hal ini
menunjukkan bahwa pengguna media sosial didominasi oleh usia pelajar sekolah
menengah sampai mahasiswa perguruan tinggi.
7. 2.5.2 Alokasi Waktu dan Jenis Media Sosial
Gambar 2.2 : Diagram Alokasi Waktu dan Media Sosial Terrfavorit
Sebagian besar responden mengalokasikan waktu untuk menggunakan
media sosial lebih dari 6 jam. Jenis media sosial berdasarkan yang paling sering
digunakan antaralain Line, Instagram, Facebook dan Twitter. Rata-rata aktivitas
yang dilakukan antara lain konsumsi berita, komunikasi, update status, dan
mencari hiburan.
2.5.3 Intensitas dan Jenis Berita Hoax di Media Sosial
Gambar 2.3 : Diagram Intensitas dan Jenis Berita Hoax di Media Sosial
Sebanyak 56,3% dari responden sangat sering menemukan berita hoax
dalam konten media sosial. Ada pun berita hoax yang sering dijumpai terkait
masalah sosial. Dari data tersebut menunjukkan bahwa hoax saat ini semakin
mudah menyebar melalui media sosial karena sifatnya yang mudah dan cepat
untuk diakses. Pengalokasian waktu penggunaan media sosial yang cukup besar.
otomatis menjadikan responden akan lebih sering menjumpai porsi bacaan berita
hoax serta kemungkinan terpancing provokatif hoax menjadi makin besar.
8. 2.5.4 Faktor Maraknya Hoax dan Kemampuan Memilah Informasi
Gambar 2.4 : Diagram Faktor Maraknya Hoax dan Kemampuan Memilah Informasi
. Berdasarkan diagram di atas, faktor penyebab maraknya hoax adalah
karena kurangnya filter dari media sosial, selain itu banyaknya sesama pengguna
media sosial yang suka membagikan konten turut menyumbang 31,1% dari total
keseluruhan faktor penyebab marakna hoax. Persentase responden dalam
kemampuan memilah informasi berdasarkan fakta juga masih tergolong rendah.
Lebih dari 50% responden mengaku jika berita tersebut hoax atau fakta masih
50:50 perbedaannya. Kesungkaran dalam membedakan hoax dan fakta ini
biasanya dikarenakan banyaknya bahasa yang provokatif serta data-data palsu
untuk meyakinkan pengguna media sosial untuk mempercayai hoax.
2.5.5 Keakuratan Informasi dan Media Sosial Sebagai Sumber
Informasi
Gambar 2.5 : Diagram Keakuratan Informasi dan Media Sosial Sebagai Sumber
Informasi
. Lebih dari 50% responden beranggapan bahwa media sosial belum
dapat membantu penyebaran informasi akurat di Indonesia. Adapun 47,3%
mengaku jika sumber informasinya digali melalui media sosial.
9. 2.5.6 Bahasa Indonesia di Media Sosial
Gambar 2.6: Diagram Keterkaitan Bahasa Indonesia dengan Kuantitas Hoax
Persentase fungsi bahasa Indonesia jika dikaitkan dengan banyaknya
hoax di Media sosial, sangatlah rendah. Sebagian besar orang beranggapan
bahwa keterkaitan tersebut hanya dalam kurun persen 26-50%, Hal ini
menunjukkan kurang pahamnya pengetahuan akan pentingnya bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan.
Sebagian besar komentar yang dimuat di media sosial terpublikasi
menggunakan bahasa dan pemilihan kata yang tidak mencerminkan kepribadian
bangsa Indonesia yang luhur. Sebanyak 48,5% menyetujui jika penggunaan
bahasa Indonesia di media sosial belum baik. Kata-kata berupa sindiran,
pernyataan kebencian, provokasi dan fitnah mendominasi kolom komentar berita
hoax sebagai akibat pengguna media sosial yang terprovokasi.
2.5.7 Tanggapan dan Dampak Hoax di Media Sosial
Gambar 2.7 : Diagram Tanggapan dan Dampak Hoax di Media Sosial
Sebanyak 36,8% responden sepakat jika mengingatkan akan fakta jika
menjumpai hoax merupakan langkah awal menanggapi suatu Hoax.
10. Adapun sebanyak 70,1% responden berpendapat jika adanya hoax akan
mengakibatkan kebencian. Dampak dari berita provokatif yang tersebar di media
sosial antara lain memicu kebencian, membuka peluang penipuan, dan
menaikkan angka kriminalitas.
Beberapa responden untuk menanggapi berita hoax yang semakin menyebar di
Media sosial bervariatif, diantaranya :
2.5.7.1 Lapor ke platform Media sosial
Dengan melaporkan ke platform media sosial maka akan lebih
cepat pula berita hoax tersebut dihapus dari laman Media sosial
tersebut. Karena laporan akan lebih cepat diproses jika penyedia
layanan Media sosial yang mengatasi masalah tersebut. Penyedia
platform media sosial tersebut akan menghapus berita hoax yang anda
laporkan.
2.5.7.2 Tidak Menghujat Dahulu Suatu Postingan
Sebagai orang terpelajar dan merupakan bagian dari bangsa
Indoensia yang berbudi luhur, kita harus mengutamakan logika
daripada emosi. Kembali lagi di poin sebelumnya, periksa dulu
kebenarannya baru berkomentar dengan bahasa yang santun
2.5.8 Pengetahuan UU ITE Pengguna Media Sosial
Gambar 2.8 : Diagram Pengetahuan UU ITE Pengguna Media Sosial
Lebih dari 70% responden tidak mengetahui apa itu UU ITE. Kurangnya
pengetahuan akan UU ITE akan menjadikan seseorang dalam melakukan
aktivitas media sosial secara suka-suka tanpa mengindahkan batasan terhadap
orang lainnya.
.
11. BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Maraknya penyebaran hoax sebagai informasi menyesatkan dan
provokatif menjadikan penurunan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan dalam berkomunikasi di media sosial sehingga pengetahuan
pengguna media sosial di Indonesia akan UU ITE harus ditingkatkan.
12. Daftar Pustaka
1. Kemenag RI Kantor Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah, Mencermati Dampak Hoax
Yang Merusak, diakses tanggal 14 September 2017 ,
https://kalteng.kemenag.go.id/opini/detail/592/mencermati-dampak-hoax-yang-merusak
2. BBC Indonesia, Kasus Saracen : Pesan Kebencian dan Hoax Di Media Sosial memang
‘terorganisir’, diakses tanggal 13 September 2017
http://www.bbc.com/indonesia/trensosial-41022914
3. Antaranews.com, Apa Itu Hoax?, diakses tanggal 3 September 2017
http://www.antaranews.com/berita/605171/apa-itu-hoax
4. Kompasian.coma, Dampak Negatif dan Jejaring Sosial: Penyebaran Berita Hoax dan
Provokatif, diakses tanggal 13 September 2017
http://www.kompasiana.com/wenynoviasuryani01/dampak-negatif-dan-jejaring-sosial-
penyebaran-berita-hoax-dan-provokatif_593101bbca23bddf4ce89452
5. Republika.co.id, Begini Dampak Berita Hoax, diakses tanggal 13 September 2017
http://trendtek.republika.co.id/berita/trendtek/internet/17/04/11/oo7uxj359-begini-dampak-
berita-hoax
6. Kompas.com, Media Sosial, Penyebaran Hoax, dan Budaya Berbagi, diakses tanggal 14
September 2017
http://nasional.kompas.com/read/2017/02/14/09055481/media.sosial.penyebaran.hoax.dan.
budaya.berbagi.