Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Sabun van allen sebagai perisai bumi
1. i
SABUK VAN ALLEN SEBAGAI PERISAI BUMI
Makalah Seminar Fisika
Oleh :
Apriyanto Budi Utomo
K2310012
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
2. ii
SABUK VAN ALLEN SEBAGAI PERISAI BUMI
Oleh :
Apriyanto Budi Utomo
K2310012
Makalah Seminar Fisika
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam
Menempuh Mata Kuliah Seminar Fisika
Program Pendidikan Fisika
Jurusan P. MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
3. iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Apriyanto Budi Utomo
NIM : K2310012
Judul Seminar : Sabuk Van Allen
Makalah Seminar Fisika ini telah disetujui untuk dipertahankan di
hadapan Tim Penguji dan peserta Seminar Fisika di Program Pendidikan Fisika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, Maret 2015
Menyetujui,
Pembimbing Seminar Fisika
Dyah Fitriana Masithoh, M.Sc.
NIP. 19770926 200212 2 001
4. iv
PENGESAHAN PENGUJI
Nama : Apriyanto Budi Utomo
NIM : K2310012
Judul Seminar : Sabuk Van Allen
Makalah Seminar Fisika ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji
dan Peserta Seminar Fisika di Program Pendidikan Fisika Jurusan PMIPA
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan
diterima untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna menyelesaikan tugas
akhir mata kuliah Seminar Fisika.
Pada hari :
Tanggal :
Tim Penguji Makalah Seminar Fisika
Penguji I
Dyah Fitriana Masithoh, M.Sc.
NIP. 19770926 200212 2 001
Penguji II
Lita Rahmasari, S.Si., M.Sc.
NIP. 19800707 201012 2 001
Disahkan oleh
Ketua Program Pendidikan Fisika
Drs. Supurwoko, M.Si.
NIP. 19630409 199802 1 001
5. v
ABSTRAK
Apriyanto Budi Utomo. SABUK VAN ALLEN. Seminar Fisika, Surakarta:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Maret 2015.
Tujuan penulisan makalah Seminar Fisika ini adalah: (1) Menjelaskan
pengertian Sabuk Van Allen. (2) Menjelaskan interaksi medan magnet Bumi
dengan angin Matahari dalam proses terbentuknya Sabuk Van Allen. (3)
Menjelaskan proses terbentuknya Aurora kaitannya dengan Sabuk Van Allen.
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah Seminar Fisika ini
adalah kajian pustaka. Sumber pustaka yang digunakan adalah buku, jurnal,
electronic book, dan internet.
Berdasarkan dari pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
(1) Sabuk Van Allen adalah pita-pita radiasi yang terdiri dari partikel-partikel
bermuatan yang terperangkap dalam medan magnetik bumi. Partikel bermuatan
yang terperangkap oleh medan magnet bumi tersebut membentuk dua sabuk
radiasi, sabuk sebelah dalam terdiri dari proton dan sabuk sebelah luar terdiri dari
elektron. (2) Partikel-partikel bermuatan (proton dan elektron) dari angin matahari
didefleksikan (disimpangkan) oleh medan magnet bumi dengan sebuah gaya yang
tegak lurus dengan medan magnet. Meskipun partikel-partikel biasanya
dibelokkan oleh medan magnet, tetapi tumbukan-tumbukan akan mengganggu
lintasannya dan partikel-partikel tersebut mungkin terperangkap dalam medan
magnetik bumi. Bila hal ini terjadi maka partikel mulai memilin (bergerak spiral)
sekitar garis gaya. Pada sebuah titik tertentu (titik cermin), pilin menjadi datar
(flat) dan selanjutnya partikel membelit-belit (memutar) ke belakang sepanjang
lintasan yang serupa ke arah belahan lain. Proses yang sama terjadi ketika partikel
mendekati kutub magnetik lain, sehingga partikel memilin maju-mundur dari satu
belahan ke belahan lain. Partikel yang terperangkap tersebut kemudian
membentuk sabuk Van Allen. (3) Partikel dalam Sabuk Van Allen mengalami
tumbukan yang mengurangi energinya, setelah periode harian atau mingguan
partikel tersebut tergerak dari magnetosfer dan jatuh ke atmosfer yang lebih
rendah. Jika energi yang dimiliki partikel (elektron) tersebut sesuai dengan energi
eksitasi maka akan menyebabkan terjadinya eksitasi pada atom/ molekul gas di
atmosfer. Energi dari kejadian eksitasi menghasilkan pijaran cahaya dengan
berbagai warna di lapisan ionosfer yang kemudian disebut Aurora.
Kata kunci : sabuk Van Allen, medan magnet Bumi, angin Matahari, Aurora
6. vi
MOTTO
Hidup adalah kegelapan, jika tanpa hasrat dan keinginan
Hasrat dan keinginan adalah buta, jika tidak disertai pengetahuan
Pengetahuan adalah hampa, jika tidak disertai pelajaran
Setiap pelajaran akan menjadi sia-sia, jika tidak disertai dengan kasih
7. vii
PERSEMBAHAN
Makalah ini dipersembahkan kepada :
Ibu dan Ayah tercinta yang senantiasa memberikan
nasehat, doa dan dukungan yang luar biasa.
Kakak yang selalu memberikan motivasi.
Kenny Anindia Ratopo yang telah memberikan
inspirasi judul Seminar Fisika ini.
8. viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dihaturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang
senantiasa memberkati dan menyertai sehingga penulis dapat menyelesaikan
Makalah Seminar Fisika ini yang berjudul : “Sabuk Van Allen”.
Penyusunan Makalah Seminar Fisika ini dapat diselesaikan berkat
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Drs. Supurwoko, M.Si. Ketua Program Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Drs. Pujayanto, M.Si. Koordinator mata kuliah Seminar Fisika Program Fisika
jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
3. Dyah Fitriana Masithoh, M.Sc. Dosen Pembimbing yang telah membimbing
penulis sehingga penyusunan makalah Seminar Fisika ini dapat diselesaikan.
4. Keluarga besar Kontrakan Woyo yang selalu membantu dan memberi
semangat.
5. Teman-teman terkasih Pendidikan Fisika 2010 yang selalu mendukung dan
menginspirasi.
6. Semua pihak yang telah memperlancar dalam penyelesaian tugas Makalah
Seminar Fisika ini.
Penulis berharap semoga Makalah Seminar Fisika ini dapat bermanfaat
bagi penulis sendiri dan pembaca.
Surakarta, Maret 2015
Penulis
9. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tahun 2012 sempat beredar isu akan terjadinya hari kiamat seperti
ramalan kalender suku Maya yang berakhir pada tanggal 21 Desember 2012. Hal
ini dikaitkan dengan adanya fenomena alam badai Matahari yang sedang terjadi.
Berdasar penelitian National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA),
yang disponsori lembaga antariksa Amerika Serikat, National Aeronautics and
Space Administration (NASA), badai Matahari terjadi ketika muncul flare atau
ledakan besar di atmosfer Matahari dengan daya supertinggi. Akibat dari badai
itu, Bumi terancam Coronal Mass Ejection (CME) yang terdiri dari partikel super
panas. Menurut Thomas Djamaluddin, ahli astronomi dan astrofisika dari
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), CME akan memberikan
semburan partikel-partikel berenergi tinggi. Partikel berenergi tinggi tersebut
berpotensi mengganggu satelit-satelit yang mengorbit di Bumi. Badai Matahari
dapat menyebabkan lonjakan tenaga lisrik hingga miliaran watt. Bila sampai ke
Bumi, pancarannya akan mempengaruhi medan magnet bumi yang selanjutnya
berdampak pada sistem satelit, listrik, dan frekuensi radio. Bumi terancam
kehilangan daya listrik.
Bumi dilindungi oleh medan magnet. Partikel berenergi tinggi tersebut
tidak akan menembus dan sampai membahayakan manusia di permukaan Bumi.
Mulyo, A. (2004: 39) menyatakan bahwa:
Bumi memiliki medan magnet yang dibangkitkan oleh inti Bumi. Seperti
halnya pada magnet batang, magnet Bumi juga memilki kutub-kutub
(Utara dan Selatan), letaknya dekat dengan kutub-kutub Bumi. Di atas
eksosfer ada satu daerah yang menunjukkan sifat-sifat magnetik Bumi
dan berinteraksi dengan arus radiasi Matahari yang mengisi ruang antar
planet yang disebut angin Matahari (solar wind) yang setelah sampai ke
Bumi berinteraksi dengan magnet Bumi yang disebut magnetosfera.
Akibat interaksi ini, magnetosfera bentuknya menjadi seperti komet
karena adanya hembusan angin Matahari tersebut. Magnetosfera
merupakan perisai Bumi terhadap partikel-partikel dari Matahari yang
dapat membahayakan kehidupan makhluk hidup di Bumi. Partikel-
partikel yang datang ke arah Bumi dihadang oleh magnetosfera sehingga
10. 2
terkungkung di dalam medan ini. Daerah tempat terkungkungnya
partikel-partikel tersebut dinamakan Sabuk Van Allen (Van Allen Belts)
sesuai dengan nama yang menemukannya, James A. Van Allen.
Jika saja sabuk Van Allen tidak ada, semburan energi raksasa yang
disebut jilatan api matahari yang terjadi berkali-berkali pada matahari akan
menghancurkan seluruh kehidupan di muka bumi. Dr. Hugh Ross (1998)
menyatakan tentang peran penting Sabuk Van Allen bagi kehidupan di Bumi:
Bumi ternyata memiliki kerapatan terbesar di antara planet-planet lain di
tata surya kita. Inti bumi yang terdiri atas unsur nikel dan besi inilah yang
menyebabkan keberadaan medan magnetnya yang besar. Medan magnet
ini membentuk lapisan pelindung berupa Sabuk Van Allen, yang
melindungi Bumi dari pancaran radiasi dari luar angkasa. Jika lapisan
pelindung ini tidak ada, maka kehidupan takkan mungkin dapat
berlangsung di Bumi. Satu-satunya planet berbatu lain yang
berkemungkinan memiliki medan magnet adalah Merkurius tapi
kekuatan medan magnet planet ini 100 kali lebih kecil dari Bumi. Bahkan
Venus, planet kembar kita, tidak memiliki medan magnet. Lapisan
pelindung Van Allen ini merupakan sebuah rancangan istimewa yang
hanya ada pada Bumi.
Berdasarkan uraian di atas, Bumi memiliki pelindung dari pancaran
radiasi luar angkasa yang disebut Sabuk Van Allen. Perlunya pengkajian lebih
lanjut tentang materi ini, maka pada seminar kali ini akan dikaji tentang Sabuk
Van Allen. Pengkajian tentang Sabuk Van Allen diharapkan dapat menambah
wawasan pembaca tentang Ilmu Kebumian dan Astronomi.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:
1. Badai Matahari mengganggu sistem satelit, listrik, dan frekuensi radio.
2. Radiasi Matahari yang mengisi ruang antarplanet yang disebut angin
Matahari setelah sampai ke Bumi berinteraksi dengan magnet Bumi yang
perlu dijelaskan.
3. Sabuk Van Allen menjadi pelindung Bumi dari pancaran radiasi luar angkasa
yang perlu dijelaskan.
11. 3
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah maka perlu dilakukan pembatasan
masalah untuk menghindari pengkajian yang terlalu luas. Permasalahan dibatasi
pada:
1. Pengertian Sabuk Van Allen.
2. Proses terbentuknya Sabuk Van Allen sehingga dapat melindungi Bumi dari
badai Matahari.
3. Proses terbentuknya Aurora kaitannya dengan Sabuk Van Allen.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dibuat perumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Sabuk Van Allen?
2. Bagaimana proses terbentuknya Sabuk Van Allen sehingga dapat melindungi
Bumi dari badai Matahari?
3. Bagaimana proses terbentuknya Aurora kaitannya dengan Sabuk Van Allen?
E. Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Menjelaskan pengertian Sabuk Van Allen.
2. Menjelaskan proses terbentuknya Sabuk Van Allen sehingga dapat
melindungi Bumi dari badai Matahari.
3. Menjelaskan proses terbentuknya Aurora kaitannya dengan Sabuk Van Allen.
12. 4
F. Manfaat Penulisan Makalah
Manfaat yang diperoleh dari makalah ini adalah:
1. Manfaat secara Umum adalah memperbanyak bacaan yang mengkaji materi
tentang Ilmu Kebumian dan Astronomi.
2. Manfaat secara Khusus
a. Memberi penjelasan tentang pengertian Sabuk Van Allen.
b. Memberi penjelasan proses terbentuknya Sabuk Van Allen sehingga
dapat melindungi Bumi dari badai Matahari.
c. Memberi penjelasan proses terbentuknya Aurora kaitannya dengan
Sabuk Van Allen.
13. 5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sabuk Van Allen
1. Pengertian Sabuk Van Allen
Pada tahun 1930, Arthur H. Compton dari Universitas Chicago
memimpin tim survei radiasi di seluruh dunia. Survei ini bertujuan untuk
mendapatkan intensitas radiasi di permukaan bumi pada garis lintang dan
ketinggian yang berbeda-beda. Laporan survei yang diumumkan pada tahun
1933 menunjukkan bahwa pada daerah garis lintang geomagnet 50° utara
maupun selatan sampai ekuator, intensitas radiasi pada permukaan laut turun
kira-kira 10%. Hal ini menunjukkan kuatnya medan magnet bumi dalam
memantulkan partikel-partikel yang datang. Data tersebut membuktikan
bahwa radiasi partikel bermuatan berinteraksi dengan medan magnet bumi.
Tidak semua radiasi dapat mencapai bumi. Pada saat partikel
bermuatan listrik mendekati bumi, sebagian terperangkap medan magnet
bumi. Eksplorasi ruang angkasa telah berulangkali dilakukan menggunakan
satelit-satelit tak berawak. Salah satu penemuan menakjubkan yang berhasil
diungkap oleh satelit tersebut adalah penemuan zona radiasi amat luas yang
mengelilingi bumi di atas ekuator. Dalam zona radiasi itu, partikel bermuatan
yang sebagian besar berasal dari matahari terperangkap oleh medan magnet
bumi seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. Zona radiasi ini ditemukan pada
tahun 1960-an oleh Dr. James A. Van Allen dan diberi nama sesuai dengan
nama penemunya, yaitu sabuk Van Allen.
Sabuk Van Allen adalah pita-pita radiasi yang terdiri dari partikel-
partikel bermuatan yang terperangkap dalam medan magnetik bumi (Bayong
Tjasyono HK, 2013: 89). Partikel bermuatan yang terperangkap oleh medan
magnet bumi ini membentuk dua sabuk radiasi, yang terdiri atas proton
(sabuk sebelah dalam) dan elektron (sabuk sebelah luar). Proton memiliki
massa yang lebih besar daripada elektron ( kgmp
27
10672623,1
dan
14. 6
kgme
31
10109390,9
), sehingga proton ditarik oleh gaya gravitasi lebih
kuat daripada elektron. Dengan demikian, proton berada di sabuk sebelah
dalam dan elektron berada di sabuk sebelah luar.
Gambar 2.1 Sabuk Van Allen
(Sumber: Scot R. ELkington, 2000)
Sabuk pertama terjadi kira-kira pada ketinggian 1000 km dan
membentang dari 30° Lintang Utara hingga 30° Lintang Selatan. Intensitas
radiasi pada sabuk meningkat dengan bertambahnya ketinggian hingga
mencapai maksimum pada ketinggian kira-kira 3000 km dari permukaan
bumi.
Sabuk kedua terbentuk mulai ketinggian 12000 km dan mencapai
maksimum pada 19000 km. Sabuk kedua ini membentang dari 60° Lintang
Utara hingga 60° Lintang Selatan. Diperkirakan bahwa intensitas radiasi pada
sabuk sebelah luar ini lebih tinggi dibandingkan dengan sabuk di sebelah
dalam. Sabuk Van Allen memiliki ketebalan yang sama dan simetris baik
15. 7
pada belahan Bumi yang menghadap Matahari maupun belahan Bumi yang
membelakangi Matahari. Hal tersebut karena sabuk Van Allen terletak jauh di
dalam zona magnetosfer sehingga angin Matahari tidak mempengaruhi
kesimetrisan dan ketebalannya.
Garis-garis gaya magnet bumi yang membentang jauh ke angkasa,
menangkap partikel-partikel bermuatan yang bergerak melingkari garis-garis
gaya magnet. Karena garis-garis ini paling banyak berada di daerah kutub,
maka pada daerah inilah partikel bermuatan listrik menembus ke dalam
atmosfer bumi dan menyebabkan suatu pertunjukkan alam yang disebut
cahaya kutub atau aurora.
B. Proses Terbentuknya Sabuk Van Allen Sehingga dapat Melindungi Bumi
dari Badai Matahari
1. Proses Terbentuknya Sabuk Van Allen
Menurut Mulyo, A. (2004: 39) Bumi memiliki medan magnet yang
dibangkitkan oleh inti Bumi. Seperti halnya pada magnet batang, magnet
Bumi juga memiliki kutub-kutub (utara dan selatan), letaknya dekat dengan
kutub-kutub Bumi. Kutub utara magnet Bumi terletak di daerah kutub selatan
Bumi dan kutub selatan magnet Bumi terletak di daerah kutub utara Bumi.
Fungsi dari medan magnet bumi sebagai pelindung pancaran radiasi
kosmis yang berasal dari luar angkasa. Medan magnetik bumi dapat
memantulkan sebagian besar angin matahari, yaitu arus partikel bermuatan
dari matahari yang mampu mengionisasi lapisan atmosfer bumi.
Terbentuknya medan magnet bumi dipengaruhi oleh komposisi inti
bumi terdiri dari inti-dalam dan inti-luar yang didominasi unsur logam yang
berbeda temperatur, wujud dan konduktivitasnya. Inti-dalam dan inti cair
yang bertemu mengakibatkan pergerakan elektron dan adanya arus konveksi
dari rotasi bumi menyebabkan pergerakan cairan pada inti yang menimbulkan
arus listrik dan terbentuk medan magnet.
Kemagnetan Bumi ditandai oleh dua hal, yaitu inklinasi magnetik
(magnetic inclination) dan deklinasi magnetik (magnetic declination).
16. 8
Inklinasi magnetik adalah sudut inklinasi (kemiringan) antara jarum
magnet terhadap horizontal. Di daerah belahan Bumi Utara, titik Utara jarum
magnet berinklinasi ke arah horizontal, sedangkan di belahan Bumi Selatan,
titik selatan jarum magnet berinklinasi ke arah horizon.
G
Gambar 2.2 Inklinasi magnetik
(Sumber: Basuni Rachman, 2010)
Sudut inklinasi berbeda-beda untuk setiap tempat yang berlainan.
Dari ekuator ke arah kutub magnet, sudut inklinasi semakin besar dan tepat di
kutub magnet harganya maksimum, yaitu jarum magnet berhenti pada posisi
tegak lurus. Garis yang menghubungkan tempat-tempat di Bumi yang
berinklinasi sama dinamakan isoclines (garis isoklin). Deklinasi magnetis
adalah besarnya sudut yang dibentuk antara arah jarum magnet dengan garis
bujur geografis, baik di sebelah timur maupun sebelah barat. Besarnya
deklinasi berbeda-beda untuk setiap tempat. Garis yang menghubungkan
deklinasi
inklinasi
17. 9
tempat-tempat di Bumi yang berdeklinasi sama dinamakan isogon. Isogon
yang deklinasinya nol disebut meridian magnetis.
Garis-garis isogon membujur dari satu titik di Utara menuju satu titik
di Selatan. Titik-titik itu tidaklah sama dengan titik kutub-kutub geografis.
Koordinat kutub Utara magnet adalah 700
05’ 03” Lintang Utara dan dan 960
45’ 03” Bujur Barat, sedangkan koodinat kutub Selatan magnet adalah 740
06’ Lintang Selatan dan 1540
08’ Bujur Timur.
Secara definitif tidak dapat dijelaskan mengapa kutub-kutub magnet
Bumi bukanlah kutub-kutub geografis Bumi (Basuni Rachman, 2010).
Mungkin penyebabnya tidak meratanya distribusi daratan dan air. Pada
beberapa tempat di muka Bumi, arah garis isoklinik dan isogonik mengalami
variasi definitif yang berhubungan dengan anomali-anomali magnetis.
Anomali magnetis telah dibuktikan dengan adanya batuan atau massa besar
yang mengandung magnet, misalnya biji besi dan mineral-mineral logam
lainnya yang terletak dekat permukaan Bumi. Dapat juga disebabkan adanya
struktur patahan yang dapat memindahkan batuan dengan sifat-sifat megnetis
berbeda menjadi saling bersentuhan.
Gambar 2.3 Medan magnet bumi jika bumi terisolasi.
(Sumber: Bayong Tjasyono HK, 2013)
18. 10
Intensitas dan sifat magnetis Bumi berbeda untuk setiap tempat dan
berubah-ubah sesuai posisi Bumi terhadap Matahari. Gambar 2.3
menunjukkan medan magnetik mengitari bumi, jika bumi terisolasi dalam
ruang angkasa (space).
Di atas eksosfer ada satu daerah yang menunjukkan sifat-sifat
magnetik bumi dan berinteraksi dengan arus radiasi matahari yang mengisi
ruang antarplanet yang disebut angin Matahari. Angin matahari berisi plasma
magnetik yang renggang berupa campuran dari proton dan elektron yang
dilepaskan matahari seperti yang terlihat pada Gambar 2.4. Angin matahari
merupakan perluasan (extension) korona matahari hingga jarak heliosentrik,
yang terjadi akibat perbedaan tekanan yang sangat besar antara plasma yang
sangat panas dan dasar korona serta medium antarbintang. Angin matahari
membawa medan magnet ke heliosfer yang disebar hingga planet terluar.
Gambar 2.4 Angin Matahari
(Sumber: science.howstuffworks.com)
Angin matahari berasal dari materi korona yang tidak dapat ditahan
oleh gaya gravitasi matahari yang menyebabkan partikel bermuatan lepas ke
ruang angkasa dengan kecepatan tinggi. Flare dan CME (Coronal Mass
Ejection) mampu meningkatkan kecepatan dan kerapatan angin matahari
secara tiba-tiba. Flare merupakan ledakan berkonsentrasi tinggi yang
melepaskan energi di atmosfer matahari yang terlihat sebagai kilatan tiba-tiba
19. 11
dan tak berlangsung lama di suatu daerah di kromosfer. CME merupakan
peristiwa terlontarnya sebagian massa dari struktur korona yang disertai
pelepasan energi dan medan magnet. Materi yang dilontarkan oleh CME
berupa plasma yang sebagian besar terdiri dari elektron dan proton serta
sejumlah kecil unsur – unsur yang lebih berat, misalnya helium, oksigen dan
besi. CME melepaskan materi dengan kecepatan tinggi pada rentang 20 km/s
hingga 3.200 km/s dengan kecepatan rata – rata 489 km/s. CME dapat terjadi
selama beberapa jam dan melepaskan materi hingga 50 juta ton. Materi ini
dilepaskan menuju medium antarplanet dan jika mengarah ke bumi maka
akan mencapai bumi dalam waktu 1 – 5 hari.
Pengamatan terhadap CME mulai dilakukan sejak tahun 1973 oleh
7th
Orbiting Solar Observatory (OSO 7). Frekuensi terjadinya CME
berbanding lurus dengan tingkat keaktifan matahari. Saat keaktifan matahari
minimum, CME hanya terjadi rata – rata satu kali dalam seminggu. Namun,
saat keaktifan matahari mencapai maksimum, dapat terjadi 2 sampai 3 kali
CME dalam waktu satu hari.
Gambar 2.5 Coronal Mass Ejection (CME)
(Sumber: sunearthday.nasa.gov)
20. 12
Dalam perambatannya menuju atmosfer bumi, CME juga merupakan
gerakan gelombang kejut (shock wave) karena plasma CME bergerak dengan
kecepatan yang lebih besar daripada kecepatan angin Matahari yang bergerak
di sekitar plasma CME pada arah yang sama. CME yang mengarah ke bumi
tidak akan langsung mengenai permukaan bumi, melainkan akan terlebih
dahulu berinteraksi dengan magnetosfer. Medan magnetik yang dibawa oleh
CME akan membungkus bumi dan menjalar dari belakang bumi. Partikel
berenergi tinggi yang menuju bagian bumi yang menghadap ke matahari akan
diarahkan sesuai dengan garis medan magnet bumi menuju ke area kutub
bumi.
Jika angin Matahari dipercepat oleh flare dan CME maka terjadilah
badai matahari yang tidak hanya membawa partikel bermuatan, tetapi juga
paparan radiasi dalam jumlah besar. Badai matahari sering terjadi ketika
matahari berada pada masa puncak aktivitasnya karena pada masa tersebut
flare kelas besar dan CME semakin sering terjadi.
Partikel-partikel bermuatan (proton dan elektron) dari angin
Matahari didefleksikan (disimpangkan) oleh medan magnet bumi dengan
sebuah gaya yang tegak lurus dengan medan magnet dan trajektori partikel.
Gaya magnetik pada partikel bermuatan yang bergerak dalam medan magnet
dapat diseimbangkan dengan gaya listrik jika besar dan arah medan magnetik
dengan medan listrik sesuai, sehingga gaya yang bekerja pada partikel
bermuatan tersebut memenuhi persamaan:
BvqEqF
keterangan:
F
: gaya yang bekerja pada partikel bermuatan
q : muatan partikel
v
: kecepatan partikel bermuatan
B
: medan magnet
E
: medan listrik
(2.1)
21. 13
Efek dari medan magnet adalah mendefleksikan partikel-partikel ke
belakang menjauhi bumi, karena ada reaksi pada medan magnet yang
memodifikasi medan magnet seperti ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Pada jarak 10-15 radius bumi (1 radius bumi = 6.370 km), pada sisi
siang hari, medan magnet turun sampai nilai yang dapat diabaikan atau
menjadi nol. Batas ini disebut magnetopause dan seluruh daerah yang terletak
di dalamnya disebut magnetosfer. Pada sisi malam hari (menjauhi matahari),
magnetosfer meluas sampai jauh, hal ini dinamakan ekor magnetik bumi
(earth's magnetic tail).
Meskipun partikel-partikel biasanya dibelokkan oleh medan magnet,
tetapi tumbukan-tumbukan akan mengganggu lintasannya dan partikel-
partikel tersebut mungkin terperangkap dalam medan magnetik bumi. Bila hal
tersebut terjadi maka partikel mulai memilin (bergerak spiral) sekitar garis
gaya yaitu akan melakukan trajektori berbentuk koterek (pencabut gabus)
yang mempunyai garis gaya magnetik pada sumbunya, seperti pada Gambar
2.10. Putaran pilin (spiral) lebih terbuka (renggang) pada ekuator dan akan
menjadi lebih rapat ketika partikel mencapai medan magnet yang lebih kuat
ke arah kutub-kutub. Hal tersebut seperti gerak partikel bermuatan dalam
medan magnet yang akan dijelaskan lebih rinci sebagai berikut:
Gambar 2.6 Medan magnet bumi dengan adanya efek angin Matahari.
(Sumber: Bayong Tjasyono HK, 2013)
22. 14
a. Gerak Partikel Bermuatan dalam Medan Magnetik Seragam
1) Kecepatan Partikel Tegak Lurus terhadap Medan Magnet
Dalam hal khusus dimana kecepatan partikel tegak lurus
terhadap medan magnetik seragam, partikel tersebut bergerak dalam
orbit melingkar. Gerak partikel bermuatan dalam medan magnet
menimbulkan gaya magnetik (gaya Lorentz). Karena gaya magnetik
tegak lurus dengan kecepatan partikel, maka besarnya kecepatan
partikel tidak dapat diubah oleh gaya magnetik, hanya arah kecepatan
partikel yang dapat diubah oleh gaya magnetik. Karena besar
kecepatan tidak berubah maka proyeksi lintasan partikel bermuatan
pada bidang tegak lurus medan magnet adalah lingkaran, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Partikel bermuatan yang bergerak tegak lurus terhadap
medan magnet
(Sumber: Paul A. Tipler, 2001)
Gaya magnetik memberikan gaya sentripetal yang diperlukan
agar terjadi gerak melingkar. Jari-jari lingkaran r dapat dihubungkan
dengan medan magnetik B dan kecepatan partikel v dengan
membuat gaya total yang sama dengan massa m partikel kali
percepatan sentripetal rv /2
yang bersesuaian dengan hukum kedua
Newton. Gaya total pada kasus ini sama dangan qvB karena v dan B
saling tegak lurus. Dengan demikian, hukum kedua Newton
memberikan:
23. 15
r
mv
qvB
maF
2
Jari-jari gerak melingkar dari partikel bermuatan dapat diperoleh dari
persamaan (2.3), sehingga diperoleh:
qB
mv
r
Periode gerak melingkar merupakan waktu yang dibutuhkan
partikel untuk bergerak sepanjang keliling lingkarannya sebanyak 1
putaran penuh. Periode dihubungkan dengan kecepatan dari
persamaan (2.4) diperoleh:
v
r
T
2
Dengan mensubstitusikan ke dalam qBmvr / , diperoleh:
qB
m
v
qBmv
T
2)/(2
Frekuensi gerak melingkar dapat ditentukan dari persamaan (2.6),
diperoleh:
m
qB
T
f
2
1
Periode dan frekuensi yang telah dijelaskan pada persamaan
(2.6) dan (2.7) tidak bergantung pada jari-jari atau kecepatan
partikelnya. Periode ini disebut periode siklotron dan frekuensinya
disebut frekuensi siklotron.
2) Kecepatan Partikel Tidak Tegak Lurus terhadap Medan Magnet
Partikel bermuatan memasuki medan magnetik seragam
dengan kecepatan yang tidak tegak lurus terhadap medan magnet.
Dapat diuraikan kecepatan partikel tersebut menjadi komponen
kecepatan yang sejajar dengan medan magnet dan kecepatan yang
tegak lurus terhadap medan magnet. Gerak akibat komponen tegak
lurus sama seperti yang telah dibahas. Komponen yang sejajar dengan
medan magnet tidak dipengaruhi oleh medan magnetiknya. Oleh
(2.2)
(2.3)
(2.4)
(2.7)
(2.6)
(2.5)
24. 16
sebab itu tetap konstan. Dengan demikian lintasan partikel berupa
heliks, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Gerak partikel bermuatan memiliki komponen kecepatan
yang sejajar dan tegak lurus dengan medan magnetik.
(Sumber: Paul A. Tipler, 2001)
b. Gerak Partikel Bermuatan dalam Medan Magnetik Takseragam
Gerak partikel bermuatan dalam medan magnetik takseragam
sangat rumit. Gambar 2.9 menunjukkan botol magnetik, suatu
konfigurasi magnetik di mana medan magnet yang lemah berada di
tengah dan medan magnet kuat pada kedua ujungnya. Analisis rinci gerak
partikel bermuatan dalam medan magnet demikian menunjukkan bahwa
partikel itu bergerak spiral di sekeliling garis medan dan menjadi
terperangkap, yang berosilasi maju-mundur di antara titik P1 dan P2
seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.9. Konfigurasi medan
magnetik demikian digunakan untuk menahan berkas rapat partikel
bermuatan, yang disebut plasma, dalam penelitian fusi inti. Fenomena
serupa ialah osilasi ion maju-mundur diantara kutub magnetik bumi
dalam sabuk Van Allen.
v
v
v
25. 17
Gambar 2.9 Botol magnetik
(Sumber: Paul A. Tipler, 2001)
Gambar 2.10 Proses pembentukan sabuk Van Allen
(Sumber: Scot R. ELkington, 2000)
Pada sebuah titik tertentu (titik cermin), pilin menjadi datar (flat) dan
selanjutnya partikel membelit-belit (memutar) ke belakang sepanjang lintasan
yang serupa ke arah belahan lain seperti ditunjukkan pada Gambar 2.10.
Proses yang sama terjadi ketika partikel mendekati kutub magnetik lain,
sehingga partikel memilin maju-mundur dari satu belahan ke belahan lain
dalam periode waktu berorde detik. Selama waktu ini, sumbu trajektori
menyimpang sedikit, sehingga partikel hanyut (drift) dengan lambat
26. 18
mengelilingi bumi pada waktu yang sama seperti saat memilin maju-mundur
(spirals back and forth). Elektron-elektron hanyut dari barat ke timur
sedangkan proton-proton dalam arah yang berlawanan. Hal tersebut terjadi
karena partikel-partikel bermuatan berinteraksi dengan medan listrik. Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, gaya magnetik pada partikel bermuatan
yang bergerak dalam medan magnet dapat diseimbangkan dengan gaya listrik
jika besar dan arah medan magnetik dengan medan listrik sesuai. Gaya listrik
berada dalam arah medan listrik (untuk partikel positif) dan gaya magnetik
tegak lurus terhadap medan magnetik, medan listrik dan medan magnetik
dalam daerah yang dilaluinya saat pergerakkan partikel, tegak lurus satu sama
lain jika gaya yang bekerja seimbang. Daerah demikian dikatakan memiliki
medan silang. Kedua gaya dikatakan seimbang jika qvBqE atau
B
E
v
Telah diketahui bahwa kutub utara magnet bumi terletak di daerah
kutub selatan bumi dan kutub selatan magnet bumi terletak di daerah kutub
utara bumi. Dengan demikian dapat diketahui bahwa arah medan magnet
bumi dari selatan ke utara. Karena medan magnet bumi tegak lurus dengan
madan listrik maka arah medan listrik dari timur ke barat (berlawanan dengan
arah rotasi bumi). Pada partikel positif (proton) gaya listrik berada dalam arah
medan listrik sehingga proton bergerak dari timur ke barat, sedangkan
partikel negatif (elektron) bergerak dengan arah berlawanan medan listrik
sehingga bergerak dari barat ke timur.
Pada setiap ujung lintasan, partikel-partikel turun ke daerah dengan
densitas lebih tinggi, dimana probabilitas tumbukan dengan atom-atom atau
molekul-molekul udara menjadi lebih tinggi. Jadi, setelah periode harian atau
mingguan, partikel yang terperangkap mengalami tumbukan yang
mengurangi energinya, dengan demikian partikel tersebut tergerak dari
magnetosfer dan jatuh ke atmosfer yang lebih rendah. Selanjutnya, partikel
tersebut akan bertumbukan dengan molekul gas-gas di udara. Tumbukkan
tersebut menghasilkan pijaran cahaya di langit yang disebut Aurora.
(2.8)
27. 19
C. Aurora
1. Pengertian Aurora
Aurora merupakan fenomena alam yang menyerupai lengkungan
lembaran cahaya (seperti tirai) beraneka warna yang selalu bergerak-gerak
dilangit. Aurora adalah fenomena bercahaya (luminous) yang diamati sebagai
pijaran (glow) pada lapisan ionosfer dari sebuah planet sebagai akibat adanya
interaksi antara medan magnetik yang dimiliki planet tersebut dengan partikel
bermuatan yang dipancarkan oleh angin Matahari. Peristiwa ini akibat variasi
medan magnet Bumi yang timbul karena adanya peningkatan aktivitas di
Matahari sehingga intensitas angin Matahari yang menghantam Bumi
bertambah besar.
Di bumi, aurora terjadi di daerah di sekitar kutub Utara dan kutub
Selatan magnetiknya. Ketinggian aurora sekitar 80 – 150 km bahkan ada yang
mencapai 1.000 km di atas permukaan Bumi. Kebanyakan aurora diamati
dalam sabuk (belt) sekitar kutub geomagnetik antara lintang 150
dan 300
,
dengan frekuensi maksimum pada lintang sekitar 22,50
.
Gambar 2.11 Aurora
(Sumber: onebigphoto.com)
28. 20
Terdapat 2 jenis Aurora, Aurora yang terjadi di belahan Bumi utara
dinamakan Aurora Borealis dan di belahan Bumi selatan dinamakan Aurora
Australis.
a. Aurora Borealis
Borealis adalah kata Yunani untuk angin utara. Pada bagian
belahan bumi utara, gejala alam yang sama ini disebut sebagai Northern
Lights atau aurora borealis. Aurora Northern Lights hanya dapat dilihat
pada wilayah Lingkaran Arktik, di sebelah utara Kanada, Alaska, Rusia,
dan Skandinavia.
Pada belahan bumi bagian utara, Aurora Borealis terjadi
seringkali terlihat dengan warna kemerahan di ufuk utara. Seolah-olah
menunjukkan matahari akan terbit dari bagian tersebut.
b. Aurora Australis
Pada aurora Australis mendapatkan namanya yang disesuaikan
dengan dewa fajar Romawi, Aurora, yang juga merupakan kata Latin
untuk fajar. Kemudian Australis berasal dari bahasa Latin yang berarti
Selatan, sedangkan Aurora Australis secara harfiah berarti fajar, atau
cahaya selatan.
Aurora Australis yang terjadi pada belahan bumi bagian selatan
(Antartika) yang memiliki sifat yang hampir sama dengan Aurora
Borealis.
2. Proses Terbentuknya Aurora
Fenomena Aurora terjadi karena tumbukan atom-atom dengan
partikel-partikel yang memiliki muatan, terutama elektron yang berasal dari
angin Matahari. Partikel-partikel tersebut, kemudian terhambur dengan
kecepatan tinggi yang lebih dari 500 mil per detik, kemudian terperangkap
oleh medan magnet Bumi yang berada di sekitar kutub utara dan selatan.
Aurora sering terjadi di daerah kutub utara dan selatan, di daerah ekuator
mungkin dapat terjadi namun merupakan fenomena yang sangat langka.
Aurora terjadi di daerah kutub hal ini dapat dijelaskan dengan
mengandaikan Bumi sebagai magnet batang raksasa yang menghasilkan
29. 21
medan magnet di sekelilingnya. Partikel bermuatan yang bergerak dalam
medan magnet akan sulit sekali untuk mampu menembus garis-garis gaya
magnet. Partikel tersebut hanya dapat bergerak searah garis gaya magnet.
Garis-garis gaya magnet Bumi berawal di daerah sekitar kutub-kutub Bumi
sehingga partikel-partikel bermuatan yang jatuh di daerah kutub akan
bergerak searah garis gaya magnet. Akibatnya, partikel-partikel ini akan
mudah masuk kedalam atmosfer Bumi di daerah kutub tersebut.
Aurora dapat terbentuk karena angin Matahari yaitu sebuah aliran
plasma yang berisi partikel-partikel bermuatan yang berasal dari Matahari.
Seperti yang telah dijelaskan pada bahasan Sabuk Van Allen sebelumnya,
angin Matahari tersebut berinteraksi dengan medan magnet Bumi kemudian
partikel-partikel bermuatan (proton dan elektron) dari angin Matahari
didefleksikan (disimpangkan) oleh medan magnet Bumi dengan sebuah gaya
yang tegak lurus dengan medan magnet. Meskipun partikel-partikel biasanya
dibelokkan oleh medan magnet, tetapi tumbukan-tumbukan akan
mengganggu lintasannya dan partikel-partikel tersebut dapat terperangkap
dalam medan magnet Bumi di daerah magnetosfer. Setelah periode harian
atau mingguan, sebuah partikel mungkin mengalami tumbukan yang
mengurangi energinya, dengan demikian partikel tersebut tergerak dari
magnetosfer dan jatuh ke atmosfer yang lebih rendah. Partikel tersebut
selanjutnya bertumbukan dengan atom atau molekul gas (oksigen dan
nitrogen) di udara. Jika energi yang dimiliki partikel (elektron) tersebut sesuai
maka akan menyebabkan terjadinya eksitasi pada atom/ molekul gas tersebut.
Energi dari kejadian eksitasi tersebut menghasilkan pijaran cahaya dengan
berbagai warna di lapisan ionosfer yang kemudian disebut Aurora.
Proses terjadinya aurora menimbulkan cahaya berwarna yang
merupakan hasil dari partikel dan atom berbeda yang mengalami tumbukan.
Beberapa warna yang dihasilkan karena fenomena aurora, yaitu :
a. Aurora ungu – Hal ini terjadi akibat tumbukan partikel elektron berenergi
4,42x10-19
hingga 5,23x10-19
joule dengan molekul nitrogen yang
memiliki panjang gelombang 380 sampai 450 nanometer.
30. 22
b. Aurora merah – Terjadi karena tumbukan antara partikel elektron
berenergi 2,62x10-19
hingga 3,16x10-19
joule dengan molekul oksigen
yang memiliki panjang gelombang 630 sampai 760 nanometer.
c. Aurora hijau – Terjadi karena partikel elektron berenergi 3,55x10-19
hingga 4,06x10-19
joule bertumbukkan dengan molekul oksigen yang
memiliki panjang gelombang 490 sampai 560 nanometer.
d. Aurora kuning – Terjadi karena partikel elektron berenergi 3,37x10-19
hingga 3,55x10-19
joule dengan molekul oksigen yang memiliki panjang
gelombang 560 sampai 590 nanometer.
e. Aurora biru – Ketika terjadi tumbukan antara partikel elektron berenergi
4,06x10-19
hingga 4,42x10-19
joule dengan molekul nitrogen yang
memiliki panjang gelombang 450 sampai 490 nanometer.
Warna Aurora muncul akibat adanya tumbukan antara partikel
elektron dari angin Matahari dengan atom atau molekul oksigen dan nitrogen.
Tumbukan tersebut menyebabkan adanya pancaran radiasi oleh atom ketika
elektron mengalami transisi dari orbit energi awalnya ke orbit energi yang
lebih rendah (eksitasi). Frekuensi elektron dari angin Matahari f yang
terpancarkan dalam transisi bersesuaian dengan perubahan energi atom dan
tidak dipengaruhi oleh frekuensi gerak orbit elektronnya. Frekuensi dari
radiasi yang terpancarkan diperoleh dari persamaan kekekalan energi
hfEE fi
Dimana iE adalah energi keadaan awal, fE adalah energi keadaan akhir, dan
fi EE . Energi elektron dari angin Matahari yang datang dapat diserap oleh
atom, hanya jika memiliki energi yang tepat sama dengan perbedaan energi
antara keadaan yang diizinkan untuk atom tersebut dan energi keadaan ketika
elektron dari angin Matahari datang. Energi tersebut berbeda untuk setiap
orbit-orbit elektronnya. Sehingga besar energi juga memiliki tingkat-tingkat
energi seperti model atom hidrogen menurut Bohr, yang diberikan persamaan
(2.10) berikut
(2.9)
31. 23
22
0
2
11
2 if
efi
nnha
ek
hf
EE
Gambar 2.12 menunjukan diagram tingkat-tingkat energi untuk atom
hidrogen.
Gambar 2.12 Diagram tingkat energi untuk atom hidrogen
(Sumber: www.chem-is-try.org)
Selain berdasarkan energi yang terpancar, warna-warna Aurora juga
dapat dijelaskan berdasarkan panjang gelombangnya , diberikan persamaan
(2.11) berikut
f
c
Dengan mensubtitusikan persamaan (2.10) dan (2.11), diperoleh persamaan
hubungan panjang gelombang dengan energi, yang diberikan persamaan
(2.12) berikut
22
0
2
11
2
1
if
e
nnhca
ek
c
f
(2.10)
(2.11)
(2.12)
32. 24
Panjang gelombang tertentu memiliki spektrum warna tertentu. Oleh
sebab itu, warna-warna Aurora dapat diketahui atau diperkirakan berapa
panjang gelombangnya. Gambar 2.13 menunjukkan spektrum warna menurut
panjang gelombangnya.
Gambar 2.13 Spektrum warna menurut panjang gelombang
(Sumber: www.ilmufisika.org)
33. 25
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan Makalah Seminar Fisika ini, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Sabuk Van Allen adalah pita-pita radiasi yang terdiri dari partikel-partikel
bermuatan yang terperangkap dalam medan magnetik bumi. Partikel
bermuatan yang terperangkap oleh medan magnet bumi ini membentuk dua
sabuk radiasi, sabuk sebelah dalam terdiri dari proton dan sabuk sebelah luar
terdiri dari elektron.
2. Angin Matahari merupakan plasma magnetik yang renggang berisi proton dan
elektron yang dilepaskan matahari. Partikel-partikel bermuatan (proton dan
elektron) dari angin Matahari didefleksikan (disimpangkan) oleh medan
magnet bumi dengan sebuah gaya yang tegak lurus dengan medan magnet.
Meskipun partikel-partikel biasanya dibelokkan oleh medan magnet, tetapi
tumbukan-tumbukan akan mengganggu lintasannya dan partikel-partikel
tersebut mungkin terperangkap dalam medan magnetik bumi. Bila hal ini
terjadi maka partikel mulai memilin (bergerak spiral) sekitar garis gaya. Pada
sebuah titik tertentu (titik cermin), pilin menjadi datar (flat) dan selanjutnya
partikel membelit-belit (memutar) ke belakang sepanjang lintasan yang serupa
ke arah belahan lain. Proses yang sama terjadi ketika partikel mendekati kutub
magnetik lain, sehingga partikel memilin maju-mundur dari satu belahan ke
belahan lain. Partikel yang terperangkap tersebut kemudian membentuk sabuk
Van Allen.
3. Partikel dalam Sabuk Van Allen mengalami tumbukan yang mengurangi
energinya, setelah periode harian atau mingguan partikel tersebut tergerak dari
magnetosfer dan jatuh ke atmosfer yang lebih rendah. Partikel tersebut
selanjutnya bertumbukan dengan atom atau molekul gas di udara. Jika energi
yang dimiliki partikel (elektron) tersebut sesuai dengan energi eksitasi maka
34. 26
akan menyebabkan terjadinya eksitasi pada atom/ molekul gas tersebut. Energi
dari kejadian eksitasi menghasilkan pijaran cahaya dengan berbagai warna di
lapisan ionosfer yang kemudian disebut Aurora.
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan penulis dari makalah ini antara lain :
1. Dapat dilakukan kajian lebih mendalam tentang Aurora. Sehingga dapat
dijadikan sebagai referensi untuk judul Seminar Fisika.
2. Untuk menambah wawasan, pembaca disarankan untuk membaca contoh lain
baik berupa jurnal atau buku terkait Sabuk Van Allen.
3. Makalah seminar ini awalnya berjudul Sabuk Van Allen, atas arahan penguji
disarankan diganti dengan judul Sabuk Van Allen sebagai Perisai Bumi.
35. 27
DAFTAR PUSTAKA
Akhadi,M & Sofyan, H. (1999). Medan Magnet Bumi: Pelindung Radiasi bagi
Penduduk Bumi, Buletin ALARA, hlm. 27-32.
Anonim. (2009). Aurora. Diperoleh 18 Desember 2014, dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Aurora
Anonim. (2010). Proses Terjadinya Fenomena Aurora. Diperoleh 17 Desember
2014, dari http://blogging.co.id/proses-terjadinya-fenomena-aurora
Febriani, A. (2011). Pengertian Aurora. Diperoleh 18 Desember 2014, dari
http://aoliafebriani.blogspot.com/2011/05/pengertian-aurora.html
http://www.jps.net/bygrace/index.html
Johannes, H. (1978). Listrik dan Magnet. Jakarta: Balai Pustaka.
Mulyo, Agung. (2004). Pengantar Ilmu Kebumian. Bandung: Pustaka Setia.
Nazli, H. (2012). Proses Terjadinya Aurora. Diperoleh 17 Desember 2014, dari
https://happynazli.wordpress.com/2012/12/31/proses-terjadinya-aurora/
Ross, Hugh. (1998). Big Bang Refined by Fire. Diperoleh 23 Desember 2014, dari
Tipler, P.A. (2001). Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga Jilid Dua. Jakarta:
Erlangga.
Tjasyono, Bayong, HK. (2013). Ilmu Kebumian dan Antariksa: Edisi Revisi. Bandung:
Remaja Rosdakarya.