1. Sejarah Kanonisasi1 Perjanjian Lama
A. Susunan Perjanjian Lama
Di dalam Perjanjian Lama Ibrani terdapat tiga bagian, yaitu
Taurat, Nabi-nabi dan Kitab-kitab. Karena itu orang Yahudi
menyebutnya “TENAK” (T = Thora, N = Nebiim, K =
Ketubim).
THORA
- Beresyit (Kejadian)
- Eleh Syemot (Keluaran)
- Wayyiqra (Imamat)
- Bemidbar (Bilangan)
- Eleh Haddebarim (Ulangan)
NEBIIM
a. Nebiim Risyonim (Nabi-nabi yang Terdahulu)
- Yehosyua (Yosua)
- Syofetim (Hakim-hakim)
- I, II Syemuel (I, II Samuel)
- I, II Melakim (I, II Raja-raja)
1
Kata Yunani Kanon, berasal dari bahasa Semit (bnd, Ibrani: qaneh,
Yehezkiel 40:3). Pada mulanya berarti alat pengukur, kemudian dalam arti
kiasan berarti “peraturan”. Maksud yang terkandung dalam pemakaian istilah
“Kanon Perjanjian Lama” adalah bahwa PL itu ialah wujud lengkap dan utuh
dari kumpulan kitab-kitab yang tak boleh diutak-atik lagi, yaitu kitab yang
diilhamkan oleh Roh Allah. Dan kitab-kitab itu mempunyai wibawa normatif
serta dipakai sebagai patokan bagi iman Kristen (dan Yahudi).
1
3. B. Kanonisasi Perjanjian Lama
Perjanjian Lama adalah suatu pilihan istimewa dari
kesusastraan Ibrani-purba, yang di Israel, setidak-tidaknya di
kalangan pimpinan agama Yahudi, diakui sebagai suatu
kumpulan kitab-kitab suci, jadi sebagai kanonik. Pada
azasnya dalam kanon ini hanya dimuat apa yang
mempunyai wibawa rohani bagi jemaat Yahudi dalam dan
sesudah pembuangan.
Di waktu menentukan Kanon dan kumpulan Perjanjian
Lama, beberapa hal menjadi perhatian:
- yang pertama-tama, dianggap sebagai berwibawa
adalah segala apa yang dapat menunjukkan asalnya
dari Thora / Taurat Imamat dan teks teks juridis (teks-
teks hukum) yang berhubungan dengan itu;
- Kedua, segala apa yang dapat menunjukkan asalnya
daripada penyataan-penyataan kenabian dan kitab
kitab historis, yang telah mengalami pengaruh para
nabi dan pada akhirnya, segala apa yang dapat
menunjukkan asalnya dari ajaran-ajaran kesusilaan-
praktis, kebijaksanaan / hikmat dan dari nyanyian-
nyanyian dan lagi-lagu yang dipergunakan dalam
ibadah.
Pengkanonisasian adalah suatu proses, yang permulaannya
tidak dapat lagi ditentukan, tetapi yang penutupannya terjadi
di Sidang Raya (Synode) Jamnia (± 100 SM), di mana para
rabbi Yahudi memutuskan bahwa juga Kidung Agung, Ester
dan Pengkhotbah haruslah dimuat dalam Kanon.
3
4. Terutama diangkutnya umat Yahudi ke dalam pembuangan
dan dirusakkannya Bait Suci Yerusalem adalah sangat
penting tadinya untuk kumpulan teks-teks kanonik. Dengan
lenyapnya Bait Suci, ibadah dan segala apa yang
berhubungan dengan itu, maka orang menjadi insyaf akan
milik kerohaniannya dan memautkan diri dengan kuat
kepada tradisi rohani, yang orang kumpulkan, bukukan dan
sebarkan. Ezra, seorang ahli kitab suci yang bersal dari
Babel, membacakan Kitab Taurat Musa kepada bangsa itu
di tahun 458 SM (bnd. Nehemia 8:1-13,19), yang dengan
kitab Taurat itu tak dapat tidak dimaksudkan Pentateukh
(kelima kitab Musa).
Karena Ezra datang dari Babylon, maka haruslah diterima
bahwa Thora / Taurat, bagian tertua dari Kanon, disusun
oleh agama Yahudi dalam pembuangan.
Juga kumpulan kedua dari tulisan-tulisan/kitab-kitab kanonik
itu, yakni kitab-kitab para nabi (Nebiim), tak dapat tidak
dimulai dalam pembuangan. Justru kitab-kitab para nabi,
yang telah memberitahukan runtuhnya Yerusalem dan yang
nubuat-nubuatnya kesampaian, tak dapat tidak mempunyai
wibawa yang besar di kalangan orang-orang Yahudi di
pembuangan. Tetapi kumpulan kitab-kitab ini barulah
dibukukan / dikodifikasikan sesudah pembuangan, seperti
Hagai, Zakharia, Maleakhi dan Yoel (± 400 SM) telah
mendapat tempat dalam kumpulan itu. Setidak-tidaknya
Jesus Sirakh (190 SM) mengenal ketiga nabi-nabi besar dan
kedua belas nabi-nabi kecil, dan itu berarti bahwa sebelum
tahun 200 SM, tak dapat tidak sudah selesai kumpulan
kitab-kitab para nabi itu.
4
5. Rentetan ketiga, yaitu tulisan-tulisan/kitab-kitab (ketubim)
pada pokoknya dikumpulkan dalam masa sesudah
pembuangan, walaupun di antaranya terdapat bahan-bahan
dari sebelum pembuangan, seperti yang ada dalam
Mazmur-mazmur dan Amsal. Bagian kanon ini berlangsung
penutupannya di Synode Jamnia (100 SM). Selama proses
pengkanonisasian itu belum selesai seluruhnya, tulisan-
tulisan / kitab- kitab perjanjian lama itu masil selalu takluk
kepada perubahan-perubahan.
Sebenarnya kanon itu sediki-banyaknya masih tetap terbuka
sampai tahun 100 SM. Ini khususnya ternyata dari hal atau
kenyataan bahwa tebalnya terjemahan Yunani Perjanjian
Lama (Septuaginta) adalah lebih besar / lebih tebal daripada
kanon Ibrani, oleh karena dalam terjemahan itu masih juga
dimuat apa yang disebut kitab kitab Apokrif.
Gereja Katolik Roma pada pokoknya mengikuti kanon
Yunani, Gereja-gereja Protestan mengikuti kanon Ibrani.
Itulah sebabnya tebalnya Perjanjian Lama di kalangan orang
Katolik Roma adalah lebih besar daripada di kalangan kaum
Protestan. Yang dimaksudkan oleh orang protestan dengan
tulisan-tulisan / kitab-kitab Apokrif itu adalah tulisan-tulisan /
kitab-kitab yang tergolong kepada Alkitab Yahudi – Yunani,
kitab-kitab ini dalam dunia Protestan tidak dianggap sebagai
kanonik, melainkan sebagai kitab yang “bersifat
membangun” atau devotional.
Walaupun kitab kitab Apokrif ini dalam Gereja Katolik Roma
secara resmi dimuat dalam kanon, namun kitab-kitab itu
dianggap di lingkungan-lingkungan Katolik Roma sebagai
5
6. “Deutro-Kanonika. Sebutan “Apokrif” dipergunakan oleh
Gereja Katolik Roma untuk kitab kitab Pseudo-epigrafis.
C. Kitab-kitab Apokrif
Kitab Apokrif hanya terdapat di dalam beberapa naskah
Perjanjian Lama, Khususnya di dalam PL terjemahan
Yunani. Itu berarti bahwa PL Yunani lebih besar dari PL
ibrani.
Pada umumnya Gereja Katolik Roma mengikuti kanon
Yunani sedangkan Gereja Protestan mengikuti kanon Ibrani.
Jadi kitab-kitab Apokrif adalah kitab-kitab yang tidak diakui
oleh Gereja Protestan sebagai kanonik.
D. Kitab-kitab Pseudoepigraf
Kitab-kitab Pseudoepigraf adalah kitab kitab yang ditulis oleh
penulis-penulis yang memakai nama palsu, misalnya kitab
Henokh, penulis kitab ini memakai nama seoarang yang
saleh yang hidup sebelum Nuh, sedangkan penulis sendiri
hidup pada abad ke II SM.
Pada umumnya kitab kitab ini ditulis dalam bahasa Yunani
dan bahaqsa Aram, tetapi sekarang yang kita miliki dati kitab
kitab ini hanyalah berupa terjemahan terjemahan,
teristimewa terjemahan-terjemahan dalam bahasa Yunani
dan Etiopia.
6
7. E. Bahasa Ibrani
Hampir seluruh Perjanjian Lama aslinya ditulis dalam
bahasa Ibrani. Bahasa ini tergolong kepada yang disebut
bahasa-bahasa Semitis, yang satu sama lain erat
bersaudara. Orang membedakan kelompok bahasa bahasa
Semitis-Timur, yang mencakup bahasa Akkadis dan
kelompok bahasa bahasa Semitis-Barat, yang terbagi lagi
menjadi bahasa-bahasa Semitis Barat-Laut dan bahasa-
bahasa Semitis Barat-Daya.
Kepada bahasa-bahasa Semitis Barat-Daya tergolong
bahasa Arab dan bahasa Etiopia, kepada bahasa-bahasa
Semitis Barat-Laut tergolong bahasa-bahasa Aram dan
bahasa-bahasa Kanaan. Dari bahasa-bahasa itu terkenal
bahasa-bahasa yang berikut: bahasa Ugarit, bahasa
Kanaan-Amarna, bahasa Fenis-Fenesia, bahasa Moab dan
bahasa Ibrani.
Bahasa Ibrani telah berkembang dari bahasa-bahasa
Kanaan itu, yang orang Israel temukan dan ambil-alih di
waktu direbutnya tanah Kanaan. Bahasa Ibrani purba,
bahasa Perjanjian Lama, meluas dan mengembangkan diri
dalam suatu masa yang lamanya seribu tahun lebih: bagian
tertua dalam Perjanjian lama boleh jadi berasal dari abad ke
12 SM.
Sesudah pembuangan, bahasa Ibrani semakin terdesak
sebagai bahasa rakyat: oleh bahasa Aram. Makanya
pengaruh bahasa ini semakin bertambah orang temukan
dalam kitab kitab yang lebih muda di Perjanjian Lama;
7
8. sebagian besa dari kitab Daniel dan kitab Ezra ditulis dalam
bahasa Aram.
Ketika bahasa Ibrani sedikit banyak telah menjadi suatu
bahasa mati, maka dirasa perlu untuk membukukan teks
tulisan-tulisan / kitab-kitab suci itu dan hal itu berlangsung
dalam satu kegiatan / karya yang berabad-abad lamanya
oleh sarjana-sarjana Yahudi yang disebut Masora (=
penurun-alihan / tradisi).
Sekitar tahun 100 SM, ditetapkanlah teks konsonannya saja;
beberapa abad kemudian orang tambakan tanda tanda yang
harus menyatakan ucapan vokal-vokal.
Untuk ini ada terdapat dua system: System Babilonia dan
System Palestina, dan yang terakhir inilah yang dianggap
sebagai pra tingkat bentuk tiberias, yang kepadanya melekat
nama-nama dua keluarga, yakni Ben Aser dan Ben Naftali,
dari Tiberias. Sebagai dasar cetakan ketiga dan seterusnya
Biblia Hebraica oleh R. Kittel ialah teks Ben Aser.
F. Terjemahan-terjemahan Perjanjian Lama
Targum
Terjemahan bebas yang dibuat dalam bahasa Aram,
ketika bahasa Aram menjadi bahasa pergaulan pada abad
ke IV dank e II SM
Septuaginta (LXX)
Septuaginta dalam bahasa Yunani yang dibuat orang-
orang Yahudi yang berada dalam diaspora (perserakan) di
8
9. Aleksandria. Di dalam Septuaginta ini terdapat kitab kitab
yang kanonik dan juga kitab kitab Apokrif. Kitab kitab
kanonik itu diterjemahkan kira-kira antara tahun 250 sampai
150 SM.
Aquila, Symmachus dan Theodotion
Semenjak orang Kristen mulai menggunakan
Septuaginta, orang orang Yahudi mulai membuat
terjemahan-terjemahan baru, sebab mereka tidak mau
menggunakan Septuaginta lagi. Terjemahan-terjemahan
yang baru itu adalah Aquila (kira-kira 130), Symmachus
(kira-kira tahun 200) dan Theodotion (kira-kira tahun 150).
Hexapla
Dibuat oleh Origenes (tahun 185 – 254). Terjemahan
ini terdiri dari enam kolom:
- kolom pertama dengan teks ibrani dalam tulisan
kwadrat,
- kolom kedua dengan teks ibrani dalam huruf Yunani,
- kolom ketiga dengan Aquila,
- kolom keempat dengan Symmachus,
- kolom kelima dengan Septuaginta menurut
perbaikan-perbaikan oleh Origenes sendiri, dan
- kolom keenam dengan Theodition.
Vetus Latina atau Italia
Terjemahan ke dalam bahasa Latin berdasarkan
Septuaginta
9
10. Vulgata
Terjemahan ke dalam bahasa Latin berdasarkan
Perjanjian Lama Ibrani oleh Hieronymus (tahun 390 – 405)
Pesjitta
Terjemahan ke dalam bahasa Syiria kuno dan dipakai
pada akhir abad ke III oleh gereja-gereja di Syiria.
G. Kesimpulan
Sebenarnya Perjanjian Lama tidak mempunyai nama, akan
tetapi orang-orang Yahudi menyebutnya “TENAK” karena
terdiri dari tiga bagian, yaitu: Thora (T), Nebiim (N) dan
Ketubim (K). Di dalam Perjanjian Baru, Perjanjian Lama
biasanya disebut “Thora” atau “Thora – Nabi-nabi – Mazmur”
(sebab Ketubim mulai dengan Mazmur-mazmur). Orang
Kristen menyebutnya “Perjanjian Lama” di samping
Perjanjian Baru. Kitab-kitab yang sekarang terdapat dalam
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru tergolong kepada
kitab-kitab Kanonik, yaitu kitab-kitab yang diakui sebagai
kitab-kitab suci.
Sebenarnya Alkitab, Perjanjian Lama khususnya, bukanlah
merupakan sebuah kitab saja, melainkan sebuah
kepustakaan, karena merupakan kumpulan dari kitab-kitab
yang berasal dari zaman-zaman, penulis-penulis dan
redaktur-redaktur yang berbeda-beda.
Di samping kitab-kitab Kanonik yang terdapat dalam
Perjanjian Lama, ada juga kitab-kitab Apokrif dan kitab-kitab
Pseudoepigraf. Kitab-kitab Apokrif tidak terdapat di dalam
10
11. Perjanjian Lama Ibrani, melainkan di dalam terjemahan
Yunani, yaitu Septuaginta. Di dalam gereja Katolik Roma,
kitab-kitab ini dipandang sebagai kitab-kitab kanonik. Jadi
gereja mengikuti kanon Yunani. Kitab-kitab Pseudoepigraf
tidak diterima di dalam Kanon Katolik Roma, melainkan
dipandang di dalam gereja Katolik sebagai kitab-kitab
Apokrif.
Daftar Pustaka
Dr. J. Blommendaal, Pengantar Kepada Perjanjian
Lama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), hlm. 9-16.
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini: Jilid I (Jakarta:
Yayasan Bina Kasih / OMF), hlm. 510.
11