SlideShare a Scribd company logo
1 of 21
Download to read offline
SALINAN



        PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

                     NOMOR       26    TAHUN     2012

                               TENTANG

     STANDAR REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN
       NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA

                DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang   :    a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9
                    Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
                    Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
                    Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
                    Daerah Kabupaten/Kota, perlu disusun norma,
                    standar, prosedur, dan kriteria;

                 b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (2)
                    Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang
                    Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial;

                 c. bahwa       korban    penyalahgunaan    Narkotika,
                    Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya berhak atas
                    rehabilitasi sosial yang menjadi tanggung jawab
                    pemerintah dan masyarakat sesuai dengan amanat
                    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
                    Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 35 tahun
                    2009 tentang Narkotika;

                 d. bahwa      korban     penyalahgunaan       Narkotika,
                    Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya semakin
                    meningkat    yang berdampak sangat luas terhadap
                    perseorangan, keluarga, dan masyarakat maka perlu
                    penanganan secara terpadu dan profesional;

                 e. bahwa Peraturan Menteri Sosial Nomor 56/HUK/2009
                    tentang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban
                    Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat
                    Adiktif   Lainnya  sudah   tidak   sesuai dengan
                    perkembangan dan kebutuhan masyarakat, maka
                    perlu disempurnakan;
SALINAN



              f.   bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
                   dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
                   menetapkan Peraturan Menteri Sosial tentang
                   Standar Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan
                   Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya;


Mengingat   : 1.   Undang-Undang      Nomor 5 Tahun 1997 tentang
                   Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia
                   Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
                   Republik Indonesia Nomor 3671);

              2.   Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
                   Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia
                   Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
                   Republik Indonesia Nomor 3886);

              3.   Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
                   Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik
                   Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan
                   Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);

              4.   Undang-Undang Nomor     32 Tahun 2004 tentang
                   Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
                   Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
                   Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
                   sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
                   dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
                   (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu 2008
                   Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
                   Indonesia Nomor 4844);

              5.   Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
                   Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik
                   Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan
                   Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);

              6.   Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang
                   Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
                   Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
                   Republik Indonesia Nomor 5062);

              7.   Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang
                   Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
                   Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
                   Republik Indonesia Nomor 5063);


                                 2
SALINAN



8.   Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000
     tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara
     Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 201,
     Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
     Nomor 4021) sebagaimana telah diubah dengan
     Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2001
     (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
     Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik
     Indonesia Nomor 4165);

9.   Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
     Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara
     Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,
     Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
     Nomor 4578);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
    Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
    Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
    Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 41   Tahun 2007 tentang
    Organisasi Perangkat Daerah      (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun        2007 Nomor 89,
    Tambahan Lembaran Negara        Republik Indonesia
    Nomor 4741);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang
    Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
    nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 5211);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang
    Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran
    Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68,
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Nomor 5294);

14. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
    Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara,
    yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan
    Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011;



                  3
SALINAN



                 15. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
                     Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara
                     serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon
                     I Kementerian Negara, yang telah beberapa kali
                     diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92
                     Tahun 2011;

                 16. Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman
                     Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah
                     beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
                     Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2011;

                 17. Peraturan Menteri Sosial Nomor 86/HUK/2010
                     tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
                     Sosial.

                            MEMUTUSKAN :

Menetapkan    : PERATURAN MENTERI SOSIAL TENTANG STANDAR
                REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN
                NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA.

                                 BAB I
                           KETENTUAN UMUM
                                 Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Sosial ini, yang dimaksud dengan:

1. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai
   acuan dalam melakukan suatu program kegiatan.

2. Rehabilitasi Sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan
   untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya
   secara wajar dalam kehidupan masyarakat.

3. Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya
   adalah seseorang yang menggunakan Narkotika, Psikotropika, dan Zat
   Adiktif lainnya tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter.

4. Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya yang
   selanjutnya disebut Penyalahgunaan NAPZA adalah pemakaian
   narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya dengan maksud bukan
   untuk     pengobatan dan/atau penelitian serta digunakan tanpa
   sepengetahuan dan pengawasan dokter.


                                    4
SALINAN



5. Pencegahan penyalahgunaan NAPZA adalah upaya untuk mencegah
   semakin meluasnya penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat
   Adiktif lainnya.

6. Pembinaan lanjut korban penyalahgunaan NAPZA adalah upaya yang
   diarahkan pada korban penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan
   Zat Adiktif lainnya agar mampu menjaga kepulihan, beradaptasi dengan
   lingungan sosial dan mandiri.

7.   Perlindungan sosial korban penyalahgunaan NAPZA adalah semua
     upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani resiko dari
     guncangan dan kerentanan sosial.

8.   Advokasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA adalah menolong klien
     atau sekelompok klien untuk mencapai layanan tertentu ketika mereka
     ditolak suatu lembaga atau sistem pelayanan, dan membantu
     memperluas layanan agar mencakup lebih banyak orang yang
     membutuhkan.

9.   Standar Rehabilitasi Sosial adalah spesifikasi teknis yang dibakukan
     sebagai acuan dalam melakukan proses refungsionalisasi dan
     pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan
     fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.

10. Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkotika,
    Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, adalah lembaga yang
    melaksanakan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA baik
    milik Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

11. Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di
    lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan
    profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang
    diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik
    pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan
    penanganan masalah sosial.

12. Pelaku Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah individu,
    kelompok, lembaga kesejahteraan sosial, dan masyarakat yang terlibat
    dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

13. Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang dididik dan dilatih
    secara profesional untuk melaksanakan tugas pelayanan dan
    penanganan masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik di
    lembaga pemerintah maupun swasta yang ruang lingkup kegiatannya di
    bidang kesejahteraan sosial.



                                    5
SALINAN



14. Pendampingan Sosial adalah kegiatan profesional yang dilakukan oleh
    seseorang baik di luar lembaga maupun di dalam lembaga yang memiliki
    kompetensi dan kepedulian sosial untuk mendampingi korban
    Penyalahgunaan NAPZA.

15. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
    bidang sosial.



                                   Pasal 2

Tujuan Standar Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA yaitu:
a.   menjadi acuan dalam melaksanakan rehabilitasi sosial bagi korban
     Penyalahgunaan NAPZA;
b.   memberikan perlindungan terhadap korban dari kesalahan praktik;
c.   memberikan arah dan pedoman kinerja bagi penyelenggara rehabilitasi
     sosial korban Penyalahgunaan NAPZA; dan
d.   meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan penyelenggara
     rehabilitasi sosial korban Penyalahgunaan NAPZA.



                                   Pasal 3
Sasaran standar rehabilitasi sosial meliputi :

a.   Pemerintah dan pemerintah daerah; dan
b.   lembaga rehabilitasi sosial korban Penyalahgunaan NAPZA.



                                    BAB II
                              RUANG LINGKUP
                               Bagian Kesatu
                                   Umum
                                   Pasal 4

Ruang lingkup Penyelenggaraan Rehabilitasi Sosial korban Penyalahgunaan
NAPZA meliputi :
a. pencegahan;
b. rehabilitasi sosial;
c. pembinaan lanjut (aftercare);dan
d. perlindungan dan advokasi sosial.

                                      6
SALINAN



                                 Pasal 5

(1) Penyelenggaraan Rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diselenggarakan oleh Pemerintah,
    pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan masyarakat.

(2) Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Kementerian
    Sosial.

(3) Pemerintah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu
    Gubernur dan perangkat daerah dalam hal ini instansi sosial provinsi.

(4) Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu
    Bupati, Walikota dan perangkat daerah dalam hal ini instansi sosial
    kabupaten/kota.

(5) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu individu,
    kelompok yang memiliki kepedulian dan komitmen dalam melaksanakan
    rehabilitasi sosial,  dan   lembaga    rehabilitasi sosial korban
    Penyalahgunaan NAPZA.


                                 Pasal 6

Sasaran penyelenggaraan Korban Penyalahgunaan NAPZA meliputi:
a. korban;
b. keluarga; dan
c. masyarakat.


                             Bagian Kedua
                              Pencegahan
                                 Pasal 7

Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a merupakan
upaya-upaya untuk mencegah semakin meluasnya Penyalahgunaan NAPZA.


                                 Pasal 8

(1) Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA meliputi:
    a. primer;
    b. sekunder; dan
    c. tersier.


                                    7
SALINAN



(2) Pencegahan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
    merupakan upaya untuk mencegah seseorang menyalahgunakan NAPZA.

(3) Pencegahan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
    merupakan upaya pencegahan yang dilakukan terhadap pengguna agar
    tidak mengalami ketergantungan terhadap NAPZA.

(4) Pencegahan tersier sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
    merupakan upaya pencegahan terhadap pengguna yang sudah pulih dari
    ketergantungan NAPZA setelah menjalani rehabilitasi sosial agar tidak
    mengalami kekambuhan.



                              Bagian Ketiga
                           Rehabilitasi Sosial
                                 Pasal 9

Rehabilitasi sosial korban Penyalahgunaan NAPZA sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf b bertujuan agar :
a. korban penyalahgunaan NAPZA dapat melaksanakan keberfungsian
   sosialnya yang meliputi kemampuan dalam melaksanakan peran,
   memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah, dan aktualisasi diri;dan

b. terciptanya lingkungan sosial yang mendukung keberhasilan rehabilitasi
   sosial korban Penyalahgunaan NAPZA.


                                Pasal 10

Rehabilitasi Sosial dilaksanakan dalam bentuk :
a. motivasi dan diagnosis psikososial;
b. perawatan dan pengasuhan;
c. pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan;
d. bimbingan mental spiritual;
e. bimbingan fisik;
f. bimbingan sosial dan konseling psikososial;
g. pelayanan aksesibilitas;
h. bantuan dan asistensi sosial;
i. bimbingan resosialisasi;
j. bimbingan lanjut; dan/atau
k. rujukan.




                                    8
SALINAN



                                  Pasal 11

(1) Tahapan Rehabilitasi Sosial dilaksanakan dengan :
    a.   pendekatan awal;
    b.   pengungkapan dan pemahaman masalah;
    c.   penyusunan rencana pemecahan masalah;
    d.   pemecahan masalah;
    e.   resosialisasi;
    f.   terminasi; dan
    g.   pembinaan lanjut

(2) Tahapan Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
    diselenggarakan di dalam dan/atau luar lembaga rehabilitasi sosial.


                                  Pasal 12

(1) Pendekatan awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a
    merupakan rangkaian kegiatan yang mengawali keseluruhan proses
    rehabilitasi sosial, terdiri atas kegiatan sosialisasi dan konsultasi,
    identifikasi, motivasi, seleksi, dan penerimaan.

(2) Kegiatan yang mengawali proses rehabilitasi sosial sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menyampaikan informasi
    kepada masyarakat, instansi terkait, dan organisasi sosial guna
    memperoleh dukungan dan data awal korban penyalahgunaan NAPZA.


                                  Pasal 13

(1) Pengungkapan dan pemahaman masalah sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 11 ayat (1) huruf b merupakan          kegiatan     mengumpulkan,
    menganalisis, dan merumuskan masalah, kebutuhan, potensi dan
    sumber yang meliputi aspek fisik, psikis, sosial, spiritual, dan budaya.

(2) Pengungkapan dan pemahaman masalah sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) hasilnya dibahas dalam pembahasan kasus.

                                  Pasal 14

Penyusunan rencana pemecahan masalah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) huruf c merupakan kegiatan penyusunan rencana
pemecahan masalah berdasarkan hasil pengungkapan dan pemahaman
masalah meliputi penentuan tujuan, sasaran, kegiatan, metoda, strategi dan
teknik, tim pelaksana, waktu pelaksanaan dan indikator keberhasilan.

                                     9
SALINAN



                                  Pasal 15
Pemecahan masalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf d
merupakan pelaksanaan kegiatan dari rencana pemecahan masalah yang
telah disusun.


                                  Pasal 16
Resosialisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf e
merupakan kegiatan menyiapkan lingkungan sosial, lingkungan pendidikan
dan lingkungan kerja.



                                  Pasal 17
(1)   Terminasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf f
      merupakan kegiatan pengakhiran rehabilitasi sosial kepada korban
      Penyalahgunaan NAPZA.

(2)   Terminasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam
      hal :
      a. korban telah selesai mengikuti rehabilitasi sosial;
      b. keinginan korban sendiri tidak melanjutkan rehabilitasi sosial;
      c. korban meninggal dunia; dan
      d. keterbatasan lembaga rehabilitasi sosial sehingga diperlukan sistem
          rujukan.

                                  Pasal 18
Pembinaan lanjut tahapan rehabillitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1) huruf        g merupakan bagian dari penyelenggaraan
rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA.



                              Bagian Keempat
                        Pembinaan Lanjut (After Care)
                                  Pasal 19

(1)   Pembinaan lanjut merupakan upaya yang diarahkan kepada korban
      penyalahgunaan NAPZA yang telah selesai mengkuti proses rehabilitasi
      sosial, baik di dalam maupun di luar lembaga.

(2)   Pembinaan lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar
      korban penyalahgunaan NAPZA mampu:


                                     10
SALINAN



      a. melaksanakan fungsi sosial;
      b. menjaga kepulihan;
      c. mengembangkan kewirausahaan untuk mencapai kemandirian
         ekonomi; dan
      d. menciptakan lingkungan keluarga dan lingkungan sosial secara
         kondusif.

(3)   Pembinaan lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
      pembinaan:
      a. penguatan potensi diri dan pemeliharaan kepulihan terhadap
         korban penyalahgunaan NAPZA;
      b. informasi dan konsultasi terhadap bekas korban penyalahgunaan
         NAPZA;
      c. hasil penjangkauan, pemetaan, dan/atau verifikasi data korban
         penyalahgunaan NAPZA;
      d. kerja dan/atau pendidikan terhadap bekas korban penyalahgunaan
         NAPZA;
      e. rumah usaha seperti Usaha Ekonomi Produktif (UEP) bagi korban
         penyalahgunaan NAPZA;
      f. pendampingan perseorangan dan/atau kelompok terhadap korban
         penyalahgunaan NAPZA; dan
      g. keluarga    dan   lingkungan     masyarakat    sekitar  korban
         penyalahgunaan NAPZA.


                                Pasal 20

(1)   Pembinaan penguatan potensi diri dan pemeliharaan kepulihan
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) huruf a meliputi :
      a. penguatan minat bakat;
      b. penguatan fungsi sosial; dan
      c. penguatan motivasi.

(2)   Pembinaan informasi dan konsultasi sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 19 ayat (3) huruf b meliputi:
      a. pembinaan pemahaman komitmen terhadap informasi;
      b. pembinaan pemahaman komitmen terhadap konsultasi; dan
      c. pembinaan pelaksanaan komitmen terhadap informasi dan
         konsultasi.

(3)   Pembinaan hasil penjangkauan, pemetaan, dan/atau verifikasi
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) huruf c meliputi:
      a. pelaksanaan pemetaan dan/atau verifikasi;
      b. pengelolaan data hasil pemetaan dan/atau verifikasi;
      c. pengembangan data korban penyalahgunaan NAPZA; dan
      d. penggunaan data korban penyalahgunaan NAPZA.


                                   11
SALINAN



(4)   Pembinaan kerja dan/atau pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
      Pasal 19 ayat (3) huruf d meliputi:
      a. pembinaan dan penyaluran ke dunia pendidikan/sekolah;
      b. pembinaan dan penyaluran ke dunia usaha/kerja;

(5)   Pembinaan rumah usaha seperti Usaha Ekonomis Produktif (UEP)
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) huruf e meliputi:
      a. penumbuhan Usaha Ekonomi Produktif (UEP);
      b. pembinaan Usaha Ekonomi Produktif (UEP);
      c. pendampingan Usaha Ekonomi Produktif (UEP); dan
      d. pengembangan Usaha Ekonomi Produktif (UEP).

(6)   Pembinaan    pendampingan    perseorangan     dan/atau     kelompok
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) huruf f meliputi:
      a. pendampingan perseorangan; dan
      b. pendampingan kelompok.

(7)   Pembinaan keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar sebagaimana
      dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) huruf g meliputi:
      a. penguatan keluarga dan/atau lingkungan masyarakat; dan
      b. pembinaan keluarga dan/atau lingkungan masyarakat.


                                 Pasal 21

Ketentuan lebih lanjut mengenai Teknis Tahapan Pelaksanaan Rehabilitasi
Sosial sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 diatur
dengan Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial.



                              Bagian Kelima
                     Perlindungan dan Advokasi Sosial
                                 Pasal 22

Perlindungan dan advokasi sosial merupakan upaya mencegah dan
menangani dampak buruk serta membela korban Penyalahgunaan NAPZA
untuk mendapatkan hak-haknya.


                                 Pasal 23

Perlindungan dan advokasi sosial sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal
4 huruf d, bertujuan :


                                    12
SALINAN



a. tersedianya rehabilitasi sosial korban Penyalahgunaan NAPZA didasarkan
   atas hak asasi manusia;
b. tersedianya kebutuhan rehabilitasi sosial korban Penyalahgunaan NAPZA;
c. tersedianya pendampingan bagi korban penyalahgunaan NAPZA apabila
   menghadapi kasus-kasus tertentu.



                                  BAB III
                         SUMBER DAYA MANUSIA
                              Bagian Kesatu
                        Petugas Rehabilitasi Sosial
                                 Pasal 24

(1) Petugas Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA dilakukan
    oleh Pekerja Sosial Profesional, Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan pelaku
    penyelenggaraan kesejahteraan sosial;

(2) Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dapat berperan sebagai manajer kasus, konselor
    adiksi, pendamping sosial, dan advokasi sosial sesuai dengan
    kompetensi yang dimilikinya

(3) Pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) berperan membantu penyelenggaaraan rehabilitasi sosial
    sesuai dengan keahlian/ilmunya masing-masing di dalam dan/atau di
    luar lembaga.


                                  Pasal 25

(1) Peranan manajer kasus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2)
    meliputi    kegiatan    identifikasi kebutuhan,    merencanakan,
    mengoordinasikan, memantau, mengevaluasi dan melakukan advokasi
    sosial untuk berbagai jenis pelayanan bagi korban Penyalahgunaan
    NAPZA dan keluarganya;

(2) Peranan konselor adiksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2)
    meliputi kegiatan memberikan pemahaman, mendorong ke arah
    perubahan, dan memfasilitasi penentuan alternatif pemecahan masalah
    korban Penyalagunaan NAPZA baik secara individu maupun kelompok;




                                     13
SALINAN



(3) Peranan pendamping sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
    (2) meliputi kegiatan menjalin relasi, memperkuat dukungan,
    mendayagunakan potensi dan sumber pelayanan serta meningkatkan
    akses dalam rangka memecahkan masalah korban penyalagunaan
    NAPZA.

(4) Peranan advokat sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2)
    meliputi kegiatan mengupayakan perlindungan dan memperjuangkan
    hak-hak korban Penyalahgunaan NAPZA.


                               Bagian Kedua
                            Pendampingan Sosial
                                  Pasal 26

(1)   Pendampingan sosial dilakukan dalam rangka meningkatkan efektivitas
      penyelenggaran   pelayanan    dan    rehabilitasi sosial   korban
      penyalahgunaan NAPZA.

(2)   Pendampingan sosial dilaksanakan di dalam dan/atau di luar lembaga.

(3) Pendampingan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
    dalam kegiatan rehabilitasi sosial, pembinaan lanjut, perlindungan dan
    advokasi sosial.


                                  Pasal 27

Pendampingan sosial dapat dilakukan oleh Pekerja Sosial Profesional, Tenaga
Kesejahteraan Sosial, dan Pelaku Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial
yang terlatih.


                                  Pasal 28

(1)   Pendampingan sosial dilakukan melalui kegiatan :
      a. membangun kepercayaan korban penyalahgunaan NAPZA;
      b. memahami permasalahan korban Penyalahgunaan NAPZA;
      c. meningkatkan pemahaman korban tentang bahaya Penyalahgunaan
         NAPZA;
      d. menemukan berbagai alternatif pemecahan masalah bagi korban;
         dan
      e. melakukan perubahan perilaku korban penyalahgunaan NAPZA.



                                     14
SALINAN



(2)   Pendampingan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan
      agar korban :
      a. mampu meningkatkan kepercayaan diri;
      b. mampu mandiri; dan
      c. menjaga kepulihan agar tidak kambuh atau relapse.



                                    BAB IV
                             PERAN MASYARAKAT
                                   Pasal 29

(1)   Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
      berperan    dalam    penyelenggaraan rehabilitasi sosial Korban
      Penyalahgunaan NAPZA.

(2)   Peran masyarakat      sebagaimana    dimaksud   pada   ayat   (1)   dapat
      dilakukan oleh:
      a.   perseorangan;
      b.   keluarga ;
      c.   organisasi keagamaan;
      d.   organisasi sosial kemasyarakatan;
      e.   lembaga swadaya masyarakat;
      f.   organisasi profesi;
      g.   badan usaha;
      h.   lembaga kesejahteraan sosial; dan/atau
      i.   lembaga kesejahteraan sosial asing.


                                   Pasal 30

(1)   Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dapat
      berbentuk pemikiran, tenaga, sarana, dan dana.

(2)   Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain
      melalui kegiatan :
      a. membuat forum komunikasi;
      b. melakukan penelitian;
      c. membentuk lembaga rehabilitasi;
      d. mengadakan seminar dan diskusi;
      e. memberikan saran dan pertimbangan dalam program rehsos
         penyalahgunaan NAPZA;
      f. menyediakan sumber daya manusia pelaksana rehablitasi sosial
         Korban Penyalahgunaan NAPZA;


                                      15
SALINAN



      g. melaporkan   penyalahgunaan    NAPZA   kepada   pihak    yang
         berwenang;dan/atau
      h. memberikan pelayanan kepada Korban Penyalahgunaan NAPZA.



                                  BAB V
                              KEWENANGAN
                              Bagian Kesatu
                                Pemerintah
                                 Pasal 31

(1)   Menteri mempunyai kewenangan :
      a. merumuskan dan menetapkan kebijakan dan program dalam
         penerapan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA;
      b. melaksanakan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA
         melalui Unit Pelaksana Teknis dengan lembaga-lembaga sesuai
         dengan standar lembaga;
      c. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria penyelenggaraan
         rehabilitasi sosial bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA yang
         diselenggarakan     oleh   lembaga    rehabilitasi sosial  Korban
         Penyalahgunaan NAPZA;
      d. melakukan pendataan secara nasional terhadap penyelenggaraan
         rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA secara nasional;
         dan
      e. meningkatkan pelayanan rehabilitasi sosial;

(2)   Kewenangan Pemerintah sebagaimana        dimaksud   pada   ayat   (1)
      dilaksanakan oleh Menteri.


                               Bagian Kedua
                                 Provinsi
                                 Pasal 32

Gubernur memiliki kewenangan :
a.    berkoordinasi  pelaksanaan    kebijakan,  program,   dan  kegiatan
      penyelenggaraan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA
      antar-Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan antarkabupaten/kota
      di wilayahnya;



                                    16
SALINAN



b.   bekerja sama dengan Provinsi lain dan kabupaten/kota di Provinsi lain,
     serta fasilitasi kerja sama antarKabupaten/kota di wilayahnya dalam
     pelaksanaan peraturan perundang-undangan;
c.   melakukan penguatan kapasitas kelembagaan termasuk peningkatan
     sumber daya manusia untuk pelaksanaan rehabilitasi sosial Korban
     Penyalahgunaan NAPZA;
d.   melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan
     rehabiltasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA kabupaten/kota;
e.   memfasilitasi     pelaksanaan    kebijakan,  program,  dan    kegiatan
     pelaksanaan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA;
f.   menghimpun, pemetaan dan verifikasi pendataan penyelenggaraan
     rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA lingkup provinsi; dan
g.   menyediakan pelayanan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan
     NAPZA.


                               Bagian Ketiga
                              Kabupaten/Kota
                                  Pasal 33

Bupati/walikota memiliki kewenangan :

a.   berkoordinasi   pelaksanaan      kebijakan,  program,  dan   kegiatan
     penyelenggaraan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA di
     wilayah kabupaten/kota;
b.   bekerja sama dengan Kabupaten/Kota dalam satu provinsi dan
     kerjasama antarkabupaten/kota di provinsi lainnya dalam pelaksanaan
     kebijakan program kegiatan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan
     NAPZA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.   melakukan penguatan kapasitas kelembagaan termasuk peningkatan
     sumber daya manusia untuk pelaksanaan rehabilitasi sosial Korban
     Penyalahgunaan NAPZA;
d.   memfasilitasi  pelaksanaan       kebijakan,  program,  dan   kegiatan
     pelaksanaan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA;
e.   melaksanakan pendataan penyelenggaraan rehabilitasi sosial Korban
     Penyalahgunaan NAPZA; dan
f.   menyediakan pelayanan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan
     NAPZA;




                                     17
SALINAN



                                  BAB VI
                      PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
                                 Pasal 34


(1)   Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan
      kebijakan, program, dan kegiatan Rehabilitasi Sosial Korban
      Penyalahgunaan NAPZA kepada pemerintah provinsi.

(2)   Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan
      kebijakan, program, dan kegiatan Rehabilitasi Sosial Korban
      Penyalahgunaan NAPZA kepada pemerintah kabupaten/kota.

(3)   Walikota/Bupati melakukan pembinaan dan pengawasan atas
      pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan Rehabilitasi Sosial
      Korban Penyalahgunaan NAPZA oleh lembaga rehabilitasi sosial Korban
      Penyalahgunaan NAPZA.



                                  BAB VII
                       PEMANTAUAN DAN EVALUASI
                               Bagian Kesatu
                               Pemantauan
                                 Pasal 35

(1) Untuk menjamin sinergi, kesinambungan, dan efektivitas langkah-
    langkah secara terpadu dalam pelaksanaan kebijakan, program, dan
    kegiatan pengembangan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan
    NAPZA,    pemerintah,   pemerintah   provinsi,  dan   pemerintah
    kabupaten/kota melakukan pemantauan.

(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mengetahui
    perkembangan dan hambatan dalam pelaksanaan kebijakan, program,
    dan kegiatan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA.

(3) Pemantauan dilakukan secara berkala melalui koordinasi dan
    pemantauan langsung terhadap satuan kerja perangkat daerah yang
    melaksanakan kebijakan, program dan kegiatan rehabilitasi sosial
    Korban Penyalahgunaan NAPZA.




                                    18
SALINAN



                                  Pasal 36
Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 bertujuan untuk
mengetahui:
a.   kegiatan yang dilaksanakan;
b.   permasalahan yang timbul dalam proses kegiatan;
c.   metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan kegiatan;
d.   perubahan perilaku klien; dan
e.   peningkatan kualitas hidup.


                               Bagian Kedua
                                  Evaluasi
                                  Pasal 37

(1) Evaluasi pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan rehabilitasi
    sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA dilakukan         oleh Menteri,
    Gubernur, dan Bupati/ Walikota sesuai dengan kewenangannya.

(2) Hasil evaluasi kebijakan, program dan kegiatan rehabilitasi sosial
    Korban Penyalahgunaan NAPZA digunakan sebagai bahan masukan bagi
    penyusun kebijakan, program dan kegiatan rehabilitasi sosial Korban
    Penyalahgunaan NAPZA untuk tahun berikutnya.



                               Bagian Ketiga
                                 Supervisi
                                  Pasal 38

(1) Supervisi terhadap pelaksanaan kegiatan rehabilitasi sosial Korban
    Penyalahgunaan NAPZA oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan
    pemerintah kabupaten/kota dilakukan oleh :
    a. Pemerintah oleh Menteri;
    b. Pemerintah provinsi oleh Gubernur;dan
    c. Pemerintah kabupaten/kota oleh Bupati/Walikota.

(2) Masyarakat memiliki kesempatan untuk melakukan supervisi terhadap
    kinerja lembaga rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA.




                                     19
SALINAN



                                BAB VIII
                              PELAPORAN
                                Pasal 39

(1) Bupati/Walikota berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan
    kebijakan, program, dan kegiatan penyelenggaraan rehabilitasi sosial
    korban Penyalahgunaan NAPZA yang diselenggarakan oleh lembaga
    rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA di daerahnya kepada
    gubernur.

(2) Gubernur berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan kebijakan,
    program, dan kegiatan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan
    NAPZA di daerahnya kepada Menteri Sosial dan Menteri Dalam Negeri.

(3) Setiap lembaga rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA wajib
    membuat laporan tertulis pelaksanaan kegiatan setiap akhir tahun
    mengenai penyelenggaraan kegiatan rehabilitasi sosial Korban
    Penyalahgunaan NAPZA kepada instansi sosial setempat.

(4) Pelaporan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
    (3) dilakukan setiap tahun.

(5) Bentuk dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
    dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


                                BAB IX
                             PENDANAAN
                                Pasal 40

(1) Sumber pendanaan untuk pelaksanaan rehabilitasi sosial korban
    penyalahgunaan NAPZA meliputi :
    a. Anggaran Pendapatan Belanja Negara;
    b. anggaran pendapatan belanja daerah provinsi;
    c. anggaran pendapatan belanja daerah kabupaten/kota;
    d. sumbangan masyarakat; dan/atau
    e. sumber pendanaan yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
        perundang-undangan.

(2) Penyediaan dana bagi pelaksanaan kegiatan penerapan rehabilitasi
    sosial korban Penyalahgunaan NAPZA sebagaimana dimaksud pada ayat
    (1) dialokasikan oleh Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan
    pemerintahan daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya
    dan peraturan perundang-undangan.

                                   20
SALINAN



                                   BAB X
                          KETENTUAN PENUTUP
                                  Pasal 41
Dengan ditetapkannya peraturan ini, Peraturan Menteri Sosial Nomor
56/HUK/2009 tentang Pelayanan dan          Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.

                                  Pasal 42

Peraturan ini dibuat sebagai norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
mengatur mengenai Standar Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya yang menjadi acuan bagi
pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota.

                                  Pasal 43

Peraturan Menteri Sosial ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri Sosial ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.

                                           Ditetapkan di Jakarta
                                           pada tanggal 29 November 2012
                                           MENTERI SOSIAL
                                           REPUBLIK INDONESIA

                                                 ttd.

                                           SALIM SEGAF AL JUFRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Desember 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

        ttd.

AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 1218




                                     21

More Related Content

What's hot

Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015
Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015
Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015yusnizainal7
 
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang NarkotikaUU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang NarkotikaINDOGANJA
 
UU No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika
UU No. 22 Tahun 1997 Tentang NarkotikaUU No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika
UU No. 22 Tahun 1997 Tentang NarkotikaINDOGANJA
 
Paparan menkes.ok
Paparan menkes.okPaparan menkes.ok
Paparan menkes.okditkeswa
 
Peranan kementerian kesehatan dalam kebijakan nasional rehabilitasi penyalahguna
Peranan kementerian kesehatan dalam kebijakan nasional rehabilitasi penyalahgunaPeranan kementerian kesehatan dalam kebijakan nasional rehabilitasi penyalahguna
Peranan kementerian kesehatan dalam kebijakan nasional rehabilitasi penyalahgunaHerrupribadi77
 
Permensos no. 26 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 26 tahun 2012 idn journalPermensos no. 26 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 26 tahun 2012 idn journalIdnJournal
 
Uu no.35 tahun 2009 narkotika
Uu no.35 tahun 2009 narkotikaUu no.35 tahun 2009 narkotika
Uu no.35 tahun 2009 narkotikahusnul khotimah
 
Permenkes Nomor 49 tahun 2013 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat...
Permenkes Nomor 49 tahun 2013 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat...Permenkes Nomor 49 tahun 2013 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat...
Permenkes Nomor 49 tahun 2013 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat...Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
 
Pergub No 80 Tahun 2020
Pergub No 80 Tahun 2020Pergub No 80 Tahun 2020
Pergub No 80 Tahun 2020CIkumparan
 
Perbup PSBB Kabupaten Tangerang
Perbup PSBB Kabupaten TangerangPerbup PSBB Kabupaten Tangerang
Perbup PSBB Kabupaten TangerangAgaton Kenshanahan
 
Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011
Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011 Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011
Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011 M Ungang
 
Kepmenkes no-129-tahun-2008-standar-pelayanan-minimal-rs
Kepmenkes no-129-tahun-2008-standar-pelayanan-minimal-rsKepmenkes no-129-tahun-2008-standar-pelayanan-minimal-rs
Kepmenkes no-129-tahun-2008-standar-pelayanan-minimal-rsWira Kusuma
 
Kmk no. 364 ttg pedoman penanggulangan tuberkolosis (tb)
Kmk no. 364 ttg pedoman penanggulangan tuberkolosis (tb)Kmk no. 364 ttg pedoman penanggulangan tuberkolosis (tb)
Kmk no. 364 ttg pedoman penanggulangan tuberkolosis (tb)Sabrina Imania
 
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG TARIF PELAYAN...
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG TARIF PELAYAN...PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG TARIF PELAYAN...
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG TARIF PELAYAN...iniPurwokerto
 

What's hot (19)

Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015
Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015
Peraturan kepala bnn no. 4 tahun 2015
 
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang NarkotikaUU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
 
UU No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika
UU No. 22 Tahun 1997 Tentang NarkotikaUU No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika
UU No. 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika
 
Paparan menkes.ok
Paparan menkes.okPaparan menkes.ok
Paparan menkes.ok
 
Peranan kementerian kesehatan dalam kebijakan nasional rehabilitasi penyalahguna
Peranan kementerian kesehatan dalam kebijakan nasional rehabilitasi penyalahgunaPeranan kementerian kesehatan dalam kebijakan nasional rehabilitasi penyalahguna
Peranan kementerian kesehatan dalam kebijakan nasional rehabilitasi penyalahguna
 
UU RI Nomor 35 Tahun 2009 ttg Narkotika
UU RI Nomor 35 Tahun 2009 ttg NarkotikaUU RI Nomor 35 Tahun 2009 ttg Narkotika
UU RI Nomor 35 Tahun 2009 ttg Narkotika
 
Permensos no. 26 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 26 tahun 2012 idn journalPermensos no. 26 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 26 tahun 2012 idn journal
 
Uu no.35 tahun 2009 narkotika
Uu no.35 tahun 2009 narkotikaUu no.35 tahun 2009 narkotika
Uu no.35 tahun 2009 narkotika
 
BNN
BNNBNN
BNN
 
Permenkes Nomor 49 tahun 2013 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat...
Permenkes Nomor 49 tahun 2013 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat...Permenkes Nomor 49 tahun 2013 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat...
Permenkes Nomor 49 tahun 2013 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat...
 
Peranan Kementerian Kesehatan RI dalam Kebijakan Nasional Rehabilitasi Penyal...
Peranan Kementerian Kesehatan RI dalam Kebijakan Nasional Rehabilitasi Penyal...Peranan Kementerian Kesehatan RI dalam Kebijakan Nasional Rehabilitasi Penyal...
Peranan Kementerian Kesehatan RI dalam Kebijakan Nasional Rehabilitasi Penyal...
 
Permenkes No.2415 Thn.2011
Permenkes No.2415 Thn.2011Permenkes No.2415 Thn.2011
Permenkes No.2415 Thn.2011
 
Undang undang narkotika 2009 AKPER MUNA
Undang undang narkotika 2009 AKPER MUNA Undang undang narkotika 2009 AKPER MUNA
Undang undang narkotika 2009 AKPER MUNA
 
Pergub No 80 Tahun 2020
Pergub No 80 Tahun 2020Pergub No 80 Tahun 2020
Pergub No 80 Tahun 2020
 
Perbup PSBB Kabupaten Tangerang
Perbup PSBB Kabupaten TangerangPerbup PSBB Kabupaten Tangerang
Perbup PSBB Kabupaten Tangerang
 
Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011
Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011 Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011
Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011
 
Kepmenkes no-129-tahun-2008-standar-pelayanan-minimal-rs
Kepmenkes no-129-tahun-2008-standar-pelayanan-minimal-rsKepmenkes no-129-tahun-2008-standar-pelayanan-minimal-rs
Kepmenkes no-129-tahun-2008-standar-pelayanan-minimal-rs
 
Kmk no. 364 ttg pedoman penanggulangan tuberkolosis (tb)
Kmk no. 364 ttg pedoman penanggulangan tuberkolosis (tb)Kmk no. 364 ttg pedoman penanggulangan tuberkolosis (tb)
Kmk no. 364 ttg pedoman penanggulangan tuberkolosis (tb)
 
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG TARIF PELAYAN...
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG TARIF PELAYAN...PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG TARIF PELAYAN...
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG TARIF PELAYAN...
 

Viewers also liked

Permensos no. 02 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 02 tahun 2012 idn journalPermensos no. 02 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 02 tahun 2012 idn journalIdnJournal
 
Permensos no. 08 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 08 tahun 2012 idn journalPermensos no. 08 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 08 tahun 2012 idn journalIdnJournal
 
SEMA No 03 Tahun 2011
SEMA No 03 Tahun 2011SEMA No 03 Tahun 2011
SEMA No 03 Tahun 2011INDOGANJA
 
SOP Polri No.23 ttg petunjuk teknis- Narkotika dan HIV
SOP Polri No.23 ttg petunjuk teknis- Narkotika dan HIVSOP Polri No.23 ttg petunjuk teknis- Narkotika dan HIV
SOP Polri No.23 ttg petunjuk teknis- Narkotika dan HIVgonzilla
 
Permensos no. 29 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 29 tahun 2012 idn journalPermensos no. 29 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 29 tahun 2012 idn journalIdnJournal
 
Peraturan Menteri No 16 tahun 2013
Peraturan Menteri No 16 tahun 2013Peraturan Menteri No 16 tahun 2013
Peraturan Menteri No 16 tahun 2013jeeroloo
 
Mi 1 masalah narkotika global dan kebijakan revisi 2015 -direktur
Mi   1 masalah narkotika global  dan kebijakan revisi  2015   -direkturMi   1 masalah narkotika global  dan kebijakan revisi  2015   -direktur
Mi 1 masalah narkotika global dan kebijakan revisi 2015 -direkturYunita Indrani
 
Pemberdayaan Masyarakat Mengatasi Bahaya narkoba (P4GN)
Pemberdayaan Masyarakat Mengatasi Bahaya narkoba (P4GN) Pemberdayaan Masyarakat Mengatasi Bahaya narkoba (P4GN)
Pemberdayaan Masyarakat Mengatasi Bahaya narkoba (P4GN) Novy Khayra
 
Program penerapan kebijakan P4GN smp bina insan mandiri
Program penerapan kebijakan P4GN smp bina insan mandiriProgram penerapan kebijakan P4GN smp bina insan mandiri
Program penerapan kebijakan P4GN smp bina insan mandiriWijaya Kurnia
 
MATERI LAYANAN INFORMASI TENTANG NARKOBA
MATERI LAYANAN INFORMASI TENTANG NARKOBAMATERI LAYANAN INFORMASI TENTANG NARKOBA
MATERI LAYANAN INFORMASI TENTANG NARKOBAnanikuswiyanti
 
Kepmensos no. 50 tahun 2013
Kepmensos no. 50 tahun 2013Kepmensos no. 50 tahun 2013
Kepmensos no. 50 tahun 2013IdnJournal
 
20160602105914 peraturan menteri_ke
20160602105914 peraturan menteri_ke20160602105914 peraturan menteri_ke
20160602105914 peraturan menteri_keAndi Ditha J
 
Matriks pembagian urusan pemerintahan kab/kota menurut UU 23 Th 2014
Matriks pembagian urusan pemerintahan kab/kota menurut UU 23 Th 2014Matriks pembagian urusan pemerintahan kab/kota menurut UU 23 Th 2014
Matriks pembagian urusan pemerintahan kab/kota menurut UU 23 Th 2014Kiswoyo Sukirno
 
Dwitagama for BNN RI Kampanye P4GN via sosmed
Dwitagama for BNN RI Kampanye P4GN via sosmedDwitagama for BNN RI Kampanye P4GN via sosmed
Dwitagama for BNN RI Kampanye P4GN via sosmedDedi Dwitagama
 

Viewers also liked (20)

Permenkes no.2415 thn.2011 ttg rehabilitasi medis pecandu, penyalahguna, dan ...
Permenkes no.2415 thn.2011 ttg rehabilitasi medis pecandu, penyalahguna, dan ...Permenkes no.2415 thn.2011 ttg rehabilitasi medis pecandu, penyalahguna, dan ...
Permenkes no.2415 thn.2011 ttg rehabilitasi medis pecandu, penyalahguna, dan ...
 
Permendagri no.21 thn.2013 ttg fasilitasi pencegahan penyalahgunaan narkotika
Permendagri no.21 thn.2013 ttg fasilitasi pencegahan penyalahgunaan narkotikaPermendagri no.21 thn.2013 ttg fasilitasi pencegahan penyalahgunaan narkotika
Permendagri no.21 thn.2013 ttg fasilitasi pencegahan penyalahgunaan narkotika
 
KMK No.1305 Thn.2011 ttg Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)
KMK No.1305 Thn.2011 ttg Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)KMK No.1305 Thn.2011 ttg Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)
KMK No.1305 Thn.2011 ttg Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)
 
Permensos no. 02 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 02 tahun 2012 idn journalPermensos no. 02 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 02 tahun 2012 idn journal
 
Surat edaran
Surat edaranSurat edaran
Surat edaran
 
Permensos no. 08 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 08 tahun 2012 idn journalPermensos no. 08 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 08 tahun 2012 idn journal
 
SEMA No 03 Tahun 2011
SEMA No 03 Tahun 2011SEMA No 03 Tahun 2011
SEMA No 03 Tahun 2011
 
SOP Polri No.23 ttg petunjuk teknis- Narkotika dan HIV
SOP Polri No.23 ttg petunjuk teknis- Narkotika dan HIVSOP Polri No.23 ttg petunjuk teknis- Narkotika dan HIV
SOP Polri No.23 ttg petunjuk teknis- Narkotika dan HIV
 
Permensos no. 29 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 29 tahun 2012 idn journalPermensos no. 29 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 29 tahun 2012 idn journal
 
Peraturan Menteri No 16 tahun 2013
Peraturan Menteri No 16 tahun 2013Peraturan Menteri No 16 tahun 2013
Peraturan Menteri No 16 tahun 2013
 
Mi 1 masalah narkotika global dan kebijakan revisi 2015 -direktur
Mi   1 masalah narkotika global  dan kebijakan revisi  2015   -direkturMi   1 masalah narkotika global  dan kebijakan revisi  2015   -direktur
Mi 1 masalah narkotika global dan kebijakan revisi 2015 -direktur
 
Pemberdayaan Masyarakat Mengatasi Bahaya narkoba (P4GN)
Pemberdayaan Masyarakat Mengatasi Bahaya narkoba (P4GN) Pemberdayaan Masyarakat Mengatasi Bahaya narkoba (P4GN)
Pemberdayaan Masyarakat Mengatasi Bahaya narkoba (P4GN)
 
Surat Edaran Mahkamah Agung No.4 Thn.2010
Surat Edaran Mahkamah Agung No.4 Thn.2010Surat Edaran Mahkamah Agung No.4 Thn.2010
Surat Edaran Mahkamah Agung No.4 Thn.2010
 
Program penerapan kebijakan P4GN smp bina insan mandiri
Program penerapan kebijakan P4GN smp bina insan mandiriProgram penerapan kebijakan P4GN smp bina insan mandiri
Program penerapan kebijakan P4GN smp bina insan mandiri
 
MATERI LAYANAN INFORMASI TENTANG NARKOBA
MATERI LAYANAN INFORMASI TENTANG NARKOBAMATERI LAYANAN INFORMASI TENTANG NARKOBA
MATERI LAYANAN INFORMASI TENTANG NARKOBA
 
Kepmensos no. 50 tahun 2013
Kepmensos no. 50 tahun 2013Kepmensos no. 50 tahun 2013
Kepmensos no. 50 tahun 2013
 
P4gn pelajar
P4gn pelajarP4gn pelajar
P4gn pelajar
 
20160602105914 peraturan menteri_ke
20160602105914 peraturan menteri_ke20160602105914 peraturan menteri_ke
20160602105914 peraturan menteri_ke
 
Matriks pembagian urusan pemerintahan kab/kota menurut UU 23 Th 2014
Matriks pembagian urusan pemerintahan kab/kota menurut UU 23 Th 2014Matriks pembagian urusan pemerintahan kab/kota menurut UU 23 Th 2014
Matriks pembagian urusan pemerintahan kab/kota menurut UU 23 Th 2014
 
Dwitagama for BNN RI Kampanye P4GN via sosmed
Dwitagama for BNN RI Kampanye P4GN via sosmedDwitagama for BNN RI Kampanye P4GN via sosmed
Dwitagama for BNN RI Kampanye P4GN via sosmed
 

Similar to STANDAR REHABILITASI NAPZA

Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011 new
Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011 newPedoman pelaksanaan jamkesmas 2011 new
Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011 newUays Hasyim Full
 
Permensos no. 20 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 20 tahun 2012 idn journalPermensos no. 20 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 20 tahun 2012 idn journalIdnJournal
 
Permensos no. 25 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 25 tahun 2012 idn journalPermensos no. 25 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 25 tahun 2012 idn journalIdnJournal
 
Pmk no. 03_th_2010_ttg_saintifikasi_jamu_dalam_penelitian_berbasis
Pmk no. 03_th_2010_ttg_saintifikasi_jamu_dalam_penelitian_berbasisPmk no. 03_th_2010_ttg_saintifikasi_jamu_dalam_penelitian_berbasis
Pmk no. 03_th_2010_ttg_saintifikasi_jamu_dalam_penelitian_berbasisKusuma Wijayanti
 
permenpan no 45 tahun 2018.pdf
permenpan no 45 tahun 2018.pdfpermenpan no 45 tahun 2018.pdf
permenpan no 45 tahun 2018.pdfsanianasution
 
Kepmensos no. 147 tahun 2013
Kepmensos no. 147 tahun 2013Kepmensos no. 147 tahun 2013
Kepmensos no. 147 tahun 2013IdnJournal
 
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotikaPermenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotikaAdriyal Sutrinanda
 
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotikaPermenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotikaUlfah Hanum
 
Permensos no. 19 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 19 tahun 2012 idn journalPermensos no. 19 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 19 tahun 2012 idn journalIdnJournal
 
Pmk no. 147 ttg perizinan rumah sakit
Pmk no. 147 ttg perizinan rumah sakitPmk no. 147 ttg perizinan rumah sakit
Pmk no. 147 ttg perizinan rumah sakitBudiasa Gede
 
PERATURAN DESA WONOYOSO TENTANG KAWAWASAN TANPA ROKOK DESA WONOYOSO
PERATURAN DESA WONOYOSO TENTANG KAWAWASAN TANPA  ROKOK  DESA WONOYOSOPERATURAN DESA WONOYOSO TENTANG KAWAWASAN TANPA  ROKOK  DESA WONOYOSO
PERATURAN DESA WONOYOSO TENTANG KAWAWASAN TANPA ROKOK DESA WONOYOSOPemdes Wonoyoso
 
PERDES KAWASAN TANPA ROKOK DESA WONOYOSO
PERDES KAWASAN TANPA ROKOK DESA WONOYOSOPERDES KAWASAN TANPA ROKOK DESA WONOYOSO
PERDES KAWASAN TANPA ROKOK DESA WONOYOSOPemdes Wonoyoso
 
Keputusan Menteri kesehatan Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasi...
Keputusan Menteri kesehatan Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasi...Keputusan Menteri kesehatan Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasi...
Keputusan Menteri kesehatan Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasi...Oswar Mungkasa
 
Permensos no 07 tahun 2013 idn journal
Permensos no 07 tahun 2013 idn journalPermensos no 07 tahun 2013 idn journal
Permensos no 07 tahun 2013 idn journalIdnJournal
 
Kepmensos no. 15 tahun 2010
Kepmensos no. 15 tahun 2010Kepmensos no. 15 tahun 2010
Kepmensos no. 15 tahun 2010IdnJournal
 
Analisis perbuatan pemerintah
Analisis perbuatan pemerintahAnalisis perbuatan pemerintah
Analisis perbuatan pemerintahLisa SYP
 

Similar to STANDAR REHABILITASI NAPZA (20)

Permenkes No.40 Thn.2012 ttg Pedoman Pelaksanaan Program Jamkesmas
Permenkes No.40 Thn.2012 ttg Pedoman Pelaksanaan Program JamkesmasPermenkes No.40 Thn.2012 ttg Pedoman Pelaksanaan Program Jamkesmas
Permenkes No.40 Thn.2012 ttg Pedoman Pelaksanaan Program Jamkesmas
 
Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011 new
Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011 newPedoman pelaksanaan jamkesmas 2011 new
Pedoman pelaksanaan jamkesmas 2011 new
 
Permensos no. 20 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 20 tahun 2012 idn journalPermensos no. 20 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 20 tahun 2012 idn journal
 
Permensos no. 25 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 25 tahun 2012 idn journalPermensos no. 25 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 25 tahun 2012 idn journal
 
Uu 05 1997
Uu 05 1997Uu 05 1997
Uu 05 1997
 
Pmk no. 03_th_2010_ttg_saintifikasi_jamu_dalam_penelitian_berbasis
Pmk no. 03_th_2010_ttg_saintifikasi_jamu_dalam_penelitian_berbasisPmk no. 03_th_2010_ttg_saintifikasi_jamu_dalam_penelitian_berbasis
Pmk no. 03_th_2010_ttg_saintifikasi_jamu_dalam_penelitian_berbasis
 
permenpan no 45 tahun 2018.pdf
permenpan no 45 tahun 2018.pdfpermenpan no 45 tahun 2018.pdf
permenpan no 45 tahun 2018.pdf
 
Kepmensos no. 147 tahun 2013
Kepmensos no. 147 tahun 2013Kepmensos no. 147 tahun 2013
Kepmensos no. 147 tahun 2013
 
uu narkotika.pdf
uu narkotika.pdfuu narkotika.pdf
uu narkotika.pdf
 
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotikaPermenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
 
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotikaPermenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika
 
Permensos no. 19 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 19 tahun 2012 idn journalPermensos no. 19 tahun 2012 idn journal
Permensos no. 19 tahun 2012 idn journal
 
Pmk no. 147 ttg perizinan rumah sakit
Pmk no. 147 ttg perizinan rumah sakitPmk no. 147 ttg perizinan rumah sakit
Pmk no. 147 ttg perizinan rumah sakit
 
PERATURAN DESA WONOYOSO TENTANG KAWAWASAN TANPA ROKOK DESA WONOYOSO
PERATURAN DESA WONOYOSO TENTANG KAWAWASAN TANPA  ROKOK  DESA WONOYOSOPERATURAN DESA WONOYOSO TENTANG KAWAWASAN TANPA  ROKOK  DESA WONOYOSO
PERATURAN DESA WONOYOSO TENTANG KAWAWASAN TANPA ROKOK DESA WONOYOSO
 
PERDES KAWASAN TANPA ROKOK DESA WONOYOSO
PERDES KAWASAN TANPA ROKOK DESA WONOYOSOPERDES KAWASAN TANPA ROKOK DESA WONOYOSO
PERDES KAWASAN TANPA ROKOK DESA WONOYOSO
 
Keputusan Menteri kesehatan Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasi...
Keputusan Menteri kesehatan Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasi...Keputusan Menteri kesehatan Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasi...
Keputusan Menteri kesehatan Nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasi...
 
Permensos no 07 tahun 2013 idn journal
Permensos no 07 tahun 2013 idn journalPermensos no 07 tahun 2013 idn journal
Permensos no 07 tahun 2013 idn journal
 
Kepmensos no. 15 tahun 2010
Kepmensos no. 15 tahun 2010Kepmensos no. 15 tahun 2010
Kepmensos no. 15 tahun 2010
 
P3 sps 2012
P3 sps 2012P3 sps 2012
P3 sps 2012
 
Analisis perbuatan pemerintah
Analisis perbuatan pemerintahAnalisis perbuatan pemerintah
Analisis perbuatan pemerintah
 

More from JARINGAN METHADONE INDONESIA-JIMI™ | Indonesia MMT Program Community Network®

More from JARINGAN METHADONE INDONESIA-JIMI™ | Indonesia MMT Program Community Network® (16)

Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak PidanaPerka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
 
KMK No.2171 Thn.2011 ttg Tata Cara Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika ...
KMK No.2171 Thn.2011 ttg Tata Cara Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika ...KMK No.2171 Thn.2011 ttg Tata Cara Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika ...
KMK No.2171 Thn.2011 ttg Tata Cara Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika ...
 
Perkembangan Implementasi PP Wajib Lapor Pecandu Narkotika
Perkembangan Implementasi PP Wajib Lapor Pecandu NarkotikaPerkembangan Implementasi PP Wajib Lapor Pecandu Narkotika
Perkembangan Implementasi PP Wajib Lapor Pecandu Narkotika
 
SOP PTRM Indonesia
SOP PTRM IndonesiaSOP PTRM Indonesia
SOP PTRM Indonesia
 
Perda No.4 Thn.2009 ttg Sistem Kesehatan Daerah DKI Jakarta
Perda No.4 Thn.2009 ttg Sistem Kesehatan Daerah DKI JakartaPerda No.4 Thn.2009 ttg Sistem Kesehatan Daerah DKI Jakarta
Perda No.4 Thn.2009 ttg Sistem Kesehatan Daerah DKI Jakarta
 
UU RI No.11 Thn.2009 ttg Kesejahteraan Sosial
UU RI No.11 Thn.2009 ttg Kesejahteraan SosialUU RI No.11 Thn.2009 ttg Kesejahteraan Sosial
UU RI No.11 Thn.2009 ttg Kesejahteraan Sosial
 
Renstra Kementerian Sosial RI Thn. 2010-2014
Renstra Kementerian Sosial RI Thn. 2010-2014Renstra Kementerian Sosial RI Thn. 2010-2014
Renstra Kementerian Sosial RI Thn. 2010-2014
 
Renstra Kementerian Kesehatan RI Thn 2010-2014
Renstra Kementerian Kesehatan RI Thn 2010-2014Renstra Kementerian Kesehatan RI Thn 2010-2014
Renstra Kementerian Kesehatan RI Thn 2010-2014
 
Profil Jaringan Metadon Indonesia (JIMI)
Profil Jaringan Metadon Indonesia (JIMI)Profil Jaringan Metadon Indonesia (JIMI)
Profil Jaringan Metadon Indonesia (JIMI)
 
Methadone Clinical Guidelines
Methadone Clinical GuidelinesMethadone Clinical Guidelines
Methadone Clinical Guidelines
 
Yang Perlu Anda Ketahui tentang PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon)
Yang Perlu Anda Ketahui tentang PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon)Yang Perlu Anda Ketahui tentang PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon)
Yang Perlu Anda Ketahui tentang PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon)
 
UU RI Nomor 36 Tahun 2009 ttg Kesehatan
UU RI Nomor 36 Tahun 2009 ttg KesehatanUU RI Nomor 36 Tahun 2009 ttg Kesehatan
UU RI Nomor 36 Tahun 2009 ttg Kesehatan
 
Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum ttg Tolak Ukur Tuntutan Pida...
Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum ttg Tolak Ukur Tuntutan Pida...Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum ttg Tolak Ukur Tuntutan Pida...
Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum ttg Tolak Ukur Tuntutan Pida...
 
Inpres No.12 Thn.2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional Pen...
Inpres No.12 Thn.2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional Pen...Inpres No.12 Thn.2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional Pen...
Inpres No.12 Thn.2011 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional Pen...
 
KMK No.316 Thn.2009 ttg Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas
KMK No.316 Thn.2009 ttg Pedoman Pelaksanaan JamkesmasKMK No.316 Thn.2009 ttg Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas
KMK No.316 Thn.2009 ttg Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas
 
KMK No.350 Thn.2008 ttg Penetapan Rumah Sakit Pengampu dan Satelit PTRM serta...
KMK No.350 Thn.2008 ttg Penetapan Rumah Sakit Pengampu dan Satelit PTRM serta...KMK No.350 Thn.2008 ttg Penetapan Rumah Sakit Pengampu dan Satelit PTRM serta...
KMK No.350 Thn.2008 ttg Penetapan Rumah Sakit Pengampu dan Satelit PTRM serta...
 

Recently uploaded

aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmeunikekambe10
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasAZakariaAmien1
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2noviamaiyanti
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiIntanHanifah4
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxssuser0239c1
 
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptx
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptxMateri Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptx
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptxshafiraramadhani9
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfmaulanayazid
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPCMBANDUNGANKabSemar
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxRioNahak1
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptGirl38
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasHardaminOde2
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 

Recently uploaded (20)

aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
 
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptx
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptxMateri Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptx
Materi Lingkaran kelas 6 terlengkap.pptx
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 

STANDAR REHABILITASI NAPZA

  • 1. SALINAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, perlu disusun norma, standar, prosedur, dan kriteria; b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial; c. bahwa korban penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya berhak atas rehabilitasi sosial yang menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika; d. bahwa korban penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya semakin meningkat yang berdampak sangat luas terhadap perseorangan, keluarga, dan masyarakat maka perlu penanganan secara terpadu dan profesional; e. bahwa Peraturan Menteri Sosial Nomor 56/HUK/2009 tentang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat, maka perlu disempurnakan;
  • 2. SALINAN f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Sosial tentang Standar Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); 6. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062); 7. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 2
  • 3. SALINAN 8. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4021) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4165); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5211); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5294); 14. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011; 3
  • 4. SALINAN 15. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011; 16. Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2011; 17. Peraturan Menteri Sosial Nomor 86/HUK/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial. MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI SOSIAL TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Sosial ini, yang dimaksud dengan: 1. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai acuan dalam melakukan suatu program kegiatan. 2. Rehabilitasi Sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. 3. Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya adalah seseorang yang menggunakan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter. 4. Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya yang selanjutnya disebut Penyalahgunaan NAPZA adalah pemakaian narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya dengan maksud bukan untuk pengobatan dan/atau penelitian serta digunakan tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter. 4
  • 5. SALINAN 5. Pencegahan penyalahgunaan NAPZA adalah upaya untuk mencegah semakin meluasnya penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. 6. Pembinaan lanjut korban penyalahgunaan NAPZA adalah upaya yang diarahkan pada korban penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya agar mampu menjaga kepulihan, beradaptasi dengan lingungan sosial dan mandiri. 7. Perlindungan sosial korban penyalahgunaan NAPZA adalah semua upaya yang diarahkan untuk mencegah dan menangani resiko dari guncangan dan kerentanan sosial. 8. Advokasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA adalah menolong klien atau sekelompok klien untuk mencapai layanan tertentu ketika mereka ditolak suatu lembaga atau sistem pelayanan, dan membantu memperluas layanan agar mencakup lebih banyak orang yang membutuhkan. 9. Standar Rehabilitasi Sosial adalah spesifikasi teknis yang dibakukan sebagai acuan dalam melakukan proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. 10. Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, adalah lembaga yang melaksanakan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA baik milik Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. 11. Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial. 12. Pelaku Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah individu, kelompok, lembaga kesejahteraan sosial, dan masyarakat yang terlibat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. 13. Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang dididik dan dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan sosial. 5
  • 6. SALINAN 14. Pendampingan Sosial adalah kegiatan profesional yang dilakukan oleh seseorang baik di luar lembaga maupun di dalam lembaga yang memiliki kompetensi dan kepedulian sosial untuk mendampingi korban Penyalahgunaan NAPZA. 15. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. Pasal 2 Tujuan Standar Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA yaitu: a. menjadi acuan dalam melaksanakan rehabilitasi sosial bagi korban Penyalahgunaan NAPZA; b. memberikan perlindungan terhadap korban dari kesalahan praktik; c. memberikan arah dan pedoman kinerja bagi penyelenggara rehabilitasi sosial korban Penyalahgunaan NAPZA; dan d. meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan penyelenggara rehabilitasi sosial korban Penyalahgunaan NAPZA. Pasal 3 Sasaran standar rehabilitasi sosial meliputi : a. Pemerintah dan pemerintah daerah; dan b. lembaga rehabilitasi sosial korban Penyalahgunaan NAPZA. BAB II RUANG LINGKUP Bagian Kesatu Umum Pasal 4 Ruang lingkup Penyelenggaraan Rehabilitasi Sosial korban Penyalahgunaan NAPZA meliputi : a. pencegahan; b. rehabilitasi sosial; c. pembinaan lanjut (aftercare);dan d. perlindungan dan advokasi sosial. 6
  • 7. SALINAN Pasal 5 (1) Penyelenggaraan Rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan masyarakat. (2) Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Kementerian Sosial. (3) Pemerintah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Gubernur dan perangkat daerah dalam hal ini instansi sosial provinsi. (4) Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Bupati, Walikota dan perangkat daerah dalam hal ini instansi sosial kabupaten/kota. (5) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu individu, kelompok yang memiliki kepedulian dan komitmen dalam melaksanakan rehabilitasi sosial, dan lembaga rehabilitasi sosial korban Penyalahgunaan NAPZA. Pasal 6 Sasaran penyelenggaraan Korban Penyalahgunaan NAPZA meliputi: a. korban; b. keluarga; dan c. masyarakat. Bagian Kedua Pencegahan Pasal 7 Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a merupakan upaya-upaya untuk mencegah semakin meluasnya Penyalahgunaan NAPZA. Pasal 8 (1) Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA meliputi: a. primer; b. sekunder; dan c. tersier. 7
  • 8. SALINAN (2) Pencegahan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan upaya untuk mencegah seseorang menyalahgunakan NAPZA. (3) Pencegahan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan upaya pencegahan yang dilakukan terhadap pengguna agar tidak mengalami ketergantungan terhadap NAPZA. (4) Pencegahan tersier sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan upaya pencegahan terhadap pengguna yang sudah pulih dari ketergantungan NAPZA setelah menjalani rehabilitasi sosial agar tidak mengalami kekambuhan. Bagian Ketiga Rehabilitasi Sosial Pasal 9 Rehabilitasi sosial korban Penyalahgunaan NAPZA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b bertujuan agar : a. korban penyalahgunaan NAPZA dapat melaksanakan keberfungsian sosialnya yang meliputi kemampuan dalam melaksanakan peran, memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah, dan aktualisasi diri;dan b. terciptanya lingkungan sosial yang mendukung keberhasilan rehabilitasi sosial korban Penyalahgunaan NAPZA. Pasal 10 Rehabilitasi Sosial dilaksanakan dalam bentuk : a. motivasi dan diagnosis psikososial; b. perawatan dan pengasuhan; c. pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan; d. bimbingan mental spiritual; e. bimbingan fisik; f. bimbingan sosial dan konseling psikososial; g. pelayanan aksesibilitas; h. bantuan dan asistensi sosial; i. bimbingan resosialisasi; j. bimbingan lanjut; dan/atau k. rujukan. 8
  • 9. SALINAN Pasal 11 (1) Tahapan Rehabilitasi Sosial dilaksanakan dengan : a. pendekatan awal; b. pengungkapan dan pemahaman masalah; c. penyusunan rencana pemecahan masalah; d. pemecahan masalah; e. resosialisasi; f. terminasi; dan g. pembinaan lanjut (2) Tahapan Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan di dalam dan/atau luar lembaga rehabilitasi sosial. Pasal 12 (1) Pendekatan awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a merupakan rangkaian kegiatan yang mengawali keseluruhan proses rehabilitasi sosial, terdiri atas kegiatan sosialisasi dan konsultasi, identifikasi, motivasi, seleksi, dan penerimaan. (2) Kegiatan yang mengawali proses rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menyampaikan informasi kepada masyarakat, instansi terkait, dan organisasi sosial guna memperoleh dukungan dan data awal korban penyalahgunaan NAPZA. Pasal 13 (1) Pengungkapan dan pemahaman masalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b merupakan kegiatan mengumpulkan, menganalisis, dan merumuskan masalah, kebutuhan, potensi dan sumber yang meliputi aspek fisik, psikis, sosial, spiritual, dan budaya. (2) Pengungkapan dan pemahaman masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hasilnya dibahas dalam pembahasan kasus. Pasal 14 Penyusunan rencana pemecahan masalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c merupakan kegiatan penyusunan rencana pemecahan masalah berdasarkan hasil pengungkapan dan pemahaman masalah meliputi penentuan tujuan, sasaran, kegiatan, metoda, strategi dan teknik, tim pelaksana, waktu pelaksanaan dan indikator keberhasilan. 9
  • 10. SALINAN Pasal 15 Pemecahan masalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf d merupakan pelaksanaan kegiatan dari rencana pemecahan masalah yang telah disusun. Pasal 16 Resosialisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf e merupakan kegiatan menyiapkan lingkungan sosial, lingkungan pendidikan dan lingkungan kerja. Pasal 17 (1) Terminasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf f merupakan kegiatan pengakhiran rehabilitasi sosial kepada korban Penyalahgunaan NAPZA. (2) Terminasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam hal : a. korban telah selesai mengikuti rehabilitasi sosial; b. keinginan korban sendiri tidak melanjutkan rehabilitasi sosial; c. korban meninggal dunia; dan d. keterbatasan lembaga rehabilitasi sosial sehingga diperlukan sistem rujukan. Pasal 18 Pembinaan lanjut tahapan rehabillitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf g merupakan bagian dari penyelenggaraan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA. Bagian Keempat Pembinaan Lanjut (After Care) Pasal 19 (1) Pembinaan lanjut merupakan upaya yang diarahkan kepada korban penyalahgunaan NAPZA yang telah selesai mengkuti proses rehabilitasi sosial, baik di dalam maupun di luar lembaga. (2) Pembinaan lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar korban penyalahgunaan NAPZA mampu: 10
  • 11. SALINAN a. melaksanakan fungsi sosial; b. menjaga kepulihan; c. mengembangkan kewirausahaan untuk mencapai kemandirian ekonomi; dan d. menciptakan lingkungan keluarga dan lingkungan sosial secara kondusif. (3) Pembinaan lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pembinaan: a. penguatan potensi diri dan pemeliharaan kepulihan terhadap korban penyalahgunaan NAPZA; b. informasi dan konsultasi terhadap bekas korban penyalahgunaan NAPZA; c. hasil penjangkauan, pemetaan, dan/atau verifikasi data korban penyalahgunaan NAPZA; d. kerja dan/atau pendidikan terhadap bekas korban penyalahgunaan NAPZA; e. rumah usaha seperti Usaha Ekonomi Produktif (UEP) bagi korban penyalahgunaan NAPZA; f. pendampingan perseorangan dan/atau kelompok terhadap korban penyalahgunaan NAPZA; dan g. keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar korban penyalahgunaan NAPZA. Pasal 20 (1) Pembinaan penguatan potensi diri dan pemeliharaan kepulihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) huruf a meliputi : a. penguatan minat bakat; b. penguatan fungsi sosial; dan c. penguatan motivasi. (2) Pembinaan informasi dan konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) huruf b meliputi: a. pembinaan pemahaman komitmen terhadap informasi; b. pembinaan pemahaman komitmen terhadap konsultasi; dan c. pembinaan pelaksanaan komitmen terhadap informasi dan konsultasi. (3) Pembinaan hasil penjangkauan, pemetaan, dan/atau verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) huruf c meliputi: a. pelaksanaan pemetaan dan/atau verifikasi; b. pengelolaan data hasil pemetaan dan/atau verifikasi; c. pengembangan data korban penyalahgunaan NAPZA; dan d. penggunaan data korban penyalahgunaan NAPZA. 11
  • 12. SALINAN (4) Pembinaan kerja dan/atau pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) huruf d meliputi: a. pembinaan dan penyaluran ke dunia pendidikan/sekolah; b. pembinaan dan penyaluran ke dunia usaha/kerja; (5) Pembinaan rumah usaha seperti Usaha Ekonomis Produktif (UEP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) huruf e meliputi: a. penumbuhan Usaha Ekonomi Produktif (UEP); b. pembinaan Usaha Ekonomi Produktif (UEP); c. pendampingan Usaha Ekonomi Produktif (UEP); dan d. pengembangan Usaha Ekonomi Produktif (UEP). (6) Pembinaan pendampingan perseorangan dan/atau kelompok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) huruf f meliputi: a. pendampingan perseorangan; dan b. pendampingan kelompok. (7) Pembinaan keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) huruf g meliputi: a. penguatan keluarga dan/atau lingkungan masyarakat; dan b. pembinaan keluarga dan/atau lingkungan masyarakat. Pasal 21 Ketentuan lebih lanjut mengenai Teknis Tahapan Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial. Bagian Kelima Perlindungan dan Advokasi Sosial Pasal 22 Perlindungan dan advokasi sosial merupakan upaya mencegah dan menangani dampak buruk serta membela korban Penyalahgunaan NAPZA untuk mendapatkan hak-haknya. Pasal 23 Perlindungan dan advokasi sosial sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 huruf d, bertujuan : 12
  • 13. SALINAN a. tersedianya rehabilitasi sosial korban Penyalahgunaan NAPZA didasarkan atas hak asasi manusia; b. tersedianya kebutuhan rehabilitasi sosial korban Penyalahgunaan NAPZA; c. tersedianya pendampingan bagi korban penyalahgunaan NAPZA apabila menghadapi kasus-kasus tertentu. BAB III SUMBER DAYA MANUSIA Bagian Kesatu Petugas Rehabilitasi Sosial Pasal 24 (1) Petugas Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA dilakukan oleh Pekerja Sosial Profesional, Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial; (2) Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berperan sebagai manajer kasus, konselor adiksi, pendamping sosial, dan advokasi sosial sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya (3) Pelaku penyelenggaraan kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berperan membantu penyelenggaaraan rehabilitasi sosial sesuai dengan keahlian/ilmunya masing-masing di dalam dan/atau di luar lembaga. Pasal 25 (1) Peranan manajer kasus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) meliputi kegiatan identifikasi kebutuhan, merencanakan, mengoordinasikan, memantau, mengevaluasi dan melakukan advokasi sosial untuk berbagai jenis pelayanan bagi korban Penyalahgunaan NAPZA dan keluarganya; (2) Peranan konselor adiksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) meliputi kegiatan memberikan pemahaman, mendorong ke arah perubahan, dan memfasilitasi penentuan alternatif pemecahan masalah korban Penyalagunaan NAPZA baik secara individu maupun kelompok; 13
  • 14. SALINAN (3) Peranan pendamping sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) meliputi kegiatan menjalin relasi, memperkuat dukungan, mendayagunakan potensi dan sumber pelayanan serta meningkatkan akses dalam rangka memecahkan masalah korban penyalagunaan NAPZA. (4) Peranan advokat sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) meliputi kegiatan mengupayakan perlindungan dan memperjuangkan hak-hak korban Penyalahgunaan NAPZA. Bagian Kedua Pendampingan Sosial Pasal 26 (1) Pendampingan sosial dilakukan dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaran pelayanan dan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA. (2) Pendampingan sosial dilaksanakan di dalam dan/atau di luar lembaga. (3) Pendampingan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam kegiatan rehabilitasi sosial, pembinaan lanjut, perlindungan dan advokasi sosial. Pasal 27 Pendampingan sosial dapat dilakukan oleh Pekerja Sosial Profesional, Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan Pelaku Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang terlatih. Pasal 28 (1) Pendampingan sosial dilakukan melalui kegiatan : a. membangun kepercayaan korban penyalahgunaan NAPZA; b. memahami permasalahan korban Penyalahgunaan NAPZA; c. meningkatkan pemahaman korban tentang bahaya Penyalahgunaan NAPZA; d. menemukan berbagai alternatif pemecahan masalah bagi korban; dan e. melakukan perubahan perilaku korban penyalahgunaan NAPZA. 14
  • 15. SALINAN (2) Pendampingan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan agar korban : a. mampu meningkatkan kepercayaan diri; b. mampu mandiri; dan c. menjaga kepulihan agar tidak kambuh atau relapse. BAB IV PERAN MASYARAKAT Pasal 29 (1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA. (2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh: a. perseorangan; b. keluarga ; c. organisasi keagamaan; d. organisasi sosial kemasyarakatan; e. lembaga swadaya masyarakat; f. organisasi profesi; g. badan usaha; h. lembaga kesejahteraan sosial; dan/atau i. lembaga kesejahteraan sosial asing. Pasal 30 (1) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dapat berbentuk pemikiran, tenaga, sarana, dan dana. (2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain melalui kegiatan : a. membuat forum komunikasi; b. melakukan penelitian; c. membentuk lembaga rehabilitasi; d. mengadakan seminar dan diskusi; e. memberikan saran dan pertimbangan dalam program rehsos penyalahgunaan NAPZA; f. menyediakan sumber daya manusia pelaksana rehablitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA; 15
  • 16. SALINAN g. melaporkan penyalahgunaan NAPZA kepada pihak yang berwenang;dan/atau h. memberikan pelayanan kepada Korban Penyalahgunaan NAPZA. BAB V KEWENANGAN Bagian Kesatu Pemerintah Pasal 31 (1) Menteri mempunyai kewenangan : a. merumuskan dan menetapkan kebijakan dan program dalam penerapan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA; b. melaksanakan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA melalui Unit Pelaksana Teknis dengan lembaga-lembaga sesuai dengan standar lembaga; c. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria penyelenggaraan rehabilitasi sosial bagi Korban Penyalahgunaan NAPZA yang diselenggarakan oleh lembaga rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA; d. melakukan pendataan secara nasional terhadap penyelenggaraan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA secara nasional; dan e. meningkatkan pelayanan rehabilitasi sosial; (2) Kewenangan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri. Bagian Kedua Provinsi Pasal 32 Gubernur memiliki kewenangan : a. berkoordinasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan penyelenggaraan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA antar-Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan antarkabupaten/kota di wilayahnya; 16
  • 17. SALINAN b. bekerja sama dengan Provinsi lain dan kabupaten/kota di Provinsi lain, serta fasilitasi kerja sama antarKabupaten/kota di wilayahnya dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan; c. melakukan penguatan kapasitas kelembagaan termasuk peningkatan sumber daya manusia untuk pelaksanaan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA; d. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan rehabiltasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA kabupaten/kota; e. memfasilitasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan pelaksanaan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA; f. menghimpun, pemetaan dan verifikasi pendataan penyelenggaraan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA lingkup provinsi; dan g. menyediakan pelayanan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA. Bagian Ketiga Kabupaten/Kota Pasal 33 Bupati/walikota memiliki kewenangan : a. berkoordinasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan penyelenggaraan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA di wilayah kabupaten/kota; b. bekerja sama dengan Kabupaten/Kota dalam satu provinsi dan kerjasama antarkabupaten/kota di provinsi lainnya dalam pelaksanaan kebijakan program kegiatan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. melakukan penguatan kapasitas kelembagaan termasuk peningkatan sumber daya manusia untuk pelaksanaan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA; d. memfasilitasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan pelaksanaan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA; e. melaksanakan pendataan penyelenggaraan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA; dan f. menyediakan pelayanan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA; 17
  • 18. SALINAN BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 34 (1) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA kepada pemerintah provinsi. (2) Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA kepada pemerintah kabupaten/kota. (3) Walikota/Bupati melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA oleh lembaga rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA. BAB VII PEMANTAUAN DAN EVALUASI Bagian Kesatu Pemantauan Pasal 35 (1) Untuk menjamin sinergi, kesinambungan, dan efektivitas langkah- langkah secara terpadu dalam pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan pengembangan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA, pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota melakukan pemantauan. (2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk mengetahui perkembangan dan hambatan dalam pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA. (3) Pemantauan dilakukan secara berkala melalui koordinasi dan pemantauan langsung terhadap satuan kerja perangkat daerah yang melaksanakan kebijakan, program dan kegiatan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA. 18
  • 19. SALINAN Pasal 36 Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 bertujuan untuk mengetahui: a. kegiatan yang dilaksanakan; b. permasalahan yang timbul dalam proses kegiatan; c. metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan kegiatan; d. perubahan perilaku klien; dan e. peningkatan kualitas hidup. Bagian Kedua Evaluasi Pasal 37 (1) Evaluasi pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA dilakukan oleh Menteri, Gubernur, dan Bupati/ Walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Hasil evaluasi kebijakan, program dan kegiatan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA digunakan sebagai bahan masukan bagi penyusun kebijakan, program dan kegiatan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA untuk tahun berikutnya. Bagian Ketiga Supervisi Pasal 38 (1) Supervisi terhadap pelaksanaan kegiatan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dilakukan oleh : a. Pemerintah oleh Menteri; b. Pemerintah provinsi oleh Gubernur;dan c. Pemerintah kabupaten/kota oleh Bupati/Walikota. (2) Masyarakat memiliki kesempatan untuk melakukan supervisi terhadap kinerja lembaga rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA. 19
  • 20. SALINAN BAB VIII PELAPORAN Pasal 39 (1) Bupati/Walikota berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan penyelenggaraan rehabilitasi sosial korban Penyalahgunaan NAPZA yang diselenggarakan oleh lembaga rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA di daerahnya kepada gubernur. (2) Gubernur berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA di daerahnya kepada Menteri Sosial dan Menteri Dalam Negeri. (3) Setiap lembaga rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA wajib membuat laporan tertulis pelaksanaan kegiatan setiap akhir tahun mengenai penyelenggaraan kegiatan rehabilitasi sosial Korban Penyalahgunaan NAPZA kepada instansi sosial setempat. (4) Pelaporan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan setiap tahun. (5) Bentuk dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IX PENDANAAN Pasal 40 (1) Sumber pendanaan untuk pelaksanaan rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA meliputi : a. Anggaran Pendapatan Belanja Negara; b. anggaran pendapatan belanja daerah provinsi; c. anggaran pendapatan belanja daerah kabupaten/kota; d. sumbangan masyarakat; dan/atau e. sumber pendanaan yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penyediaan dana bagi pelaksanaan kegiatan penerapan rehabilitasi sosial korban Penyalahgunaan NAPZA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan oleh Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya dan peraturan perundang-undangan. 20
  • 21. SALINAN BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 41 Dengan ditetapkannya peraturan ini, Peraturan Menteri Sosial Nomor 56/HUK/2009 tentang Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 42 Peraturan ini dibuat sebagai norma, standar, prosedur, dan kriteria yang mengatur mengenai Standar Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya yang menjadi acuan bagi pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Pasal 43 Peraturan Menteri Sosial ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Sosial ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 November 2012 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA ttd. SALIM SEGAF AL JUFRI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Desember 2012 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 1218 21