SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  46
FILARIASIS




Dr.Joni Iswanto
Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat
FILARIASIS
   PENYAKIT MENULAR MENAHUN DISEBABKAN OLEH CACING
    FILARIA YANG DITULARKAN MELALUI BERBAGAI JENIS NYAMUK
   TERSEBAR LUAS DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN, TERUTAMA DI
    PEDESAAN
   MENIMBULKAN KECACATAN MENETAP, STIGMA, PSIKOLOGIS,
    SOSIAL DAN EKONOMI
   MENURUNKAN KUALITAS SDM

FILARIASIS DI INDONESIA DISEBABKAN OLEH 3 SPESIES CACING FILARIA
   YAITU :
     - WUCHERERIA BANCROFTI
     - BRUGIA MALAYI
     - BRUGIA TIMORI

PENYEBARANNYA DISELURUH INDONESIA BAIK DI PEDESAAN MAUPUN DI
  PERKOTAAN TERUTAMA DI PEDESAAN
MORFOLOGI - BENTUK

A. CACING DEWASA ATAU MAKROFILARIA
 BERBENTUK SILINDRIS, HALUS SEPERTI BENANG,
  PUTIH DAN HIDUP DI DALAM SISITEM LIMFE.
 UKURAN 55 – 100 MM x 0,16 MM
 CACING JANTAN LEBIH KECIL: 55 MM x 0,09 MM
 CACING BETINA BERKEMBANG SECARA
  OVOVIVIPAR, hasilkan mf 50 ribu / hari

B. MIKROFILARIA
 MERUPAKAN LARVA DARI MAKROFILARIA SEKALI
  KELUAR JUMLAHNYA PULUHAN RIBU.
 MEMPUNYAI SARUNG. 200 – 600 X 8 um
P E N Y E B A B FILARIASIS
        3 SPESIES CACING filaria
DI DALAM TUBUH NYAMUK

   Mf YANG DIISAP NYAMUK AKAN BERKEMBANG
    DALAM OTOT NYAMUK
   SETELAH 3 HARI MENJADI LARVA L1
   SETELAH 6 HARI MENJADI LARVA L2
   SETELAH 8-10 HARI UNTUK BRUGIA ATAU 10 – 14
    HARI UNTUK WUCHERERIA AKAN MENJADI LARVA L3
   LARVA L3 SANGAT AKTIF DAN MERUPAKAN LARVA
    INFEKTIF.
   DITULARKAN KEPADA MANUSIA MELALUI GIGITAN
    NYAMUK (TETAPI TDK. SPT MALARIA)
TEMPAT BERKEMBANG BIAK

   MANUSIA MERUPAKAN HOSPES DEFINITIF
   HAMPIR SEMUA DAPAT TERTULAR
    TERUTAMA PENDATANG DARI DAERAH
    NON-ENDEMIK
   BEBERAPA HEWAN DAPAT BERTINDAK
    SEBAGAI HOSPES RESERVOIR
   DI INDONESIA HANYA Brugia malayi sub
    periodik/ non periodik YANG DAPAT
    MENGINFEKSI HEWAN
   HEWAN TERSEBUT ADALAH: LUTUNG
    (Presbythis cristata), KERA EKOR PANJANG
    (Macaca fascicularis) DAN KUCING (Felis
    catus)
VEKTOR - PERANTARA

   NYAMUK MERUPAKAN VEKTOR FILARIASIS
   DI INDONESIA ADA 23 SPESIES NYAMUK YANG
    DIKETAHUI BERTINDAK SEBAGAI VEKTOR DAN
    POTENSIAL VEKTOR DARI 5 GENUS: MANSONIA,
    CULEX, ANOPHELES, AEDES DAN ARMIGERES.
   W.BANCROFTI TIPE PERKOTAAN VEKTORNYA
    CULEX QUINQUEFASCIATUS
   W.BANCROFTI TIPE PEDESAAN: ANOPHELES,
    AEDES DAN ARMIGERES
   B.MALAYI : MANSONIA SPP, AN.BARBIROSTRIS.
   B.TIMORI : AN. BARBIROSTRIS.
NYAMUK PENULAR FILARIASIS
LINGKUNGAN
A. LINGKUNGAN FISIK
 IKLIM, GEOGRAFIS, AIR DSB.


B. LINGKUNGAN BIOLOGIK
 LINGKUNGAN HAYATI YG MEMPENGARUHI PENULARAN; HUTAN,
   RESERVOIR, VEKTOR

C. LINGKUNGAN SOSIAL-EKONIMI-BUDAYA
 KAP
 ADAT ISTIADAT, KEBIASAAN DSB
 EKONOMI: CARA BERTANI, MENCARI ROTAN, GETAH DSB
PENULARAN
     PENULARAN DAPAT TERJADI APABILA
     ADA LIMA UNSUR UTAMA:

    SUMBER PENULAR
    PARASIT
    VEKTOR
    MANUSIA YANG RENTAN
    LINGKUNGAN (FISIK, BIOLOGIK EKONOMI
     DAN SOSIAL-BUDAYA)
A. Patogenesis
Perjalanan Penyakit dipengaruhi oleh :
  Kerentanan individu thd parasit
  Seringnya mendapat gigitan nyamuk
  Banyaknya larva infektif masuk ke dl tubuh
  Adanya infeksi bakteri / jamur.
1. Gejala Klinis Akut
  Gejala klinis akut berupa
  GX.lokal
  - Limfangitis
  - Limfadenitis
  - Adenolimfangitis/ ADL
  - Abses, dapat pecah dan sembuh dengan parut
  - GX. Umum
   demam, sakit kepala, rasa lemah(banyak terlihat
   infeksi dengan B.malayi dan B. timori).


  Pada infeksi Wuchereria ditemukan demam bila
  terjadi orkitis, epididimitis,funikulitis & orkalgia.
B. Gejala Klinis
    ada dua gx klinis yaitu gx klinis akut dan
      gx klinis kronis
    pada dasarnya gx klinis akut sama hanya
     saja tampak lebih jelas pd Brugia.
   Infeksi Wuchereria  kelainan
     dapat pd sal kemih / alat kelamin.
2. Gejala klinis kronis
a). Limfedema
   Infeksi Wuchereria
   Mengenai seluruh kaki/lengan, skrotum,
   penis, Vulva vagina & payudara,


  Infeksi Brugia
  dapat mengenai kaki / lengan di bawah lutut
  / siku  Lutut , Siku masih normal

b). Hidrokel

   Pelebaran kantung buah zakar yang berisi
   cairan limfe. dapat sbg indikator
   endemisitas filariasis bancrofti.

c). Kiluria

   Kencing spti susukebocoran sal limfe
   di pelvik ginjal , jarang ditemukan
Kita Harus Mengurangi Dampak Tersebut
    Dengan Cara Memutus Mata Rantai
Penularan Untuk Mengurangi Penyebaran
   ( Eliminasi ) Dengan Cara Melakukan
            Pengobatan Massal
RAPID SURVEY -> KASUS KLINIS
No               KAB/ KOTA         JML      JML PUSK       JML KASUS           KETERANGAN
                                 PUSKES        YG                                  SDJ
                                  MAS       MELAPOR
  1   Kab. Pd. Pariaman                23              3            6      -

  2   Kab. T. datar                    22              7            9      Mf rate 0, ulang SDJ

  3   Kab. Pesisir Selatan             18              7           38      MF Rate 1- 2,42

  4   Kab. Agam                        21              3           16      MF RATE 7,3 - 8,7

  5   Kab. 5o Kota                     19              4            5      MF Rate 0,73 - 1,43

  6   Kab. Pasaman                      9              2            2      -

  7   Kab.Sawahlunto Sijunjung         12              3            5      MF Rate 0

  8   Kab. Solok                       18              4            4      MF rate 0

  9   Kab. Kep. mentawai                6              3           12      MF Rate 2,92

 10   Kota Padang                      19              5            7      Belum SDJ

 11   Kota Bukittinggi                  4              1               1   MF Rate 1,42

 12   Kab. Dharmasraya                  8              3           11      -

 13   Kab. Solok Selatan                6              1            2
 14   Kab. Pasaman Barat               11              7           46      MF rate 3,2 – 18,48
PETA LOKASI KASUS KLINIS
                                                             FILARIASIS SUMBAR
                       PASAMAN (2)
                                                                 TAHUN 2005
               PASAMAN
                                    50
               BARAT ( 46)        KOTA(5)


                               BKT      PYK
                    AGAM(16)

 M
                                    T. DATAR(9)
     E                   PD. PR(6) PP
      N                                   SWL
      T                    PAR
                                           2)
     W (12)
                               PDG(7)                    SWL SJJ(5)
                                         SOLOK

                                                                   DHARMASRAYA (11)
                                                       SOLOK (4)
                                        P
                                        E
                                          S
                                              S
                                                           SOLOK SELATAN(2)
                                               E
                                                   L
                                         (38)                                  TIDAK ADA KASUS
                                                                               1.   KOTA BUKITTINGGI
                                                                               2.   KOTA PARIAMAN
                                                                               3.   KOTA P. PANJANG
ADA KASUS KLINIS ( )                                                           4.   KOTA PAYAKUMBUH
                                                                               5.   KOTA SOLOK
TIDAK ADA KASUS KLINIS
PETA ENDEMISITAS FILARIASIS SUMBAR
                                           TAHUN 2005 BERDASARKAN HASIL SDJ
                       PASAMAN


              PASAMAN
                                   50 KOTA
              BARAT


                                        PYK
                               BKT
                      AGAM

M
                                     T. DATAR
    E                    PD. PR    PP
     N                                    SWL
         T               PAR
         W
                                  PDG                     SWL SJJ
                                         SOLOK

                                                                DHARMASRAYA
                                                        SOLOK
                                         P
                                         E
                                           S
                                               S
                                                           SOLOK SELATAN
                                                E
                                                    L



MFR > 1 % ( ENDEMIS)

MFR < 1 %

MFR 0 % dilakukan SDJ ulang

HASIL SDJ (MFR) BELUM DIKETAHUI DAN TIDAK ADA KASUS
1. PEMUTUSAN TRANSMISI
  Pengobatan Massal (MDA) pada populasi beresiko (at risk)
  Dengan Obat DEC, Albendazole & Paracetamol, Sekali
  setahun selama minimal 5 tahun berturut-turut

2. PENGENDALIAN ANGKA KESAKITAN
   (DISABILITY AND CONTROL) Perawatan di tingkat

  Masyarakat pada kasus
  - Limfedema , hidrokel
  - Serangan Akut Limfedema dan hidrokel

 Di Rumah Sakit
 - Operasi Hidrokel
Tujuan Eliminasi Filariasis
 Tujuan Umum :
 Filariasis tidak menjadi masalah dalam kesehatan
 masyarakat

 Tujuan Khusus :
  Menurunnya Micro Filaria (MF) rate < 1%
  Menurunnya serangan akut pada penderita kasus
  kronis
  Tidak bertambahnya kasus kronis baru
  Mencegah dan membatasi kecacatan
1. Eliminasi Filariasis merupakan salah satu
  prioritas nasional pemberantasan penyakit
  menular.
2. Eliminasi dilaksanakan dengan 2 kegiatan
   pokok :
   - Pengobatan massal didaerah endemis
   - Penatalaksanaan kasus klinis (individual)
3. Satuan lokasi pelaksanaan (Implementation
   Unit) adalah kabupaten / kota.
4. Mencegah penyebaran filariasis antar
   kabupaten, propinsi dan negara.
STRATEGI
1. Memutuskan mata rantai penularan
   filariasis dengan pengobatan masal
   didaerah endemis filariasis
2. Mencegah dan membatasi
    kecacatan dengan
    penatalaksanaan kasus filariasis
3. Mengembangkan peneletian dan
    memperkuat surveilans
4. Pengendalian Vektor Terpadu
PENGORGANISASIAN & PEMBIAYAAN

 PENGOBATAN MASSAL :
 1. OPERASIONAL  APBD KABUPATEN
 2. OBAT DEC
    OBAT EFEK SAMPING  APBN PUSAT
 3. ALBENDAZOLE  WHO


 BASELINE SURVAI & EVALUASI 
  APBD PROPINSI / PUSAT
INDIKATOR KINERJA

1. Kabupaten yang dapat menurunkan
   mikrofilaria (Mf Rate) < 1%

2. % kasus klinis filariasis yang
   ditangani pertahun (90 %)
PENTAHAPAN ELIMINASI
  FILARIASIS



1. Penemuan kasus kronis Filariasis survai cepat
2. Pemetaan endemisitas kabupaten / kota
3. MDA, tatalaksana kasus klinis filariasis
4. Monitoring & evaluasi
5. Sertifikasi eliminasi filariasis
PENGOBATAN MASSAL / MDA
      FILARIASIS
Tujuan
1. Menurunkan mf rate < 1%
2. Menurunkan kepadatan rata-rata mf


Sasaran
   Seluruh pdd yang tinggal di daerah endemis filariasis.
   Pengobatan untuk sementara ditunda bagi :
        Anak usia < 2 tahun
        Ibu hamil
        Ibu menyusui
        Orang sedang sakit berat
        Kasus kronis filariasis dalam serangan akut
        Balita marasmus / kwasiorkor
Jenis Obat

 1. Diethyl Carbamazine

    Citrate (DEC)

   a. Sifat kimiawi & fisika


       o Tidak berwarna
       o Tidak berbau
       o Larut dalam air
       o Rasa sedikit pahit
       o Stabil suhu 15-30 °C
       o Sediaan tablet @ 100 mg
b. Cara Kerja DEC
  1. Melumpuhkan otot mf, mf tidak dpt bertahan di tempat

    hidupnya
  2. Mengubah komposisi dinding mf, jadi lebih mudah
    dihancurkan oleh sistim pertahanan tubuh
     Dalam bbrp jam mf di sirkulasi darah mati
  3. Menyebabkan matinya sebagian cacing dewasa.


  - Cacing dewasa yang masih hidup dapat dihambat
   untuk memproduksi mf selama 9 – 12 bulan.
  - Setelah diminum, DEC cepat diserap oleh saluran cerna,
   kadar maksimal dalam plasma darah stl 4 jam,
   diekskresikan seluruhnya melalui urin dalam wk 48 jam
2. Albendazole
 - dikenal sbg obat cacing usus (cacing gelang, kremi,
   cambuk & tambang).
  - Di daerah endemis filariasis, kecacingan usus, ditemukan
   cukup tinggi        Albendazole efektif mematikan cacing
   usus
 - Albendazol meningkatkan efek DEC dalam mematikan
   cacing filaria dewasa dan mf tanpa menambah reaksi
   yang tidak dikehendaki.


3. Obat Reaksi Pengobatan

  - Paracetamol            - Antibiotika oral
  - CTM                    - Vitamin B6
  - Antasida doen          - Kortikosteroid injeksi
  - Salep antibiotika      - Adrenalin Injeksi
Cara Pemberian Obat
- Obat MDA DEC, Albendazole dan Paracetamol ,
 dosis tunggal, sekali setahun, minimal 5 tahun.
-Dosis DEC 6 mg/KgBB, Albendazole 400 mg untuk semua gol. umur dan
 paracetamol 10 mg/KgBB .
 Obat diminum sesudah makan, di depan petugas.
- Untuk memudahkan pemberian obat di masy , Dosis obat berdasarkan umur


Tabel Dosis Obat Berdasarkan Umur
    UMUR        DEC (100 mg)    Albendazole        Paracetamol
    (Tahun)        (Tablet)        (400mg)          (500mg)
                                   (Tablet)          (Tablet)
     2-5              1               1               0,25
     6 - 14           2               1                0,5
     > 14             3               1                 1
Reaksi Pengobatan
Obat DEC &Albendazole, aman, memiliki toleransi baik tetapi kadang
terjadi reaksi pengobatan terutama infeksi Brugia malayi dan Brugia
timori.


A.Macam Reaksi Pengobatan
   1. Reaksi Umum
      - Respon imunitas individu terhadap matinya mf,
          makin banyak mf yang mati makin besar reaksi terjadi.
      - Terjadi 3 hari pertama stl MDA.
      - Reaksi ringan sembuh sendiri tanpa diobati.
      - Berupa sakit kepala, pusing, demam, mual, menurunnya
          nafsu makan, muntah, sakit otot, sakit sendi, lesu, gatal-gatal,
          keluar cacing usus,
          di paru-paru (asma bronkial dan “wheezing”).
2.     Reaksi Lokal
 - Akibat matinya cacing dewasa
 - Timbul sampai 3 minggu setelah MDA.


 a. Reaksi lokal pada infeksi W. bancrofti
      Nodul di kulit skrotum paling sering terjadi.
      Funikulitis
      Epididimitis
      Orkitis
      Orkalgia
a. Reaksi lokal pada infeksi Brugia malayi dan
 Brugia timori
  Limfadenitis
  Limfangitis
  Adenolimfangitis
  Abses
  Ulkus
  Limfedema


B. Penatalaksanaan Reaksi Pengobatan
  - Yang penting adalah
    # penjelasan reaksi obat pada pdd agar tidak takut.
    # tidak menolak diobati tahap selanjutnya.
  - Tatalaksana reaksi yang tidak tepat     memberikan dampak
   buruk di masy di daerah endemis, mengganggu jalannya PELF
OLEH KARENA ITU PERLU DILAKUKAN:
1. Informasikan masyreaksi dpt terjadi namun persentasenya kecil.
2. Informasikan masy, tempat mendapat pertolongan .
3. Puskesmas cukup memiliki stok obat reaksi.
4. Penyebarluasan         informasi   dokter   praktek   dimana   MDA
     dilaksanakan , bentuk sistem rujukan dengan RS pemerintah /
     swasta
5. Obat diminum sesudah makan.
6. Sasaran yang ditunda jangan diberikan obat
 pengobatan reaksi sesuai gejala yang timbul:
     Paracetamol
     CTM
     Antasida Doen
     Salep antibiotika
     Amoksisilin kaplet
RENCANA PELAKSANAAN MDA DI SUMATERA BARAT


No   Kabupaten/Kota           Jml                                 Tahun Pelaksanaan                                       Ket
                           Penduduk
                             (jiwa)
                                        04      05      06       07       08       09       10       11       12   13

1    Kep.Mentawai            58.316.-       2       4        4        4        2        2                               4 kec

2    Pasaman Barat          316.717.-               2        4    11          11       11        9        7             11 kec

3    Agam                   433.526.-               1        2    15          15       15       14       13             15 kec

4    Pesisir Selatan        396.017.-                        2    11          11       11       11        9             12 kec


5    50 Kota                322.271.-               2        4    13          13       13       11        9             13 kec

               Total kec                    2       9       16    54          52       52       45       38

                Tahap I                 2       7       7        38       0        0        0        0
REALISASI PELAKSANAAN MDA DI SUMATERA BARAT


No   Kabupaten/Kota           Jml                           Tahun Pelaksanaan
                           Penduduk
                             (jiwa)
                                        04   05   06       07    08   09    10   11   12   13

1    Kep.Mentawai            58.316.-    2    4    4       OKT



2    Pasaman Barat          316.717.-         2    6

3    Agam                   433.526.-         1    4

4    Pesisir Selatan        396.017.-              5        4


5    50 Kota                322.271.-         1        -   OKT



6    BUKITTINGGI                                            4

               Total kec                 2    8   20       16
Aku ingin
 Generasi Baru
Indonesia Bebas
dari Filariasis !!
Permasalahan MDA
Alokasi dana operasional MDA sekali
setahun selama minimal 5 tahun berturut-
turut di Kabupaten/Kota yang terbatas
& tidak berkesinambungan
sehingga :
  - MDA terputus sehingga tidak
    bermanfaat
  - MDA seluas kecamatan dan tidak
    diperluas , mudah terjadi reinfeksi dan
    pencapaian eliminasi terlambat
Program filariasis di puskesmas

Contenu connexe

Tendances

Skenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosis
Skenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosisSkenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosis
Skenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosisSyscha Lumempouw
 
Laporan pws penyakit potensial wabah rjl
Laporan pws penyakit potensial wabah rjlLaporan pws penyakit potensial wabah rjl
Laporan pws penyakit potensial wabah rjlHMRojali
 
Pemeriksaan HBsAg, Anti-HBs, dan Anti-HCV Metode Imunokromatografi
Pemeriksaan HBsAg, Anti-HBs, dan Anti-HCV Metode ImunokromatografiPemeriksaan HBsAg, Anti-HBs, dan Anti-HCV Metode Imunokromatografi
Pemeriksaan HBsAg, Anti-HBs, dan Anti-HCV Metode ImunokromatografiPatriciaGitaNaully
 
Prosedur penyuntikan imunisasi
Prosedur penyuntikan imunisasiProsedur penyuntikan imunisasi
Prosedur penyuntikan imunisasiJoni Iswanto
 
Program TB Paru di puskesmas
Program TB Paru di puskesmasProgram TB Paru di puskesmas
Program TB Paru di puskesmasJoni Iswanto
 
MALARIA - epidemiologi penyakit menular
MALARIA - epidemiologi penyakit menularMALARIA - epidemiologi penyakit menular
MALARIA - epidemiologi penyakit menularBernike Zega
 
Tb anak dg skoring
Tb anak dg skoringTb anak dg skoring
Tb anak dg skoringJoni Iswanto
 
Skrining kanker cerviks dengan IVA
Skrining kanker cerviks dengan IVASkrining kanker cerviks dengan IVA
Skrining kanker cerviks dengan IVAMeironi Waimir
 
Bab viii surveilans epid
Bab viii surveilans epidBab viii surveilans epid
Bab viii surveilans epidNajMah Usman
 
Chikungunya
ChikungunyaChikungunya
ChikungunyaDR Irene
 
Sifilis. bag. 13
Sifilis. bag. 13Sifilis. bag. 13
Sifilis. bag. 13tristyanto
 
Juknis HIV: Pedoman IMS 2011
Juknis HIV: Pedoman IMS 2011Juknis HIV: Pedoman IMS 2011
Juknis HIV: Pedoman IMS 2011Irene Susilo
 
Penyakit Hepatitis dan Jenisnya
Penyakit Hepatitis dan JenisnyaPenyakit Hepatitis dan Jenisnya
Penyakit Hepatitis dan JenisnyaLestari Moerdijat
 
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (pd3 i
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (pd3 iPenyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (pd3 i
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (pd3 iJoni Iswanto
 
Konsep investigasi klb wabah
Konsep investigasi klb wabahKonsep investigasi klb wabah
Konsep investigasi klb wabahrickygunawan84
 

Tendances (20)

Demam tifoid anak
Demam tifoid anakDemam tifoid anak
Demam tifoid anak
 
Skenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosis
Skenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosisSkenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosis
Skenario 20.5 Dermatofitosis & Non-dermatofitosis
 
Laporan pws penyakit potensial wabah rjl
Laporan pws penyakit potensial wabah rjlLaporan pws penyakit potensial wabah rjl
Laporan pws penyakit potensial wabah rjl
 
Pemeriksaan HBsAg, Anti-HBs, dan Anti-HCV Metode Imunokromatografi
Pemeriksaan HBsAg, Anti-HBs, dan Anti-HCV Metode ImunokromatografiPemeriksaan HBsAg, Anti-HBs, dan Anti-HCV Metode Imunokromatografi
Pemeriksaan HBsAg, Anti-HBs, dan Anti-HCV Metode Imunokromatografi
 
Prosedur penyuntikan imunisasi
Prosedur penyuntikan imunisasiProsedur penyuntikan imunisasi
Prosedur penyuntikan imunisasi
 
POWERPOINT TB PARU
POWERPOINT TB PARUPOWERPOINT TB PARU
POWERPOINT TB PARU
 
Program TB Paru di puskesmas
Program TB Paru di puskesmasProgram TB Paru di puskesmas
Program TB Paru di puskesmas
 
MALARIA - epidemiologi penyakit menular
MALARIA - epidemiologi penyakit menularMALARIA - epidemiologi penyakit menular
MALARIA - epidemiologi penyakit menular
 
Tb anak dg skoring
Tb anak dg skoringTb anak dg skoring
Tb anak dg skoring
 
Skrining kanker cerviks dengan IVA
Skrining kanker cerviks dengan IVASkrining kanker cerviks dengan IVA
Skrining kanker cerviks dengan IVA
 
Bab viii surveilans epid
Bab viii surveilans epidBab viii surveilans epid
Bab viii surveilans epid
 
Chikungunya
ChikungunyaChikungunya
Chikungunya
 
Tuberculosis
Tuberculosis Tuberculosis
Tuberculosis
 
Sifilis. bag. 13
Sifilis. bag. 13Sifilis. bag. 13
Sifilis. bag. 13
 
Juknis HIV: Pedoman IMS 2011
Juknis HIV: Pedoman IMS 2011Juknis HIV: Pedoman IMS 2011
Juknis HIV: Pedoman IMS 2011
 
Penyakit Hepatitis dan Jenisnya
Penyakit Hepatitis dan JenisnyaPenyakit Hepatitis dan Jenisnya
Penyakit Hepatitis dan Jenisnya
 
Tuberkulosis penyuluhan
Tuberkulosis penyuluhanTuberkulosis penyuluhan
Tuberkulosis penyuluhan
 
Anemia
AnemiaAnemia
Anemia
 
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (pd3 i
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (pd3 iPenyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (pd3 i
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (pd3 i
 
Konsep investigasi klb wabah
Konsep investigasi klb wabahKonsep investigasi klb wabah
Konsep investigasi klb wabah
 

En vedette

Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) Filariasis
Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) FilariasisPemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) Filariasis
Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) FilariasisDokter Tekno
 
Program Eliminasi Filariasis Di Kabupaten Karawang
Program Eliminasi Filariasis Di Kabupaten KarawangProgram Eliminasi Filariasis Di Kabupaten Karawang
Program Eliminasi Filariasis Di Kabupaten KarawangDokter Tekno
 
Satuan acara penyuluhan penyakit kaki gajah
Satuan acara penyuluhan penyakit kaki gajahSatuan acara penyuluhan penyakit kaki gajah
Satuan acara penyuluhan penyakit kaki gajahMJM Networks
 
Indikator Pencatatan dan Pelaporan Sasaran Kebutuhan Obat POMP Filariasis Tah...
Indikator Pencatatan dan Pelaporan Sasaran Kebutuhan Obat POMP Filariasis Tah...Indikator Pencatatan dan Pelaporan Sasaran Kebutuhan Obat POMP Filariasis Tah...
Indikator Pencatatan dan Pelaporan Sasaran Kebutuhan Obat POMP Filariasis Tah...Dokter Tekno
 
Materi penyuluhan filariasis
Materi penyuluhan filariasisMateri penyuluhan filariasis
Materi penyuluhan filariasisRegina Rere
 
Sap penyakit gajah edit
Sap penyakit gajah editSap penyakit gajah edit
Sap penyakit gajah editMJM Networks
 
Pelayanan keswa terpadu kia 2015 pkm samata kab. gowa
Pelayanan keswa terpadu kia 2015 pkm samata kab. gowaPelayanan keswa terpadu kia 2015 pkm samata kab. gowa
Pelayanan keswa terpadu kia 2015 pkm samata kab. gowaDokter Tekno
 
Makalah frambusia
Makalah frambusiaMakalah frambusia
Makalah frambusiaWarnet Raha
 
Kebijakan nasional pengendalian dbd 2015
Kebijakan nasional pengendalian dbd 2015Kebijakan nasional pengendalian dbd 2015
Kebijakan nasional pengendalian dbd 2015Andi Po
 
Skripsi perilaku masyarakat terhadap penyakit filariasis di desa kanyurang ke...
Skripsi perilaku masyarakat terhadap penyakit filariasis di desa kanyurang ke...Skripsi perilaku masyarakat terhadap penyakit filariasis di desa kanyurang ke...
Skripsi perilaku masyarakat terhadap penyakit filariasis di desa kanyurang ke...bagadang s
 
Kel 5 plasmodium malariae
Kel 5 plasmodium malariaeKel 5 plasmodium malariae
Kel 5 plasmodium malariaeKen Ken
 
Capaian dan Kegiatan Pengendalian Penyakit Semester I tahun 2015
Capaian dan Kegiatan Pengendalian Penyakit Semester I tahun 2015Capaian dan Kegiatan Pengendalian Penyakit Semester I tahun 2015
Capaian dan Kegiatan Pengendalian Penyakit Semester I tahun 2015Ditjen P2P
 
Leptospirosis
LeptospirosisLeptospirosis
LeptospirosisAinur
 
Permenkes ri no. 907 tahun 2002 syarat syarat dan pengawasan kualitas air minum
Permenkes ri no. 907 tahun 2002 syarat syarat dan pengawasan kualitas air minumPermenkes ri no. 907 tahun 2002 syarat syarat dan pengawasan kualitas air minum
Permenkes ri no. 907 tahun 2002 syarat syarat dan pengawasan kualitas air minumArina Priyanka
 

En vedette (20)

Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) Filariasis
Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) FilariasisPemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) Filariasis
Pemberian Obat Massal Pencegahan (POMP) Filariasis
 
Bab i pendahuluan.
Bab i pendahuluan.Bab i pendahuluan.
Bab i pendahuluan.
 
Kerangka acuan
Kerangka acuan Kerangka acuan
Kerangka acuan
 
Program Eliminasi Filariasis Di Kabupaten Karawang
Program Eliminasi Filariasis Di Kabupaten KarawangProgram Eliminasi Filariasis Di Kabupaten Karawang
Program Eliminasi Filariasis Di Kabupaten Karawang
 
Satuan acara penyuluhan penyakit kaki gajah
Satuan acara penyuluhan penyakit kaki gajahSatuan acara penyuluhan penyakit kaki gajah
Satuan acara penyuluhan penyakit kaki gajah
 
Filariasis
FilariasisFilariasis
Filariasis
 
Indikator Pencatatan dan Pelaporan Sasaran Kebutuhan Obat POMP Filariasis Tah...
Indikator Pencatatan dan Pelaporan Sasaran Kebutuhan Obat POMP Filariasis Tah...Indikator Pencatatan dan Pelaporan Sasaran Kebutuhan Obat POMP Filariasis Tah...
Indikator Pencatatan dan Pelaporan Sasaran Kebutuhan Obat POMP Filariasis Tah...
 
Materi penyuluhan filariasis
Materi penyuluhan filariasisMateri penyuluhan filariasis
Materi penyuluhan filariasis
 
Sap penyakit gajah edit
Sap penyakit gajah editSap penyakit gajah edit
Sap penyakit gajah edit
 
Pmtct
PmtctPmtct
Pmtct
 
Makalah flariasi
Makalah flariasiMakalah flariasi
Makalah flariasi
 
Pelayanan keswa terpadu kia 2015 pkm samata kab. gowa
Pelayanan keswa terpadu kia 2015 pkm samata kab. gowaPelayanan keswa terpadu kia 2015 pkm samata kab. gowa
Pelayanan keswa terpadu kia 2015 pkm samata kab. gowa
 
Makalah frambusia
Makalah frambusiaMakalah frambusia
Makalah frambusia
 
Kebijakan nasional pengendalian dbd 2015
Kebijakan nasional pengendalian dbd 2015Kebijakan nasional pengendalian dbd 2015
Kebijakan nasional pengendalian dbd 2015
 
Skripsi perilaku masyarakat terhadap penyakit filariasis di desa kanyurang ke...
Skripsi perilaku masyarakat terhadap penyakit filariasis di desa kanyurang ke...Skripsi perilaku masyarakat terhadap penyakit filariasis di desa kanyurang ke...
Skripsi perilaku masyarakat terhadap penyakit filariasis di desa kanyurang ke...
 
Kel 5 plasmodium malariae
Kel 5 plasmodium malariaeKel 5 plasmodium malariae
Kel 5 plasmodium malariae
 
Makalah kaki gajah
Makalah kaki gajahMakalah kaki gajah
Makalah kaki gajah
 
Capaian dan Kegiatan Pengendalian Penyakit Semester I tahun 2015
Capaian dan Kegiatan Pengendalian Penyakit Semester I tahun 2015Capaian dan Kegiatan Pengendalian Penyakit Semester I tahun 2015
Capaian dan Kegiatan Pengendalian Penyakit Semester I tahun 2015
 
Leptospirosis
LeptospirosisLeptospirosis
Leptospirosis
 
Permenkes ri no. 907 tahun 2002 syarat syarat dan pengawasan kualitas air minum
Permenkes ri no. 907 tahun 2002 syarat syarat dan pengawasan kualitas air minumPermenkes ri no. 907 tahun 2002 syarat syarat dan pengawasan kualitas air minum
Permenkes ri no. 907 tahun 2002 syarat syarat dan pengawasan kualitas air minum
 

Plus de Joni Iswanto

Protap penanggulangan bencana
Protap penanggulangan bencanaProtap penanggulangan bencana
Protap penanggulangan bencanaJoni Iswanto
 
Modul 4 analisis resiko
Modul 4 analisis resikoModul 4 analisis resiko
Modul 4 analisis resikoJoni Iswanto
 
Modul 3 konsepsi bencana dan kedaruratan
Modul 3 konsepsi bencana dan kedaruratanModul 3 konsepsi bencana dan kedaruratan
Modul 3 konsepsi bencana dan kedaruratanJoni Iswanto
 
Modul 1 pengantar rencana kontijensi.
Modul 1 pengantar rencana kontijensi.Modul 1 pengantar rencana kontijensi.
Modul 1 pengantar rencana kontijensi.Joni Iswanto
 
Manajemen bencana bidang kesehatan
Manajemen bencana bidang kesehatanManajemen bencana bidang kesehatan
Manajemen bencana bidang kesehatanJoni Iswanto
 
Pemberantasan Sarang Nyamuk
Pemberantasan Sarang NyamukPemberantasan Sarang Nyamuk
Pemberantasan Sarang NyamukJoni Iswanto
 
Manajemen logistik imunisasi
Manajemen logistik imunisasiManajemen logistik imunisasi
Manajemen logistik imunisasiJoni Iswanto
 
Pelayanan imunisasi
Pelayanan  imunisasiPelayanan  imunisasi
Pelayanan imunisasiJoni Iswanto
 
Rencana kontinjensi
Rencana kontinjensiRencana kontinjensi
Rencana kontinjensiJoni Iswanto
 
Nutrisi anak balita
Nutrisi anak balitaNutrisi anak balita
Nutrisi anak balitaJoni Iswanto
 
Standard kompetensi bidan
Standard kompetensi bidanStandard kompetensi bidan
Standard kompetensi bidanJoni Iswanto
 
Dasar perilaku individual
Dasar perilaku individualDasar perilaku individual
Dasar perilaku individualJoni Iswanto
 
Pengembangan program uks
Pengembangan program uksPengembangan program uks
Pengembangan program uksJoni Iswanto
 
Masalah kesehatan remaja
Masalah kesehatan remajaMasalah kesehatan remaja
Masalah kesehatan remajaJoni Iswanto
 
10.bahaya fisik rs
10.bahaya fisik rs10.bahaya fisik rs
10.bahaya fisik rsJoni Iswanto
 

Plus de Joni Iswanto (20)

Protap penanggulangan bencana
Protap penanggulangan bencanaProtap penanggulangan bencana
Protap penanggulangan bencana
 
Modul 4 analisis resiko
Modul 4 analisis resikoModul 4 analisis resiko
Modul 4 analisis resiko
 
Modul 3 konsepsi bencana dan kedaruratan
Modul 3 konsepsi bencana dan kedaruratanModul 3 konsepsi bencana dan kedaruratan
Modul 3 konsepsi bencana dan kedaruratan
 
Modul 1 pengantar rencana kontijensi.
Modul 1 pengantar rencana kontijensi.Modul 1 pengantar rencana kontijensi.
Modul 1 pengantar rencana kontijensi.
 
Manajemen bencana bidang kesehatan
Manajemen bencana bidang kesehatanManajemen bencana bidang kesehatan
Manajemen bencana bidang kesehatan
 
Pemberantasan Sarang Nyamuk
Pemberantasan Sarang NyamukPemberantasan Sarang Nyamuk
Pemberantasan Sarang Nyamuk
 
Manajemen logistik imunisasi
Manajemen logistik imunisasiManajemen logistik imunisasi
Manajemen logistik imunisasi
 
Pelayanan imunisasi
Pelayanan  imunisasiPelayanan  imunisasi
Pelayanan imunisasi
 
Napza
NapzaNapza
Napza
 
Mtbs
MtbsMtbs
Mtbs
 
Rencana kontinjensi
Rencana kontinjensiRencana kontinjensi
Rencana kontinjensi
 
Nutrisi anak balita
Nutrisi anak balitaNutrisi anak balita
Nutrisi anak balita
 
Standard kompetensi bidan
Standard kompetensi bidanStandard kompetensi bidan
Standard kompetensi bidan
 
Dasar perilaku individual
Dasar perilaku individualDasar perilaku individual
Dasar perilaku individual
 
Pengembangan program uks
Pengembangan program uksPengembangan program uks
Pengembangan program uks
 
Masalah kesehatan remaja
Masalah kesehatan remajaMasalah kesehatan remaja
Masalah kesehatan remaja
 
Higiene industri
Higiene industriHigiene industri
Higiene industri
 
Info gender
Info genderInfo gender
Info gender
 
10.bahaya fisik rs
10.bahaya fisik rs10.bahaya fisik rs
10.bahaya fisik rs
 
K3 BIOLOGIS RS
K3 BIOLOGIS RSK3 BIOLOGIS RS
K3 BIOLOGIS RS
 

Program filariasis di puskesmas

  • 2. FILARIASIS  PENYAKIT MENULAR MENAHUN DISEBABKAN OLEH CACING FILARIA YANG DITULARKAN MELALUI BERBAGAI JENIS NYAMUK  TERSEBAR LUAS DI PEDESAAN DAN PERKOTAAN, TERUTAMA DI PEDESAAN  MENIMBULKAN KECACATAN MENETAP, STIGMA, PSIKOLOGIS, SOSIAL DAN EKONOMI  MENURUNKAN KUALITAS SDM FILARIASIS DI INDONESIA DISEBABKAN OLEH 3 SPESIES CACING FILARIA YAITU : - WUCHERERIA BANCROFTI - BRUGIA MALAYI - BRUGIA TIMORI PENYEBARANNYA DISELURUH INDONESIA BAIK DI PEDESAAN MAUPUN DI PERKOTAAN TERUTAMA DI PEDESAAN
  • 3. MORFOLOGI - BENTUK A. CACING DEWASA ATAU MAKROFILARIA  BERBENTUK SILINDRIS, HALUS SEPERTI BENANG, PUTIH DAN HIDUP DI DALAM SISITEM LIMFE.  UKURAN 55 – 100 MM x 0,16 MM  CACING JANTAN LEBIH KECIL: 55 MM x 0,09 MM  CACING BETINA BERKEMBANG SECARA OVOVIVIPAR, hasilkan mf 50 ribu / hari B. MIKROFILARIA  MERUPAKAN LARVA DARI MAKROFILARIA SEKALI KELUAR JUMLAHNYA PULUHAN RIBU.  MEMPUNYAI SARUNG. 200 – 600 X 8 um
  • 4. P E N Y E B A B FILARIASIS 3 SPESIES CACING filaria
  • 5. DI DALAM TUBUH NYAMUK  Mf YANG DIISAP NYAMUK AKAN BERKEMBANG DALAM OTOT NYAMUK  SETELAH 3 HARI MENJADI LARVA L1  SETELAH 6 HARI MENJADI LARVA L2  SETELAH 8-10 HARI UNTUK BRUGIA ATAU 10 – 14 HARI UNTUK WUCHERERIA AKAN MENJADI LARVA L3  LARVA L3 SANGAT AKTIF DAN MERUPAKAN LARVA INFEKTIF.  DITULARKAN KEPADA MANUSIA MELALUI GIGITAN NYAMUK (TETAPI TDK. SPT MALARIA)
  • 6.
  • 7. TEMPAT BERKEMBANG BIAK  MANUSIA MERUPAKAN HOSPES DEFINITIF  HAMPIR SEMUA DAPAT TERTULAR TERUTAMA PENDATANG DARI DAERAH NON-ENDEMIK  BEBERAPA HEWAN DAPAT BERTINDAK SEBAGAI HOSPES RESERVOIR  DI INDONESIA HANYA Brugia malayi sub periodik/ non periodik YANG DAPAT MENGINFEKSI HEWAN  HEWAN TERSEBUT ADALAH: LUTUNG (Presbythis cristata), KERA EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DAN KUCING (Felis catus)
  • 8. VEKTOR - PERANTARA  NYAMUK MERUPAKAN VEKTOR FILARIASIS  DI INDONESIA ADA 23 SPESIES NYAMUK YANG DIKETAHUI BERTINDAK SEBAGAI VEKTOR DAN POTENSIAL VEKTOR DARI 5 GENUS: MANSONIA, CULEX, ANOPHELES, AEDES DAN ARMIGERES.  W.BANCROFTI TIPE PERKOTAAN VEKTORNYA CULEX QUINQUEFASCIATUS  W.BANCROFTI TIPE PEDESAAN: ANOPHELES, AEDES DAN ARMIGERES  B.MALAYI : MANSONIA SPP, AN.BARBIROSTRIS.  B.TIMORI : AN. BARBIROSTRIS.
  • 10. LINGKUNGAN A. LINGKUNGAN FISIK  IKLIM, GEOGRAFIS, AIR DSB. B. LINGKUNGAN BIOLOGIK  LINGKUNGAN HAYATI YG MEMPENGARUHI PENULARAN; HUTAN, RESERVOIR, VEKTOR C. LINGKUNGAN SOSIAL-EKONIMI-BUDAYA  KAP  ADAT ISTIADAT, KEBIASAAN DSB  EKONOMI: CARA BERTANI, MENCARI ROTAN, GETAH DSB
  • 11. PENULARAN PENULARAN DAPAT TERJADI APABILA ADA LIMA UNSUR UTAMA:  SUMBER PENULAR  PARASIT  VEKTOR  MANUSIA YANG RENTAN  LINGKUNGAN (FISIK, BIOLOGIK EKONOMI DAN SOSIAL-BUDAYA)
  • 12. A. Patogenesis Perjalanan Penyakit dipengaruhi oleh : Kerentanan individu thd parasit Seringnya mendapat gigitan nyamuk Banyaknya larva infektif masuk ke dl tubuh Adanya infeksi bakteri / jamur.
  • 13. 1. Gejala Klinis Akut Gejala klinis akut berupa GX.lokal - Limfangitis - Limfadenitis - Adenolimfangitis/ ADL - Abses, dapat pecah dan sembuh dengan parut - GX. Umum demam, sakit kepala, rasa lemah(banyak terlihat infeksi dengan B.malayi dan B. timori). Pada infeksi Wuchereria ditemukan demam bila terjadi orkitis, epididimitis,funikulitis & orkalgia.
  • 14. B. Gejala Klinis  ada dua gx klinis yaitu gx klinis akut dan gx klinis kronis  pada dasarnya gx klinis akut sama hanya saja tampak lebih jelas pd Brugia. Infeksi Wuchereria  kelainan dapat pd sal kemih / alat kelamin.
  • 15. 2. Gejala klinis kronis a). Limfedema Infeksi Wuchereria Mengenai seluruh kaki/lengan, skrotum, penis, Vulva vagina & payudara, Infeksi Brugia dapat mengenai kaki / lengan di bawah lutut / siku  Lutut , Siku masih normal b). Hidrokel Pelebaran kantung buah zakar yang berisi cairan limfe. dapat sbg indikator endemisitas filariasis bancrofti. c). Kiluria Kencing spti susukebocoran sal limfe di pelvik ginjal , jarang ditemukan
  • 16.
  • 17.
  • 18. Kita Harus Mengurangi Dampak Tersebut Dengan Cara Memutus Mata Rantai Penularan Untuk Mengurangi Penyebaran ( Eliminasi ) Dengan Cara Melakukan Pengobatan Massal
  • 19. RAPID SURVEY -> KASUS KLINIS No KAB/ KOTA JML JML PUSK JML KASUS KETERANGAN PUSKES YG SDJ MAS MELAPOR 1 Kab. Pd. Pariaman 23 3 6 - 2 Kab. T. datar 22 7 9 Mf rate 0, ulang SDJ 3 Kab. Pesisir Selatan 18 7 38 MF Rate 1- 2,42 4 Kab. Agam 21 3 16 MF RATE 7,3 - 8,7 5 Kab. 5o Kota 19 4 5 MF Rate 0,73 - 1,43 6 Kab. Pasaman 9 2 2 - 7 Kab.Sawahlunto Sijunjung 12 3 5 MF Rate 0 8 Kab. Solok 18 4 4 MF rate 0 9 Kab. Kep. mentawai 6 3 12 MF Rate 2,92 10 Kota Padang 19 5 7 Belum SDJ 11 Kota Bukittinggi 4 1 1 MF Rate 1,42 12 Kab. Dharmasraya 8 3 11 - 13 Kab. Solok Selatan 6 1 2 14 Kab. Pasaman Barat 11 7 46 MF rate 3,2 – 18,48
  • 20. PETA LOKASI KASUS KLINIS FILARIASIS SUMBAR PASAMAN (2) TAHUN 2005 PASAMAN 50 BARAT ( 46) KOTA(5) BKT PYK AGAM(16) M T. DATAR(9) E PD. PR(6) PP N SWL T PAR 2) W (12) PDG(7) SWL SJJ(5) SOLOK DHARMASRAYA (11) SOLOK (4) P E S S SOLOK SELATAN(2) E L (38) TIDAK ADA KASUS 1. KOTA BUKITTINGGI 2. KOTA PARIAMAN 3. KOTA P. PANJANG ADA KASUS KLINIS ( ) 4. KOTA PAYAKUMBUH 5. KOTA SOLOK TIDAK ADA KASUS KLINIS
  • 21. PETA ENDEMISITAS FILARIASIS SUMBAR TAHUN 2005 BERDASARKAN HASIL SDJ PASAMAN PASAMAN 50 KOTA BARAT PYK BKT AGAM M T. DATAR E PD. PR PP N SWL T PAR W PDG SWL SJJ SOLOK DHARMASRAYA SOLOK P E S S SOLOK SELATAN E L MFR > 1 % ( ENDEMIS) MFR < 1 % MFR 0 % dilakukan SDJ ulang HASIL SDJ (MFR) BELUM DIKETAHUI DAN TIDAK ADA KASUS
  • 22. 1. PEMUTUSAN TRANSMISI Pengobatan Massal (MDA) pada populasi beresiko (at risk) Dengan Obat DEC, Albendazole & Paracetamol, Sekali setahun selama minimal 5 tahun berturut-turut 2. PENGENDALIAN ANGKA KESAKITAN (DISABILITY AND CONTROL) Perawatan di tingkat Masyarakat pada kasus - Limfedema , hidrokel - Serangan Akut Limfedema dan hidrokel Di Rumah Sakit - Operasi Hidrokel
  • 23. Tujuan Eliminasi Filariasis Tujuan Umum : Filariasis tidak menjadi masalah dalam kesehatan masyarakat Tujuan Khusus :  Menurunnya Micro Filaria (MF) rate < 1%  Menurunnya serangan akut pada penderita kasus kronis  Tidak bertambahnya kasus kronis baru  Mencegah dan membatasi kecacatan
  • 24. 1. Eliminasi Filariasis merupakan salah satu prioritas nasional pemberantasan penyakit menular. 2. Eliminasi dilaksanakan dengan 2 kegiatan pokok : - Pengobatan massal didaerah endemis - Penatalaksanaan kasus klinis (individual) 3. Satuan lokasi pelaksanaan (Implementation Unit) adalah kabupaten / kota. 4. Mencegah penyebaran filariasis antar kabupaten, propinsi dan negara.
  • 25. STRATEGI 1. Memutuskan mata rantai penularan filariasis dengan pengobatan masal didaerah endemis filariasis 2. Mencegah dan membatasi kecacatan dengan penatalaksanaan kasus filariasis 3. Mengembangkan peneletian dan memperkuat surveilans 4. Pengendalian Vektor Terpadu
  • 26. PENGORGANISASIAN & PEMBIAYAAN PENGOBATAN MASSAL : 1. OPERASIONAL  APBD KABUPATEN 2. OBAT DEC OBAT EFEK SAMPING  APBN PUSAT 3. ALBENDAZOLE  WHO BASELINE SURVAI & EVALUASI  APBD PROPINSI / PUSAT
  • 27. INDIKATOR KINERJA 1. Kabupaten yang dapat menurunkan mikrofilaria (Mf Rate) < 1% 2. % kasus klinis filariasis yang ditangani pertahun (90 %)
  • 28. PENTAHAPAN ELIMINASI FILARIASIS 1. Penemuan kasus kronis Filariasis survai cepat 2. Pemetaan endemisitas kabupaten / kota 3. MDA, tatalaksana kasus klinis filariasis 4. Monitoring & evaluasi 5. Sertifikasi eliminasi filariasis
  • 29.
  • 30.
  • 31. PENGOBATAN MASSAL / MDA FILARIASIS Tujuan 1. Menurunkan mf rate < 1% 2. Menurunkan kepadatan rata-rata mf Sasaran Seluruh pdd yang tinggal di daerah endemis filariasis. Pengobatan untuk sementara ditunda bagi :  Anak usia < 2 tahun  Ibu hamil  Ibu menyusui  Orang sedang sakit berat  Kasus kronis filariasis dalam serangan akut  Balita marasmus / kwasiorkor
  • 32. Jenis Obat 1. Diethyl Carbamazine Citrate (DEC) a. Sifat kimiawi & fisika o Tidak berwarna o Tidak berbau o Larut dalam air o Rasa sedikit pahit o Stabil suhu 15-30 °C o Sediaan tablet @ 100 mg
  • 33. b. Cara Kerja DEC 1. Melumpuhkan otot mf, mf tidak dpt bertahan di tempat hidupnya 2. Mengubah komposisi dinding mf, jadi lebih mudah dihancurkan oleh sistim pertahanan tubuh  Dalam bbrp jam mf di sirkulasi darah mati 3. Menyebabkan matinya sebagian cacing dewasa. - Cacing dewasa yang masih hidup dapat dihambat untuk memproduksi mf selama 9 – 12 bulan. - Setelah diminum, DEC cepat diserap oleh saluran cerna, kadar maksimal dalam plasma darah stl 4 jam, diekskresikan seluruhnya melalui urin dalam wk 48 jam
  • 34. 2. Albendazole - dikenal sbg obat cacing usus (cacing gelang, kremi, cambuk & tambang). - Di daerah endemis filariasis, kecacingan usus, ditemukan cukup tinggi  Albendazole efektif mematikan cacing usus - Albendazol meningkatkan efek DEC dalam mematikan cacing filaria dewasa dan mf tanpa menambah reaksi yang tidak dikehendaki. 3. Obat Reaksi Pengobatan - Paracetamol - Antibiotika oral - CTM - Vitamin B6 - Antasida doen - Kortikosteroid injeksi - Salep antibiotika - Adrenalin Injeksi
  • 35. Cara Pemberian Obat - Obat MDA DEC, Albendazole dan Paracetamol , dosis tunggal, sekali setahun, minimal 5 tahun. -Dosis DEC 6 mg/KgBB, Albendazole 400 mg untuk semua gol. umur dan paracetamol 10 mg/KgBB . Obat diminum sesudah makan, di depan petugas. - Untuk memudahkan pemberian obat di masy , Dosis obat berdasarkan umur Tabel Dosis Obat Berdasarkan Umur UMUR DEC (100 mg) Albendazole Paracetamol (Tahun) (Tablet) (400mg) (500mg) (Tablet) (Tablet) 2-5 1 1 0,25 6 - 14 2 1 0,5 > 14 3 1 1
  • 36.
  • 37.
  • 38. Reaksi Pengobatan Obat DEC &Albendazole, aman, memiliki toleransi baik tetapi kadang terjadi reaksi pengobatan terutama infeksi Brugia malayi dan Brugia timori. A.Macam Reaksi Pengobatan 1. Reaksi Umum - Respon imunitas individu terhadap matinya mf, makin banyak mf yang mati makin besar reaksi terjadi. - Terjadi 3 hari pertama stl MDA. - Reaksi ringan sembuh sendiri tanpa diobati. - Berupa sakit kepala, pusing, demam, mual, menurunnya nafsu makan, muntah, sakit otot, sakit sendi, lesu, gatal-gatal, keluar cacing usus, di paru-paru (asma bronkial dan “wheezing”).
  • 39. 2. Reaksi Lokal - Akibat matinya cacing dewasa - Timbul sampai 3 minggu setelah MDA. a. Reaksi lokal pada infeksi W. bancrofti  Nodul di kulit skrotum paling sering terjadi.  Funikulitis  Epididimitis  Orkitis  Orkalgia
  • 40. a. Reaksi lokal pada infeksi Brugia malayi dan Brugia timori  Limfadenitis  Limfangitis  Adenolimfangitis  Abses  Ulkus  Limfedema B. Penatalaksanaan Reaksi Pengobatan - Yang penting adalah # penjelasan reaksi obat pada pdd agar tidak takut. # tidak menolak diobati tahap selanjutnya. - Tatalaksana reaksi yang tidak tepat  memberikan dampak buruk di masy di daerah endemis, mengganggu jalannya PELF
  • 41. OLEH KARENA ITU PERLU DILAKUKAN: 1. Informasikan masyreaksi dpt terjadi namun persentasenya kecil. 2. Informasikan masy, tempat mendapat pertolongan . 3. Puskesmas cukup memiliki stok obat reaksi. 4. Penyebarluasan informasi dokter praktek dimana MDA dilaksanakan , bentuk sistem rujukan dengan RS pemerintah / swasta 5. Obat diminum sesudah makan. 6. Sasaran yang ditunda jangan diberikan obat pengobatan reaksi sesuai gejala yang timbul:  Paracetamol  CTM  Antasida Doen  Salep antibiotika  Amoksisilin kaplet
  • 42. RENCANA PELAKSANAAN MDA DI SUMATERA BARAT No Kabupaten/Kota Jml Tahun Pelaksanaan Ket Penduduk (jiwa) 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 1 Kep.Mentawai 58.316.- 2 4 4 4 2 2 4 kec 2 Pasaman Barat 316.717.- 2 4 11 11 11 9 7 11 kec 3 Agam 433.526.- 1 2 15 15 15 14 13 15 kec 4 Pesisir Selatan 396.017.- 2 11 11 11 11 9 12 kec 5 50 Kota 322.271.- 2 4 13 13 13 11 9 13 kec Total kec 2 9 16 54 52 52 45 38 Tahap I 2 7 7 38 0 0 0 0
  • 43. REALISASI PELAKSANAAN MDA DI SUMATERA BARAT No Kabupaten/Kota Jml Tahun Pelaksanaan Penduduk (jiwa) 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 1 Kep.Mentawai 58.316.- 2 4 4 OKT 2 Pasaman Barat 316.717.- 2 6 3 Agam 433.526.- 1 4 4 Pesisir Selatan 396.017.- 5 4 5 50 Kota 322.271.- 1 - OKT 6 BUKITTINGGI 4 Total kec 2 8 20 16
  • 44. Aku ingin Generasi Baru Indonesia Bebas dari Filariasis !!
  • 45. Permasalahan MDA Alokasi dana operasional MDA sekali setahun selama minimal 5 tahun berturut- turut di Kabupaten/Kota yang terbatas & tidak berkesinambungan sehingga : - MDA terputus sehingga tidak bermanfaat - MDA seluas kecamatan dan tidak diperluas , mudah terjadi reinfeksi dan pencapaian eliminasi terlambat