Ce diaporama a bien été signalé.
Le téléchargement de votre SlideShare est en cours. ×

laporan, alkaloid, anstetik, hormon

Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
1
LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA FARMASI ANALISIS KUALITATIF
IDENTIFIKASI GOLONGAN ALKALOID,
ANASTETIK LOKAL, DAN HORMON
Andriana...
1
A. Dasar Teori
Alkaloid merupakan sekelompok metabolit sekuder alami yang
mengandung nitrogen yang aktif secara farmakol...
2
1. Golongan ester (-COOC-)
Obat-obat ini termetabolisme melalui hidrolisis. Yang termasuk
kedalam golongan ester, yakni ...
Publicité
Publicité

Consultez-les par la suite

1 sur 11 Publicité

Plus De Contenu Connexe

Diaporamas pour vous (20)

Similaire à laporan, alkaloid, anstetik, hormon (20)

Publicité

Plus récents (20)

laporan, alkaloid, anstetik, hormon

  1. 1. 1 LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS KUALITATIF IDENTIFIKASI GOLONGAN ALKALOID, ANASTETIK LOKAL, DAN HORMON Andriana 31112059 Farmasi 3B PROGRAM STUDI S1 FARMASI STIKes BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA 2014
  2. 2. 1 A. Dasar Teori Alkaloid merupakan sekelompok metabolit sekuder alami yang mengandung nitrogen yang aktif secara farmakologis yang berasal dari tanaman, mikroba, atau hewan. Dalam kebanyakan alkaloid, atom nitrogen merupakan bagian dari cincin. Alkaloid secara biosintesis diturunkan dari asam amino. Nama alkaloid berasal dari “alkalin” yang berarti basa yang larut air. Sejumlah alkaloid alami dan turunannya telah dikembangkan sebagai obat untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti morfin, reserpin, dan taxol. (Sarker, 2009). Alkaloid bersifat basa dan membentuk garam dengan asam-asam mineral. Tingkat kebasaan alkaloid sangat bervariasi tergantung pada struktur molekul, dan keberadaan gugus fungsional. Kebanyakan alkaloid adalah padat kristalin dan berasa pahit. (Sarker, 2009). Anastetik lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan konsentrasi cukup. Obat ini bekerja pada tiap bagian susunan saraf dan pada tiap jenis serat saraf. Sebagai contoh, bila anastetik lokal dikenakan pada korteks motoris, impuls yang dialirkan dari daerah tersebut terhenti, dan bila disuntikkan ke dalam kulit maka transmisi impuls sensorik dihambat. Pemberian anestetik lokal pada batang saraf menyebabkan paralisis sensorik dan motorik di daerah yang dipersarafinya. Secara umum anestetik local mempunyai rumus dasar yang terdiri dari 3 bagian: gugus amin hidrofil yang berhubungan dengan gugus residu aromatic lipofil melalui suatu gugus antara. Gugus amin selalu berupa amin tersier atau amin sekunder. Gugus antara dan gugus aromatic dihubungkan dengan ikatan amid atau ikatan ester. Maka secara kimia anestetik local digolongkan atas senyawa ester dan senyawa amid.
  3. 3. 2 1. Golongan ester (-COOC-) Obat-obat ini termetabolisme melalui hidrolisis. Yang termasuk kedalam golongan ester, yakni : Kokain, Benzokain, Ametocaine, Prokain, Piperoain, Tetrakain, dan Kloroprokain (Samodro, 2011) 2. Golonganamida (-NHCO-) Obat-obat ini termetabolisme melalui oksidasi dealkilasi di dalam hati. Yang termasuk kedalam golongan amida, yakni : Lidokain, Mepivakain, Prilokain, Bupivacain, Etidokain, Dibukain, Ropivakain, dan Levobupivacaine. Hormon steroid berasal dari kolesterol dan berstruktur inti perhidrosiklopentanolfenantren yang terbagi atas tiga cincin sikloheksana. Suatumolekul steroid yang dihasilkan secara alami oleh korteks adrenal tubuhdikenal dengan nama senyawa kortikosteroid. Kortikosteroid sendiri digolongkan menjadi dua berdasarkan aktifitasnya, yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Glukokortikoid memiliki peranan pada metabolisme glukosa, sedangkan mineralokortikosteroid memiliki retensi garam. Padamanusia, glukortikoid alami yang utama adalah kortisol atau hidrokortison, sedangkan mineralokortikoid utama adalah aldosteron. Selain steroid alami, telah banyak disintetis glukokortikoid sintetik, yang termasuk golongan obat yang penting karena secara luas digunakan terutama untuk pengobatan penyakit – penyakit inflamasi. Contohnya antara lain adalah deksametason, prednison, metilprednisolon, triamsinolon dan betametason (Ikawati, 2006)
  4. 4. 3 B. Alat dan Bahan 1. Alat 1. Tabung reaksi dan rak 2. Pipet 3. Gelas kimia 4. Corong 5. Kertas saring 6. Alat sentrifuga 2. Bahan 1. Pereaksi Mayer 2. FeCl3 3. HCl encer 4. AgNO3 5. Aqua brom 6. KMnO4 7. Pereaksi Parry 8. NaOH 9. Titan yellow 10. H2SO4 pekat
  5. 5. 4 C. Prosedur
  6. 6. 5 D. Hasil Pengamatan a. Sampel no. 33 No Cara Kerja Hasil Pengamatan Dugaan 1 Uji Pendahuluan Uji Organoleptis a. Bentuk b. Warna c. Bau d. Kelarutan Dalam air Dalam asam Dalam basa Dalam pelarut organik Larutan Bening Tidak berbau Larut Efedrin HCl, INH, Aminophylin, Antalgin, Atropin sulfat, Procain HCl, Lidokain. 2 Uji Golongan 1. Dengan pereaksi Mayer Sampel ditambahkan HCl encer dan ditambahkan pereaksi mayer. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya endapan putih. (+) Golongan alkaloid (-) Golongan anastetik lokal atau hormon. 2. Dengan penambahan NaOH dan KMnO4 Jika pada uji golongan pertama (-) maka sampel ditambahkan NaOH dan KMnO4. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya warna hijau atau ungu (+) Golongan anastetik (-) Golongan hormon Terbentuk endapan putih (+) _ Golongan alkaloid : Efedrin HCl, INH, Aminophylin, Antalgin, Atropin sulfat _ 3 Uji Penegasan a. Sampel + FeCl3 b. Sampel + NaOH + CuSO4 c. Sampel + aqua iod Larutan kuning Larutan biru ungu Larutan coklat hitam Efedrin HCl Efedrin HCl Efedrin HCl
  7. 7. 6 b. Sampel no. 95 No Cara Kerja Hasil Pengamatan Dugaan 1 Uji Pendahuluan Uji Organoleptis a. Bentuk b. Warna c. Bau d. Kelarutan Dalam air Dalam asam Dalam basa Dalam pelarut organik Serbuk Kuning Tidak berbau Tidak larut Tidak larut Cofein, Theophylin, Antalgin, Parasetamol, Kuinin, Prednison, Hidrokortison. 2 Uji Golongan 1. Dengan pereaksi Mayer Sampel ditambahkan HCl encer dan ditambahkan pereaksi mayer. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya endapan putih. (+) Golongan alkaloid (-) Golongan anastetik lokal atau hormon. 2. Dengan penambahan NaOH dan KMnO4 Jika pada uji golongan pertama (-) maka sampel ditambahkan NaOH dan KMnO4. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya warna hijau atau ungu (+) Golongan anastetik (-) Golongan hormon Terbentuk endapan putih (+) _ Golongan alkaloid : Cofein, Theophylin, Antalgin, Parasetamol, Kuinin. _ 3 Uji Penegasan a. Sampel + FeCl3 b. Sampel + CuSO4 + NaOH c. Sampel + HNO3 pekat Larutan biru Larutan biru tosca Larutan kuning kecoklatan Parasetamol Parasetamol Parasetamol Kesimpulan : Sampel no. 33 adalah Efedrin HCl Sampel no. 95 adalah Parasetamol
  8. 8. 7 E. Pembahasan Berdasarkan uji organoleptis dapat diketahui bahwa sampel no. 33 memiliki bentuk larutan, dan tidak berwarna atau bening, juga tidak memiliki bau yang khas sedangkan sampel no. 95 memiliki bentuk serbuk dan berwarna kuning, dan tidak berbau. Pada uji kelarutan, sampel no. 33 larut ketika ditambahkan dengan aquadest, sementara untuk sampel no. 95 tidak larut. Dari pengamatan tersebut dapat diduga bahwa sampel no. 33 merupakan Efedrin HCl, INH, Aminophylin, Antalgin, Atropin sulfat, Procain HCl, dan Lidokain. Sementara sampel no 95 kemungkinan merupakan Cofein, Theophylin, Antalgin, Parasetamol, Kuinin, Prednison, ataupun Hidrokortison. Karena sampel no. 95 berbentuk serbuk maka dilakukan isolasi terlebih dahulu, yaitu dengan menambahkan HCl pekat dan aquadest. Penambahan HCl bertujuan jika dalam sampel tersebut terdapat alkaloid maka akan bereaksi dengan asam dan membentuk garam yang larut dalam air, karena alkaloid bersifat basa lemah dan bila direaksikan dengan asam maka akan terbentuk garam yang larut dalam air sehingga garam alkaloid dapat terpisah menuju fase cair dan dapat diisolasi. Sehingga penambahan aquadest ini bertujuan untuk melarutkan garam alkaloid yang terbentuk. Sampel selanjutnya disentrifugasi hal ini bertujuan untuk mengendapkan secara maksimal matriks yang tidak diperlukan untuk identifikasi, untuk kemudian disaring sehingga didapat filtrat yang berisi analit tanpa terdapat lagi matriks yang dapat menggangu. Pada uji penggolongan sampel direksikan dengan HCl encer dan pereaksi Mayer, uji ini bertujuan untuk membedakan golongan alkaloid dengan golongan anastetik atau hormon. Ketika kedua sampel ditetesi dengan HCl encer dan pereaksi Mayer terbentuk endapan putih. Hal ini disebabkan karena senyawa HgI4 dalam pereaksi Mayer berikatan dengan alkaloid melalui ikatan koordinasi antara atom N alkaloid dan Hg pada
  9. 9. 8 pereaksi Mayer sehingga menghasilkan senyawa kompleks merkuri yang nonpolar mengendap berwarna putih. Dengan reaksi sebagai berikut. 4KI +HgCl2→K2HgI4 + 2KCl Alkaloid + K2HgI4 → Hg-Alkaloid (endapan putih) Dari pengamatan dapat diketahui bahwa kedua sampel yang diperoleh tersebut merupakan golongan alkaloid. Selanjutnya dilakukan identifikasi untuk sampel no. 33, larutan sampel direaksikan dengan FeCl3 dan menghasilkan larutan berwarna kuning, hal ini disebabkan ion Fe+ dari FeCl3 ini sebagai pengoksidasi sehingga akan terbentuk warna. Pada reaksi ini terjadi reaksi penggaraman dimana alkaloid yeng bersifat basa lemah akan berikatan dengan FeCl dimana FeCl ini merupakan garam yang bersifat asam lemah maka terbentuk asam yang bersifat netral dan larut dalam air. Hasil ini sesuai dengan literatur sehingga dapat diduga sampel yang diperoleh merupakan Efedrin HCl. Berikutnya dilakukan uji pengasan untuk sampel Efedrin HCl dengan mereaksikan sampel dengan CuSO4 dan NaOH terjadi dan terjadi perubahan warna menjadi biru ungu, hasil ini positif untuk sampel efedrin HCl, warna yang terbentuk ini disebabkan karena adanya reaksi Oksidasi- Reduksi, sehingga terbentuk senyawa kompleks. Ion kompleks Cu2+ akan berikatan dengan pasangan elektron bebas, sehingga terjadi pemakaian electron secara bersama atau ikatan kovalen koordinasi. Uji identifikasi yang terakhir yaitu dengan mereaksikan sampel dengan aqua iod, dari pengamatan dihasilkan perubahan warna menjadi coklat hitam, warna ini beasal dari iod yang berwarna coklat. Hasil ini menandakan reaksi positif untuk sampel efedrin HCl, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel no. 33 merupakan Efedrin HCl. Namun setelah dilakukan pemeriksaan ternyata sampel yang diperoleh bukan merupakan efedrin HCl, melainkan senyawa golongan anastetik lokal yaitu Procain
  10. 10. 9 HCl. Kesalahan yang terjadi terdapat pada uji golongan dengan pereaksi Mayer, dimana seharusnya sampel anastetik lokal tidak memberikan hasil positif. Untuk sampel no. 95 dilakukan uji identifikasi dengan mereaksikan sampel dengan FeCl3 dan terbentuk larutan biru ungu, berdasarkan literatur, sampel yang memberikan hasil tersebut merupakan parasetamol, sehingga dapat diduga bahwa sampel yang diperoleh merupakan parasetamol. Reaksi perubahan warna terjadi ketika FeCl3 ditambahkan kedalam larutan sampel, FeCl3 memutuskan ikatan –OH pada gugus dan mengganti dengan Fe dan mengikat 3 paracetamol untuk membentuk senyawa kompleks yang berwarna. Kemudian dilakukan uji penegasan untuk identifikasi sampel parasetamol, sampel direaksikan dengan CuSO4 dan NaOH dan terjadi perubahan warna menjadi biru tosca, seperti pada sampel efedrin warna yang terbentuk ini disebabkan karena adanya reaksi Oksidasi-Reduksi, sehingga terbentuk senyawa kompleks. Ion kompleks Cu2+ akan berikatan dengan pasangan electron bebas, sehingga terjadi pemakaian electron secara bersama atau ikatan kovalen koordinasi. Identifikasi yang terakhir yaitu mereaksikan sampel dengan HNO3 pekat, dari pengamatan diketahui bahwa sampel memberikan reaksi positif dengan terbentuknya warna kuning kecoklatan. Dari ketiga uji tersebut diperoleh hasul yang positif untuk parasetamol, sehinggan dapat disimpulkan bahwa sampel no. 95 merupakan parasetamol. F. Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa, 1. Sampel no. 33 merupakan Efedrin HCl, namun sebenarnya adalah Procain HCl. 2. Sampel no. 95 merupakan Parasetamol.
  11. 11. 10 G. Daftar Pustaka Anonim. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Fesenden & Fesenden. (1986). Kimia Organik Edisi Ketiga jilid I. Jakarta : Penerbit Erlangga. Matta, M.S. dan Wilbraham, A.C. (1992). Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Bandung : ITB Sarker, S.D. dan Nahar, L. (2009). Kimia Untuk Mahasiswa Farmasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

×