Pasien wanita berusia 51 tahun menjalani hystero-salphingo-oophorectomy bilateral karena mioma uteri dengan status ASA II dan hipertensi. Anestesi spinal dilakukan dengan bupivakain 0,5% 15 mg dan fentanil 25 mcg. Operasi berjalan lancar selama 2 jam 30 menit dengan pemantauan tanda vital dan pemberian cairan sesuai perhitungan.
1. ANESTESI SPINAL
Aris Rahmanda
FKUPH / 0712010091
Kepantieraan Klinik Anestesi dan Reanimasi
RSPAD GATOT SOEBROTO
Periode 14 Agustus – 17 Oktober 2015
Pembimbing :
dr. Noor Achmadi, Sp.An
3. Identitas Pasien
• No RM : 809373
• Nama pasien : Ny. MF
• Umur/ tanggal lahir : 51 tahun
• Agama : Kristen
• Pekerjaan : PNS
• Status sosial : Menikah
• Alamat : Jl.Kembang Sepatu no.75,
Senen, Jakarta Pusat
• Tanggal masuk RS : 21 September 2015
• Tanggal operasi : 23 September 2015
5. Anamnesis
• Pasien mengeluh sering merasa nyeri perut sejak 3
bulan SMRS.
• Nyeri dibawah pusar dan terasa seperti
melintir.Pasien
• Menyangkal adanya penjalaran rasa nyeri perut
tersebut
• Rasa sakit dirasakan terutama pada saat haid.
• Tidak ada hal yang mengurangi rasa sakit yang
pasien rasakan.
• Rasa sakit yang ia rasakan dari skala 1 sampai 10
ada di angka 3.
6. Anamnesis
• Adanya muntah , rasa kembung, keluhan pada BAB dan
BAK, demam dan kuning pada mata (-)
• Penurunan berat badan dan kencing manis, asma, batuk,
pilek dan demam (-)
• Pernah menjalani operasi sebelumnya, yaitu pada 23
tahun lalu berupa operasi Caesar.
• Pasien mampu melakukan aktivitas sehari – hari dengan
mandiri tanpa bantuan orang lain.
• Gigi goyang maupun ompong (-)
• Keluhan seperti perdarahan yang sukar berhenti (-)
• Pasien telah berpuasa sejak jam 02.00 WIB dini hari pada
tanggal 23 September,
7. Anamnesis
Riwayat penyakit terdahulu :
• Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.
• Menyangkal pernah kejang, nyeri dada, sakit kuning,
batuk kronis dan pengobatan 6 bulan.
Riwayat penyakit penyerta :
• Diabetes mellitus, asma , penyakit jantung dan kanker
disangkal.
• Pasien memiliki hipertensi sejak 3 tahun lalu dan tidak
rutin kontrol berobat
8. Anamnesis
• Riwayat kebiasaan hidup :
Merokok dan minum-minuman beralkohol disangkal pasien
• Riwayat pengobatan:
Pemakaian obat-obatan rutin disangkal
• Riwayat Alergi :
Riwayat alergi obat dan makanan disangkal pasien
9. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital
• Tekanan darah` : 140/90 mmHg*
• Pernafasan : 16 x/menit
• Nadi : 83 x/menit
• Suhu : 36.8 oC
Antropometri
• BB : 57 kg
• TB : 164 cm
• BMI : 21,4 (gizi normal)
Kepala : Normosefali, deformitas (-)
Mata : Sklera ikterik -/-, konjungtiva pucat (-)
Hidung: Bentuk normal, septum deviasi (-), luka (-), sekret (-)
10. Pemeriksaan Fisik
Mulut :
• Tonsil : T1 - T1
• Gigi : Karies, gigi goyang dan pemakaian protesa (-)
• Ketika membuka mulut sebesar mungkin, lebarnya
selebar tiga jari
• -Mallampati I
Leher :
• KGB tidak teraba, Treakea teraba intak di tengah, tidak
ada massa sekitar leher, Ektensi leher sempurna tanpa
tahanan.
• Jarak dari Mental – Os. Hyoid tiga jari, Jarak dari
bawah mulut – tulang rawan tiroid dua jari
11. Pemeriksaan Fisik
Thorax :
• Jantung
• Inspeksi iktus cordis (-)
• Palpasi iktus cordis teraba di sela iga IV linea
midklavikularis sinistra
• Perkusi Batas jantung tidak melebar
• Auskultasi S1 dan S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Paru
• Inspeksi Simetris saat inspirasi-ekspirasi
• Palpasi Taktil fremitus kedua lapang paru simetris
• Perkusi Sonor pada kedua lapang paru
• Auskultasi Suara nafas vesikular, Rhonki: -/-, Wheezing: -/-
.
12. Pemeriksaan Fisik
Abdomen :
• Inspeksi Datar
• Auskultasi Bising usus (+) normal
• Perkusi Timpani pada di seluruh regio abdomen
• Palpasi Supel, turgor baik
Ekstremitas: Akral hangat, capillary refill time < 2 detik
15. Pemeriksaan Penunjang
• Foto Thorax PA : (17 September 2015)
• COR :CTR < 50%
Tidak tampak elongasi dan kalsifikasi aorta
• Paru :Trakea intak di tengah
Kedua hilus tidak menebal
Corakan bronkovaskuler kedua paru normal
Tidak tampak infiltrate / nodul di kedua lapangan paru
Lengkung diafragma dan sinus kostofrenikus kanan kiri Baik
• Tulang dan sela – sela iga baik
• Soft tissue baik
• Kesan : Tidak diteumkan adanya kelainan radiologis
• Spirometri : Tidak dilakukan
• EKG (17-9-2015) : Tidak ditemukan adanya kelainan
16. Diagnosis
Diagnosis kerja:
• Mioma uteri
Pengolongan status fisik pasien menurut ASA:
• ASA II
Rencana tindakan:
• Hystero-Salphingo-Oophorectomy Bilateral
Rencana anestesi:
• Anestesi regional dengan teknik spinal
Resume:
Pasien seorang wanita usia 51 tahun, datang dengan keluhan
nyeri perut dengan diagnosis pembedahan mioma uteri
,tindakan yang akan dilakukan adalah Hystero-Salphingo-
Oophorectomy.Pasien dengan status fisik ASA II dengan penyulit
hipertensi tanpa pengobatan terkontrol.Rencana anestesi
regional dengan teknik spinal anestesi pada L3-L4
18. Status Fisik Menurut ASA
ASA II dengan penyulit :
1. Hipertensi grade 1 tidak terkontrol
• Tekanan darah 140/90
• Tanpa kardiomegali
• Echocardiography dalam batas normal
• Klinis baik, fungsional tidak terganggu
19. Rencana Anestesi
Anestesi regional dengan teknik Anestesi Spinal
• Riwayat Konsul Antar Departemen
Konsul Kardiologi : acc operasi toleransi ringan
Konsul Pulmonologi : acc operasi toleransi ringan
Konsul IPD : acc operasi toleransi ringan
• Rencana post-op pasien kembali ke ruangan.
20. Persiapan Pre-Anestesi
Sebelum Operasi di Ruang
Perawatan :
1.Informed consent
2.Surat persetujuan operasi
3.Konsultasi departemen
• Cardio: acc toleransi
ringan
• Pulmo: acc toleransi
ringan
• IPD: acc toleransi ringan
Kunjungan Pra-Anestesi
1.Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3.Edukasi
• Puasa 6-8 jam, terakhir
makan pukul 02.00
• Minum obat anti HT-
sesuai IPD
21. Pre-Operatif
RUANG PERSIAPAN
OPERASI
1.Identifikasi pasien
2.Memakai pakaian operasi
yang sudah disediakan
3.Anamnesa singkat
4.Pemeriksaan tanda-tanda
vital
• TD : 115/70 mmHg
• Nadi : 80x/menit
• RR : 22x/menit
• SpO2 : 99%
RUANG OPERASI
1.Posisi pasien
2.Pemasangan infus,
manset, EKG, oksimeter,
dan nasal kanul
3.Pemeriksaan tanda-tanda
vital pre operatif.
22. Persiapan Alat dan Bahan
Alat Kanulasi Vena
• Alas infus
• Infus set
• Abocath no. 20
• Cairan Infus (RL)
• Plester dan Gunting
• Sarung tangan
• Alcohol swab
• Tunriket
Alat Anestesi Spinal
• Spuit 1 cc, 3 cc, 5 cc
• Jarum spinal jenis
Quincke No. 27
• Kasa dan duk steril
• Betadine 10%
• Alkohol 70%
• Plester
• Sarung tangan steril
23. Persiapan Alat dan Bahan
Persiapan Obat Anestesi
spinal :
• Bupivacaine 0.5% berisi 20 mg
Bupivakain (Dosis 15-20 mg)
dengan dosis maksimal 3
mg/kgBB
• Fentanil dosis 20 – 25 mcg
• Klonidin Hcl dosis 15 – 30 mcg
Antibiotik :
• Ceftriaxone 1 gram 2 ampul (IV)
Cairan :
• Ringer Laktat 500 mL
• HES 6%
Untuk emergensi :
• Stetoskop, Laringoskop
• Endotracheal Tube (ETT) 3 ukuran,
• yaitu No. 6.5; 7; 7.5
• Sungkup muka dewasa
• Pipa Y-piece
• Oropharyngeal Airway
• Plester / Tape
• Mandrin / Stillete
• Forsep Magill
• Spuit 20 cc
• Suction
• Sphygmomanometer
• Mesin Anestesi
• Monitor EKG dan SpO2
• Pulse Oxymetry
• Lumbrikan
24. Pelaksanaan Anestesi
Persiapan
• Pasien ditidurkan terlentang di meja operasi
kemudian dipasangkan kanulasi vena, monitor EKG,
Saturasi O2, manset, nasal kanul.
• Sarung tangan steril prosedur persiapan obat
anestesi spinal dilakukan.
• Penggunaan obat anestesi berupa Bupivakain 0,5%
15 mg dan Fentanil 25 mcg yang keduanya
dimasukan ke dalam 1 spuit.
• Tidak digunakan anestesi infiltrasi lokal pada
prosedur ini.
25. Pelaksanaan Anestesi
Posisi
• Dari posisi tidur terlentang, diposisikan duduk
tegak, dengan posisi leher flexi, posisi tangan
memeluk bantal atau dengan kata lain,
memposisikan tulang belakang seperti huruf “C”
apabila dilihat dari posisi samping.
• Posisi tersebut membantu memperlebar jarak
antar ruas – ruas vertebra lumbal.
26. Pelaksanaan Anestesi
Proyeksi
• Pendekatan Midline digunakan, lokasi yang dituju
adalah L3-L4 garis imajiner yang
menghubungkan kedua krista iliaka kanan dan
kiri sebagai batas L4 atau L4-L5
27. Pelaksanaan Anestesi
Penusukan
• Setelah menemukan posisi yang tepat, lakukan
pemberian tanda dengan penekanan kulit lokal dengan
kuku jari
• Tindakan aseptik dengan betadine 10% dengan metode
sirkular dari tengah ke luar tindakan aseptik dengan
betadine 10% lagi dengan metoda yang sama
alkohol 70% untuk membersihkan dengan cara sirkular
• Gunakan jarum spinal no .27 pastikan CSF keluar
masukan obat dari spuit berisi obat anestesi pasien
dipersilahkan berbaring kembali
• Penilaian blokade dengan nyeri atau dengan skor
Bromage
28. Pelaksanaan Anestesi
Monitoring
• Pasien kemudian dilakukan monitoring Saturasi O2,
Tekanan Darah, Laju pernafasan, denyut nadi, EKG, cairan
yang masuk, berikut obat-obatan yang digunakan melalui
intravena. Seluruhnya dimonitor setiap 15 menit.
• Dilakukan Anestesi spinal pukul : 07.45
• Mulai pembedahan : 08.00
• Selesai Pembedahan : 10.30
• Oksigen diberikan melalui Nasal kanul sebanyak 2 L/menit
• Akses intravena pada tangan kiri menggunakan abbocath 20
G
30. Cairan Intraoperatif
Berat badan: 57 kg, (Wanita)
• Estimated blood volume (EBV)
= BB x CT
= 57 kg
x 65 cc
(Wanita dewasa)
= 3.705
cc
• Allowable blood loss (ABL):
EBV x (Hi - Hf)
Hi
3.705 x ( 45- 38) / 45 = 682cc
• Maintenance (M) /
rumatan:
• 10 kg x 4 = 40 cc
• 10 kg x 2 = 20 cc
• 37 kg x 1 = 37 cc
Total = 97 cc
• Deficit / Puasa (P) :
• 6 jam puasa x 97 cc = 582 cc
• 3rd Space / Operasi (O) :
• 6 cc x kgBB = 6 cc x 57 kg =
342 cc
• Losses / Perdarahan :
• 200 cc
31. Cairan Intraoperatif
Rencana pemberian cairan intraoperatif
• Jam I = 50% P(Puasa) + M(Rumatan) + O (Operasi)
= 50% (582 cc) + 97 cc + 342 cc
= 730 cc
• Jam II = 25% P + M + O
= 584 cc
• Jam III = 25% P + M + O
= 584 cc
• Jam IV = M + O
= 342 cc
32. Post-operatif
• Pasien masuk ke ruang pemulihan pada pukul 10.40 WIB
• Dilakukan penilaian kesadaran, kesadaran pasien ini
adalah compos mentis
• Tanda-tanda vital ditemukan:
• Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 65 x/menit, respirasi
20 x/menit dan saturasi O2 100%
• Diberikan tramadol 100 mg IV bolus di ruang pemulihan.
33. Post-operatif
Dilakukan penilaian pulih sadar menurut Aldrete Score di
ruang pemulihan dan ditemukan :
• Tingkat kesadaran dengan nilai 2
• Pernafasan dengan nilai 2
• Tekanan darah dengan nilai 2
• Aktivitas dengan nilai 1
• Warna kulit dengan nilai 2
• Total nilai keseluruhan adalah 9
Pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan
34. Instruksi Post-Operasi
• Pemeriksaan tanda – tanda vital setiap 15 menit
selama 1 jam pertama
• Pengelolaan nyeri dengan pemberian tramadol 100
mg intravena bolus
• Berikan infus ringer laktat dengan 15 tetes per menit
• Apabila mual/muntah: injeksi Ondansentron 4 mg via
intravena
• Pasien dilarang melakukan aktivitas yang dapat
membuat ia duduk datau terbangun dari posisi
tidurnya maupun mengangkat kepala hingga 12 jam
setelah operasi.
36. Pembahasan
Pasien wanita 51 tahun dengan diagnosis mioma uteri
akan dilakuan tindakan Hystero-salphingo-oophorectomy,
status fisik American Society of Anesthesiologist (ASA) II
dengan riwayat hipertensi tidak terkontrol tanpa gangguan
organ.
Status fisik menurut ASA : ASA II
1. Hipertensi grade 1 tidak terkontrol
• Tekanan darah 140/90
• Tanpa kardiomegali
• Echocardiography dalam batas normal
• Klinis baik, fungsional tidak terganggu
37. Pembahasan
Pemilihan anestesi regional dengan teknik spinal untuk dengan
pertimbangan:
1. Lokasi yang akan dilakukan operasi terletak pada daerah
abdominal-inguinal
2. Durasi operasi relatif singkat (sekitar 3 jam),
3. Pada pemeriksaan fisik, laboratorium dan penunjang lainnya tidak
ditemukan kelainan yang membuat tindakan anestesi spinal
kontraindikasi
4. Posisi pasien selama operasi adalah terlentang,
5. Operasi yang tidak memerlukan instrumen alat bantu nafas,
6. Pasien tetap sadar, komunikatif, relaksasi optimal, perawatan
pasca bedah minimal sehingga nyeri pasca bedah dapat dikelola
lebih mudah,
7. Tidak ada penolakan dari pasien untuk dilakukannya prosedur
anestesi spinal
38. Pembahasan
• Persiapan pada prosedur anestesi spinal juga
membutuhkan persiapan selayaknya akan dilakukannya
prosedur anestesi umum antisipasi kegawatdaruratan
jalan nafas, perubahan durasi operasi
• Tinggi blokade setinggi T6-T8.
• Pencarian patokan dapat ditarik garis lurus horizontal dari
ujung scapula
• Pendekatan yang digunakan median pasien dengan
kondisi gizi normal dan tidak ada penyulit lainya
39. Pembahasan
• Pemantauan blokade anestesi spinal dengan skor
Bromage skor Bromage sebelum operasi III (tidak
dapat menekukkan kakinya namun pasien masih dapat
menggerakkan jari – jari kakinya. )
• Hasil monitoring peri-operatif, tekanan darah awal pasien
adalah 140/90 mmHg dan namun setelah 5-15 menit
kemudian terlihat penurunan tekanan darah dan nadi
• Obat yang digunakan Bupivacaine 15mg, Fentanil 25mcg,
Midazolam (sedasi) dan
40. Anestesi Spinal
• Definisi :
Anestesi spinal (subaraknoid) atau yang sering kita sebut
juga analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal
adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan
obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid (cairan
serebrospinal).
• Fungsi motorik dan autonom dapat terpengaruh sebagian
atau seluruhnya.
• Pasien tetap sadar sehingga patensi jalan nafas dapat
terjaga.
42. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah
pediatrik biasanya dikombinasikan
dengan anesthesia umum ringan
Kontra indikasi absolut:
1. Pasien menolak
2. Hipovolemia berat, syok / renjatan
sepsis
3. Koagulopati atau mendapat terapi anti-
koagulan atau trombositopenia
4. Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
Kontra indikasi relatif:
1. Sepsis
2. Infeksi sekitar daerah pungsi
3. Riwayat gangguan neurologis
4. Kelainan anatomi vertebra (Skoliosis)
5. Kondisi jantung yang tergantung pada
preload (Stenosis aorta, kardiomiopati
hipertrofi obstruktif)
44. Persiapan Alat
• Umumnya mengunakan jarum panjang 9cm (pada pasien
obesitas dapat digunakan 18cm)
• Tiga macam jarum spinal dan pembagian menjadi 2
golongan tajam dan runcing (Quince-Babcock atau
Greene atau Cutting needle) , tumpul seperti ujung pensil
(Whitacre/ Pencil point needle) dan ujung tidak tajam
(Sprotte)
45. Obat Anestetik Lokal
Anestetik lokal yang paling sering digunakan:
1. Lidocaine (xylobain, lignocain) 2%: berat jenis 1.006,
sifat isobarik, dosis 20-100mg (2-5ml)
2. Lidocaine (xylobain, lignocaine) 5% dalam dextrose
7.5%: berat jenis 1.033, sifat hiperbarik, dosis 20-50 mg
(1-2ml)
3. Bupivacaine (marcaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005,
sifat isobarik, dosis 5- 20mg (1-4ml)
4. Bupivacaine (marcaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%:
berat jenis 1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml)
46. Mekanisme dan Farmakokinetik
Anestetik Lokal
• Memblok konduksi potential aksi dengan cara berinteraksi
dengan bagian D4-S6 dari subunit alfa kanal natrium
voltage-gated.
• Lipid/Water solubility ratio, awitan obat anestesi lokal.
Semakin rendah kelarutan dalam lemak akan semakin
cepat awitan potensi anestesi lokal
• pKa menentukan keseimbangan antara bentuk kation
dan basa. Makin rendah pKa dan semakin dekat dengan
PH fisiologis yakni 7,40 akan semakin cepat onsetnya
48. Persiapan Anestesi
Posisi pasien
• Lateral dekubitus cedera atau fraktur pinggul
• Duduk bagus digunakan pada pasien obesitas dan
dilakukan untuk operasi lumbar bawah atau sacral
• Tengkurap pada pembedahan anorektal, pada posisi
“jack-knife”
49. Anatomi
Untuk menentukan lokasi pungsi, ada beberapa panduan
(landmark) yang dapat digunakan untuk menjadi patokan
yaitu:
1. Berpatokan bahwa garis khayalan setinggi krista iliaka
dianggap setinggi L4 atau L4-L5
2. Garis khayalan setinggi margo inferior scapula sesuai
dengan ketinggian T7
3. Prosesus spinosus yang paling menonjol di dasar leher
sesuai dengan vertebrae C7
Lokasi pungsi L3-L4 Conus medularis dewasa
berakhir di L2 mencegah trauma medulla spinalis
50. Anatomi
• Secara anatomis, bila dilihat dari posisi sagittal maka struktur
vertebra dari lumbar adalah: (Luar ke dalam)
1. Kulit
2. Lemak Subkutan
3. Ligamentum Supraspinosus
4. Ligamentum interspinosum; yang merupakan ligament yang tipis
diantara prosesus spinosus
5. Ligamentum Flavum; yang sebagian besar terdiri dari jaringan
elastic yang berjalan secara vertical dari lamina ke lamina
6. Ruang epidural; yang terdiri dari lemak dan pembuluh darah
7. Duramater
8. Ruang subdural
9. Araknoid
10. Ruang Subarachnoid; yang terdiri dari Korda spinalis dan akar
saraf yang dikelilingi oleh CSF. Injeksi dari anestesi local akan
bercampur dengan CSF dan secara cepat memblok saraf yang
memiliki kontak.
54. Pendekatan / Approach
Midline palpasi spinal arah cephal ke caudal dan medial ke
lateral
• Pendekatan median, jarum spinal menembus (kulit subkutan
lig. Supraspinosus lig. Interspinosus lig. Flavum
dura ruang subdural araknoid ruang subaraknoid)
Paramedian pada pasien yang sulit mendapatkan posisi yang
sesuai e.c arthritis, kifosis, skoliosis, post-oprasi lumbar
• Pendekatan ini dilakukan penusukan kira-kira 2 cm sisi lateral
prosesus spinosus atau 10-25 derajat dari midline
• Pada pendekatan paramedian jarum spinal menembus (kulit
subkutan lig. Flavum dura ruang subdural araknoid
ruang subaraknoid
55. Penilaian Blokade
• Dilakukan 5 menit setelah anestesi spinal
• Tes motorik, minta pasien untuk mengangkat kedua
kakinya
• Tes sensori, menguji sensasi dengan jarum yang tumpul
56. Faktor Yang Mempengaruhi Ketinggian
Blokade
Faktor Penting :
• Barisitas dari cairan
anestesi
• Posisi pasien
- Saat injeksi
- Segera setelah
injeksi
• Dosis Obat
• Lokasi injeksi
• Kecepatan Injeksi
Faktor lain :
• Usia
• CSF
• Kurva tulang belakang
• Volume obat
• Tekanan intraabdomen
• Arah jarum injeksi
• Tinggi badan
• Kehamilan
57. Faktor Yang Mempengaruhi Ketinggian
Blokade
• Barisitas Cairan Anestesi
1. Memegang peranan penting
2. CSF memiliki spesifik berat jenis 1.003-1.008 pada
suhu 37 derajat celcius
3. Berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSF
(hiperbarik), maka akan terjadi perpindahan obat ke
dasar akibat gravitasi
• Kecepatan Injeksi
1. Injeksi yang lambat menghasilkan penyebaran yang
lebih dapat diprediksikan dibandingkan injeksi cepat
59. Monitoring Intraoperatif
• Tanda tanda penting dari turunnya tekanan darah adalah
pucat, berkeringat, mual atau merasakan badan yang
tidak enak secara keseluruhan
• Jika pasien merasa baik dan tekanan darah dapat
dipertahankan, maka tidak dibutuhkan pemberian
atropine
• Jika denyut nadi turun dibawah 50 kali per menit atau ada
hipotensi maka atropine 300-600 mcg diberikan secara
intravena
• Jika denyut nadi tidak juga meningkat maka dapat
diberikan efedrin
60. Efek Fisiologis Neuroaxial-Block
Efek Kardiovaskuler:
• Akibat dari blok simpatis, akan terjadi penurunan tekanan
darah (hipotensi).
• Efek simpatektomi tergantung dari tinggi blok.
• Hipotensi dapat dicegah dengan pemberian cairan (pre-
loading) untuk mengurangi hipovolemia relatif akibat
vasodilatasi sebelum dilakukan spinal/epidural anestesi,
• Apabila telah terjadi hipotensi, dapat diterapi dengan
pemberian cairan dan vasopressor seperti efedrin.
• Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada
cardio-accelerator fiber di T1-T4), dapat menyebabkan
bardikardi sampai cardiac arrest.
61. Efek Fisiologis Neuroaxial-Block
Efek Respirasi :
• Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok lebih dari
dermatom T5) mengakibatkan hipoperfusi dari pusat
nafas di batang otak dan menyebabkan terjadinya
respiratory arrest.
• Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenikus sehingga
ganguan otot pernafasan
Efek Gastrointestinal:
• Hiperperistaltik gastrointestinal akibat aktivitas
parasimpatis dikarenakan oleh simpatis yg terblok.
• Hal ini menguntungkan pada operasi abdomen karena
kontraksi usus dapat menyebabkan kondisi operasi
maksimal
62. Efek Samping
1. Hipotensi (8,2 - 33%), akibat blok simpatis terjadi
venous pooling
2. Bradikardia (8,9 – 13%), terjadi akibat depresinya
sistem simpatis
3. Sakit kepala post-spinal (Post dural puncture headache
/ PDPH)
4. Trauma pembuluh saraf / Transient Radicular Syndrome
/ Transient Neurological Syndrome (TNS)
5. Mual-muntah / post operative nausea vomiting (PONV)
63. Komplikasi
• Retensio urin, insiden 30% pada penggunaan bupivakain
hiperbarik,
• Meningitis
• Blok spinal tinggi atau spinal total resusitasi dan ganti
menjadi general anestesia
64. Daftar Pustaka
1. Hamid HMA. Combined low-dose clonidine with fentanyl as an adjuant to spinal bupivacaine 0,5% for anal surgery. Ain Shams Journal
of Anesthesiology 2009 [cited 2014 Jun 19];2;35-39. Available from: http://www.asja-eg.com/articles/45.pdf
2. Thakur A, Bhardwaj M, Kaur K, Dureja J, Hooda S, Taxak S. Intrathecal clonidine as an adjuvant to hyperbaric bupivacaine in patients
undergoing inguinal herniorrhaphy: A randomized double-blinded study. J Anaesthesiol Clin Pharmacol [serial online] 2013 [cited 2014
Jun 19];29:66-70. Available from: http://www.joacp.org/text.asp?2013/29/1/66/105804
3. Bab 4 & 5 Anestetik Lokal dan Analgesia Regional. Dalam: Latief Said A., Kartini A. Suryadi, M. Ruswan Dachlan. Petunjuk Praktis
Anestesiologi edisi kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. Hal 119-
97.
4. Baldini G, Butterworth JF, Carli F, et al. Spinal, Epidural, and Caudal Block. Dalam: Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical
Anesthesiology 5th Edition. United States of America: Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2013. Hal. 937-74.
5. Sukmono RB. Anestesia Regional. Dalam: Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta: Departemen Anestesiologi dan
Intensive Care Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran. 2012. Hal 451-67.
6. Chapter 16 : Local Anesthetics. Dalam: Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology 5th Edition. United States of
America: Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2013. Hal. 276 – 263.
7. Dillion DC, Gibbs MA. Chapter 40 Local and Regional Anesthesia. Dalam: J.E. Tintinalli, J.S. Stapczynski, D.M. Cline, O.J. Ma, R.K.
Cydulka, G.D. Meckler (Eds). Tintinalli's Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide 7th edition [internet]. c2011 [cited 2014
Jun 19]. Available from: http://ezproxy.library.uph.edu:2337/content.aspx?bookid=348§ionid=40381503
8. Campbell NJ. Effective management of post dural puncture handache. Anesthesia Tutorial Of The Week 181 [serial online] 2010 [cited
2014 Jun 19] Available from: http://www.frca.co.uk/Documents/181%20Post%20dural%20puncture%20headache.pdf
9. Spinal anesthesia. NYSORA – New York School Of Regional Anesthesia [Homepage on the internet]. c2013 [Updated 2013 October
04; cited 2014 Jun 19]. Available from: http://www.nysora.com/techniques/neuraxial-and-perineuraxial-techniques/landmark-
based/3423-spinal-anesthesia.html
10. Nishiyama T, Komatsu K, Hanaoka K. Comparison of hemodynamic and anesthetic effects of hyperbaric bupivacaine and tetracaine in
spinal anesthesia. J Anesth., 17:219, 2003
11. Hindle A. Intrathecal opioids in the management of acute postoperative pain. Continuing Education in Anaesthesia, Critical Care & Pain.
2008; 8: 81-85. Available from: http://www.hindawi.com/journals/prt/2014/513628/ref/
12. Finucane, T. Brendan. Complications of Regional Anesthesia Second Edition. New York : Springer Science. 2007. Hal. 149.
13. Harrop-Griffiths W, Cook T, Gill H, Hill D, Ingram M, et al. Guidelines Regional Anaesthesia and patients with abnormalities of
coagulation. The Association of Anaesthetists of Great Britain & Ireland. Anaesthesia. 2013;68;966-972. Available from:
http://www.aagbi.org/sites/default/files/rapac_2013_web.pdf
14. Bharath Kumar T V, Madhusudan P. Anesthesia for a patient with thrombocytosis. Saudi J Anaesth [serial online] 2013 [cited 2014 Jun
22];7:480-1. Available from: http://www.saudija.org/text.asp?2013/7/4/480/121059