Kisi kisi Ujian sekolah mata pelajaran IPA 2024.docx
Metodologi Penelitian
1. UJIAN TENGAH SEMESTER
MATA KULIAH : Metodologi Penelitian
Dosen Pengampu : Dr. Ucu Cahyana, M.Si
Disusun oleh,
Nama : Astika Rahayu
NIM : 1311818005
Prodi : Magister Pendidikan Kimia 2018
2. Apa yang dimaksud dengan penelitian kimia?
Penelitian kimia merupakan proses pemecahan masalah dengan menggunakan suatu pendekatan
metode ilmiah dalam merumuskan ataupun menyelesaikan permasalahan yang ada dengan
sistematis dalam bidang ilmu kimia.
Contoh-contoh penelitian kimia
1. Penelitian Kuantitatif
Judul PENGARUH METODE DISCOVERY LEARNING BERBANTUAN
VIDEO TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA PESERTA DIDIK
SMA
Latar belakang Metode discovery learning adalah metode yang mendorong peserta
didik untuk sampai pada suatu kesimpulan berdasarkan kegiatan dan
pengamatan mereka sendiri. Pembelajaran menggunakan model
pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan keberhasilan
belajar peserta didik hal ini dikarenakan partisipasi peserta didik di
dalam kelas, aktivitas dalam kelompok, dan aktivitas dalam
menggunakan laboratorium sains. Penggunaan media video dalam
pembelajaran materi kelarutan dan hasil kali kelarutan dapat
membantu visualisasi konsep yang dianggap abstrak bagi peserta
didik.
Perumusan masalah Bagaimana pengaruh metode Discovery Learning dengan bantuan
video terhadap hasil belajar kimia peserta didik SMA?
Metode penelitian Penelitian Kuantitatif menggunakan desain pre-experimental, dengan
bentuk static group comparison.
3. 2. Penelitian Kualitatif
Judul IDENTIFIKASI MISKONSEPSI DAN PENYEBABNYA PADA
PESERTA DIDIK KELAS XI MIA SMA PADA MATERI POKOK
STOIKIOMETRI
Latar belakang Mengajar merupakan suatu hal yang sangat penting guna
tersampaikannya tujuan dari pembelajaran itu sendiri. informasi yang
sampai ke peserta didik harus benar dan utuh. Peserta didik telah
memiliki konsep yang dibawa sebagai pengetahuan awal yang disebut
prakonsepsi sebelum peserta didik mempelajari konsep kimia. Mereka
memiliki konsepsi yang berbeda-beda dalam menerima konsep,
sehingga ada kemungkinan beberapa diantara peserta didik
mempunyai konsepsi yang salah terhadap suatu konsep yang disebut
miskonsepsi.
Perumusan masalah Miskonsepsi seperti apa yang sering dialamai oleh pesesrta didik pada
materi Stoikiometri dan apa penyebabnya?
Metode penelitian penelitian deskriptif bersifat kualitatif
3. Penelitian dan Pengembangan
Judul DESAIN INSTRUMEN TES BERMUATAN ETNOSAINS UNTUK
MENGUKUR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA
DIDIK SMA
Latar belakang Penilaian hasil belajar oleh pendidik bertujuan untuk memantau proses
dan kemajuan belajar peserta didik serta meningkatkan efektivitas
kegiatan pembelajaran. Berbagai penelitian terdahulu tentang
pengembangan instrumen penilaian, menarik minat untuk melakukan
desain instrumen penilaian berbasis etnosains. Etnosains merupakan
kegiatan mentransformasikan sains asli masyarakat menjadi sains
ilmiah. Sebab kimia merupakan salah satu cabang ilmu sains yang
sangat penting karena dapat membuat peserta didik memahami
fenomena yang terjadi di sekitar mereka.
Perumusan masalah Instrumen penilaian berbasis etnosains seperti apa yang harus
dikembangkan untuk mengukur mengukur kemampuan berpikir kritis
peserta didik?
Metode penelitian Penelitian dan Pengembangan atau Research dan Development
4. 4. Penelitian Tindakan Kelas
Judul PENERAPAN MEDIA PETA KONSEP TERHADAP HASIL
BELAJAR KIMIA PESERTA DIDIK SMA
Latar belakang Media pendidikan, tentu saja media yang digunakan dalam proses dan
untuk mencapai tujuan pendidikan. Salah satu media pembelajaran
yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran adalah peta konsep.
Bila dua konsep dihubungkan oleh satu atau lebih kata penghubung,
terjadilah suatu preposisi. Dalam bentuknya yang paling sederhana
suatu peta konsep adalah dua konsep yang dihubungkan oleh satu kata
penghubung membentuk suatu preposis.
Penggunaan media peta konsep dalam pembelajaran dapat
mengarahkan peserta didik dengan mudah ke pokok-pokok materi
pembelajaran.
Perumusan masalah Bagaimana pengaruh penerapan media peta konsep terhadap hasil
belajar kimia peserta didik SMA?
Metode penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, dimana penelitian
ini memiliki empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan dan refleksi.
5. 5. Penelitian dan Pengembangan
Judul DESAIN MEDIA EDU-CHEM-INTERACTIVE UNTUK
MEREDUKSI MISKONSEPSI PADA PEMBELAJARAN
STRUKTUR ATOM PESERTA DIDIK KELAS X
Latar belakang Konsepsi peserta didik tentang partikel materi terkait atom cenderung
salah (miskonsepsi) karena semua partikel materi bersifat abstrak atau
terkesan abstrak dan miksroskopik (Wulan, 2016). Struktur atom
merupakan konsep yang bersifat abstrak dan sulit divisualisasikan,
sehingga sangat dimungkinkan timbulnya konsepsi peserta didik yang
beragam ketika mereka mencoba membangun konsep. Penggunaan
media pembelajaran berbasis komputer, terutama animasi dapat
memudahkan peserta didik dalam memahami konsep-konsep kimia.
Media yang dikembangkan harus mengaitkan ketiga level representasi
ilmu kimia yang dikemas dalam bentuk animasi dengan format
cassette disk (CD) yang dinamakan dengan media Edu-Chem-
Interactive untuk mereduksi miskonsepsi peserta didik.
Perumusan masalah Bagaimana keefektifan penggunaan media Edu-Chem-Interactive
dalam mereduksi miskonsepi peserta didik pada pembelajaran struktur
atom?
Metode penelitian Penelitian dan Pengembangan atau Research dan Development
6. PROPOSAL PENELITIAN
Judul : Pengembangan dan Implementasi Instrumen Penilaian berbasis Model
Pembelajaran 5E dalam Kegiatan Praktikum Sistem Koloid Peserta
didik SMA
A. Latar Belakang
Pendidikan bersifat dinamis. Pendidikan akan terus berkembang dengan melakukan
peningkatan kualitas. Peningkatan kualitas pendidikan diupayakan dengan berbagai cara seperti
melalui pengembangan metode pembelajaran, media pembelajaran, dan peningkatan kualitas
lembar penilaian. Hal ini tentu berkaitan dengan outcomes yang diharapkan dari proses
pendidikan tersebut.
Banyak cara juga dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui
pembelajaran sains, salah satunya di cabang ilmu kimia. Pembelajaran dengan praktikum
merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar mengajar pada
pembelajaran kimia. Menurut Rustaman (2005), praktikum merupakan sarana terbaik untuk
mengembangkan keterampilan proses sains karena pembelajaran dengan praktikum dapat
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengalami atau melakukan sendiri.
Selama bertahun-tahun, banyak yang berpendapat bahwa sains tidak dapat bermakna bagi
peserta didik tanpa pengalaman praktis yang berharga di laboratorium sekolah. Sebab sudah
sejak lama kegiatan laboratorium diketahui memiliki peran yang khas dan penting dalam
7. kurikulum sains dan para pengajar sains telah menyampaikan bahwa banyak manfaat diperoleh
dari kegiatan melibatkan peserta didik dalam kegiatan laboratorium. (Hofstein & Lunetta, 1982;
Lunetta, 1998).
Peningkatan kualitas kegiatan praktikum pun terus ditingkatkan dengan menerapkan
model-model pembelajaran terbaru dalam pelaksanaannya. Pembelajaran berbasis pertanyaan
membantu pembelajar untuk mengembangkan keterampilan inkuiri, yang merupakan
keterampilan dasar abad ke-21 (Kong & Song, 2014). Pembelajaran berbasis inkuiri adalah
metode pembelajaran yang didasarkan pada teori konstruktivis dan yang efektif dalam
pembelajaran peserta didik dan dalam mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi
(Sen, S. & Ozyalcin Oskay, O., 2016).
Salah satu model yang digunakan dalam menerapkan pembelajaran berbasis inkuiri di
kelas sains adalah Model 5E. Model pembelajaran 5E memastikan bahwa peserta didik aktif di
kelas, mereka memiliki kesempatan untuk meneliti dan menganalisis, dan bahwa mereka
mencapai pengetahuan dengan menciptakan lingkungan diskusi dan dengan terus bertanya
(Gunduz Bahadir, 2012). The 5E Instructional Models atau Model Pembelajaran 5E (Bybee &
Landes, 1990) dapat digunakan untuk merancang pembelajaran sains berdasarkan pada psikologi
kognitif, teori belajar konstruktivisme, dan berbagai praktik terbaik dalam pengajaran sains.
Peningkatan kualitas pembelajaran dapat dilihat dari hasil pembelajaran di atas lembar
penilaian. Penilaian adalah salah satu bagian penting dari proses pembelajaran. Penilaian
berkaitan dengan tujuan dan proses pembelajaran. Proses pembelajaran meliputi perencanaan,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan penilaian tindak lanjut peserta
didik Pembelajaran yang baik tidak akan berhasil tanpa penilaian yang baik (Irwanto, 2016).
8. Oleh karena itu, untuk mendukung peningkatan kualitas kegiatan praktikum berbasis
model pembelajaran 5E perlu dikembangkan juga instrumen penilaian yang sesuai. Instrumen
penilaian tersebut tentu harus mengandung tahapan belajar yang dianut oleh model pembelajaran
5E, yaitu Engage, Explore, Explain, Elaborate, dan Evaluate.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka dapat diidentifikasi
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apa jenis model pembelajaran yang dapat digunakan untuk menunjang kegiatan
praktikum peserta didik di sekolah?
2. Bagaimana sistem penilaian psikomotorik dalam kegiatan praktikum yang biasa
digunakan di sekolah?
3. Bagaimana implementasi instrumen penilaian psikomotorik dalam mengevaluasi kegiatan
praktikum peserta didik di sekolah?
4. Bagaimana penerapan model pembelajaran 5e jika digunakan untuk mengembangkan
instrumen penilaian kegiatan praktikum peserta didik di sekolah?
C. Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang sesuai dengan latar belakang dan identifikasi masalah dalam
penelitian ini, ialah “Lembar penilaian berbasis model 5E seperti apa dan bagaimana
implementasinya dalam menunjang kegiatan praktikum peserta didik pada materi koloid?”
9. KAJIAN TEORI
A. Model Pembelajaran 5E (5E-Learning Cycle)
Model pembelajaran atau siklus pembelajaran 5E dengan tahapan Engage, Explore,
Explain, Elaborate, dan Evaluate, adalah model konstruktivis untuk perencanaan dan penerapan
sains. Hubungan Utama telah menjelaskan tujuan dari setiap fase (AAS, 2008). Model ini
mencakup penekanan pembelajaran konstruktivis pribadi dan sosial (Yore, Anderson &
Shymansky, 2005). Investigasi ilmiah dengan penekanan pada keterampilan inkuiri ilmu
pengetahuan, yang tertanam dalam siklus, seperti praktik penilaian diagnostik, formatif, dan
sumatif.
10. Menurut Bybee (2006), fase-fase dalam model pembelajaran 5E adalah sebagai berikut:
1. Engagement (Persiapan).
Pada fase ini guru mengasses pengetahuan awal (prior knowledge) peserta didik dan
membantu mereka untuk tertarik dengan konsep-konsep baru melalui penggunaan
kegiatan singkat untuk memicu rasa ingin tahu. Kegiatan yang dilakukan harus
menghubungkan antara pengalaman belajar sebelumnya dengan pengalaman belajar
yang akan dilakukan, mengekspos konsepsi awal yang telah dimiliki peserta didik, dan
mengorganisasikan pemikiran peserta didik untuk mencapai tujuan dari pembelajaran
yang akan dilaksanakan.
2. Exploration (eksplorasi).
Pada fase exploration (eksplorasi) peserta didik mempunyai kesempatan melakukan
kegiatan di mana konsep yang telah mereka miliki, miskonsepsi, proses belajar dan
keterampilan-keterampilan diidentifikasi, dan perubahan konsepsi difasilitasi. Peserta
didik dapat menyelesaikan kegiatan laboratorium yang akan membantu mereka
menggunakan pengetahuan awal untuk menghasilkan gagasan-gagasan baru,
mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan dan kemungkingan-kemungkinan, dan
mendesain dan melaksanakan penyelidikan.
3. Explanation (penjelasan).
Pada fase explanation (penjelasan) memfokuskan perhatian peserta didik pada suatu
aspek tertentu dari pengalaman belajar mereka pada fase engagement (persiapan) dan
exploration (eksplorasi) dan menyediakan kesempatan untuk mendemonstrasikan
pemahaman konsep-konsep, keterampilan-keterampilan proses sains, atau tingkah laku
tertentu. Fase ini juga menyediakan kesempatan kepada guru untuk secara langsung
11. menyampaikan konsep-konsep, proses-proses, atau keterampilan-keterampilan.
Peserta didik menjelaskan pemahaman mereka terhadap konsep-konsep. Penjelasan
dari guru dapat membimbing mereka menuju pemahaman yang lebih mendalam, yang
merupakan bagian terpenting dari fase ini.
4. Elaboration (elaborasi).
Pada fase elaboration (elaborasi) guru menantang dan memperluas pemahaman
konseptual dan keterampilan-keterampilan peserta didik. Melalui pengalaman-
pengalaman belajar yang baru peserta didik membangun pemahaman yang lebih dalam
dan luas, memperoleh informasi-informasi, dan keterampilan-keterampilan. Peserta
didik mengaplikasikan pemahaman mereka tentang konsep-konsep tertentu dengan
melakukan kegiatan-kegiatan tambahan.
5. Evaluation (evaluasi).
Pada fase terakhir dari model siklus belajar 5E ini, yaitu fase evaluation (evaluasi),
peserta didik berupaya mengasses pemahaman dan kemampuan mereka. Selain itu
pada fase ini guru juga mempunyai kesempatan untuk mengevaluasi kemajuan peserta
didik dalam mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Kelebihan Model Pembelajaran 5E
Menurut Wibowo (2010), penerapan model siklus belajar mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Beberapa kelebihan sebagai berikut:
1. Meningkatkan motivasi belajar karena pebelajar (peserta didik) dilibatkan secara aktif
dalam proses pembelajaran.
2. Membantu mengembangkan sikap ilmiah pembelajar
12. 3. Pembelajaran menjadi lebih bermakna
Kekurangan Model Pembelajaran 5E
Adapun kekurangan penerapan model siklus belajar yang harus selalu diantisipasi adalah
sebagai berikut:
1. Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah
pembelajaran
2. Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses
pembelajaran
3. Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi
4. Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan
melaksanakan pembelajaran.
B. Kegiatan Praktikum
Proses pembelajaran merupakan suatu aktivitas yang bertujuan. Untuk mencapai tujuan
pembelajaran diperlukan suatu metode atau cara yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Menurut Zulfiani dkk. (2009) “metode mengajar adalah cara mengajar yang digunakan oleh guru
atau instruktur ketika menyampaikan bahan ajar/materi pelajaran”. Metode mengajar menjadi
acuan prosedur, urutan, dan langkah-langkah yang diterapkan guru dalam menyampaikan materi
pelajaran. Untuk menentukan metode mengajar yang paling tepat, salah satu aspek yang harus
dipertimbangkan adalah materi pelajaran terkait.
13. Kegiatan praktikum yang berlandaskan pada metode ilmiah dapat mendukung proses
pembelajaran sains. Dalam pelaksanaanya, proses belajar mengajar sains lebih ditekankan pada
pendekatan keterampilan proses yang memfasilitasi peserta didik untuk dapat menemukan fakta-
fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori, dan sikap ilmiah peserta didik secara mandiri
(Trianto, 2010). Hal ini sesuai dengan teori belajar konstruktivisme yang dipelopori J.Piaget dan
Vygotsky, dimana peserta didik dapat mengkonstruksi sendiri pemahamannya dengan
melakukan aktivitas aktif dalam kegiatan pembelajaran (Zulfiani dkk., 2009). Materi pelajaran
yang diperoleh melalui pengalaman langsung juga akan lebih mudah dipelajari, dipahami, dan
diingat dalam jangka waktu yang lebih lama
C. Penilaian Aspek Psikomotorik dalam Kegiatan Praktikum
“Mengajar dan menilai adalah dua dimensi dalam proses pembelajaran. Baik penilaian
dapat berdiri sendiri atau mengajar dapat dianggap komprehensif jika evaluasi belum terjadi”
(Halarie, 2007). Penilaian digunakan untuk tiga tujuan luas: untuk membantu pembelajaran,
untuk mengukur pencapaian individu, dan untuk mengevaluasi program (Pellegrino et al., 2001).
Di antara alat penilaian, persediaan konsep telah digunakan dengan sukses di berbagai bidang
ilmu.
Depdikbud (Arifin: 2011) mendefinisikan penilaian sebagai “suatu kegiatan untuk
memberikan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan
hasil yang telah dicapai peserta didik”. Istilah penilaian kadang disebut sebagai asesmen yang
merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, assessment. Bagi seorang guru, penilaian dalam
pembelajaran adalah kegiatan utama yang tidak terpisahkan dari kegiatan belajar mengajar.
14. Melalui kegiatan penilaian guru akan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat
khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian peserta didik. (Sofyan, dkk: 2006)
Penilaian Aspek Psikomotor Konsep penilaian pada Kurikulum 2013 yang saat ini
diterapkan adalah penilaian secara menyeluruh mencakup tiga kompetensi utama yakni
pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Penilaian aspek psikomotor termasuk ke dalam penilaian
kompetensi keterampilan. Keterampilan didefinisikan oleh Direktorat Pembinaan SMA sebagai
“kemampuan berpikir dan bertindak untuk merespon tuntutan keadaan lingkungan berupa
perintah, situasi mendesak, atau kesadaran diri untuk bertindak”. Berdasarkan pengertian
tersebut, keterampilan terbagi menjadi dua komponen berupa keterampilan berpikir dan
keterampilan bertindak. Keterampilan berpikir merupakan bentuk keterampilan abstrak
sedangkan keterampilan bertindak adalah keterampilan konkret
D. Pengembangan Instrumen Penilaian Psikomotorik
Telah dijelaskan sebelumnya, dalam penilaian kinerja terdapat dua komponen penting
yakni tugas dan rubrik. Dalam kegiatan praktikum, tugas berupa rangkaian prosedur praktikum
yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan kemampuan mereka
dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilannya dalam bentuk kinerja atau tindakan nyata.
Media yang digunakan dalam kegiatan praktikum berupa lembar kerja praktikum yang memuat
soal atau perintah kerja yang menuntut peserta didik untuk menunjukkan kinerjanya, dimana
penyusunan soal atau perintah kerja didasarkan atas tujuan pembelajaran dan indikator
pembelajaran yang disesuaikan dengan materi terkait. Kinerja yang ditunjukkan peserta didik
dalam melakukan kegiatan praktikum menjadi kriteria dalam rubrik penilaian yang dirumuskan
15. dalam bentuk aspek penilaian, untuk kemudian dinyatakan kualitasnya menggunakan gradasi
mutu yang telah ditetapkan pada aspek penilaian tersebut.
Dalam pengertian umum, instrumen atau alat adalah sesuatu yang digunakan untuk
mempermudah seseorang dalam melaksanakan tugas secara lebih efektif dan efisien (Arikunto,
2012). Sedangkan penilaian menurut Depdikbud (dalam Arifin, 2011) adalah “suatu kegiatan
untuk memberikan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses
dan hasil yang telah dicapai peserta didik”. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa instrumen
penilaian adalah sesuatu yang digunakan untuk menggambarkan atau menilai hasil belajar
peserta didik. Dengan demikian, berdasarkan penjelasan sebelumnya instrumen penilaian pada
penilaian kinerja adalah rubrik penilaian beserta gradasi mutu dari yang paling sempurna hingga
yang paling tidak sempurna (Rasyid & Mansur, 2009).
Dalam penilaian kinerja, rubrik penilaian digunakan karena kinerja peserta didik tidak
ditentukan benar atau salahnya, melainkan dinyatakan dalam bentuk kualitas atau mutu kinerja
pada beberapa tingkatan. Sementara, penilaian kinerja diberikan secara langsung oleh guru atau
penilai. Oleh karena itu, untuk menghindari penilaian subjektif yang mudah kehilangan validitas
dan reliabilitasnya maka digunakanlah rubrik penilaian sebagai instrumen penilaian kinerja
(Zainul, 2001).
Untuk mengembangakan rubrik dalam penilaian kinerja, Donna Szpyrka dan Ellyn B.
Smith (dalam Zainul, 2001) menetapkan sembilan langkah pengembangan dengan penjelasan di
tiap-tiap langkah sebagai berikut:
a. Menentukan konsep, keterampilan, atau kinerja yang akan diases (asesmen)
16. b. Merumuskan atau mendefinisikan dan menentukan urutan konsep dan atau keterampilan
yang akan diases ke dalam rumusan atau definisi yang menggambarkan aspek kognitif
dan aspek kinerja.
c. Menentukan konsep atau keterampilan yang terpenting dalam tugas (task) yang harus
diases.
d. Menentukan skala yang digunakan
e. Mendeskripsikan kinerja mulai dari yang diharapkan sampai kinerja yang tidak
diharapkan.
f. Melakukan uji coba dengan membandingkan kinerja atau hasil kerja mahapeserta didik
dengan rubrik yang telah dikembangkan.
g. Berdasarkan hasil penilaian terhadap kinerja atau hasil kerja mahapeserta didik dari uji
coba tersebut kemudian dilakukan revisi, terhadap deskripsi kinerja, maupun konsep dan
keterampilan yang akan diases.
h. Memikirkan kembali tentang skala yang digunakan. Apakah skala tersebut memang telah
membedakan secara jelas tentang kinerja yang ditunjukkan oleh mahapeserta didik.
i. Merevisi skala yang digunakan
17. DAFTAR PUSTAKA
AAS. 2008. Making connections: A guide for facilitators. Canberra: Australian Academy
of Science
Arifin, Z. 2011. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Brown, Corina E. 2013. Design, Development, and Psychometric Analysis of a General,
Organic, and Biological Chemistry Topic Inventory Based on The Identified Main Chemistry
Topics Relevant to Nursing Clinical Practice. Colorado: University of Northern Colorado.
Bybee, R. W., Taylor, J. A., Gardner, A., Scotter, P. V., Powell, J. C., Westbrook, A., &
Landes, N. 2006. The BSCS 5E instructional model: Origins and effectiveness. Colorado: BSCS
Duran, L. B. & Duran, Emilio. 2004. The 5E Instructional Model: A Learning Cycle
Approach for Inquiry-Based Science Teaching. The Science Education Review, 3(2), 49-58.
Halarie, A. 2007. Teaching and Assessing in Nursing: A Worth Remembering
Educational Experience. Health Science Journal, 11, 1-5.
Hofstein A. and Lunetta V.N., 2004. The Laboratory in Science Education: Foundation
for The 21st Century. Science Education, 88, 28-54.
Hofstein, A. and Mamlok-Naaman, R. (2007). The Laboratory in Science Education: The
State of The Art. Chemistry Education Research and Practice, 8(2), 105-107.
Irwanto. 2016. The Development of An Integrated Assessment Instrumen for Measuring
Analytical Thinking and Science Process Skills. American Institute of Physics.
18. Kong, S. C., & Song, Y. 2014. The Impact of A Principle-Based Pedagogical Design on
Inquiry-Based Learning in A Seamless Learning Environment in Hong Kong. Educational
Technology & Society, 17(2), 127-141.
PELLEGRINO, J. W., CHUDOWSKY, N. & GLASER, R. 2001. Knowing What
Students Know: The Science and Design of Educational Assessment. Washington D. C.: National
Academy Press
Sen, S. & Ozyalcin Oskay, O. 2016. The Effects of 5E Inquiry Learning Activities on
Achievement and Attitude toward Chemistry. Journal of Education and Learning, 6 (1)
Sofyan, A., Feronika, T., & Milama, B. 2006. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis
Kompetensi. Jakarta: UIN Jakarta Press.
Yore, Larry D.; Anderson, John O.; Shymansky, James A. 2005. Sensing the Impact of
Elementary School Science Reform: A Study of Stakeholder Perceptions of Implementation,
Constructivist Strategies, and School-Home Collaboration. Journal of Science Teacher
Education