1. A. Pendahuluan
1. Latar belakang masalah
Tanah dan air penuh dengan mahluk hidup, namun tak terkecuali dengan
manusia. mereka jarang sekali mengalami perubahan, Hewan dan tumbuh-
tumbuhan tetap dengan cara yang sama. Otak manusia bekerja sepeti jantung yang
tak berhenti berdenyut, siang dan malam, sejak masa kecil dan renta. tercatat
berbilyun-bilyun ingatan, kebiasaan, kemampuan, keinginan, harapan, dan
ketakutan. Pendidikan, termasuk pendidikan Islam, merupakan proses sosial dan
proses sosialisasi, humanisasi, dalam kenyataannya yang terrisolir dari lingkungan
dan peristiwa dan sejarah. Kurang terkait dengan tuntutan sosial-cultural yang
bersangkutan. Kondisi yang demikian telah banyak munculnya masalah yang
menjadi tantangan dalam islam. Melihat kondisi tersebut, pertanyaan yanng patut
dikemukakan adalah apa sesungguhnya yang menjadi akar permasalahan dari
semua itu. Konsep pendidikan yang salah ataukah ketidak mampuan kita didalam
mendialogkan pengetahuan dengan realitas sosial sebagaimana tantangan zaman.
Makalah ini mencoba untuk menelusuri persoalan yang menjadi tantangan Islam
secara filosofis dengan tinjauan realitas pendidikan Islam.
2. Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas dapatlah dirumuskan apa yang menjadi
tantangan islam dan bagaimana upaya untuk memperbaiki kondisi kependidikan
yang demikian itu, tampaknya perlu ditelusuri permasalahannya yang bertumpu
pada pemikiran filosofis.
3. Tujuan
Adapun tujuan dari rumusan maslah diatas ialah untuk mengetahui dan
memahami tantantgan apa saja dalam islam, mengetahui perkembangan yang
terjadi dalam islam.
2. TANTANGAN ISLAM MENURUT PANDANGAN FILSAFAT
A. Beberapa Tantangan Islam Sekarang
Biasa orang membedakan antara suatu yang kuno dengan sesuatu yang
modern, maka dalam filsafat pun kita melihat penggolongan seperti itu, filasafat
pada masa kini disebut juga filsafat kontemporer, filsfat yang dihasilkan oleh
pemikiran-pemikiran pada abad XX ini. Sudah sejak ajaran Soccrates, Plato,
Aristoteles dan lain-lain hingga dengan Ockhmam, aliran skolatis serta aliran-
aliran pada abad pertengahan disebut sebagai filsafat klasik.1
1. Masuknya Konsep Liberal Dalam Pemikiran Islam
Liberal sendiri secara bahasa berarti bebas. Paham ini pertama kali
diterapkan dalam ranah social, politik dan pemerintahan. Namun lambat laun juga
memasuki ranah pemikiran intelektual. Paham liberal awal yang pertama digagas
oleh Yunani kemudian diambil oleh kaum Barat . Memasuk abad 17 dunia Barat
terobsesi untuk membebaskan diri mereka dalam bidang politik, keagamaan,
politik, dan ekonomi dari tatanan moral, supranatural bahkan Tuhan. Dalam ranah
agama, mereka berusaha untuk menghapus hak-hak otoritas Tuhan, kebenaran
mutlak dan doktrin gereja harus dihapuskan, dan agama menjadi bersifat
individual. Penyebabnya karena Barat merasa kebebasan mereka selama ini terus
dikungkung dan dibatasi oleh doktrin dan kekuasaan gereja yang
mengatasnamakan wakil Tuhan.
Namun sayangnya, paham yang berasal dari dunia Barat ini malah diambil
dan diterapkan dalam Islam. Para sarjana-sarjana Islam yang dididik oleh kaum
Barat malah terpesona dengan paham liberalisasi ini dan mengaplikasikannya
1 Drs.G.W. Rawengan, sebuah studi tentang filsafat, cetakan pertama, (Jakarta Pusat:
PT. Pradnya Paramita,1982),hal.94
3. dalam ranah pemikiran Islam. Ini tentu saja tak bisa diterima, sebab berbeda
dengan Kristen yang mengkungkung kebebasan para pemeluknya, sebaliknya
Islam menjamin kebebasan para pemeluknya sesuai dengan koridor yang telah
ditetapkan.
Dampak dari masuknya konsep liberal ini juga banyak. Munculnya
pengingkaran terhadap semua otoritas, bahkan Tuhan dan agama. Sebab otoritas
dalam pandangan liberal menunjukkan adanya kekuatan di luar dan diatas
manusia yang mengikutinya secara liberal. Berkembang juga inklusifisme agama.
Menurut kaum liberal, kita sekarang tak bisa mengatakan bahwa Islam adalah
satu-satunya agama yang benar, begitu juga dengan mengatakan bahwa Kristen
adalah satu-satunya agama yang benar juga. Dan juga kita tak bisa mengatakan
bahwa agama selain itu adalah salah. Menurut mereka semua agama adalah sama,
agama-agama bisa berbeda dalam ranah hukum dan syariatnya, tetapi tetap
menuju Tuhan yang satu. Agama-agama pada ranah eksoteris bisa berbeda,tetapi
pada ranah esoteris sama-sama menuju satu Tuhan yang sama. Dengan kata lain
mereka menolak sifat eksklusif dalam suatu agama. Inilah yang akan menjadi
dasar dari paham pluralisme beragama.
Masuknya paham liberal dalam ranah intelektual juga menyebabkan setiap
orang bebas untuk menafsirkan sebuah teks dan ajaran agama. Setiap orang punya
hak yang sama untuk menafsikrkan kebenaran, walaupun tanpa memiliki bekal
yang cukup. Sehingga lahir lah tokoh-tokoh seperti Nasr Hamid Abu Zaid yang
menafsirkan teks-teks agama dengan penafsirannya sendiri. Lahir juga tkoh-tokoh
serupa di Indonesia seperti Amin rAbdulah, Aksin Wijaya dan sebagainya.
Padahal dalam Islam sendiri, tidak semua orang bebas untuk menafsirkan teks Al
Quran, ia harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu, seperti : terpercaya, bersifat
objektif, menguasai ilmu bahasa Arab, adil dan sebagainya. Ini untuk menghindari
penafsiran yang salah akan sebuah teks keagamaan.
4. 2. Ilmu-Ilmu Sosial Menjadi Patokan Utama Dalam Dunia Pendidikan.
Masuknya ilmu-ilmu social dalam dunia pendidikan juga menjadi
problematika sendiri, dimana dengan masuknya ilmu-ilmu tersebut semakin
menyingkirkan ilmu-ilmu agama dalam dunia pendidikan. Bahkan ilmu-ilmu
social juga digunakan untuk memahami suatu agama. Hal ini berkonsuensi bahwa
Islam diposisikan sama dengan agama-agama lainnya yang ada. Islam hanya
dipandang sebagai objek ilmu pengetahuan, terlepas dari berbagai macam konsep,
struktur, dan aturan dalam Islam sendiri.
Ilmu-ilmu social yang sejak awalnya digunakan untuk memahami kondisi
social suatu masyarakat, pada akhirnya digunakan juga untuk membedah dan
memahami suatu agama. Maka muncullah dengan ini ilmu-ilmu baru seperti
sosiologi agama, psikologi agama, dan antropologi agama.
3. Kendala Dalam Memahami Bahasa Arab.
Muncul anggapan dalam masyarakat sekarang bahwasanya bahasa Arab
tidak mengandung signifikansi lagi,atau unexpected dan tak profitable lagi. Hal
ini disebabkan bahwa mereka memahami bahasa arab bukanlah bahasa peradaban
dan intelektual, melainkan hanya sebatas bahasa ritual atau agama. Sehingaa
menjadikan masyrakat sekarang enggan untuk mendalami dan belajar bahasa arab.
Padahal bila kita mengkaji lebih dalam lagi, bahasa Arab memiliki peran yang
sangat signifikan dalam gerakan intelektual. Periode penerjemahan berbagai
macam cabang ilmu dari bangsa lain seperti Yunani ke dalam bahasa Arab gencar
dilakukan oleh ilmuiwan-ilmuwan muslim seperti Al Faraby, Ibnu Sina, Ibnu
Rusyd dan lain sebagainya. Mereka semua menerjemahkan karya-karya berbahasa
asing tersebut,kemudian menyaring dan memverifikasinya lagi, barulah hasilnya
dapat dipahami oleh masyarakat yang lebih luas. Ini jelas berlawanan dengan
anggapan sebagian orang diatas, bahwa pada hakikatnya bahasa Arab mempunyai
konstribusi yang besar dalam ranah intelektual dan pengetahuan.
5. 4. Tidak Adanya Perbandingan Antara Peradaban Barat dan Peradaban Timur
Barat sebagai sebuah peradaban tentu berbeda dengan peradaban Islam.
Hal ini dikarenakan peradaban Islam adalah peradaban yang dibangun atas dasar
ilmu yang berlandasakan wahyu Tuhan yang otentisitasnya tak diragukan. Dari
wahyu Al Quran inilah yang menghasilkan tradisi intelektual dan diaplikasikan
dalam seluruh bidang kehidupan. Berbeda dengan barat, peradaban Barat tak
dibangun atas dasar ilmu dan wahyu Tuhan, bahkan mereka malah
mengesampingkan peran Tuhan dalam kehidupan mereka. Ringkasnya peradaban
Barat dibangun atas dasar sekularisme dan penolakan atas hak-hak Tuhan dan
agama.
Namun apa yang terjadi berikutnya unsur dan elemen dari peradaban barat
tersebut malah diambil dan diterapkan dalam Islam, Maka masuklah unsur-unsur
seperti sekularisme, eksklusifisme beragama, pluralism beragama, feminism dan
kesetaraan gender dan lain sebagainya. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan
kebingungan dalam dunia pemikiran Islam, dimana masyarakat bingung untuk
memilih antara dua unsur diatas.
Dari gejalah itu diketahui, untuk sebuah menyusun hipotesis. Diserahkan
hipotesis itu melakukan penelitian untuk menghimpun data-data cukup tentang
masalah tersebu. Data ini menyongkong hipotesis, maka hipotesis itu sahih. Maka
dapat dibenarkan dan diterima.2
B. Solusi Menyikapi Tantangan Islam Di Era ini
1. Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Islamisasi ilmu pengetahuan (Islamization of Knowledge) adalah gagasan
yang diusung oleh beberapa intelektual muslim, yaitu Syed Muhammad Naquib
Al Attas dan Ismail Raji Al Fa ruqy. Menurut Al Attas pengetahuan Barat telah
2 Drs.H. Faud Ihsan, Filsafat Ilmu, cetakan pertama, (Jakarta:Rineka Cipta,2010),hal.
61
6. membawa kebingungan dan skeptisime dalam dunia pemikiran. Barat juga telah
mengangkat sesuatu masih dalam tahap keraguan dan dugaan ke derajat ilmiah
dalam hal metodologi. Kebenaran dalam pandangan Barat tidak diformulasikan
atas dasar pengetahuan wahyu dan keyakinan,melainkan atas tradisi budaya
didukung oleh premis-premis filosofis yang didasarkan para perenungan-
perenungan. Disini masyarakat Islam berada dalam kebingungan antara mengikuti
tradisi keislaman atau nilai-nilai peradaban barat.
Disinilah letak diperlukannya Islamisasi ilmu pengetahuan.3 Untuk
menyingkirkan unsur-unsur peradaban dan intelektual Barat yang telah
mengkontaminasi alam pemikiran Islam. Islamisasi sendiri berarti membawa
sesuatu ke dalam Islam atau membuatnya dan menjadikan Islam. Sedangkan
Islamisasi ilmu pengetahuan menurut Al Attas adalah melakukan aktifitas
keilmuan, seperti mengungkap, menghubungkan dan menyebarluaskan menurut
sudut pandang ilmu terhadap alam kehidupan manusia.
Sedangkan dalam prosesnya, Islamisasi ilmu pengetahuan yang
dicanagkan oleh Al Attas mempunyai beberapa langkah yaitu :
a. Mengisolir unsur-unsur dan konsep-konspep kunci yang membentuk
budaya dan peradaban Barat. Unsur-unsur tersebut yaitu:
1) Akal sebagai pembimbing kehidupan manusia
2) Bersikap dualistik terhadap realitas dan kebenaran
3) Menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan pandangan hidup
sekuler
4) Membela doktrin humanism
5) Menjadikan drama dan tragedi sebagai unsur-unsur yang yang dominan
dalam fitrah dan eksistensi manusia
3 Rif’at Husnul Ma’afi,Konsep Tauhid Sosial;Studi Pemikiran Ismail Raji Al FAruqy dan
M. Amien Rais,Jurnal Tsaqafah,volume9, hal 62.
7. b. Memasukkan unsur-unsur Islam beserta konsep-konsep kunci dalam setiap
bidang dari ilmu pengetahuan saat ini yang relevan.Konsep utama tersebut
yaitu : Konsep Agama, Konsep Manusia, Konsep Pengetahuan, Konsep
kearifan dan sebagainya.4
2. Pembangunan Kembali Tradisi Ilmu Dalam Islam
Belajar dari bagaimana Islam pernah mencapai masa kejayaannya di
Baghdad, focus gerakan pembangunannya waktu itu adalah ilmu pengetahuan.
Dan itu dilakukan secara sinergis, simultan dan konsisten. Ketika
membangun bayt al Hikmah misalnya, dimana waktu itu para golongan penguasa,
pemerintah, elit bangsawan, militer dan tentunya para saintis kerja bahu membahu
dalam pendiriannya.
Dalam konteks umat Islam dewasa ini yang pertama diperlukan adalah
membangun tradisi keilmuan Islam yang serius, baik dalam bentuk pusat studi
lllatau universitas Islam yang khas. Tugas utamanya adalah merespon tantangan
keilmuan kontemporer dan menjelaskan ulang konsep-konspe dasar Islam yang
relevan untuk kebutuhan ummat masa kini.
Skenario ini dapat digambarkan dari pernyataan di bawah ini :
Marilah kita meletakkan scenario hipotesis : Jika kekuasaan Islam
tak dilemahkan, dan jika ekonomi Negara-negara Islam tak
dihancurkan, dan jika stabilitas politik tidak diganggu. Dan jika
para ilmuwan Muslim diberi stabilitas dan kemudahan dakam
waktu 500 tahun lagi. Apakah mereka akan gagal mencapai apai
yang telah dicapai Copernicus, Galileo, Kepler, dan Newton ?
Model-model planetarium Ibn al Shatir dan astronomer-
astronomer Muslim yang sekualitas Copernicus Dan yang telah
4 Alex Nanang Agus Syifa,Islamisasi Ilmu Pengetahuan, Jurnal Tsaqafah volume10, hal
88.
8. mendahului mereka 200 tahun membuktikan bahwa sistim
heliosentris dapat diproklamirkan oleh saintis muslim, jika
komunitas mereka terus eksis dibawah scenario hipotesis ini.
Sifat apa di samping kebenaran harus dimiliki suatu kepercayaan
agar tergolong sebagai pengetahuan ? orang yang polos akan pengatakan
haruslah terdapat bukti-bukti yang masuk akal untuk menyongkong
kepercaan. Ditinjau dari segi akal sehat hal ini kebanyakan benar terutama
dimana keragu-raguan timbul dalam hal-hal praktis, tetapi jika hal ini
dimaksudkan sebagai suatu pernyataan keseluruhan masalah maka hal ini
adalah tidak memadai.5
Maka dari itu untuk membangun kembali tradisi ilmu diperlukan paling
tidak stabilitas politik dan ekonomi, serta stabilitas Islam yang tak diganggu oleh
berbagai pihak. Hal ini dapat terwujud bilamana adanya kerjasama yang sinergis
antara berbagai kelompok, saintis, penguasa, militer, elit bangsawan dan
sebagainya. Dari produk ini diharapkan lahir komunitas ilmuwan yang aktif tidak
hanya memperdalam disiplin ilmu keislaman, tapi juga mengasimilasi dan
mengislamisasikan ilmu pengetahuan kontemporer, sehingga menghasilkan
disiplin ilmu baru.
Di antara para filsuf dari berbagi aliran terdapat pemahaman bahwa ilmu
adalah sesuatu kumpulan yang sistematis dari pengetahuan (any systematic body
of knowledge), seoarang filsuf meninjau ilmu Jhon G. Kemeny juga memakai
istilah ilmu damlam arti semua pengetahuan yang dihimpun denga prantara
metode ilmiah (all knowledge collected by means of the wscientif method).
5 Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif; Sebuah Kumpulan Karangan Tentang
Hakekat Ilmu, cetakan kleenambelas. (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia,2006),hal.83
9. Dalam kalangan ilmuan sendiri umumnya juga ada kesepakatan bahwa
ilmu terdiri atas pengetahuan. Ini terbukti dari batasan yang berikut dari seoarang
ilmuan:
Ilmu menunjukan pertama-tama pada pengumpulan-kumpulan
yang disusun secara sistematis dari pengetahuan yang dihimpun
alam semesta yang diperoleh melalui teknik-teknik pengamatan
yantg objektif. Dengan demikian, maka isi ilmu terdiri dari
kumpulan-kumpulan teratur dari data.
Dengan demikian dapatlah dipahami bilamana ada makna tambahan dari
ilmu sebagai aktivitas yang dilakukan manusia. 6
6 The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu, Rev. cetakan kedua, (yogyakarta:Liberty, 2004)
hal.88
10. C. Penutup
1. Simpulan
Islam menghadapi berbagai macam tantangan, yang ringkasnya terbagi
menjadi dua, yaitu Internal dan Eksternal. Eksternal yaitu masuknya paham-
paham dari peradaban asing, khususnya Barat, seperti liberalisasi, sekularisasi,
dualism, pragmatism, nihilisme, humanism liberal rasionalisme, empirisme dan
sebagainya. Sementara tantangan eksternal ada dua yaitu, pertama
ketidakberdayaan para cendekiawan menghadapi faham, ideologi, dan
epistemologi asing secara kritis.
11. DAFTAR PUSTAKA
Agus Syifa, Alex Nanang, Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Tinjauan atas Pemikiran Syed
Muhammad Naquib Al Attas dan Ismail Raji Al Faruqy) Jurnal Kalimah, vol 10
no. 1,Fakultas Ushuluddin Institut Studi Islam Darussalam, MAret 2012.
Gie, The Liang, Pengantar Filsafat Ilmu, Rev. cetakan kedua , yogyakarta: Liberty, 2004.
Ihsan, H. Faud, Filsafat Ilmu, cetakan pertama, Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Ma’afi. Rif’at Husnul, Konsep Tauhid Sosial ; Studi Pemikiran Ismail Raji Al Faruqi dan
M. Amien Rais, Jurnal Kalimah vol 9 no 1, Fakultas Ushuluddin Institus Studi
Islam Darussalam, Maret 2011.
Rawengan, G.W., sebuah studi tentang filsafat, cetakan pertama, Jakarta Pusat: PT.
Pradnya Paramita, 1982.
Suriasumantri, Jujun S., Ilmu Dalam Perspektif; Sebuah Kumpulan Karangan Tentang
Hakekat Ilmu, cetakan kleenambelas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006.