PENGERTIAN SUMBER
HUKUM ISLAM
Menurut Bahasa
Hukum menurut pengertian bahasa berarti
menetapkan sesuatu atau tidak menetapkannya.
Menurut Istilah
Menurut istilah ahli usul fikih, hukum adalah khitab
atau perintah Allah SWT, yang menuntut mukalaf
(orang yang sesudah balig dan berakal sehat) untuk
memilih antara mengerjakan dan tidak mengerjakan,
atau menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau
penghalang bagi adanya yang lain, sah, batal, rakhsah
(kemudahan), dan azimah (hukum yang telah
disyariatkan Allah kepada seluruh hamba-Nya sejak
pertama kali)
PENGERTIAN SUMBER
HUKUM ISLAM
Pengertian
Sumber Hukum Islam adalah segala sesuatu yang
dijadikan dasar acuan atau pedoman ajaran Islam
yang bersifat mengikat dan apabila dilanggar
menimbulkan sanksi tegas dan nyata.
PENGERTIAN SUMBER
HUKUM ISLAM
Dalil
Q.S An-Nisa’ (4): 59
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah
Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (Q.S An-Nisa (4): 59)
PENGERTIAN SUMBER
HUKUM ISLAM
Hadits
Artinya: Telah bersabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam : “Aku tinggalkan kepadamu
sekalian dua perkara yang apabila kamu
berpegang teguh pada kedua perkara tersebut,
niscaya kamu tidak akan tersesat selama-lamanya,
kedua perkara itu ialah Kitabullah
‘azza wa jalla (Al-Qur’an), dan ‘itrahku ahlul-baitku
(Hadits)”. (H.R. Imam Malik)
Pengertian Al-Qur’an
Kandungan Al-Qur’an
Pembagian surat dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai sumber hukum pertama dalam Islam
Mukzizat Al-Qur’an
Pengertian Al-Qur’an
Etimologi ( Bahasa )
Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an
berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau
"sesuatu yang dibaca berulang-ulang". Kata Al-Qur’an
berasal dari kata kerja ‘qara'a’ yang artinya membaca.
Terminologi ( Istilah )
Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an
sebagai berikut:
“Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis
di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir,
membacanya termasuk ibadah”.
Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan satu-satunya kitab yang dijamin
kemurnian dan keaslianya sampai akhir zaman
“Indeed, it is We who sent down the Qur'an and indeed,
We will be its guardian.” (Q.S Al-Hijr (15): 9)
Pengertian Al-Qur’an
Nama-nama lain Al-Qur’an :
1. Adz-Dzikr, Artinya PERINGATAN.
“But it is not except a reminder to the worlds.” (Q.S Al-Qalam
(68): 52)
2. Al-Furqan, Artinya PEMBEDA.
“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran)
kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada
seluruh alam” (Q.S Al-Furqan (25): 1)
Pengertian Al-Qur’an
Nama-nama lain Al-Qur’an :
3. As-Suhuf, Artinya LEMBARAN-LEMBARAN
رَسُولٌ مِنَ اهللَِّ يَتْلُو صُحُ فًا مُهََرََّ ا
“(yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad)
yang membacakan lembaran-lembaran yang
disucikan (Al Quran)” (Q.S Al Bayyinah (98): 2)
Pembagian Surat Dalam Al-Qur’an
1. Assabi’uthiwaal (Tujuh surat yang panjang), diantaranya:
• Al-Baqarah (286 Ayat), Al-A’raf (206), Ali Imran (200),
An Nisa’ (176), Al-An’am (165), Al-Maidah (120), dan
Yunus (109)
2. al-Mi’uun yaitu surat-surat yang jumlah ayatnya
lebih dari seratus ayat, atau mendekati seratus.
3. al-Matsaani yaitu surat-surat yang jumlah ayatnya di
bawah al-Mi’uun/ ayat nya kurang dari 100
4. Al-Munfashal (Surat-surat pendek)
Kandungan Al-Qur’an
1. Aqidah / Akidah
Alquran mengajarkan akidah tauhid kepada kita yaitu
menanamkan keyakinan terhadap Allah SWT yang satu
yang tidak pernah tidur dan tidak beranak-pinak. Percaya
kepada Allah SWT adalah salah satu butir rukun iman
yang pertama. Orang yang tidak percaya terhadap rukun
iman disebut sebagai orang-orang kafir.
2. Ibadah
Mengatur hubungan manusia dengan Allah Swt. Sebagai
pencipta, ex: Shalat, Zakat, Puasa, Haji.
3. Akhlaq / Akhlak
Akhlak adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik
akhlak yang terpuji atau akhlakul karimah maupun yang
tercela atau akhlakul madzmumah.
Kandungan Al-Qur’an
4. Hukum-Hukum
Hukum yang ada di Al-quran adalah memberi suruhan atau
perintah kepada orang yang beriman untuk mengadili dan
memberikan hukuman hukum pada sesama manusia yang
terbukti bersalah. Hukum dalam islam berdasarkan Alqur’an
ada beberapa jenis atau macam seperti jinayat, mu’amalat,
munakahat, faraidh dan jihad.
5. Peringatan / Tadzkir
Tadzkir atau peringatan adalah sesuatu yang memberi
peringatan kepada manusia akan ancaman Allah SWT berupa
siksa neraka atau waa’id. Tadzkir juga bisa berupa kabar
gembira bagi orang-orang yang beriman kepadaNya dengan
balasan berupa nikmat surga jannah atau waa’ad. Di samping
itu ada pula gambaran yang menyenangkan di dalam alquran
atau disebut juga targhib dan kebalikannya gambaran yang
menakutkan dengan istilah lainnya tarhib.
Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Pertama
Al-Qur’an memiliki kebenaran yang mutlak.
Al-Qur’an memiliki 3 fungsi utama, yaitu:
1. Sebagai Huda, Artinya Al-Qur’an merupakan aturan
yang harus diikuti tanpa tawar menawar.
2. Sebagai Bayyinat, berfungsi memberi penjelasan
akan hal yang dipertanyakan manusia.
3. Sebagai Furqan, atau pembeda antara yang haq, dan
yang bathil.
Al-Qur’an mengandung 3 komponen dasar hukum, yaitu:
1) Hukum Ikhtiqadiah
yang mengatur hubungan rohaniah manusia dengan
Allah Swt. Dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah
atau keimanan.
Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Pertama
2) Hukum Amaliah
hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan
manusia dengan Allah Swt, dengan sesamanya, dan
dengan lingkungan sekitar. Dan disebut hukum
syariat. Dan ilmu yang mempelajarinya disebut ilmu
fiqih..
3) Hukum Khuluqiah
Hukum yang berkaitan dengan moral manusia, baik
sebagai makhluk hidup atau makhluk sosial.
Mu’jizat Al-Qur’an
• Segi Keindahan Bahasa. Keindahannya terdapat
dalam penggunaan kata, ungkapan, susunan kata
dan kalimat, serta hubungan satu ungkapan dengan
ungkapan yang lainnya.
• Dari Segi pemberitaan mengenai kejadian masalalu
yang kemudian terbukti kebenarannya.
• Dari segi pemberitaan Al-Qur’an tentang hal-hal
yang akan terjadi dan memang benar-benar terjadi.
• Dari segi kandungan akan hakikat kejadian alam
dengan seisinya, serta hubungan antara satu dengan
lainnya.
• Dari segi pedoman hidup yang menuntun manusia
mencapai kebahagiaan hidup, dunia dan akhirat.
Pengertian Hadits
Hadits adalah segala tingkah laku Nabi Muhammad
SAW. baik berupa ucapan, perbuatan, maupun ketetapan. Hadits
seringkali disebut juga sunah Nabi.
Sesuai definisi tersebut sunah dibagi menjadi menjadi tiga,yaitu :
Sunah Qauliyah
Sunah Fi’liyah
Sunah Taqririyah
Sunnah Qauliyah
Sunnah qauliyah merupakan perkataan atau sabda Rasulullah SAW yang
didalamnya menerangkan hukum-hukum agama dan maksud Al-Qur`an yang
berisi peradaban, hikmah, ilmu pengetahuan, dan akhlak. Sunnah qauliyah ini
juga dinamakan khabar, hadits, atau sunnah. Namun ucapan Nabi ini bukan
wahyu al Qur`an. Untuk membedakan sunnah dan wahyu al Qur`an yang
sama-sama lahir dari lisan Nabi adalah dengan cara, antara lain :
a. Bila wahyu al Qur`an selalu mendapat perhatian khusus dari Nabi dan
menyuruh orang lain untuk menghafal dan menuliskannya serta
mengurutkannya sesuai petunjuk Allah. Sedangkan sunnah tidak, bahkan Nabi
melarang menuliskannya karena khawatir tercampur dengan al Qur`an.
b. Penukilan Al-Qur`an selalu dalam bentuk mutawatir, sedangkan sunnah
pada umumnya diriwayatkan secara perorangan.
c. Penukilan al Qur`an selalu dalam bentuk penukilan lafaz dengan arti
sesuai dengan teks aslinya seperti yang didengar dari Nabi. Sedangkan
sunnah dinukilkan secara ma`nawi ( disampaikan dengan redaksi dan ibarat
yang berbeda walau maksudnya sama ).
d. Bila yang diucapkan Nabi al Qur`an mempunyai daya pesona / mu`jizat,
sedangkan bila sunnah tidak.
Sunnah Fi’liyah
Sunah Fi’liyah yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW. yang dilihat atau diketahui oleh sahabat, kemudian disampaikan kepada orang
lain dengan ucapannya.
Seperti :
صلوا كم رايتمونى اصلى
Artinya : Shalatlah kamu sekalian sebagaimana kamu melihat saya melaksanakan
shalat ( HR Bukhari dan Muslim ).
خذواعنى من سككم
Artinya : Ambillah daripadaku cara – cara mengerjakan haji ( HR Muslim ).
Para ulama ‘membagi perbuatan Nabi ke dalam 3 bentuk,yaitu :
a. Perbuatan dan tingkah laku Nabi sebagai manusia biasa. Ulama berbeda
pendapat tentang keteladanannya bagi umat, ada yang berpendapat bahwa
perbuatan Nabi bentuk ini mempunyai daya hukum untuk diikuti dan ada yang
berpendapat tidak mempunyai daya hukum untuk diikuti.
b. PerbuatanNabi yang memiliki petunjuk yang menjelaskan bahwa perbuatan
tersebut khusus untuk Nabi.
c. Perbuatan dan tingkah laku Nabi yang berhubungan dengan penjelasan hukum.
Sunnah Taqririyah
Sunnah Taqririyah, yaitu perbuatan seorang sahabat atau
ucapannya yang dilakukan dihadapan Nabi SAW. atau sepengetahuan Nabi
SAW., tetapi tidak ditanggapi atau dicegah oleh Nabi SAW. Keadaan diamnya
Nabi SAW. dibedakan pada dua bentuk :
1. Nabi mengetahui perbuatan itu pernah dibenci dan dilarang oleh Nabi.
Diamnya Nabi SAW. dapat berarti perbuatan itu tidak boleh dilakukan
atau boleh dilakukan ( pencabutan larangan ).
2. Nabi SAW. belum pernah melarang perbuatan itu sebelumnya dan tidak
diketahui pula haramnya. Diamnya Nabi SAW. menunjukan hukumnya
adalah ibahah ( meniadakan keberatan untuk diperbuat ).
HADIST SEBAGAI SUMBER HUKUM YANG KEDUA
Hadist merupakan sumber Hukum Islam yang kedua setelah Al-
Qur`an.Sebagai sumber hukum yang kedua hadist menjelaskan hukum-hukum
yang belum ada di Al-Qur`an ,karena hukum Al-Qur`an masih bersifat
mujmal (global).Allah SWT.,telah mewajibkan kita agar mentaati hukum-hukum
dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan Nabi Muhammad SAW
dalam haditsnya.Sebagaimana firman Allah SWT.dalam Surat Al-Hasyr(59)
ayat 7 dan Surat An-NISA’(4) ayat 59.
Dalam hadits Rasulullah SAW.juga bersabda :
“Aku tinggalkan dua perkara untukmu sekalian,kalian tidak akan sesat selama
kalian berpegang teguh pada keduanya,yaitu kitabullah (Al-Qur`an) dan
sunnah Rasul-Nya .”(HR. Imam Malik)
Pada masa Rasulullah SAW.masih hidup , hadits tidak boleh
ditulis apalagi dibukukan,karena dikhawatirkan akan bercampur dengan ayat-ayat
Al-Qur`an.Penulisan dan pembukuan hadits pertama kali baru dilakukan
pada masa Dinasti Umayah yaitu pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz
(100 H/718 M).Sedangkan pembukuan yang lebih baik berikutnya
dilaksanakan pada masa pemerintahan Khalifah Al Manshur (136 H/754 M).
FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR`AN
1. Menguatkan dan menegaskan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Dalam Surat Al-Hajj(22) ayat 30.
2. Menguraikan dan merincikan yang global (mujmal), mengkaitkan yang
mutlak dan mentakhsiskan yang umum(‘am), Tafsil, Takyid, dan Takhsis
berfungsi menjelaskan apa yang dikehendaki Al-Qur’an. Rasulullah
mempunyai tugas menjelaskan Al-Qur’an sebagaimana firman Allah SWT
dalam QS. An-Nahl ayat 44:
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya
mereka memikirkan”(QS. An-Nahl : 44)
3. Menetapkan dan mengadakan hukum yang tidak disebutkan dalam Al-
Qur’an. Hukum yang terjadi adalah merupakan produk Hadits/Sunnah yang
tidak ditunjukan oleh Al-Qur’an. Contohnya seperti larangan memadu
perempuan dengan bibinya dari pihak ibu, haram memakan burung yang
berkuku tajam, haram memakai cincin emas dan kain sutra bagi laki-laki.
MACAM MACAM HADITS
Ditinjau dari segi perawinya(rawi),dibeakan menjadi 2:
1. Hadits Mutawatir
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad yang tidak
mungkin sepakat untuk berdusta. Berita itu mengenai hal-hal yang dapat dicapai oleh
panca indera. Dan berita itu diterima dari sejumlah orang yang semacam itu juga.
Syarat - syarat hadits Mutawatir:
•Isi hadits itu harus hal-hal yang dapat dicapai oleh panca indera.
•Orang yang menceritakannya harus sejumlah orang yang menurut adat
kebiasaan, tidak mungkin berdusta. Sifatnya Qath'iy.
•Pemberita-pemberita itu terdapat pada semua generasi yang sama.
2. Hadits Ahad
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai tingkat
mutawatir.
MACAM MACAM HADITS
Ditinjau dari segi sanadnya,dibagi menjadi 3 :
1. Hadits Shohih, yaitu hadits yang cukup sanadnya dari awal sampai akhir dan
oleh orang-orang yang sempurna hafalannya. Syarat hadits shohih adalah:
a. Sanadnya bersambung;
b. Perawinya adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga
kehormatan dirinya (muruah);
c. Dhobit, yakni memiliki ingatan dan hafalan yang sempurna serta mampu
menyampaikan hafalan itu kapan saja dikehendaki; dan
d. Hadits yang diriwayatkannya tidak bertentangan dengan hadits mutawatir
atau dengan ayat al-Qur`an.
2. Hadits hasan (baik) dapat sebagai landasan hukum.
a. Sanadnya muttasil (tidak terputus)
b. Rawinya orang yang taat beragama
c. Perawinya agak kuat hafalan
d. Tidak bertentangan dalam al-Qur;an dan tidak terdapat catatan
didalamnya
3. Hadits Dhoif (lemah, tidak boleh dijadikan landasan hukum, tidak memenuhi
persyaratan)
Pengertian Ijtihad
Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapannya, baik dalam Al
Qur’an maupun Hadits, dengan menggunkan akal pikiran yang sehat dan
jernih, serta berpedoman kepada cara-cara menetapkan hukum-hukumyang
telah ditentukan. Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber hukum
yang ketiga.
Hasil ini berdasarkan dialog nabi Muhammad SAW dengan
sahabat yang bernama muadz bin jabal, ketika Muadz diutus ke negeri
Yaman. Nabi SAW, bertanya kepada Muadz,” bagaimana kamu akan
menetapkan hukum kalau dihadapkan pada satu masalah yang
memerlukan penetapan hukum?”, muadz menjawab, “Saya akan
menetapkan hukum dengan Al Qur’an", Rasul bertanya lagi, “Seandainya
tidak ditemukan ketetapannya di dalam Al Qur’an?” Muadz menjawab,
“Saya akan tetapkan dengan Hadits”. Rasul bertanya lagi, “seandainya tidak
engkau temukan ketetapannya dalam Al Qur’an dan Hadits”, Muadz
menjawab” saya akan berijtihad dengan pendapat saya sendiri” kemudian,
Rasulullah SAW menepuk-nepukkan bahu Muadz bi Jabal, tanda setuju.
Kisah mengenai Muadz ini menajdikan ijtihad sebagai dalil dalam
menetapkan hukum Islam setelah Al Qur’an dan hadits.
satu pahala.” (HR Bukhari dan Muslim)
Pengertian Ijtihad
Untuk melakukan ijtihad (mujtahid) harus memenuhi beberapa syarat
berikut ini:
• Paham bahasa arab dengan segala kelengkapannya untuk
menafsirkan Al Qur’an dan hadits
• Mengetahui mengetahui isi Al Qur’an dan Hadits, terutama
yang bersangkutan dengan hukum
•Memahami soal-soal ijma
•Menguasai ilmu ushul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih yang luas.
•Memiliki keterampilan cara mengurai dan menyimpulkan suatu
persoalan
Bentuk-Bentuk Ijtihad
1. Ijma’ adalah kesepakatan dari seluruh imam
mujtahid dan orang-orang muslim pada suatu masa
dari beberapa masa setelah wafat Rasulullah SAW.
Berpegang kepada hasil ijma’ diperbolehkan,
bahkan menjadi keharusan. Dalilnya dipahami dari
firman Allah SWT, yang artinya: “Hai orang-oran
yang beriman, taatilah Allah dan rasuknya dan ulil
amri diantara kamu….” (QS An Nisa : 59)
Dalam ayat ini ada petunjuk untuk taat kepada orang
yang mempunyai kekuasaan dibidangnya, seperti
pemimpin pemerintahan, termasuk imam mujtahid.
Dengan demikian, ijma’ ulama dapat menjadi salah
satu sumber hukum Islam.
Bentuk-Bentuk Ijtihad
2. Qiyas (analogi) adalah menghubungkan suatu kejadian
yang tidak ada hukumnya dengan kejadian lain yang
sudah ada hukumnya karena antara keduanya terdapat
persamaan illat atau sebab-sebabnya.
Contohnya, mengharamkan minuman keras, seperti bir
dan wiski. Haramnya minuman keras ini diqiyaskan
dengan khamar yang disebut dalam Al Qur’an karena
antara keduanya terdapat persamaan illat (alasan), yaitu
sama-sama memabukkan. Jadi, walaupun bir tidak ada
ketetapan hukmnya dalam Al Qur’an atau hadits tetap
diharamkan karena mengandung persamaan dengan
khamar yang ada hukumnya dalam Al Qur’an.
Bentuk-Bentuk Ijtihad
3. Istihsan/Istislah, yaitu mentapkan hukum suatu
perbuatan yang tidak dijelaskan secara kongret dalam Al
Qur’an dan hadits yang didasarkan atas kepentingan
umum atau kemashlahatan umum atau unutk
kepentingan keadilan
4. Istishab, yaitu meneruskan berlakunya suatu hukum
yang telah ada dan telah ditetapkan suatu dalil, sampai
ada dalil lain yang mengubah kedudukan dari hukum
tersebut.
5. Istidlal, yaitu menetapkan suatu hukum perbuatan yang
tidak disebutkan secara kongkret dalam Al Qur’an dan
hadits dengan didasarkan karena telah menjadi adat
istiadat atau kebiasaan masyarakat setempat. Termasuk
dalam hal ini ialah hukum-hukum agama yang
diwahyukan sebelum Islam.
Bentuk-Bentuk Ijtihad
6. Maslahah mursalah, yaitu memutuskan status hukum atas
suatu perkara berdasarkan pertimbangan kebaikan bersama
untuk menghindari kerugian yang besar.
7. Al ‘Urf, ialah urursan yang disepakati oleh segolongan
manusia dalam perkembangan hidupnya
8. Zara’i, ialah pekerjaan-pekerjaan yang menjadi jalan untuk
mencapai mashlahah atau untuk menghilangkan mudarat.
• Dari segi pelakunya, ijtihad dibagi 2, yaitu:
1. Ijtihad jama’, yang dilakukan secara
berkelompok/bersama-sama
2. Ijtihad Fardi, yang dilakukan secara perseorangan
Kedudukan Ijtihad
Hukum Melakukan Ijtihad, yaitu:
1. Orang tersebut wajib (fardu ain) untuk berijtihad
apabila ada permasalahan yang menimpa dirinya
2. Juga wajib jika ditanyakan tentang suatu
permasalahan yang belum ada hukumnya
3. Hukumnya Fardu Kifayah jika permasalahan
tersebut tidak berlangsung lama
4. Hukumnya sunah apabila berijtihad terhadap
permasalahan yang baru
5. Hukumnya Haram apabila berijtihad terhadap
permasalahan yang sudah ditetapkan.
Hukum Islam adalah perintah Allah Swt. Yang berhubungan dengan umat Islam.
1. Hukum Taklifi
Hukum yang dibebankan kepada orang islam yang sudah dewasa dan berakal sehat.
Hukum ini dibagi 5, yaitu:
1) Wajib, yaitu ketentuan agama yang harus dikerjakan, dan bila ditinggalkan
mendapat dosa.
2) Sunah Mandub, yaitu ketentuan agama yang dianjurkan untuk dikerjakan,
bila dikerjakan mendapat pahala, bila ditinggalkan, maka tidak berdosa.
3) Haram, yaitu suatu larangan agama yang tidak boleh dikerjakan, dan bila
dikerjakan akan mendapat dosa.
4) Makruh, yaitu ketentuan larangan agama yang lebih baik ditinggalkan.
5) Mubah, yaitu perbuatan bila dilakukan, tidak ada ganjaran apapun.
2. Hukum Wad’i
Hukum wadh’i berupa penjelasan hubungan suatu peristiwa dengan hukum taqlifi.
Hukum wadh’i menjelaskan bahwa waktu matahari tergelincir di tengah hari menjadi sebab tanda
bagi wajibnya seseorang menunaikan shalat dzuhur. Hukum Wad’i dibagi 3, yaitu:
1. Sebab
Sebab berarti “sesuatu yang bisa menyampaikan seseorang kepada sesuatu yang lain”.
Menurut istilah Ushul Fiqh yaitu sesuatu yang dijadikan oleh syariat sebagai tanda bagi adanya
hukum, dan tidak adanya sebab sebagai tanda bagi tindakan adanya hukum.
2. Syarat
Syarat berarti “sesuatu yang menghendaki adanya sesuatu yang lain” atau “ sebagai
tanda”. Menurut istilah sesuatu yang tergantung kepadanya ada sesuatu yang lain, dan berada di luar
dari hakikat sesuatu itu. Misalnya, wudhu adalah sebagai syarat bagi sahnya shalat dalam arti adanya
shalat tergantung pada adanya wudhu, namun pelaksanaan wudhu itu sendiri bukan merupakan
bagian dari pelaksanaan shalat.
2. Hukum Wad’i
3. Mani’ (Penghalang)
suatu hal yang karenanya dapat menghalangi kewajiban melaksanakan sesuatau atau
menjadi penghalang terlaksananya suatu hukum.