Penyusutan Gendang – Gendis Contoh Kecil Kegagalan Mengendalikan Limbah
1. TUGAS “ JURNALISTIK LINGKUNGAN “
Topik : Pengaruh Deterjen Terhadap Penyusutan Populasi Ikan
Judul : Penyusutan Gendang – Gendis Contoh Kecil Kegagalan
Mengendalikan Limbah
Disiarkan : Minggu, 13 Juni 2010
Durasi : 21 menit 28 detik
Penulis :
Narator :
Teknik Produksi :
Produksi : LPP RRI PONTIANAK
01. SOUND : ----------------------------- EAR KITCHER --------------------------
02. NARATOR : ......... Saudara, kegembiraan anak-anak kecil yg sedang
mandi di parit ini, adalah fenomena nyata bahwa anak
sungai yang disebut parit ini, “tempat keseharian yang
sangat penting bagi masyarakat sekitarnya. Parit ini, juga
merupakan tempat keseharian ibu-ibu, bukan saja untuk
mandi tetapi mencuci pakaian. Aktifitas lainnya yang
terkonsentrasi di parit ini, adalah membersihkan perabot
rumah tangga seperti piring, periuk dan belanga yang
kotor. Masih ada lagi pencemaran lainnya, seperti
mengalirnya air pembuangan dari bangunan perumahan
dan pertokoan, termasuk perbengkelan dan tempat -
tempat ketinggian lainnya. Tidak jarang pula air yg
mengalir manakala pasang surut tiba, ditimba pula untuk
cadangan persedian air di rumah.
Namun` tanpa disadari oleh mereka, penggunaan shampo,
sabun, deterjen maupun pemutih untuk membersihkan
rambut, badan, pakaian maupun perabotan rumah tangga
lainnya, telah menimbulkan dampak buruk bagi ekosistem
yang ada di parit. Menurut Peneliti Perikanan dari
Universitas Muhammadiyah Pontianak Insinyur Hendiyanto,
deterjen buatan atau Synthetic Detergent, yang terbuat
dari LAS (Lauril Alkil Sulfonat) dan ABS (Alkil Benzena
Sulfonat), direaksikan dengan basa, yakni Natrium
Hidroksida. Sebagai salah satu bahan pembersih, deterjen
bersifat hampir sama dengan sabun, bila dituangkan ke
dalam air dapat melepaskan kotoran dari suatu benda,
serta bersifat hidrofob atau menarik kotoran dan hidrofil
atau menarik air. Deterjen adalah garam sulfoniat, dimana
molekulnya sukar terdegradasi oleh bakteri pengurai.
Kandungan zat kimia pada berbagai jenis pembersih tadi,
secara perlahan telah menurunkan kadar oksigen di parit.
2. Di perairan yang mengandung konsentrasi oksigen terlarut
rendah, gerakan membuka dan menutupnya insang
berlangsung lebih cepat, sehingga proses kematian ikan
akibat polusi deterjen menjadi lebih cepat.
Salah satunya adalah ikan Gendang - gendis, yang dalam
bahasa latin dinamakan Brachygobius Doriae. Panjang
tubuh ikan ini antara 2 hingga 2,5 cm, dan memiliki warna
dasar hitam dengan tiga lingkaran warna kuning yakni ; di
kepala, di dekat sirip punggung dan di dekat pangkal ekor.
Sekitar 10 tahun silam, Ikan mungil ini begitu mudah
ditemui di hampir setiap parit yang ada di Kabupaten Kubu
Raya, kebiasaannya hidup dan berkembang biak di antara
tanaman air seperti Alga, Hidrilla dan Teratai.
Meskipun ikan mungil ini bukan termasuk hewan langka,
dan diduga sebagian kalangan masih melimpah, namun di
Kecamatan Sungai Raya sudah diambang kepunahan. Dari
hasil pantauan di hampir semua parit pada 5 desa di
kecamatan Sungai Raya, yakni desa Sungai Raya, Teluk
Kapuas, Arang Limbung, Limbung dan Kuala Dua, ikan
mungil ini sulit ditemukan , “ seperti hijrah mengembara
ke tempat lain. Namun` menyusutnya populasi jenis ikan
ini, bukanlah akibat perburuan atau punah karena wabah
penyakit “melainkan akibat ketidaktahuan dan
kecerobohan manusia.
Peneliti ini juga menyebutkan bahan kimia lain yang dapat
menurunkan kualitas air, yakni oli bekas dari bengkel. Oli
yang bercampur minyak, begitu saja dibuang ke parit
tanpa diolah atau melalui proses filterisasi. Akibatnya
kualitas air semakin menurun dan tanaman air secara
perlahan mati, yang menyebabkan ikan gendang - gendis
dan belasan jenis lainnya menyusut tajam.
Khusus berkembang biaknya Ikan jenis gendang – gendis,
menurutnya, “habitat aslinya adalah parit, bukan di sungai
maupun danau. Ikan ini Hidup semi koloni, di air jernih
yang dangkal dan mengalir di antara tanaman air. Ikan ini
paling senang berenang di antara daun dan batang dari
tanaman air, sekaligus mencari makanan berupa plankton
yang ada di sekitar tanaman air. Dampak langsung polutan
terhadap spesies ikan, yakni serangan penyakit Emboli.
Dimana ikan mengalami gangguan pada organ pernafasan,
reproduksi, peredaran darah serta mekanisme
pencernaan. Dalam jangka waktu yang lama, dapat
menimbulkan bercak – bercak pada tubuh ikan. Sedangkan
dampak tidak langsung yakni gangguan terhadap habitat
ikan, melalui kandungan Nitrogen maupun Posfor dari
deterjen. Polutan Nitrogen dan Pospor yang berlebihan,
3. bakal memicu Eltropikasi atau pertumbuhan plankton
secara tidak terkendali. Plankton menghisap seluruh
oksigen di bawah air, sehingga bukan saja mematikan
spesies ikan namun juga tanaman air yang menjadi habitat
ikan. Populasi ikan yang masih hidup, sulit berkembang
biak dan kerap mengalami stress, karena ekosistem
penyangga telah hilang.
Belakangan menjamurnya usaha cuci mobil, semakin
memperparah pencemaran air di sebagian parit di
kecamatan Sungai Raya. Sebab usaha penyucian
membuang air yang bercampur deterjen langsung ke parit,
tanpa menggunakan filter.
Apalagi umumnya parit di kecamatan ini semakin lama kian
dipersempit, sebagian diantaranya ditutup. Bahkan` pada
beberapa lokasi telah menjadi tempat pembuangan
sampah, sehingga memicu pendangkalan dan menghambat
arus air parit. Air pun berubah menjadi comberan,
berwarna hitam dan berbau busuk. Ditambah lagi sampah
non organik seperti kaca, besi, kardus, kain dan kayu,serta
kantong plastik telah menjadikan parit layaknya Tempat
Pembuangan Akhir.
03. STATEMENT : Peneliti Perikanan UMP Ir. Hediyanto Msi.//
“ Kalau di pagi hari, air yang terlalu banyak plankton, maka kadar
oksigennya menjadi rendah. Akibatnya ikan – ikan pada mati.
Kemudian pada malam hari terjadi respirasi, akibat penggunaan
oksigen oleh plankton – plankton itu. Kalau di siang hari,
pengaruhnya bisa menyebabkan oversaturasi atau kelebihan oksigen.
Selanjutnya plankton yang mati akan membusuk, dan ketika dalam
suatu perairan yang tidak ada oksigennya, memicu terjadinya racun
seperti Amonia dan H2S dsb. “
04. NARATOR : Berdasarkan penelitian Guru Besar Ilmu Kimia
Agroindustri Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura
Pontianak, Prof. Dr. Thamrin Usman, telah terjadi
pergeseran sumber polutan di parit, kanal maupun sungai
Kapuas di Kabupaten Kubu Raya sekitar 5 tahun terakhir.
Jika sebelumnya industri pengolahan kayu berkontribusi
besar terhadap pencemaran air sungai, melalui senyawa
kimia seperti Phenol, Formalin, Urea maupun Melamin,
kini setelah bangkrutnya industri perkayuan di Kalbar,
polutan berasal dari limbah domestik dan industri non
kayu. Memang kadarnya tergolong kecil dibandingkan zat
kimia dari limbah pabrik, namun jumlahnya yang begitu
tinggi mengakibatkan deterjen menjadi salah satu polutan
berbahaya bagi ekosistem lingkungan. Apalagi Kecamatan
Sungai Raya sebagai ibukota Kabupaten, memiliki populasi
4. penduduk cukup padat mencapai 150. 000 jiwa. Dan
semua rumah penduduk, baik yang tinggal dalam kompleks
maupun perumahan umum, membuang limbah rumah
tangga ke dalam selokan atau got, yang akhirnya menuju
sungai. Jika setiap warga Sungai Raya mandi satu kali
sehari saja, dengan menghasilkan air sabun dan deterjen
sekitar satu gayung, maka dalam sehari produksi limbah
mencapai 150. 000 gayung. Jika diasumsikan 1 gayung
sama dengan 1 liter, maka produksinya mencapai 150. 000
liter. Dikalikan setahun sebanyak 360 hari, jumlahnya
sama seperti danau air sabun dan deterjen. Inilah yang
diproduksi rumah tangga.! Jika kapasitasnya sudah seperti
ini, tentu saja menyamai atau juga dapat mengalahkan
polutan dari limbah industri.
05. STATEMENT : Guru Besar Ilmu Kimia Prof. Dr. Thamrin Usman.//
“ Dewasa ini, industri kayu telah meredup, namun aspeksitas
tambahan yang tidak kalah berbahayanya adalah, polutan rumah
tangga seperti deterjen, dan limbah perbengkelan seperti pelumas
dan minyak bakar. Polutan ini menambah kelanjutan dari polusi pada
sungai dan parit, sehingga biota – biota yang sudah terlanjur punah,
susah untuk kita temukan lagi. Karena ikan – ikan ini tidak punya
kesempatan untuk regenerasi atau mempertahankan kelangsungan
hidupnya”.
06. NARATOR : Seiring perkembangan daerah dan pertumbuhan
penduduk, juga dibarengi dengan meningkatnya
penggunaan kendaraan bermotor. Maka menjamurlah
puluhan bengkel di sepanjang Jl. Adi Sucipto maupun Jl.
Arteri Supadio. Terdapat sebanyak 30 bengkel yang
beroperasi di sepanjang jalan Adi Sucipto, di kiri dan
kanan parit. Serta 12 bengkel di jalan Arteri Supadio,
semuanya membuang langsung limbah oli bekas ke
selokan, yang kemudian mengalir ke parit menuju sungai.
Ditinjau dari komposisi kimia, oli adalah campuran
hidrokarbon dengan berbagai bahan kimia aditif.
Sedangkan oli bekas bengkel yang dibuang ke parit,
melebihi itu,”karena mengandung sisa hasil pembakaran
yang bersifat asam dan korosif, deposit serta logam berat
yang bersifat karsinogenik.
Berdasarkan kriteria limbah yang dikeluarkan Kementrian
Lingkungan Hidup - KLH, maka oli bekas termasuk limbah
B3 atau Bahan Berbahaya dan Beracun. Mengacu pada
Peraturan Pemerintah - PP Nomor 18 Tahun 1999, limbah
B3 adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung
bahan berbahaya dan beracun, yang dapat mencemarkan
5. atau merusak lingkungan hidup, sehingga membahayakan
kesehatan serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk
hidup lainnya terutama yg hidup dialiran sungai dan parit.
Begitulah bunyi aturan tersebut, namun beginilah
kondisinya.
Sifat oli yang tidak dapat larut di air, menyebabkan oli
bekas yang dibuang ke parit, mengambang di atas
permukaan air, sehingga menghambat sinar matahari dan
sirkualasi udara. Kontak langung dengan ikan, dapat
menyebabkan oli melekat pada insang, sehingga
mengganggu pernafasan. Hal inilah yg merupakan
penyebab utama kematian berbagai jenis tanaman air, dan
habitat ikan gendang - gendis. Di beberapa titik di
kecamatan Sungai Raya, parit bukan lagi tempat ikan
hidup dan berkembang biak , namun genangan air berganti
genangan oli bekas.
07. NARATOR : Kondisi ini diperparah lagi dengan rendahnya pemahaman
masyarakat tentang perlunya kelestarian lingkungan, dan
pentingnya keseimbangan ekologi. Fenomena pencemaran
air dianggap lumrah , dan bukan sebagai ancaman.
Meskipun telah disaksikan di depan mata, bahwa sebagian
makhluk hidup diambang kepunahan akibat produk limbah
rumah tangga. Tanda – tanda alam sebenarnya mulai
tampak, dengan menurunnya pengetahuan generasi baru
di daerah ini, tentang keanekaragaman satwa air.
Buih – buih yang dahulu terlihat, akibat aliran air
membentur dinding parit, menandakan kualitas air masih
terjamin. Kini telah tergantikan busa sabun dan deterjen,
membawa racun dan mengalirkannya ke sepanjang sungai.
Berbagai jenis ikan yang berenang ketika air masih jernih,
kini menghilang dan tinggal menyisakan cerita masa lalu.
Terbukti, saat ini banyak anak – anak belasan tahun yang
tidak mengenal ikan gendang – gendis, bahkan merasa
asing ketika mendengar nama sang ikan disebut. Seperti
pengakuan polos Ratna Silvia, siswa kelas V SD di Desa
Teluk Kapuas. Dirinya hanya pernah mendengar, namun
belum pernah melihat bentuk ikan gendang – gendis, jenis
ikan yang begitu akrab dengan orang tuanya dahulu.
Syukurlah, dirinya masih ingat beberapa nama jenis ikan
lainnya dan beberapa kali sempat melihatnya, di salah satu
selokan di belakang sekolah.
08. STATEMENT : Siswa kelas V SD Ratna Silvia .//
6. “ pernah lihat ikan gabus, terus ikan – ikan kecil, ikan selomang,
ikan lele serta belut. Tapi ikan sepat, gendang - gendis, ikan betok
dan ikan tangket tidak tahu”.
09. NARATOR : Beberapa spesies ikan air tawar di Kalbar yang mulai
langka, menarik sebagian orang untuk membudiyakannya.
Tapi tidak demikian halnya dengan ikan gendang – gendis.
Di kota Pontianak, beberapa toko penjual ikan hias air
tawar, tidak mengoleksi ikan ini di etalase toko mereka.
Berbeda dibanding ikan selomang, ikan kaloi, ikan belidak
atau ikan Amerika, apalagi ikan arwana. Kelangkaan telah
menempatkan ikan ini di rangking teratas ikan hias, dan
memiliki nilai ekonomis tinggi. Walaupun sama – sama
telah kehilangan habitat dan populasinya kian menyusut,
tetapi ikan gendang – gendis belum menjadi bahan lirikan
dan peluang investasi namun ikan gendang gendis adalah
potret nyata kepunahan karena pencemran. Salah seorang
pedagang ikan di Jalan Pattimura Pontianak Denny,
mengatakan,”belum tertarik menjual ikan ini, karena
masih sepi peminat. Meskipun warna ikan cukup menarik,
namun belum layak menghiasi akuarium para penggemar
ikan. Selama ini ikan mas koki masih menjadi target utama
para pembeli yg sebagian besar didatangkan dari Surabaya
dan Tulung agung.
10. STATEMENT : penjual ikan hias Denny.//
“ kita di sini enggak ada yang menjual ikan itu, semua yang ada
berasal dan disuplai dari pulau Jawa. Tetapi jika dijual, masih tetap
ada kemungkinan untuk dibeli .................. “
11. NARATOR : Meskipun di ambang kepunahan, namun hingga hari ini
belum tampak adanya reaksi dan aksi yg berusaha
menyelematkan lingkungan setempat,agar contoh kecil
menyusutnya ikan gendang - gendis adalah fenomena
nyata. Mungkin karena ikan ini kurang bernilai ekonomis,
atau karena di Kalbar masih terdapat ratusan spesies ikan
lain sehingga kehilangan satu jenis tidak menjadi
permasalahan . Atau barangkali masyarakat terlalu sibuk
dengan persoalan perut dan Pemerintah terlalu sibuk
mengatasi wabah penyakit, sehingga ikan kecil nan mungil
ini luput dari pengamatan . Hal ini disesalkan Ketua Divisi
Advokasi dan Pendidikan Lingkungan Wahana Lingkungan
Hidup – Walhi Kalbar Nicodemus Ale. Dirinya menilai
Pemerintah Daerah begitu lamban merespon perubahan
7. lingkungan, akibat kegiatan pembangunan dan akibat lain-
lainnya . Meskipun belum memiliki data akurat, namun
dirinya meyakini puluhan jenis ikan lain juga terancam
punah , layaknya gendang – gendis. Menurutnya limbah
atau bahan buangan yang dihasilkan dari semua aktifitas
kehidupan manusia, baik dari setiap rumah tangga,
kegiatan pertanian, perkebunan, industri maupun
pertambangan tidak dapat dihindari. Namun` pemerintah
dapat mencegah atau paling tidak mengurangi dampak dari
limbah tersebut, agar tidak merusak dan memperparah
kerusakan lingkungan yang pada akhirnya mengancam
kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya .
12. STATEMENT : Kepala Divisi Advokasi & Pendidikan Walhi Kalbar
Nicodemus Ale.//
“ sudah sepantasnya kalau kita membangun yang namanya Sentra
Penanganan Limbah secara menyeluruh di Kalbar, dan kalau bisa
diwujudkan secepat mungkin. Karena perangkat hukum yang ada,
serta aturan yang mengatur mekanisme pengelolaan limbah, selau
gagal dipraktekkan di lapangan. Bahkan` lembaga usaha yang
terbukti melanggar, juga tidak pernah dikenakan sanksi. Sedangkan
untuk rumah tangga, harus dilakukan sosialisasi melalui kegiatan –
kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang dibentuk”.
13. NARATOR : Bukan hanya ikan gendang – gendis yang terancam akibat
polutan, namun juga berbagai jenis ikan endemik lainnya,
termasuk yang memiliki habitat di sungai Kapuas dan
beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kalbar. Sebab`
seluruh parit, selokan, kanal yang ada di Kabupaten Kubu
Raya, kota Pontianak maupun kabupaten kota di Kalbar
bermuara di Sungai Kapuas. Jika di bagian hilir, sungai
tercemari limbah domestik dan limbah industri, maka di
bagian hulu sungai, “ pencemaran terjadi karena mercury
akibat aktivitas penambangan ilegal. Jika demikian halnya,
maka kerusakan sungai Kapuas bukan hanya mengancam
kepunahan ikan gendang – gendis, namun juga seluruh ikan
endemik lokal. Belum lagi, ratusan ribu masyarakat yang
bermukim di sepanjang sungai Kapuas, juga
memanfaatkan sungai ini untuk aktifitas Mandi Cuci dan
Kakus - MCK.
Bagaimanapun tidak ada jalan lain yg harus ditempuh
kecuali melakukan penyelamatan lingkungan. Pihak yang
di komplain paling bertanggung jawab adalah
Pemerintah,” sehingga sudah saatnya melaksanakan
langkah kongkrit. Yang memungkinkan, meniru beberapa
daerah lain di pulau Jawa, yang mulai berhasil
8. mengendalikan produk limbah. Contohnya Pemerintah
Kota Surabaya yang membangun Sentra Penanganan
Limbah di Kawasan industri Rungkut. Hal serupa sudah
seharusnya ditempuh Pemerintah Kabupaten Kubu Raya,
dengan membangun Sentra Penanganan Limbah di
Kawasan industri Sungai Raya, mengingat beban limbah
yang dihasilkan per detik berada pada tahap kritis. Begitu
pula kota Pontianak dan Singkawang, yang merupakan
penghasil limbah cair domestik terbesar di Kalbar. Secara
lisan, dukungan telah disampaikan anggota Komisi B DPRD
Kalbar Awang Sofyan Rozali, terhadap perlunya
penanganan limbah secara komprehensif.
14. STATEMENT : anggota DPRD Kalbar Awang Sofyan Rozali.//
“ Kalau instalasi intern perusahaan, maka itu wajib perusahaan yang
bersangkutan. Tetapi produk limbah cair maupun padat yang belum
bisa diproses sendiri, tentu harus diupayakan bersama pelaku usaha,
adanya sebuah perusahaan yang bisa mengolah limbah itu untuk
dimusnahkan. Tentunya dalam beberapa hal, wajar jika Pemerintah
memfasilitasi. Kita juga harus mendorong agar di Kalbar ini, lahir
perusahaan yang bisa mengelola limbah, sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan pemerintah“.
16. NARATOR : Saudara, menyusutnya populasi Ikan gendang – gendis
hanya contoh kecil, betapa berbahayanya dampak
pencemaran lingkungan . Contoh ini juga mengindikasikan
ketidakseriusan ,kemampuan dan sekaligus kegagalan
pemerintah serta masyarakat dalam menyelamatkan
lingkungan sehingga mengancam ekologi. Sebab`
punahnya satu jenis satwa, secara otomatis memutus mata
rantai ekologi dan berpengaruh terhadap mata rantai
ekologi lainnya. Konsekuensinya` terjadi
ketidakseimbangan yang tanpa disadari berpengaruh buruk
terhadap kehidupan manusia. Sebenarnya nilai ikan atau
biota lainnya, bukanlah satu-satunya barometer dari
harga jual di pasar, sebab setiap jenis satwa memiliki
peran penting terhadap ekositem.
Artinya, solusi untuk mengatasi ancaman limbah dan
kepunahan satwa, telah ada di depan mata, baik ditinjau
dari metode, lokasi maupun perangkat. Memang di satu
sisi, merealisasikan kedua hal tersebut membutuhkan
dukungan dari semua pihak, termasuk ketersediaan
pendanaan. Namun` jika masing – masing pemerintah
daerah, terutama para pemangku jabatan, menyadari
perlunya menjaga kelestarian lingkungan, dan pentingnya
mata rantai ekologi bagi kelangsungan hidup, bukanlah hal
yang mustahil dapat diwujudkan. Tidaklah harus ideal
9. seperti yang dilakukan oleh kota – kota besar di negara
maju, namun` upaya bertahap yang dibarengi dengan
meningkatkan kesadaran masyarakat, akan dapat
mengendalikan produk limbah sekaligus menjaga
lingkungan tetap berkualitas serta menjamin kelangsungan
hidup mahluk hidup dan biota lainnya di alam ini.
===============================================