Makalah ini membahas tentang atonia uteri yang merupakan kegagalan kontraksi normal rahim setelah melahirkan yang menyebabkan perdarahan berlebihan. Penyebabnya antara lain overdistensi rahim, persalinan operatif, infeksi, dan kelainan plasenta. Gejalanya adalah perdarahan berlebihan dan lunaknya rahim. Pencegahannya meliputi pemberian oksitosin dan manajemen aktif kala III.
1. TUGAS MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN III
ATONIA UTERI
Dosen Pengampu : Almira Gitta Nofika
Oleh:
1. Ni Putu Ayu Oktaviani Astuti (10140024)
2. Putu Ayu Praptisari (10140025)
3. Indayani Rahman (10140026)
4. Ni Kadek Tia Astuti (10140027)
5. Nika Oktiyana (10140028)
6. Dita sandi lestari (10140029)
7. Kartini (10140030)
8. Desi Winda Sari (10140031)
Kelas : B.71
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIV BIDAN PENDIDIK
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2011 / 2012
http://cahyatoshi12.blogspot.com Page 1
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
berjudul “Atonia Uteri” yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata
kuliah Asuhan Kebidanan III.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada dosen pengampu yang telah
memberikan bimbingan kepada kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan, ucapan
terima kasih juga kami sampaikan kepada teman-teman yang selalu memberikan motivasi
dan dorongan dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa laporan akademik ini masih bayak terdapat kekurangannya.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapakan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak dalam rangka penyempurnaan laporan ini untuk kedepannya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan serta wawasan
bagi para pembaca pada umumnya dan khususnya bagi seluruh mahasiswa kebidanan.
Yogyakarta, 2 Januari 2012
Penyusun
http://cahyatoshi12.blogspot.com Page 2
3. DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
C. Tujuan ......................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Atonia Uteri .............................................................................................. 3
B. Etiologi ........................................................................................................................ 3
C. Tanda dan Gejala ........................................................................................................ 5
D. Diagnosis .................................................................................................................... 5
E. Pencegahan atonia uteri .............................................................................................. 6
F. Manajemen atonia uteri .............................................................................................. 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................................. 12
B. Saran ........................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA
http://cahyatoshi12.blogspot.com Page 3
4. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40 - 60%) kematian ibu
melahirkan di Indonesia. Insiden pendarahan akibat persalinan salah satunya disebabkan oleh
atonia uteri. Perdarahan postpartum adalah sebab penting kematian ibu ; ¼ dari kematian ibu
yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan postpartum, atonia uteri, plasenta previa,
solution plasenta, kehamilan ektopik, abortus dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan
postpartum. Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%),
dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum. Kontraksi
uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan.
Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Indonesia tercatat sebagai negara
dengan angka kematian maternal yang masihtinggi.
Selain faktor kemiskinan dan masalah aksesiblitas penanganan kelahiran, 75%
hingga 85% kematian maternal disebabkan obstetri langsung, terutama
a k i b a t perdarahan. Padahal 90% dari kematian itu bisa dihindari. Walau kebanyakan ibu
sudah memeriksakan kehamilannya di pusat pelayanan kesehatan secara teratur, namun
70% persalinan masih terjadi dirumah. Masalahnya, sangat sedikit pihak yang
mengetahui diagnosis dan pengelolaan perdarahan akibat keadaan darurat ini.
Jika saja hal ini bisa dilakukan, bukan mustahil angka kematian ibu dapat ditekan.
Frekuensi perdarahan postpartum 4/5 – 15% dari seluruh persalinan. Bedasarkan
penyebabnya:
1. Atoni uteri (50 – 60%).
2. Retensio plasenta (16 – 17%).
3. Sisa plasenta (23 – 24%).
4. Laserasi jalan lahir (4 – 5%).
Oleh karena itu, sebagai bidan penulis cukup prihatin terhadap masalah ini, sehingga
perlu dibahas dan dicarikan solusi yang tepat dalam menangani kasus atonia uteri ini.
http://cahyatoshi12.blogspot.com Page 4
5. B. Rumusan Masalah
Adapun yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan atonia uteri?
2. Apa saja faktor-faktor penyebab terjadinya atonia uteri?
3. Apa saja tanda dan gejala dari atonia uteri?
4. Bagaimana menegakkan diagnosis atonia uteri?
5. Bagaimana caranya mencegah atonia uteri?
6. Bagaimana caranya menangani atonia uteri?
C. Tujuan
Adapun tujuan umum pembuatan makalah ini adalah untuk menyelesaikan salah satu
tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan pada masa nifas.
Sedangkan tujuan khususnya adalah sebagai berikut :
1. Agar kita mengetahui apa yang dimaksud dengan atonia uteri.
2. Agar mampu menjabarkan faktor-faktor penyebab terjadinya atonia uteri.
3. Agar mampu mengenali tanda dan gejala dari atonia uteri.
4. Agar mampu menegakkan diagnosis atonia uteri.
5. Agar mengetahui dan mampu menerapkan cara-cara mencegah atonia uteri.
6. Agar kita mengetahui dan mampu menangani atonia uteri.
http://cahyatoshi12.blogspot.com Page 5
6. BAB II
PEMBAHASAN
G. Pengertian Atonia Uteri
Atonia uteri adalah gagalnya uterus untuk mempertahankan kontraksi dan retraksi
normalnya dimana tidak mampunya otot rahim untuk berkontraksi sehingga tidak mampu
menutup pembuluh darah yang terdapat pada tempat implantasi plasenta dalam 15 detik
setelah dilakukan pemijatan fundus uteri. Atonia uteri juga didefinisikan sebagai tidak adanya
kontraksi uterus segera setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis
dikontrol oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang berada disekitar pembuluh
darah yang mensuplai darah pada tempat perlekatan plasenta. Sebagian besar perdarahan
pada masa nifas (75-80%) adalah akibat adanya atonia uteri. Sebagaimana kita ketahui bahwa
aliran darah uteroplasenta selama masa kehamilan adalah 500-800 ml/menit, sehingga bisa
kita bayangkan ketika uterus itu tidak berkontraksi selama beberapa menit saja, maka akan
menyebabkan kehilangan darah yang sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia
hanya berkisar 5-6 liter saja.
H. Etiologi
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan factor predisposisi
(penunjang) seperti :
1. Overdistention uterus seperti: gemeli, makrosomia BB > 4000 gr, polihidramnion,
paritas tinggi dimana peregangan uterus yang berlebihan karena sebab-sebab
tersebut akan mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi segera setelah
plasenta lahir.
2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
3. Multipara dengan jarak kelahiran pendek.
4. Malnutrisi.
5. Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya plasenta belum
terlepas dari dinding uterus.
6. Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis).
7. Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus).
8. Riwayat perdarahan pascapersalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual.
9. IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati).
http://cahyatoshi12.blogspot.com Page 6
7. 10. Tindakan operatif dengan anestesi umum yang terlalu dalam.
Selain faktor – faktor di atas, faktor lain yang juga dapat menyebabkan terjadinya
atonia uteri adalah :
a. Kehamilan dengan mioma uterus
Mioma yang paling sering menjadi penyebab perdarahan post partum
adalah mioma intra mular, dimana mioma berada di dalam miometrium
sehingga akan menghalangi uterus berkontraksi.
b. Persalinan buatan (SC, Forcep dan vakum ekstraksi)
Persalinan buatan mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera
mengeluarkan buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin menjadi
lelah dan lemah untuk berkontraksi.
c. Persalinan lewat waktu
Peregangan yang berlebihan ada otot uterus karena besarnya
kehamilan, ataupun juga terlalu lama menahan beban janin di dalamnya
menjadikan otot uterus lelah dan lemah untuk berkontraksi.
d. Infeksi intrapartum
Korioamnionitis adalah infeksi dari korion saat intrapartum yang
potensial akan menjalar pada otot uterus sehingga menjadi infeksi dan
menyebabkan gangguan untuk melakukan kontraksi.
e. Persalinan yang cepat
Persalinan cepat mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera
mengeluarkan buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin menjadi
lelah dan lemah untuk berkontraksi.
f. Kelainan plasenta
Plasenta akreta, plasenta previa dan plasenta lepas prematur
mengakibatkan gangguan uterus untuk berkontraksi. Adanya benda asing
menghalangi kontraksi yang baik untuk mencegah terjadinya perdarahan.
g. Anastesi atau analgesik yang kuat
Obat anastesi atau analgesi dapat menyebabkan otot uterus menjadi
dalam kondisi relaksasi yang berlebih, sehingga saat dibutuhkan untuk
berkontraksi menjadi tertunda atau terganggu. Demikian juga dengan
magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada
preeklamsi/eklamsi yang berfungsi sebagai sedativa atau penenang.
h. Induksi atau augmentasi persalinan
http://cahyatoshi12.blogspot.com Page 7
8. Obat-obatan uterotonika yang digunakan untuk memaksa uterus
berkontraksi saat proses persalinan mengakibatkan otot uterus menjadi lelah.
i. Penyakit sekunder maternal
Anemia, endometritis, kematian janin dan koagulasi intravaskulere
diseminata merupakan penyebab gangguan pembekuan darah yang
mengakibatkan tonus uterus terhambat untuk berkontraksi.
j. Salah pimpinan kala III
Yaitu kalau rahim di pijat-pijat untuk mempercepat lahirnya plasenta.
Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang
tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi
yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat wakunya yang juga
dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta.
I. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala atonia uteri adalah:
1. Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan darah
tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan, hal ini
terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.
2. Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan
atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
3. Fundus uteri naik
Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan
menggumpal.
4. Terdapat tanda-tanda syok
Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin,
gelisah, mual dan lain-lain.
J. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan placenta lahir ternyata perdarahan masih
aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat
atau lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri
didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500 – 1.000 cc yang sudah
http://cahyatoshi12.blogspot.com Page 8
9. keluar dari pembuluh darah, tetapi masih tertangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan
dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.
K. Pencegahan atonia uteri
Dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan pananganan kala tiga secara
aktif. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan,
anemia, dan kebutuhan transfusi darah.
1. Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal.
2. Menyuntikkan Oksitosin secara intramuskuler pada bagian luar paha kanan 1/3 atas
setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa ujung jarum
tidak mengenai pembuluh darah.
Selain itu juga harus melakukan:
1. Peregangan tali pusat terkendali
a. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 – 10 cm dari vulva atau
menggulung tali pusat
b. Meletakkan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah uterus, sementara
tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau kain kasa dengan
jarak 5 – 10 cm dari vulva
c. Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara
tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah dorso – cranial
2. Mengeluarkan plasenta
a. Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat bertambah panjang
dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk menahan sedikit sementara
tangan kanan menarik tali pusat ke arah bawah kemudian keatas sesuai dengan
kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada vulva.
b. Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan kembali
klem hingga berjarak 5 – 10 cm dari vulva
c. Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama 15 menit
d. Suntikkan ulang 10 IU oksitoksin i.m
e. Periksa kandung kemih, lakukan pengosongan dengan kateterisasi bila penuh
f. Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan manual plasenta
3. Setelah plasenta tampak pada vulva
a. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-
hati.
http://cahyatoshi12.blogspot.com Page 9
10. b. Bila terasa ada tahanan, penanganan plasenta dan selaput secara perlahan, sabar
untuk mencegah robeknya selaput.
c. Segera setelah plasenta lahir, melakukan massage pada fundus uteri dengan
menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri
hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
4. Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan
a. Kelengkapan plasenta dan ketuban
b. Kontraksi uterusperlukaan jalan lahir
L. Manajemen atonia uteri
1. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu
resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda
vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan
golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
2. Masase, merangsang puting susu, dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang
akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya
plasenta (max 15 detik).
a. Jika uterus berkontraksi
Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung,
periksa apakah perineum atau vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit
atau rujuk segera.
b. Jika uterus tidak berkontraksi maka :
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks
1) Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
2) Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.
3) Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan
perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.
4) Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai
melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan;
Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi), Pasang
infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20
http://cahyatoshi12.blogspot.com Page 10
11. unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin, Ulangi KBI Jika
uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empatJika
uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera
3. Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus
posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat
seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin.
Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi,
tetapi pada dosis tinggi menyababkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM
atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU
perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM).
Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan
vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat
menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM
0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga
diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125
mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat
juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien
dengan hipertensi.Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil
prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal,
transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM
0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg.
Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5
tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi
dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit
kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja
juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka
kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur,
hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen.
Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan
kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius
penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari
http://cahyatoshi12.blogspot.com Page 11
12. beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi
perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-
96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka
perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan
masif yang terjadi.
4. Uterine lavage dan Uterine Packing
Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air panas ke
dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri.
Pemberian 1-2 liter salin 47°C-50°C langsung ke dalam cavum uteri menggunakan
pipa infus. Tangan operator tidak boleh menghalangi vagina untuk memberi jalan
salin keluar. Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih
kontroversial. Efeknya adalah hiperdistended uterus dan sebagai tampon uterus.
Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga memberikan
tekanan maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi sekuat
mungkin, anestesi dibutuhkan dalam penanganan ini dan antibiotika broad-spectrum
harus diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-36 jam, sambil memberikan
resusitasi cairan dan transfusi darah masuk. Uterine packing diberikan jika tidak
tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien tidak memungkinkan dilakukan operasi.
5. Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka
keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan
disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi
dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini
diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai. Arteri
dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina,
masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasa
uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus
mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan
2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif
dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika
urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm
dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang
http://cahyatoshi12.blogspot.com Page 12
13. arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju ke
servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau
unilateral ligasi vasa ovarian.
a. Ligasi arteri Iliaka Interna
Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk
melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel
dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial
kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan
eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang
non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma
pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis
harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.Risiko ligasi arteri iliaka adalah
trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan
tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
b. Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh
Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk
mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.
c. Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan
jika terjadi perdarahan pospartum masif yang jmembutuhkan tindakan operatif.
Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada
persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
http://cahyatoshi12.blogspot.com Page 13
14. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan dibawah prosedur penanganan klinik
atonia uteri menurut Sarwono Prawirohardjo-2002.
ATONIA UTERI
Multiparitas Kadar Hb
Partus lama
Jenis dan uji silang darah
Regangan uterus
Solusio plasenta Nilai fungsi pembekuan
Masase uterus dan kompresi bimanual
Oksitosi 10 IU IM dan infus 20 IU dalam 500 ml NS/RL 40 tetes-guyur
Infus untuk restorasi cairan dan jalur obat esensial
Identifikasi sumber
Perdarahan perdarahan lainnya:
terus a. Laserasi jalan lahir
berlangsung 1) Hematoma
parametrial
2) Ruptura uteri
Uterus tidak 3) Inversio uteri
berkontraksi b. Sisa fragmen placenta
1) Koagulopati
Kompresi bimanual
Kompresi aorta abdominalis
Tekan segmen bawah atau aorta abdominalis
Pemberian misoprostol 400 mg rektal
Berhasil
Tidak berhasil
Tempon uterus
Rujuk
Ligasi ateri uterina dan ovarika
Terkontrol Perdarahan
Masih
Transfusi berlangsung
Transfusi
RAWAT LANJUT dan
OBSERVASI KETAT
HISTEREKTOMI
http://cahyatoshi12.blogspot.com Page 14
15. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah Atonia Uteri ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Atonia uteri adalah gagalnya uterus untuk mempertahankan kontraksi dan retraksi
normalnya dimana tidak mampunya otot rahim untuk berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan pemijatan fundus uteri.
2. Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan factor predisposisi
seperti overdistention uterus, umur, multipara, salah pimpinan kala III, penggunaan
oksitosin berlebih, riwayat perdarahan, persalinan yang cepat, kelainan plasenta serta
penyakit sekunder maternal, dan lain-lain.
3. Tanda dan gejala atonia uteri adalah perdarahan pervaginam, konsistensi rahim
lunak, fundus uteri naik dan terdapat tanda-tanda syok.
4. Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan placenta lahir dan perdarahan masih aktif
dan banyaknya 500 – 1.000 cc, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus
masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek.
5. Dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan pananganan kala tiga secara
aktif.
6. Atonia uteri dapat ditangani dengan menegakkan diagnosis kemudian memberi
tindakan masase uterus, kompresi bimanual, pemberian oktsitosin, dan memasang
infus. Jika tindakan berhasil atau perdarahan terkontrol maka tranfusi darah dan
rawat lanjut dengan okservasi ketat. Jika perdarahan masih berlangsung lakukan
transisi darah dan histerektomi.
B. Saran
Sebagai bidan dan tenaga kesehatan lainnya sangat diperlukan keahlian penanganan
manajemen aktif kala III yang tepat untuk pasien agar mengantisipasi terjadinya atonia uteri
dan harus mengetahui tanda, gejala dan prosedur klinik penanganan atonia uteri sehingga
keadaan yang dapat memburuk keadaan pasien dapat dicegah. Saat akan melakukan
persalinan buatan (SC, Forcep dan vakum ekstraksi) serta pemberian anastesi atau analgesik
yang kuat sebaiknya tenaga kesehatan yang menolong persalinan memperhatikan indikasi
http://cahyatoshi12.blogspot.com Page 15
16. dari tindakan yang diintervensikan. Sementara selain penanganan dari petugas, pasien juga
harus merencanakan dan menjaga kehamilan dengan cara menentukan jarak anak,
menenentukan umur yang tepat untuk hamil menjaga pola nitrisi selama kehamilan serta
melakukan pemeriksaan rutin terhadap kehamilan (ANC) sehingga atonia uteri dapat
diminimalisir angka kejadiannya.
http://cahyatoshi12.blogspot.com Page 16
17. DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Marilyn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal dan Bayi. Jakarta : EGC.
Hamilton, Persis M. 1995. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas edisi 6. Jakarta : EGC.
Heller, Luz.1997.Gawat darurat ginekologi dan obstetric. Jakarta: EGC.
Jaka. 2010. Atonia Uteri. Palu: http://www.drjaka.com/2010/01/atonia-uteri.html diakses 4
Januari 2012.
James R Scott, et al. 2002. Danforth Buku Saku dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika.
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana. Jakarta: EGC.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis obstetrik edisi 2. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Buku Acuan Nasiona Pelayanan Kesehatan Maternatal dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wolf, Weitzel F. 1984. Dasar-Dasar Ilmu Keperawatan. Jakarta: Gunung Agung.
http://cahyatoshi12.blogspot.com Page 17