Stain zawiyah cot kala 2010 geometri bidang ke 6 7 segi tiga dan teoremanya
Buku diktat hama dan penyakit tanaman
1. bukudiktathamadanpenyakittan
aman-130302221720-
phpapp02.doc
Prof. Dr. Ir. Kasumbogo Untung, M.Sc.
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian UGM
Yogyakarta
2010
1
2. bukudiktathamadanpenyakittanaman-130302221720-phpapp02.doc.
Prof. Dr. Ir. Kasumbogo Untung, M.Sc.
Deskripsi Mata Kuliah
Mata kuliah ini menguraikan Interaksi Tanaman dan Hama; Pendugaan Kehilangan
Hasil dan Ambang Pengendalian; Landasan Ekologi Pengelolaan Hama; Pengamatan dan
Pengambilan Sampel; Unsur dan Komponen Dasar PHT; Pengendalian dengan Varietas
Resisten, Pengembangan Tanaman Transgenik, Karantina Tumbuhan; Pengendalian
Hayati; Pengendalian Kimiawi; Pengelolaan Hama Tanaman Pangan, Hortikultura,
Perkebunan dan Pasca Panen; Kebijakan Perlindungan Tanaman.
Tujuan Instruksional Khusus:
Agar mahasiswa dapat:
1. Memahami dan menjelaskan pengertian + batasan hama tanaman, klasifikasi,
identifikasi, taksonomi dan sistematikanya.
2. Memahami dan menjelaskan gejala serangan, mengukur berat serangan dan tingkat
kerugian hasil yang diakibatkan oleh hama.
3. Memahami dan menjelaskan jenis-jenis hama dan gejala serangan hama tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan, dan hama pasca panen.
4. Memahami dan menjelaskan sifat dan kemampuan beradaptasi hama pada tingkat
individu.
5. Memahami dan menjelaskan faktor-faktor biotik dan abiotik yang mempengaruhi
populasi hama dan kerusakan yang diakibatkannya.
6. Memahami dan menjelaskan cara penentuan dan penggunaan Ambang Pengendalian
sebagai dasar rekomendasi pengendalian hama.
7. Memahami dan menjelaskan konsep dan prinsip-prinsip PHT dan penerapannya untuk
berbagai jenis dan kelompok hama di pertanaman pangan, hortikultura, perkebunan
dan pasca panen.
8. Memahami dan menjelaskan beberapa kasus aktual lapangan yang berkaitan dengan
pengendalian hama-hama utama di Indonesia.
2
3. bukudiktathamadanpenyakittanaman-130302221720-phpapp02.doc
Materi 1
HAMA TANAMAN
Pokok Bahasan:
1. Beberapa batasan dan pengertian.
2. Arti penting hama tanaman untuk program pembangunan pertanian.
3. Data kerusakan dan sebaran beberapa hama utama di Indonesia.
4. Sebab-sebab muncul dan berkembangnya masalah hama tanaman.
5. Tujuan pengendalian hama dan pongelolaan hama.
Materi:
PERISTILAHAN
• Hama Tanaman
Merujuk pada binatang yang menjadi HAMA yakni merusak tanaman dan merugikan
petani
Selama binatang tersebut (serangga, tikus, nematoda, tungau, dll) mendatangkan
kerugian disebut HAMA TANAMAN
Tetapi keberadaan binatang di tanaman tidak selalu mendatangkan
kerugian/kerusakan tanaman
Banyak jenis binatang herbivora ada di pertanaman tetapi tidak semuanya menjadi
hama
Di samping itu di ekosistem banyak sekali jenis binatang yang tidak merugikan
malahan menguntungkan seperti MUSUH ALAMI (parasitoid, predator), serangga
PENYERBUK TANAMAN (lebah, tawon) serangga-serangga netral seperti SEMUT,
dll.
Istilah HAMA merupakan istilah yang
ANTROPOSENTRIS artinya lebih berpusat
pada kepentingan manusia.
Bagaimana dengan istilah HAMA TUMBUHAN? Sebetulnya kurang tepat karena
TUMBUHAN adalah semua jenis tetumbuhan yang hidup di biosfir termasuk tumbuhan di
ekosistem alami atau tumbuhan yang tidak dibudidayakan manusia.
TANAMAN adalah tumbuhan yang diusahakan manusia untuk diambil manfaatnnya
bagi kehidupan manusia. Karena istilah HAMA pada dasarnya antropogenik, yang paling
tepat kita gabungkan istilahnya adalah HAMA TANAMAN, istilah HAMA TUMBUHAN
dapat juga dipakai meskipun kurang pas kombinasinya.
3
4. Kalau istilah PENYAKIT TUMBUHAN memang lebih tepat, karena PENYAKIT lebih
merujuk pada GEJALANYA. Tumbuhan sedang sakit, kondisi yang secara fisiologi tidak
normal, tidak sehat. Setiap jenis tumbuhan termasuk TANAMAN dapat sakit. Sakitnya
tumbuhan dapat disebabkan oleh karena infeksi jasad renik seperti virus, jamur, bakteri,
dll, tetapi sakitnya mungkin juga karena kondisi fisik/abiotik yang tak sesuai seperti suhu,
kering, basah, dll. Karena itu di Ilmu Penyakit Tumbuhan kita kenal Organisme Penyebab
Penyakit. Kalau hama merujuk pada binatang yang merugikan, penyakit merujuk pada
gejala tumbuhan yang SAKIT.
OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan) merupakan istilah “formal/hukum
nasional” yang digunakan oleh Pemerintah berdasarkan UU No. 12/1992 tentang Sistem
Budidaya Tanaman dan PP 6/1995 tentang Perlindungan Tanaman. Menurut UU tersebut:
“OPT adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau
menyebabkan kematian tumbuhan”.
Digunakannya istilah OPT untuk mencakup semua kelompok pengganggu
tumbuhan termasuk HAMA, PENYAKIT dan GULMA. Tiga kelompok pengganggu
tumbuhan ini yang pengendalian atau pengelolaannya dicakup dalam bidang
PERLINDUNGAN TANAMAN. Namun harap diperhatikan bahwa definisi OPT menurut
UU ada perbedaannya dengan pengertian Hama Tanaman dan Penyakit Tumbuhan yang
sudah dijelaskan di depan. Teman-teman Fitopatologi banyak yang tidak sependapat
dengan istilah OPT.
Dilihat dari sisi ilmu-ilmu dasar pendukung Perlindungan Tanaman sbb:
HAMA TANAMAN :
- Entomologi (ilmu serangga)
- Nematologi (ilmu nematoda)
- Rodentologi (Ilmu rodent/tikus)
- Akarologi (ilmu akarina)
- dll
Karena sebagian besar hama termasuk kelompok serangga seringkali Ilmu Hama
diartikan entomologi.
PENYAKIT TUMBUHAN :
- Fitopatologi
- Virologi
- Mikologi
- dst
GULMA :
- Ilmu gulma
Dalam bahasa inggris Istilah PEST sebenarnya digunakan untuk seluruh kelompok OPT,
namun secara khusus sering diartikan untuk pengertian HAMA
HAMA TANAMAN SEBAGAI FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN PROGRAM
PEMBANGUNAN PERTANIAN
4
5. Program Pembangunan Pertanian Nasional apakah dengan pola Pembangunan
Pertanian AGRIBISNIS atau program KETAHANAN PANGAN sangat ditentukan oleh
keberhasilan kita dalam mengendalikan, mengelola HAMA TANAMAN. Hal ini disebabkan
karena berbagai jenis HAMA dan atau OPT lainnya dapat menurunkan KUANTITAS dan
KUALITAS hasil-hasil pertanian, dan sangat sering MENGGAGALKAN PANEN,
menyebabkan PUSO, artinya 100% GAGAL. Serangan HAMA mengakibatkan:
1. Produksi TURUN (nasional, propinsi, lokal, tingkat petani)
2. Kualitas ANJLOK (mutu rendah-sulit dipasarkan-diekspor)
3. Harga produk MEROSOT
4. Biaya produksi NAIK
5. RUGI secara ekonomik (biaya lebih besar daripada pendapatan)
6. PENGHASILAN NEGARA/DAERAH (PAD) TURUN
7. PENGHASILAN TURUN ---- KESEJAHTERAAN PETANI MENURUN ----
KEMISKINAN MENINGKAT
Taksiran KASAR/KONSERVATIF. Rata-rata kehilangan hasil Produksi Pertanian
karena serangan OPT ± 30% dari potensi hasil --- kehilangan hasil karena HAMA sekitar
20 – 25%. HITUNG SENDIRI secara finansial berapa kerugian yang kita derita setiap
tahun karena hama-hama padi, bila produksi tahun 2003 itu diperkirakan 53 juta ton padi
kering panen. Jumlah itu setelah dikurangi 25% kehilangan hasil oleh OPT padi.
Menurut catatan DEPTAN 1997-2001, serangan OPT padi, jagung, kedelai sebesar
Rp 463 milyar /tahun. Tahun 1999 serangan OPT Perkebunan merugikan sebesar Rp 340
milyar. Serangan OPT Hortikultura (mangga, jeruk, pisang, bawang merah, cabai,
kentang, kubis, tomat) diasumsikan rata-rata Rp 1,7 trilyun/tahun. Lihat juga tabel
keadaan serangan OPT di Indonesia pada tahun 2001-2002 (jenis dan luas serangan)
Mengingat potensi penurunan hasil akibat HAMA yang sangat besar kegiatan
Pengelolaan Hama menjadi BAGIAN PENTING - INTEGRAL dari setiap USAHA TANI
atau BUDIDAYA TANAMAN agar diperoleh Tingkat PRODUKSI dan KUALITAS produksi
yang DIINGINKAN baik oleh PEMERINTAH maupun PETANI – KELOMPOK TANI
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PENINGKATAN SERANGAN DAN KERUSAKAN
OLEH HAMA
Masalah hama di suatu lokasi pada saat/musim tertentu tidak muncul begitu saja
tanpa penyebab atau faktor-faktor pendorong. Banyak faktor yang mendorong terus ada
dan meningkatnya masalah hama. Hampir seluruh faktor pendorong tersebut adalah
karena ulah/perbuatan/tindakan MANUSIA sehingga ekosistem pertanian menjadi sangat
sesuai bagi pertumbuhan, pembiakan dan kehidupan hama tanaman. Faktor-faktor
tersebut antara lain:
1. Penanaman monokultur (jenis tanaman atau varietas tanaman yang sama) sepanjang
waktu dan tempat, contoh padi
2. Penanaman jenis tanaman atau varietas tanaman yang peka hama tetapi unggul
produksi
3. Penanaman jenis tanaman baru di suatu daerah sehingga belum ada musuh alami di
lokasi baru ---- KARANTINA gagal
4. Penggunaan masukan produksi yang berkelebihan seperti pupuk buatan, pestisida,
hormon tumbuh, pengairan dll.
5
6. 5. Penggunaan pestisida kimia berspektrum lebar yang dilakukan secara tidak bijaksana,
terus-menerus dan berlebihan. Pestisida membunuh musuh alami, resistensi dan
resurjensi hama.
6. dll, termasuk terjadinya penyimpangan cuaca dan iklim
KESIMPULANNYA: Masalah timbul, muncul dan terus ada karena manusia, jadi sering
disebutkan bahwa hama saat ini adalah “MAN-MADE PEST” (Hama buatan MANUSIA).
Tanpa ada kegiatan manusia tidak ada masalah hama.
TUJUAN PENGENDALIAN HAMA DAN PENGELOLAAN HAMA
Pada saat ini di kalangan petani, pejabat dan petugas pemerintah akademisi dan
masyarakat dikenal 3 istilah pemberantasan hama, pengendalian hama dan pengelolaan
hama.
Pemberantasan hama: adalah usaha memusnahkan, membunuh hama yang
umumnya dilakukan dengan pestisida kimia secara preventif, tidak memperhitungkan
keadaan hama di lapangan apakah sedang dalam kondisi populasi rendah atau tinggi,
pokoknya disemprot habis-habisan sampai petani merasa puas. Pemberantasan hama
yang mengakibatkan munculnya resisitensi hama dan letusan hama yang berkelanjutan
Pengendalian hama: lebih hati-hati daripada pemberantasan hama. Penggunaan
pestisida hanya dilakukan bila populasi hama telah membahayakan atau melampaui
ambang pengendalian atau ambang ekonomi. Bila populasi hama tidak membahayakan
tidak perlu dikendalikan dengan pestisida.
Pengelolaan hama: Lebih menekankan aspek pengelolaan ekosistem (tanaman,
tanah, mikroklimat, budidaya dll) sedemikian rupa sehingga populasi hama tetap berada
dalam keseimbangan dengan musuh alaminya sehingga hama tidak membahayakan, tak
perlu dilakukan pengendalian dengan pestisida tetapi produksi tanaman tetap tinggi,
kualitas produksi baik
PHT (Pengendalian Hama Terpadu) merupakan kebijakan Perlintan di Indonesia
berdasarkan UU No 12/1992 dan PP 6/1995. PHT adalah usaha pengelolaan
agroekosistem dengan memadukan berbagai teknik pengendalian hama (bercocok tanam,
fisik, mekanik, varietas resisten, pengendalian hayati, pengendalian kimia, dll) sedemikian
rupa sehingga populasi hama tetap berada di bawah Ambang Pengendalian.
6
7. bukudiktathamadanpenyakittanaman-130302221720-phpapp02.doc
Materi 2
INTERAKSI TANAMAN DAN HAMA
Interaksi antara tanaman dan hama dapat dilihat dari aspek EKOLOGIS dan
EKONOMIS. Dari sisi ekologi hubungan antara tanaman dan hama merupakan interaksi
yang saling mengendalikan antara tanaman yang autotroph dengan binatang
HERBIVORA yang heterotroph dalam suatu sistem trofi yang berjalan secara EFISIEN
dan berkesinambungan. Karena kemampuannya mengubah energi surya menjadi energi
biokimia melalui proses fotosistesis tanaman menempati aras trofi pertama sebagai
PRODUSEN. Energi pada tanaman digunakan oleh binatang yang memakan tanaman
(HERBIVORA) yang menempati aras trofi kedua sebagai KONSUMEN PERTAMA.
Binatang karnivora memperoleh energinya dengan memangsa herbivora sehingga
menempati aras trofi ketiga sebagai KONSUMEN KEDUA, demikian seterusnya. Aliran
energi di ekosistem melalui sistem trofi dapat dilihat pada gambar berikut:
Energi memasuki ekosistem sebagai
radiasi surya
EKOSISTEM
Produsen
Konsumen 1
Konsumen 2
Dekomposer
Energi keluar ekosistem
sebagai panas
Gambar 1. Aliran Energi dalam Ekosistem melalui Sistem Trofi
Aras Istilah
trofi Ekosistem Antroposentris
1 Tumbuhan Tanaman
2 Herbivora Hama tanaman
3 Karnivora 1 Predator, parasitoid (musuh alami)
7
8. 4 Karnivora 2 Predator, hiperparasitoid
Perlu diperhatikan bahwa di ekosistem termasuk ekosistem persaingan interaksi
antara organisme yang menempati aras trofi yang sama atau antar aras trofi sangat
kompleks, dan dinamis melalui proses evolusi dan koevolusi. Tujuan interaksi sebenarnya
adalah terjadinya keseimbangan dan kestabilan ekosistem. Masalah ini akan dibahas
pada kuliah dua minggu lagi.
Aspek EKONOMIS
Adanya populasi serangga/hama di suatu tanaman akan menimbulkan LUKA
(“injury”) pada tanaman. Luka adalah setiap bentuk penyimpangan fisiologis tanaman
sebagai akibat aktivitas serangga hama yang hidup, berada dan makan pada tanaman
tersebut.
Luka tanaman dapat mengakibatkan terjadinya KERUSAKAN (“damage”).
Kerusakan adalah kehilangan hasil yang dirasakan oleh tanaman (petani) akibat adanya
populasi hama atau serangan hama antara lain dalam bentuk penurunan kuantitas dan
kualitas hasil.
Pengertian dan istilah LUKA lebih terpusat pada HAMA dan AKTIVITASNYA,
sedangkan KERUSAKAN lebih terpusat pada TANAMAN dan respon tanaman terhadap
pelukaan oleh hama.
Istilah-istilah lain berkaitan dengan hama dan tanaman yang saat ini digunakan
dalam kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh para petugas pengamat lapangan ( dulu
namanya PHP- Pengamat Hama dan Penyakit, sekarang namanya POPT- Pengendali
OPT).
1. Tanaman terserang adalah tanaman yang digunakan sebagai tempat hidup dan
berkembang biak OPT dan atau mengalami kerusakan karena serangan OPT pada
tingkat populasi OPT atau intensitas kerusakan tertentu sesuai dengan jenis OPT nya
2. Luas serangan: adalah luas tanaman terserang yang dinyatakan dalam hektar atau
rumpun atau pohon
3. Intensitas serangan: adalah derajat serangan OPT atau derajat kerusakan tanaman
yang disebabkan oleh OPT yang dinyatakan secara kuantitatif dan kualitatif.
a. Intensitas serangan secara kuantitatif dinyatakan dalam % (persen) bagian
tanaman/tanaman atau persen kelompok tanaman terserang. Intensitas serangan
dalam % dilaporkan oleh PHP
b. Intensitas serangan secara kualitatif dibagi menjadi 4 kategori serangan yaitu:
ringan, sedang, berat dan puso. Kategori serangan dilaporkan oleh koordinator
PHP, BPTPH.
Adapun kategori intensitas serangan serangga hama secara umum dapat digunakan
pedoman sbb:
a. Serangan ringan bila derajat serangan <25%
b. Serangan sedang bila derajat serangan 25-50%
c. Serangan berat bila derajat serangan 50-90%
d. Serangan puso bila derajat serangan >90 %
CARA PELUKAAN TANAMAN OLEH SERANGGA
A. Luka Oleh Serangga Pada Tanaman Yang Sedang Tumbuh
1. Luka oleh serangga penggigit
2. Luka oleh serangga pencucuk pengisap
8
9. 3. Luka oleh serangga yang makan di dalam jaringan tanaman (internal feeders)
termasuk penggerek, pengorok dan pembuat puru
4. Luka oleh serangga-serangga tanah
5. Luka oleh serangga yang sedang meletakkan telur dan membuat sarang
6. Luka oleh serangga-serangga yang “memperhatikan” serangga-serangga lain
7. Luka oleh serangga sebagai vektor/pengantar penyakit tumbuhan
Berbagai bentuk luka oleh serangga pada tanaman yang biasa kita catat sebagai
GEJALA SERANGAN hama.
9
10. FAKTOR-FAKTOR
BIOTIK DAN ABIOTIK
Populasi Populasi KEHILANGAN KERUGIAN
LUKA KERUSAKAN HASIL DAN EKONOMIK
Hama Tanama
KUALITAS PETANI
n
TINDAKAN MANUSIA
Keterangan :
Hasil interaksi antara populasi hama dan tanaman mengakibatkan luka pada tanaman, luka mengakibatkan kerusakan dan kerusakan tanaman
karena hama menyebabkan terjadinya kehilangan atau penurunan hasil tanaman dan kualitas produk/hasil. Kehilangan hasil dapat berakibat
pada kerugian ekonomi (biaya lebih besar daripada nilai produksi) yang dialami petani atau pengusaha pertanian. Hasil interaksi populasi hama
dan populasi tanmaan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor biotik lainnya dan faktor-faktor abiotik dan terutama oleh tindakan manusia terhadap
ekosistem
Gambar 2. Interaksi antara Populasi Hama dan Tanaman
10
11. B. Luka Oleh Serangga Pada Manusia Dan Binatang Lain
C. Serangga Sebagai Perusak Produk Di Gudang Dan Bahan-Bahan Lain
D. Metode Pendugaan Kerusakan Tanaman Oleh Hama
Pendugaan atau penghitungan pengaruh hama terhadap kerusakan tanaman
dan kehilangan hasil karena serangan hama dapat dilakukan dengan menghitung
atau mengukur luka atau gejala yang ditinggalkan atau diakibatkan oleh hama.
Beberapa pengukuran yang sering digunakan adalah terhadap tanaman atau
bagian tanaman antara lain seperti:
1. Keseluruhan tanaman
Jumlah atau % tanaman mati/busuk atau yang menunjukkan gejala serangan
hama tertentu
2. Daun
Adanya kerusakan daun, lubang gerekan dan gejala daun lainnya diukur dengan
menggunakan luas defoliasi, pengurangan berat kering daun
3. Batang
• Jumlah atau % puru, sundep, beluk
• Jumlah lubang keluar
• Panjang lubang gerekan
• Luka potongan batang oleh ulat
4. Buah dan benih
• Jumlah lubang atau luka di buah
• Jumlah atau % buah rusak seperti terserang PBK (Penggerek Buah Kakao)
dan PBKo (Penggerek Buah Kopi)
5. Akar
• Panjang, berat kering atau volume perakaran yang terserang hama
• Luas kerusakan umbi seperti pada tanaman kentang.
bukudiktathamadanpenyakittanaman-130302221720-phpapp02.doc
Materi 3
9
12. PENDUGAAN KEHILANGAN HASIL
Pokok Bahasan:
A. Pendugaan Kehilangan Hasil Akibat Serangan Hama (Crop Loss Assesment)
B. Penggunaan Ambang Pengendalian sebagai tingkat pengambilan keputusan
penggunaan PESTISIDA
Materi:
Pendugaan kehilangan hasil adalah usaha untuk menduga, menaksir bahkan
meramal tentang kerugian ekonomi yang mungkin akan dialami oleh petani,
perusahaan pertanian, pemerintah atau pengusaha agribisnis karena adanya
serangan hama pada pertanaman yang mereka budidayakan. Dengan melakukan
pendugaan kehilangan hasil para produsen pertanian dapat menentukan beberapa
hal:
Apakah keberadaan populasi hama di lahannya akan merugikan atau
menurunkan hasil usahanya dalam kisaran toleransi ekonominya. Bila masih
berada pada kisaran toleransi petani tidak perlu melakukan tindakan
pengendalian atau mengeluarkan biaya untuk pengendalain.
Apakah perlu dilakukan tindakan pengendalian atau pencegahan hama. Apabila
perlu berapa besar biaya pengendalian yang harus dikeluarkan. Tentunya petani
tidak akan mengeluarkan biaya pengendalian sampai melebihi nilai kehilangan
hasil
Bila petani sudah memutuskan perlu dilakukan tindakan pengendalian, teknik
pengendalian mana yang akan digunakan apakah dengan cara kimiawi dengan
pestisida kimia atau dengan secara hayati menggunakan musuh alami, atau
menggunakaan varietas tanaman tahan hama dan seterusnya. Dalam
menetapkan teknik pengendalian hama yang akan dilakukan petani/produsen
adalah mempertimbangkan beberapa faktor yaitu a) efektivitas pengendalian, b)
biaya pengendalian, dan c) risiko bahaya bagi kesehatan manusia dan
lingkungan hidup.
Pendugaan kehilangan hasil juga akan digunakan untuk menentukan berapa
nilai Ambang Pengendalian atau Ambang Kendali atau Ambang Ekonomi yang
akan kita bahas pada akhir kuliah ini.
Siapa yang memerlukan Kehilangan Hasil?
Banyak pihak yang memerlukan data pendugaan kehilangan hasil, diantaranya:
1. Petani secara perseorangan (untuk petak dan lahan miliknya sendiri) atau
secara berkelompok (untuk hamparan sawah/lahan). Satu kelompok hamparan
besarnya terdiri dari 20-30 petani.
2. Pemeriantah Daerah dan Pemerintah Pusat, biasaya melalui Dinas Pertanian
Kabupaten dan Departemen Pertanian melalui Ditjen Tanaman Pangan, Ditjen
Tanaman Hortikultura dan Ditjen Perkebunan.
3. Pengusaha Pertanian misal PT Perkebunan milik Pemerintah, PT Pagilaran
milik Fak. Pertanian UGM, dst.
10
13. CARA PENDUGAAN KEHILANGAN HASIL
Untuk menghitung kehilangan hasil dalam bentuk satuan berat (ton/ha) atau
satuan rupiah (Rp/ha) secara TEPAT jelas sangat sulit dan tidak mungkin, karena
tidak mungkin kita mengukur dan menghitung semua lahan yang ada baik milik
petani dan kelompok tani maupun lahan pertanaman tertentu di suatu daerah
(desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, nasional). Yang dapat kita lakukan adalah
melakukan PENDUGAAN, kata-kata lain ESTIMASI, PENAKSIRAN, berdasarkan
data hasil pengamatan yang dilakukan pada lahan/petak
sawah/tanaman/pohon/rumpun yang digunakan sebagai SAMPEL, CONTOH yang
mewakili.
Untuk memperoleh taksiran kehilangan hasil untuk suatu petak atau
hamparan/sawah atau suatu daerah kita harus mempunyai data seperti:
1. Luas serangan – LSR (dalam ha)
2. Intensitas serangan – ISR (dalam % rumpun/tanaman terserang)
a
ISR = --------------------- x 100%
a + b
a: jumlah rumpun/batang terserang
b: jumlah rumpun/batang tak terserang
3. Hubungan antara intensitas serangan dengan hasil tanaman yang diperoleh dari
pengalaman petani atau dari hasil penelitian.
Suatu contoh:
Hasil Tanaman (ton/ha)
10
6
5
Gambar 3. Hubungan antara Intensitas Serangan Hama dengan Hasil Tanaman
2
Dari fungsi ini kita mengetahui dugaan hasil tanaman atau produksi tanaman
dalam kondisi intensitas serangan (%) tertentu, katakan 50% intensitas
serangan, produksi atau hasil tanaman adalah 6 ton/ha. Kita sebut Produksi
20 50 80 100
Tanaman Terserang (PTT) Intensitas serangan (%)
4. Dari fungsi ini kita ketahui bahwa hasil tanaman yang tidak terserang hama atau
produksi tanaman sehat (PTS) adalah 9,5 ton/ha.
5. Harga dari produk/hasil tanaman pada tingkat petani katakan Rp 1000/kg atau
Rp 1 juta/ton (HG)
11
14. 6. Kehilangan hasil (KH) dalam satuan berat (ton) = Luas serangan (LSR) x
Produksi Tanaman Sehat (PTS) --- Luas serangan (LSR) x Produksi Tanaman
Terserang (PTT)
7. Nilai kehilangan hasil (NKH) dalam rupiah = Harga produk (HG) x KH
Suatu contoh: Untuk hama padi di suatu kecamatan ternyata LSR 500 ha. PTT= 6
ton/ha. PTS = 9,5 ton/ha dan harga padi kering panen (HG) Rp 1500/kg.
KH = (LSR x PTS) – (LSR x PTT)
= (500 x 9,5) – (500 x 6)
= 4750 – 3000 ton
= Rp 2.625.000.000
= Rp 2,625 milyar
Dengan perhitungan tersebut secara kasar kita dapat mengetahui seberapa
besar kerugian yang dialami oleh petani, masyarakat dan pemerintah akibat
terjadinya serangan hama tertentu.
Dari cara penghitungan tersebut di atas dapat dimengerti bahwa untuk
menduga kehilangan hasil kita memerlukan hubungan fungsional antara populasi
hama atau intensitas serangan (%) dengan hasil. Tanpa informasi tentang
hubungan ini kita tidak dapat menduga/menaksir berapa hasil tanaman yang akan
diperoleh bila terserang hama pada intensitas serangan atau populasi hama
tertentu. Untuk memperoleh fungsi tersebut perlu dilakukan percobaan pengamatan
langsung di lapangan. Ada beberapa cara yang dapat kita lakukan antara lain:
1. Cara pertama adalah dengan cara ALAMI yaitu dengan:
Mengamati beberapa petak sawah dengan menghitung berapa populasi hama
atau intensitas serangan hama tertentu. Misal pada petak pertama intensitas
serangan 5%, petak kedua 20%, petak ketiga 40%, petak keempat 60%, petak
kelima 80%, dan petak keenam puso atau 95%. Pada waktu panen kita lakukan
ubinan hasil pada semua 6 petak tersebut. Dari langkah pertama dan kedua
tersebut kita dapat memperoleh fungsi hubungan intensitas serangan dan hasil.
2. Namun seringkali di lapangan kita mengalami kesulitan dalam mendapatkan
petak-petak sawah yang memiliki kisaran lebar dalam kepadatan populasi hama
atau intensitas serangan seperti contoh di atas. Untuk memperoleh intensitas
serangan atau populasi hama yang berbeda seringkali kita lakukan secara
BUATAN yaitu dengan menginfestasikan hama dalam pertanaman yang
dikurung dalam suatu kasa yang selebar petak sawah. Dengan melakukan
infestasi hama kita dapat mengatur berapa kepadatan populasi atau intensitas
serangan yang kita inginkan.
3. Cara ketiga merupakan cara yang paling murah tetapi tidak teliti yaitu dari data
EMPIRIK atau pengalaman dari petani kita lakukan wawancara pada petani
yang sudah lama berpengalaman menghadapi masalah hama tertentu yang
menyerang tanaman atau komoditas pertanian yang mereka usahakan. Kita
tanyakan pada para petani berapa produksi tanaman yang mereka dapatkan
dalam kondisi intensitas serangan hama rendah, sedang, tinggi dan puso, serta
berapa produksi tanaman dalam kondisi sehat atau tidak terserang hama. Dari
data empirik petani akhirnya kita dapat memperoleh hubungan fungsional antara
intensitas serangan dan hasil. Cara ini mudah kita lakukan, tetapi sulitnya tidak
semua petani ingat apalagi menyimpan data serangan hama dan kerusakan
yang pernah mereka alami.
12
15. PENETAPAN AMBANG PENGENDALIAN
Dalam konsep PHT kita kenal beberapa istilah yang arti dan fungsinya sama yaitu:
1. Ambang Ekonomi (AE) “Economic Threshold”
2. Ambang Kendali (AK) “Economic Threshold” atau Ambang Pengendalian
“Control Threshold”
3. Ambang Tindakan (AT) “Action Threshold”
Artinya adalah suatu aras (tingkat) kepadatan populasi hama atau intensitas
serangan hama yang membenarkan dimulainya penggunaan PESTISIDA untuk
pengendalian hama. Tujuan penggunaan pestisida adalah menurunkan populasi
hama sampai di bawah AE agar
Populasi Hama atau Intensitas Serangan
PESTISIDA ARAS LUKA EKONOMI
AMBANG EKONOMI
ARAS KESEIMBANGAN UMUM
20 40 60 80 100
WAKTU (hari)
Gambar 4. Populasi Hama dan letak Aras Luka Ekonomi, Ambang Ekonomi dan
Aras Keseimbangan Umum pada Keadaan Normal
dapat dikendalikan secara alami oleh kompleks musuh alami sehingga populasi
hama tetap berkisar sekitar aras keseimbangan umum (Gambar 4).
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa dalam keadaan gejolak populasi
hama sepanjang musim tanam pestisida hanya diaplikasikan satu kali yaitu pada
waktu populasi melampaui AE. Dengan demikian penggunaan pestisida dapat
13
16. dihemat, petani tak perlu menggunakan pestisida secara berjadwal seperti
seminggu sekali, atau pada umur 15, 20, 45, 60 HST (hari setelah tanam). Namun
untuk melaksanakan prinsip tersebut ada dua syarat penting yaitu:
1. Harus dilakukan pengamatan secara berkala (katakan seminggu sekali)
2. Harus ada ketentuan mengenai berapa besar nilai AE/AK/AT tersebut
Dengan demikian untuk setiap jenis hama yang menyerang komoditas
tertentu harus mempunyai nilai AEnya masing-masing bahkan pada prinsipnya nilai
AE suatu jenis hama tidak tetap, tidak sama dari satu tempat/lokasi ke tempat lain
dari waktu ke waktu lain. Artinya nilai AE dinamis, tidak seragam. Yang menetapkan
nilai AE yang paling baik adalah petani/kelompok tani sendiri yang berlaku untuk
spesifik lahannya masing-masing. Saat ini karena petani banyak yang belum
mampu nilai AE lebih sering mengikuti ketetapan atau rekomendasi pemerintah
atau rekomendasi peneliti sehingga nilai AE cenderung seragam. Mungkin untuk
sementara keadaan tersebut dapat berjalan tetapi harus diikuti dengan melakukan
pelatihan pada petani untuk mengembangkan dan menetapkan AE nya sendiri.
Biasanya petani menerima rekomendasi AE dari para PPL atau PHP (Pengamat
Hama dan Penyakit).
Suatu contoh untuk tanaman padi:
AE wereng coklat : 5 nimfa + dewasa/rumpun padi pada fase vegetatif
10 nimfa + dewasa /rumpun pada fase generatif
AE penggerek batang: 30% intensitas serangan pada fase vegetatif
10% intensitas serangan pada fase generatif
(lihat lampiran)
CARA PENETAPAN/PENGHITUNGAN AE
Ada beberapa cara penentuan AE yang dapat kita lakukan:
1. Cara empirik atau berdasar pengalaman dari petani, peneliti atau petugas
lapangan yang sudah lama menekuni dan merasakan tentang kerusakan atau
kerugian yang diakibatkan oleh serangan hama tertentu pada komoditas yang
diusahakan. Berdasarkan data empirik/pengalaman selama bertahun-tahun
dapat diperoleh informasi tentang pada aras populasi atau intensitas serangan
berapa hama tersebut mulai dirasakan merugikan secara ekonomi. Pada aras
populasi mulai merugikan tersebut. AE/AK/AT hama berbeda. Karena itu
AE/AK/AT ini dapat kita namakan sebagai AE petani atau Ambang Petani saja.
Untuk lebih jelasnya secara grafik data empirik tentang aras
populasi/intensitas serangan dan hasil dapat dilihat pada gambar 5. Perhatikan
sampai populasi 5 larva belum terjadi penurunan hasil sehingga petani masih
bisa mentoleransikan tetapi pada populasi 7 petani sudah mulai merasakan
kerugian ekonomi. Pada keadaan kurve pengalaman petani demikian, maka
AE/AK/AT petani adalah 7 larva/rumpun.
Karena pengalaman dan perasaan petani berbeda-beda kita akan
memperoleh AE yang sangat khas/spesifik lokasi, spesifik petani sehingga
menjadi variatif dan tidak seragam. Dengan pengalaman yang bertambah dan
tingkat toleransi yang semakin baik, petani akan selalu menyesuaikan atau
memperbarui nilai AE nya!
14
17. Hasil (kuintal/ha)
Mulai terjadi
kerugian ekonomik
AE
petani
Gambar 5. 5 7 10 20 30
Hubungan Populasi Populasi hama larva/rumpun
Hama dengan Hasil
2. Cara Penelitian
Penetapan AE melalui penelitian dilakukan oleh para peneliti yang khusus ingin
mengetahui berapa AE pada suatu jenis hama pada komoditas tertentu.
Biasanya sasaran kegiatan penelitian adalah memperoleh nilai ALE (Aras Luka
Ekonomi) dan dari nilai ALE dihitung AE yang besarnya ¾ atau 2/3 ALE. ALE
dihitung dengan menggunakan titik impas/BEP (Break Even Point). ALE adalah
suatu populasi atau intensitas serangan dimana nilai kehilangan hasil (dalam
Rp) yang dapat diselamatkan oleh tindakan pengendalian hama dengan
pestisida sama dengan total baya pengendalian (dalam Rp).
BP
ALE = ------------------
HG x LT x BK
dimana
BP = Biaya pengendalian (Rp/ha)
HG= Harga produk (Rp/kg)
LT = Luka tanaman yang diakibatkan oleh satu individu hama
BK = Berat kerusakan tanaman per unit luka tanaman
Untuk memperoleh LT dan BK perlu dilakukan serangkaian percobaan di lapangan,
di rumah kasa atau di laboratorium.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALE DAN AE
Banyak faktor yang mempengaruhi nilai ALE dan AE termasuk jenis varietas
tanaman, fase tumbuh tanaman, instar hama, lokasi pertanaman, dll.
Dari sekian banyak faktor, 4 faktor yang paling penting yaitu:
1. Harga produk
2. Biaya pengendalian
3. Derajat luka yang diakibatkan oleh individu hama
4. Kepekaan tanaman terhadap serangan hama
Perhatikan Gambar 6 di bawah. Apa artinya?
15
18. ALE/AE
ALE/AE
Harga Produk Biaya Pengendalian
Gambar 6. Hubungan antara Harga Produk dan Biaya Pengendalian dengan
ALE/AE
Kita harus mengetahui bahwa semakin tinggi ALE/AE penggunaan pestisida
menjadi semakin jarang atau semakin sedikit, semakin rendah ALE/AE semakin
sering/banyak penyemprotan pestisida dilakukan.
Bagan alir sistem keputusan pengelolaan hama yang menunjukkan letak
pendugaan populasi hama atau infestasi serangan hama dan pendugaan
kehilangan hasil serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar
7.
Dari ketetapan-ketetapan pada gambar dapat disimpulkan bahwa untuk
melakukan pendugaan kehilangan hasil serta menetapkan dan menerapkan
AE/AK/AT diperlukan kerjasama lintas disiplin ilmu (misal ilmu-ilmu perlintan,
ekonomi, sosiologi, agronomi, statistis, dll) dan lintas sektor. Tidak dapat dilakukan
oleh orang-orang/pakar perlintan.
16
19. Pendugaan
Infestasi Pengamatan hama
Pengaruh (i) pada hasil (y) Percobaan Pendugaan
kehilangan
hasil Pengaruh
pengendalian
terhadap (i)
Hasil (y)
AE /AT / AK
? Apa lebih
besar dari
AE?
tidak ya
Tak perlu Kendalikan
dikendalikan dengan pestisida
Gambar 7. Bagan Alir Sistem Keputusan Pengelolaan Hama
bukudiktathamadanpenyakittanaman-130302221720-phpapp02.doc
Materi 4
LANDASAN EKOLOGI PENGELOLAAN HAMA
Tujuan:
1. Mengetahui dua model pertumbuhan populasi organisme
2. Mengetahui model dinamika populasi hama
3. Mengetahui mekanisme pengendalian alami dan pengaruh faktor abiotik dan
biotik
4. Mempelajari pengaruh kegiatan manusia terhadap dinamika populasi hama
Materi:
Dari kuliah sebelumnya kita mengetahui bahwa keberadaan populasi hama
di pertanaman dan di ekosistem menentukan seberapa besar kerusakan tanaman
dan kerugian ekonomi yang dialami oleh petani atau pengusaha pertanian lainnya.
Juga kita ketahui bahwa populasi hama sepanjang musim tanam dari waktu ke
waktu dan dari tempat ke tempat tidak tetap tetapi DINAMIS, naik turun, berfluktuasi
sekitar suatu garis atau posisi keseimbangan umum (General Equilibrium Position).
17
20. Banyak faktor abiotik dan biotik yang mempengaruhi dinamika populasi hama.
Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut kita dapat melakukan pengelolaan hama
yang efektif dan efisien. Perlu ditekankan di sini bahwa tujuan pengelolaan hama
bukan untuk membasmi hama, memberantas hama sampai habis tetapi
mempertahankan populasi hama di pertanaman tetap berada di bawah AE/AK/AT
atau pada aras yang secara ekonomi tidak merugikan. Perhatikan gambar tentang
posisi AE, ALE dan Garis keseimbangan pada kuliah minggu yang lalu.
Diharapkan para mahasiswa setelah kuliah ini dapat menjawab pertanyaan:
Apa sebabnya kita tidak mungkin melakukan pembasmian atau pemusnahan hama
seperti banyak orang harapkan?
Pada prinsipnya keberadaan dan perkembangan populasi hama dan
populasi organisme lainnya ditentukan oleh dua kekuatan yaitu:
1. POTENSI BIOTIK atau "Biotic Potential" dan
2. PERLAWANAN LINGKUNGAN atau "Environmental Resistance"
Yang disebut POTENSI BIOTIK adalah kemampuan suatu organisme untuk
tetap hidup dan berkembang biak. Kalau kita perhatikan kelompok serangga,
organisme ini mempunyai potensi biotik yang sangat besar dan kemampuan
berbiak sangat cepat. Dengan siklus hidup pendek, ukuran tubuh kecil dan
kemampuan bertahan hidup yang tinggi maka populasi serangga sangat cepat
meningkat sehingga dalam waktu sebentar saja dapat memenuhi permukaan bumi
ini. Apabila suatu organisme berkembang sepenuhnya sesuai dengan kemampuan
hayati (potensi biotik)nya, maka pertumbuhan populasi organisme tersebut akan
mengikuti model pertumbuhan ekponensial atau pertumbuhan geometrik seperti
Gambar 8.
dN
--- = r N = ( b – d ) N
dt
N = populasi
r = laju pertumbuhan populasi intrinsik
b = laju kelahiran
d = laju kematian
t = waktu
Populasi
(N)
18
Waktu (t)
21. Gambar 8. Pertumbuhan Populasi Organisme Mengikuti Model Pertumbuhan
Ekponensial atau Geometrik
Di dunia saat ini satu-satunya organisme yang populasinya tumbuh secara
eksponensial adalah MANUSIA. Di alam populasi organisme tidak dapat meningkat
secara eksponensial karena adanya kekuatan lain yang me"lawan" atau
meng"hambat" yang kita namakan Perlawanan Lingkungan atau Hambatan
Lingkungan. Kekuatan ini yang akan menghambat populasi suatu organisme untuk
bertambah dan meningkat sesuai dengan kemampuan biotiknya. Karena itu model
pertumbuhan populasi yang lebih cocok adalah model pertumbuhan logistik seperti
Gambar 9. Populasi
(N)
K
Waktu
(t)
Gambar 9. Model Pertumbuhan Populasi Logistik
dN K-N
--- = r N ( ----- )
dt K
N = populasi
t = waktu
r = laju pertumbuhan populasi
K = asimtot atas atau nilai N maksimum
Kurve tersebut menunjukkan model pertumbuhan secara matematik. Kalau
kita bandingkan dengan data lapangan populasi suatu organisme, kita memperoleh
gambaran dinamika populasi yang mirip dengan pertumbuhan logistik terutama
pada daerah I dan II seperti Gambar 10.
Menurut gambar tersebut pertumbuhan populasi organisme dapat kita bagi
menjadi 5 daerah. Daerah I merupakan periode peningkatan populasi yang tumbuh
secara sigmoid. Periode ini terdiri dari tahap pembentukan populasi (A),
pertumbuhan cepat secara eksponensial (B) serta tahap menuju keseimbangan (C).
Daerah II merupakan pencapaian aras keseimbangan yang merupakan garis
asimtot kurve sigmoid. Pada tahap ini populasi telah mencapai stabilitas numerik.
19
22. Setelah daerah II tercapai kemudian populasi bergejolak sekitar aras keseimbangan
yaitu pada daerah III. Daerah III merupakan tahap oskilasi dan fluktuasi populasi.
Oskilasi populasi adalah penyimpangan populasi sekitar aras keseimbangan secara
simetris, sedangkan fluktuasi populasi merupakan penyimpangan populasi yang
tidak simetris. Daerah III berjalan dalam waktu cukup lama tergantung pada
berfungsinya mekanisme umpan balik negatif yang bekerja pada populasi
organisme tersebut. Apabila mekanisme ini oleh sebab-sebab tertentu menjadi tidak
berfungsi lagi, terjadilah daerah IV yang merupakan periode penurunan populasi
atau periode pertumbuhan negatif. Kalau periode ini terus berlanjut kemudian akan
terjadi tingkat terakhir pertumbuhan populasi yaitu daerah V yang merupakan
periode kepunahan populasi.
Populasi
(N)
A B C Waktu (t)
I II III IV V
Gambar 10. Pertumbuhan Populasi Organisme yang Terbagi menjadi 5 Tingkat
Adanya kekuatan Hambatan Lingkungan terhadap pertumbuhan populasi
organisme dalam kondisi oskilasi dan fluktuasi di sekitar aras keseimbangan umum
seperti yang terjadi di daerah III. Di daerah III terjadi mekanisme keseimbangan
populasi oleh bekerjanya berbagai faktor abiotik dan biotik yang secara bersama
kita sebut sebagai faktor PENGENDALI ALAMI.
FAKTOR TERGANTUNG KEPADATAN DAN FAKTOR BEBAS KEPADATAN
Dilihat dari proses pengendalian dan pengaturan populasi organisme, maka
berbagai faktor hambatan lingkungan dapat dikelompokkan menjadi Faktor
Tergantung Kepadatan Populasi (FTK) atau "Density Dependent Factors" dan
Faktor Bebas Kepadatan Populasi (FBK) atau "Density Independent Factors".
Pengelompokan ini lebih sering digunakan bila dibandingkan dengan cara
pengelompokan lainnya. Bagan berikut menunjukkan faktor-faktor yang termasuk
dalam FTK dan FBK.
Faktor Tergantung Kepadatan
20
23. Faktor tergantung kepadatan adalah faktor pengendali alami yang
mempunyai sifat penekanan terhadap populasi organisme yang semakin meningkat
pada waktu populasi semakin tinggi, dan sebaliknya penekanan lebih longgar pada
waktu populasi semakin rendah. Kalau dihubungkan antara mortalitas yang
disebabkan oleh faktor FTK dengan populasi hama misalnya dapat diperoleh garis
regresi (Gambar 11).
Mortalitas
Mortalitas
Laju
Populasi
Gambar 11. Hubungan antara populasi dan mortalitas yang disebabkan oleh
Faktor Tergantung Kepadatan
Faktor tergantung kepadatan terbagi menjadi faktor yang timbal balik dan
tidak timbal balik. FTK yang timbal balik terutama adalah musuh alami hama seperti
predator, parasitoid, dan patogen. Timbal balik di sini berarti bahwa hubungan
antara populasi dan mortalitas oleh FTK dapat berjalan dari kedua arah. Apabila
populasi spesies A meningkat, maka mortalitas yang disebabkan oleh predator B
akan semakin meningkat, antara lain dengan meningkatnya predasi dan jumlah
predator B. Sebaliknya apabila populasi spesies A menurun mortalitas oleh
predator dan jumlah predator juga menurun. Dengan demikian perubahan populasi
spesies A akan selalu diikuti dengan perubahan kepadatan populasi predator B
(Gambar 12).
FTK yang tidak timbal balik misalkan makanan dan ruang, jumlahnya
terbatas yang ditempati oleh populasi organisme yang saling berkompetisi untuk
makanan dan ruang yang sama. Proses FTK di sini dapat dijelaskan sebagai
berikut: Bila populasi A semakin tinggi, persaingan antar
FTK yang tidak timbal balik misalkan makanan dan ruang, jumlahnya
terbatas yang ditempati oleh populasi organisme yang saling berkompetisi untuk
makanan dan ruang yang sama. Proses FTK di sini dapat dijelaskan sebagai
berikut: Bila populasi A semakin tinggi, persaingan antar individu untuk memperoleh
makanan dan ruang semakin kuat sehingga mortalitas A menjadi meningkat, dan
demikian juga sebaliknya. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa apabila populasi A
meningkat kemudian jumlah makanan menjadi meningkat, atau jumlah pouplasi A
menurun dan jumlah makanan menurun. Berbeda dengan kelompok musuh alami,
hambatan lingkungan berupa makanan, ruangan, dan teritorialitas termasuk dalam
FTK yang tidak timbal balik.
21
24. PENGENDALIAN
ALAMI
FAKTOR BEBAS FAKTOR
KEPADATAN TERGANTUNG
KEPADATAN
FISIK BIOLOGI TIDAK TIMBAL
TIMBAL BALIK
Tanah Ketersediaan BALIK Musuh
Suhu alami
inang -Parasitoid
Kebasahan Makanan
Pergerakan Kualitas Ruang -Predator
air makanan Teritorial -Patogen
-Herbivora
Populasi
FTK
Gambar 12. Komponen Pengendalian Alami yang Tergantung Kepadatan dan
Bebas Kepadatan
Aras Keseimbangan
FBK
FBK
FTK
22
Waktu
25. Gambar 13. Gejolak populasi sekitar aras keseimbangan umum, dan bekerjanya
FTK dan FBK.
Persediaan Makanan Jumlah Predator
Predator Meningkat Meningkat
Jumlah Inang Jumlah Inang
Meningkat Meningkat
Jumlah Inang Termakan Titik Imbang Jumlah Inang Termakan
Predator-Inang
Berkurang Meningkat
Jumalah Inang Jumalah Inang
Berkurang Berkurang
Jumlah Predator Persediaan Makanan
Berkurang Predator Berkurang
Gambar 14. Mekanisme Umpan Balik pada Pengaturan Populasi Spesies A oleh
Predator
Mortalitas
FBK
POPULASI
23
26. Gambar 15. Hubungan antara populasi organisme dan mortalitas akibat Faktor
Bebas Kepadatan.
Faktor Bebas Kepadatan
Faktor Bebas dari Kepadatan (FBK) atau "Density Independent Factor"
merupakan faktor mortalitas yang daya penekanannya terhadap populasi
organisme tidak tergantung pada kepadatan populasi organisme tersebut. Faktor
abiotik seperti suhu, kebasahan, angin merupakan FBK yang penting.
FBK kadang kala dapat membawa populasi semakin menjauh (lebih atau
kurang) dari aras keseimbangan. Misal bila keadaan suhu tidak sesuai bagi
kehidupan serangga dapat mengakibatkan populasi serangga menurun menjauhi
garis keseimbangannya. Setelah hal itu terjadi faktor FBK akan bekerja
mengangkat kembali populasi ke aras keseimbangannya. Bila keadaan cuaca
sangat menguntungkan bagi kehidupan dan perkembanganbiakan suatu hama,
dapat mendorong populasi hama tersebut meningkat cepat menjauhi aras
keseimbangannya. Namun, peningkatan populasi tersebut juga tidak akan berjalan
terus, karena FTK seperti musuh alami akan mengencangkan penekanannya
sehingga populasi kembali lagi ke aras keseimbangannya.
Dr. CLARK mengelompokkan beberapa penyebab mortalitas (kematian)
serangga menjadi 7 kelompok yaitu:
1. Umur: menjadi tua atau "aging"
2. Vitalitas rendah: kemampuan serangga dalam menghadapi faktor-faktor
lingkungan yang jelek seperti cuaca ekstrim
3. Kecelakaan: adanya peristiwa-peristiwa yang tidak normal (fisiologi dan ekologi)
yang dapat mengakibatkan kematian
4. Kondisi fisiko kimia: terkait dengan kondisi fisika dan kimia di tempat serangga
hidup termasuk kondisi cuaca, kondisi tanah, kondisi air, udara, dll.
5. Musuh alami: sebagai faktor pengendali alami serangga yang bersifat
tergantung kepadatan seperti yang telah dijelaskan
6. Kekurangan pakan: serangga hama sangat ditentukan survival dan
perkembangannya oleh ketersediaan pangan yang disediakan manusia. Tetapi
untuk serangga musuh alami bila tidak tersedia pakan yang sesuai yang
menjadi inang atau mangsa akan sangat mempengaruhi survivalnya.
7. Kekurangan tempat berlindung/bernaung: mempengaruhi mortalitas secara tidak
langsung
Berikut diagram yang menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung faktor-
faktor cuaca.
24
27. Pengaruh Faktor-faktor Cuaca bagi Kehidupan Serangga
Langsung Tak Langsung
Individu Populasi Habitat
Parasitoid
Predator
Patogen
Fenologi Makanan
Aktivitas Mortalitas
Perkembangan Natalitas
Perilaku Pergerakan
Natalitas
Mortalitas
Pergerakan
Dengan demikian dalam jangka waktu panjang di dalam setiap ekosistem,
selalu terjadi keseimbangan populasi organisme termasuk populasi hama, yang
secara dinamik bergejolak di sekitar aras keseimbangan populasinya masing-
masing. Setiap organisme dalam kondisi ekosistem tertentu memiliki aras
keseimbangannya sendiri-sendiri. Aras populasi tersebut dapat tinggi, tetapi juga
dapat rendah seperti yang kita harapkan.
25
28. Populasi
Mangsa (A)
Predator
Waktu
Gambar 16. Hubungan antara kepadatan serangga A dan kepadatan predator B
Pengaruh Tindakan Manusia terhadap Populasi Hama
Faktor-faktor alami seperti suhu, curah hujan sebagai faktor abiotik serta
faktor biotik seperti parasitoid, predator, patogen hama, pesaing, dll bekerja secara
interaktif yang membawa populasi hama berada di sekitar aras keseimbangannya.
Justru faktor MANUSIA dengan segala tindakannya sangat mempengaruhi
dinamika populasi hama sehingga dapat sangat menjauhi aras keseimbangan.
Manusia dapat mempengaruhi letak aras keseimbangan melalui mekanisme sbb:
Dalam mengelola agroekosistem, manusia dapat mempengaruhi atau
mengubah letak aras keseimbangan umum suatu spesies hama melalui kegiatan
pengelolaan agroekosistem. Aras keseimbangan populasi hama dapat meningkat
antara lain dengan penggunaan pestisida yang berlebihan dan kurang tepat,
sehingga dapat membunuh musuh alami. Penggunaan pestisida yang dilakukan
terus-menerus dapat mengakibatkan aras keseimbangan hama tersebut akan
meningkat melebihi aras keseimbangan sebelumnya (Gambar 17).
Peningkatan aras keseimbangan populasi hama dapat juga terjadi sebagai
akibat tersedianya makanan hama secara luas dan terus menerus. Demikian juga
jika varietas tanaman yang ditanam adalah varietas peka, lambat laun aras
keseimbangan populasi hama akan meningkat.
Bila aras keseimbangan meningkat maka dapat mengakibatkan populasi
hama melebihi AE/AT/AK yang ditetapkan. Dalam keadaan demikian petani
terpaksa menggunakan pestisida lebih sering lagi sehingga dapat meningkatkan
kerugian, tidak hanya bagi petani tetapi juga bagi konsumen dan kualitas
lingkungan hidup.
Aras keseimbangan populasi hama dapat juga diturunkan apabila yang
terjadi sebaliknya yaitu dengan memasukkan atau melakukan konservasi musuh
alami. Tindakan manusia demikian ini akan mendorong bekerjanya pengendali
26
29. alami di daerah tersebut, yang dalam jangka panjang dapat menurunkan aras
keseimbangan populasi hama. Salah satu sasaran PHT adalah menurunkan aras
keseimbangan populasi hama sehingga berada di bawah ambang pengendalian.
Populasi
Aras Keseimbangan 2
Pestisida
Aras Keseimbangan 1
Waktu
Gambar 17. Peningkatan aras keseimbangan akibat perlakuan pestisida secara
terus menerus.
bukudiktathamadanpenyakittanaman-130302221720-phpapp02.doc
Materi 5
FUNGSI PENGAMATAN DALAM SISTEM PHT
Tujuan:
A. Mempelajari fungsi pengamatan dalam sistem PHT
B. Mempelajari prinsip-prinsip pengambilan sampel dan pengamatan
C. Mempelajari praktek pengamatan dan pelaporan perlindungan tanaman oleh
petugas pengamat hama
D. Pengamatan oleh petani
Materi:
HUBUNGAN PENGAMATAN, PENGAMBILAN SAMPEL DAN PEMANTAUAN
27
30. Pengamatan adalah kegiatan pengumpulan data dan informasi tentang
sesuatu obyek yang diamati/dikaji/diteliti. Pengamatan bisa dilakukan secara
berkala maupun insidentil. Ada beberapa maksud atau tujuan pengamatan yaitu
pengamatan untuk pengumpulan data penelitian, pengamatan untuk penyusunan
lapangan dan pengamatan untuk pengambilan keputusan. Kegiatan pengamatan
yang dilakukan secara berkala pada suatu obyek pengamatan tertentu untuk
digunakan dalam proses pengambilan keputusan disebut PEMANTAUAN.
Kegiatan pemantauan dalam PHT merupakan kegiatan utama yang
membedakan sistem PHT dengan sistem pengendalian hama secara konvensional.
Peranan pengamatan dan pemantauan hama dan ekosistem dalam penerapan
sistem PHT adalah seperti bagan berikut:
Analisis Ekosistem Pengambil Keputusan
Pemantauan Tindakan Pengelolaan
EKOSISTEM PERTANIAN
Gambar 18. Hubungan antara pemantauan, pengambilan keputusan dan tindakan
pengelolaan dalam sistem pelaksanaan PHT
Dari gambar tersebut, kegiatan pertama yang dilakukan adalah pemantauan
ekosistem. Kegiatan pemantauan dilakukan untuk mengikuti perkembangan
keadaan ekosistem pada suatu saat yang meliputi perkembangan komponen
ekosistem, baik komponen biotik seperti keadaan tanaman, tingkat kerusakan
tanaman oleh hama, populasi hama dan penyakit, populasi musuh alami dan lain-
lain. Juga komponen abiotik seperti suhu, curah hujan, kebasahan, dll. Hasil
pemantauan atau data hasil pemantauan dianalisis antara lain dengan
membandingkan data ekosistem dengan nilai AE atau Ambang Kendali. Dari hasil
analisis ekosistem dapat diambil keputusan mengenai tindakan pengendalian atau
pengelolaan yang perlu diterapkan pada ekosistem. Hasil pengambilan keputusan
segera diterapkan ke lapangan mengenai tindakan pengelolaan atau pengendalian
seperti perbaikan budidaya tanaman, introduksi musuh alami, mengubah
habitatnya, pengendalian dengan pestisida, dll. Pengambil keputusan semakin ke
bawah yaitu pada pihak pengelola dari ekosistem pertanian, seperti petani atau
kelompok tani.
28
31. MEMPELAJARI PRINSIP-PRINSIP PENGAMBILAN SAMPEL DAN
PENGAMATAN
Sampel atau contoh merupakan bagian dari suatu populasi yang diamati.
Dalam praktek pengamatan tidak mungkin bagi pengamat mengamati seluruh
individu dalam populasi tetapi pengamatan dilakukan pada sebagian kecil populasi
yang kita sebut sampel. Dari informasi yang diperoleh pada sampel kita ingin
menduga sifat populasi yang sebenarnya. Oleh karena itu, sampel yang diambil
harus dapat mewakili. Populasi sampel terdiri dari beberapa unit sampel. Jumlah
unit sampel sering kita namakan sebagai ukuran sampel. Misalkan kita ingin
mengetahui populasi hama atau kerusakan tanaman dalam satu daerah/lahan yang
luasnya 1 hektar, sebagai unit sampel ditetapkan rumpun padi. Jumlah rumpun padi
yang diamati 30. Hal ini berarti unit sampel adalah rumpun dan ukuran sampel 30.
Proses pengambilan sampel dan monitoring memerlukan teknik yang
beragam tergantung pada jenis tanaman, jenis hama, atau organisme lain yang
diamati. Ada dua syarat yang perlu diperhatikan dalam melakukan teknik
pengamatan dan pengambilan sampel yang dilakukan yaitu praktis, dan dapat
dipercaya. Praktis berarti metode pengamatan yang dilakukan sederhana, mudah
dikerjakan dan tidak memerlukan peralatan dan bahan yang mahal, dan sedapat
mungkin tidak mengambil waktu lama. Hasil pengamatan harus dapat dipercaya
berarti metode tersebut akan menghasilkan data yang dapat mewakili atau
menggambarkan secara benar tentang sifat populasi sesungguhnya. Faktor yang
mempengaruhi pengambilan sampel:
1. Sifat dan ketrampilan petugas pengamat
2. Keadaan lingkungan setempat
3. Sifat sebaran spasial serangga
PENYUSUNAN PROGRAM PENGAMBILAN SAMPEL DAN PENGAMATAN
Dalam menyusun secara lengkap program pengambilan sampel pada suatu
wilayah pengamatan perlu dilakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk
menetapkan beberapa kriteria atau ketentuan tentang pengambilan sampel.
Ketentuan-ketentuan tersebut meliputi penetapan tentang:
1. Unit Sampel
2. Interval Pengambilan Sampel
3. Banyak atau Ukuran Sampel
4. Desain Pengambilan Sampel
5. Mekanik Pengambilan Sampel
1. Unit sampel
Unit sampel merupakan unit pengamatan yang terkecil. Pada unit tersebut
diadakan pengukuran dan penghitungan oleh pengamat terhadap individu serangga
yang ada, dan apa yang ditinggalkan oleh serangga yang menjadi obyek
pengamatan atau variabel pengamatan. Beberapa variabel pengamatan yang dapat
diperoleh dari unit sampel dapat berupa kepadatan atau populasi hama, populasi
musuh alami, intensitas kerusakan, dll.
Ada berbagai jenis unit sampel yang saat ini digunakan dalam praktek
pengamatan baik untuk program penelitian atau untuk pengambilan keputusan
29
32. pengendalian hama. Biasanya unit sampel dikembangkan berdasarkan sifat biologi
serangga dan belajar dari pengalaman sebelumnya. Unit sampel dapat berupa:
a. Unit luas permukaan tanah 1 x 1 m2
b. Unit volume tanah
c. Bagian tanaman seperti rumpun, batang, daun, pelepah daun
d. Dalam bentuk stadia hamanya sendiri. Sering digunakan untuk evaluasi dalam
musuh alami seperti jumlah larva parasit atau larva inang, dst.
2. Penentuan interval pengambilan sampel
Interval pengambilan sampel merupakan jarak waktu pengamatan yang satu
dengan waktu pengamatan yang berikutnya pada petak pengamatan yang sama.
Banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan interval pengamatan
antara lain tingkat tumbuh tanaman, daur hidup serangga yang diamati, tujuan
pengambilan sampel, faktor cuaca, dll. Untuk serangga yang mempunyai siklus
pendek dan kapasitas reproduksi tinggi, interval pengamatan harus pendek agar
tidak kehilangan informasi dari lapangan. Demikian juga keadaan ini berlaku bagi
komoditas tanaman yang peka terhadap serangan hama seperti kapas, dan juga
untuk jenis hama yang peningkatan kerusakannya berjalan cepat.
3. Penentuan ukuran sampel
Dalam program pengambilan sampel dan pengamatan, penentuan ukuran
sampel atau jumlah unit sampel yang harus diamati pada setiap waktu pengamatan
sangat menentukan kualitas hasil pengamatan.
Ukuran sampel dipengaruhi oleh dua komponen utama yaitu varians (s 2)
yang menjelaskan distribusi data sampel, dan biaya pengambilan sampel yang
terdiri atas ongkos tenaga dan alat-alat pengambilan sampel. Secara umum dapat
dikatakan semakin besar ukuran sampel (n) semakin dapat dipercaya harga
penduga parameter populasi. Tetapi apabila ukuran sampel besar maka biaya
pengambilan sampel juga semakin besar. Sebaliknya bila unit sampel terlalu
sedikit, analisa statistik akan menghasilkan keputusan yang memiliki ketepatan dan
ketelitian rendah, sehingga kualitas dan kegunaan hasil pengamatan diragukan.
4. Desain atau pola pengambilan sampel
Ada beberapa pola yang dapat digunakan untuk menetapkan unit sampel
yang mana dari keseluruhan populasi yang harus diamati yang menjadi anggota
sampel. Pola yang paling ideal adalah secara acak (random sampling), kemudian
dikenal:
a. Pola acak berlapis
b. Pola pengambilan sampel sistematik
c. Pola pengambilan sampel purposive atau yang sudah ditentukan
Beberapa pola pengambilan sampel yang sering digunakan adalah bentuk:
30
33. A B C
Gambar 19. Pola pengambilan sampel A. Pola Diagonal, B. Pola Zigzag, C. Pola
Lajur tanaman
5. Mekanik Pengambilan Sampel
Mekanik pengambilan sampel serangga adalah segala teknik memperoleh,
mengumpulkan serta menghitung individu serangga yang diamati atau bahan yang
ditinggalkan oleh serangga pada unit sampel yang telah ditentukan.
Mekanik sampel yang sering dilakukan oleh para pengamat kita adalah
pengamatan langsung di lapangan. Tidak semua serangga dapat dihitung secara
langsung sehingga masih diperlukan peralatan atau alat khusus yang dapat
digunakan untuk mengumpulkan individu serangga dan kemudian dihitung
jumlahnnya.
PRAKTEK PENGAMATAN DAN PELAPORAN PETUGAS PENGAMAT
Di organisasi Departemen Pertanian saat ini ada 3 Direktorat Jenderal yang
mempunyai tugas untuk mengumpulkan pelaporan data populasi dan kerusakan
OPT di seluruh propinsi. Tiga Direktorat Jenderal itu adalah Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Hortikultura, Direktorat Jenderal
Tanaman Perkebunan. Pada tiga Direktorat Jenderal tersebut terdapat Direktorat
Perlindungan Tanaman seperti Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan,
Hortikultura dan Perkebunan.
Kebijakan dan rekomendasi pelaksanaan dan pelaporan perlindungan
tanaman disusun dan dikeluarkan oleh 3 direktorat tersebut, sedangkan
pelaksanaan pengamatan dilakukan oleh para Petugas Pengamat Hama (PHP) dan
penyakit yang ada di daerah yang dikoordinasikan oleh BPTPH yang ada di setiap
propinsi. Untuk tanaman pangan dan hortikultura, BPTPH secara struktural berada
di bawah Pemerintah Daerah Tingkat I/Propinsi. Sedangkan untuk perkebunan,
BPTP masih berada di bawah Direktorat Jenderal Perkebunan atau masih di bawah
Pemerintah Pusat. Secara fungsional, PHP saat ini termasuk dalam kelompok
POPT (Pengendali OPT).
1. Pengamatan
Pengamatan dilakukan oleh PHP dan petani dengan dua cara yaitu
pengamatan tetap dan pengamatan keliling atau patroli. Pengamatan bertujuan
untuk mengetahui atau mendeteksi jenis dan kepadatan OPT, intensitas serangan
OPT, daerah penyebaran, dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
OPT serta intensitas kerusakan bencana alam. Dengan informasi tersebut
diharapkan petani/kelompok tani bersama petugas dapat mengetahui dan
menganalisis secara dini untuk menentukan langkah-langkah penanganan usaha
tani, sehingga produksi tanaman yang sudah diusahakan tetap pada taraf tinggi,
menguntungkan dan aman bagi lingkungan.
31
34. Metode Pengamatan
Pengamatan OPT pada tanaman pangan dan hortikultura dilakukan dengan
dua cara, yaitu pengamatan tetap dan pengamatan keliling atau patroli. Secara rinci
pelaksanaan pengamatan tetap dan pengamatan keliling adalah sbb:
a. Pengamatan tetap
Pengamatan tetap adalah pengamatan yang dilakukan pada petak contoh
tetap yang mewakili bagian terbesar dari wilayah pengamatan, perangkap lampu,
curah hujan, stasiun meteorologi pertanian khusus.
1). Pengamatan petak tetap
Pengamatan pada petak contoh tetap bertujuan untuk mengetahui
perubahan kepadatan populasi OPT dan musuh alami serta intensitas serangan.
Petak contoh tetap ditempatkan pada lima jenis tanaman dominan. Untuk
komoditas terluas diamati empat petak contoh tetap sedangkan empat komoditas
lainnya masing-masing diamati satu petak contoh. Dengan demikian pada setiap
wilayah pengamatan terdapat delapan petak contoh pengamatan tetap.
Petak contoh ditentukan secara purposive, sehingga mewakili bagian
terbesar wilayah pengamatan dalam hal waktu tanam, teknik bercocok tanam, dan
varietasnya. Pada masa peralihan antara dua musim tanam, pengamatan
diteruskan pada petak-petak contoh yang dapat mewakili wilayah pengamatan
dalam waktu tersebut. Karena itu petak contoh pada masa antara dua musim tanam
dapat berpindah sesuai dengan keadaan tanaman yang dapat mewakili wilayah
pengamatan.
2). Pengamatan Perangkap lampu
Kepadatan populasi OPT dan musuh alami yang efektif yang tertarik cahaya
diamati pada satu atau lebih perangkap lampu yang mewakili wilayah pengamatan.
Perangkap lampu ditempatkan jauh dari faktor-faktor yang akan mempengaruhi
banyaknya serangga pengganggu tanaman atau musuh alaminya tertarik cahaya.
Lampu dinyalakan dari senja sampai fajar. Serangga yang tertangkap diidentifikasi
dan dihitung. Pengamatan dilakukan setiap hari serta dilaporkan setiap dua minggu.
b. Pengamatan Keliling atau Patroli
Pengamatan keliling atau patroli bertujuan untuk mengetahui tanaman
terserang dan terancam, luas pengendalian, bencana alam serta mencari informasi
tentang penggunaan, peredaran dan penyimpanan pestisida.
Pengamatan keliling atau patroli dilaksanakan dengan menjelajahi wilayah
pengamatan. Sebelum melaksanakan pengamatan, PHP disarankan menemui
petani/kelompok tani pemandu, penyuluh atau sumber lain yang layak dipercaya;
untuk memperoleh informasi tentang adanya serangan OPT dan kegiatan
pengendalian di wilayah kerjanya. Informasi tersebut digunakan untuk menentukan
daerah yang dicurigai dan mengkonsentrasikan pengamatannya. Penentuan
daerah yang dicurigai didasarkan pada kerentanan varietas yang ditanam terhadap
OPT utama di daerah tersebut, stadia pertumbuhan tanaman dan jaraknya
terhadap sumber serangan.
Serangan OPT di daerah yang dicurigai, diamati lima petak contoh yang
terletak pada perpotongan garis diagonal (A) dan pertengahan potongan-potongan
garis diagonal tersebut (B, C, D dan E) seperti terlihat pada Gambar 20. Jumlah
32
35. rumpun yang diamati tiap unit contoh adalah 10 rumpun/batang. Komponen-
komponen yang diamati adalah luas tanaman terserang, intensitas serangan,
kepadatan populasi OPT, stadia/umur tanaman, varietas dan tindakan
pengendalian yang pernah dilakukan petani.
Gambar 20. penyebaran petak contoh pada daerah yang dicurigai terserang.
Dalam tiap petak contoh diamati 5 unit contoh seperti pada gambar 20.
Jumlah rumpun contoh yang diamati dalam tiap unit contoh adalah sepuluh
rumpun/tanaman.
Cara pelaksanaan:
Untuk memudahkan pelaksanaan pengamatan keliling dilakukan sesudah
pengamatan petak tetap pada subwilayah pengamatan dimana petak tetap itu
berada. Apabila ada informasi bahwa di subwilayah lainnya terjadi serangan OPT
maka harus dilakukan pengamatan keliling tambahan. Adapun pembagian
subwilayah adalah sebagai berikut:
1. Mula-mula bagilah wilayah pengamatan menjadi 4 strata berdasarkan waktu
tanamannya (lihat Gambar 21)
2. Bagilah masing-masing strata menjadi 2 subwilayah, sehingga satu wilayah
akan terbagi menjadi 8 subwilayah (lihat Gambar 21).
Untuk pengamatan tetap, tempatkan satu petak contoh pengamatan pada
masing-masing strata di lokasi yang selalu dilewati saat mengadakan pengamatan
keliling di strata tersebut, sehingga setiap petak contoh pengamatan tetap dapat
diamati dengan interval waktu satu minggu, sedangkan interval pengamatan keliling
dua minggu.
Waktu pengamatan OPT dilakukan 4 (empat) hari setiap minggu kecuali
untuk tangkapan perangkap lampu dan penakar curah hujan dilakukan setiap hari.
Pelaksanaan pengamatan OPT dimulai dari hari senin sampai dengan hari kamis.
Hasil pengamatan dan kejadian yang ditemukan pada saat pengamatan
keliling dan pengamatan tetap dilaporkan secara rutin pada setiap akhir periode
pengamatan. Laporan pengamatan tetap pada periode pelaporan tengah bulan
pertama berisi hasil pengamatan minggu ke 1 dan ke 2, sedang pada periode
pelaporan tengah bulan kedua berisi hasil pengamatan minggu ke 3 dan ke-4.
A 1 B 2 C 3 D 4
Senin 1 Selasa 1 Rabu 1 Kamis 1
5 6 7 8
Senin 2 Selasa 2 Rabu 2 Kamis 2
33
36. Keterangan:
A, B, C, D …… pembagian menurut strata 1, 2, 3 … dst … subwilayah
Gambar 21. Pembagian subwilayah pengamatan di wilayah kerja PHP
Metode Pengambilan Contoh
a. Tanaman Pangan
Pengambilan contoh pada pengamatan OPT tanaman pangan (padi dan
palawija) dilakukan dengan metode diagonal. Pada pengamatan tetap tiap petak
contoh ditentukan tiga unit contoh yang terletak di titik perpotongan garis diagonal
petak contoh (A) dan di pertengahan potongan-potongan garis diagonal yang
terpanjang (B dan C), seperti terlihat pada Gambar 22. Tiap unit contoh diamati 10
rumpun contoh. Dari petak contoh itu diamati intensitas serangan OPT, kepadatan
populasi OPT dan kepadatan populasi musuh alami yang efektif.
Gambar 22. Penyebaran Unit Contoh dalam Petak Contoh. Dalam Tiap Unit
Contoh Diamati 10 Rumpun Contoh.
b. Tanaman Sayuran
Pengambilan contoh pada pengamatan OPT tanaman sayur-sayuran
dilakukan pada 10 tanaman contoh setiap 0,1 ha atau 50 tanaman contoh per
hektar. Pengambilan tanaman contoh ditentukan secara acak (random).
c. Tanaman Buah-buahan, hias, Obat-obatan dan Rempah-rempah
Pengambilan contoh pada pengamatan OPT tanaman buah-buahan, hias
dan obat-obatan dan rempah-rempah dilakukan dengan menggunakan petak
contoh, yaitu kecamatan. Tanaman yang diamati dibagi 3 kriteria seperti berikut:
a. Tanaman dominan (terbanyak) : 15 tanaman/rumpun
b. Tanaman dengan jumlah sedang : 10 tanaman/rumpun
c. Tanaman dengan jumlah sedikit : 5 tanaman/rumpun
Tanaman contoh ditentukan dengan 2 (dua) cara, yaitu random (acak) dan
diagonal. Cara random dilakukan pada perkebunan rakyat/pekarangan rumah,
sedangkan cara diagonal dilakukan (seperti pengambilan contoh pada tanaman
padi) pada perkebunan besar.
34
37. Penilaian Serangan OPT
Penilaian terhadap kerusakan tanaman dilakukan berdasarkan gejala
serangan OPT yang sifatnya sangat beragam. Kerusakan tanaman oleh serangan
OPT dapat berupa kerusakan mutlak (atau yang dianggap mutlak) dan tidak mutlak.
Untuk menilai serangan OPT yang menyebabkan kerusakan mutlak atau dianggap
mutlak digunakan rumus sebgai berikut:
a
I = ----------- X 100%
a+b
Keterangan:
I : Intensitas serangan (%)
A : Banyaknya contoh (daun, pucuk, bunga, buah, tunas, tanaman, rumpun
tanaman) yang rusak mutlak atau dianggap rusak mutlak.
B : Banyaknya contoh yang tidak terserang (tidak menunjukkkan gejala
serangan).
2. Laporan
Laporan Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura diperlukan untuk
menyusun perlindungan tanaman, memberikan anjuran pengendalian, menyusun
rencana perlindungan tanaman, memberikan anjuran pengendalian, menyusun
bantuan pengendalian, merencanakan bimbingan pengendalian, melaksanakan
pengamatan lebih intensif, dan merencanakan penyediaan sarana pengendalian.
Oleh karena itu, Laporan Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura perlu
dibuat sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan segera dikirim ke instansi
yang memerlukannya. Sesuai dengan kebijaksanaan dibidang perlindungan
tanaman pangan dan hortikultura dan pembagian wewenang dalam struktur
organisasi berlaku, Laporan Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura
disampaikan oleh PHP kepada Mantri Tani (Mantan) dan instansi vertikal di
atasnya. Mantri Tani dan Penyuluh menyuluhkan dan menyebarluaskan kepada
petani sebagai dasar pengambilan keputusan kelompok tani, dan bila perlu
bersama-sama dengan PHP membina petani melaksanakan pengendalian. Instansi
vertikal di atasnya menggunakan laporan tersebut sebagai bahan mengevaluasi
keadaan serangan, kemampuan petugas membimbing petani dalam pengendalian,
merencanakan bimbingan dan bantuan, serta menyusun Laporan Perlindungan
Tanaman Pangan dan Hortikultura di wilayah kerjanya.
Laporan PHP yang diterima oleh Mantan diteruskan kepada Camat dan
Dinas Pertanian (Diperta) Kabupaten/Kotamadya, dan Diperta
Kabupaten/Kotamadya meneruskan laporan tersebut ke Diperta Propinsi. Oleh
Camat sebagai Ketua Satuan Pelaksana Bimas Kecamatan, laporan tersebut dapat
digunakan sebagai dasar untuk menyusun kampanye pengendalian secara massal
oleh petani dan bila dibutuhkan/diperlukan bantuan pemerintah berupa pestisida
dapat dikeluarkan. Sedangkan oleh Diperta Kabupaten/Kotamadya, digunakan
untuk membina pengendalian OPT dan mempertimbangkan bantuan pengendalian
kepada petani apabila dinilai sebagai serangan eksplosi.
Koordinator PHP mengkoordinasikan laporan PHP, laporan serangan OPT
yang dilaporkan PHP dari seluruh wilayah pengamatan kabupaten diteruskan ke
Diperta Kabupaten/Kotamadya serta laporan lainnya diteruskan ke Laboratorium
35
38. Pengamatan Hama dan Penyakit (LPHP) dan (Balai Proteksi Tanaman Pangan dan
Hortikultura (BPTPH)/Loka Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura
(LPTPH)/Satgas BPTPH/LPTPH.
PENGAMATAN OLEH PETANI
Karena jumlah PHP dan petugas pengamat atau penyuluh di daerah
sangat terbatas maka yang paling baik kegiatan pengamatan dilakukan sendiri oleh
petani pemilik/penggarap. Petani sendiri yang melakukan kegiatan pemantauan,
pengambilan keputusan dan tindakan pengendalian. Dengan demikian petani tidak
lagi tergantung pada petugas, pemerintah. Petani dapat melakukan pengamatan
secara perseorangan/individual, namun yang paling baik secara berkelompok atau
merupakan kegiatan kelompok tani. Agar petani dapat melakukan kegiatan
pemantauan ekosistem, mereka perlu mengikuti pelatihan khusus yang
dilaksanakan secara intensif, setiap 1 minggu sekali di dalam kegiatan yang disebut
SLPHT. Dengan demikian tujuan pelaksanaan kegiatan pengamatan oleh para
petugas PHP hanya terbatas pada penyusunan laporan bagi pemda maupun
pemerintah pusat tetapi tidak untuk pengambilan keputusan untuk lahan petani
dalam menerapkan PHT.
36
39. bukudiktathamadanpenyakittanaman-130302221720-phpapp02.doc
Materi 6
PENGENDALIAN DENGAN TANAMAN/VARIETAS TAHAN HAMA
Tujuan:
1. Mengenal dan mempelajari komponen PHT - Pengendalian dengan Tanaman
Tahan Hama
2. Mengenal dan mempelajari pengembangan tanaman transgenik tahan hama
3. Mengenal dan mempelajari prinsip-prinsip karantina tumbuhan dan sistem
karantina pertanian di Indonesia
Materi:
Pengendalian hama dengan cara menanam tanaman yang tahan terhadap
serangan hama telah lama dilakukan dan merupakan cara pengendalian yang
efektif, murah, dan kurang berbahaya bagi lingkungan. Penggunaan berbagai
varietas padi tahan hama wereng coklat berhasil mengendalikan hama wereng
coklat padi di Indonesia yang sejak tahun 1970 menjadi hama padi yang paling
penting. Saat ini petani telah mengenal banyak VUTW (Varietas Unggul Tahan
Wereng) yang berhasil dikembangkan oleh para peneliti dari IRRI (Filipina) dan dari
Indonesia sendiri. Di luar tanaman padi penggunaan varietas tahan hama masih
terbatas karena belum banyak tersedia varietas atau jenis tanaman yang memiliki
ketahanan tinggi terhadap hama-hama tertentu.
Pada tahun 1984 Indonesia telah berhasil berswasembada beras. Kontribusi
varietas unggul tahan hama bagi keberhasilan Indonesia berswasembada beras
sangat besar. Hal ini berkat kerja keras para ahli hama, pemulia tanaman,
agronomi, dll yang telah berhasil menemukan dan mengembangkan VUTW. Namun
sayangnya karena berbagai faktor, sampai saat ini status swasembada beras
semakin sulit dipertahankan.
1. Mekanisme Ketahanan Tanaman
Ketahanan atau resistensi tanaman merupakan pengertian yang bersifat
relatif. Untuk melihat ketahanan suatu jenis tanaman sifat tanaman, yang tahan
harus dibandingkan dengan sifat tanaman yang tidak tahan atau yang peka.
Tanaman yang tahan adalah tanaman yang menderita kerusakan yang lebih sedikit
bila dibandingkan dengan tanaman lain dalam keadaan tingkat populasi hama yang
sama dan keadaan lingkungan yang sama. Pada tanaman yang tahan, kehidupan
dan perkembangbiakan serangga hama menjadi lebih terhambat bila dibandingkan
dengan perkembangbiakan sejumlah populasi hama tersebut apabila berada pada
tanaman yang tidak atau kurang tahan.
37
40. Sifat ketahanan yang dimiliki oleh tanaman dapat merupakan sifat asli
(terbawa keturunan faktor genetik) tetapi dapat juga karena keadaan lingkungan
yang mendorong tanaman menjadi relatif tahan terhadap serangan hama.
Beberapa ahli membedakan ketahanan tanaman dalam dua kelompok yaitu
ketahanan ekologi dan ketahanan genetik (Kogan, 1982). Ahli lain menganggap
ketahanan ekologi bukan merupakan ketahanan sebenarnya dan disebut
ketahanan palsu atau pseudo resistance sedangkan yang disebut sifat ketahanan
tanaman adalah ketahanan genetik. Hal ini disebabkan sifat ketahanan ekologi
tidak tetap dan mudah berubah tergantung pada keadaan lingkungannya,
sedangkan sifat ketahanan genetik relatif stabil dan sedikit dipengaruhi oleh
perubahan lingkungan.
2. Ketahanan Genetik
Sampai saat ini klasifikasi resistensi genetik menurut Painter yang banyak
diikuti oleh para pakar. Menurut Painter (1951) terdapat 3 mekanisme resistensi
tanaman terhadap serangga hama yaitu 1) ketidaksukaan, 2) antibiosis dan 3)
toleran.
a. Ketidaksukaan/antixenosis
Nonpreference merupakan sifat tanaman yang menyebabkan suatu
serangga menjauhi atau tidak menyenangi suatu tanaman baik sebagai pakan atau
sebagai tempat peletakan telur. Menurut Kogan (1982) istilah yang lebih tepat
digunakan untuk sifat ini adalah antixenosis yang berarti menolak tamu (xenosis =
tamu). Antixenosis dapat dikelompokkan menjadi penolakan kimiawi atau
antixenosis kimiawi dan penolakan morfologi atau antixenosis morfologik.
b. Antibiosis
Antibiosis adalah semua pengaruh fisiologi pada serangga yang merugikan,
bersifat sementara atau tetap, sebagai akibat kegiatan serangga memakan dan
mencerna jaringan atau cairan tanaman tertentu. Gejala penyimpangan fisiologi
terlihat apabila suatu serangga dipindahkan dari tanaman tidak memiliki sifat
antibiosis ke tanaman yang memiliki sifat tersebut. Penyimpangan fisiologi tersebut
berkisar mulai dari penyimpangan yang sedikit sampai penyimpangan terberat yaitu
terjadinya kematian serangga.
c. Toleran
Mekanisme resistensi toleran terjadi karena adanya kemampuan tanaman
tertentu untuk sembuh dari luka yang diderita karena serangan hama atau mampu
tumbuh lebih cepat sehingga serangan hama kurang mempengaruhi hasil,
dibandingkan dengan tanaman lain yang lebih peka.
3. Ketahanan Ekologi
Ketahanan Ekologi atau dengan istilah lain ketahanan yang kelihatan
(apparent resistance) atau ketahanan palsu (pseudo resistance) merupakan sifat
ketahanan tanaman yang tidak dikendalikan oleh faktor genetik tetapi sepenuhnya
disebabkan oleh faktor lingkungan yang memungkinkan kenampakan sifat
38
41. ketahanan tanaman terhadap hama tertentu. Oleh karena sifatnya yang tidak tetap,
ahli pemulia tanaman tidak mengakui sifat ini sebagai sifat ketahanan tanaman
yang sesungguhnya. Sifat ketahanan ini biasanya merupakan sifat sementara dan
dapat terjadi pada tanaman yang sebenarnya peka terhadap serangan hama
tertentu.
Ada 3 bentuk ketahanan ekologi yaitu pengelakan inang (host evasion),
ketahanan dorongan (induced resistance) dan inang luput dari serangan (host
escape).
a. Pengelakan Inang
Pengelakan inang terjadi bila waktu pemunculan fase tumbuh tanaman tertentu
tidak bersamaan dengan waktu pemunculan stadia hama yang aktif
mengkonsumsikan tanaman.
b. Ketahanan Dorongan
Sifat ketahanan ini timbul dan didorong oleh adanya keadaan lingkungan
tertentu sehingga tanaman mampu bertahan terhadap serangan hama.
Ketahanan dorongan ini terjadi antara lain akibat adanya pemupukan dan irigasi
serta teknik budidaya yang lain.
c. Inang Luput dari Serangan
Sering dialami pada suatu tempat tertentu ada suatu kelompok tanaman yang
sebenarnya memiliki sifat peka terhadap suatu jenis hama, tetapi pada suatu
saat tanaman tersebut tidak terserang meskipun populasi hama di sekitarnya
pada waktu itu cukup tinggi. Hal tersebut tidak berarti bahwa tanaman tersebut
tahan terhadap serangan hama tetapi tanaman tersebut sedang dalam keadaan
luput dari serangan hama.
4. Langkah Pengembangan Varietas Tahan
Pengembangan varietas tahan hama secara konvensional dilakukan melalui
penerapan teknologi pemuliaan tanaman tradisional dengan melakukan persilangan
tanaman. Beberapa kegiatan utama dalam melakukan perolehan dan
pengembangan guna memperoleh varietas tahan hama yang baru adalah sebagai
berikut:
a. Identifikasi sumber ketahanan.
b. Penetapan mekanisme ketahanan.
c. Penyilangan sifat ketahanan dengan sifat agronomi lainnya sehingga dapat
diperoleh varietas yang lebih unggul.
d. Analisis genetik terhadap sifat ketahanan.
e. Identifikasi dasar-dasar kimia dan fisika sifat ketahanan.
f. Pengujian lapangan multi lokasi.
g. Pelepasan varietas tahan hama yang baru.
PENGEMBANGAN VARIETAS TAHAN DENGAN BIOTEKNOLOGI
Pengembangan varietas tahan hama secara konvensional banyak dikaji dan
telah diperoleh hasil yang menggembirakan. Penggunaan varietas tahan terbukti
mampu mengurangi tingkat serangan hama sehingga hasil panen dapat meningkat.
39
42. Sebagian besar varietas tahan hama yang dilepaskan, diperbanyak dan digunakan
di Indonesia saat ini masih merupakan hasil teknologi pemuliaan tanaman secara
tradisional yang telah diuraikan sebelumnya.
Seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi akhir-akhir ini tidak
menutup kemungkinan penerapan bioteknologi modern dalam bidang pertanian
untuk dapat menghasilkan varietas tahan hama. Aplikasi bioteknologi pertanian
memberikan peluang yang sangat baik terhadap perkembangan kualitas maupun
kuantitas produk-produk pertanian. Beberapa bioteknologi yang telah
dikembangkan diantaranya rekayasa genetika yang mencakup rekombinasi DNA,
pemindahan gen, manipulasi dan pemindahan embrio, kultur sel dan jaringan,
regenerasi tanaman dan antibodi monoklonal.
Tanaman hasil rekayasa genetika yang selanjutnya disebut tanaman
transgenik dapat direkayasa memiliki sifat ketahanan terhadap jenis hama tertentu.
Salah satu sifat unggul tanaman transgenik adalah ketahanan terhadap hama
setelah tanaman tersebut disisipi dengan gen toksik yang berasal dari Bacillus
thuringiensis (Bt). Sampai akhir tahun 2003 di Indonesia hanya satu varietas kapas
Bt yang telah diijinkan dan dilepaskan secara terbatas di Sulawesi Selatan. Di dunia
Internasional tanaman transgenik tahan hama yang telah dikembangkan meliputi
tanaman kapas, jagung, kentang. Berbagai tanaman tersebut telah disisipi gen
yang berasal dari bakteri Bt sehingga tahan terhadap jenis hama tertentu.
Aplikasi pemindahan gen dengan teknik biologi molekuler dengan sasaran
memperoleh sifat-sifat tertentu dapat dilakukan lebih cepat, dengan ketepatan yang
tinggi serta perolehan spektrum sifat yang jauh lebih lebar daripada hasil pemuliaan
tanaman konvensional. Perkembangan bioteknologi telah memungkinkan ilmuwan
untuk mentransformasikan gen Bt yang dikehendaki ke dalam genom berbagai
jenis tanaman pertanian. Gen Bt yang menyandi protein delta-endotoksin telah
dapat disisipkan ke dalam tanaman untuk pengendalian hama tertentu. Misal
tanaman kapas Bt telah disisipi dengan gen cry1Ac untuk mengendalikan hama
penggerek buah kapas Helicoverpa virescens. Tanaman kapas Bt memproduksi
toksin secara terus-menerus sehingga serangga peka yang hidup dalam jaringan
tanaman akan mati kalau memakan jaringan tersebut.
Tanaman transgenik akan terlindung dari serangan hama selama racun
protein masih terus diproduksi. Karena racun protein yang dihasilkan hanya aktif
bagi beberapa jenis serangga tertentu, suatu jenis tanaman transgenik tahan hama
hanya dapat mengendalikan jenis-jenis hama tertentu.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN VARIETAS TAHAN HAMA KONVENSIONAL
Kelebihan
a. Penggunaannya praktis dan secara ekonomi menguntungkan
b. Sasaran pengendalian yang spesifik
c. Efektivitas pengendalian bersifat kumulatif dan persisten
d. Kompatibilitas dengan komponen PHT lainnya
e. Dampak negatif terhadap lingkungan terbatas
Kekurangan
Beberapa keterbatasan atau permasalahan yang perlu kita ketahui antara lain:
40
43. a. Waktu dan Biaya Pengembangan
b. Keterbatasan Sumber Ketahanan
c. Timbulnya Biotipe hama
d. Sifat Ketahanan yang Berlawanan
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TANAMAN TRANSGENIK TAHAN HAMA
Kelebihan
1. Efektif mengendalikan hama sasaran dan pengurangan kehilangan hasil
2. Penurunan penggunaan pestisida kimia
3. Penurunan biaya pengendalian
4. Pengendalian hama secara selektif
5. Penurunan populasi hama dalam areal yang luas
Keterbatasan Tanaman Transgenik
1. Resistensi hama terhadap toksin
2. Pengaruh tanaman transgenik terhadap organisme bukan sasaran
3. Pengurangan keanekaragaman hayati
4. Variasi hasil
5. Kepekaan terhadap jenis hama lain
6. Pengembalian investasi tidak terjamin
7. Risiko bagi kesehatan
8. Ketergantungan pada industri benih transgenik
KARANTINA PERTANIAN
Tujuan karantina pertanian adalah mencegah masuknya hama dan penyakit
hewan, hama dan penyakit ikan, serta organisme pengganggu tumbuhan ke
wilayah negara RI, mencegah tersebarnya dari suatu area ke area lain, dan
mencegah keluarnya dari wilayah negara RI.
Karantina Pertanian terdiri dari:
1. Karantina Hewan
2. Karantina Ikan
3. Karantina Tumbuhan
Kita memiliki dasar hukum untuk karantina yaitu:
1. UU RI No 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan
2. PP No 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan
KARANTINA TUMBUHAN
Pengertian penting:
1. Organisme Pengganggu Tumbuhan karantina (OPTK) yang terdiri dari OPTK
Golongan I, OPTK Golongan II
a. OPTK adalah semua organisme pengganggu tumbuhan yang ditetapkan
oleh Menteri Pertanian untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya
di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
41
44. b. OPTK Golongan I yaitu OPTK yang tidak dapat dibebaskan dari media
pembawanya dengan cara perlakuan. Tidak dapat dibebaskannya OPT
tersebut karena sifatnya memang tidak dapat dibebaskan, atau belum
diketahui cara untuk membebaskannya, atau cara untuk membebaskannya
belum dapat dilakukan di Indonesia.
c. OPTK Golongan II yaitu semua OPTK yang dapat dibebaskan dari media
pembawanya dengan cara perlakuan.
2. Kawasan Karantina adalah kawasan yang semula diketahui bebas dari hama
dan penyakit tumbuhan karantina, sekarang telah ditemukan adanya organisme
tertentu yang dahulunya tidak ada.
3. Sertifikat Kesehatan Karantina (Phytosanitary Certificate) adalah surat
keterangan yang dibuat oleh pejabat berwenang di negara atau area
asal/pengirim/transit yang menyatakan bahwa tumbuhan atau bagian-bagian
tumbuhan yang tercantum di dalamnya bebas dari OPT, OPTK, OPTK golongan
I, OPTK golongan II, dan atau OPT Penting.
4. Analisis Risiko Hama dan Penyakit Tumbuhan (Pest Risk Analysis/PRA) adalah
suatu proses untuk menetapkan bahwa suatu OPT merupakan OPTK, atau OPT
Penting, serta menentukan syarat-syarat dan tindakan karantina tumbuhan yang
sesuai guna mencegah masuk dan tersebarnya OPT tersebut.
Tindakan Karantina:
1. Pemeriksaan
2. Pengasingan
3. Pengamatan
4. Perlakuan
5. Penahanan
6. Penolakan
7. Pemusnahan
8. Pembebasan
Kasus “kebobolan” masuknya hama baru di Indonesia:
1. Keong/siput mas
2. Pengorok daun kentang
3. Nematoda Sista Kuning
42
45. bukudiktathamadanpenyakittanaman-130302221720-phpapp02.doc
Materi 7
PENGENDALIAN HAYATI
A. Parasitoid dan Predator
Tujuan:
1. Mempelajari prinsip dan teknik pengendalian hayati sebagai salah satu
komponen dalam sistem PHT
2. Mempelajari agens pengendalian hayati yang berupa parasitoid dan predator
3. Mempelajari manfaat dan masalah yang dihadapi dalam penerapan
pengendalian hayati
Materi:
LATAR BELAKANG
Pengendalian hayati sebagai komponen utama PHT pada dasarnya adalah
pemanfaatan dan penggunaan musuh alami untuk mengendalikan populasi hama
yang merugikan. Pengendalian hayati sangat dilatarbelakangi oleh berbagai
pengetahuan dasar ekologi terutama teori tentang pengaturan populasi oleh
pengendali alami dan keseimbangan ekosistem. Musuh alami yang terdiri atas
parasitoid, predator dan patogen merupakan pengendali alami utama hama yang
bekerja secara "terkait kepadatan populasi" sehingga tidak dapat dilepaskan dari
kehidupan dan perkembangbiakan hama. Adanya populasi hama yang meningkat
sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi bagi petani disebabkan karena
keadaan lingkungan yang kurang memberi kesempatan bagi musuh alami untuk
menjalankan fungsi alaminya. Apabila musuh alami kita berikan kesempatan
berfungsi antara lain dengan introduksi musuh alami, memperbanyak dan
melepaskannya, serta mengurangi berbagai dampak negatif terhadap musuh alami,
musuh alami dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.
Meskipun praktek pengendalian hayati telah dilakukan ratusan tahun yang
lalu di daratan Cina, pengendalian hayati yang pertama kali didokumentasikan ialah
pada tahun 1762, ketika burung Mynah dibawa dari India ke Mauritius untuk
memangsa hama belalang. Secara ilmiah keberhasilan pengendalian hayati
pertama yang tercatat adalah pengendalian hama kutu berbantal pada kapas
Icerya purchasi di California, Amerika Serikat dengan mengintroduksikan predator
dari Australia yaitu kumbang vedalia, Rodolia cardinalis pada tahun 1888. Setelah
keberhasilan tersebut kemudian ratusan jenis hama telah berhasil dikendalikan
dengan cara hayati. Banyak hama di Indonesia berhasil dikendalikan dengan
memasukkan musuh alami terutama sebelum tahun 1950-an sewaktu pestisida
belum banyak digunakan oleh petani. Salah satu jenis hama adalah hama belalang
pedang Sexava sp yang menyerang kelapa yang dapat berhasil dikendalikan oleh
parasitoid telur Leefmansia bicolor di Sulawesi Utara. Juga hama ulat daun kubis
43
46. (Plutella xylostella) di Jawa Barat berhasil dikendalikan oleh parasitoid Diadegma
sp. Introduksi parasitoid telur Chelonus sp dari wilayah Bogor ke Flores untuk
mengendalikan ngengat mayang kelapa (Batracedra spp). Pembiakan massal
parasitoid telur Trichogramma spp dan lalat Jatiroto (Diatraeophaga striatalis)
sangat membantu mengendalikan serangan penggerek batang tebu pada tahun
1972. Selanjutnya pada 1975 telah diintoduksikan kumbang moncong Neochetina
eichhorniae dari Flores ke Bogor untuk pengendalian eceng gondok. Introduksi
kumbang Curinus coreolius dari Hawai dilakukan untuk mengendalikan hama kutu
loncat lamtoro Heteropsylla sp tahun 1986. Dari tahun 1950 sampai 1970an
pengendalian hayati pamornya berkurang akibat penggunaan pestisida kimia yang
sangat dominan di seluruh dunia. Dengan munculnya konsepsi PHT pengendalian
hayati kembali diharapkan menjadi tumpuan teknologi pengendalian yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ekologi maupun ekonomi.
BEBERAPA PENGERTIAN
Agar tidak timbul kerancuan lebih dahulu perlu dibedakan pengertian tentang
pengendalian hayati (biological control) dan pengendalian alami (natural control)
yang seringkali dibicarakan bersama.
Pengendalian Hayati merupakan taktik pengelolaan hama yang dilakukan
secara sengaja memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk
menurunkan atau mengendalikan populasi hama. De Bach tahun 1979
mendefinisikan Pengendalian Hayati sebagai pengaturan populasi organisme
dengan musuh-musuh alami sehingga kepadatan populasi organisme tersebut
berada di bawah rata-ratanya dibandingkan bila tanpa pengendalian.
Pengendalian Alami merupakan proses pengendalian yang berjalan sendiri tanpa
ada kesengajaan yang dilakukan oleh manusia. Pengendalian alami terjadi tidak
hanya oleh karena bekerjanya musuh alami, tetapi juga oleh komponen ekosistem
lainnya seperti makanan, dan cuaca.
Ada beberapa ahli yang meluaskan pengertian pengendalian hayati sebagai
usaha pengendalian hama yang mengikutsertakan organisme hidup. Varietas tahan
hama, manipulasi genetik, dan penggunaan serangga mandul dimasukkan sebagai
bagian teknik pengendalian hayati. Untuk selanjutnya dalam kuliah kita gunakan
pengertian pengendalian hayati yang pertama.
AGENS PENGENDALIAN HAYATI
Sebagai bagian kompleks komunitas dalam ekosistem setiap spesies
serangga termasuk serangga hama dapat diserang oleh atau menyerang
organisme lain. Bagi serangga yang diserang organisme penyerang disebut "musuh
alami". Secara ekologi istilah tersebut kurang tepat karena adanya musuh alami
tidak tentu merugikan kehidupan serangga terserang. Hampir semua kelompok
organisme dapat berfungsi sebagai musuh alami serangga hama termasuk
kelompok vertebrata, nematoda, jasad renik, invertebrata di luar serangga.
Kelompok musuh alami yang paling penting adalah dari golongan serangga sendiri.
Dilihat dari fungsinya musuh alami atau agens pengendalian hayati dapat kita
kelompokkan menjadi parasitoid, predator, dan patogen.
44
47. 1. Parasitoid
Perlu sedikit penjelasan antara istilah parasitoid dan parasit. Parasitisme
adalah hubungan antara dua spesies yang satu yaitu parasit, memperoleh
keperluan zat-zat makanannya dari fisik tubuh yang lain, yaitu inang. Parasit hidup
pada atau di dalam tubuh inang. Inang tidak menerima faedah apapun dari
hubungan ini, meskipun biasanya tidak dibinasakan. Misalnya kasus cacing pita
pada manusia dan caplak pada binatang. Istilah parasit lebih sering digunakan
dalam entomologi kesehatan. Serangga yang bersifat parasit yang pada akhirnya
menyebabkan kematian inangnya tidak tepat bila dimasukkan ke dalam definisi
parasit. Karena itu kemudian diberikan istilah baru yaitu parasitoid yang lebih
banyak digunakan dalam entomologi pertanian.
Parasitoid adalah binatang yang hidup di atas atau di dalam tubuh binatang
lain yang lebih besar yang merupakan inangnya. Serangan parasit dapat
melemahkan inang dan akhirnya dapat membunuh inangnya karena parasitoid
makan atau mengisap cairan tubuh inangnya. Untuk dapat mencapai fase dewasa
suatu parasitoid hanya memerlukan satu inang. Dengan demikian parasitoid adalah
serangga yang hidup dan makan pada atau dalam serangga hidup lainnya sebagai
inang. Inang akan mati jika perkembangan hidup parasitoid telah lengkap.
Parasitoid merupakan serangga yang memarasit serangga atau binatang
artropoda yang lain. Parasitoid bersifat parasitik pada fase pradewasanya
sedangkan pada fase dewasa mereka hidup bebas tidak terikat pada inangnya.
Umumnya parasitoid akhirnya dapat membunuh inangnya meskipun ada inang
yang mampu melengkapi siklus hidupnya sebelum mati. Parasitoid dapat
menyerang setiap instar serangga. Instar dewasa merupakan instar serangga yang
paling jarang terparasit.
Oleh induk parasitoid telur dapat diletakkan pada permukaan kulit inang atau
dengan tusukan ovipositornya telur langsung dimasukkan dalam tubuh inang. Larva
yang keluar dari telur menghisap cairan inangnya dan menyelesaikan
perkembangannya dapat berada di luar tubuh inang (sebagai ektoparasitoid) atau
sebagian besar dalam tubuh inang (sebagai endoparasitoid). Contoh ektoparasit
adalah Campsomeris sp yang menyerang uret sedangkan Trichogramma sp yang
memarasit telur penggerek batang tebu dan padi merupakan jenis endoparasit.
Fase inang yang diserang pada umumnya adalah telur dan larva, beberapa
parasitoid menyerang pupa dan sangat jarang yang menyerang imago. Larva
parasitoid yang sudah siap menjadi pupa keluar dari tubuh larva inang yang sudah
mati kemudian memintal kokon untuk memasuki fase pupa parasitoid. Imago
parasitoid muncul dari kokon pada waktu yang tepat untuk kemudian meletakkan
telur pada tubuh inang bagi perkembangan generasi berikutnya.
Ada spesies parasitoid yang dapat melengkapi siklus hidupnya sampai fase
dewasa pada satu inang. Parasitoid semacam ini disebut parasitoid soliter
merupakan suatu spesies parasitoid yang perkembangan hidupnya terjadi pada
satu tubuh inang. Satu inang diparasit oleh satu individu parasitoid. Contoh
parasitoid soliter antara lain Charops sp (famili Ichneumonidae). Parasitoid
gregarius adalah jenis parasitoid yang beberapa individu dapat hidup bersama-
sama dalam tubuh satu inang. Contoh parasitoid gregarious adalah Tetrastichus
schoenobii. Jumlah imago yang keluar dari satu tubuh inang dapat banyak sekali.
45