Ce diaporama a bien été signalé.
Le téléchargement de votre SlideShare est en cours. ×

Makalah sosiologi "KEBUDAYAAN NUSA TENGGARA"

Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Publicité
Chargement dans…3
×

Consultez-les par la suite

1 sur 40 Publicité

Plus De Contenu Connexe

Diaporamas pour vous (20)

Les utilisateurs ont également aimé (20)

Publicité

Plus par Airlangga University , Indonesia (20)

Publicité

Makalah sosiologi "KEBUDAYAAN NUSA TENGGARA"

  1. 1. SOSIOLOGI
  2. 2. PRESENTASI SOSIOLOGI ADAT DAN KEBIASAAN SUKU BANGSA DI NUSA TENGGARA OLEH: DAMAR SASI ELSZA PUSPITA SMA NEGERI 1 SUMBERREJO Tahun Pelajaran 2012/2013
  3. 3. KEPULAUAN NUSA TENGGARA Nusa Tenggara terbagi atas 2 provinsi. Yakni provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Di sini kami akan membahas kebudayaan berbagai suku yang mendiami Kepulauan Nusa Tenggara.
  4. 4. Indonesia sangat kaya akan kesenian dan kebudayaan. Hampir di setiap wilayah memiliki adat dan kebiasaan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Di sini kami akan membahas suku bangsa beserta adat dan kebiasaannya yang terdapat di Kepulauan Nusa Tenggara. Suku terbesar yang mendiami Kepulauan Nusa Tenggara adalah suku Sasak dan suku Bima. Nusa Tenggara memiliki kekayaan alam berupa laut yang menakjubkan serta keanekaragaman seni budaya. Latar belakang dari kebudayaan masyarakat yang ada di NTB dan NTB hampir sebagian besar sudah terbiasa dengan yang namanya menari atau melantunkan lagu-lagu pada saat melaksanakan upacara adat.
  5. 5. DALAM LOKA SAMAWA SAO ATA MOSA LAKITANA
  6. 6. PAKAIAN ADAT NUSA TENGGARA
  7. 7. 1. SASANDO 2. HEO Sasando ini adalah alat musik jenis petik yang memiliki senar sejumlah 28. Cara memainkannya hampir sama dengan bermain gitar atau kecapi. Hanya saja bentuk Sasando sedikit lebih unik dari alat musik petik lainnya. seperti alat musik biola dalam versi yang masih sangat tradisional. Heo biasanya terbuat dari kayu. Namun alat penggeseknya agak unik karena terbuat dari ekor kuda. 3. FOY DOA Berasal dari Ngada seperti seruling kecil rangkap dua. 4. FOY PAY Untuk mengiringi tairan layaknya Foy Doa 5. KNOBE KHABETAS DAN KNOBE OH Alat music yang terbuat dari bamboo yang biasa di gunakan masyarakat Nusa Tenggara untuk menggembala ternak. 6. PRERE Alat music tiup yang terbuat dari bambu yang masih muda. 7. KETADU MARA Alat musik dua dawai yang di gunakan untuk menggoda hati wanita dan memanggil roh halus 8. SOWITO dan MENDUT alat musik yang terbuat dari bamboo seperti seruling
  8. 8. Jumlah Bahasa Daerah Jumlah bahasa yang dimiliki cukup banyak dan tersebar pada pulau-pulau yang ada yaitu: Pengguna Bahasa di Nusa Tenggara Timur, Timor, Rote, Sabu, dan pulau-pulau kecil disekitarnya: Bahasanya menggunakan bahasa Kupang, Melayu Kupang, Dawan Amarasi, Helong Rote, Sabu, Tetun, Bural: 1. Alor dan pulau-pulau disekitarnya: Bahasanya menggunakan Tewo kedebang, Blagar, Lamuan Abui, Adeng, Katola, Taangla, Pui, Kolana, Kui, Pura Kang Samila, Kule, Aluru, Kayu Kaileso 2. Flores dan pulau-pulau disekitarnya: Bahasanya menggunakan melayu, Laratuka, Lamaholot, Kedang, Krawe, Palue, Sikka, lio, Lio Ende, Naga Keo, Ngada, Ramba, Ruteng, Manggarai, bajo, Komodo 3. Sumba dan pualu-ulau kecil disekitarnya: Bahasanya menggunakan Kambera, Wewewa, Anakalang, Lamboya, Mamboro, Wanokaka, Loli, Kodi Seni dan Budaya Nusa Tenggara : Lagu daerah yang berasal dari propinsi NTT : 1. Anak Kambing Saya 2. Oras Loro Malirin 3. Sonbilo 4.Tebe Onana 5. Ofalangga 6. Do Hawu 7. Bolelebo 8. Lewo Ro Piring Sina 9. Bengu Re Le Kaju 10. Aku Retang 11. Gaila Ruma Radha 11. Desaku 12. Flobamora 13. Potong Bebek Angsa
  9. 9. SUKU BANGSA YANG MENDIAMI KEPULAUAN NUSA TENGGARA
  10. 10. SUKU DI NUSA TENGGARA SASAK BIMA KUI TETUN MANGGARAI SUMBA ENDE ALOR KEMAK DAWAN NGADA ROTE DEING KEDANG LAMAWOHONG SABU ABUI
  11. 11. SUKU BANGSA DI NUSA TENGGARA 1. SUKU SASAK Suku Sasak adalah suku bangsa yang mendiami pulau Lombok dan menggunakan bahasa Sasak. Sebagian besar suku Sasak beragama Islam. Uniknya pada sebagian kecil masyarakat suku Sasak, terdapat praktik agama Islam yang agak berbeda dengan Islam pada umumnya yakni Islam Wetu Telu, namun hanya berjumlah sekitar 1% yang melakukan praktek ibadah seperti itu. Ada pula sedikit warga suku Sasak yang menganut kepercayaan pra-Islam yang disebut dengan nama "sasak Boda". • Adat Suku SASAK Adat istiadat suku sasak dapat anda saksikan pada saat resepsi perkawinan, dimana perempuan apabila mereka mau dinikahkan oleh seorang lelaki maka yang perempuan harus dilarikan dulu kerumah keluarganya dari pihak laki laki, ini yang dikenal dengan sebutan merarik atau selarian. Sehari setelah dilarikan maka akan diutus salah seorang untuk memberitahukan kepada pihak keluarga perempuan bahwa anaknya akan dinikahkan oleh seseorang, ini yang disebut dengan mesejati atau semacam pemberitahuan kepada keluarga perempuan. Setalah selesai makan akan diadakan yang disebut dengan nyelabar atau kesepakatan mengenai biaya resepsi.
  12. 12. Asal nama SASAK berasal dari kata SAK-SAK yang artinya sampan. Dalam kitab negara kertagama kata sasak disebut menjadi satu dengan pulau lombok. Yakni lombok sasak mirah adhi. Dalam tradisi lisan warga setempat kata sasak dipercaya berasal dari kata "sa'-saq" yang artinya yang satu. Kemudian lombok berasal dari kata lomboq yang artinya lurus. Maka jika digabung kata sa' saq lomboq artinya sesuatu yang lurus. Banyak juga yang menerjemahkannya sebagai jalan yang lurus. Lombo mirah sasak adi adalah salah satu kutipan dari kakawin nagarakretagama ( desawarnana ), sebuah kitab yang memuat tentang kekuasaan dan kepemerintahaan kerajaan majapahit, gubanan mpu prapanca. Kata "lombok" dalam bahasa kawi berarti lurus atau jujur, "mirah" berarti permata, "sasak" berarti kenyataan dan "adi" artinya yang baik atau yang utama. Maka lombok mirah sasak adi berarti kejujuran adalah permata kenyataan yang baik atau utama. ASAL NAMA SASAK
  13. 13. 2. SUKU BIMA (DOU MBOJO) ASAL USUL BIMA Suku Bima merupakan suku yang mendiami Kabupaten Bima dan Kota Bima Provinsi Nusa Tenggara Barat. Suku ini telah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Pemukiman orang Bima biasa Pada masa pemberontakan di Majapahit, salah satu dari Pandawa Lima, Bima, melarikan diri ke Bima melalui jalur selatan agar tidak ketahuan oleh para pemberontak dan langsung diangkat oleh para Ncuhi sebagai Raja Bima pertama. Namun Sang Bima langsung mengangkat anaknya sebagai raja dan beliau kembali lagi ke Jawa dan menyuruh 2 anaknya untuk memerintah di Kerajaan Bima. Oleh karena itu, sebagian bahasa Jawa Kuna kadang-kadang masih digunakan sebagai bahasa halus di Bima. Bima memiliki bahasa khas yang di sebut denganNggahi Mbojo.
  14. 14. Saat ini, mayoritas suku Bima menganut agama Islam yang kini mencapai 95% lebih, di samping sebagian kecil juga menganut agama Kristen dan Hindu. Tetapi, ada satu kepercayaan yang masih dianut oleh suku Bima yang disebut dengan Pare No Bongi, yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Pare No Bongi merupakan kepercayaan asli orang Bima. Dunia roh yang ditakuti adalah Batara Gangga sebagai dewa yang memiliki kekuatan yang sangat besar sebagai penguasa. • Dalam seni tradisional khas Bima, mereka memiliki tarian khas buja kadanda yang saat ini hampir punah. Namun kini telah mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah. Selain itu juga ada tari perang khas suku bima. Ada lagi tarian kalero yang berasal dari daerah Donggo lama. Kalero adalah tarian dan nyanyian yang berisi ratapan, pujian, pengharapan dan penghormatan terhadap arwah. Perlombaan balap kuda juga merupakan wujud kesenian lainya dari suku bima. Adapun bahasa yang digunakan suku Bima adalah Bahasa Bima atau Nggahi Mbojo. Bahasa ini terdiri atas berbagai dialek, yaitu dialek Bima, Bima Dongo dan Sangiang. Bahasa yang mereka pakai ini termasuk rumpun Bahasa Melayu Polinesia. Dalam dialek bahasanya, mereka sering menggunakan huruf hidup dalam akhiran katanya, jarang menggunakan huruf hidup. Misalnya kata “jangang” diucapkan menjadi “janga”.
  15. 15. 3. SUKU KUI A. BAHASA Orang Kui berdiam didaerah kolona dan daerah Pureman sebgai bagian dari wilayah administratif kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Orang kui Merupakan satu kelompok yang jumlah anggotanya relative kecil, namun mereka memiliki bahasa sendiri yaitu Bahasa Kui. Pada tahun 2010, Shiohara menulis penggunaan bahasa oleh orang kui berdasar konsep multibahasa dan membandingkannya dengan penggunaan bahasa Sumbawa di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Shiohara juga membahas upaya pemerintah daerah dan masyarakat dalam hal penggunaan bahasa Kui. Dia menyatakan bahwa gerakan mendorong penggunaan bahasa daerah hampir sama sekali tidak ada. B. Sistem Pengetahuan Tradisi Lisan orang Kui, terutama mitologi dan lego-lego , merupakan medium penjaga struktur social orang Kui. Dengan tradisi lisan itu, orang Kui memiliki memori kolektif tentang siapa diri mereka sebagai orang Kui dan siapa diri mereka sebagai sebuah klan atau suku.
  16. 16. KEBUDAYAAN SUKU KUI C. Organisasi Sosial Suku Kui merupakan kelompok masyarakat yang dalam kesehariannya memproduksi ujaran dan menciptakan serta produksi, resepsi, dan penggunaan berbagai bentuk material dapat diklaim memiliki dasar ontologis. Dalam melakukan hal tersebut masyarakat Kui selalu bekerja bersama-sama untuk tujuan dapat tercapai dan selesai tepat waktu, selain itu juga untuk memper erat tali persaudaraan antar masyarakat suku Kui. D. Sistem peralatan Hidup atau Teknologi Suku Kui memiliki alat tenun yang berfungsi untuk membedakan motif tenun songket laki-laki dan perempuan. E. Sistem Mata pencaharian Hidup Suku Kui merupakan salah satu kelompok penduduk asal di wilayah Kabupaten Alor. Orang Kui ini hidup dari pertanian lading. Tanaman utama adalah jagung, yang sekaligus sebagai makanan pokok mereka. F. Sistem religi dan Kesenian Sampai saat ini Suku Kui percaya akan dongeng, kosmologi, dan juga ritual. Hal tersebut menandakan bahwa Suku Kui masih menganut kepercayaan nenek moyang. Seni orang Kui tampak dalam motif tenun songketnya. Tenun songket orang Kui menyimbolkan perbedaan jender dan juga perbedaan struktur social orang Kui. Perbedaan jender itu tampak pada dua jenis kain yang diproduksi orang Kui, yaitu sarung untuk perempuan, dan selimut untuk laki-laki.
  17. 17. SUKU TETUN A. Bahasa Tetun adalah bahasa yang lembut, karena kurangnya suara parau kasar. Stres biasanya pada suku kata kedua dari belakang dengan beberapa pengecualian. C. Sistem pengetahuan Pengetahuan Suku tetun ditujukan kepada sifat-sifat khusus badani dan cara produksi, tradisi dan nilai-nilai yang membuat pergaulan hidup yang satu berbeda dari pergaulan hidup yang lainnya. Masyarakat dibentuk oleh berkumpulnya individu-individu. Salah satu cara terbentuknya masyarakat adalah melalui perkawinan. Dalam tulisan ini saya mencoba menunjukkans secara khusus masyarakat Belu dalam kaitannya dengan perkawinan adat patrilineal. B. Kekerabatan dan Organisasi Sosial Suku tetun adalah suku yang hidup dalam keselarasan. Suku ini sangat menjaga tali persaudaraan antar manusia terutama antar orang tetun sendiri. D. Sistem peralatan hidup Suku tetun termasuk suku yang kaya. Kenapa bisa dibilang begitu? Karena dilihat dari adat pernikahannya, suku tetun mempunyai banyak syarat yang harus dijalani, salah astunya adalah mahar yang harus diberikan berupa uang perak, uang emas, selimut tenun ikat dan sulam, hewan besar, bahkan sampai tanah.
  18. 18. F. SYSTEM MATA PENCAHARIAN HIDUP Suku tetun hidup dengan berkerja sebagai petani, entah itu petani padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah, kacang kedelai, dll E. SISTEM RELIGI Suku bangsa Tetun masih mempercayai hal-hal mistis yang di pengaruhi oleh roh nenek moyang atau yang biasa di sebut Animisme. G. KESENIAN Bibliku/Tihar, merupakan alat kesenian tradisional Suku tetun sebagai lambang pelestarian kebudayaan suku dan Bangsa Indonesia.
  19. 19. SUKU MANGGARAI RIUNG 1. Religi Secara umum, sistem religi asli orang Manggarai adalah menyembah Tuhan Maha Pencipta dan Maha Kuasa (mori jadi dedek – Ema pu’un kuasa), meski masih terdapat cara-cara dan tempat persembahan misalnya, compang (mesbah) juga terkadang di bawah pohon-pohon besar yang dipandang angker dan suci. Compang (Mesbah) yang didirikan di tengah kampung karena menurut kepercayaan orang Manggarai di sana berdiamlah Sang Naga Beo (kekuatan pelindung) yang menjaga ketentraman warga kampung setiap waktu. Compang itu berbentuk bulat maksudnya atau mengandung makna kekerabatan, sehingga dalam upacara adat Manggarai sering diungkapkan kalimat sebagai berikut: a. Muku ca pu’u toe woleng curup (kesatuan kata) b. Ipung ca tiwu neka woleng wintuk (kesatuan tindakan) c. Teu ca ambong neka woleng lako (kesatuan langkah) Di dalam masyarakat Manggarai, khususnya berkaitan dengan religius tumbuh dan berkembangnya upacara-upacara adat yang berkaitan untuk menyebut nama Tuhan atau wujud tertinggi misalnya : * Dalam acara penti, ucapan untuk menyebut nama Tuhan atau wujud tertinggi: - Lawang morin agu ngaran Artinya untuk minta pengukuhan dari Tuhan sebagai pemilik atau pemberi atas benih atau tumbuh-tumbuhan yang digunakan oleh manusia. sehingga dalam adat Manggarai, diadakannya pesta penti (syukuran) kepada Tuhan atas pemberiannya itu. * Dalam upacara kematian, ucapan untuk menyebut nama Tuhan atau wujud tertinggi : - Kamping morin agu ngaran
  20. 20. 2. SISTEM ORGANISASI SOCIAL DAN KEMASYARAKATAN * Gendang adalah lembaga kekuasaan dari suatu masyarakat hokum adat. Sehingga secara umum Gendang adalah nenek moyang dari masyarakat hukum adat tertentu beserta keturunannya yang berkuasa untuk memerintah seluruh masyarakat hukum adat tertentu dan berkuasa atas wilayahnya. Suku Manggarai memiliki kebiasaan melakukan perkawinan dalam suku yang disebut Cako. 3. ILMU PENGETAHUAN Sejak dulu, orang Manggarai memiliki pengetahuan tentang alam sekitarnya, baik fauna maupun flora dengan seluruh ekosistemnya. Sistem dan pola hidup masyarakat Manggarai yang agraris mengharuskan mereka memiliki pengetahuan yang cukup tentang flora, tentang tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat bagi kehidupannya. Begitupun pengetahuan tentang fauna dimiliki secara turun temurun karena orang Manggarai pada dasarnya senang beternak dan berburu. 4. BAHASA Di Manggarai terdapat enam bahasa, yaitu bahasa Komodo di pulau Komodo, bahasa Werana di Manggarai Tenggara, bahasa Rembong di Rembong yang wilayahnya meluas ke Ngada Utara, bahasa Kempo di wilayah Kempo, bahasa Rajong di wilayah Rajong dan bahasa Manggarai Kuku yang termasuk atas lima kelompok dialeg, termasuk bahasa Manggarai Timur Jauh. Pengelompokkan bahasa tersebut sekaligus mengisyaratkan secara umum kelompok budaya di Manggarai yang erat kaitannya dengan corak kesatuan genealogis, sebab kesatuan genealogis yang lebih besar di Manggarai adalah Wa’u (klen patrilineal) dan perkawinan pun patrilokal. Dalam kesatuan genealogis inilah bahasa terpelihara baik secara turun temurun.
  21. 21. 5. Kesenian Di Manggarai juga tumbuh dan berkembang berbagai jenis kesenian khas daerah ini seperti seni sastra, musik, tari, lukis, disain dan kriya. Dari berbagai jenis kesenian itu, ada dua jenis yang sudah mencapai tingkat sebuah peradaban dan sudah dikenal luas, yakni seni pertunjukan caci dan seni rupa (kriya), songke. Caci sudah merupakan puncak kebudayaan Manggarai yang unik dan sarat makna: seni gerak (lomes), nilai etika (sopan santun), nilai estektika, muatan nilai persatuan, ekspresi suka cita, nilai sportifitas, serta penanaman percaya diri. Beberapa macam kesenian di Manggarai : - Seni Musik * Alat-alat musi tradisional : sunding, gong, gendang, tambor, tinding. - Seni Tenun * Tenun Songke Gambar Tenun Songke
  22. 22. - Seni Sastra Cerita-cerita rakyat. - Seni Tari * Ronda Ronda adalah sebuah nyanyian yang dipakai sebagai nyanyian perarakan, misalnya menjemput tamu baru. * Sae Sebuah tarian adat Manggarai untuk memeriahkan sebuah pesta. Misalnya dalam upacara adat masyarakat yaitu upacara paki kaba dalam rangka congko lokap atau menempatkan kampung baru. * Sanda Sebuah nyanyian, yang dinyanyikan oleh banyak orang dalam bentuk lingkaran. Sanda sering dipakai dalam upacara menjelang pesta penti dan pesta adat lainnya. * Danding * Wera 6. Sistem Mata Pencaharian atau Ekonomi masyarakat Manggarai mayoritas adalah masyarakat agraris. Mereka selalu melakukan suatu perayaan saat menjelang panen padi dan jagung yang di sebut pesta kebun. Selain bertani, masyarakat manggarai juga seorang peternak Kuda, sapi, babi, anjing dan sebagian kecil melaut.
  23. 23. SUKU SUMBA Suku Sumba berada di Pulau Sumba yang menduduki wilayah Kabupaten Sumba Barat dan Sumba Timur. Berdasarkan cerita yang turun temurun, konon Sumba lahir dari empat pendaratan para leluhur. Menurut Wohangara dan Ratoebandjoe dalam Woha (2008:40) menyatakan bahwa: pendaratan para leluhur itu diatur strategi seakan-akan mau melakukan pengepungan terhadap tana Humba sebagai berikut: a. Rombongan I mendarat di Haharu Malai Kataka Linndi Watu b. Rombongan II mendarat di La Panda Wai Mananga Bokulu. c. Rombongan III mendarat di Wula Waijilu-Hongga Hillimata. d. Rombongan IV mendarat di Mbajiku Padua Kambata Kundurawa. KEPERCAYAAN SUKU SUMBA Kepercayaan mereka adalah kepercayaan khas daerah Marapu, setengah leluhur, setengah dewa, masih amat hidup ditengah-tengah masyarakat Sumba ash. Mereka menganut paham Dinamisme. Marapu menjadi falsafah dasar bagi berbagai ungkapan budaya Sumba mulai dari upacara-upacara adat, rumah-rumah ibadat (umaratu) rumah-rumah adat dan tata cara rancang bangunnya, ragam-ragam hias ukiran-ukiran dan tekstil sampai dengan pembuatan perangkat busana seperti kain-kain hinggi dan lau serta perlengkapan perhiasan dan senjata.
  24. 24. SISTEM SOSIAL Di Sumba stratifikasi sosial masih diterapkan. strata sosial antara kaum bangsawan (maramba), pemuka agama (kabisu) dan rakyat jelata (ata) masih berlaku, walaupun tidak setajam dimasa lalu dan jelas juga tidak pula tampak lagi secara nyata pada tata rias dan busananya. Sehingga pakaian pada rakyat Sumba itu mejadi penting karena akan menentukan berada di strata sosial mana ia. Hal ini ditunjukkan oleh kain yang berlembar-lembar menumpuk badan mereka. Masyarakat suku Sumba menganut pola kekerabatan yang patrilineal. Pola kekerabatan dimana ayah atau kakek mereka yang akan menjadi identitas orang-orang suku Sumba. KEBUDAYAAN SUMBA Di Sumba Timur strata sosial antara kaum bangsawan (maramba), pemuka agama (kabisu) dan rakyat jelata (ata) masih berlaku, walaupun tidak setajam dimasa lalu dan jelas juga tidak pula tampak lagi secara nyata pada tata rias dan busananya. Dewasa ini perbedaan pada busana lebih ditunjukkan oleh tingkat kepentingan peristiwa seperti pada pesta-pesta adat, upacara-upacara perkawinan dan kematian dimana komponen-komponen busana yang dipakai adalah buatan baru. Sedangkan busana lama atau usang biasanya dipakai di rumah atau untuk bekerja sehari-hari. Bagian terpenting dari perangkat pakaian adat Sumba terletak pada penutup badan berupa lembar-lembar besar kain hinggi untuk pria dan lau untuk wanita. Dari kain-kain hinggi dan lau tersebut, yang terbuat dalam teknik tenun ikat dan pahikung serta aplikasi muti dan hada terungkap berbagai perlambangan dalam konteks sosial, ekonomi
  25. 25. SUKU ENDE LIO Ende merupakan Kota Kabupaten yang terletak di tengah-tengah pulau Flores, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia. Di wilayah Kabupaten Ende terdapat dua (2) suku yang mendiami daerah tersebut, yakni suku Ende dan Suku Lio. Pada umumnya suku Lio bermukim di daerah pegunungan. Lokasinya sekitar wilayah utara Kabupaten Ende. Dan suku Ende bermukim di daerah pesisir yakni bagian selatan Kabupaten Ende. Pada dasarnya, bentuk kebudayaan kedua suku ini hampir sama, yang membedakannya adalah hasil pencampuran kebudayaan atau akulturasi. Budaya suku Lio merupakan perpaduan suku asli daerah Lio dengan ajaran Kristen Katolik yang dibawah oleh bangsa Belanda. Sedangkan budaya suku Ende merupakan perpaduan budaya asli daerah Ende dengan budaya Islam yang dibawah oleh pedagang-pedagang dari Sulawesi, yakni Makasar. Kedua suku ini mempunyai gaya bahasa yang berbeda baik dalam kata-kata maupun dialek/logatnya; sehingga dari segi bahasanya suku Ende disebut ata jaő dan suku Lio disebut ata ina. Selain bahasa sehari-hari atau bahasa pasar, ada pula bahasa adat dalam ungkapan kata-kata adat maupun berbentuk lagu mengandung seni sastra yang sangat tinggi yang dipertahankan secara turun temurun hingga kini. Ungkapan kata-kata adat hanya digunakan pada saat berbagai acara adat maupun acara ritual/seremonial adat dan acara-acara lainnya yang berkaitan dengan adat.
  26. 26. SENI SASTRA SUKU ENDE-LIO a. Sua : ungkapan kata-kata adat yang mengandung arti dan makna pada suatu benda untuk memperoleh kekuatan pada benda tersebut. b. Sua Sasa :Ungkapan kata-kata adat yang bersifat kutukan atau membalas/mengembalikan kejahatan yang dibuat oleh orang lain. c. Soa Somba: Ungkapan kata-kata adat yang bersifat permohonan agar dalam kegiatan/usaha memperoleh hasil yang berlimpah atau yang memuaskan. d. Soa Sola: Ungkapan kata-kata adat yang bersifat permohonan agar dalam kegiatan/usaha memperoleh hasil yang berlimpah atau yang memuaskan. e. Bhea: Ungkapan kata-kata adat yang merupakan syair kebanggaan dari suku-suku/kaum keluarga secara turun-temurun f. Nijo : Ungkapan kata-kata adat/doa dengan kata kunci atau Ine yang dilakukan oleh Ata Bhisa Mali/Dukun dalam proses penyembuhan orang sakit, seperti Nijo Ru’u atau penyakit lainnya. g. Nunga Nage : Berbagai jenis cerita rakyat seperti mite, sage, legenda, dll. Diceritakan oleh orang tua pada saat senggang atau menjelang tidur dan juga pada saat memetik hasil panen. h. Lota : Membaca tulisan naskah/syair pada daun lontar/wunu keli dalam bahasa dan tulisan sansekerta. i. Sodha : Ungkapan kata-kata adat dengan nada pada acara Gawi dan susunan kata-katanya disesuaikan dengan acara pesta adat yang diperuntukan. j. Doja : Lagu ucapan selamat k. Jenda :lagu yang berisi kata sindiran l. Woi Nada : Ratapan yang mengisahkan perjalanan hidup m. Peo Oro : Yaitu menyanyikan lagu-lagu tradisional oleh peo/solo dan dijawab oleh koor/oro. n. Soka Ke Lai Lowo : Syair lagu untuk menina-bobokan anak kecil dan lagunya hampir sama dengan sodha, hanya syairnya merupakan kata-kata jenaka dan Soka Ke ini juga dipakai dalam acara gawi yang tidak resmi disebut Sodha Lai Lowo.
  27. 27. SENI TARI ENDE-LIO Tarian Ende-Lio adalah sebua tarian daerah yang mengekspresikan rasa lewat tatanan gerak dalam irama musik dan lagu. Dilihat dari tata gerak dan bentuknya, tarian Ende-Lio dapat dibagikan beberapa jenis, diantaranya yaitu: · Toja: Kelompok penari menarikan sebuah tarian yang telah ditatar dalam bentuk ragam dan irama musik/lagu untuk suatu penampilan yang resmi · Wanda : Penari dengan gayanya masin-masing, menari mengikuti irama musik/lagu dalam suatu kelompok atau perorangan. · Wedho: Menari dengan gaya bebas dengan mengandalkan gerak kaki seakan-akan melompat; dengan mengandalkan kelincahan kaki dengan penuh energi dan dinamis, dilengkapi dengan sarana mbaku dan sau atau perisai dan pedang/parang. · Gawi: Gerak tari dengan menyentakan kaki pada tanah. PERAYAAN EKARISTI Rumah adat Sao Ria
  28. 28. SUKU ALOR Suku Alor mendiami Kabupaten Alor. Sebelum masuknya agama-agama besar, penduduk Alor menganut paham animisme dan dinamisme. Mereka menyembah matahari (Larra/Lera), bulan (Wulang), sungai (Neda/dewa air), hutan (Addi/dewa hutan), dan laut (Hari/dewa laut). Saat ini mayoritas penduduk Alor adalah penganut agama Kristen (Katolik dan Protestan), sementara sisanya adalah pemeluk agama Islam, Budha dan Hindu. Agama Islam masuk ke Alor melalui desa Gelubala (sekarang Baranusa) di Pulau Pantar, melalui kehadiran seorang mubaligh dari Kesultanan Ternate bernama Mukhtar Likur pada tahun 1522. Data ini diperkuat oleh catatan seorang anak buah penjelajah dunia Ferdinand Magellan dari Portugal bernama Fegafetta yang singgah di Alor pada tahun 1522 dalam pelayarannya kembali ke Eropa. Dia mencatat bahwa di Kepulauan Alor, tepatnya di Pulau Pantar, mereka telah menemukan suatu komunitas Islam yang tinggal di kampung bernama Maloku, Baranusa. Dari tempat ini Islam mulai menyebar ke arah timur dan masuk ke desa-desa di Alor lainnya seperti Bungabali (sekarang Alor Besar), Alor Kecil, Dulolong dan lainnya
  29. 29. SUKU KEMAK Kemak adalah suku bangsa yang sebagian berdiam di daerah utara Pulau Timur, di dalam wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur, sebagian lagi di wilayah negara Timor Leste. Wilayah asal orang Kemak sekarang merupakan wilayah Kecamatan Tasifeto Barat dan Kecamatan Tasifeto Timur, yang termasuk wilayah Kabupaten Belu. Orang yang berdiam di kota Kupang menyebut orang Kemak dan dua suku bangsa di sekitarnya, yaitu orang Tetun dan orang Merae, dengan satu nama, yaitu orang Belu. Orang Kemak menggunakan bahasa kemak, dengan ciri-ciri yang berbeda dengan dialek bahasa lain di sekitarnya. Pada tahun 1984, jumlah orang Kemak sekitar 35.000 jiwa, yang sebagian besar berdiam di Kecamatan Tasifeto Barat dan selebihnya di Kecamatan Tasifeto Timur dan Kecamatan Lamaknen. Ciri-ciri fisik orang Kemak terlihat dari bentuk kepala delichosephal, kulit cokelat kehitam-hitaman, rambut keriting, dan tubuh lebih tinggi dari rata-rata suku bangsa lain di Pulau Timor.
  30. 30. Mata pencaharian pokoknya bercocok tanam di ladang dan beternak. Tanaman utama di ladang adalah padi dan jagung, yang sekaligus menjadi makanan pokok. Mereka juga menanam keladi, ubi kayu, labu, sayur-sayuran. Hewan peliharaan yang terpenting adalah sapi, kerbau, kuda, dan kambing. Ternak perliharaan itu digunakan untuk konsumsi sendiri, kepentingan upacara, dan keperluan mempertahankan gengsi. Mata pencaharian tambahan adalah berburu, bertenun, dan membuat anyaman. Berburu dilakukan pada waktu senggang sesuah pasa panen. Struktur pemerintahan menurut adat yang pernah berlaku pada masyarakat Kemak, seperti halnya pada suku bangsa lainnya di Pulau Timor, dikuasai oleh kelompok kerabat tertentu. Kelompok kerabat ini menganggap dirinya sebagai keturunan pembuka pertama daerah yang didudukinya. Mitologi mereka menggambarkan golongan itu sebagai keturunan dewa yang turun dari langit dan kemudian mendirikan kerajaan. Penguasa adat yang tertinggi adalah loro (raja). Stratifikasi sosial dalam masyarakat didasarkan pada dekat atau jauhnya hubungan darah dengan raja, yaitu keturunan raja, kaum bangsawan, golongan tua-tua adat, dan rakyat biasa.
  31. 31. SUKU DAWAN Suku Dawan, merupakan suku yang berada di pulau Timor. Suku Dawan ini menempati seluruh wilayah Timor Barat, tersebar di 3 kabupaten yaitu kabupaten Kupang, kabupaten Timor Tengah Selatan dan kabupaten Timor Tengah Utara provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Populasi suku Dawan diperkirakan sekitar 600.000 orang. Suku Dawan sering disebut juga sebagai orang Atoni Pah Meto. Orang Atoni ini kebanyakan hidup di daerah pedalaman. Mereka hidup sebagai petani. Selain itu kehidupan mereka sangat tergantung dari alam. Menurut mereka alam memberikan kesejahteraan bagi manusia, tapi bisa juga mendatangkan malapetaka. Masyarakat suku Dawan hidup dalam kelompok-kelompok berdasarkan kanaf (marga). Setiap kanaf memiliki adat istiadatnya masing-masing. Dalam menjaga keharmonisan dengan alam, masyarakat Dawan meiliki berbagai tradisi lisan. Beberapa tradisi lisan tersebut umumnya menggunakan bahasa ritual dan upacara formal dalam masyarakat tersebut. Kehidupan masyarakat Dawan memiliki hubungan yang erat antara ritus dan mitos pertanian, yang juga berhubungan erat dengan keyakinan religius tradisional. Kehidupan masyarakat dawan selalu berhubungan dengan berbagai ritus primitif dalam setiap kegiatan hidup mereka. Salah satu ritus tetap dipraktekkan oleh masyarakat Dawan primitif itu yakni Fua Pah. Suatu ritus untuk menyiasati alam yang gersang dan iklim yang kurang bersahabat. Fua pah adalah salah satu ritus dalam sistem kepercayaan masyarakat Dawan mengenai (Tuhan, Roh, Alam Semesta, Bumi dan Kerja). Fua pah merupakan penyembahan terhadap wujud tertinggi yang tidak diketahui dan dijangkau oleh daya nalar manusia.
  32. 32. SUKU NGADA (BAJAWA) Sistem Sosial Masyarakat Arti keluarga dalam masyarakat Bajawa umumnya selain terdekat dalam bentuk keluarga inti “Sa‟o”(rumah), maka keluarga yang lebih luas ialah se pendukung satu simbol pemersatu (Satupeo,Satu ngadhu,Satu bhaga). Ikatan nama membawa hak-hak dan kewajiban tertentu,sebagaicontoh sebagai anggota kekerabatan dari kesatuan adat istiadat harus taat pada kepala sukuterutama atas tanah. Masing-masing kesatuan adat istiadat diBajawa (Ngada) mempunyai pranata ekonomi yang berbeda satu dengan yang lainnya antaralain: 1. Masyarakat di Kecamatan So‟a merupakan pendukung kebudayaan parawitu (kebudayaan berburu) 2. Masyarakat dibajawa khususnya Naru,Watujaji,Mangulewa,Aimere,Bou-bou, Boripo,Nualima zua,Langa,merupakan pendukung kebudayaan Reba (kebudayaan tahun baru danpanen) 3. Pendukung kebudayaan bertani dalam arti luas ialah pendukung Ngadhu/Peo, yang terjadipada sebagian adat Bajawa (Ngada) dan Kecamatan Riung.Secara tradisional pola bercocok tanam sejak dahulu berkebudayaan kea kala (tebasbakar),yang di tandai dengan menebas hutan dengan pohon-pohon besar yang rindang dan tinggi.
  33. 33. SUKU ROTE Sebagian besar penduduk yang mendiami pulau/kabupaten Rote Ndao menurut tradisi tertua adalah suku-suku kecil Rote Nes, Bara Nes, Keo Nes, Pilo Nes, dan Fole Nes. Suku-suku tersebut mendiami wilayah kestuan adat yang disebut Nusak. Strata sosial terdapat pada setiap leo. Lapisan paling atas yaitu mane leo (leo mane). Yang menjadi pemimpin suatu klein didampingi leo fetor (wakil raja) yang merupakan jabatan kehormatan untuk keluarga istri mane leo. Fungsi mane leo untuk urusan yang sifatnya spiritual, sedangkan fetor untuk urusan duniawi. Filosofi kehidupan orang Rote yakni mao tua do lefe bafi yang artinya kehidupan dapat bersumber cukup dari mengiris tuak dan memelihara babi. Dan memang secara tradisonal orang-orang Rote memulai perkampungan melalui pengelompokan keluarga dari pekerjaan mengiris tuak. Dengan demikian pada mulanya ketika ada sekelompok tanaman lontar yang berada pada suatu kawasan tertentu, maka tempat itu jugalah menjadi pusat pemukiman pertama orang-orang Rote. Secara tradisional pekerjaan menyadap nira lontar tugas kaum dewasa samapi tua. Tetapi perkerjaan itu hanya sampai diatas pohon, setelah nira sampai ke bawah seluruh pekerjaan dibebankan kepada wanita. Kaum pria bangun pagi hari kira-kira jam 03.30, suatu suasana yang dalam bahasa Rote diungkap sebagai; Fua Fanu Tapa Deik Malelo afe take tuk (bangun hampir siang dan berdiri tegak,sadar dan cepat duduk).
  34. 34. SUKU DEING Orang Deing berdiam di daerah Nadar, Lebang Beengada, Mariabang, dan Bagang yang termasuk wilayah administratif Kabupaten Alor, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Orang Deing merupakan satu kelompok yang jumlahnya relatif kecil, namun mereka mempunyai bahasa sendiri yaitu bahasa Deing. Kelompok ini merupakan salah satu dari puluhan kelompok kecil penduduk asal Kabupaten Alor. Suku Deing, adalah suatu kelompok masyarkat yang mendiami daerah Lebang Beengada, Mariabang, Nadar dan Bagang, yang berada di kabupaten Alor provinsi Nusa Tenggara Timur. Suku Deing, adalah salah satu dari puluhan suku-suku kecil yang berada di kabupaten Alor. Populasi suku Deing termasuk kecil, tapi mereka eksis sebagai suatu kelompok masyarakat yang memiliki adat-istiadat, budaya dan bahasa sendiri. Suku Deing berbicara dalam bahasa Deing, yang merupakan suatu bahasa cabang bahasa Austronesia. Masyarakat suku Deing pada umumnya telah mengenal pertanian. Sebagian besar dari mereka bercocoktanam pada bebera jenis tanaman, seperti jagung, pisang, cabe, ubi kayu dan kelapa. Sedangkan jagung menjadi tanaman pokok bagi masyarakat suku Deing.
  35. 35. SUKU KEDANG Orang Kedang adalah salah satu kelompok sosial yang merupakan penduduk asal di daerah Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Sebagian besar orang Kedang bermukim dalam wilayah Kecamatan Omesuri dan Kecamatan Bayusuri. Kehidupan mereka tergantung pada pertanian tanah kering, dengan tanaman utama jagung dan palawija lainnya. Peralatan yang digunakan masih sederhana seperti tofa dan parang. Musim tanam hanya sekali dalam setahun, karena itu waktu antar musim itu umumnya diisi dengan kegiatan menangkap ikan. Kedang di kenal sebagai wilayah kesatuan adat dan Budayah Kedang yang berbahasa Kedang.dlam kesatuan ini terdapat begitu banyak suku dan sub-sub suku,kelompok,etnis yang masing-masing mempunyai sejarah dan adat-istiadat yang unik spesifik tetapi semuanya adalaah satu,yaitu: Satu Suku yaitu Suku Kedang Suku Bangsa yaitu Bangsa kedang Satu budaya yaitu budaya kedang Satu bahasa yaitu bahasa edang Kedang dalam sebutan purba (Nenek Moyang) ditemukan asal -usul Dallam sabuah sejarah yaitu tiimbul dalam perut bumi ialah”Lama Lean” nama aslinya.sedangkan pada jaman kerajaaninggris di namakan” Lomblen ” karena pengucapan oarang inggris tersebut sampai kini masih di sebut Lomblen.pada zaman kerajaan inggris, Lomblen pada masa kemerdekaan banggsa Indonesia 1945 dan berkat mempersatukan wilyah nusantara dari sabang sampai merauke,pulau Lomblen di ganti nam menjadi LEMBATA.
  36. 36. SUKU LAMAWOHONG Suku Lamawohong, adalah suatu suku yang terdapat di pulau Solor di desa Lamawalang kecamatan Solor Barat provinsi Nusa Tenggara Timur. Suku Lamawohong merupakan Masyarakat Komunitas Adat Terpencil (KAT), yang hidup terisolir dengan tetap mempertahankan teguh keyakinan, kultur leluhur mereka meskipun silang budaya kian gencar di beberapa dekade ini. Dalam kehidupan masyarakat Lamawohong, kultur budaya dan adat istiadat tetap terjaga. Sifat jujur dan menghargai alam, semangat gotong royong dan saling tolong menolong terhadap sesama sangat tinggi. Apabila seseorang mendapatkan ikan dari hasil melautnya, tanpa diminta, mereka akan membagikan hasil tangkapannya kepada warga yang ada disekitarnya tanpa meminta bayaran. Masyarakat suku Lamawohong bertahan hidup dengan menanam beberapa jenis tanaman yang ditanam di ladang atau di kebun di sekitar perkampungan mereka. Kehidupan bertani sudah lama dijalani mereka, walaupun masih dengan cara-cara tradisional. Pagi sekali, mereka telah berangkat ke ladang atau kebun, kegiatan bertani ini dimanfaatkan sebetul-betulnya hingga sore hari. Kegiatan ini dilakukan oleh hampir semua penduduk Lamawohong, sehingga wilayah pemukiman mereka terlihat sepi. Kegiatan lain adalah sebagai nelayan penangkap ikan. Selain itu di luar kegiatan berladang dan berkebun, beberapa dari mereka sering menyadap enau di hutan-hutan sekitar pemukiman mereka. Setiap tanggal 31 desember merupakan musim menyongsong musim tanam, dan pada tanggal tersebut mereka melakukan ritual adat menyongsong musim tanam dan masa akhir menyadap enau.
  37. 37. SUKU SABU Suku Sabu (Sawu, Savu), disebut juga sebagai Do Hawu atau Havunese, adalah suku yang mendiami pulau Sabu (Rai Hawu) di kabupaten Kupang provinsi Nusa Tenggara Timur. Legenda Sabu mengatakan bahwa nenek moyang orang Sabu datang dari seberang yang disebut "bou dakka ti dara dahi, agati kolo rai ahhu rai panr hu ude kolo robo", yang berarti "orang yang datang dari laut, dari tempat jauh sekali, lalu bermukim dipulau Sabu". Orang pertama adalah Kika Ga dan saudaranya Hawu Ga. Dari Kika Ga inilah yang menurunkan orang Sabu (Do Hawu) yang ada sekarang. Nama Rai Hawu atau pulau Sabu berasal dari nama Hawu Ga, saudara Kika Ga, yang juga salah satu leluhur mereka. Masyarakat suku Sabu berbicara dalam bahasa Sabu. Bahasa Sabu sendiri termasuk kelompok bahasa Bima-Sumba dari Nusa Tenggara Barat. Bahasa Sabu mencakup dialek Raijua (di pulau Raijua), Mesara, Timu dan Seba.
  38. 38. JAKET KAIN TENUN IKAT SUKU SAWU Sebelum memeluk agama Kristen, suku Sabu menganut agama tradisional suku, yaitu Jingitiu. Saat ini hampir seluruhnya suku Sabu memeluk agama Kristen Protestan. Namun, dalam keseharian kebanyakan orang Sabu masih terpengaruh oleh tradisi Jingtu. Norma kepercayaan mereka masih tetap berlaku dengan kelender adat yang menentukan saat menanam dan upacara lainnya.
  39. 39. Dalam tradisi agama tradisional Jingitiu, menerapkan ketentuan hidup adat atau uku, yang konon dipercayai mengatur seluruh kehidupan manusia dan berasal dari leluhur mereka. Semua yang ada di bumi ini Rai Wawa (tanah bawah) berasal dari Deo Ama atau Deo moro dee penyi (dewa mengumpulkan membentuk mancipta). Deo Ama sangat dihormati sekaligus ditakuti, penuh misteri. Menurut kepercayaan mereka di bawah Deo Ama terdapat berbagai roh yang mengatur kegiatan musim seperti kemarau oleh Pulodo Wadu, musim hujan oleh Deo Rai. Pembersihan setelah ada pelanggaran harus dilakukan melalui Ruwe, sementara Deo Heleo merupakan dewa pengawas supervisi. Upacara adat yang dilakukan harus oleh deo Pahami, orang yang dilantik dan diurapi. Upacara dilakukan dengan sajian pemotongan hewan besar. Kegiatan setiap upacara berpusat pada pokok kehidupan yakni pertanian, peternakan dan penggarapan laut. Karena itu selalu ada dewa atau tokoh gaib untuk semua kegiatan, termasuk menyadap nira. Kegiatan pada musim hujan berfungsi pada tokoh dewa wanita “Putri Agung”, Banni Ae, disamping dewa pemberi kesuburan dan kehijauan Deo manguru. Karena sangat bergantung pada iklim. Mereka memiliki 3 makluk gaib yakni liru balla(langit), rai balla (bumi) dan dahi balla (laut). Masyarakat Sabu juga memiliki pembawa hujan yaitu wa lole (angin barat), lou lole (selatan) dan dimu lole (timur). Dalam kepercayaan Jingitiu, banyak dewa atau tokoh gaib sampai hal yang sekecil-kecilnya seperti petir dan awan. Lalu ada dewa mayang pada usaha penyadapan nira, dewa penjaga wadah penampung (haik) malah sampai haba hawu dan jiwa hode yang menjaga kayu bakar agar cukup untuk memasak gula Sabu.
  40. 40. Kampung masyarakat Sabu memiliki Uli rae, penjaga kampung, kemudi kampung bagian dalam gerbang Timur (maki rae) disebelahnya, serta aji rae dan tiba rae, (penangkiskampung) sama-sama melindungi kampung. Oleh karena itu setiap rumah dibangun harus dengan upacara untuk memberi semangat atau hamanga dengan ungkapan wie we worara kwebahi (jadikanlah seperti tembaga besi. Dalam setiap rumah diusahakan tempat upacara yang dilakukan sesuai musim dan ebutuhan, karena semua warga rumah yang sudah meninggal menjadi deo ama deo apu (dewa bapak dewa leluhur) diundang makan sesajen. Demikian juga terhadap ternak, selalu ada dewa penjaga, disebut deo pada untuk kambing serta dewa mone bala untuk gembalanya. SUKU ABUI Orang Abui adalah kelompok sosial yang berdiam di wilayah Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Mereka ini berdiam dalam wilayah bernama Likuwatang, Malaikawata, Kelaisi, Tafuikadeli, Atimelang dan Motang. Jumlah anggota kelompok ini relatif kecil, namun mereka mempunyai bahasa sendiri, yaitu bahasa Abui. Orang Abui merupakan salah satu dari puluhan kelompok kecil lainnya yang tergolong penduduk asal di wilayah kabupaten ini. Tempat tinggal Suku SABU

×