1. Pelajaran 13 untuk 24 Desember 2016
Diadaptasi dari www.fustero.es
www.gmahktanjungpinang.org
“Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama
dengan perbuatan-perbuatan dan oleh
perbuatan-perbuatan itu iman
menjadi sempurna.” (Yakobus 2:22)
2. Karakter Ayub.
Bagaimana ia bergaul dalam
komunitasnya.
Kesucian Ayub.
Bagaimana ia membela hak-hak asasi
manusia.
Dasar Pendirian Ayub.
Pujian Ayub.
Ayub adalah soerang pengikut ALLAH yang hebat.
Hal itu terpantul dalam biografinya pada Ayub
pasal 1 dan dalam ucapannya pada pasal 29-31.
3. • Ia melayani ALLAH
dengan setia.
• Dengan terang-
terangan menolak
dosa.
• Dalam bersosial, ia
bersikap adil dan
jujur.
• Ia mencapai
pertumbuhan iman
yang diharapkan
surga darinya.
Saleh Jujur
Takut
akan
ALLAH
Menjauhi
kejahatan
KARAKTER AYUB
“Lalu bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku
Ayub? Sebab tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur,
yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan?’” (Ayub 1:8)
Dari 4 pilar ini, yang manakah karakter Ayub menurut Ayub 1:1, 8?
Ayub bukanlah manusia yang tak berdosa, namun ia selalu menghindari dosa.
Kesetiaannya kepada ALLAH bukan mustahil untuk kita teladani. Dapatkah ALLAH
mengatakan hal yang sama tentang diri kita seperti yang Ia katakan tentang Ayub?
4. BAGAIMANA IA BERGAUL
DENGAN KOMUNITASNYA
“apabila telinga mendengar tentang aku, maka aku
disebut berbahagia; dan apabila mata melihat,
maka aku dipuji.” (AYUB 29:11)
Dalam kata-kata Ayub (Ayub 29), ia mengingat
kembali ketika ia hidup sejahtera dan menikmati
hidup yang berkelimpahan (Ayub 29:6).
Ia dihargai oleh komunitasnya. Orang muda dan
orang tua menghargainya (Ayub 29: 8). Para
pemimpin dan orang terhormat berdiam diri di
hadapannya (Ayub 29: 9-10).
Ia peduli terhadap keadilan (Ayub 29:12-14) dan
peduli dalam menolong orang yang membutuhkan.
“aku menjadi mata bagi orang buta, dan kaki bagi
orang lumpuh.” (Ayub 29:15).
Setiap orang menunggu mendengarkan nasihatnya
dengan bersukacita (Ayub 29:21-23). Ia bergaul
dengan setiap orang dan membagikan sukacitanya
dengan mereka. (Ayub 29:24-25).
5. KESUCIAN AYUB "Aku telah menetapkan syarat bagi
mataku, masakan aku memperhatikan
anak dara?” (Ayub 31:1)
“Jikalau langkahku menyimpang dari jalan, dan hatiku menuruti pandangan
mataku, dan noda melekat pada tanganku.” (Ayub 31:7)
Ayub membuat
suatu perjanjian
untuk hidup
kudus:
Mataku tidak akan melihat apapun yang dapat
membuat aku berdosa.
Kakiku tidak akan berjalan pada jalan
kejahatan.
Hatiku tidak akan menginginkan apapun yang
bukan menjadi milikku..
Tanganku tidak akan mengambil apapun yang
bukan menjadi kepunyaanku.
Ia paham bahwa kesucian berarti bukan hanya tidak melanggar hukum ALLAH.
Pikiran dan perasaanpun harus dimurnikan oleh ALLAH (Matius 5:28).
Marilah kita juga membuat suatu perjanjian seperti yang Ayub buat di
hadapan ALLAH!
6. “Bukankah Ia, yang membuat aku dalam kandungan, membuat orang itu juga?
Bukankah satu juga yang membentuk kami dalam rahim.” (Ayub 31:15)
Ayub mengatakan ucapan itu lebih dari
3.500 tahun silam; ia memahami bahwa
setiap orang lahir dengan hak yang
sama. Namun saat ini, masih ada saja
orang yang berpikir bahwa ras, kasta,
agama, suku atau apapun lainnya yang
mereka miliki adalah lebih tinggi
daripada orang lain.
Hak-hak asasi manusia yang dinyatakan
Ayub adalah dilandaskan di atas prinsip
bahwa ALLAH Adalah Sang Pencipta. Ayub membela hak-hak
“hamba pria atau wanita”,
“orang miskin”, “para janda”,
“anak yatim piatu”, “orang-
orang kecil”, “orang asing”
bahkan orang-orang yang
membencinya, (Ayub 31:13,
16, 17, 19, 29, 32).
7. DASAR PENDIRIAN AYUB
“Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga
dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar
dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam
perkara-perkara besar.” (Lukas 16:10)
Ketika istri Ayub berkata kepadanya “Kutukilah
Allahmu dan matilah!” (Ayub 2:9), Ayub tidak
merespon dengan jawaban yang gegabah dan sia-sia
(Ayub 2.10).
Sebagaimana yang telah kita pelajari dalam
pelajaran pekan ini, Ayub menetapkan hatinya untuk
mengikut ALLAH dalam segala hal, bahkan hal yang
terkecil dalam hidupnya.
Hidupnya bertumbuh secara tetap dan teratur dalam
iman dan ketaatan. Begitulah karakternya dibentuk
sehingga akhirnya ia dapat setia kepada ALLAH dalam
segala keadaan dan pencobaan.
Ketika pencobaan terburuk datang menimpanya,
kehidupan Ayub telah “didirikan di atas batu.”
(Matius 7:25), imannya tak tergoyahkan.
8. “Apakah ada manfaatnya bagi Yang Mahakuasa,
kalau engkau benar, atau keuntungannya, kalau
engkau hidup saleh?” (Ayub 22:3)
Jawaban Ayub atas pertanyaan Elifas tersebut adalah
“YA” tanpa ada sedikitpun keraguan. ALLAH berkenan
atas kehidupan anak-anak-Nya yang setia.
Tiap langkah yang kita jalani pada jalan kesucian,
mengumandangkan suatu pujian kemuliaan bagi ALLAH.
“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di
depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu
yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”
(Matius 5:16).
Tentu saja ALLAH tidak berbahagia melihat umat-Nya menderita.Namun Ia
berbahagia ketika mereka dalam penderitaan tersebut berjuang untuk menang
dan memiliki pengharapan kepada-Nya.