Konflik antara TNI dan Polri sering terjadi karena faktor internal maupun eksternal. Faktor internal meliputi ego institusi, ketidaktaatan pada perundang-undangan, dan masalah sepele. Sementara faktor eksternal berupa ketimpangan kesejahteraan antara personel kedua lembaga yang dapat memicu kecemburuan sosial. Konflik sering bermula dari insiden kecil namun berujung pada tindakan kekerasan yang dapat mengganggu stabilitas
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Konflik aparat antara tni vs polri
1. KONFLIK APARAT ANTARA TNI VS POLRI
Karya Ilmiah
Diajukan guna memenuhi tugas
dalam mata kuliah Filsafat Ilmu
Disusun Oleh:
DANANG BANGUN KUSUMA NEGARA
NIM: 12370041/ JS-A
Dosen:
Dr. H. Muhammad Nur S.Ag., M.Ag
JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
2. I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cerita mengenai bentrokan antara anggota TNI dengan Polri bukanlah hal yang baru.
Hubungan kedua institusi tersebut kerap panas-dingin, terutama sejak Polri pisah dari TNI
per 1 April 1999. Untuk diketahui, Polri secara resmi berpisah dengan TNI sejak 1 April
1999. Namun, Polri tak secara langsung berdiri sendiri. Selama setahun, sejak 1999 hingga
2000 Polri dikelola Departemen Pertahanan (Dephan). Barulah sejak 1 Juli 2000, Polri
resmi berpisah dari Dephan dan tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor
89/2000 tertanggal 1 Juli 2000. Sejak periode tersebut, hubungan TNI-Polri kerap panas-
dingin.
Anggota Polri-TNI di Lapangansering diberitakan terlibat bentrok. Terakhir, Anggota
Brimob Polda Gorontalo dan Satuan Yonif 221 Kostrad terlibat bentrok, Minggu 22 April
2012. Belum diketahui penyebab pasti bentrokan tersebut. TNI-Polri berencana untuk
membentuk tim gabungan untuk menyelidiki kasus tersebut.
Kasus Polisi vs TNI merupakan hal yang tidak layak terjadi. Terlebih sekarang
masyarakat luas mengetahuinya. Betapa tidak memalukan ? Dua lembaga negara yang
seharusnya menjadi lembaga pertahanan dan keamanan Negara malah saling bertentangan
satu sama lain. Kedua lembaga itu seharusnya bisa saling bersinergi menyatukan kekuatan
untuk mewujudkan keamanan Negara. TNI menangani masalah pertahanan dan Polri
menangani masalah keamanan dalam arti luas. Apabila tugas masing-masing dilaksanakan
dengan penuh tanggung jawab, bukankah keamanan dan perdamaian yang dicita-citakan
bukan hal yang sulit diwujudkan ? ironis sekali.
Adanya faktor-faktor internal maupun eksternallah yang sangat berpengaruh terhadap
adanya konflik antara kedua institusi pertahanan dan keamanan negara ini. Maka disini
3. saya akan sedikit banyak membahas tentang faktor-faktor apa saja yang membuat kedua
institusi negara ini terlibat konflik.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa faktor penyebab terjadinya konflik antara POLRI vs TNI ?
II. KAJIAN / TINJAUAN PUSTAKA
Disini saya mengambil sebuah artikel sebagai acuan terhadap artikel yang saya buat.
“Jakarta - Wakil Ketua DPR RI, Pramono Anung, menyatakan telah terjadi peningkatan
bentrokan antara TNI dan Polri dalam kurun beberapa tahun terakhir. "Ada peningkatan
bentrokan hampir 300 persen. Ini menunjukan ada sesuatu yang harus diperbaiki dalam
hubungan TNI-Polri," kata Pramono Anung, di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat.
Dirinya melihat salah satu hal yang mungkin membuat terjadinya ketimpangan antara
TNI dan Polri sehingga meningkatnya bentrokan adalah kewenangan TNI yang terpangkas.
"TNI dulu begitu dominan termasuk mengurusi kemasyarakatan. Sekarang semua menjadi
ranah polisi. Apalagi dalam berbagai hal kita dipertontonkan dalam persoalan misalnya
korupsi simulator yang seorang jenderal bintang dua begitu besar korupsinya, ternyata
istrinya juga banyak. Ini menurut saya jadi contoh tidak baik bagi Polri," kata Pramono.
Terhadap penyerangan yang dilakukan TNI terhadap Mapolres OKU, Baturaja,
Sumatera Selatan, Kamis (7/3) pagi, Panglima TNI dan Kapolri harus memberikan
hukuman seberat-seberatnya bagi siapapun yang melakukan tindak kekerasan. "Ini negara
demokrasi. Penyelesaian tidak boleh setengah hati. Dalam konteks penyerangan, Mabes
TNI harus memberikan hukuman seberat-beratnya," ujar politisi PDIP itu.
Ia sendiri mengaku, dalam konteks besarnya, TNI sudah menata diri dengan baik,
mereka tidak masuk dalam proses demokrasi. "Tetapi mungkin proses kecemburuan itu
ada. Saya lihat gesekan-gesekan di lapangan biasanya dimulai hal-hal kecil. Di daerah ada
ketimpangan antara seorang komandan Kodim sama Kapolres. Padahal pada wilayah yang
4. sama. Untuk itu harus ada perbaikan, penghargaan, penghormatan supaya tidak ada
ketimpangan yang besar," kata Pramono. Untuk menghidari terjadi bentrokan, masih kata
dia, penyatuan TNI dan Polri seperti dulu bukanlah jalan keluarnya. "Dalam demokrasi,
pemisahan itu harus dilakukan. Yang paling penting aparat Polri harus intropeksi diri,"
demikian Pramono Anung. “(Sumber: ANTARA News)
III. KERANGKA TEORI
Disini saya mencoba mengungkap masalah ini dengan teori empiris atau teori yang
dilihat dari fakta-fakta yang ada dilapangan. Apa penyebab konflik yang bisa dilihat dari
nilai real yang ada. Apakah kesalahan pada institusi ataukah kesalahan pada individu yang
ada pada institusi tersebut.
IV. METODE PENELITIAN
Sebelumnya saya sudah melakukan survei dengan menanyai 10 orang dengan
mengajukan 4 opsi jawaban tentang penyebab terjadinya konflik antar dua institusi
bersenjata tersebut.
Dan hasilnya adalah :
40%
20%
10%
30%
Hasil survei dari 10 orang tentang
penyebab konflik
Ketimpangan
kesejahteraan.
Ego institusi.
TNI yang tidak taat pada
azas perundangan sipil.
Masalah sepele.
5. Dari diagram diatas bisa kita lihat bahwa 4 orang atau 40% dari orang yang saya tanyai
memilih bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya konflik iyalah ketimpangan
kesejahteraan/kecemburuan sosial. Dan sisanya mengatakan ego institusi, masalah sepele
dan TNI yang tidak taat pada azas perundangan sipil.
V. PEMBAHASAN
Akhir-akhir ini kita di suguhkan dengan adegan yang kurang terpuji dari dua institusi
negara. Bagaimana bisa suatu angkatan menyerbu satu kantor angkatan lainnya. Sungguh
ironi ketika suatu institusi penjaga keamanan masyarakat dan keamanan negara bisa terjadi
konflik. Kita ambil contoh saja kejadian yang baru-baru ini terjadi yaitu penyerangan
Mapolres Ogan Komering Ulu (OKU) di Baturaja, Sumatra Selatan, oleh anggota TNI.
Sebelum kita kupas tentang penyebab konflik kedua institusi bersenjata ini ada baiknya
kita tau tentang contoh konflik diatas tadi. Kasus ini terpicu insiden sebulan lalu, saat Pratu
Her (23), anggota TNI AD Armed 76/15 Martapura, OKU Timur, tewas tertembus peluru
yang diduga dilakukan Brigpol WJ, oknum anggota Polres OKU. Kejadian tersebut
kabarnya berawal saat oknum WJ (29) dari Satuan Lantas Polres OKU sedang berjaga di
Pos Polantas Simpang Empat Sukajadi.
Saat itu, Her melintas dengan mengendarai sepeda motor dan lalu terjadi kesalah
pahaman. Diperkirakan, merasa tersinggung, WJ bersama temannya sesama anggota polisi
lantas mengejar korban, hingga terjadi cekcok. Pada saat itulah terdengar suara letusan,
sehingga korban Her mengalami luka tembak. Korban saat itu sempat dilarikan ke RS
Antonio Baturaja. Namun, karena luka cukup parah, nyawa korban tidak bisa ditolong.
Untuk kasus penembakan ini, WJ sudah diproses hukum. Pada Selasa (5/3) lalu, kasus ini
juga sudah direkontruksi, serta berkasnya sudah dilimpahkan ke kejaksaan untuk tahap
pertama.
Menurut saya dari contoh kasus yang terjadi tersebut, setiap kali terjadi bentrokan antar
personel dari dua institusi ini, alasan-alasan sepelelah yang kerap muncul, seperti
6. kenakalan prajurit di lapangan, luapan emosi, senggolan antara personel, hingga rebutan
pacar. Akar persoalan dari hubungan TNI-Polri selalu luput dari perhatian. Bentrokann
antara TNI dan Polri di Sumatera Selatan menambah panjang catatan hitam aparat
keamanan tanah air.
Berikut 6 Aksi Bentrokan Antara TNI Vs Polri lainnya:
1. Bentrok di Tengah Kerusuhan Sampit
Peristiwa ini terjadi pada 27 Februari 2001 lalu, saat itu wilayah Sampit, Kalimantan
Tengah sedang mencekam akibat kerusuhan SARA. 300 orang lebih tewas sementara
ribuan lain terpaksa mengungsi. Di saat suasana sedang genting anggota TNI dan Brimob
bukan menyelesaikan kerusuhan Sampit tapi kedua aparat negara ini saling serang, yang
mengakibatkan dua orang tewas dan belasan luka-luka.
2. Gara-gara Botol, Brimob Tembaki Kostrad
Pada 2012 lalu, anggota Kostrad dan Brimod di Gorontalo, Papua saling bentrok. Aksi
bentrok itu dipicu lantaran pelemparan botol yang dilakukan sejumlah orang tak dikenal
saat Brimob melakukan patroli. Dua orang Brimob luka-luka.
Para anggota Brimob pun melakukan sweeping dengan memberhentikan semua mobil
yang lewat guna mengetahui siapa pelaku pelemparan botol tersebut. Mereka melepaskan
tembakan kepada mobil yang tidak mau berhenti, akibat tembakan itu empat anggota
Kostrad mengalami luka tembak, dan dua lainnya mengalami luka akibat ditusuk.
3. Saling Tembak Karena Adu Mulut di Perbatasan
Pada 10 Desember 2006, Para anggota TNI dan Polri bukannya mengamankan
perbatasan RI-Timor Leste, personel TNI dan Polri malah bentrok di Atambua, NTT.
Penyebabnya bermula dari sekelompok anggota Yonif 744 melintas mapolres Belu. Tak
jelas kenapa, para prajurit yang masih berusia muda itu perang mulut dengan anggota
polisi. Terdengar suara tembakan. Para prajurit Yonif 744 ini pun memanggil bala bantuan.
Baku tembak terjadi. Suasana Atambua mencekam.
7. 4. Bentrok Yonif Linud 100 Vs Brimob di Binjai
Bentrok di Binjai, Sumatera Utara, antara Brimob dan Yonif Lintas Udara 100 benar-
benar seperti perang. Puluhan personel TNI menggempur markas Brimob di Tanah Tinggi.
Mereka juga menggranat markas tersebut hingga nyaris rata dengan tanah. Aksi tembak
menembak yang dilakukan kedua kubu menyebabkan 10 Orang tewas. Penyebabnya
diketahui karena polisi menangkap seorang pemuda yang kedapatan membawa narkoba,
salah satu anggota TNI meminta agar pemuda dibebaskan. Polisi menolak, anggota TNI
marah dan kemudian aksi saling serang itu terjadi.
5. Bentrok di Kamar Kos
Pada Februari 2008, TNI dan Polri bentrok lantaran persoalan kamar kos di Masohi,
Maluku. Dalam bentrok itu dua anggota Polri dan satu anggota TNI tewas. Penyebabnya
diketahui, Bripka Rumata yang habis piket hingga pagi hari, pulang ke kamar kosnya dan
mendapati kamarnya dalam keadaan terkunci. Dia mendapati di dalam ada Prada Eko yang
tidur bersama kekasihnya.
Entah bagaimana, Eko tidak kembali ke baraknya. Rekan-rekannya yang menanyakan
kejadian yang menimpa Eko, mendapat isu bahwa Eko diculik oleh Rumata. Rekan-
rekannya Eko menyerang Polres Masohi, tempat Bripka Rumata bekerja.
6. Bentrok Anggota Yon 501 dengan Polisi di Madiun
Bentrokan antara anggota Polresta Madiun dengan Batalion 501 diawali masalah sepele,
yaitu berselisih di antrean SPBU. Bentrokan ini membuat situasi Madiun, Jawa Timur
mencekam. Dua warga sipil ikut jadi korban. Kantor Mapolresta Madiun sempat dua kali
diserang anggota TNI. Baku tembak tak terhindarkan. Bentrokan dan baku tembak antara
anggota Polresta Madiun dengan anggota Yon 501 telah membuat kota Madiun mencekam
pada Minggu (16/9/2001) dini hari.
Catatan Indonesia Police Watch (IPW) menyebutkan, sejak 2007 sampai dengan saat
ini, setidaknya telah terjadi 17 peristiwa bentrokan. Rinciannya: pada 2007 terjadi 3
peristiwa, 2008 terjadi 2 peristiwa, 2009 terjadi 4 peristiwa, 2010 terjadi 6 peristiwa, 2011
8. terjadi 1 peristiwa, April 2012 terjadi 1 pe-ristiwa. Sungguh ironis ketika institusi
pengawal/penjaga negara dan pengayom masyarakat ini justru terlibat saling sikut dengan
menggunakan senjata yang dibeli dari uang rakyat? Ini tentu sangat berbahaya bagi
masyarakat.
Kita bertanya-tanya apa sih faktor yang mendasari terjadinya konflik antar aparat
bersenjata tersebut?? Apakah karena alasan-alasan sepelelah yang kerap muncul, seperti
kenakalan prajurit di lapangan, luapan emosi, senggolan antara personel, hingga rebutan
pacar, kebobrokan didalam institusi tersebut ataukah justru ada faktor lain.
Maka mari kita bahas lebih rincin tentang persoalan tersebut. Jika dibilang faktor yang
mendasari terjadinya konflik adalah masalah TNI yang tidak taat pada azas perundangan
sipil dan ego institusi ada benarnya juga karna apa?? Semua prajurit telah didoktrin untuk
taat kepada doktin militer, tetapi tidak pada doktrin perundangan aturan sipil seperti
bersedia untuk diperiksa Polri bila prajurit tersebut telah melanggar lalu lintas, bersedia
diperiksa Polri bila melakukan tindak pidana yang melibatkan warga sipil.
Bila saja TNI berada di ksatriannya sendiri, atau berada didaerah terisolir, sebenarnya
tidak masalah mereka tidak taat pada azas perundangan sipil. Yang menjadi maslah adalah
ksatrian mereka berada ditengah-tengah masyarakat, sehingga mau tidak mau merka akan
berinteraksi sosial dengan warga sipil. Adanya hubungan interaski sosial inilah pasti akan
ada pelanggaran aturan sipil yang dilakukan. Selain itu jika faktornya adalah Hal sepele
mungkin juga bisa saja terjadi misal yang kerap muncul, seperti kenakalan prajurit di
lapangan, luapan emosi, senggolan antara personel, hingga rebutan pacar. Itu semua juga
bisa memicu timbulnya konflik antar institusi tersebut.
Ketimpangan kesejahteraan / kecemburuan kesejahteraanlah yang mungkin saya anggap
sebagai faktor terbesar penyebab konflik antar institusi tersebut. Jika kita lihat daftar gaji
Polri dan TNI di bawah ini :
9. Besaran gaji pokok TNI dan Polri sama, tergantung dari pangkat dan lama kerja.
Besaran gaji pokok itu tertulis dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 12 Tahun 2011
tentang Perubahan Ketujuh Atas PP Nomor 28 Tahun 2001 Tentang Peraturan Gaji
Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 13 Tahun 2011
Tentang Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2001 Tentang
Peraturan Gaji Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kedua peraturan itu
memuat gaji pokok dengan besaran sama untuk pangkat terendah yaitu Rp1,23 juta untuk
prajurit dua kelasi dua dengan masa kerja 0 tahun (untuk TNI) dan Anggota Kepolisian
Bhayangkara Dua dengan masa kerja 0 tahun.
Sedangkan gaji pokok tertinggi sebesar Rp4,2 juta bagi pangkat tertinggi yaitu Jenderal,
Laksamana, Marsekal, atau Jenderal Polisi dengan masa kerja 32 tahun. Berikut sebagian
daftar gaji pokok bagi TNI dan Polri.
Untuk Golongan I Tamtama TNI atau Polri
Prajurit Dua Kelasi Dua atau Bhayangkara Dua Masa Kerja 0 tahun Rp1.230.000
Prajurit Dua Kelasi Dua atau Bhayangkara Dua Masa Kerja 10 tahun Rp1.417.400
Prajurit Dua Kelasi Dua atau Bhayangkara Dua Masa Kerja 20 tahun Rp1.633.400
Prajurit Dua Kelasi Dua atau Bhayangkara Dua Masa Kerja 28 tahun Rp1.829.700
Untuk Golongan II Bintara TNI atau Polri
Sersan Dua atau Brigadir Polisi Dua masa kerja 0 tahun Rp1.565.800
Sersan Dua atau Brigadir Polisi Dua masa kerja 10 tahun Rp1.804.500
Sersan Dua atau Brigadir Polisi Dua masa kerja 20 tahun Rp2.079.500
Sersan Dua atau Brigadir Polisi Dua masa kerja 32 tahun Rp2.465.400
10. Golongan III Perwira Pertama
Letnan Dua atau Inspektur Polisi Dua masa kerja 0 tahun Rp2.022.100
Letnan Dua atau Inspektur Polisi Dua masa kerja 11 tahun Rp2.363.300
Letnan Dua atau Inspektur Polisi Dua masa kerja 21 tahun Rp2.723.500
Letnan Dua atau Inspektur Polisi Dua masa kerja 31 tahun Rp3.138.600
Golongan IV Perwira Menengah
Mayor atau Komisaris Polisi masa kerja 0 tahun Rp2.217.700
Mayor atau Komisaris Polisi masa kerja 10 tahun Rp2.555.700
Mayor atau Komisaris Polisi masa kerja 20 tahun Rp2.945.200
Mayor atau Komisaris Polisi masa kerja 32 tahun Rp3.491.700
Sedangkan untuk perwira tinggi yaitu Letjen, Laksamana Madya, Marsekal Madya atau
Komisaris Jenderal Polisi dengan masa kerja 24 tahun mendapatkan gaji pokok
Rp3.635.700, dengan masa kerja 32 tahun Rp4.072.700
Untuk pucuk pimpinan tertinggi yaitu Jenderal, Laksamana, Marsekal, atau Jenderal
Polisi dengan masa kerja 32 tahun, gaji pokoknya Rp4.200.000. Besaran gaji pokok itu
belum termasuk berbagai tunjangan, seperti tunjangan lauk pauk dan lain-lain. Selain itu,
TNI dan Polri juga akan mendapat tunjangan kinerja terkait pelaksanaan program
Reformasi Birokrasi yang sudah disetujui tahun lalu.
Mungkin data diatas hanyalah sebuah data namun fakta dilapangan Polisi yang
langsung bersentuhan dengan masyarakat dan polisilah yang bertanggung jawab dengan
tugas keamanan dalam negeri namun banyak tugas polisi yang masih carut marut seperti
11. pungli. Mungkin celah tersebutlah yang dimanfaatkan untuk menambah “Jatah” mereka.
Berbeda dengan TNI, yang bertugas untuk pertahanan negara dan tidak langsung
berhubungan dengan masyarakat. Serta TNI hanya mengandalkan gaji saja berbeda dengan
polisi yang mungkin masih mendapat “Jatah” tambahan.
Mungkin kebijakan negara memisahkan Polri dari TNI, serta menyerahkan sepenuhnya
kewenangan keamanan dalam negeri kepada Polri, telah menimbulkan kecemburuan
psikologis TNI. Hal itu masih ditambah lagi dengan adanya aturan larangan berbisnis bagi
institusi TNI yang semakin menambahkan kecemburuan ekonomi, karena telah menutup
peluang akses ekonomi petinggi- petinggi dan oknum TNI lainnya.
Sebaliknya, anggota Polri, meskipun tidak seluruhnya, tingkat ekonominya lebih
sejahtera ketimbang prajurit TNI. Faktor-faktor laten seperti itulah yang membuat konflik
antara oknum-oknum TNI dan Polri mudah tersulut, meski karena masalah sepele. Oleh
karena itu, pemerintah harus berani meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI secara
maksimal sehingga setara dengan anggota Polri. Remunerasi dan fasilitas hidup yang baik
adalah jawaban atas masalah itu. Tanpa adanya peningkatan kesejahteraan prajurit TNI,
sulit terhindarkan akan ada lagi bentrok antara TNI-Polri di masa mendatang.
Selama ini, kesejahteraan hanya dinikmati petinggi-petinggi TNI, sedangkan kehidupan
prajurit masih belum sejahtera. Dengan demikian, tanpa adanya peningkatan kesejahteraan
prajurit TNI, sulit berharap tidak akan ada lagi bentrok antara TNI-Polri. Kecemburuan
ekonomi hanya salah satu variabel yang menyebabkan masih terjadinya bentrokan antara
prajurit TNI dan anggota Polri. Pembinaan religi dan sumber daya manusia sangat penting
juga
Persoalan kesejahteraan yang timpang menjadi salah satu faktor yang sering kali
menyebabkan bentrokan antara prajurit TNI dan anggota Polri, di luar faktor-faktor
lainnya. Tetapi peningkatan kesejahteraan belum tentu dapat menjamin bentrok antara
12. prajurit TNI dan anggota Polri tidak akan terjadi lagi. Ini karena, masih banyak variabel
pendukung lainnya yang bisa mengatasi persoalan di antara kedua lembaga itu, di
antaranya dukungan masyarakat dalam melihat aspek hukum TNI dan Polri. Jadi jalan
satu-satunya ialah memperbaiki struktur internal institusi tersebut dari atasan sampai
bawahan serta mengambil langkah-langkah solutif yang lebih holistik dan komprehensif
untuk mengakhiri bentrok personel yang merusak citra kelembagaan ini. Dan pemerintah
pun jangan sampai tutup mata dengan persoalan yang sedang terjadi antara kedua institusi
ini.
VI. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas tadi maka saya menyimpulkan bahwa faktor utama penyebab
terjadinya konflik ialah kesenjangan kesejahteraan dan kecemburuan tentang kesejahteraan
anggota. Walaupun ada juga faktor-faktor lainnya seperti hal-hal sepele yang dilakukan
masing-masing anggota dan keegoisan institusi. Dan saya rasa faktor-faktor tersebut harus
segera dibenahi agar kejadian tersebut tidak terulang kembali.