More Related Content
Similar to Hutan rahmawaty12 (20)
Hutan rahmawaty12
- 1. Studi Keanekaragaman Mesofauna Tanah Di Kawasan Hutan Wisata
Alam Sibolangit
(Desa Sibolangit, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Daerah Tingkat II Deli
Serdang, Propinsi Sumatera Utara)
Rahmawaty
Jurusan Kehutanan
Program Studi Manajemen Hutan
Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara disebut “Mega Biodiversity” setelah
Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia, yang
mana dari setiap jenis tersebut terdiri dari ribuan plasma nutfah dalam kombinasi yang
cukup unik sehingga terdapat aneka gen dalam individu. Secara total keanekaragaman
hayati di Indonesia adalah sebesar 325.350 jenis flora dan fauna. Keanekaragaman adalah
variabilitas antar makhluk hidup dari semua sumber daya, termasuk di daratan,
ekosistem-ekosistem perairan, dan komplek ekologis termasuk juga keanekaragaman
dalam spesies di antara spesies dan ekosistemnya. Sepuluh persen dari ekosistem alam
berupa suaka alam, suaka margasatwa,taman nasional, hutan lindung, dan sebagian lagi
bagi kepentingan pembudidayaan plasma nutfah, dialokasikan sebagai kawasan yang
dapat memberi perlindungan bagi keanekaragaman hayati (Arief, 2001).
Salah satu cagar alam yang terdapat di Sumatera adalah Cagar Alam Sibolangit
yang terletak di kawasan Desa Sibolangit, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Daerah
Tingkat II Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara. Sebagian dari kawasan Taman Wisata
Alam Sibolangit ini dialihfungsikan sebagai hutan wisata, yang dikenal dengan Taman
Wisata Alam (TWA) Sibolangit. Manfaat yang diperoleh dari kawasan ini sangat penting,
bukan hanya dari keragaman tumbuhan yang dapat dijadikan koleksi saja, melainkan juga
memberikan kontribusi yang sangat penting bagi keperluan pendidikan serta
pengembangan pariwisata.
Pada saat ini, informasi mengenai keanekaragaman fauna tanah khususnya
mesofauna tanah yang terdapat di kawasan TWA Sibolangit masih belum memadai.
Untuk itu perlu dilakukan kegiatan inventarisasi, sehingga dapat membantu dalam
penyediaan data yang diperlukan untuk referensi bagi pihak pengelola. Mesofauna tanah
adalah hewan tanah yang memiliki ukuran tubuh 0,16-10,4 mm. Menurut Setiadi (1989),
peranan terpenting dari organisme tanah di dalam ekosistemnya adalah sebagai perombak
bahan anorganik yang tersedia bagi tumbuhan hijau. Nutrisi tanaman yang berasal dari
berbagai residu tanaman akan mengalami proses dekomposisi sehingga terbentuk humus
sebagai sumber nutrisi bagi tanah. Dapat dikatakan bahwa peranan ini sangat penting
dalam mempertahankan dinamika ekosistem alam. Selain itu Suharjono (1997),
menyebutkan beberapa jenis fauna permukaan tanah dapat digunakan sebagai petunjuk
(indikator) terhadap kesuburan tanah atau keadaan tanah. Keberadaan mesofauna tanah
1
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
- 2. sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti suhu udara, suhu tanah dan pH tanah,
sehingga perlu diketahui seberapa besar faktor lingkungan mempengaruhi keberadaan
mesofauna tanah di TWA Sibolangit.
Sebagai kawasan konservasi, Taman Wisata Alam Sibolangit diharapkan dapat
menjadi kawasan pengawetan, pemeliharaan dan perlindungan bagi keanekaragaman
hayati. Secara tidak langsung berarti dapat melestarikan keanekaragaman jenis flora dan
fauna yang terdapat di dalamnya, termasuk mesofauna tanah.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui keanekaragaman mesofauna tanah pada
dua bentuk penutupan lahan (lahan hutan dan lahan berumput) di kawasan Hutan Wisata
Alam Sibolangit.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Lingkungan Tanah
Lingkungan tanah merupakan lingkungan yang terdiri dari gabungan antara
lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Gabungan dari kedua lingkungan ini
menghasilkan suatu wilayah yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal bagi beberapa
jenis makhluk hidup, salah satunya adalah mesofauna tanah. Tanah dapat didefinisikan
sebagai medium alami untuk pertumbuhan tanaman yang tersusun atas mineral, bahan
organik, dan organisme hidup. Kegiatan biologis seperti pertumbuhan akar dan
metabolisme mikroba dalam tanah berperan dalam membentuk tekstur dan kesuburannya
(Rao, 1994).
Bagi ekosistem darat, tanah merupakan titik pemasukan sebagian besar bahan ke
dalam tumbuhan. Melalui akar-akarnya tumbuhan menyerap air, nitrat, fosfat, sulfat,
kalium, tembaga, seng dan mineral esensial lainnya. Dengan semua ini, tumbuhan
mengubah karbon dioksida (dimasukkan melalui daun) menjadi protein, karbohidrat,
lemak, asam nukleat dan vitamin yang dari semuanya itu tumbuhan dan semua heterotrof
bergantung. Bersamaan dengan suhu dan air, tanah merupakan penentu utama dalam
produktivitas bumi (Kimball, 1999).
Fauna tanah merupakan salah satu komponen tanah. Kehidupan fauna tanah
sangat tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis
fauna tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Dengan
perkataan lain keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis fauna tanah di suatu daerah
sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan lingkungan abiotik.
Fauna tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah, oleh karena itu dalam mempelajari
ekologi fauna tanah faktor fisika-kimia tanah selalu diukur (Suin, 1997).
Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan
kehadiran dan kepadatan organisme tanah., dengan demikian suhu tanah akan
menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih
rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara. Suhu tanah
lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim.
Fluktuasi itu juga tergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah dan keadaan tanah
(Suin, 1997). Menurut Wallwork (1970), besarnya perubahan gelombang suhu di lapisan
yang jauh dari tanah berhubungan dengan jumlah radiasi sinar matahari yang jatuh pada
2
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
- 3. permukaan tanah. Besarnya radiasi yang terintersepsi sebelum sampai pada permukaan
tanah, tergantung pada vegetasi yang ada di atas permukaannya.
Pengukuran pH tanah juga sangat diperlukan dalam melakukan penelitian
mengenai fauna tanah. Suin (1997), menyebutkan bahwa ada fauna tanah yang hidup
pada tanah yang pH-nya asam dan ada pula yang senang hidup pada tanah yang memiliki
pH basa. Untuk jenis Collembola yang memilih hidup pada tanah yang asam disebut
dengan Collembola golongan asidofil, yang memilih hidup pada tanah yang basa disebut
dengan Collembola golongan kalsinofil, sedangkan yang dapat hidup pada tanah asam
dan basa disebut Collembola golongan indifferen. Metode yang digunakan pada
pengukuran pH tanah ada dua macam, yaitu secara kalorimeter dan pH meter.
Keadaan iklim daerah dan berbagai tanaman yang tumbuh pada tanahnya serta
berlimpahnya mikroorganisme yang mendiami suatu daerah sangat mempengaruhi
keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme. Faktor-faktor lain yang mempunyai
pengaruh terhadap keanekaragaman relatif populasi mikroorganisme adalah reaksi yang
berlangsung di dalam tanah, kadar kelembaban serta kondisi-kondisi serasi (Sutedjo dkk.,
1996).
B. Fauna Tanah
Fauna tanah adalah fauna yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan
tanah maupun yang terdapat di dalam tanah (Suin,1997). Beberapa fauna tanah, seperti
herbivora, sebenarnya memakan tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas akarnya, tetapi
juga hidup dari tumbuh-tumbuhan yang sudah mati. Jika telah mengalami kematian,
fauna-fauna tersebut memberikan masukan bagi tumbuhan yang masih hidup, meskipun
adapula sebagai kehidupan fauna yang lain. Fauna tanah merupakan salah satu kelompok
heterotrof (makhluk hidup di luar tumbuh-tumbuhan dan bakteria yang hidupnya
tergantung dari tersedianya makhluk hidup produsen) utama di dalam tanah. Proses
dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan cepat bila tidak ditunjang oleh
kegiatan makrofauna tanah. Keberadaan mesofauna tanah dalam tanah sangat tergantung
pada ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti
bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon
dalam tanah. Dengan ketersediaan energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut, maka
perkembangan dan aktivitas mesofauna tanah akan berlangsung baik dan timbal baliknya
akan memberikan dampak positif bagi kesuburan tanah. Dalam sistem tanah, interaksi
biota tanah tampaknya sulit dihindarkan karena biota tanah banyak terlibat dalam suatu
jaring-jaring makanan dalam tanah (Arief, 2001).
Burges dan Raw (1967) dalam Rahmawaty (2000), menjelaskan bahwa secara
garis besar proses perombakan berlangsung sebagai berikut : pertama-tama perombak
yang besar atau makrofauna meremah-remah substansi habitat yang telah mati, kemudian
materi ini akan melalui usus dan akhirnya menghasilkan butiran-butiran feses. Butiranbutiran tersebut dapat dimakan oleh oleh mesofauna dan atau makrofauna pemakan
kotoran seperti cacing tanah yang hasil akhirnya akan dikeluarkan dalam bentuk feses
pula. Materi terakhir ini akan dirombak oleh mokroorganisme terutama bakteri untuk
diuraikan lebih lanjut. Selain dengan cara tersebut, feses juga dapat juga dikonsumsi lebih
dahulu oleh mikrofauna dengan bantuan enzim spesifik yang terdapat dalam saluran
pencernaannya. Penguraian akan menjadi lebih sempurna apabila hasil ekskresi fauna ini
dihancurkan dan diuraikan lebih lanjut oleh mikroorganisme terutama bakteri hingga
3
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
- 4. sampai pada proses mineralisasi. Melalui proses tersebut, mikroorganisme yang telah
mati akan menghasilkan garam-garam mineral yang akan digunakan oleh tumbuhtumbuhan lagi. Dengan melihat proses aliran energi yang dikemukakan oleh Burges and
Raw (1967) dalam Rahmawaty (2000), dapat dikatakan bahwa tanpa adanya keberadaan
mesofauna tanah, proses perombakan materi (dekomposisi) tidak akan dapat berjalan
dengan baik.
C. Peranan Fauna Tanah
Salah satu organisme penghuni tanah yang berperan sangat besar dalam perbaikan
kesuburan tanah adalah fauna tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu
berjalan dengan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan makrofauna tanah. Makrofauna
tanah mempunyai peranan penting dalam dekomposisi bahan organik tanah dalam
penyediaan unsur hara. Makrofauna akan meremah-remah substansi nabati yang mati,
kemudian bahan tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk kotoran. Secara umum,
keberadaan aneka macam fauna tanah pada tanah yang tidak terganggu seperti padang
rumput, karena siklus hara berlangsung secara kontinyu. Arief (2001), menyebutkan,
terdapat suatu peningkatan nyata pada siklus hara, terutama nitrogen pada lahan-lahan
yang ditambahkan mesofauna tanah sebesar 20%-50%.
Fauna tanah memainkan peranan yang sangat penting dalam pembusukan zat atau
bahan-bahan organik dengan cara :
1. Menghancurkan jaringan secara fisik dan meningkatkan ketersediaan daerah bagi
aktifitas bakteri dan jamur,
2. Melakukan pembusukan pada bahan pilihan seperti gula, sellulosa dan sejenis
lignin,
3. Merubah sisa-sisa tumbuhan menjadi humus,
4. Menggabungkan bahan yang membusuk pada lapisan tanah bagian atas,
5. Membentuk kemantapan agregat antara bahan organik dan bahan mineral tanah.
(Barnes, 1997).
Meskipun fauna tanah khususnya mesofauna tanah sebagai penghasil senyawasenyawa organik tanah dalam ekosistem tanah, namun bukan berarti berfungsi sebagai
subsistem produsen. Tetapi, peranan ini merupakan nilai tambah dari mesofauna sebagai
subsistem konsumen dan subsistem dekomposisi. Sebagai subsistem dekomposisi,
mesofauna sebagai organisme perombak awal bahan makanan, serasah, dan bahan
organik lainnya (seperti kayu dan akar) mengkonsumsi bahan-bahan tersebut dengan cara
melumatkan dan mengunyah bahan-bahan tersebut. Mesofauna tanah akan melumat
bahan dan mencampurkan dengan sisa-sisa bahan organik lainnya, sehingga menjadi
fragmen berukuran kecil yang siap untuk didekomposisi oleh mikrobio tanah (Arief,
2001). Tarumingkeng (2000), menyebutkan bahwa dalam suatu habitat hutan hujan
tropika diperkirakan, dengan hanya memperhitungkan serangga sosial (jenis-jenis semut,
lebah dan rayap), peranannya dalam siklus energi adalah 4 kali peranan jenis-jenis
vertebrata.
Organisme-organisme yang berkedudukan di dalam tanah sanggup mengadakan
perubahan-perubahan besar di dalam tanah, terutama dalam lapisan atas (top soil), di
mana terdapat akar-akar tanaman dan perolehan bahan makanan yang mudah. Akar-akar
tanaman yang mati dengan cepat dapat dibusukkan oleh fungi, bakteria dan golongangolongan organisme lainnya (Sutedjo dkk., 1996).
4
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
- 5. Serangga pemakan bahan organik yang mambusuk, membantu merubah zat-zat
yang membusuk menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Banyak jenis serangga yang
meluangkan sebagian atau seluruh hidup mereka di dalam tanah. Tanah tersebut
memberikan serangga suatu pemukiman atau sarang, pertahanan dan seringkali makanan.
Tanah tersebut diterobos sedemikian rupa sehingga tanah menjadi lebih mengandung
udara, tanah juga dapat diperkaya oleh hasil ekskresi dan tubuh-tubuh serangga yang
mati. Serangga tanah memperbaiki sifat fisik tanah dan menambah kandungan bahan
organiknya (Borror dkk., 1992). Wallwork (1976), menegaskan bahwa serangga tanah
juga berfungsi sebagai perombak material tanaman dan penghancur kayu. Szujecki
(1987) dalam Rahmawaty (2000), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
keberadaan serangga tanah di hutan, adalah: 1) struktur tanah berpengaruh pada gerakan
dan penetrasi; 2) kelembaban tanah dan kandungan hara berpengaruh terhadap
perkembangan dalam daur hidup; 3) suhu tanah mempengaruhi peletakan telur; 4) cahaya
dan tata udara mempengaruhi kegiatannya.
Suhardjono (2000), menyebutkan pada sebagian besar populasi Collembola
tertentu, merupakan pemakan mikoriza akar yang dapat merangsang pertumbuhan
simbion dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Di samping itu, Collembola juga dapat
berfungsi menurunkan kemungkinan timbulnya penyakit yang disebabkan oleh jamur.
Collembola juga dapat dijadikan sebagai indikator terhadap dampak penggunaan
herbisida. Pada tanah yang tercemar oleh herbisida jumlah Collembola yang ada jauh
lebih sedikit dibandingkan pada lahan yang tidak tercemar.
Keanekaragaman fauna tanah pada musim atau tipe permukaan tanah yang
berbeda memiliki perbedaan. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian Suhardjono
dkk. (1997), yang menyebutkan bahwa terdapat perbedaan keanekaragaman suku yang
tertangkap pada musim dan lokasi yang berbeda. Selain itu pada penelitian yang
dilakukan oleh Mercianto dkk. (1997), diketahui bahwa pada keanekaragaman tegakan
yang berbeda terdapat perbedaan mengenai keanekaragaman jumlah suku dari serangga
tanah (tegakan Dipterocarpaceae dan Palmae, tegakan Dipterocarpaceae, serta tegakan
Dipterocarpaceae dan Rosaceae).
D. Keanekaragaman Fauna Tanah
Pengelompokan terhadap fauna tanah sangat beragam, mulai dari Protozoa,
Rotifera, Nematoda, Annelida, Mollusca, Arthropoda, hingga Vertebrata. Fauna tanah
dapat dikelompokkan atas dasar ukuran tubuhnya, kehadirannya di tanah, habitat yang
dipilihnya dan kegiatan makannya. Berdasarkan kehadirannya, fauna tanah dibagi atas
kelompok transien, temporer, periodik dan permanen. Berdasarkan habitatnya fauna
tanah digolongkan menjadi golongan epigeon, hemiedafon dan eudafon. Fauna epigeon
hidup pada lapisan tumbuh-tumbuhan di permukaan tanah, hemiedafon pada lapisan
organik tanah, dan yang eudafon hidup pada tanah lapisan mineral. Berdasarkan kegiatan
makannya fauna tanah ada yang bersifat herbivora, saprovora, fungifora dan predator
(Suin, 1997). Sedangkan fauna tanah berdasarkan ukuran tubuhnya menurut Wallwork
(1970), dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu; mikrofauna (20 µ - 200 µ), mesofauna (200
µ - 1 cm) dan makrofauna (lebih dari 1 cm). Menurut Suhardjono dan Adisoemarto
(1997), berdasarkan ukuran tubuh fauna tanah dikelompokkan menjadi: (1). mikrofauna
adalah kelompok binatang yang berukuran tubuh < 0.15 mm, seperti: Protozoa dan
stadium pradewasa beberapa kelompok lain misalnya Nematoda, (2). Mesofauna adalah
5
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
- 6. kelompok yang berukuran tubuh 0.16 – 10.4 mm dan merupakan kelompok terbesar
dibanding kedua kelompok lainnya, seperti: Insekta, Arachnida, Diplopoda, Chilopoda,
Nematoda, Mollusca, dan bentuk pradewasa dari beberapa binatang lainnya seperti kaki
seribu dan kalajengking, (3). Makrofauna adalah kelompok binatang yang berukuran
panjang tubuh > 10.5 mm, sperti: Insekta, Crustaceae, Chilopoda, Diplopoda, Mollusca,
dan termasuk juga vertebrata kecil.
Odum (1998), menyebutkan bahwa mesofauna tanah meliputi nematoda, cacingcacing oligochaeta kecil enchytracid, larva serangga yang lebih kecil dan terutama apa
yang secara bebas disebut mikroarthropoda; dari yang akhir, tungau-tungau tanah
(Acarina) dan springtail (Collembola) seringkali merupakan bentuk-bentuk yang paling
banyak tetap tinggal dalam tanah. Beberapa contoh organisme yang khas yang diambil
dari tanah dengan menggunakan alat yang dikenal dengan corong Barlese atau corong
Tullgren yang serupa, diantaranya : dua kutu oribatida (Elulomannia, Pelops); proturan
(Mikroentoman); japygida (Japyx); thysanoptera; simpilan (Scolopendrella); pauropoda
(Pauropus); kumbang pembajak (Staphylinidae); springtail atau collembola
(Entomobrya); kalajengking semu (cheloneathid); miliped (diplopoda); centipede
(chilopoda); larva kumbang scarabarida atau “grub”.
Menurut Hole (1981) dalam Rahmawaty (2000), fauna tanah dibagi menjadi dua
golongan berdasarkan caranya mempengaruhi sistem tanah, yaitu: (1). Binatang
eksopedonik (mempengaruhi dari luar tanah), golongan ini mencakup binatang-binatang
berukuran besar, sebagian besar tidak menghuni sistem tanah, meliputi Kelas Mammalia,
Aves, Reptilia, dan Amphibia. (2). Binatang endopedonik (mempengaruhi dari dalam
tanah), golongan ini mencakup binatang-binatang berukuran kecil sampai sedang
(diameter < 1 cm), umumnya tinggal di dalam sistem tanah dan mempengaruhi
penampilannya dari sisi dalam, meliputi Kelas Hexapoda, Myriopoda, Arachnida,
Crustacea, Tardigrada, Onychopora, Oligochaeta, Hirudinea, dan Gastropoda.
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Kondisi Fisik
Taman Wisata Alam (TWA) Sibolangit secara administratif terletak di Desa
Sibolangit, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Daerah Tingkat II Deli Serdang Propinsi
Sumatera Utara. Taman Wisata ini merupakan bagian dari kawasan Cagar Alam
Sibolangit yang beralih fungsi sebagai hutan wisata. Luas TWA Sibolangit adalah 24, 85
Ha, sedangkan luas Cagar Alam (CA) Sibolangit saat ini adalah 95,15 Ha. Menurut
administratif kehutanan kawasan ini dikelola oleh Unit Konservasi Sumber Daya Alam
(UKSDA) I Sumatera Utara. Sedangkan secara geografis kawasan TWA berada diantara
3017’50” LU dan 98036’0”-98036’56” BT dengan ketinggian pada 550 m dpl. Analisa
variasi kemiringan lahan pada TWA menunjukkan kemiringan lahan bervariasi antara
5%-10%.
Kawasan CA Sibolangit telah ditata batas sejak zaman Belanda dan kemudian
direkonstruksi setelah adanya pengurangan luas yang digunakan sebagai kawasan wisata
alam serta telah beberapa kali mengalami rekonstruksi batas. Lokasi yang berdampingan
dengan Cagar Alam membuat TWA ini menjadi unik, dan dalam pengelolaannya tidak
dapat dipisahkan atau setidaknya ikut mempertimbangkan keberadaan Cagar Alam
tersebut.
6
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
- 7. Tanah di kawasan TWA Sibolangit ini rata-rata termasuk jenis andosol yang
tertutup oleh humus tebal sehingga memudahkan air untuk meresap kedalamnya. Pada
umumnya mempunyai top soil tebal hingga mencapai 30 cm. Tingkat kestabilan tanah di
kawasan ini sangat rendah oleh karena itu sering terjadi longsor.
B. Kondisi Biologis
Ekosistem TWA Sibolangit sebenarnya bukanlah sebuah ekosistem alam yang
asli, tetapi seperti sebuah ekosistem buatan hasil dari penanaman pohon yang dilakukan
pada awal abad 20. Walaupun demikian TWA ini memiliki beragam jenis tumbuhan
besar dan beragam spesies semak, dan ini kemungkinan merupakan dampak langsung
yang ditinggalkan dalam beberapa dekade belakangan ini. TWA ini dibuat menjadi hutan
dengan estetika yang indah seperti kebun raya (kebun botani) dan tidak seperti hutan
pada umumnya. Oleh karena itu, nilai TWA sendiri dalam konteks konservasi ekosistem
alam yang asli relatif kecil, akan tetapi hal ini pasti menarik bagi para ahli tumbuhtumbuhan. Perlu diperhatikan juga bahwa nilai konservasi bagi atribut-atribut unik ini
walaupun sifatnya secara langsung, tetapi dapat ditawarkan menjadi sumber daya yang
sangat baik sekali bagi pendidikan lingkungan dan konservasi alam.
Flora yang tumbuh di kawasan ini sebagian merupakan jenis asli dan sebagian
lagi berasal dari luar negeri sebagai hasil penanaman yang dilakukan oleh J.A. Lorzing.
Tanaman dari luar pada umumnya terdiri dari pohon yang besar dengan diameter lebih
dari 1 meter, diantaranya sono kembang (Dalbergia latifolia), angsana (Pterocarpus
indicus), dan kelenjar (Samanea saman). Antara tahun 1914 dan 1924, J.A. Lorzing
mencatat beberapa tanaman asli yang ada, seperti meranti (Shorea sp.), 30 jenis Ficus, 20
jenis kecing (Quercus sp.), kenanga, kulit manis, manggis dan Artocarpus sp.
Selain itu di kawasan ini juga terdapat tumbuhan semak seperti Philodendron sp.
Tanaman ini merupakan anggota dari genus Arthurium (Famili Araceae). Adanya
tumbuhan ini dikarenakan jumlah curah hujan yang cukup tinggi (diperkirakan 3.000
sampai 4.000 mm per tahun). Jenis tumbuhan bawah lainnya yang dapat dijumpai dalam
kawasan TWA Sibolangit ini adalah jenis paku-pakuan, talas hutan, berbagai jenis
rumput, serta berbagai jenis jamur. Di kawasan ini juga terdapat berbagai jenis anggrek
hutan, palma dan pinang.
Jenis fauna yang sering terlihat di kawasan TWA Sibolangit yaitu monyet ekor
panjang (Macaca fascicularis), lutung (Trachypithecus cristata), babi hutan (Sus scropa),
napuh (Tragulus sp.) dan trenggiling (Manis javanica). Jenis burung yang hidup di
kawasan ini diantaranya adalah rangkong (Famili Bucerotidae) dan srigunting (Dicrurus
sp.) dan beberapa jenis lainnya. Jenis-jenis reptil yang hidup di kawasan ini diantaranya
ular sanca (Phyto reticulates), kadal (Mabuya multifasciatus) dan biawak (Varanus
salvator). Lokasi ini sangat dikenal karena banyak lintah dan pacet (Haemadipsa sp.).
7
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
- 8. IV. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Taman Wisata Alam (TWA) Sibolangit yang terletak
di Desa Sibolangit, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Daerah Tingkat II Deli Serdang,
Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2003 sampai
dengan bulan Mei 2004.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : corong Barlese, kompas,
termometer, pH meter, alat-alat tulis, sekop, meteran, peralatan untuk identifikasi
mesofauna tanah, parang/pisau, pita ukur, pinset, kamera dan alat-alat lain yang
mendukung pelaksanaan penelitian.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : contoh tanah komposit
(serasah, humus dan tanah), pancang kayu, kantung kain/blacu, kertas label, kertas koran,
alkohol 70 % dan tali rafia.
C. Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengetahui keanekaragaman mesofauna tanah di
kawasan Taman Wisata Sibolangit ini adalah dengan menggunakan metode Pencuplikan
Contoh Tanah (PCT). Pemisahan mesofauna tanah dari tanah dan serasah adalah dengan
menggunakan corong Barlese. Lokasi pengambilan sampel dilakukan pada masingmasing bentuk penutupan lahan. Pengumpulan mesofauna tanah dilakukan pada dua
bentuk penutupan lahan yaitu pada penutupan lahan hutan dan penutupan lahan
berumput.
D. Analisis Data
1. Keanekaragaman Mesofauna Tanah
Rumus indeks keanekaragaman dari Shannon and Wiener (1949) dalam Ludwig
and Reynolds (1988) ; Odum (1998) ; Barnes et al (1997) adalah :
H’
=
Keterangan : Pi
ni
N
S
s
-∑
(Pi ln Pi)
i=1
: ni/N
: jumlah individu suku ke i
: total jumlah individu
: total jumlah suku dalam sampel
Nilai H’ berkisar antara 1,5 – 3,5
1,5
: keanekaragaman rendah
1,5-3,5 : keanekaragaman sedang
3,5
: keanekaragaman tinggi
(Magurran, 1988 dalam Rahmawaty, 2000).
8
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
- 9. 2. Rumus analisis vegetasi dengan menduga karapatan pohon menurut Ewusie
(1990), adalah sebagai berikut :
Jumlah Individu Suatu Jenis
Kerapatan (K)
=
Luas Seluruh Petak Contoh
Untuk mengetahui jenis vegetasi di lahan berumput, rumput yang terdapat di
semua petak diambil sampelnya dan diidentifikasi. Vegetasi di lahan berumput
diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan yaitu : Sangat sedikit ditemukan (< 10
individu), Sedikit ditemukan (11-20 individu), Cukup banyak ditemukan (21-30
individu), Banyak Ditemukan (31-40 individu), Sangat Banyak Ditemukan (> 40
individu). Untuk herba di lahan hutan juga menggunakan pengklasifikasian yang
sama dengan pengklasifikasian rumput.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
A. 1. Keanekaragaman Mesofauna Tanah
Keanekaragaman mesofauna tanah pada kedua bentuk penutupan lahan mencakup
informasi mengenai filum, kelas, ordo, famili, indeks shannon dan jumlah total individu
(Tabel 1).
Tabel 1.
No.
1
2
3
4
5
6
Keanekaragaman Mesofauna Tanah pada Lahan Hutan dan Lahan
Berumput
Keterangan
Jumlah
Lahan Hutan
Lahan Berumput
Jumlah Filum
3
3
Jumlah Kelas
6
6
Jumlah Ordo
15
13
Jumlah Famili
23
24
Indeks Shannon
1,598
2,066
Jumlah Total Individu (N)
775
1288
A. 2.
Vegetasi
Vegetasi (pohon) yang mendominasi pada lahan hutan adalah jenis kayu ageng
(Antidesma sp.) dan kupi-kupi (Lachnastoma densiflora). Kerapatan vegetasi total adalah
1780 individu/hektar (Tabel 2).
Tabel 2. Kerapatan Vegetasi pada Lahan Hutan
No.
Tingkat Pertumbuhan
Jumlah/Ha
Pohon
340
1
Tiang
1230
2
Pancang
210
3
Total
1780
Untuk tingkat herba pada lahan hutan didominasi oleh Famili Araceae dan
Rubiaceae dan Euphorbiaceae (Tabel 3). Pada umumnya kondisi lantai hutan cukup
9
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
- 10. banyak dijumpai serasah, dan sangat banyak ditumbuhi oleh semai dari Famili Rubiaceae
dan semai Euphorbiaceae.
Tabel 3. Vegetasi pada Lahan Hutan untuk Tingkat Herba
No.
Nama Spesies
Nama Umum
Famili
Keterangan
1 Selaginela duedomerii
Paku Kuning
Selaginelaceae
++
2 Paku-pakuan
Polypodiaceae
++
3 Phioglossaceae
+
4 Lapotea sinuate
Jelatang
Urticaceae
++
5 Amorpophalus
+
6 Philodendron matalica
Bunga Keladi
Araceae
++++
7 Heliconia bihai L.
Bunga Pisang
Musaceae
++
8 Keladi-keladian
Araceae
+++
9 SpathiFilum “Mauma Loa” Bunga Putih
Anthuriaceae
++
10 Coctus spesiosus Smith
Bunga Kuping
Zingeberaceae
++
Gajah
11 Andiatum cuneatum
Pakis-pakisan
Cycadaceae
+
12 Ixora sp.
Soka
Rubiaceae
+
13 Zebrina pendula Scheizl
Zebra
Commelinaceae
++
14 Drymoglosum heterofilum Sisik Naga
Popypodiaceae
+
G. Chr.
15 Lachnastoma densiflora
Kupi-Kupi (semai)
Rubiaceae
+++
16 Roda-Roda (semai) ++
17
Kayu Ageng
+++
Antidesma sp.
(semai)
Euphorbiaceae
18 Salak-salakan
19 Bischofia javanica
Cingkam
Euphorbiaceae
+
20 Palem-paleman
Palmae
+
Keterangan :
+
: Sangat sedikit ditemukan (< 10 individu)
++
: Sedikit ditemukan (11-20 individu)
+++ : Cukup banyak ditemukan (21-30 individu)
++++ : Banyak Ditemukan (31-40 individu)
+++++ : Sangat Banyak Ditemukan (> 40 individu)
Vegetasi yang paling dominan ditemukan pada lahan berumput adalah rumput
gajah (Pennisetum purpureum Schamach), dan yang paling sedikit adalah brambangan
(Aneilema malabaricum Merr) dan daun kunyit-kunyitan (Piperaceae) (Tabel 4).
10
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
- 11. Tabel 4. Vegetasi pada Lahan Berumput
No.
Jenis
Nama Daerah/
Plot
Umum
Aneilema malabaricum Merr Brambangan
1
Rampanaya
Aneilema spiratum
2
Centella asiatica Urban
Pegagan
3
Cyperus brevifolius Rottb
Jakut Pendul
4
Cyperus rotundus L.
Teki
5
Euphorbia hirta L.
Patikan Kebo
6
Mimosa pudica L.
Putri Malu
7
Rumput Gajah
Pennisetum purpureum
8
Schamach
Daun KunyitPiperaceae
9
kunyitan
Keterangan
+
+++
+
++
+++
++
++
+++++
+
Keterangan :
+
: Sangat sedikit ditemukan (< 10 individu)
++
: Sedikit ditemukan (11-20 individu)
+++ : Cukup banyak ditemukan (21-30 individu)
++++ : Banyak Ditemukan (31-40 individu)
+++++ : Sangat Banyak Ditemukan (> 40 individu)
A. 3.
Faktor Abiotik dan Jumlah Mesofauna Tanah
Rata-rata suhu udara pada lahan hutan adalah 23,40 C, suhu tanah rata-rata adalah
25,90 C, dan pH tanah rata-ratanya adalah 6,6. Sedangkan jumlah mesofauna tanah yang
diperoleh adalah sebanyak 775 individu. Rata-rata suhu udara pada lahan berumput
adalah 29,6 0 C, suhu tanah rata-ratanya adalah 32,1 0 C. Jumlah mesofauna tanah yang
diperoleh adalah sebanyak 1288 individu (Tabel 5).
Berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan metode PCT (Pencuplikan
Contoh Tanah), pada lahan berumput ditemukan 3 filum mesofauna tanah yaitu:
Nematoda, Mollusca dan Arthropoda. Pada lahan hutan juga ditemukan 3 filum
mesofauna tanah yang sama seperti pada tipe lahan berumput. Setelah dilakukan analisis
dengan menggunakan Indeks Shannon diperoleh hasil, bahwa pada tipe lahan berumput
memiliki nilai keanekaragaman 2,066 sedangkan pada tipe lahan hutan diperoleh indeks
Shannon sebesar 1,598. Berdasarkan Magurran (1988) dalam Rahmawaty (2000) nilai
Indeks Shannon pada kedua tipe lahan ini masih berada dalam satu kategori yaitu
keanekaragaman sedang, yang nilainya berkisar antara 1,5-3,5. Bila dilihat dari tingkat
Famili, pada tipe lahan berumput memiliki 24 Famili (suku) sedangkan pada lahan hutan
memiliki 23 Famili. Sedangkan untuk tingkat ordonya, pada lahan hutan dan lahan
berumput berturut turut adalah 15 Ordo dan 13 Ordo.
Setelah dilakukan pengurutan persentase terbesar sampai tiga tingkatan, pada
kedua tipe lahan didominasi oleh Acari. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan dalam
Borror dkk. (1996), bahwa Acari banyak terdapat di dalam tanah dan reruntuhan organik,
dan biasanya jumlahnya melebihi Arthropoda lainnya. Pada lahan hutan urutan pertama
ditempati oleh Famili Termitidae (59,74 %), hal ini disebabkan karena pada saat
pengambilan sampel dilakukan di dekat sarang dari Famili ini. Banyaknya individu yang
11
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
- 12. diperoleh juga disebabkan karena jenis ini merupakan jenis yang hidup berkoloni dan
tersusun dalam kasta-kasta, sehingga jumlahnya sangat banyak. Hal ini terbukti dengan
adanya kasta pekerja, prajurit dan calon raja (kalekatu) yang dimukan pada sampel tanah.
Tarumingkeng (2000), menyebutkan bahwa serangga sosial (jenis-jenis semut,
lebah dan rayap), dalam siklus energi memiliki peran sampai 4 kali lipat bila
dibandingkan dengan jenis-jenis vertebrata. Dalam Arief (2001), mengatakan kehidupan
Termitidae pada hakekatnya merupakan kelompok yang sistem kehidupannya tertutup.
Individu yang nampak tidak sehat ataupun yang mati akan dimakan oleh koloni
mesofauna itu sendiri. Hasil dari pelumatan dan pengunyahan tersebut akan menambah
kandungan bahan organik di tanah. Kelompok Termitidae juga membangun sarang
dengan membuat bukui-bukit kecil, serta dilengkapi dengan saluran-saluran. Saluran
yang terbentuk mempengaruhi porositas tanahnya. Lapisan tanah yang berada di sekitar
sarang Termitidae juga mengandung lebih banyak bahan organik daripada tanah yang ada
di sekitarnya. Selain itu, Termitidae juga merupakan perombak utama sumber daya hutan
kayu hingga mencapai 80 % dalam waktu 8 bulan. Kelompok ini juga merupakan
perombak primer dari serasah tanaman di permukaan tanah dan perombak humus di
dalam tanah. Untuk urutan kedua dan ketiga pada lahan hutan ditempati oleh Famili
Ixodidae dan Formicidae.
Jumlah Mesofauna Tanah
463
500
400
300
86
200
74
100
0
Termitidae
Ixodidae
Formicidae
Famili Mesofauna Tanah
Jumlah Mesofauna Tanah
Gambar 4. Jumlah Mesofauna Tanah pada Lahan Hutan
400
357
350
282
234
300
250
200
150
100
50
0
Ixodidae
Tetranychidae
Formicidae
Famili Mesofauna Tanah
Gambar 5. Jumlah Mesofauna Tanah pada Lahan Berumput
12
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
- 13. Untuk urutan pertama pada lahan berumput ditempati oleh Famili Ixodidae (27,72
%). Jenis ini merupakan laba-laba pemakan tumbuh-tumbuhan dan daun-daunan dan
menyerang berbagai tumbuhan. Kadang-kadang terdapat dalam jumlah yang sangat besar
(Borror dkk., 1996). Famili Tetranychidae menempati urutan kedua pada lahan berumput
yaitu sebanyak 282 individu atau 21,89 %. Sedangkan pada lahan hutan ditempati oleh
Famili Ixodidae yaitu 86 individu atau 11,10 %. Urutan ketiga dari persentase jumlah
individu pada penutupan lahan berumput serta penutupan lahan hutan ditempati oleh
Famili Formicidae. Namun pada lahan berumput memiliki persentase yang lebih besar
(234 individu atau 18,17 %) dibandingkan pada penutupan lahan hutan (74 individu atau
9,55 %). Hal ini diduga karena pada penutupan lahan berumput merupakan habitat yang
tersedia makanan dan tempat untuk mencari makan bagi Formicidae. Arief (2001),
menyebutkan keberadaan mesofauna dalam tanah sangat tergantung pada ketersediaan
energi dan sumber makanan untuk kelangsungan hidupnya. Dengan tersedianya energi
dan hara bagi mesofauna tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas mesofauna
tanah akan berlangsung baik dan timbal baliknya akan memberikan dampak positif bagi
kesuburan tanah.
Famili Formicidae (semut) memiliki cara hidup yang sama dengan jenis
Termitidae (rayap), yaitu hidup berkoloni dan tersusun atas kasta-kasta. Wallwork
(1976), mengatakan bahwa Formicidae dapat mencapai 70 % dari populasi fauna tanah
tropika, sehingga famili ini dapat dijumpai dalam jumlah yang banyak. Untuk Ordo
Coleoptera, pada lahan berumput lebih banyak dijumpai yaitu terdapat 5 Ordo, sedangkan
pada lahan hutan hanya dijumpai 3 Ordo.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nooryanto (1987), yaitu mengenai
Keanekaragaman Fauna Tanah di Perkebunan Kopi Muda Tlogo, dengan menggunakan
metode perangkap sumuran, Ordo Collembola merupakan fauna tanah yang menempati
posisi tertinggi dibandingkan fauna tanah lainnya. Sedangkan pada penelitian ini jumlah
Collembola yang diperoleh hanya 28 individu pada lahan berumput dan 9 individu pada
lahan bervegetasi hutan. Hal ini diduga karena adanya perbedaan metode dalam
pengambilan sampel tanah. Suhardjono (2000), menyebutkan pada sebagian besar
populasi Collembola tertentu, merupakan pemakan mikoriza akar yang dapat merangsang
pertumbuhan simbion dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Di samping itu,
Collembola juga dapat berfungsi menurunkan kemungkinan timbulnya penyakit yang
disebabkan oleh jamur. Collembola juga dapat dijadikan sebagai indikator terhadap
dampak penggunaan herbisida. Pada tanah yang tercemar oleh herbisida jumlah
Collembola yang ada jauh lebih sedikit dibandingkan pada lahan yang tidak tercemar.
13
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
- 14. Lain-lain
19,61%
Formicidae
9,55%
Ixodidae
11,10%
Termitidae
59,74%
Gambar 6. Persentase Mesofauna Tanah pada Lahan hutan
Lain-lain
32,22%
Formicidae
18,17%
Ixodidae
27,72%
Tetranychidae
21,89%
Gambar 7. Persentase Mesofauna Tanah pada Lahan Berumput
Mesofauna tanah merupakan penghuni lingkungan tanah yang memberikan
sumbangan energi dari suatu ekosistem. Hal ini disebabkan karena kelompok fauna tanah
dapat melakukan penghancuran terhadap materi tumbuhan dan fauna yang telah mati.
Dalam Wallwork (1976), menyebutkan serangga tanah berfungsi sebagai perombak
material tanaman dan penghancur kayu.
Pada kedua penutupan lahan yang terdapat di dalam kawasan hutan Taman
Wisata Alam (TWA) Sibolangit, ditemukan 30 Famili dan 18 Ordo dari mesofauna tanah.
Hal ini berarti kawasan hutan di TWA Sibolangit dapat menjadi habitat dan serta dapat
dijadikan tempat untuk berkembangnya keanekaragaman mesofauna tanah. Mesofauna
tanah berperan dalam pembentukan bahan organik. Bahan organik yang terbentuk dapat
menjaga sirkulasi aliran air dan udara, penahan kelembaban, memperlambat proses
pencucian nutrisi oleh air hujan dan menyediakan senyawa-senyawa yang diperlukan
oleh tanaman. Antara vegetasi dan fauna tanah terjadi hubungan yang dapat menstabilkan
ekosistem hutan. Bila salah satu komponen terganggu maka akan mempengaruhi
keberadaan komponen yang lainnya. Keberadaan mesofauna tanah sebagai salah satu
komponen hutan sangat penting, terutama dalam hal membantu kesuburan tanah hutan.
Hal ini ditegaskan oleh Berryman (1986), yang menyebutkan bahwa serangga berperan
penting dalam proses suksesi dan menjaga kestabilan ekosistem hutan. Arief (2001),
14
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
- 15. mengatakan salah satu fungsi pokok dari kawasan suaka alam, dalam hal ini adalah TWA
Sibolangit adalah sabagai kawasan pengawetan keanekaragaman hayati serta
ekosistemnya, dan juga berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan.
Permukaan tanah pada lahan berumput ditumbuhi oleh beberapa jenis rumput,
yaitu terdiri dari 9 jenis. Sedangkan pada permukaan lahan hutan ditumbuhi oleh
pepohonan dan beberapa jenis herba. Pada lahan hutan banyak terdapat herba yang terdiri
dari Famili Araceae. Selain itu permukaan tanah tipe lahan ini cukup banyak
mengandung serasah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tarumingkeng (2000), yang
mengatakan bahwa proses pertumbuhan hutan tropik yang pada umumnya terdiri atas
berbagai spesies pohon, menghasilkan serasah dengan humifikasi yang cepat dan
menumbuhkan berbagai jenis tumbuhan bawah. Pada penutupan lahan berumput,
didominasi oleh rumput gajah (Pennisetum purpureum Schamach), dan pada lahan hutan
didominasi oleh kayu ageng (Antidesma sp.), sira-sira dan kupi-kupi (Lachnastoma
densiflora Val.) untuk tingkat pohon, serta Famili Araceae, semai kupi-kupi dan semai
kayu ageng untuk tingkat herba. Dengan adanya serasah yang berasal dari vegetasi ini,
mesofauna tanah yang terdapat di tanah, melakukan kegiatan dekomposisi untuk
mengurai bahan yang ada menjadi lebih sederhana. Sutedjo dkk. (1996), mengatakan
keadaan vegetasi dari suatu kawasan berpengaruh terhadap penambahan akumulasi
humus. Pada tanah berumput yang permukaan tanahnya tertutup oleh tanaman,
penghancuran akar-akar tanaman dan sisa-sisa tanaman yang telah mati dilakukan oleh
bantuan mesofauna tanah secara berangsur-angsur. Sedangkan vegetasi dalam hutan,
akumulasi bahan-bahan organik akan diolah oleh cacing tanah, serangga dan hewanhewan tanah lainnya, sehingga terbentuk humus yang menjadi nutrisi bagi tanaman yang
terdapat di hutan.
VI. KESIMPULAN
Keanekaragaman mesofauna tanah pada hutan wisata bahorok memiliki nilai
keanekaragaman sedang
DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Jakarta. 179 hal.
Barnes, B. V., Donald R. Z., Shirley R. D. and Stephen H. S. 1997. Forest Ecology. 4th
Edition. John Wiley and Sons Inc. New York. 349-588 p.
Borror, D. J., C. A. Triplehorn dan N. F. Johnson. 1997. Pengenalan Pelajaran Serangga.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 1083 hal.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan Kantor Wilayah Propinsi Sumatera Utara Unit
Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara I. 2001. Draft Rencana
Pengelolaan Taman Wisata Alam (TWA) Sibolangit. Hal : 1-11.
Elzinga, R.J. 1981. Fundamentals of Entomology. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs.
New Jersey. Amerika. 9-20 p.
15
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
- 16. Evans, H. E. 1984. Insect Biology. Addison-Wesley Publishing Company. Kanada. 40-60
p.
Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. ITB. Bandung. 369 hal.
Kimball, J. W. 1999. Biologi. Jilid Tiga. Erlangga. Jakarta. Hal : 997-999.
Ludwig J. A. and J. F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology : Primer Methods and
Computing. John Wiley and Sons Inc. new York. 337 p.
Magurran, A. E. 1987. Ecological Diversity and Its Measurement. Croom Helm. London.
179 p.
Mercianto, Y., Yayuk R. S. dan Dedy D. 1997. Perbandingan Populasi Serangga Tanah
pada Tiga Keanekaragaman Tegakan Dipterocarpaceae. Prosiding Seminar
Biologi XIV dan Kongres Nasional Biologi XI. Perhimpunan Biologi Indonesia
Cabang Jakarta. Depok. Hal : 86-89.
Nooryanto. 1987. Keanekaragaman Fauna Tanah di Perkebunan Kopi Tlogo Kecamatan
Tuntang, Kabupaten Semarang JawaTengah. Skripsi Fakultas Biologi Universitas
Kristen Satya Wacana. Salatiga. 54 hal.
Odum, E. P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga. Terjemahan Tjahjono Samingan.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 697 hal.
Rahmawaty. 2000. Keanekaragaman Serangga Tanah dan Perannya pada Komunitas
Rhizophora spp. Dan Komunitas Ceriops tagal di Taman Nasional Rawa Aopa
Watumohai, Sulawesi Tenggara. Tesis Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. 73 hal.
Rao, N. S. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas
Indonesia Press. Jakarta. 353 hal.
Ross. H. H., C. A. Ross and JR. P. Ross. 1982. A Textbook of Entomology. John Wiley
and Sons. New York-Chichestes-Brisbane-Toronto-Singapore. 27-56 p.
Schaller, F. 1972. Soil Animals. Arbor The University of Michigan Press. Michigan. 144
p.
Setiadi, Y. 1989. Pemanfaatan Mikro Organisme dalam Kehutanan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antara
Universitas Bioteknologi IPB. Bogor. 103 hal.
16
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara
- 17. Suhardjono, Y. R., Pudji A. dan Erniwati. 1997. Keanekaragaman Takson Arthropoda
Tanah pada Lahan Terdegradasi di Jampang Jawa Barat. Prosiding Seminar
Biologi XIV dan Kongres Nasional Biologi XI perhimpunan Biologi Indonesia,
Cabang Jakarta. Depok. Hal : 290-293.
Suhardjono, Y. R. dan Adisoemarto. 1997. Arthopoda Tanah : Artinya Bagi Tanah
Makalah pada Kongres dan Simposium Entomologi V, Bandung 24 –26 Juni
1997. Hal : 10.
Suhardjono, Y. R. 1997. Perbedaan Lima Macam Larutan yang Digunakan dalam
Perangkap Sumuran pada Pengumpulan Serangga Permukaan Tanah. Prosiding
Seminar Biologi XV. Perhimpunan Biologi Indonesia, Cabang Lampung dan
Universitas Lampung. Lampung. Hal : 283.
Suhardjono, Y. R. 2000. Collembola Tanah : Peran dan Pengelolaannya. Lokakarya
Sehari Peran Taksonomi dalam Pemanfaatan dan Pelestarian Keanekaragaman
Hayati di Indonesia. Depok. Hal : 3.
Suin, N. M. 1997. Ekologi Fauna tanah. Bumi Aksara. Jakarta. 189 hal.
Supardi, I. 1994. Lingkungan Hidup dan Kelestariannya. Alumni. Bandung. 238 hal.
Sutedjo, M. M., A. G. Kartasapoetra dan RD. S. Sastroatmodjo. 1996. Mikrobiologi
Tanah. PT. Rineka Cipta. Jakarta. 447 hal.
Tarumingkeng, R. C. 2000. Serangga dan Lingkungan. www.tumoutou.net/serangga. 20
Juni 2004. Hal : 1-5.
Waksman, S. A. 1952. Soil Microbiology. John Willey and Sons Inc. New York. 356 p.
Wallwork, J. A. 1970. Ecology of Soil Animals. Mc Graw Hill. London. 283 p.
Wallwork, J. A. 1976. The Diversity and Distribution of Soil Fauna. Acad Press. London.
337 p.
17
e-USU Repository ©2004 Universitas Sumatera Utara