SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  19
REFLEKSI KASUS 
OD DAKRIOSISTITIS AKUT DAN ODS PRESBIOPIA 
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam 
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter 
Bagian Ilmu Penyakit Mata 
Rumah Sakit Tentara Dr. Soedjono Magelang 
Disusun Oleh : 
Fadhila Kamayanti 
01.209.5901 
FAKULTAS KEDOKTERRAN 
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG 
SEMARANG 
2013
LEMBAR PENGESAHAN 
LAPORAN KASUS 
OD DAKRIOSISTITIS AKUT dan ODS PRESBIOPIA 
Diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Kepaniteraan Klinik 
Bagian Ilmu Penyakit Mata RST Tingkat II 
dr. Soedjono Magelang 
Telah disetujui dan dipresentasikan 
pada tanggal: Oktober 2013 
Disusun oleh: 
FADHILA KAMAYANTI 
01.209.5901 
Magelang, Oktober 2013 
Dosen Pembimbing, 
Dr. Dwijo Pratiknjo, Sp.M Dr. YB. Hari Trilunggono, Sp.M
BAB I 
LAPORAN KASUS 
1. IDENTITAS PASIEN 
Nama : Ny. Siti Hanjar 
Umur : 54 Tahun 
Alamat : Magelang 
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga 
Status Menikah : Sudah Menikah 
2. ANAMNESIS 
Keluhan Utama 
Mata kanan terasa keluar air/nrocos . 
Riwayat Penyakit Sekarang 
Pasien datang dengan keluhan mata kanan terasa keluar air/nrocos sudah 
±2bulan yang lalu. Cairan air mata yang keluar berwarna putih keruh. Pasien 
mengaku bertambah nrocos jika terkena angin. Pasien mengaku disertai gatal, 
keluar kotoran tetapi tidak setiap hari, kemeng, kelopak mata kanan medial agak 
bengkak dan kemerahan,serta terkadang dirasakan nyeri. Pasien mengaku jika 
matanya bergerak tidak memberikan rasa sakit. Pasien menyangkal pernah 
mengalami sakit seperti polip hidung, sinusitis, batuk lama, ataupun terjatuh. 
Pasien mengaku menggunakan kaca mata baca sudah ±2bulan ini. 
Keluhan kabur, matanya merasa cepat pegal jika untuk membaca/ menonton TV, 
dan sakit kepala dirasakan pasien sebelum menggunakan kaca mata baca.
Riwayat Penyakit Dahulu 
 Sebelumnya pasien pernah mengalami sakit seperti ini pada mata kananya 
dan juga dilakukan probing (bulan Agustus 2013). 
 Riwayat penyakit lain seperti: 
o Polip hidung(-) 
o Sinusitis frontal dan etmoidal(-) 
o Batu lama/TBC(-) 
o Deviasi septum akibat trauma hidung(-) 
 Riwayat menggunakan kacamata baca (+) 
Riwayat Penyakit Keluarga 
Keluarga tidak ada yang pernah mengalami sakit seperti ini (-) 
Batuk lama pada keluarga (-) 
Riwayat Sosial Ekonomi 
Pasien berstatus sebagai ibu rumah tangga. Kesan ekonomi kurang. 
3. PEMERIKSAAN FISIK 
Status Umum 
 Kesadaran : Compos mentis 
 Aktivitas : Normoaktif 
 Kooperatif : Kooperatif 
 Status gizi : Baik 
Vital Sign 
 TD : 120/80 mmHg 
 Nadi : 80 x/menit 
 RR : 20 x/menit 
 Suhu : 36,50 C
Status Ophthalmicus 
No Pemeriksaan Oculus Dexter Oculus Sinister 
1 
Visus 6 /7,5 S-0,256/6 
6/20 S-1,756/7,5 
ADD S+2,25 
jaeger5 jaeger5 
2 
Bulbus okuli 
• Gerak bola mata 
• Enoftalmus 
• Eksoftalmus 
• Strabismus 
Baik ke segala arah 
- 
- 
- 
Baik ke segala arah 
- 
- 
- 
3 
Suprasilia Normal 
Normal 
4 
Palpebra Superior: 
• Vulnus 
laceratum 
• Edema 
• Hematom 
• Hiperemia 
• Entropion 
• Ektropion 
• Silia 
• Abses 
• Nodul 
• Eritem 
• Nyeri tekan 
- 
- 
- 
- 
- 
- 
- 
Trikiasis ( - ) 
Tidak ditemukan 
Tidak ditemukan 
Tidak ditemukan 
- 
- 
- 
- 
- 
- 
- 
- 
Trikiasis ( - ) 
Tidak ditemukan 
Tidak ditemukan 
Tidak ditemukan 
- 
5 
Palpebra Inferior : 
• Edema 
• Hematom 
• Hiperemia 
• Entropion 
• Ektropion 
• Silia 
• Abses 
• Eritem 
- 
- 
- 
- 
- 
Trikiasis ( - ) 
Tidak ditemukan 
+ 
- 
- 
- 
- 
- 
Trikiasis ( - ) 
Tidak ditemukan 
Tidak ditemukan
• Nodul (±2cm) 
• Nyeri tekan 
+ 
+ 
Tidak ditemukan 
Tidak terdapat nyeri 
6 
System lakrimasi Mata berair(epifora) Tidak ditemukan mata 
berair 
7 
Konjungtiva 
 Hiperemis 
 Benjolan 
 Sekret 
- 
- 
- 
- 
- 
- 
8 
Kornea : 
• Kejernihan 
• Mengkilat 
• Edema 
• Lakrimasi 
• Infiltrat 
• Keratik 
presipitat 
• Ulkus 
• Sikatrik 
Jernih 
- 
- 
- 
- 
- 
- 
Tidak ditemukan 
- 
Jernih 
- 
- 
- 
- 
- 
- 
Tidak ditemukan 
- 
9 
COA : 
• Kedalaman 
• Hifema 
• Hipopion 
• Efek tyndall 
Cukup 
- 
- 
- 
Cukup 
- 
- 
- 
10 
Iris : 
• Kripta 
• Edema 
• Sinekia 
• Atrofi 
Normal 
- 
- 
- 
Normal 
- 
- 
- 
11 
Pupil : 
• Bentuk 
• Diameter 
• Reflek pupil 
• Sinekia 
Bulat 
+2mm 
+ 
- 
Bulat 
±2mm 
+ 
- 
12 
Lensa: 
• Kejernihan 
• Iris shadow 
Jernih 
- 
Jernih 
- 
13 
Fundus Refleks 
+ cemerlang 
+ cemerlang 
14 Funduskopi  Vasa: Dalam  Vasa: Dalam batas
batas normal 
 Papil: Dalam 
batas normal 
 Macula: Dalam 
batas normal 
 Retina: Dalam 
batas normal 
normal 
 Papil: Dalam batas 
normal 
 Macula: Dalam 
batas normal 
 Retina: Dalam 
batas normal 
15 TIO Normal Normal 
4. DIAGNOSA DIFFERENSIAL 
a. OD 
 OD Dakriosistitis Akut ditegakkan 
 karena dari anamnesa didapatkan adanya mata kanan terasa 
keluar air/nrocos ±2bulan yang lalu. Cairan yang keluar berwarna 
putih keruh. Pasien mengaku bertambah nrocos jika terkena 
angin. Pasien mengaku disertai gatal, keluar kotoran tetapi tidak 
setiap hari, kemeng, kelopak mata kanan medial agak bengkak, 
terkadang dirasakan nyeri dan terdapat kemerahan di kelopak 
mata bawah dekat hidung(medial). Pasien mengaku jika matanya 
bergerak tidak memberikan rasa sakit. 
 OD Dakrosistitis kronis disingkirkan 
 karena pada dakriosistitis kronis/menahun biasanya tdk terdapat 
rasa nyeri, tanda-tanda radang ringan, biasanya gejalanya sama 
dengan yang akut mata berair, dan kelopak mata melekat satu 
sama lain. Serta tidak terdapat kesulitan dalam pergerakan bola 
mata. Dan sifatnya menahun. 
 OD Dakriodenitis akut disingkirkan 
 karena pada dakriodenitis akut umumnya mengeluh merasa sakit 
di daerah glandula lakrimalis, dgn kelopak mata bengkak, 
konjungtiva kemotik dengan belek, dan pada infeksi akan 
memberikan kesan nyeri pada pergerakan bola mata. Dengan 
pembesaran klenjar preaurikula. Biasanya didapatkan pada anak-anak.
 OD Dakiriodenitis kronik disingkirkan 
 Karena pada dakriodenitis kronis memberikan gambaran seperti 
dakriodenitis yang akut hanya tidak terdapat adanya nyeri. 
b. ODS 
 ODS Presbiopia ditegakkan 
 Karena Pasien mengaku menggunakan kaca mata baca sudah 
±2bulan ini. Keluhan kabur, matanya merasa cepat pegal jika 
untuk membaca/ menonton TV, dan sakit kepala dirasakan pasien 
sebelum menggunakan kaca mata baca. dari hasil pemeriksaan 
didapatkan koreksi lensa add s+2.25. Serta pasien berusia > 40 
tahun 
 ODS hipermetropia disingkirkan 
 Karena karena pada hipermetriopia selain adanya keluhan 
penglihatan kabur jauh dan dekat. Juga dari hasil pemeriksaan 
dikoreksi dengan S+. 
5. DIAGNOSA KERJA 
“OD Dakriosistitis Akut dan ODS Presbiopia” 
6. PENATALAKSANAAN 
a. Dakriosistitis 
Medikamentosa 
 Topikal: 
Antibiotik  Levofloxacin ED(4X1 gtt1 OD) 
 Oral : 
Antibiotik  ciprofloxacin tab 500mg (2X1) 
 Opeatif : 
Dilakukan irigasi dgn menggunakan aquabides dan gentamycin melalui 
pungtum lakrimal/ probling. 
b. Presbiopia 
Penggunaan kaca mata baca 
(ADD s+2,25)
7. KOMPLIKASI 
Komplikasi dakriosistitis jika pecahnya pus dapat mengakibatkan: 
- fistel sakus lakrimal 
- Abses palpebra. 
- Ulkus kornea 
- Selulitis orbita 
8. PROGNOSIS 
OCULUS DEXTER (OD) OCULUS SINISTER (OS) 
Quo Ad Visam : Ad Bonam Ad Bonam 
Quo Ad Sanam : dubia ad Bonam dubia ad Bonam 
Quo Ad Functionam : Ad Bonam Ad Bonam 
Quo Ad Kosmetikam : Ad Bonam Ad Bonam 
Quo Ad Vitam : dubia Ad Bonam Ad Bonam 
9. EDUKASI 
OD Dakriosistitis 
 Menjelaskan tentang penyakit yang diderita pasien bahwa peradangan 
pada saluran air mata ini dapat sembuh dan dapat muncul kembali 
sehingga apabila ditangani secara cepat dan tepat dapat mengurangi 
angka kekambuhan. 
 Menjelaskan kepada pasien bahwa dakriosistitis atau peradangan pada 
kelenjar saluran air mata ini dapat pecah dan dpt menyebabkan pecahnya 
kantong air mata sehingga terjadinya timbunan nanah. 
 Dilakukan kompresi air hangat didaerah yang bengkak. 
 Biasakan cuci tangan sebelum menyentuh daerah wajah, terutama mata. 
 Selalu menjaga kebersihan kelopak mata. 
ODS Presbiopia 
• Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang dialami salah satunya 
disebabkan oleh melemahnya otot mata karena usia tua. 
• Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang terjadi dapat 
diperbaiki dengan kaca mata baca.
• Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang terjadi dapat terjadi 
perubahan terus sehingga pasien harus sering kontrol dan menyesuaikan 
ukuran kaca mata baca pasien dengan pertambahan usia. 
• Mengingatkan pasien untuk memperhatikan sumber pencahayaan saat 
membaca, terutama pada malam hari
BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA 
ANATOMI SISTEM LAKRIMALIS 
Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa kelenjar 
lakrimalis dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimalis, kanalis lakrimalis, 
sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus inferior.8 Kelenjar lakrimalis 
terletak pada bagian lateral atas mata yang disebut dengan fossa lakrimalis. Bagian 
utama kelenjar ini bentuk dan ukurannya mirip dengan biji almond, yang terhubung 
dengan suatu penonjolan kecil yang meluas hingga ke bagian posterior dari palpebra 
superior. Dari kelenjar ini, air mata diproduksi dan kemudian dialirkan melalui 8-12 
duktus kecil yang mengarah ke bagian lateral dari fornix konjungtiva superior dan di 
sini air mata akan disebar ke seluruh permukaan bola mata oleh kedipan kelopak mata. 
Selanjutnya, air mata akan dialirkan ke dua kanalis lakrimalis, superior dan 
inferior, kemudian menuju ke punctum lakrimalis yang terlihat sebagai penonjolan kecil 
pada kantus medial. Setelah itu, air mata akan mengalir ke dalam sakus lakrimalis yang 
terlihat sebagai cekungan kecil pada permukaan orbita. Dari sini, air mata akan mengalir 
ke duktus nasolakrimalis dan bermuara pada meatus nasal bagian inferior. Dalam 
keadaan normal, duktus ini memiliki panjang sekitar 12 mm dan berada pada sebuah 
saluran pada dinding medial orbita. 
DAKRIOSISTITIS 
2.2 Definisi 
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya obstruksi pada 
duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya 
membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada 
salurannya, misal adanya polip hidung.
2.3 Epidemiologi 
Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas 40 
tahun, terutama perempuan dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70 tahun.6 
Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari jumlah 
kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan.6 Jarang 
ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan kecuali bila didahului dengan infeksi 
jamur. 
2.4 Klasifikasi 
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis 6, 
yaitu: 
a. Akut 
Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang 
menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada sakus 
lakrimalis dan penyebaran infeksinya. 
b. Kronis 
Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan dan 
terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva. 
c. Kongenital 
Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya juga 
sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis orbita, 
abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis kongenital dapat 
berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan 
obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang indolen sangat sulit didiagnosis dan 
biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan kegagalan 
perkembangan. 
Dakriosisti tis Akut Dakriosisti tis Kongeni tal
2.5 Faktor Predisposisi Dan Etiologi 
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi duktus 
nasolakrimalis: 
 Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium, atau 
koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum. 
 Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus. 
 Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus 
maksilaris. 
 Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip. 
Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram negatif. 
Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama terjadinya 
infeksi pada dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-Staphylococcus 
merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis kronis. Selain itu, dari 
golongan bakteri Gram negatif, Pseudomonas sp. juga merupakan penyebab terbanyak 
terjadinya dakriosistitis akut dan kronis. 
Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak sering 
disebabkan oleh Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa sering 
disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus β-haemolyticus. Pada 
literatur ini, juga disebutkan bahwa dakriosistitis kronis sering disebabkan oleh 
Streptococcus pneumoniae. 
2.6 Gejala Klinis 
Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran. Pada 
dakriosistitis akut, pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial (epifora) yang 
menyebar ke daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi bagian depan. Sakus lakrimalis 
akan terlihat edema, lunak dan hiperemi yang menyebar sampai ke kelopak mata dan 
pasien juga mengalami demam. Jika sakus lakrimalis ditekan, maka yang keluar adalah 
sekret mukopurulen. 
Pada dakriosistitis kronis gejala klinis yang dominan adalah lakrimasi yang 
berlebihan terutama bila terkena angin. Dapat disertai tanda-tanda inflamasi yang 
ringan, namun jarang disertai nyeri. Bila kantung air mata ditekan akan keluar sekret
yang mukoid dengan pus di daerah punctum lakrimal dan palpebra yang melekat satu 
dengan lainnya. 
Pada dakriosistitis kongenital biasanya ibu pasien akan mengeluh mata pasien 
merah pada satu sisi, bengkak pada daerah pangkal hidung dan keluar air mata diikuti 
dengan keluarnya nanah terus-menerus. Bila bagian yang bengkak tersebut ditekan 
pasien akan merasa kesakitan (epifora). 
2.7 Diagnosis 
Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis, pemeriksaan fisik, 
dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan dengan cara autoanamnesis 
dan heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis 
dan pemeriksaan fisik masih belum bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan 
pemeriksaan penunjang. 
Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya 
obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk 
memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis adalah dye dissapearence 
test, fluorescein clearance test dan John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini 
menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa 
letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan anel test. 6,7,12 
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna 
fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan kedua 
mata dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan 
memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini 
Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi 
lakrimal. Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada mata 
yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah itu pasien
diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien diminta untuk 
beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue. Jika pada tissue didapati zat warna, 
berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi. 
Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi 
lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada Jones 
Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya 
ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes. Kemudian kapas yang sudah 
ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal inferior dan ditunggu selama 3 menit. 
Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau berarti tidak ada obstruksi pada duktus 
nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II, caranya hampir sama dengan Jones test I, akan 
tetapi jika pada menit ke-5 tidak didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau maka 
dilakukan irigasi pada sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna 
hijau pada kapas, maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. 
Bila lebih dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali 
setelah dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang 
terganggu. 
Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test II. 
Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air mata 
ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan. Hal ini 
menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan lainnya 
adalah probing test. Probing test bertujuan untuk menentukan letak obstruksi pada 
saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. 
Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator, kemudian probe dimasukkan 
ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa masuk panjangnya lebi dari 8 mm 
berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk kurang 8 mm berarti ada 
obstruksi.
Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan diagnosis 
dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penyebab obstruksi pada 
dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan. Dacryocystography 
(DCG) dan dacryoscintigraphy sangat berguna untuk mendeteksi adanya kelainan anatomi 
pada sistem drainase lakrimal. 
2.8 Terapi 
Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan masase 
kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik 
amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis dan 
dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin 0,5% atau 
azithromycin 1%) 17 atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali sehari. 
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan 
kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering 
8,17. Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam) juga 
merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa 17. Untuk 
mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau 
ibuprofen), bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian antibiotik 
secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam 17. Bila terjadi abses dapat dilakukan 
insisi dan drainase 8. Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat diterapi dengan cara 
melakukan irigasi dengan antibiotik. Sumbatan duktus nasolakrimal dapat diperbaiki 
dengan cara pembedahan jika sudah tidak radang lagi. 
Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk mengurangi 
angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis adalah 
dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat suatu hubungan langsung 
antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal dengan cara melakukan bypass 
pada kantung air mata. Dulu, DCR merupakan prosedur bedah eksternal dengan 
pendekatan melalui kulit di dekat pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter telah 
menggunakan teknik endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang panjang atau 
laser. 
Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan 
dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya yaitu, (1) trauma
minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi dilakukan tanpa insisi kulit 
dan eksisi tulang, (2) lebih sedikit gangguan pada fungsi pompa lakrimal, karena 
operasi merestorasi pasase air mata fisiologis tanpa membuat sistem drainase bypass, 
dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (rata-rata hanya 12,5 menit). 19 
Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi absolut dan 
kontraindikasi relatif 12. Kontraindikasi relatif dilakukannya DCR adalah usia yang 
ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70 tahun) dan adanya mucocele atau fistula 
lakrimalis. Beberapa keadaan yang menjadi kontraindikasi absolut antara lain: 
 Kelainan pada kantong air mata : 
- Keganasan pada kantong air mata. 
- Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis 
 Kelainan pada hidung : 
- Keganasan pada hidung 
- Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma 
- Rhinitis atopik 
 Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis 
2.9 Komplikasi 
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air mata 
sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus, bahkan 
selulitis orbita. 
Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi tersebut di 
antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen superior 
os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik pascaoperasi yang 
tampak jelas. 
2.10 Prognosis 
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi terjadi 
kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat, sehingga
prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan pembedahan baik itu 
dengan dakriosistorinostomi eksternal atau dakriosistorinostomi internal, kekambuhan 
sangat jarang terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam. 
PRESBIOPIA 
 kondisi yang umum terjadi dimana lensa mata semakin berkurang daya akomodasinya 
sehingga mengakibatkan gangguan pada penglihatan dekat & biasanya terjadi pada usia 40 
tahun ke atas. 
 Penyebab: 
 Kelemahan otot siliaris akomodasi 
 Sklerosis lensa sehingga elastisitasnya 
berkurang 
 Lensa mata mengeras sehingga tidak mampu akomodasi 
 Gejala 
• Mata lelah setelah membaca dekat terlalu lama 
• Mata berair 
• Mata terasa pedas 
• Memegang bacaan lebih jauh dibanding orang normal saat membaca dekat 
• Kesulitan membaca huruf-huruf kecil saat membaca dekat 
• Sakit kepala setelah melakukan pekerjaan yang memerlukan penglihatan dekat 
• Kesulitan membaca dekat pada cahaya redup 
 DIAGNOSIS 
1. Anamnesis gejala dan tanda presbiopi 
2. Pemeriksaan oftalmologi 
a) Visus  pemeriksaan dengan snellen chart 
b) Refraksi--> dengan kartu jeger, dengan target koreksi pada huruf sebesar 20/30
c) Penilaian kesehatan okular & skrining kesehatan umum untuk mendiagnosis 
penyakit yang bisa menyebabkan presbiopia 
 PENATALAKSANAAN 
- Digunakan lensa positif untuk mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk 
memfokuskan objek-objek dekat 
- Diberikan kacamata dengan lensa positif sesuai usia dan hasil pemeriksaan subjektif 
sehingga pasien mampu membaca tulisan pada kartu jeger 20/30 
+ 1.0 D Usia 40 tahun 
+ 1.5 D Usia 45 tahun 
+ 2.0 D Usia 50 tahun 
+ 2.5 D Usia 55 tahun 
+ 3.0 D Usia 60 tahun 
- Pembedahan refraktif, seperti keratoplasti konduktif, lasik

Contenu connexe

Tendances

Tendances (20)

Apendisitis akut & kronik
Apendisitis akut & kronikApendisitis akut & kronik
Apendisitis akut & kronik
 
Efloresensi
EfloresensiEfloresensi
Efloresensi
 
Syok anafilaksis
Syok anafilaksisSyok anafilaksis
Syok anafilaksis
 
7. peritonitis
7. peritonitis7. peritonitis
7. peritonitis
 
Hipokalemia (Hypokalemia) - Presentasi Kasus
Hipokalemia (Hypokalemia) - Presentasi KasusHipokalemia (Hypokalemia) - Presentasi Kasus
Hipokalemia (Hypokalemia) - Presentasi Kasus
 
Gastritis/Penyakit maag
Gastritis/Penyakit maagGastritis/Penyakit maag
Gastritis/Penyakit maag
 
Batu ginjal
Batu ginjalBatu ginjal
Batu ginjal
 
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang pptCase Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
Case Report diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang ppt
 
Endoftalmitis AKPER PEMKAB MUNA
Endoftalmitis AKPER PEMKAB MUNA Endoftalmitis AKPER PEMKAB MUNA
Endoftalmitis AKPER PEMKAB MUNA
 
Diare akut
Diare akutDiare akut
Diare akut
 
Gnaps farmasi 2017
Gnaps farmasi 2017Gnaps farmasi 2017
Gnaps farmasi 2017
 
Ulkus peptikum
Ulkus peptikum Ulkus peptikum
Ulkus peptikum
 
206432773 case-varicella-kulkel-1
206432773 case-varicella-kulkel-1206432773 case-varicella-kulkel-1
206432773 case-varicella-kulkel-1
 
Kolesistitis
KolesistitisKolesistitis
Kolesistitis
 
221524892 preskas-ureterolithiasis
221524892 preskas-ureterolithiasis221524892 preskas-ureterolithiasis
221524892 preskas-ureterolithiasis
 
Demam tifoid
Demam tifoidDemam tifoid
Demam tifoid
 
Lapsus varicella
Lapsus varicellaLapsus varicella
Lapsus varicella
 
TRAUMA TELINGA (Ear Trauma)
TRAUMA TELINGA (Ear Trauma)TRAUMA TELINGA (Ear Trauma)
TRAUMA TELINGA (Ear Trauma)
 
Ileus obstruksi
Ileus obstruksiIleus obstruksi
Ileus obstruksi
 
Konjungtivitis
KonjungtivitisKonjungtivitis
Konjungtivitis
 

Similaire à Kasus 3 dhila

Similaire à Kasus 3 dhila (20)

Presentasi lapkas3 dakriosistitis
Presentasi lapkas3 dakriosistitisPresentasi lapkas3 dakriosistitis
Presentasi lapkas3 dakriosistitis
 
Katarak dr. lk
Katarak dr. lkKatarak dr. lk
Katarak dr. lk
 
Kasus 4 dhila
Kasus 4 dhilaKasus 4 dhila
Kasus 4 dhila
 
Kasus mata presbiopia
Kasus mata presbiopiaKasus mata presbiopia
Kasus mata presbiopia
 
Presentasi kasus z
Presentasi kasus zPresentasi kasus z
Presentasi kasus z
 
Askep glukoma
Askep glukomaAskep glukoma
Askep glukoma
 
Kaspan katarak senilis imatur
Kaspan   katarak senilis imaturKaspan   katarak senilis imatur
Kaspan katarak senilis imatur
 
SC_Ulkus kornea_ppt.pptx
SC_Ulkus kornea_ppt.pptxSC_Ulkus kornea_ppt.pptx
SC_Ulkus kornea_ppt.pptx
 
Glaukoma
GlaukomaGlaukoma
Glaukoma
 
Bab i mte
Bab i mte Bab i mte
Bab i mte
 
Katarak
KatarakKatarak
Katarak
 
Sap katarak
Sap katarakSap katarak
Sap katarak
 
Glaukoma
GlaukomaGlaukoma
Glaukoma
 
Glaukoma AKPER PEMKAB MUNA
Glaukoma AKPER PEMKAB MUNA Glaukoma AKPER PEMKAB MUNA
Glaukoma AKPER PEMKAB MUNA
 
Ppt glaukoma
Ppt glaukomaPpt glaukoma
Ppt glaukoma
 
Presentasi lapkas2 4 trauma tumpul
Presentasi lapkas2 4 trauma tumpulPresentasi lapkas2 4 trauma tumpul
Presentasi lapkas2 4 trauma tumpul
 
BST CATARACT FK UNPAD 2013
BST CATARACT FK UNPAD 2013BST CATARACT FK UNPAD 2013
BST CATARACT FK UNPAD 2013
 
Laporan Kasus Besar Melkior Krisna Arondaya_22010121220059.pptx
Laporan Kasus Besar Melkior Krisna Arondaya_22010121220059.pptxLaporan Kasus Besar Melkior Krisna Arondaya_22010121220059.pptx
Laporan Kasus Besar Melkior Krisna Arondaya_22010121220059.pptx
 
Dry Eye Syndrome
Dry Eye SyndromeDry Eye Syndrome
Dry Eye Syndrome
 
lapsus agnes.pptx
lapsus agnes.pptxlapsus agnes.pptx
lapsus agnes.pptx
 

Kasus 3 dhila

  • 1. REFLEKSI KASUS OD DAKRIOSISTITIS AKUT DAN ODS PRESBIOPIA Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Tentara Dr. Soedjono Magelang Disusun Oleh : Fadhila Kamayanti 01.209.5901 FAKULTAS KEDOKTERRAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2013
  • 2. LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KASUS OD DAKRIOSISTITIS AKUT dan ODS PRESBIOPIA Diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Mata RST Tingkat II dr. Soedjono Magelang Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal: Oktober 2013 Disusun oleh: FADHILA KAMAYANTI 01.209.5901 Magelang, Oktober 2013 Dosen Pembimbing, Dr. Dwijo Pratiknjo, Sp.M Dr. YB. Hari Trilunggono, Sp.M
  • 3. BAB I LAPORAN KASUS 1. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. Siti Hanjar Umur : 54 Tahun Alamat : Magelang Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Status Menikah : Sudah Menikah 2. ANAMNESIS Keluhan Utama Mata kanan terasa keluar air/nrocos . Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan mata kanan terasa keluar air/nrocos sudah ±2bulan yang lalu. Cairan air mata yang keluar berwarna putih keruh. Pasien mengaku bertambah nrocos jika terkena angin. Pasien mengaku disertai gatal, keluar kotoran tetapi tidak setiap hari, kemeng, kelopak mata kanan medial agak bengkak dan kemerahan,serta terkadang dirasakan nyeri. Pasien mengaku jika matanya bergerak tidak memberikan rasa sakit. Pasien menyangkal pernah mengalami sakit seperti polip hidung, sinusitis, batuk lama, ataupun terjatuh. Pasien mengaku menggunakan kaca mata baca sudah ±2bulan ini. Keluhan kabur, matanya merasa cepat pegal jika untuk membaca/ menonton TV, dan sakit kepala dirasakan pasien sebelum menggunakan kaca mata baca.
  • 4. Riwayat Penyakit Dahulu  Sebelumnya pasien pernah mengalami sakit seperti ini pada mata kananya dan juga dilakukan probing (bulan Agustus 2013).  Riwayat penyakit lain seperti: o Polip hidung(-) o Sinusitis frontal dan etmoidal(-) o Batu lama/TBC(-) o Deviasi septum akibat trauma hidung(-)  Riwayat menggunakan kacamata baca (+) Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga tidak ada yang pernah mengalami sakit seperti ini (-) Batuk lama pada keluarga (-) Riwayat Sosial Ekonomi Pasien berstatus sebagai ibu rumah tangga. Kesan ekonomi kurang. 3. PEMERIKSAAN FISIK Status Umum  Kesadaran : Compos mentis  Aktivitas : Normoaktif  Kooperatif : Kooperatif  Status gizi : Baik Vital Sign  TD : 120/80 mmHg  Nadi : 80 x/menit  RR : 20 x/menit  Suhu : 36,50 C
  • 5. Status Ophthalmicus No Pemeriksaan Oculus Dexter Oculus Sinister 1 Visus 6 /7,5 S-0,256/6 6/20 S-1,756/7,5 ADD S+2,25 jaeger5 jaeger5 2 Bulbus okuli • Gerak bola mata • Enoftalmus • Eksoftalmus • Strabismus Baik ke segala arah - - - Baik ke segala arah - - - 3 Suprasilia Normal Normal 4 Palpebra Superior: • Vulnus laceratum • Edema • Hematom • Hiperemia • Entropion • Ektropion • Silia • Abses • Nodul • Eritem • Nyeri tekan - - - - - - - Trikiasis ( - ) Tidak ditemukan Tidak ditemukan Tidak ditemukan - - - - - - - - Trikiasis ( - ) Tidak ditemukan Tidak ditemukan Tidak ditemukan - 5 Palpebra Inferior : • Edema • Hematom • Hiperemia • Entropion • Ektropion • Silia • Abses • Eritem - - - - - Trikiasis ( - ) Tidak ditemukan + - - - - - Trikiasis ( - ) Tidak ditemukan Tidak ditemukan
  • 6. • Nodul (±2cm) • Nyeri tekan + + Tidak ditemukan Tidak terdapat nyeri 6 System lakrimasi Mata berair(epifora) Tidak ditemukan mata berair 7 Konjungtiva  Hiperemis  Benjolan  Sekret - - - - - - 8 Kornea : • Kejernihan • Mengkilat • Edema • Lakrimasi • Infiltrat • Keratik presipitat • Ulkus • Sikatrik Jernih - - - - - - Tidak ditemukan - Jernih - - - - - - Tidak ditemukan - 9 COA : • Kedalaman • Hifema • Hipopion • Efek tyndall Cukup - - - Cukup - - - 10 Iris : • Kripta • Edema • Sinekia • Atrofi Normal - - - Normal - - - 11 Pupil : • Bentuk • Diameter • Reflek pupil • Sinekia Bulat +2mm + - Bulat ±2mm + - 12 Lensa: • Kejernihan • Iris shadow Jernih - Jernih - 13 Fundus Refleks + cemerlang + cemerlang 14 Funduskopi  Vasa: Dalam  Vasa: Dalam batas
  • 7. batas normal  Papil: Dalam batas normal  Macula: Dalam batas normal  Retina: Dalam batas normal normal  Papil: Dalam batas normal  Macula: Dalam batas normal  Retina: Dalam batas normal 15 TIO Normal Normal 4. DIAGNOSA DIFFERENSIAL a. OD  OD Dakriosistitis Akut ditegakkan  karena dari anamnesa didapatkan adanya mata kanan terasa keluar air/nrocos ±2bulan yang lalu. Cairan yang keluar berwarna putih keruh. Pasien mengaku bertambah nrocos jika terkena angin. Pasien mengaku disertai gatal, keluar kotoran tetapi tidak setiap hari, kemeng, kelopak mata kanan medial agak bengkak, terkadang dirasakan nyeri dan terdapat kemerahan di kelopak mata bawah dekat hidung(medial). Pasien mengaku jika matanya bergerak tidak memberikan rasa sakit.  OD Dakrosistitis kronis disingkirkan  karena pada dakriosistitis kronis/menahun biasanya tdk terdapat rasa nyeri, tanda-tanda radang ringan, biasanya gejalanya sama dengan yang akut mata berair, dan kelopak mata melekat satu sama lain. Serta tidak terdapat kesulitan dalam pergerakan bola mata. Dan sifatnya menahun.  OD Dakriodenitis akut disingkirkan  karena pada dakriodenitis akut umumnya mengeluh merasa sakit di daerah glandula lakrimalis, dgn kelopak mata bengkak, konjungtiva kemotik dengan belek, dan pada infeksi akan memberikan kesan nyeri pada pergerakan bola mata. Dengan pembesaran klenjar preaurikula. Biasanya didapatkan pada anak-anak.
  • 8.  OD Dakiriodenitis kronik disingkirkan  Karena pada dakriodenitis kronis memberikan gambaran seperti dakriodenitis yang akut hanya tidak terdapat adanya nyeri. b. ODS  ODS Presbiopia ditegakkan  Karena Pasien mengaku menggunakan kaca mata baca sudah ±2bulan ini. Keluhan kabur, matanya merasa cepat pegal jika untuk membaca/ menonton TV, dan sakit kepala dirasakan pasien sebelum menggunakan kaca mata baca. dari hasil pemeriksaan didapatkan koreksi lensa add s+2.25. Serta pasien berusia > 40 tahun  ODS hipermetropia disingkirkan  Karena karena pada hipermetriopia selain adanya keluhan penglihatan kabur jauh dan dekat. Juga dari hasil pemeriksaan dikoreksi dengan S+. 5. DIAGNOSA KERJA “OD Dakriosistitis Akut dan ODS Presbiopia” 6. PENATALAKSANAAN a. Dakriosistitis Medikamentosa  Topikal: Antibiotik  Levofloxacin ED(4X1 gtt1 OD)  Oral : Antibiotik  ciprofloxacin tab 500mg (2X1)  Opeatif : Dilakukan irigasi dgn menggunakan aquabides dan gentamycin melalui pungtum lakrimal/ probling. b. Presbiopia Penggunaan kaca mata baca (ADD s+2,25)
  • 9. 7. KOMPLIKASI Komplikasi dakriosistitis jika pecahnya pus dapat mengakibatkan: - fistel sakus lakrimal - Abses palpebra. - Ulkus kornea - Selulitis orbita 8. PROGNOSIS OCULUS DEXTER (OD) OCULUS SINISTER (OS) Quo Ad Visam : Ad Bonam Ad Bonam Quo Ad Sanam : dubia ad Bonam dubia ad Bonam Quo Ad Functionam : Ad Bonam Ad Bonam Quo Ad Kosmetikam : Ad Bonam Ad Bonam Quo Ad Vitam : dubia Ad Bonam Ad Bonam 9. EDUKASI OD Dakriosistitis  Menjelaskan tentang penyakit yang diderita pasien bahwa peradangan pada saluran air mata ini dapat sembuh dan dapat muncul kembali sehingga apabila ditangani secara cepat dan tepat dapat mengurangi angka kekambuhan.  Menjelaskan kepada pasien bahwa dakriosistitis atau peradangan pada kelenjar saluran air mata ini dapat pecah dan dpt menyebabkan pecahnya kantong air mata sehingga terjadinya timbunan nanah.  Dilakukan kompresi air hangat didaerah yang bengkak.  Biasakan cuci tangan sebelum menyentuh daerah wajah, terutama mata.  Selalu menjaga kebersihan kelopak mata. ODS Presbiopia • Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang dialami salah satunya disebabkan oleh melemahnya otot mata karena usia tua. • Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang terjadi dapat diperbaiki dengan kaca mata baca.
  • 10. • Menjelaskan bahwa penurunan tajam penglihatan yang terjadi dapat terjadi perubahan terus sehingga pasien harus sering kontrol dan menyesuaikan ukuran kaca mata baca pasien dengan pertambahan usia. • Mengingatkan pasien untuk memperhatikan sumber pencahayaan saat membaca, terutama pada malam hari
  • 11. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ANATOMI SISTEM LAKRIMALIS Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa kelenjar lakrimalis dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimalis, kanalis lakrimalis, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus inferior.8 Kelenjar lakrimalis terletak pada bagian lateral atas mata yang disebut dengan fossa lakrimalis. Bagian utama kelenjar ini bentuk dan ukurannya mirip dengan biji almond, yang terhubung dengan suatu penonjolan kecil yang meluas hingga ke bagian posterior dari palpebra superior. Dari kelenjar ini, air mata diproduksi dan kemudian dialirkan melalui 8-12 duktus kecil yang mengarah ke bagian lateral dari fornix konjungtiva superior dan di sini air mata akan disebar ke seluruh permukaan bola mata oleh kedipan kelopak mata. Selanjutnya, air mata akan dialirkan ke dua kanalis lakrimalis, superior dan inferior, kemudian menuju ke punctum lakrimalis yang terlihat sebagai penonjolan kecil pada kantus medial. Setelah itu, air mata akan mengalir ke dalam sakus lakrimalis yang terlihat sebagai cekungan kecil pada permukaan orbita. Dari sini, air mata akan mengalir ke duktus nasolakrimalis dan bermuara pada meatus nasal bagian inferior. Dalam keadaan normal, duktus ini memiliki panjang sekitar 12 mm dan berada pada sebuah saluran pada dinding medial orbita. DAKRIOSISTITIS 2.2 Definisi Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.
  • 12. 2.3 Epidemiologi Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas 40 tahun, terutama perempuan dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70 tahun.6 Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1% dari jumlah kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan.6 Jarang ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan kecuali bila didahului dengan infeksi jamur. 2.4 Klasifikasi Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis 6, yaitu: a. Akut Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya. b. Kronis Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva. c. Kongenital Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis kongenital dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan. Dakriosisti tis Akut Dakriosisti tis Kongeni tal
  • 13. 2.5 Faktor Predisposisi Dan Etiologi Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi duktus nasolakrimalis:  Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium, atau koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.  Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.  Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus maksilaris.  Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip. Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-Staphylococcus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis kronis. Selain itu, dari golongan bakteri Gram negatif, Pseudomonas sp. juga merupakan penyebab terbanyak terjadinya dakriosistitis akut dan kronis. Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak sering disebabkan oleh Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus β-haemolyticus. Pada literatur ini, juga disebutkan bahwa dakriosistitis kronis sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae. 2.6 Gejala Klinis Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran. Pada dakriosistitis akut, pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial (epifora) yang menyebar ke daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi bagian depan. Sakus lakrimalis akan terlihat edema, lunak dan hiperemi yang menyebar sampai ke kelopak mata dan pasien juga mengalami demam. Jika sakus lakrimalis ditekan, maka yang keluar adalah sekret mukopurulen. Pada dakriosistitis kronis gejala klinis yang dominan adalah lakrimasi yang berlebihan terutama bila terkena angin. Dapat disertai tanda-tanda inflamasi yang ringan, namun jarang disertai nyeri. Bila kantung air mata ditekan akan keluar sekret
  • 14. yang mukoid dengan pus di daerah punctum lakrimal dan palpebra yang melekat satu dengan lainnya. Pada dakriosistitis kongenital biasanya ibu pasien akan mengeluh mata pasien merah pada satu sisi, bengkak pada daerah pangkal hidung dan keluar air mata diikuti dengan keluarnya nanah terus-menerus. Bila bagian yang bengkak tersebut ditekan pasien akan merasa kesakitan (epifora). 2.7 Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan dengan cara autoanamnesis dan heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan penunjang. Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan anel test. 6,7,12 Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan kedua mata dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi lakrimal. Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada mata yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah itu pasien
  • 15. diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien diminta untuk beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue. Jika pada tissue didapati zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi. Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes. Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II, caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi pada sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada kapas, maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila lebih dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang terganggu. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test II. Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan lainnya adalah probing test. Probing test bertujuan untuk menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator, kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa masuk panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.
  • 16. Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan diagnosis dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penyebab obstruksi pada dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan. Dacryocystography (DCG) dan dacryoscintigraphy sangat berguna untuk mendeteksi adanya kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal. 2.8 Terapi Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin 0,5% atau azithromycin 1%) 17 atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali sehari. Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering 8,17. Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam) juga merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa 17. Untuk mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen), bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam 17. Bila terjadi abses dapat dilakukan insisi dan drainase 8. Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat diterapi dengan cara melakukan irigasi dengan antibiotik. Sumbatan duktus nasolakrimal dapat diperbaiki dengan cara pembedahan jika sudah tidak radang lagi. Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal dengan cara melakukan bypass pada kantung air mata. Dulu, DCR merupakan prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser. Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya yaitu, (1) trauma
  • 17. minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi dilakukan tanpa insisi kulit dan eksisi tulang, (2) lebih sedikit gangguan pada fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air mata fisiologis tanpa membuat sistem drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan cepat (rata-rata hanya 12,5 menit). 19 Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi absolut dan kontraindikasi relatif 12. Kontraindikasi relatif dilakukannya DCR adalah usia yang ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70 tahun) dan adanya mucocele atau fistula lakrimalis. Beberapa keadaan yang menjadi kontraindikasi absolut antara lain:  Kelainan pada kantong air mata : - Keganasan pada kantong air mata. - Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis  Kelainan pada hidung : - Keganasan pada hidung - Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma - Rhinitis atopik  Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis 2.9 Komplikasi Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air mata sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus, bahkan selulitis orbita. Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi tersebut di antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen superior os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik pascaoperasi yang tampak jelas. 2.10 Prognosis Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat, sehingga
  • 18. prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam. PRESBIOPIA  kondisi yang umum terjadi dimana lensa mata semakin berkurang daya akomodasinya sehingga mengakibatkan gangguan pada penglihatan dekat & biasanya terjadi pada usia 40 tahun ke atas.  Penyebab:  Kelemahan otot siliaris akomodasi  Sklerosis lensa sehingga elastisitasnya berkurang  Lensa mata mengeras sehingga tidak mampu akomodasi  Gejala • Mata lelah setelah membaca dekat terlalu lama • Mata berair • Mata terasa pedas • Memegang bacaan lebih jauh dibanding orang normal saat membaca dekat • Kesulitan membaca huruf-huruf kecil saat membaca dekat • Sakit kepala setelah melakukan pekerjaan yang memerlukan penglihatan dekat • Kesulitan membaca dekat pada cahaya redup  DIAGNOSIS 1. Anamnesis gejala dan tanda presbiopi 2. Pemeriksaan oftalmologi a) Visus  pemeriksaan dengan snellen chart b) Refraksi--> dengan kartu jeger, dengan target koreksi pada huruf sebesar 20/30
  • 19. c) Penilaian kesehatan okular & skrining kesehatan umum untuk mendiagnosis penyakit yang bisa menyebabkan presbiopia  PENATALAKSANAAN - Digunakan lensa positif untuk mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-objek dekat - Diberikan kacamata dengan lensa positif sesuai usia dan hasil pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu membaca tulisan pada kartu jeger 20/30 + 1.0 D Usia 40 tahun + 1.5 D Usia 45 tahun + 2.0 D Usia 50 tahun + 2.5 D Usia 55 tahun + 3.0 D Usia 60 tahun - Pembedahan refraktif, seperti keratoplasti konduktif, lasik