1. Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 7 : Ilmu Ushul Fiqih
155
Bab 7 : Ilmu Ushul Fiqih
Ikhtishar
A. Pengertian
1. Ushul
2. Fiqih
3. Ushul Fiqih
B. Hubungan Fiqih Dengan Ushul Fiqih
1. Pohon dan Akarnya
2. Produk dan Pabriknya
C. Sejarah Ilmu Ushul Fiqih
1. Ushul Fiqih di Masa Rasulullah SAW
2. Ushul Fiqih di Masa Shahabat
3. Ushul Fiqih di Masa Perkembangan
D. Ruang Lingkup Ilmu Ushul Fiqih
1. Dalil-dalil Hukum Syariah
2. Dalil-dalil Lafadz
3. Hukum Taklifi
4. Hukum Wadh'i
Kita sering mendengar istilah Ilmu Ushul Fiqih atau disingkat
menjadi Ushul Fiqih saja. Pada bab ini kita akan sedikit
mengupas tentang ilmu ini dan hubungannya dengan ilmu fiqih.
A. Pengertian
Ushul Fiqih (اﻟﻔﻘﮫ )أﺻﻮل terdiri dari dua kata, yaitu ushul dan
fiqih.
2. Bab 7 : Ilmu Ushul Fiqih Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
156
1. Ushul
Kata ushul ()أﺻﻮل adalah bentuk jamak dari al-ashlu (,)اﻷﺻﻞ
yang artinya akar, asal, landasan atau pondasi. Sebagian ulama
bahasa menyebutkan bahwa makna al-ashlu adalah ma yubna
’alaihi ghairuhu, atau segala yang di atasnya didirikan sesuatu.
Kata al-ashl yang bermakna akar disebutkan di dalam Al-
Quran :
اﻟﺴﻤﺎء ﰲ وﻓﺮﻋﻬﺎ ﺛﺎﺑﺖ أﺻﻠﻬﺎّ
ِ ُ ْ ٌ ِ ُْ
Akarnya kuat dan cabangnya menjulang ke langit. (QS Ibrahim :
24).
2. Fiqih
Sedangkan kata fiqih ( ﻓﻘﮫ ) secara bahasa punya dua makna.
Makna pertama adalah al-fahmu al-mujarrad (ّدﺮاﻟﻤﺠ اﻟﻔﮭﻢ), yang
artinya adalah mengerti secara langsung atau sekedar mengerti
saja.1
Makna yang kedua adalah al-fahmu ad-daqiq (اﻟﺪﻗﯿﻖ اﻟﻔﮭﻢ), yang
artinya adalah mengerti atau memahami secara mendalam dan
lebih luas.
Kata fiqih yang berarti sekedar mengerti atau memahami,
disebutkan di dalam ayat Al-Quran Al-Kariem, ketika Allah
menceritakan kisah kaum Nabi Syu’aib alaihissalam yang tidak
mengerti ucapannya.
اﻮﻗﺎﻟُﻳﺎﺷُﻌﻴﺐُ ْﻣﺎﻧﻔﻘﻪُ ْاﲑﻛﺜً
ِﳑﺎِّﺗﻘﻮلُ ُ
“Mereka berkata: "Hai Syu’aib, kami tidak banyak mengerti
tentang apa yang kamu katakan itu (QS. Hud: 91)
Di ayat lain juga Allah SWT berfirman menceritakan
tentang orang-orang munafik yang tidak memahami
pembicaraan.
1 Muhammad bin Mandhur, Lisanul Arab, madah : fiqih Al-Mishbah Al-Munir
3. Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 7 : Ilmu Ushul Fiqih
157
ﻓﻤﺎلِﻫﺆﻻءِ
ُاﻟﻘﻮمِ
ْ ْﻻﻳﻜﺎدونُﻳﻔﻘﻬﻮنُ ْﺣﺪﻳﺜﺎً
ِ
Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa
orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak
memahami pembicaraan sedikit pun?” (QS. An Nisa: 78)
Sedangkan makna fiqih dalam arti mengerti atau
memahami yang mendalam, bisa temukan di dalam Al-Quran
Al-Karim pada ayat berikut ini :
وﻣﺎﻛﺎناﻟﻤﺆﻣﻨﻮنُُِْْاوﻟﻴﻨﻔﺮُ
ِ ِْﻛﺎﻓﺔًّﻓﻠﻮﻻْﻧﻔﺮﻣﻦْ
ِﻛﻞﱢ ُﻗﺔﺮﻓٍ
ْ
ِـﻬﻢﻨﻣْ ُ ِْﻃﺎﺋﻔﺔٌ ِ
اﻮﻟﻴﺘﻔﻘﻬُّ ِﰲِاﻟﺪﻳﻦِ ﱢاوـﻨﺬرﻴوﻟُ
ِ ُْ
ِﻗﻮﻣﻬﻢْ ُْإذاِاﻮرﺟﻌُإﻟﻴﻬﻢْ
ِْ ِﻟﻌﻠﻬﻢْ ُّﳛﺬرونُ ْ
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya. Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila
mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.(QS. At-Taubah : 122)
Dalam prakteknya, istilah fiqih ini lebih banyak digunakan
untuk ilmu agama secara umum, dimana seorang yang ahli di
bidang ilmu-ilmu agama sering disebut sebagai faqih,
sedangkan seorang yang ahli di bidang ilmu yang lain,
kedokteran atau arsitektur misalnya, tidak disebut sebagai faqih
atau ahli fiqih.2
Sedangkan secara istilah, kata fiqih didefinisikan oleh para
ulama sebagai : 3
اﻟﻌﻠﻢُ ِْْﺑﺎﻷﺣﻜﺎمِ ْ ْ ِاﻟﺸﺮﻋﻴﺔِ ِ
ّ ّْاﻟﻌﻤﻠﻴﺔِ
ّ
ِ ْاﻟﻤﻜﺘﺴﺐُ ْ ُْﻣﻦْ
ِأدﻟﺘﻬﺎِِّـﻔﺼﻴﻠﻴﺔﺘاﻟِ
ّ
ِ ِ ّْ
”Ilmu yang membahas hukum-hukum syariat bidang amaliyah
(perbuatan nyata) yang diambil dari dalil-dalil secara rinci,”
2 Muhammad bin Abu Bakar bin Abdul Qadir Ar-Razi, Mukhtar Ash-Shihah, jilid 1 hal. 213
3 Adz-Dzarkasyi, Al-Bahrul Muhith, jilid 1 hal. 21
4. Bab 7 : Ilmu Ushul Fiqih Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
158
3. Ushul Fiqih
Maka pengertian ilmu ushul fiqih ini menurut para ulama
adalah :
اﻟﻌﻤﻠﻴﺔ اﻟﺸﺮﻋﻴﺔ اﻷﺣﻜﺎم اﺳﺘﻨﺒﺎط ﰲ اﳌﺠﺘﻬﺪ ﺎ ﻳﺘﻮﺳﻞ اﻟﱵ اﻋﺪﻮاﻟﻘِ ِ ِ ِ ِ ِ
ّ ّ ْ
ِ
ّْ ِ ْ ْ
ِ ْ ِ ُ ُِ
ُ ُ ّ ِّ
ـﻔﺼﻴﻠﻴﺔﺘاﻟ أدﻟﺘﻬﺎ ﻣﻦِ ِ ِ
ّ
ِ
ْ
ِ ّْ ِّ
ْ
Kaidah-kaidah yang mengantarkan mujtahid dalam mengistinbat
hukum-hukum syar’i terapan dari dalil-dalilnya yang rinci.
Penjelasan dari definisi ini adalah :
a. Kaidah
Yang dimaksud dengan kaidah adalah ad-dhawabit al-
kulliyah al-ammah, yaitu aturan atau rumus yang bersifat
menyeluruh dan umum, yang bisa diterapkan dalam kasus-
kasus.
Misalnya kaidah ushul fiqih itu berbunyi : perintah itu
melahirkan kewajiban dan larangan melahirkan keharaman
(ﻟﻠﺤﺮﻣﺔ واﻟﻨﮭﻲ ﻟﻠﻮﺟﻮب اﻷﻣﺮ). Maka ketika ada dalil yang menggunakan
fi’il amr yang bermakna perintah, apa yang diperintah itu
menjadi kewajiban. Misalnya Allah SWT berfirman :
ﻛﺎةاﻟﺰ اﻮوآﺗ اﻟﺼﻼة أﻗﻢّ ُ ّ ِِ
Dirikanlah Shalat dan tunaikanlah zakat
Maka hukum mendirikan shalat adalah wajib, sebagaimana
menunaikan zakat juga hukumnya wajib, karena datangnya dalil
itu dalam bentuk perintah (amr).
Dan sebaliknya, ketika ada dalil berbunyi larangan, maka
hukum untuk mengerjakannya menjadi haram.
ـﻨاﻟ اﻮـﻠﺘﺗﻘ وﻻّ ُُْﺑﺎﳊﻖ إﻻ اﷲ ﺣﺮم اﻟﱵ ﻔﺲﱢ ِ ِّ ُ ّ ِّ ْ
5. Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 7 : Ilmu Ushul Fiqih
159
Dan janganlah kamu membunuh nyawa yang telah Allah
haramkan tanpa haq.
ﻧﺎﺰاﻟ اﻮﺑﺮﺗﻘ وﻻﱢ ُ ْ
Dan janganlah kamu berzina
Membunuh nyawa manusia tanpa hak dan berzina
hukumnya haram, karena datangnya larangan dalam dua ayat
di atas.
b. Mujtahid
Mujtahid adalah orang melakukan proses penarikan
kesimpulan hukum dari Al-Quran dan As-Sunnah serta sumber-
sumber syariah lainnya, lewat proses yang disebut dengan
ijtihad, dengan menggunakan berbagai metodologi yang baku
serta proses yang ilmiyah serta dapat dipertanggung-jawabkan
secara hukum, untuk menghasilkan produk hukum fiqih yang
dapat dengan mudah dikerjakan oleh khalayak.
Untuk itu seorang mujtahid haruslah merupakan sosok
orang yang memiliki segala persyaratan standar dalam
berijtihad.
c. Hukum-hukum
Ilmu fiqih adalah salah satu cabang ilmu, yang secara
khusus termasuk ke dalam cabang ilmu hukum. Jadi pada
hakikatnya ilmu fiqih adalah ilmu hukum.
Kita mengenal ada banyak cabang dan jenis ilmu hukum,
misalnya hukum adat yang secara tradisi berkembang pada
suatu masyarakat tertentu. Selain hukum adat, kita juga
mengenal hukum barat yang umumnya hasil dari penjajahan
Belanda.
d. Syariat
Hukum yang menjadi wilayah kajian ilmu fiqih adalah
hukum syariat, yaitu hukum yang bersumber dari Allah SWT
serta telah menjadi ketetapan-Nya, dimana kita sebagai
6. Bab 7 : Ilmu Ushul Fiqih Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
160
manusia, telah diberi beban mempelajarinya, lalu menjalankan
hukum-hukum itu, serta berkewajiban juga untuk mengajarkan
hukum-hukum itu kepada umat manusia.
Dengan kata lain, ilmu fiqih bukan ilmu hukum yang
dibuat oleh manusia. Fiqih adalah hukum syariat, dimana
hukum itu 100% dipastikan berasal dari Allah SWT
Keterlibatan manusia dalam ilmu fiqih hanyalah dalam
menganalisa, merinci, memilah serta menyimpullkan apa yang
telah Allah SWT firmankan lewat Al-Quran Al-Kariem dan juga
lewat apa yang telah Rasulullah SAW sampaikan berupa sunnah
nabawiyah atau hadits nabawi.
e. Amaliyah
Yang dimaksud dengan amaliah adalah bahwa hukum fiqih
itu terbatas pada hal-hal yang bersifat amaliyah badaniyah,
bukan yang bersifat ruh, perasaan, atau wilayah kejiwaan
lainnya.
Sebagaimana kita tahu hukum syariah itu cukup banyak
wilayahnya, ada wilayah akidah yang lebih menekankan pada
wilayah keyakinan dan pondasi keimanan. Ada hukum yang
terkait dengan akhlak dan etika.
Dalam hal ini ilmu hukum fiqih hanya membahas hukum-
hukum yang bersifat fisik berupa perbuatan-perbuatan manusia
secara fisik lahiriyah. Tegasnya, fiqih itu hanya menilai dari segi
yang kelihatan saja, sedangkan yang ada di dalam hati, atau di
dalam benak, tidak termasuk wilayah amaliyah.
f. Yang diambil dari dalil-dalilnya yang rinci
Banyak orang beranggapan bahwa ilmu fiqih itu sekedar
karangan atau logika para ulama, yang menurut mereka bahwa
ulama itu manusia juga. Sedangkan yang berasal dari Allah
hanyalah Al-Quran, dan yang berasal dari Rasulullah SAW
adalah Al-Hadits.
B. Hubungan Fiqih dengan Ushul Fiqih
7. Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 7 : Ilmu Ushul Fiqih
161
Antara ilmu fiqih dan Ilmu Ushul Fiqih terjalin hubungan
yang sangat erat dan tidak bisa dipisahkan. Bahkan boleh
dikatakan bahwa sebagian dari kedua tubuh itu saling menyatu
dan berbagi satu dengan yang lain.
1. Pohon dan Akarnya
Keduanya bisa diibaratkan antara pohon dengan akarnya.
Dimana pohon itu tidak akan dapat tumbuh dan tegak bila tidak
ada akarnya. Akar pohon bukan hanya berfungsi sebagai
pondasi yang menopang berat pohon itu, bahkan akar itulah
yang memberikan zat-zat yang dibutuhkan oleh pohon.
Bila akar pohon dilepaskan dari batangnya, maka otomatis
batang pohon itu akan mati dengan sendirinya. Sebaliknya, bila
batang suatu pohon dipotong tanpa membuang akarnya, besar
kemungkinan dari akar itu akan tumbuh lagi pohon yang baru.
2. Produk dan Pabriknya
Hubungan antara ilmu fiqih dengan Ilmu Ushul Fiqih bisa
diibaratkan antara sebuah produk dengan pabriknya.
Mobil yang kita kendarai setiap hari tidak akan dapat
meluncur di jalanan kalau tidak ada pabrik yang memproduksi
mobil itu. Mobil adalah ilmu fiqih dan pabrik adalah Ilmu Ushul
Fiqih.
Belajar fiqih pada dasarnya adalah wajib dilakukan oleh
setiap orang termasuk orang yang awam. Setidaknya pada
wilayah-wilayah paling mendasar dan tidak harus pada wilayah
yang terlalu jauh. Misalnya setiap orang wajib tahu tata cara
wudhu, mandi janabah, tayammum, dan juga tentang aturan-
aturan shalat dengan segala syarat, rukun, wajib, sunnah dan
hal-hal yang membatalkan. Sebab tiap manusia punya beban
dari Allah SWT untuk mengerjakan semua itu.
Belajar fiqih tentang halal dan haram, serta hukum wajib,
sunnah, mubah, makruh dan haram bisa kita ibaratkan dengan
belajar mengemudi mobil. Setiap orang yang mengemudi mobil,
minimal harus pernah belajar tata cara mengemudikan mobil.
8. Bab 7 : Ilmu Ushul Fiqih Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
162
Dan untuk itu polisi mewajibkan para pengemudi memiliki
Surat Izin Mengemudi (SIM).
Sedangkan belajar Ilmu Ushul Fiqih hukumnya tidak wajib
buat orang awam. Sebab Ilmu Ushul Fiqih itu bisa kita ibaratkan
seperti belajar ilmu untuk memproduksi mobil. Tentu untuk bisa
mengemudi mobil tidak harus belajar cara bagaimana membuat
mobil itu. Membuat mobil adalah urusan pabrik mobil,
pengemudi hanya diwajibkan belajar bagamana cara memakai
produknya, yaitu belajar mengemudi mobil yang jauh lebih
sederhana.
Ilmu Ushul Fiqih secara mendalam pada hakikatnya ilmu
yang dibutuhkan oleh para mujtahid dalam melakukan proses
istimbath hukum dari dalil-dalil syariah. Karena tidak semua
orang wajib menjadi mujtahid, maka hukum untuk mempelajari
Ilmu Ushul Fiqih ini pun juga tidak wajib.
C. Sejarah Ilmu Ushul Fiqih
Kalau kita telurusi secara seksama, sebenarnya prinsip yang
dipakai di dalam Ushul Fiqih sudah ada sejak Rasulullah SAW
masih hidup bersama-sama dengan para shahabat. Namun
kalau yang dimaksud terbitnya Ilmu Ushul Fiqih dalam format
buku yang secara khusus, memang baru ditulis pertama kali
oleh Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah. Sehingga di masa
kemudian, beliau yang kemudian dikenal sebagai peletak dasar
Ilmu Ushul Fiqih.
1. Ushul Fiqih di Masa Nabi SAW
Di masa Rasulullah SAW masih hidup, kita justru diajarkan
bagaimana teknik menggunakan kaidah-kaidah dalam
mengambil kesimpulan hukum langsung oleh Rasulullah SAW
sendiri.
Ada beberapa kejadian yang bisa dijadikan sebagai bukti
bahwa sudah ada pelaran dari Nabi SAW tentang prinsip dalam
Ushul Fiqih, seperti bagaimana beliau mengajarkan menqiyas
hukum berkumur dengan mencium istri pada saat berpuasa.
9. Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 7 : Ilmu Ushul Fiqih
163
Selain itu beliau SAW juga pernah mengoreksi cara
pengqiyasan yang sempat keliru dilakukan oleh shahabatnya.
a. Rasulullah SAW Mengajarkan Nasakh
Salah satu prinsip yang dipelajari dalam Ilmu Ushul Fiqih
adalah masalah suatu dalil yang menghapus dalil yang
sebelumnya ada. Cabang ilmu ini disebut secara populer sebagai
Ilmu An-Nasikh wa Al-Mansukh.
Ternyata Rasulullah SAW dahulu sudah banyak
mengajarkan hukum nasakh kepada para shahabat. Prinsipnya,
suatu hukum yang sebelumnya sudah berlaku, kemudian
dihapus dan diganti dengan hukum yang baru, lewat datangnya
dalil yang baru. Sehingga para shahabat kemudian menjadi tahu
bahwa bila suatu dalil datang kemudian dan bertentangan
dengan dalil yang sudah ada sebelumnya, maka ada
kemungkinan dalil yang sebelumnya dihapuskan (dinasakh).
Salah satu contoh yang paling mudah kita sebutkan disini
adalah nasakh atas haramnya berziarah kubur.
ﻓﺰوروﻫﺎ أﻻ اﻟﻘﺒﻮر ﻳﺎرةز ﻋﻦ ﻴﺘﻜﻢ ﻛﻨﺖُ ُ ِ ُِ ُْ ِ
ْ ُ ُْ ُ ُْ
Dahulu Aku melarang kalian dari berziarah kubur, sekarang
silahkan berziarah.
b. Qiyas Mencium Istri Dengan Berkumur Saat Puasa
Suatu Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu mendatangi
Rasulullah SAW dan bertanya tentang dirinya yang sempat
mencium istrinya di siang hari di bulan Ramadhan, apakah
puasanya itu batal atau tidak.
Saat itu Rasulullah SAW tidak langsung menjawab dengan
mengatakan batal atau tidak batal. Tetapi beliau berputar
terlebih dahulu dengan membuat perbandingan hukum. Beliau
bertanya, apabila seseorang yang sedang berpuasa di siang hari
melakukan wudhu dan berkumur, apakah hal itu membatalkan
puasa?
10. Bab 7 : Ilmu Ushul Fiqih Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
164
Umar kontan tegas menjawab tidak batal, sebab air kumur
itu tidak diminum. Maka Rasulullah SAW kemudian menjawab,
bahwa keadaan orang yang mencium istrinya mirip dengan
orang yang berkumur. Artinya, dari segi hukum, puasanya tidak
batal.
أﻳﺖرأْﻟﻮْﲤﻀﻤﻀﺖْ ْﲟﺎءٍ ِأﻧﺖوْﺻﺎﺋﻢٌ
ِ؟ـﻠﺖﻗُ ُْ:ﻻﺑﺄسْﺑﺬﻟﻚِ ِ.ﻓﻘﺎل
رﺳﻮلُ ُاﻟﻠﻪِّﺻﻠﻰّاﻟﻠﻪُّﻋﻠﻴﻪِ
ْوﺳﻠﻢّﻓﻔﻴﻢِ؟.
Rasulullah SAW bertanya,”Tidak kah kamu perhatikan bila kamu
berkumur dengan air dalam keadaan berpuasa, apakah batal?
Umar radhiyallahuanhu menjawab,”Tidak mengapa kalau
berkumur”. Maka Rasulullah SAW berkata lagi,”Lalu kenapa
(dengan mencium istri)?”. (HR. Ahmad, Al-Hakim dan An-Nasa’i)
c. Pembenaran Qiyas Yang Dilakukan Shahabat
Beberapa shahabat tercatat pernah melakukan qiyas antara
hukum suatu masalah dengan masalah yang lain. Salah satunya
adalah mengqiyas antara mandi janabah dengan tayammum,
seperti yang dilakukan oleh Amr bin Al-Ash radhiyallahuanhu.
اِﺣْﺘﻠﻤْﺖُﰲِﻟﻴْﻠﺔٍﺑﺎرِدةٍﺷﺪِﻳْﺪةِاﻟﱪْﻓﺄﺷ دْﻔﻘْﺖُإِنِاﻏْﺘﺴﻠْﺖُأﻫ أنْﻠﻚ
ﻓﺘﻴﻤّﻤْﺖُﰒُّﺻﻠّﻴْﺖُﺑِﺄﺻْﺤﺎﰊِاﻟﺼ ﺻﻼةﱡﺒْﺢِﻓﻠﻤّﻗﺪ ﺎِﻣْرﺳ ﻋﻠﻰ ﻨﺎُاﷲ ﻮلِ
s
ذﻛﺮُذﻟ اوِﻟﻪ ﻚُﻓﻘﺎل:ﻳﺎﻋﻤْﺮُوﺻﻠّﺑ ﻴﺖِﺄﺻْﺤﺎﺑِأﻧو ﻚْﺟ ﺖُﻨُﺐ؟
ﻓﻘُﻠْﺖُ:ذﻛﺮْتُﻗﻮْلﺗﻌﺎﱃ اﷲ)ﺗﻘ وﻻْـﺘُﻠُـﻧأ اﻮْﻔُﺴﻜُإ ﻢِنّاﷲُﺑ ﻛﺎنِﻜُﻢ
رﺣِﻴْﻤًﺎ(ﻓﺘﻴﻤّﻤْﺖُﰒُّﺻﻠّﻴْﺖُﻓﻀﺤِرﺳ ﻚُﻮلُاﷲِﺻﻠّوﺳﻠﻢ ﻋﻠﻴﻪ اﷲ ﻰ
وﱂْﻳﻘُﻞْﺷﻴْﺌًﺎ
Dari Amru bin Al-’Ash radhiyallahuanhu bahwa ketika beliau
diutus pada perang Dzatus Salasil berkata"Aku mimpi basah pada
malam yang sangat dingin. Aku yakin sekali bila mandi pastilah
11. Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 7 : Ilmu Ushul Fiqih
165
celaka. Maka aku bertayammum dan shalat shubuh mengimami
teman-temanku. Ketika kami tiba kepada Rasulullah SAW mereka
menanyakan hal itu kepada beliau. Lalu beliau bertanya"Wahai
Amr Apakah kamu mengimami shalat dalam keadaan junub ?".
Aku menjawab"Aku ingat firman Allah [Janganlah kamu
membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih
kepadamu] maka aku tayammum dan shalat". (Mendengar itu)
Rasulullah SAW tertawa dan tidak berkata apa-apa. (HR. Ahmad
Al-hakim Ibnu Hibban dan Ad-Daruquthuny).
Dan Rasulullah SAW membenarkan qiyas yang
dilakukannya, sehingga menjadi dasar hukum yang
membolehkan kita di masa sekarang ini untuk bertayammum
manakala mau mandi janabah tidak ada air.
d. Koreksi Qiyas Tayammum dengan Mandi Janabah
Ketika mengetahui tentang tata cara mengqiyas suatu
hukum, maka para shahabat dalam kondisi tertentu mulai
menggunakan qiyas, ketika belum menemukan dalil yang
sharih. Misalnya yang terjadi pada Ammar bin Yasir
radhyallahuanhu.
ﻋﻦْﻋﻤّﺎرﻗﺎل:أﺟْﻨﺒْﺖُأﺻ ﻓﻠﻢُﻓﺘﻤﻌ اﳌﺎء ﺐّﻜْﺖُﰲِاﻟﺼّﻌِﻴﺪِوﺻﻠﻴّﺖُ
ﻓﺬﻛﺮْتُذﻟِﻟ ﻚِﻠّﻨِﱯs
ﻓﻘﺎل:إِﳕّﻳﻜ ﺎْﻔِﻴْاﻟﻨ وﺿﺮب ﻫﻜﺬا ﻚّﱯﱡِs
ﺑِﻜﻔّﻴْﻪِاﻷرْﻓ وﻧﻔﺦ ضِﻴْﻬِﰒ ﻤﺎُّﻣﺴﺢِِوﺟ ﻤﺎْﻬﻪُﻛﻔوّﻴﻪِ-ﻋﻠﻴﻪ ﻣﺘﻔﻖ.وﰲ
ﻟﻔﻆ:إِﳕّﻛﺎنﺎﻳﻜْﻔِأن ﻴﻚْﺗﻀْﺮِﺑ بِﻜﻔّﰲ ﻴﻚِاﻟﱰﱡابِﰒُّـﻨﺗْﻔُﺦُﻓِﻴْﻬِﰒ ﻤﺎُّ
ﲤْﺴﺢُ
ِِوﺟ ﻤﺎْﻛﻔو ﻬﻚّﻴْإ ﻚِاﻟﺮ ﱃِﺻْﻐﲔِْاﻩورﻗﻄﲏراﻟﺪا
Dari Ammar ra berkata"Aku mendapat janabah dan tidak
menemukan air. Maka aku bergulingan di tanah dan shalat. Aku
ceritakan hal itu kepada Nabi SAW dan beliau bersabda"Cukup
bagimu seperti ini : lalu beliau menepuk tanah dengan kedua
tapak tangannya lalu meniupnya lalu diusapkan ke wajah dan
kedua tapak tangannya. (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Ushul Fiqih di Masa Shahabat
12. Bab 7 : Ilmu Ushul Fiqih Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
166
Di masa shahabat atau khilafah rasyidah, para shahabat
beberapa kali melakukan qiyas, sebagaimana yang diajarkan
oleh Rasulullah SAW sebelumnya.
a. Qiyas Had Mabuk dengan Qadzaf
Misalnya, Ali bin Abi Thalib mengqiyaskan hukuman bagi
orang yang mabuk dengan orang yang melakukan tuduhan zina
(qadzaf), yaitu dicambuk sebanyak 80 kali pukulan.
ﺷﻬﺪاء ﺑﻌﺔرﺑﺄ اﻮﻳﺄﺗ ﱂ ﰒ اﻟﻤﺤﺼﻨﺎت ﻳﺮﻣﻮن اﻟﺬﻳﻦوُ ِ ِ
ْ ُ
ِ ُْ ْ ُّ ْ ُْ ْ
ِّﲦﺎﻧﲔ ﻓﺎﺟﻠﺪوﻫﻢِ
ْ ُ ُ
ِ
ْ
ﻫﻢ ُوﻟﺌﻚأو أﺑﺪا ﺷﻬﺎدة ﳍﻢ اﻮﺗﻘﺒﻠ وﻻ ﺟﻠﺪةُ ُ ُ
ِ
ْ ً ً ًْ ُ ْ ْاﻟﻔﺎﺳﻘﻮنُ ِ ْ
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik
dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka
deralah mereka delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu
terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka
itulah orang-orang yang fasik. (QS. An-Nur : 4)
b. Menasakh Dalil
Selain praktek Qiyas, para shahabat juga melakukan
praktek menggugurkan dalil yang datang terlebih dahulu
dengan dalil yang datang kemudian, atau yang dikenal dengan
nasakh.
Contohnya adalah naskh yang dilakukan oleh Abdullah bin
Ma’usd, dimana beliau berpendapat bahwa masa iddah buat
wanita yang hamil tetapi juga ditinggal mati suaminya adalah
cukup sampai melahirkan saja.
Padahal aslinya, masa iddah buat wanita yang ditinggal
mati suaminya adalah 4 bulan 10 hari. Dan wanita yang hamil,
masa iddahnya adalah sampai melahirkan.
3. Ushul Fiqih pada Masa Perkembangan Islam
Setelah Islam semakin berkembang, dan mulai banyak
negara yang masuk ke dalam daulah Islamiyah, maka semakin
banyak kebudayaan yang masuk, dan menimbulkan pertanyaan
13. Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 7 : Ilmu Ushul Fiqih
167
mengenai budaya baru ini yang tidak ada di zaman Rasulullah.
Maka para ulama ahli Ushul Fiqih menyusun kaidah sesuai
dengan gramatika bahasa Arab dan sesuai dengan dalil yang
digunakan oleh ulama penyusun ilmu fiqih.
Usaha pertama dilakukan oleh Al-Imam Asy-Syafi'i
rahimahullah dalam kitabnya Arrisalah. Dalam kitab ini beliau
membicarakan banyak hal terkait dengan kaidah-kaidah dalam
menarik kesimpulan hukum syariah. Beliau membahas tentang
Al-Quran, juga tentang kedudukan Al-Hadits, Ijma dan Qiyas
sebagai sumber utama. Dan beliau juga membahas pokok-pokok
peraturan mengambil hukum.
Usaha yang dilakukan oleh Al-Imam Asy-Syafi'i ini
merupakan batu pertama dari Ilmu Ushul Fiqih, yang kemudian
dilanjutkan oleh para ahli Ushul Fiqih sesudahnya.
Para ulama Ushul Fiqih dalam pembahasannya mengenai
Uushul Fiqih tidak selalu sama, baik tentang istilah-istilah
maupun tentang jalan pembicaraannya. Karena itu maka
terdapat dua golongan yaitu : golongan Mutakallimin dan
golongan Hanafiyah.
a. Golongan Mutakallimin
Golongan Mutakallimin dalam pembahasannya selalu
mengikuti cara-cara yang lazim digunakan dalam ilmu kalam,
yaitu dengan memakai akal-pikiran dan alasan-alasan yang kuat
dalam menetapkan peraturan-peraturan pokok (ushul), tanpa
memperhatikan apakah peraturan-peraturan tersebut sesuai
dengan persoalan cabang (furu') atau tidak. Di antara kitab-kitab
yang ditulis oleh golongan ini adalah;
Al-Mu'tamad oleh Muhammad bin Ali
Al-Burhan oleh Al-Juwaini
Al-Mustashfa oleh Al-Ghazali
Al-Mahshul oleh Ar-Razy
b. Golongan Hanafiyah
Golongan Hanafiyah dalam pembahasannya selalu
14. Bab 7 : Ilmu Ushul Fiqih Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
168
memperhatikan dan menyesuaikan peraturan-peraturan pokok
(ushul) dengan persoalan cabang (furu').
c. Penyatuan
Setelah kedua golongan tersebut muncullah kitab pemersatu
antara kedua aliran tersebut di antaranya adalah;
Tanqihul Ushul oleh Sadrus Syari'ah
Badi'unnidzam oleh As-Sa'ati
Attahrir oleh Kamal bin Hammam
Al-Muwafaqat oleh As-Syatibi
Selain kitab-kitab tersebut di atas, juga terdapat kitab lain
yaitu, Irsyadul Fuhul oleh As-Syaukani, Ushul Fiqih oleh Al-
Khudari.
Terdapat juga kitab Ushul fiqih dalam bahasa Indonesia
dengan nama "Kelengkapan dasar-dasar fiqih" oleh Prof. T.M.
Hasbi As-Shiddiqi.
D. Ruang Lingkup Ilmu Ushul Fiqih
Ruang lingkup pembahasan Ilmu Ushul Fiqih sebenarnya
cukup luas, mulai dari sumber-sumber hukum fiqih hingga
proses bagaimana kesimpulan hukum itu diambil, lewat
beragam metode yang ada.
Secara garis besar, bidang kajian di dalam ilmu ushul fiqih
terbagi menjadi dua, yaitu kajian tentang dalil dan tentang
hukum. Kajian tentang dalil terbagi menjadi dua macam, yaitu
dalil hukum syariah dan dalil lafadz. Dan kajian tentang hukum
juga terbagi menjadi dua, yaitu hukum-hukum taklifi dan
hukum wadh’i.
1. Dalil-dalil Hukum Syariah
Dalil-dalil hukum syariah adalah dalil-dalil yang
digunakan untuk mengambil kesimpulan hukum. Oleh para
ulama, dalil-dalil yang bisa digunakan untuk mengambil
kesimpulan ini dibagi menjadi dua, berdasarkan kekuatannya.
Pertama dalil yang telah disepakati oleh para ulama. Kedua,
adalah dalil yang tidak disepakati oleh mereka.
15. Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 7 : Ilmu Ushul Fiqih
169
a. Dalil Yang Muttafaq
Yang dimaksudkan ke dalam dalil yang muktamad adalah
dalil yang disepakati kemutlakannya oleh para ulama, yaitu
mencakup
Al-Quran Al-Karim
As-Sunnah An-Nabawiyah
Al-Ijma
Al-Qiyas
Keempat dalil yang disepakati ini akan kita bahas nanti
dalm bab-bab tersendiri, khususnya pada bagian kedua dari
buku ini.
b. Dalil Yang Mukhtalaf
Dalil-dalil hukum syariah yang mukhtalaf adalah dalil-dalil
yang tidak diterima secara bulat oleh para ulama untuk
dijadikan sumber atau metode dalam menarik kesimpulan
hukum. Maksudnya sebagian ulama menggunakan dalil-dalil itu
dalam proses pengambilan hukum, namun sebagian yang lain
tidak memakainya.
Di antara dalil yang masih mukhtalaf antara lain :
Al-Masalih Al-Mursalah
Al-Istidlal
Al-Istish-hab
Saddu Adz-Dzari’ah
Al-Istihsan
Al-'Urf
Syar'u Man Qablana
Amalu Ahlil Madinah
Qaul Shahabi.
Pada bagian kedua dari buku ini, masing-masing dalil itu
16. Bab 7 : Ilmu Ushul Fiqih Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
170
juga akan kita bahas secara lebih rinci dan detail, berikut dengan
contoh-contohnya.
2. Dalil-dalil Lafadz
Selain mengkaji dalil-dalil hukum, ilmu Ushul Fiqih juga
membahas tentang dalil-dalil lafadz. Dalil lafadz terbagi menjadi
empat bagian utama, yaitu al-amru wa an-nahyu, al-‘aam wa al-
khash, al-muthlaq wa al-muqayyad dan a-manthuq wa al-
mafhum.
3. Hukum Taklifi
Ilmu Ushul Fiqih juga membahas masalah hukum, yang
secara umum terbagi menjadi dua macam, yaitu hukum taklifi
dan hukum wadh’i.
Hukum taklifi, yaitu hukum yang terkait dengan beban
syariat yang dipikulkan di pundak tiap mukallaf. Hukum taklifi
ini oleh para ulama disebut terdiri dari lima jenis, yaitu wajib,
mandub atau sunnah, mubah, makruh dan haram.
a. Wajib
Wajib adalah hukum yang berlaku pada suatu masalah,
dimana orang yang melakukannya akan mendapat pahala, dan
orang yang meninggalkannya akan mendapat dosa.
Contohnya adalah shalat lima waktu, puasa di bulan
Ramadhan, menunaikan zakat bagi orang yang sudah
memenuhi syarat wajib, dan sebagainya.
b. Sunnah atau Mandub
Sunnah atau mandub adalah hukum yang berlaku pada
suatu masalah, dimana orang yang melakukannya akan
mendapat pahala, dan tetapi orang yang meninggalkannya tidak
akan mendapat dosa.
Contohnya adalah mengerjakan shalat tahajjud, dhuha,
tahiyatul masjid, qabilyah dan ba’dyah. Atau mengerjakan
puasa tiap hari Senin dan Kamis, puasa tiga hari tiap bulan, dan
juga puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah.
17. Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1 Bab 7 : Ilmu Ushul Fiqih
171
c. Mubah
Mubah adalah hukum yang berlaku pada suatu masalah,
dimana orang yang melakukannya atau tidak melakukannya,
tidak akan mendapat pahala atau dosa.
Contohnya adalah makan dan minum yang halal,
bermuamalah yang halal, dan segala bentuk aktifitas kehidupan
yang tidak ada perintahnya tapi juga tidak ada larangannya.
d. Makruh
Makruh adalah hukum yang berlaku pada suatu masalah,
dimana orang yang melakukannya tidak mendapat dosa, dan
orang yang meninggalkannya akan mendapat pahala.
Contohnya adalah melakukan perceraian atas ikatan suami
istri.
e. Haram
Haram adalah hukum yang berlaku pada suatu masalah,
dimana orang yang melakukannya akan mendapat dosa, dan
orang yang meninggalkannya akan mendapat pahala.
Contohnya adalah minum khamar, makan uang riba,
korupsi, melakuan suap, berzina, berjudi, menyembah berhala
dan lainnya.
4. Hukum Wadh’i
Sedangkan hukum wadh’i adalah khitab syari’ atau
ketentuan Allah yang terkait dengan sebab, syarat dan
menghalang.
a. Sebab
Contoh dari sebab adalah : datangnya bulan Ramadhan
sebagai sebab wajibnya puasa. Dan tergelincirnya (zawal)
matahari sebagai sebab wajibnya shalat Dzhuur. Atau adanya
hubungan kekerabatan sebagai sebab hubungan waris.
b. Syarat
Contoh dari syarat adalah : usia baligh menjadi syarat
18. Bab 7 : Ilmu Ushul Fiqih Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 1
172
berakhirnya kekuasaan wali dan cakap adalah syarat bolehnya
melakukan beberapa transaksi.
c. Penghalang
Contoh penghalang dalam hukum misanya status bapak
adalah penghalang diberlakukannya hukum qishash baginya
jika dia membunuh anaknya dengan sengaja.
Keadaan seseorang yang gila menjadi penghalang dari
diberlakukannya hukuman atas pelaku pembunuhan.
Status penerima wasiat sebagai ahli waris adalah
penghalang baginya menerima wasiat.