SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  30
Télécharger pour lire hors ligne
TURUNAN PARSIAL 
7.1 UMUM 
Bahasan kita mengenai fungsi didepan hanyalah terbatas pada fungsi = (x) dari satu 
variabel x. Suatu besaran fisika, yang secara kuantitatif kita kaitkan dengan suatu fungsi, 
suhu T ruang misalnya, berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya, yang berarti = 
(x,y,z), suatu fungsi daari tiga variabel x,y, dan z, yang berkaitan dengan ketiga koordinat 
sebuah titik dalam ruang. 
Dalam bab ini kita akan membahas tentang definisi fungsi lebih dari satu variabel, 
diferensialnya, dan persoalan ekstrem fungsi variabel banyak, takterkendala dan yang 
terkendala. 
7.2. PENGERTIAN TURUNAN PARSIAL (fismat3)start 
Untuk memperoleh pengertian awal mengenai turunan parsial, marilah kita tinjau selembar 
pelat logam datar panas D yang dalam keadaan mantap tersebar suhu takseragam T. 
Andaikan bidang koordinat xy dipilih pada bidang pelat logam . maka sebaran suhunya 
dinyatakan oleh fungsi dua variaabel : 
= ( , ) ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.1) 
Untuk mengetahui rata- rata perubahan suhu pelat ∇ per satuan panjang dalam arah 
sumbu x,sejauh Δ ,untuk oirdinat yng tetap,kita hitung nisbah: 
Δ 
Δ 
= 
( , ) − ( , ) 
Δ 
⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.2) 
Begitupula, rata-rata perubahan suhu Δ persatuan panjang dalam arah sumbu –y 
sejauh Δ ,untuk absis x yang tetap,diberikan oleh nisbah: 
Δ 
Δ 
= 
( , + Δ ) − ( , ) 
Δ 
⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.3) 
Lasimnya kita cendeeung menghitung peubahan suhu persatuan panjang disetiap titik 
(x.y). dalam hal ini,kita mengambil Δ → 0, dan Δ → 0,pada masing- masing nilai nisbah 
diatas, kemudian menghitung limitnya ada, kita tulis: 
= lim 
Δ → 
( + Δ , ) − ( , ) 
Δ 
⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.4 ) 
= lim 
Δ → 
( , + Δ ) − ( , ) 
Δ 
⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.4 ) 
Berturut-turut, menyatakan perubahan suhu per satuan panjang di setiap titik 
dalam arah x,dan y.
Secara matematis,dari ruas kanan pers (7.4) terbaca bahwa : 
adalah fungsi f(x,y) terhadap x dengan memperlakukan y, sebagai suatu tetapan,yang 
disebut turunan parsial fungsi f(x,y) terhadap ; sedangkan 
adalah turunan fungsi f(x,y) terhadap y dengan memperlakukan x sebagai suatu tetapan, 
yang disebut turunan persial fungsi f (x,y) terhadap y . 
Lambang lain yang digunakan bagi adalah fx (d,y) begitu pula bagi adalah fx (x,y) . 
Secara geometris, jika x,y dan z adalah koordinat – koordinat kartesis, maka (x,y,z) 
menyatakan himpunan titik dalam ruang berdimensi tiga. Dalam z bergantung pada koordinat 
x, dany melalui persamaan = ( , ), maka himpunan titik ( , , = ( , ) menyatakan 
suaatu permukaan s dalam ruang berdimensi tiga , seperti diperlihatkan pada gambar 7.1. 
Persamaan = ( , )selanjutnya disebut persamaan pemukaan S. Himpunan titik pada 
persamaan S yang koordinat x-nya tak berubah, = tetap, jadi memenuhi persamaan 
= ( , ), terletak padasebuah kurva dengan koordinat y yang berperan sebagai 
parameter kurva. Ini adalah kurva irisan bidang = dengan permukaan = ( , ), 
yakni kurva AB pada gambar 7.1. Begitupula, permukaan = ( , ), yakni garis CD pada 
gambar 7.1. Jika = = tetap,maka persamaan ( , ) = disebut kontur atau tingkat 
kurva dari permukaan = ( , ) 
Z S 
C 
A B 
D 
O 
Y 
X 
Gambar 7.1 
Dengan tafsiran geometris ini, turunan parsial dan berturut-turut menyatakan 
kemiringan permukaan S sepanjang kurva = ( , ) dan = ( , ). 
Karena turunan parsial (7.4) pada umumnya juga merupakan fungsi dari x dan y. Maka jika 
diturunkan lebih lanjut kita menuliskannya sebagai berikut : 
≡ ≡ ≡ ≡ ≡ ≡
Yang disebut turunan parsial kedua.(perhatika baik-baik urutan variabel pada kedua 
penulisan diruas kanan). Begitu seterusnya untuk semua turunan yang lebih tinggi. 
CONTOH 7.2: 
Misalkan ( , ) = − sin( ).maka 
= − cos( , ), = 2 − cos ( ) 
= = { − cos( )} = sin 
= 〈2 − cos( )〉 = 2 − cos + cos ( ) 
= ( − cos ( )) − 2 cos + cos ( ) 
= = 〈2 − cos( )〉 = 2 + sin 
Dan seterusnya. Tampak bahwa 
Perlu dicatat bahwa kesamaan turunan campuran ini dijamin berlaku jika fxy dan fyx kontinu 
pada titik yang ditinjau. 
CONTOH 7.2: 
Tinjau persamaan gas ideal = , dengan P,V, dan T berturut-turut adalah tekanan, 
volume dan suhu gas ideal ; sedangkan n adalah jumlah mol gas , dan R suatu tetapan fisika , 
yakni tetapan gas semesta(universal). Berikut kita akan menganggapn tetap. 
Jika persamaan nya kita pecahkan bagi P, kita peroleh : 
= 
Sebagai fungsi dari T dan V, sehingga fungsi dari T dan V, sehingga 
= dan = ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.6) 
Sebaiknya, pemecahan persamaan keadaan gas ideal bagi V memberikan : 
= 
P 
Dimana sekarang P dan T adalah variabel bebas. Dengan demikian, kita peroleh : 
= dan = ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.7)
Jika T kita nyatakan sebagai fungsi dari P dan V,yakni : 
Maka = 
= dan = ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.8) 
Dari pers.(7.7) dan (7.8) kita peroleh = − = − = 
−1 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.9) 
Perhatian ,jika ruas kiri kita perlakukan sebagai perkalian tiga buah pecahan , kita seharusnya 
memperoleh nilai 1; suatu perbedaan penting yang perlu dicatat! 
Jika = ( , , , … ) adalah fungsi dari tiga variabel x,y,dan z,atau lebih, kita definisikan 
pula turunan parsial , , dan seperti diatas. 
7.3. DIFERENSIAL TOTAL 
Pada bahasan turunan parsial di atas , kita hanyalah meninjau perubahan fungsi perubahan 
fungsi f(x,y) terhadap pertambahan salah satu variabelnya,x atau y. Tentu saja kiat akan 
bertanya pula tentang bagaimanakah perubahan fungsi f(x,y) bila x dan y keduanya 
bertambah secara bebas? 
Misalkan fungsi f(x,y) mempunyai turunan parsial di (x,y). Pertambahan fungsi f(x,y) jika x 
bertambah menjadi + Δ , dan y menjadi Δ alah : 
Δ = ( + Δ , + Δ ) − ( , ) … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (7.10) 
Jika ditambahkan dan kurangkan ( , + Δ ) di ruas kanan, kita peroleh: 
Δ = [ ( + Δ Δ, + Δ ) − ( , + Δ )] + [ ( , + Δ ) − ( , )]........................(7.11) 
Suku pertama dalam kurung siku pada ruas kanan pers.(7.11) adalah pertambahan x dalam 
fungsi ( , + Δ ) dengan mempertahankan + Δ tetap. karena itu, kita sebnarnya 
berurusan dengan fungsi satu variabel x; untuk mana berlaku teorema nilai rata-rata kalukus. 
Teorema ini mengatakan: 
Jika ( ) memiliki turunan ( ) pada setiap titik dalam selang : [ − Δ , + Δ ], maka 
[ ( + Δ ) − ( )] = ()Δ ........................................................(7.12) 
Dengan = + Δ (0 < < 1) sebuah titik dalam selang [ − Δ , + Δ ] 
Dengan demikian ,kita dapat menulis : 
[ ( + Δ , + Δ ) − ( , + Δ )] = ( + Δ , + 
Δ )Δ .............................................(7.13)
Dengan 0 ≤ < 1. dengan cara yang sama ,penerapan teorema nilai rata-rata pada suku 
kedua pers.(7.11), dengan x dipertahankan tetap, menghasilkan: 
│ ( , + Δ − ( , )│= (x,y + Δ )Δ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(7.14) 
Dengan 0< <1 
Jika turunan parsial (x,y) dan (x,y) kontinu di (x,y) , maka: 
(x + Δ , + Δ ) = (x,y)+ 
(x,y + Δ ) = (x,y)+ 
Dengan lim = 0, lim = 0, Δ Δ . 
Dengan demikian ,pers.(7.11)menjadi : 
Δ = (x,y)Δ + (x,y)Δ + Δ + Δ 
Dengan mengambil limit 
Δ → 0, Δ → 0, ℎ ( , ): 
df = + ..........................................................................................(7.17) 
definisi diatas berlaku pula untuk fungsi dari tiga atau fungsi dari tiga atau lebih variabel, 
f(x,y,z,...),yakni : 
df = + + + ⋯ (7.18) 
setiap fungsi f(x,y) yang diferensialnya df memenuhi hubungan diferensial totol (7.18) 
disebut diferensial eksak.. 
Contoh 7.3: 
Hitunglah difirinsial totol fungsi f (x,y) pada contoh 6.1 
PEMECAHAN : 
Karena fx = y cos (xy),dan fy,dan fy = 2 – cos (x,y) kontinu,maka 
persamaan (7.17) menghasilkan : df = – cos ( ) + 2 – cos( ) 
CONTOH 7.4 : KESALAHAN RELATIF PENGUKURAN 
Percepatan gravitasi dapat ditentukan dari panjang 1 dan periode T bandul matematis; 
rumusnya adalah : g = 4 I/ . Tentukan kesalahan relatif terbesar dalam perhitungan g jika 
keselahan relatif dalam pengukuran I adalah 5%, dan T, 2%. 
PEMECAHAN : 
Kesalahan relatif dalam pengukuran I adalah kesalahan sebenarnya dalam pengukuran 
sebagian dengan panjang terukur I.karena kita dapat mengukur I lebih besar atau kecil dari I 
sesungguhnya, maka kesalahan relatif terbesar dI/I mungkin – 0,05 0,05. begitu pula│
dT/T │terberas adalah 0,02.karena kita menginginkan │dg/g│, kita hitung turunan dari Ln g. 
Dari hubungan g = 4 I / , kita peroleh : Ln g = Ln (4 ) + – dengan demikian 
dg/g = dI/I – 2 / 
Karena menurut keteksamaan segitiga : 
dg/g = dI/I – 2 / 
maka, kesalahan relatif terbesar │dg/g│= 0,05 +2(0,02) = 0,09 
ATURAN RANTAI 
Tinjaulah kembali fungsi z = f (x,y), yang secara geomitris menyatakan persaamaan 
permukaan S dalam ruang. Jika variabel x dan y berubah sepanjang kurva C sebarang yang 
persamaan parameternya adalah: 
x = x(s), dan y = y(s)........................................................................................................ (7.19) 
dengan s sebagai parameter, maka sepanjang kurva tersebut, z adalah fungsi dari s, 1 variabel 
: 
x = f (x(s) ,y (s)) = z (s)....................................................................................................(7.20) 
sehingga sepanjang kurva C: 
dx = , dy = ds , dz = ds.......................................................................... 
(7.21) 
dengan demikian, menurut pers. (7.17): 
= + ........................................................................................................... (7.22) 
Untuk kasus khusus : 
z = f (x,y); y= f(x); x bebas 
= + 
Perlkuasannya untuk fungsi dari n > 2 = ( , , … ) dengan masing – masing 
variabelnya x,y,z...,fungsi dari m variabel u,v,w,...,(m< ) : 
x = x (u,v,w,...); y= y(u,v,w...); z=z (u,v,w) 
adalah langsung . menurut persamaan (7.18) : 
df = dx + dy + + .. 
(7.23a)
karena masing – masing variabel x,y,z,...adalah jika fungsi dari u,v,w...,maka menurut dalam 
(7.18): 
dx = du + dv+ d + ⋯ 
dy = du + dv+ d + ⋯ (7.23b) 
dz = du + dv+ d + ⋯ 
sisipkan (7.23b)ke dalam (7.23a) memberikan : 
df = ( + + + ⋯) du + + + + ⋯ + ⋯ 
(7.23c) 
contoh 7.5 : 
Jika f = +2 – , = + , = − ,dan z = 2u,tentukanlah dan 
PEMECAHAN : 
Menurut pers. (7.23c): 
= + + 
= (2x + 2 )(1) + (2 − ) + (− / )(2) 
= 4 + 2 – − 2 /2 
= + + 
= (2 + 2 )(2 ) + (2 − )(−2 ) + (− / )( ) 
= 4vy + 2 
74. FUNGSI IMPLISIT 
Pada bahasan di atas,ketergantungan salah satu variabel pada yang lainnya diberikan 
dalam bentuk eksplisit, seperti y = f(x).Berikut kita akan meninjau ketergantungan variabel 
diberikan dalam bentuk implisit seperti ∅ ( , ) = . Untuk menghitung dy/dx, kita dapat 
terlebih dahulu memecahkan persamaan ∅ ( , ) = bagi y kemudian menurunkannya 
terhadap x.Tetapi cara yang seringkali cukup rumit,dapat di atas,karena menurut pers.(7.17) :
d∅ = ∅ dx + ∅ dy = 0 
yang darinya kita peroleh : 
= −( ∅/ 
∅/ ) 
Asalkan ∅ ≠ 0.Secarageometris,fungsiemplisit ∅( , ) = 0 menyatakan sebuah kurva pada 
bidang x,y. dan menyatakan kemiringan garis singgungnya di titik (x,y) dimana ∅ ≠ 0 
Contoh 7.6 
Tentukan kemiringan garis singgu pada kurva + 2 − 4 + 7 = 3 di titik (1,−1). 
PEMECAHAN : 
Tuliskan persamaan kurva di atasnya kebalikan denan ruas kanan nol: 
∅( , ) ( + 2 − 4 + 7 − 3) = 0 
Turunan persial ∅( , )terhadap x dan y 
: ∅ = (2x −4 + 7) di titik (1,−1) : ∅ = 13 
: ∅ = (4y −4 ) di titik (1,−1) : ∅ = −8 
Jadi, kemiringan kurva di titik (1,−1) adalah 
= −( ∅/ 
∅/ ) = − ( ) 
( ) ]( , ) = 13/8 
Untuk fungsi implisit dalam tiga atau lebih variabel x, y, z...,yakni : ∅( , . , … ) = 0 
Menurut pers. (7.18) 
Jika ∅/ ≠ 0, ℎ ∶ 
dz = −( ∅ + ∅ + ⋯ )/( ∅/ ) 
Dari persamaan ini terbaca : 
= - ∅ : ∅ , = - ∅ : ∅ (7.24) 
PENERAPAN DALAM TERMODINAMIKA 
Penerapan turunan parsial untuk mendapatkan hubungan antara berbagai besaran 
fisika, lebih sering digunakan dalam cabang Termodinamika, yang mengkaji kaitan antara 
energi dan kalor.Hukum pertama Termodinamika mengatakan bahwa jika pada sebuah sistem 
yang berinteraksi secara termal dengan lingkungan melakukan usaha terhadap lingkungan
sebesar W,maka sistem tersebut akan mengalami pertambahan energi dalam dU, dan 
menerima atau melepas kalor sbanyak Q,menurut hubungan : 
Q = dU + W (7.25) 
Notasi Q dan W untuk membedakan bahwa pertambahan kalor, dan usaha bergantung 
pada jenis proses, sedangkan dU menyatakan deferensial total fungsi energi dalam sistem. 
Untuk sistem gas keadaan sistem ditentukan oleh suhu T,tekanan P,dan volume V,yang 
berkaitan melalui suatu persamaan keadaan : 
F (P. V. T.) = 0 
Sebagai contoh, untuk gas ideal berlaku PV =nRT.Bagi sistem gas, energi dalam U pada 
umumnya merupakan fungsi dari suhu T dan volume V, U(T, V),sedangkan W = 
PdV,dengan P tekanan gas. 
Hukum Termodinamika kedua menyatakan bahwa bagi proses irreversibel (terbalikkan),kalor 
Q = TdS,dengan S adalah entropi. Dengan demikian,hukum pertama dapat dinyatakan 
dalam diferensial total sebagai berikut : 
TdS = dU + PdV, atau dU = -TdS + PdV (7.26) 
Persamaan tersebut memperlihatkan bahwa energi dalam U juga merupakan fungsi dari 
entropi S,dan volume V,U = U( S, V). Jadi, menurut rumusan diferensial total : 
dU= + (7.27) 
Pebandingan antara persamaan 1 dan 2 memperlihatkan bahwa berlaku hubungan : 
= − (7.28a) 
= P (7.28b) 
Turunan parsial silang (3) adalah 
= - ; = 
Karena = , maka - = (7.29) 
Persamaan kedua (4) adalah salah satu dari sehimpunan relasi Maxwell antara besaran-besaran 
termodinamika. 
Dengan cara yang sama, diturunkan pula relasi-relasi Maxwell berikut : 
= ; = ; = (7.30)
PERSOALAN EKSTREM TAKTERKENDALA 
Pada fungsi dua variabel z = f(x,y), atau lebih, berlaku pla persyaratan ekstrem yang 
sama, yang dapat dinaar berikut. Misalkan P( , ) adalah titik ekstrem fungsi z = f(x,y). 
Dengan memilih y = = tetap, maka z = f(x,y) menjadi fungsi dari variabel x, sedangkan 
jika dipilih x = , = tetap, maka z = f(x,y) menjadi fungsi dari satu variabel y. Dengan 
demikian, belaku syarat ekstrem seperti pada fungsi satu variabel, tetapi dalam hal ini ada dua 
persamaan, yakni : 
( , ) = 0 dan ( , ) = 0 
Jika variabel x dan y adalah bebas, maka persoalan ekstrem ini disebut ekstrem takterkendala 
(unconstraint). 
Untuk mencirikan jenis ekstremnya, kita perlu menghitung turunan parsial keduanya, , 
, dan dan besaran : 
D = det ( 7.31) 
Penentuan jenis ekstremnya sebagai berikut : 
Titik (a,b) adalah titik ekstrem fungsi f (x,y) jenis : 
(a).Maksimum, jika : (a,b) < 0, dan D > 0 
(b).Minimum, , jika : (a,b) > 0, dan D > 0 
(c).Titik pelana ( saddle), (a,b) < 0, dan D > 0 
Jika D = 0, tak ada yang dapat kita simpulkan mengenai jenis ekstrem fungsi z = 
f(x,y) 
CONTOH 7.8 : 
Carilah titik ekstrem dari fungsi f(x,y) = xy-x2-y2-2x-2y+4, dan tentukan jenis ekstremnya. 
PEMECAHAN 
Dari syarat ekstrem (7.30), kita peroleh : 
= y-2x-2y = 0, = x-2y-2 = 0 
Atau x = y = -2 
Jadi titik P(-2,-2) adalah satu-satunya titik ekstrem fumgsi f. Jenis ekstremnya,kta tentukan 
dari urunan kedua fungsi f : 
= -2, = -2, = 1 
Dan nilai diskriminannya di titik ( -2,-2 ) adalah titik ekstrem maksimum fungsi f. Nilai 
ekstremnya adalah :
F (-2,-2 ) = 8 
PERSOALAN EKSTREM TERKENDALA 
Pada persoalan ekstrem fungsi f(x, y, z) yang ditinjau di atas variabel x dan y berubah secara 
bebas. Ttapi dalam berbagai persoalan fisika dan geometri, variabel x dan y seringkali 
diisyaratkan memenuhi suatu hubungan tertentu, Φ(x, y, z) = 0. Di dalam bab ini akan kita 
bahas dua cara pemecahannya, yaitu cara eliminasi dan pengali Lagrange. 
CARA ELIMINASI : 
Pada cara eliminasi, kita pecahkan dahulu persamaan kendala, Φ(x, y, z) = 0 untuk salah satu 
variabel, kemudian mengunakannya untuk mengeliminasi variabel bersangkutan dari fungsi f, 
dan slanjutnya mencarikan nilai ekstrem fungsi f dalam variabel yang sisa. Sebagai contoh 
tinjaulah contoh soal berikut : 
CONTOH 7.9 
Tentukan letak titik P(a,b) pada sebuah permukaan bidang V : x-y+2z = 2, yang jaraknya 
terdekat ke titik awal 0. 
PEMECAHAN 
Pada bab 4 kita pelajari bahwa jarak sebuah titik Px, y, z) ke titik asal O adalah : | | = 
+ + 2. Karena | | minimum jika fungsi : 
F(x, y, z) = x2+y2+z2 
Maka kita dapat mengambil f sebagai fungsi yang hendak dicari nilai ekstremnya. Karena 
titik P(x, y, z) haruslah terletak pada bidang V : x-y+2z = 2, maka persamaan bidang ini 
adalah persamaan kendala. 
Φ(x, y, z) = x-y+2z-2 = 0 
Cara jelas untuk memecahkan persoalan ekstrem terkendala ini adalah cara eliminasi, yaitu 
memecahkan dahulu persaman kendala bagi salah satu variabel kemudian dsisipkan ke dalam 
fungsi. Dari persamaan kendal kita peroleh : 
Y = x + 2z -2 
Sisipkan ke dalam fungsi kuadrat jarak f, memberikan : 
F(x, y (x, z),z) = x2 + ( x+ 2z – 2)2 + z2 
= 2x2 + 4xz + 5z2 - 4x - 8z +4 
Penerapan syarat eksrem, memberikan : 
Fx = 4x + 4z – 4 = 0, fz = 4x + 10z – 8 = 0
Pemecahannya memberikan : x = , dan z = . Untuk menyelidiki jenis ekstrem yang 
bersangkutan, dalam variabel ( x, z), kita hitung lagi turunan parsial keduanya : 
Fxx = 4, fzz = 10, fxz = fzx, = 4 
Karena D = fxxfzz – f2 
zz = (4) (10) – 42 = 24 > 0, dan fxx > 0, maka ( , ) adalah titik ekstrem 
minimum fungsi f(x, z). Koordinat dari titik pada bidang : x- y + 2z = 2 adalah y = - . Jadi 
titik terdekat yang kita cari adalah : P ( , - , ). 
METODE PENGALI LAGRANGE: 
Persamaan kendala ( , , ) = 0 seringkali sangatlah rumit untuk 
dipecahkan,begitupula halnya dengan pemecahan syarat ekstrem : =0, =0,atau dalam dua 
variabel lainya.Untuk mengatasinya,matematikawan Prancis Louis Lagrange 
mengembangkan model pengali Lagrane,yang menghasilkan suatu sistem persamaan setara 
yang relatif mudah mencari pemecahanya .Gagasan dasarnya bertolak dari hasil penalaran 
berikut. 
Telah kita lihat bahwa syarat perlu bagi fungsi f (x,y,z) memiliki suatu nilai ekstrem 
adalah =0, =0, =0.Karena df = + + ,maka dititik ekstrem berlaku : 
df = + + = 0 
(7.23) 
Sebaliknya,jika df = 0,maka =0, =0, =0,karena dx,dy,dan dz bebas linear.Jika : 
( , , )0 
(7.23) 
Adalah persamaan kendala juga berlaku : 
= + + = 0 
(7.34) 
Kalikan pers (7.34 ) dengan sebuah parameter  kemudian jumlah kan dengan persamaan 
(7.32) memeberikan : 
( + ) + + + ( + ) = 0 
(7.35) 
Dengan memandang x,y,dan z bebas,maka dx,dy,dan dz juga bebas sehingga kita peroleh : 
( + ) = 0 , + = 0, ( + ) = 0 
(7.36) 
Ketiga persamaan (7.36) bersama dengan persamaan kendala (7.33) memberikan empat 
sistem persamaan yang dapat dipecahkan bagi keempat variabel x,y,z, dan .
Sistem persamaan (7.33) dan (7.36) dapat dipandang sebagai persamaan syarat 
ekstrem dari fungsi : 
( , , ) = + 
CONTOH 7.10 : 
Tentukanlah ukuran ketiga sisi sebuah kotak,tampa penutup atas,dengan volume 
maksimum,jika luas permukaanya 108 . 
PEMECAHAN : 
Tinjau kotaknya berada dalam oktan pertama dan ketiga sisinya berimpit dengan 
sumbu x,y,dan z.Maka volume kotak ini adalah xyz.Jadi fungsi yang hendak diselidiki 
ekstremnya adalah : 
( , , ) = 
Jumlah luas kotak tampa penutup alas adalah : L : xy + 2xz + 2yz .Karna luas permukaan 
kotak dikendalakan bernilai 108 , maka persamaan kendalanya adalah : 
( , , ) = + 2 + 2 = 108 
(7.37) 
Persamaan (7.36) menghasilkan : 
+ ( + 2 ) = 0 
+ ( + 2 ) = 0 
(7.38) 
+ (2 + 2 ) = 0 
Untuk memecahkanya ,kalikan persamaan pertama dengan x ,kedua kalikan dengan y ,dan 
ketiga dengan z ,kemudian jumlahkan, kita peroleh : 
+ ( − 2 + 2 ) = 0 
Gunakan persamaan kendala (7.37) , memberikan : 
+ 108 = 0 , atau = − 
Sisipkan kembali nilai ini kedalam (3.78),kemudian sederhanakan kita peroleh : 
1 − ( + 2 ) = 0 
1 − ( + 2 ) = 0 
1 − ( 2 + 2 ) = 0
Dari kedua persamaan pertama kita peroleh x = y.Sisipkan x = y kedalam persamaan 
ketiga,memberikan z = 18/y. Sisipkan x dan y kedalam persamaan pertama , menghasilkan x 
= 6. 
Jadi x = 6, y = 6,z = 3 memberikan ukuran sisi kotak yang dikehendaki. 
DUA ATAU LEBIH KENDALA. 
Perluasan metode pengali Lagrange untuk persoalan mencari nilai ekstrem fungsi f 
dengan variabel n dan m kendala ( m < n ) ditempuh dengan cara yang sama.Tinjau fungsi : 
= ( , , ) (7.39) 
Dengan m buah kendala : 
( , , ) = 0 ( = 1,2, … . , ) (7.40) 
Dalam hal ini , kita bentuk fungsi baru 
( , , , , , … , ) = + Σ (7.41) 
Dengan mengangap ( , , , , , … , ) bebas,kitaperoleh sistem persamaan berikut 
bagi persyaratan ekstrem fungsi F : 
= + = 0 (7.42 ) 
= + = 0 (7.42b) 
= + = 0 (7.42c) 
= = 0 ( = 1 ,2 , … … , ) (7.42d) 
Pemecahanya memberikan nilai ekstrem yang dicari. 
CONTOH 7.11 
Carilah titik-titik pada kurva perpotongan kerucut : = + dengan bidang V : x + y 
- z =1 , yang jaraknya ketitik asal O adalah terdekat dan terjauh. 
PEMECAHAN 
Disini fungsi yang hendak dicari nilai ekstremnya adalah kuadrat jarak antara titik 
(x,y,z) ketitik asal O (0,0,0):
( , , ) = + + 
Dengan kendala : 
(x,y,z) pada kerucut K : 
( , , ) = + − = 0 
(x,y,z) pada bidang V : 
ℎ( , , ) = 1 + + − = 0 
Untuk menerapkan metode pengali Lagrange,kita bentuk fungsi : 
( , , ) = + + ℎ 
(7.43) 
Persyratan ekstrem (7.42) memberikan : 
2 + 2 + = 0 (7.44a) 
2 + 2 + = 0 (7.44b) 
2 − 2 − = 0 (7.44c) 
+ − = 0 (7.44d) 
1 + + − = 0 (7.44e) 
Dari (7.44a) dan (7.44b) kita peroleh : 
( − ) = − ( − ) (7.45) 
Sedangkan dari (7.44b) dan (7.44c) : 
( + ) = − ( − ) (7.46) 
Persamaan (7.45)dipenuhi jika = atau jika ≠ y, λ = −1. 
Marilah kita selidiki apakah λ = −1,memberikan titik pada kurva perpotongan C . Dari (7.46) 
kita peroleh : 
+ = − atau = 0 
Dan pers. (7.44d) memberikan : + = 0, atau = 0 , = 0.Karena titik (0,0,0) tak 
memenuhi persamaan bidang (7.44e) ,maka pemecahan = −1 diabaikan ! 
Karna itu kita peroleh pemecahan : 
≠ 1 dan = (7.47) 
Sisipkan ( 7.47) kedalam ( 7.44e),kita peroleh :
= 1 + 2 (7.48) 
Sisipkan ( 7.47) dan ( 7.48) kedalam ( 7.44d): 
+ − (1 + 2 ) = 0 
2 + 4 + 1 ,yang memiliki akar –akar 
: −1 ± √ 
Jadi ,titik – titik yang dipertanyakan adalah: 
( −1 + √ , −1 + √ , −1 + √2 ) 
dan ( −1 − √ , −1 − √ , −1 − √2 ) 
Sisipkan koordinat titk P kedalam fungsi jarak : 
= + + = 2 + (1 + 2 ) = 6 + 4 + 1 
= 4 + (2 + 4 + 1) = 4 + 0 = 4 
Untuk di titik P : ( ) = 4 1 − √2 + = 4 ( − √2) 
 
      2 
 
  3 
4 
 1 
Untuk titik  
 
 
 
2 
2 
Q f (Q) 4 1 2 
Jika kurva perpotongan antara kerucut K dan bidang V adalah elips, maka P adalah 
titik terdekat, sedangkan Q titik terjauh ke titik asal 0(0,0,0). Sedangkan, jika C adalah 
hiperbola, maka P dan Q adalah titik terdekat, dari masing-masing cabang, ke titik asal 0. 
(selidiki jenis kurva C). 
SOAL-SOAL : 
TURUNAN PARSIAL : 
1. Hitunglah 
 
 
z 
, untuk setiap fungsi berikut : 
y 
dan 
z 
x 
 
 
y 
(a). , 
x 
z  
(b). z  sin xy  x2 y, 
(c). z  e y 1n z 
2. Hitunglah 
 
u 
z 
dan 
 
u 
y 
 
u 
x 
 
 
 
, , untuk setiap fungsih berikut :
(a). u  xy2  yz2  xz, 
(b). u  xyz  1n xy, 
 
 
x 
(c).   
  
  
y 
u x sin 1 
3. Perlihatkan bahwa jika : 
 
 
 
 
y 
 
2 
2 
(a).  ,   tan  1 1  2 2 ,  
0 2 
2 
 
 
   
 
y 
f 
x 
f 
n x y maka 
x 
f x y 
2 
 
 
 
 
(b).  , ,  , 0 2 
2 
2 
2 
2 
2 2 2  
 
 
 
   
z 
f 
y 
f 
x 
f 
f x y z x y z maka 
ATURAN RANTAI : 
4. Hitunglah 
u 
 
t 
 
dengan cara : 
(a).Nyatakan dahulu u sebagai fungsih eksplisit dari t, 
(b).Gunakan aturan rantai, jika : 
(a) u  xey  y sin x, x  t 2 , y  t 
(b) u  x2  y2  z 2 , x  et , y  et cos t, z  et sin t 
 
     
u 
5. Jika f x, y  exy , dengan 1 2 2 , tan 1 ,  
x n u v dan y hitunglah 
 
v 
f 
 
, . 
v 
dan 
f 
 
u 
 
 
6. Hitunglah 3 di (x,y,z) = (1,1,1), jika w  cos uv, u  xyz, v   / 4x2  y2  
FUNGSIH EMPLISIT : 
7. Hitunglah 
 
 
z 
, jika : 
y 
dan 
z 
x 
 
 
(a). xy3  sin z  z3  0 
(b). 3xy  xz  yz2  0 
NILAI EKSTREM : 
8. Selidiki titik ekstrem maksimum, minimum, dan pelana serta nilai ekstrem yang 
bersangkutan dari fungsih-fungsih berikut : 
(a). z  x2  xy  y2  3x  3y  4 
(b). z  x3  y3  2xy  6
(c). z  x sin y 
9. Sebuah pelat lingkaran x2  y2  1, dipanasi hingga suhunya di setiap titik (x,y) adalah 
: T x, y  x2  2y2  x . Carilah titik terpanas dan terdingin pada pelat tersebut, dan 
hitung pula nilai ekstremnya. 
10. Suhu t pada setiap titik dalam ruang adalah T = 400xy2. Carilah suhu tertinggi pada 
permukaan bola x2 + y2 + z2 = 1. 
11. Carilah nilai maksimum fungsih W = xyz pada garis potong bidang x+y+z = 40, dan z = 
x + y.
BAB VIII 
INTEGRAL LIPAT DAN TRANSFORMASI KOORDINAT 
8.1. UMUM 
Dalam fisika, kitaseringkali perlu menghitung berbagai besaran fisika total suatu benda. 
Sebagai contoh, masa total benda bila rapat masanya diketahui, pusat massa, momen 
kelembaman (inersia), medan listrik yang ditimbulkan suatu distribusi muatan, dan lain 
sebagainya. Dalam hal bendanya berdimensi dua atau tiga, perhitungan kita umumnya 
melibatkan integral lipat. 
Pada bab ini disajikan defenisi integral lipat serta beberapa teorema, contoh 
perhitungan, dan penerapannya dalam fisika. Perhitungan integrasi suatu integral lipat 
dilakukan dengan merumuskannya ulang sebagai suatu integral berulang atau bertahap. 
Sebagai contoh, untuk menghitung massa pelat datar (berdimensi dua), integral lipatnya yang 
disebut integral lipat dua, dirumuskan sebagai integral dua tahap dalam mana kita melakukan 
dua kali integrasi. Dalam bab ini kita hanya membahas integral lipat dua dan tiga. Di samping 
itu, dibahas pula transformasi koordinat pada pada variable integrasi, guna memudahkan 
perhitungan suatu integral lipat, yang memperkenalkan faktor determinan Jacobi. Khususnya, 
akan dibahas transformasi koordinat kartesis ke polar, untuk persoalan dua dimensi, dan ke 
koordinat silinder serta bola untuk persoalan tiga dimensi. Ketiga system koordinat ini 
tidaklah hanya penting bagi perhitungan integral lipat, tetapi juga bagi persoalan analisis 
kalkulus lainnya. 
Bahasan bab ini akan diawali dengan pendefenisian integral lipat-2. 
8.2. DEFENISI INTEGRAL LIPAT DUA 
Marilah kita tinjau persoalan fisika menghitung massa total M suatu pelat datar 
berhingga (jadi berdimensi dua), dengan distribusi massa takseragam (nonuniform)  
misalkan geometrikya berupa suatu daerah terbatas D dalam bidang kartesis xy, dengan rapat 
massa atau massa per satuaan luas pada setiap titik (x,y) adalah   f x, y seperti pada 
gambar 8.1. 
y 
i i y  y 
yi 
y 
xi i i x  x 
x 
i 
Gambar 8.1 daerah D pada bidang xy dengan elemen daerah kecil i  
Kita akan menghitung dadulu nilai hampiran bagi massa totalnya. Untuk itu, daerah 
pelat D kita bagi atas n-buah elemen daerah kecil  , , ,...... n  1 2 3 , dan memilih sebuah 
titik wakil (xi,yi) didalam elemen daerah i  (I = 1,2,3,….n). maka massa setiap elemen 
daerah si dihampiri oleh : 
  i m f x y  1 1 1   , 
........................................................................................ (8.1) 
Dengan i  adalah luas elemen daerah i  , massa total pelat D, dengan demikian, 
secara ham-piran diberikan oleh : 
    
  
    
n 
i i i 
n 
m f x y 
1 1 
1 
1 1 
,  
.................................................................. (8.2) 
Hampiran diruas kanan mendekati nilai pasti M, jika pembagian elemen daerah i  
dibuat sekecil mungkin sehingga  0 i  , yang dengan demikian meningkatkan jumlah 
elemen daerah n   . Jika kita memilih i  berbentuk petak dengan sisi i i x dan y , 
maka i i i   x y , dan dalam keadaan limit diatas : 
n 
lim  ,  ,  0, 0 
   
f x y  x  y  x   y 
   i i 
i i i i 
n 
1 1 
............................. (8.3) 
Limit pada ruas kanan, jika ada, dilambangkan oleh : 
f x y dxdy 
 , 
D 
............................................................................................. (8.4) 
Yang disebut integral lipat dua (double integral) dari fungsih f (x,y) terhadap daerah D. 
Pembuktian keberadaan (existence) integral ini dapat dilihat pada buku-buku matematika 
lanjut. Juga bahwa limit M pada pers. (8.3) tidak bergantung pada cara pembagian D kedalam 
elemen i  , dan pemilihan titik wakil (xi, yi) dalam i  . Ketiga sifat integral lipat dua berikut 
dapat dibuktikan melalui defenisi limit (8.3) : 
(1). Jika f = f(x, y) dan g = g(x, y) dua fungsih terdefenisikan pada daerah D, maka:
        
D D D 
f g dxdy fdxdy gdxdy 
....................................................... (8.5) 
(2). Jika c sebuah tetapan, maka : 
  cf  dxdy  c  
fdxdy 
D D 
................................................................................ (8.6) 
(3). Jika D merupakan gabungan daerah D1 dan D2, atau 1 2 D  D  D , dan 
, 1 2 D  D  C sebuah kurva batas, maka : 
     
D D1 D2 
fdxdy fdxdy fdxdy 
.................................................................. (8.7) 
8.3. INTEGRAL BERULANG DUA 
Untuk dapat menghitung sebuah integral lipat, yang dalam pasal ini akan dikhususkan 
pada integral lipat dua, kita akan menggunakan suatu prosedur yang mengalihkan 
perhitungan integral lipat ke integral berulang. Pertama, kita akan batasi bahasannya pada 
daerah normal yang 
Didefinisikan sebagai berikut. 
DEFINISI 8.2 : 
Suatu daerah D disebut normal terhadap : 
(a) Sumbu –x,jika setiap garis tegak lurus sumbu –x hanya memotong dua kurva batas D 
yang fungsi koordinatnya y = y1(x), dan y = y2(x) takberubah bentuk. 
(b) Sumbu –y, jika setiap garis tegak lurus sumbu –y hanya memotong dua kurva batas D 
yang fungsi koordinatnya x = x1(y), dan x = x2(y) takberubah bentuk. 
Untuk kesan gambarnya, perhatikan daerah D1 dan D2 pada gambar 8.2. Daerah D1 normal 
terhadap sumbu –x, sedangkan D2 normal terhadap sumbu –y 
y 
0 
y = y2 (x) 
y = y1 (x) 
D1 
a xi b x 
(a) 
y 
d 
yi 
0 
b 
x 
D2 
c 
x = x1 (y) 
x = x2 (y)
GAMBAR 8.2 (a). Daerah D1 normal terhadap sumbu -x.(b). Daerah D2 normal terhadap 
sumbu –y 
Suatu daerah D dapat terjadi tidak normal terhadap sumbu –x maupun –y . dalam hal seperti 
itu, daerah D dibagi kedalam beberapa subdaerah normal. Sebagai contoh, pada gambar 8.3, 
daerah D taknormal terhadap sumbu –x maupun –y, tetapi setiap subdaerah D1, D2 dan D3, 
normal terhadap sumbu-x(bagilah pula daerah D ke dalam sub-sub daerah yang normal 
terhhdap sumbu -y). 
y 
0 
x 
D1 D2 D3 
y = y2 (x) 
y = y1 (x) 
x = x2 (y) 
x = x1 (y) 
GAMBAR 8.3. Daerah D taknormal terhadap sumbu –x dan y dan y. Subdaerah D1, D2 dan 
D3 normal terhadap sumbu –x 
Sekarang, tinjaulah pelat D yang normal terhadap sumbu –x ,seperti pada gambar 
8.2a,dengan tepi bawah dibatasi oleh kurva y = y1(x), dan tepi atas oleh y = y2(x); sedangkan 
tepi kiri dan kanannya masing-masing oleh garis tegak x = a, dan x = b, (b>a,bilangan tetap). 
Jadi, secara ringkas : 
    x  y y x y 
    
   
   
 
 
D x y a x b 2 
 
, , 
1 
Jika rapat massa pelat D adalah f (x,y), maka integral lipat dua: 
t f x ydxdy 
   , 
D 
Yang menyatakan massa totalnya, dihitung secara bertahap, melalui definisi limit, sebagai 
berikut: 
a. Ambil sebarang titik  ,0 1 x pada sumbu-x, dengan a  x  b 1 
b. Tarik garis x = x1, kemudian tinjau sebuah lempeng tegak dengan sumbu x = x1, dan 
tebal , 1 x dalam daerah D, yang disebut lempeng ke-i 
c. Hitung lampiran massa tiap petak (i,j) pada koordinat   1 1 x , y dalam lempeng ke-i,
yakni: 
1  1 1  1 1 m  f x , y x y 
d. Hitung massa total lempeng ke-i, sebagai limit jumlah seluruh petak di dalamnya: 
 ,  ,  0 
 
lim lim 
   
 
   1 1 1 1 1 1 1 
1 
 
 
 
 
  
 
f x y y x y 
n 
m 
n 
m 
n 
j 
j 
e. Massa total pelat adalah limit jumlah massa seluruh lempeng dalam D, yakni: 
  
    
1 
    
0, 0. 
, ] , 
lim [lim 
1 1 
1 
1 1 1 1 
1 1 
  
  
   
dengan x dan y 
f x y y x 
m n 
M m 
n 
j 
m 
i 
m 
i 
f. Limit jumlah berulang di ruas kanan mendefinisikan integral berulang: 
  
  
 
 
2 
  
    
I f x y dy dx 
  
 
  
 
 
b 
x a 
y x 
y y x 
1 
, ] 
Jika kita memilih D noirmal terhadap sumbu-y, integral lipat duanya dihitung sebagai limit 
jumlah semua lempeng datar penyusun daerah D. Jika daerah 
 ,     ; ,  , , 1 2 D  x y x y  x  x y c  y  d d  c bilangan tetap maka integral lipat dua yang 
bersangkutan dalam bentuk integral berulang dua adalah: 
  
  
  
  
  
 
y x 
[ , ] 
I f x y dx dy 
x x y 
d 
y c 
2 
1 
Bagaimana cara menghitung integral berulang (8,9), dan (8,10)? Tinjau kembali integral 
berulang (8,9). Berdasarkan urutan pengambilan limit jumlah (8,8), langkah perhitungannya 
adalah sebgaia berikut: 
1) Hitung integral tak tenatu dalam tanda kurung terhadap y dengan memperlakukan x 
sebagai suatu tetapan. Hasilnya, adalah suatu fungsi primitif dalam y: 
x, y  f x, ydy 
2) Sisipkan batas atas dan bawahnya, maka diperoleh hasil integral tentu: 
  
y x 
2 
           
      
g x f x y dy x y x x y x 
  
y x 
1 
2 1 , , , 
3) Integral fungsi g(x) pada langkah (2), dari x=a s/d b, memberikan hasil akhir: 
b 
    
I g x dx 
a 
Langkah perhitungan yang sama dengan menggantikan x dan y, juga berlaku bagi integral 
berulang (8.10). (uraikan rincian langkahnya!) 
CONTOH 8.1: 
Hitunglah lipat-2 berikut: 
 
2 
  
  
 
I xydy dx 
x 
x 
y 
  
 
  
 
 
1 
0 0
PEMECAHAN 
Pertama, kita mengintegrasikan dari dalam terhadap y dengan mempertahankan x tetap: 
   2 2 2  5 
2 
xy dy xy x x x x 
x 
  1 2 
   
0 
0 
2 
1 
2 
0 
1 
2 
] 
2 
Kemudian, integrasikan hasil ini terhadap integral luar, yakni terhadap variabel x, kita 
peroleh: 
1 
12 
   
I x dx x 
1 1 
] 
1 
12 
2 
0 
1 
0 
6 5    
 
CONTOH 8.2 
Hitunglah integral lipat-2 pada contoh 8.1, dengan mengintegrasikan dahulu terhadap 
variabel x, kemudian terhadap y. 
PEMECAHAN : 
Pertama, gambarkan dahulu daerah integrasi Dxy integral lipat-2 pada contoh 8.1. Dari batas 
ntegrasinya, terbaca bahwa Dxy adalah daerah antara sumbu-x dan parabola y = x2 yang 
terletak antara garis x=0 dan x1, seperti pada gambar 8.4. 
Y 
y = x2 
DX,Y 
0 X 
GAMBAR 8.4 Daerah integrasi D contoh 8.1 dan 8.2. 
Untuk menentukan batas-batas integrasinya, kita tempuh langkah berikut: 
Langkah 1. Selidiki apakah daerah Dxy normal terhadap sumbu-y 
Karena garis normal terhadap sumbu-y hanyalah memotong kurva batas x  y di kiri, dan x 
=1 di kanan untuk seluruh daerah Dxy maka ia normal terhadap sumbu-y 
Langkah 2. Jika ya, lanjutkan ke langlah 3. Jika tidak bagi Dxy atas sejumlah minimal 
daerah normal terhadap sumbu-y, dan lakukan langkah 3 bagi setiap subdaerah.
Langkah 3. Tarik sebuah garis sejajar sumbu-x. Potong kurva terkiri adalah batas bawah, 
sedangkan yang terkanan batas atas integral terdalam (terhadap x). 
Karena garis normal sumbu-y memotong batas terkiri pada parabola y=x2, maka x1  y, dan 
batas terkanan pada garis x =1, maka x2 = 1. 
Langkah 4. Tentukan batas terbawah dan teratas, koordinat y, dari daerah Dxy. 
Dari bagian daerah Dxy terbaca bahwa batas terbawahnya adalaah sumbu-x, untuk mana y = 
0, jadi y1 = 0. Batas terbatasnya adalah koordinat y titik potong parabola y = x2 dengan garis 
x = 1, yakni y = 1, jadi y2 =1. 
Langkah 5. Tuliskan integral berulangnya, dan hitunglah hasilnya. 
Dari hasil penjajakan pada keempat langkah diata, kita dapati bahwa pernyataan integral 
berurutan soal ini, adalah: 
  
  
 
1 
I xydx dy 
0 
1 
[ ] 
y x y 
Integral terdalam, terhadap x adalah: 
  1 
 
 1 
  
 
  
1 
2 1 2 
2 
] 
2 
x y 
x 
x y xydy x y y y 
Sisipkan kembali pada integral I di atas, kemudian integrasikan terhadap y, kita peroleh: 
  
1 
12 
1 
6 
1 
4 
    
I y y dy y y 
1 1 
] 
1 
6 
1 
4 
2 
0 
1 
0 
3 2 2       
 
Sehingga dengan hasil yang kita peroleh diatas. 
INTEGRAL LIPAT-2 SEBAGAI VOLUME 
Jika z = f(x,y) adalah sebuah persamaan permukaan, maka integral lipat-2: 
        
V z dxdy f x, y dxdy 
D D 
Adalah volume bagian ruang tegak antara daerah D pada bidang xy dengan permukaan z = 
f(x,y), seperti pada gambar 5. 
NO.37 
Mengingat kembali dari bahasan aljabar pada Bab 4, bahwa luas d adalah besar vektor d , 
yakni : 
(8.17) 
d  (dxxdy) 
Dengan dx  iˆdx,dy  ˆjdy,dan x operator hasilkali silang. Karena itu, dalam pernyataan 
vektor, integral lipat (8.13) berbentuk :
  
I f (x, y) | (dxxdy) | 
Dxy 
(8.18) 
Dengan demikian, jika kita melakukan perubahan variabel atau transformasi koordint dari 
sistem (x,y) ke sistem (u,v)menurut persamaan transormasi : 
x= x(u,v) y= y (u,v) (8.19) 
Maka setiap elemen diferensial vektor transformasi menjadi : 
 
 
x 
 
 
y 
dv 
v 
 
 
x 
 
 
x 
du 
u 
dy 
dv 
v 
du 
u 
dx 
 
 
 
 
(8.20) 
Dengan du  uˆdu,dv  vˆdv,danuˆsertavˆ masing-masing adalah vektor satuan dalam arah 
pertambahan positif u dan v pada sistem koordinat (u,v). 
Elemen luas dA dalam koordinat (u,v) menjadi : 
 
y 
 
 
x 
 
y 
 
x 
 
 
y 
 
y 
 
 
x 
 
x 
 
 
 
 
 
dA  | | | | | duxdv | 
dxxdy du 
 
dv x 
du 
dv 
u 
v 
u 
v 
u 
v 
v 
u 
 
 
 
 
 
 
  
 
 
 
 
 
 
 
 
(8.21) 
Atau 
dudv 
x y 
 
dA J 1 
u v 
 
  
  
 
1 
Dengan 
 
    
 
 
    
 
 
x 
 
y 
 
 
x 
 
 
 
 
 
  
 
, 
J det 
 
 
 
 
 
x 
 
 
y 
 
 
 
 
  
 
 
v 
y 
u 
v 
u 
y 
u 
v 
v 
x 
u 
x y 
, 
u v 
(8.22) 
Adalah faktor jakobi yang bersangkutan. 
Disini kita akan khusus memilih transformasi koordinat yang memiliki invers. Jadi, terhadap 
transformasi koordinat (8.19) terdapat pula transformasi invers, 
U= u (x,y) v = v (x,y) (8.23)
Dengan faktor jacobian yang bersangkutan adalah : 
 
    
 
 
    
 
 
 
 
 
u 
 
v 
 
u 
 
 
 
   
 
  
v 
y 
x 
y 
x 
u v 
1 
J det 
x y 
1 
(8.24) 
Karena elemen luas dA tak berubah, maka : 
dxdy 
u v 
 
 
 
 
 
1 
1 
1 | | 
dA dxdy J J 
x y 
 
x y 
u v 
duxdv J 
x y 
u v 
 
 
 
 
   
  
  
1 
1 
1 
Yang adalah taat asas jika: 
1 
u v 
1 
1 
x y 
1 
1 
 
 
 
u y 
x y 
1 1 
1 
1 
1 
 
 
  
 
  
 
   
 
  
   
  
  
 
  
x y 
J 
u v 
atauJ 
x v 
J 
u v 
J 
(8.25) 
Sering kali dalam praktek hitungan, transformasi koordinat invers (8.23)yang 
diberikan,berbentuknya rumit untuk diubah kebentuk transformasi langsung, (8.19). dalam 
 
 
u v 
hal ini faktor jakobi   
  
x y 
J 
1 diperoleh dengan menghitung terlebih dahulu faktor jakobian 
1 
invers kemudian menggunakan hubungan (8.25), seperti diperhatikan pada contoh 8.5 dan 8.6 
berikut. 
Catatan : dalam bahasa berikut, bila faktor jacobi dituliskan tanpa argumen, J saja, maka yang 
 
 
x y 
dimaksudkan adalah   
  
u v 
J 
1 , dan J 1 untuk inversnya! 
1 
Hubungan (8.25), memperlihatkan bahwa kedua faktor ini tak boleh nol untuk semua nilai 
(x,y) atau (u,v). Titik (x,y) atau (u,v) pada mana J=0, disebut titik singuler. Artinya, di titik 
tersebut, hubungn transformasi koordinatnya tak terdefinisikan (karena tak memiliki invers). 
Perubahan variabel integrasi yang lazim digunakan adalah transformasi koordinat kartesis 
(x,y) ke polar (r,θ) melelui persamaan transformasi : 
x = r cos θ y = r sin θ (8.26a) 
Dengan transformasi invers :
  
  
    
x 
r x2 y2 , tan 1 y 
(8.26b) 
Faktor jakobi yang bersangkutan adalah : 
r 
  
 
 
  
cos sin 
 
J r 
 r 
x y 
1 
r 
 
 
   
  
  
det 
 sin cos 
1 
(8.27a) 
dan 
 
   
 
 
 
   
 
 
   
 
  
2 2 
r 
1 det 
1 
r 
x 
r 
y 
r 
y 
r 
x 
x y 
J 
 
(8.27b) 
Sesuai denga hubungan (8.25). 
Tampak bahwa pada nilai r = 0 atau (x=0, y=0), faktor jakobi J=0 atau J 1 . Titk r=0 ini 
disebut titik singuler koordinat polar (r,θ). 
Masalah berikut adalah pencirian pada daerah integrasi xy D dalam sistem (x,y) pada daerah 
integrasi uv D dalam sistem (u,v). Di sini ditinjau peta kurva batas xy D kedalam bidang (u,v). 
Penjelasan terincinya diberikan kepada ketiga soal berikut yang menguraikan langkah-langkahnya 
: 
Contoh 8.5 
Gunakan koordinat polar (r,θ)untuk menghitung integral lipat-2 berikut : 
I   xydxdy 
Dxy 
Dengan xy D adalah daerah pada kuadran I dalam bidang xy yang dibatasi oleh sumbu x, 
sumbu y dan lingkaran x2  y2  4
PEMECAHAN : 
Langkah I. Tentukan peralihan integran f (x, y)kegr,  
Karena f(x,y)= xy, maka terhadap transformasi koordinat polar (r,θ), ia beralih ke 
pernyataan : 
gr,   f xr, , yr,   r 2 cos sin 
Langkah II. Gambarkan daerah integrasi xy D 
Y 
2 
xy D 
 
 2 x 
GAMBAR 8.8 Daerag integrasi xy D soal 8.4, dab (b). Petanya, r D 
Secara sepintas xy D tampak dibatasi oleh tiga kurva yakni : 
   
: 0,0 2, 
C y x 
  
: 4 
C x y 
: 0,0 2, 
1 
3 
2 2 
2 
   
C x y 
Yang diperhatikan dalam gambar 8.8a. karena faktor jakobi, J = r, bernilai nol dititik 0,r=0, 
maka untuk menghindari kesinguleran ini, kita bentuk kurva batas ke-4 4 C , berupa lingkaran: 
: 2 2 2 ,0 2, 
4 C x  y      
Dan pada akhirnya mengambil limit  0. 
Langkah III. Gambarkan peta daerah integral r D : 
Untuk menggambarkan daera peta xy D pada bidang rθ, kita petakan masing-masing kurva 
batas lalu mencirikan daerah batas yang diperoleh.
  
  
: 0, 2, : 
C y x dipetakankekurva 
: 2 2 ,  
tan  
1 
  0 
1 
1 
' 
     
x 
C r x y x y 
C' pada bidang (r,θ). Karena 0  y  2,maka, 2 0     . 
Disini, y adalah parameter kurva 2 
C' adalah penggal garis sejajar 3 
Jadi, 2 
C' dipetakan kepenggal garis 3 
C' sejajar sumbu r, yang 
memotong sumbu θ di θ =π/2, dan terletak antara   r  2.C dipetakan ke penggal garis C' 
4 4 
sejajar sumbu θ, antara 2 0     , yang memotong sumbu r di r =   2. 
Keempat kurva dalam bidang (r,θ) ini, membatasi daerah r D berbentuk empat persegi 
panjang, seperti pada gambar 8.8b. 
Jadi, terhadap koordinat polar , intgral lipat-2 pada contoh ini teralihkan menjadi : 
      
 
I r r drd 
 Dr  2 cos sin 
        
 2 
lim 2 cos sin 
   
0 
3 
0 
 
   
r 
r dr d 
1 
 
 r  
cos 2 
2 
 
. 
 1 
4 
   
lim 0 
2 
0 
2 
2 
4   
 
 
 
 
 
 


Contenu connexe

Tendances

Pembuktian Sifat – Sifat Operasi Matriks
Pembuktian Sifat – Sifat Operasi MatriksPembuktian Sifat – Sifat Operasi Matriks
Pembuktian Sifat – Sifat Operasi MatriksIpit Sabrina
 
03 limit dan kekontinuan
03 limit dan kekontinuan03 limit dan kekontinuan
03 limit dan kekontinuanRudi Wicaksana
 
Persamaan garis lurus(Geometri Analitik Ruang)
Persamaan garis lurus(Geometri Analitik Ruang)Persamaan garis lurus(Geometri Analitik Ruang)
Persamaan garis lurus(Geometri Analitik Ruang)Dyas Arientiyya
 
Modul persamaan diferensial 1
Modul persamaan diferensial 1Modul persamaan diferensial 1
Modul persamaan diferensial 1Maya Umami
 
Metode numerik pertemuan 7 (interpolasi lagrange)
Metode numerik pertemuan 7 (interpolasi lagrange)Metode numerik pertemuan 7 (interpolasi lagrange)
Metode numerik pertemuan 7 (interpolasi lagrange)Nerossi Jonathan
 
Persamaan Diferensial Biasa ( Kalkulus 2 )
Persamaan Diferensial Biasa ( Kalkulus 2 )Persamaan Diferensial Biasa ( Kalkulus 2 )
Persamaan Diferensial Biasa ( Kalkulus 2 )Kelinci Coklat
 
Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )
Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )
Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )Kelinci Coklat
 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2Arvina Frida Karela
 
Persamaandifferensial
PersamaandifferensialPersamaandifferensial
PersamaandifferensialMeiky Ayah
 
Fungsi Gamma dan Beta (Kalkulus Peubah Banyak)
Fungsi Gamma dan Beta (Kalkulus Peubah Banyak)Fungsi Gamma dan Beta (Kalkulus Peubah Banyak)
Fungsi Gamma dan Beta (Kalkulus Peubah Banyak)Kelinci Coklat
 
Bilangan kompleks lengkap
Bilangan kompleks lengkapBilangan kompleks lengkap
Bilangan kompleks lengkapagus_budiarto
 
Analisis bab1 bab2
Analisis bab1 bab2Analisis bab1 bab2
Analisis bab1 bab2Charro NieZz
 
4 Menggambar Grafik Fungsi Dengan Matlab
4 Menggambar Grafik Fungsi Dengan Matlab4 Menggambar Grafik Fungsi Dengan Matlab
4 Menggambar Grafik Fungsi Dengan MatlabSimon Patabang
 
Diferensial Parsial
Diferensial ParsialDiferensial Parsial
Diferensial ParsialRose Nehe
 

Tendances (20)

Geometri analitik ruang
Geometri analitik ruangGeometri analitik ruang
Geometri analitik ruang
 
Pembuktian Sifat – Sifat Operasi Matriks
Pembuktian Sifat – Sifat Operasi MatriksPembuktian Sifat – Sifat Operasi Matriks
Pembuktian Sifat – Sifat Operasi Matriks
 
03 limit dan kekontinuan
03 limit dan kekontinuan03 limit dan kekontinuan
03 limit dan kekontinuan
 
Persamaan garis lurus(Geometri Analitik Ruang)
Persamaan garis lurus(Geometri Analitik Ruang)Persamaan garis lurus(Geometri Analitik Ruang)
Persamaan garis lurus(Geometri Analitik Ruang)
 
Modul persamaan diferensial 1
Modul persamaan diferensial 1Modul persamaan diferensial 1
Modul persamaan diferensial 1
 
Metode numerik pertemuan 7 (interpolasi lagrange)
Metode numerik pertemuan 7 (interpolasi lagrange)Metode numerik pertemuan 7 (interpolasi lagrange)
Metode numerik pertemuan 7 (interpolasi lagrange)
 
Persamaan Diferensial Biasa ( Kalkulus 2 )
Persamaan Diferensial Biasa ( Kalkulus 2 )Persamaan Diferensial Biasa ( Kalkulus 2 )
Persamaan Diferensial Biasa ( Kalkulus 2 )
 
Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )
Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )
Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )
 
2 deret fourier
2 deret fourier2 deret fourier
2 deret fourier
 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
 
Persamaandifferensial
PersamaandifferensialPersamaandifferensial
Persamaandifferensial
 
Turunan Fungsi Kompleks
Turunan Fungsi KompleksTurunan Fungsi Kompleks
Turunan Fungsi Kompleks
 
Fungsi Gamma dan Beta (Kalkulus Peubah Banyak)
Fungsi Gamma dan Beta (Kalkulus Peubah Banyak)Fungsi Gamma dan Beta (Kalkulus Peubah Banyak)
Fungsi Gamma dan Beta (Kalkulus Peubah Banyak)
 
Bilangan kompleks lengkap
Bilangan kompleks lengkapBilangan kompleks lengkap
Bilangan kompleks lengkap
 
Integral Lipat Tiga
Integral Lipat TigaIntegral Lipat Tiga
Integral Lipat Tiga
 
Analisis bab1 bab2
Analisis bab1 bab2Analisis bab1 bab2
Analisis bab1 bab2
 
Kalkulus 2 integral
Kalkulus 2 integralKalkulus 2 integral
Kalkulus 2 integral
 
4 Menggambar Grafik Fungsi Dengan Matlab
4 Menggambar Grafik Fungsi Dengan Matlab4 Menggambar Grafik Fungsi Dengan Matlab
4 Menggambar Grafik Fungsi Dengan Matlab
 
Diferensial Parsial
Diferensial ParsialDiferensial Parsial
Diferensial Parsial
 
Pengenalan Persamaan Differensial Parsial
Pengenalan Persamaan Differensial ParsialPengenalan Persamaan Differensial Parsial
Pengenalan Persamaan Differensial Parsial
 

Similaire à OPTIMASI TURUNAN PARSIAL

Similaire à OPTIMASI TURUNAN PARSIAL (20)

Fisika matematika bab4 differensial danintegral
Fisika matematika bab4 differensial danintegralFisika matematika bab4 differensial danintegral
Fisika matematika bab4 differensial danintegral
 
5_Kalkulus_Turunan_(1)[1].pptx
5_Kalkulus_Turunan_(1)[1].pptx5_Kalkulus_Turunan_(1)[1].pptx
5_Kalkulus_Turunan_(1)[1].pptx
 
Turunan.pptx
Turunan.pptxTurunan.pptx
Turunan.pptx
 
DIFFERENSIASI
DIFFERENSIASIDIFFERENSIASI
DIFFERENSIASI
 
Materi integral
Materi integralMateri integral
Materi integral
 
Kalkulus1
Kalkulus1 Kalkulus1
Kalkulus1
 
Kalkulus diferensial
Kalkulus diferensialKalkulus diferensial
Kalkulus diferensial
 
Bab 4.-integral-lipat-dua1 2
Bab 4.-integral-lipat-dua1 2Bab 4.-integral-lipat-dua1 2
Bab 4.-integral-lipat-dua1 2
 
Fancy Page with LaTeX
Fancy Page with LaTeX Fancy Page with LaTeX
Fancy Page with LaTeX
 
Integral rangkap
Integral rangkapIntegral rangkap
Integral rangkap
 
Integral rangkap
Integral rangkapIntegral rangkap
Integral rangkap
 
Indra mds
Indra mdsIndra mds
Indra mds
 
4 spldvmateri(1)
4 spldvmateri(1)4 spldvmateri(1)
4 spldvmateri(1)
 
Limit
LimitLimit
Limit
 
2. matematika termodinamika
2. matematika termodinamika2. matematika termodinamika
2. matematika termodinamika
 
Makalah fismat iii poisson
Makalah fismat iii poissonMakalah fismat iii poisson
Makalah fismat iii poisson
 
Pdp jadi
Pdp jadiPdp jadi
Pdp jadi
 
Diferensial
DiferensialDiferensial
Diferensial
 
Aturan rantai 2 variable
Aturan rantai 2 variableAturan rantai 2 variable
Aturan rantai 2 variable
 
aturan pencarian turunan
aturan pencarian turunanaturan pencarian turunan
aturan pencarian turunan
 

Plus de MAFIA '11

RPP IPA BAB VI KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB VI KELAS 8 SEMESTER IRPP IPA BAB VI KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB VI KELAS 8 SEMESTER IMAFIA '11
 
RPP IPA BAB V KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB V KELAS 8 SEMESTER IRPP IPA BAB V KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB V KELAS 8 SEMESTER IMAFIA '11
 
RPP IPA BAB IV KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB IV KELAS 8 SEMESTER IRPP IPA BAB IV KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB IV KELAS 8 SEMESTER IMAFIA '11
 
RPP IPA BAB III KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB III KELAS 8 SEMESTER IRPP IPA BAB III KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB III KELAS 8 SEMESTER IMAFIA '11
 
RPP IPA BAB II KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB II KELAS 8 SEMESTER IRPP IPA BAB II KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB II KELAS 8 SEMESTER IMAFIA '11
 
RPP IPA BAB I KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB I KELAS 8 SEMESTER IRPP IPA BAB I KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB I KELAS 8 SEMESTER IMAFIA '11
 
SOAL ULANGAN HARIAN KELAS VIII (BAB III-VI)
SOAL ULANGAN HARIAN KELAS VIII (BAB III-VI)SOAL ULANGAN HARIAN KELAS VIII (BAB III-VI)
SOAL ULANGAN HARIAN KELAS VIII (BAB III-VI)MAFIA '11
 
RPP HUKUM NEWTON
RPP HUKUM NEWTONRPP HUKUM NEWTON
RPP HUKUM NEWTONMAFIA '11
 
BAHAN AJAR GERAK MELINGKAR.PPT
BAHAN AJAR GERAK MELINGKAR.PPTBAHAN AJAR GERAK MELINGKAR.PPT
BAHAN AJAR GERAK MELINGKAR.PPTMAFIA '11
 
LKS GERAK MELINGKAR
LKS GERAK MELINGKARLKS GERAK MELINGKAR
LKS GERAK MELINGKARMAFIA '11
 
BAHAN AJAR GERAK MELINGKAR
BAHAN AJAR GERAK MELINGKARBAHAN AJAR GERAK MELINGKAR
BAHAN AJAR GERAK MELINGKARMAFIA '11
 
RPP GERAK MELINGKAR
RPP GERAK MELINGKARRPP GERAK MELINGKAR
RPP GERAK MELINGKARMAFIA '11
 
BAHAN AJAR GERAK LURUS
BAHAN AJAR GERAK LURUSBAHAN AJAR GERAK LURUS
BAHAN AJAR GERAK LURUSMAFIA '11
 
LKS GERAK LURUS
LKS GERAK LURUSLKS GERAK LURUS
LKS GERAK LURUSMAFIA '11
 
RPP GERAK LURUS
RPP GERAK LURUSRPP GERAK LURUS
RPP GERAK LURUSMAFIA '11
 
RPP GERAK LURUS DENGAN KECEPATAN & PERCEPATAN KONSTAN
RPP GERAK LURUS DENGAN KECEPATAN & PERCEPATAN KONSTANRPP GERAK LURUS DENGAN KECEPATAN & PERCEPATAN KONSTAN
RPP GERAK LURUS DENGAN KECEPATAN & PERCEPATAN KONSTANMAFIA '11
 
TUGAS PROYEK PERCOBAAN VEKTOR
TUGAS PROYEK PERCOBAAN VEKTORTUGAS PROYEK PERCOBAAN VEKTOR
TUGAS PROYEK PERCOBAAN VEKTORMAFIA '11
 
BAHAN AJAR VEKTOR
BAHAN AJAR VEKTORBAHAN AJAR VEKTOR
BAHAN AJAR VEKTORMAFIA '11
 

Plus de MAFIA '11 (20)

RPP IPA BAB VI KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB VI KELAS 8 SEMESTER IRPP IPA BAB VI KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB VI KELAS 8 SEMESTER I
 
RPP IPA BAB V KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB V KELAS 8 SEMESTER IRPP IPA BAB V KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB V KELAS 8 SEMESTER I
 
RPP IPA BAB IV KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB IV KELAS 8 SEMESTER IRPP IPA BAB IV KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB IV KELAS 8 SEMESTER I
 
RPP IPA BAB III KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB III KELAS 8 SEMESTER IRPP IPA BAB III KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB III KELAS 8 SEMESTER I
 
RPP IPA BAB II KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB II KELAS 8 SEMESTER IRPP IPA BAB II KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB II KELAS 8 SEMESTER I
 
RPP IPA BAB I KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB I KELAS 8 SEMESTER IRPP IPA BAB I KELAS 8 SEMESTER I
RPP IPA BAB I KELAS 8 SEMESTER I
 
SOAL ULANGAN HARIAN KELAS VIII (BAB III-VI)
SOAL ULANGAN HARIAN KELAS VIII (BAB III-VI)SOAL ULANGAN HARIAN KELAS VIII (BAB III-VI)
SOAL ULANGAN HARIAN KELAS VIII (BAB III-VI)
 
RPP HUKUM NEWTON
RPP HUKUM NEWTONRPP HUKUM NEWTON
RPP HUKUM NEWTON
 
BAHAN AJAR GERAK MELINGKAR.PPT
BAHAN AJAR GERAK MELINGKAR.PPTBAHAN AJAR GERAK MELINGKAR.PPT
BAHAN AJAR GERAK MELINGKAR.PPT
 
LKS GERAK MELINGKAR
LKS GERAK MELINGKARLKS GERAK MELINGKAR
LKS GERAK MELINGKAR
 
BAHAN AJAR GERAK MELINGKAR
BAHAN AJAR GERAK MELINGKARBAHAN AJAR GERAK MELINGKAR
BAHAN AJAR GERAK MELINGKAR
 
RPP GERAK MELINGKAR
RPP GERAK MELINGKARRPP GERAK MELINGKAR
RPP GERAK MELINGKAR
 
BAHAN AJAR GERAK LURUS
BAHAN AJAR GERAK LURUSBAHAN AJAR GERAK LURUS
BAHAN AJAR GERAK LURUS
 
LKS GLB
LKS GLBLKS GLB
LKS GLB
 
LKS GERAK LURUS
LKS GERAK LURUSLKS GERAK LURUS
LKS GERAK LURUS
 
RPP GERAK LURUS
RPP GERAK LURUSRPP GERAK LURUS
RPP GERAK LURUS
 
RPP GERAK LURUS DENGAN KECEPATAN & PERCEPATAN KONSTAN
RPP GERAK LURUS DENGAN KECEPATAN & PERCEPATAN KONSTANRPP GERAK LURUS DENGAN KECEPATAN & PERCEPATAN KONSTAN
RPP GERAK LURUS DENGAN KECEPATAN & PERCEPATAN KONSTAN
 
TUGAS PROYEK PERCOBAAN VEKTOR
TUGAS PROYEK PERCOBAAN VEKTORTUGAS PROYEK PERCOBAAN VEKTOR
TUGAS PROYEK PERCOBAAN VEKTOR
 
LKS VEKTOR
LKS VEKTORLKS VEKTOR
LKS VEKTOR
 
BAHAN AJAR VEKTOR
BAHAN AJAR VEKTORBAHAN AJAR VEKTOR
BAHAN AJAR VEKTOR
 

Dernier

rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfGugunGunawan93
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKARenoMardhatillahS
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...Kanaidi ken
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptxTeknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptxwongcp2
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasHardaminOde2
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaEzraCalva
 
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2noviamaiyanti
 
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptNabilahKhairunnisa6
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfNatasyaA11
 
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdfsandi625870
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptAcemediadotkoM1
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfcicovendra
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdfWahyudinST
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasAZakariaAmien1
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSyudi_alfian
 
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxSKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxg66527130
 
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfPanduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfandriasyulianto57
 

Dernier (20)

rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptxTeknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
 
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
 
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
 
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
 
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptxSKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
SKPM Kualiti @ Sekolah 23 Feb 22222023.pptx
 
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfPanduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
 

OPTIMASI TURUNAN PARSIAL

  • 1. TURUNAN PARSIAL 7.1 UMUM Bahasan kita mengenai fungsi didepan hanyalah terbatas pada fungsi = (x) dari satu variabel x. Suatu besaran fisika, yang secara kuantitatif kita kaitkan dengan suatu fungsi, suhu T ruang misalnya, berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya, yang berarti = (x,y,z), suatu fungsi daari tiga variabel x,y, dan z, yang berkaitan dengan ketiga koordinat sebuah titik dalam ruang. Dalam bab ini kita akan membahas tentang definisi fungsi lebih dari satu variabel, diferensialnya, dan persoalan ekstrem fungsi variabel banyak, takterkendala dan yang terkendala. 7.2. PENGERTIAN TURUNAN PARSIAL (fismat3)start Untuk memperoleh pengertian awal mengenai turunan parsial, marilah kita tinjau selembar pelat logam datar panas D yang dalam keadaan mantap tersebar suhu takseragam T. Andaikan bidang koordinat xy dipilih pada bidang pelat logam . maka sebaran suhunya dinyatakan oleh fungsi dua variaabel : = ( , ) ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.1) Untuk mengetahui rata- rata perubahan suhu pelat ∇ per satuan panjang dalam arah sumbu x,sejauh Δ ,untuk oirdinat yng tetap,kita hitung nisbah: Δ Δ = ( , ) − ( , ) Δ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.2) Begitupula, rata-rata perubahan suhu Δ persatuan panjang dalam arah sumbu –y sejauh Δ ,untuk absis x yang tetap,diberikan oleh nisbah: Δ Δ = ( , + Δ ) − ( , ) Δ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.3) Lasimnya kita cendeeung menghitung peubahan suhu persatuan panjang disetiap titik (x.y). dalam hal ini,kita mengambil Δ → 0, dan Δ → 0,pada masing- masing nilai nisbah diatas, kemudian menghitung limitnya ada, kita tulis: = lim Δ → ( + Δ , ) − ( , ) Δ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.4 ) = lim Δ → ( , + Δ ) − ( , ) Δ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.4 ) Berturut-turut, menyatakan perubahan suhu per satuan panjang di setiap titik dalam arah x,dan y.
  • 2. Secara matematis,dari ruas kanan pers (7.4) terbaca bahwa : adalah fungsi f(x,y) terhadap x dengan memperlakukan y, sebagai suatu tetapan,yang disebut turunan parsial fungsi f(x,y) terhadap ; sedangkan adalah turunan fungsi f(x,y) terhadap y dengan memperlakukan x sebagai suatu tetapan, yang disebut turunan persial fungsi f (x,y) terhadap y . Lambang lain yang digunakan bagi adalah fx (d,y) begitu pula bagi adalah fx (x,y) . Secara geometris, jika x,y dan z adalah koordinat – koordinat kartesis, maka (x,y,z) menyatakan himpunan titik dalam ruang berdimensi tiga. Dalam z bergantung pada koordinat x, dany melalui persamaan = ( , ), maka himpunan titik ( , , = ( , ) menyatakan suaatu permukaan s dalam ruang berdimensi tiga , seperti diperlihatkan pada gambar 7.1. Persamaan = ( , )selanjutnya disebut persamaan pemukaan S. Himpunan titik pada persamaan S yang koordinat x-nya tak berubah, = tetap, jadi memenuhi persamaan = ( , ), terletak padasebuah kurva dengan koordinat y yang berperan sebagai parameter kurva. Ini adalah kurva irisan bidang = dengan permukaan = ( , ), yakni kurva AB pada gambar 7.1. Begitupula, permukaan = ( , ), yakni garis CD pada gambar 7.1. Jika = = tetap,maka persamaan ( , ) = disebut kontur atau tingkat kurva dari permukaan = ( , ) Z S C A B D O Y X Gambar 7.1 Dengan tafsiran geometris ini, turunan parsial dan berturut-turut menyatakan kemiringan permukaan S sepanjang kurva = ( , ) dan = ( , ). Karena turunan parsial (7.4) pada umumnya juga merupakan fungsi dari x dan y. Maka jika diturunkan lebih lanjut kita menuliskannya sebagai berikut : ≡ ≡ ≡ ≡ ≡ ≡
  • 3. Yang disebut turunan parsial kedua.(perhatika baik-baik urutan variabel pada kedua penulisan diruas kanan). Begitu seterusnya untuk semua turunan yang lebih tinggi. CONTOH 7.2: Misalkan ( , ) = − sin( ).maka = − cos( , ), = 2 − cos ( ) = = { − cos( )} = sin = 〈2 − cos( )〉 = 2 − cos + cos ( ) = ( − cos ( )) − 2 cos + cos ( ) = = 〈2 − cos( )〉 = 2 + sin Dan seterusnya. Tampak bahwa Perlu dicatat bahwa kesamaan turunan campuran ini dijamin berlaku jika fxy dan fyx kontinu pada titik yang ditinjau. CONTOH 7.2: Tinjau persamaan gas ideal = , dengan P,V, dan T berturut-turut adalah tekanan, volume dan suhu gas ideal ; sedangkan n adalah jumlah mol gas , dan R suatu tetapan fisika , yakni tetapan gas semesta(universal). Berikut kita akan menganggapn tetap. Jika persamaan nya kita pecahkan bagi P, kita peroleh : = Sebagai fungsi dari T dan V, sehingga fungsi dari T dan V, sehingga = dan = ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.6) Sebaiknya, pemecahan persamaan keadaan gas ideal bagi V memberikan : = P Dimana sekarang P dan T adalah variabel bebas. Dengan demikian, kita peroleh : = dan = ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.7)
  • 4. Jika T kita nyatakan sebagai fungsi dari P dan V,yakni : Maka = = dan = ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.8) Dari pers.(7.7) dan (7.8) kita peroleh = − = − = −1 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.9) Perhatian ,jika ruas kiri kita perlakukan sebagai perkalian tiga buah pecahan , kita seharusnya memperoleh nilai 1; suatu perbedaan penting yang perlu dicatat! Jika = ( , , , … ) adalah fungsi dari tiga variabel x,y,dan z,atau lebih, kita definisikan pula turunan parsial , , dan seperti diatas. 7.3. DIFERENSIAL TOTAL Pada bahasan turunan parsial di atas , kita hanyalah meninjau perubahan fungsi perubahan fungsi f(x,y) terhadap pertambahan salah satu variabelnya,x atau y. Tentu saja kiat akan bertanya pula tentang bagaimanakah perubahan fungsi f(x,y) bila x dan y keduanya bertambah secara bebas? Misalkan fungsi f(x,y) mempunyai turunan parsial di (x,y). Pertambahan fungsi f(x,y) jika x bertambah menjadi + Δ , dan y menjadi Δ alah : Δ = ( + Δ , + Δ ) − ( , ) … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (7.10) Jika ditambahkan dan kurangkan ( , + Δ ) di ruas kanan, kita peroleh: Δ = [ ( + Δ Δ, + Δ ) − ( , + Δ )] + [ ( , + Δ ) − ( , )]........................(7.11) Suku pertama dalam kurung siku pada ruas kanan pers.(7.11) adalah pertambahan x dalam fungsi ( , + Δ ) dengan mempertahankan + Δ tetap. karena itu, kita sebnarnya berurusan dengan fungsi satu variabel x; untuk mana berlaku teorema nilai rata-rata kalukus. Teorema ini mengatakan: Jika ( ) memiliki turunan ( ) pada setiap titik dalam selang : [ − Δ , + Δ ], maka [ ( + Δ ) − ( )] = ()Δ ........................................................(7.12) Dengan = + Δ (0 < < 1) sebuah titik dalam selang [ − Δ , + Δ ] Dengan demikian ,kita dapat menulis : [ ( + Δ , + Δ ) − ( , + Δ )] = ( + Δ , + Δ )Δ .............................................(7.13)
  • 5. Dengan 0 ≤ < 1. dengan cara yang sama ,penerapan teorema nilai rata-rata pada suku kedua pers.(7.11), dengan x dipertahankan tetap, menghasilkan: │ ( , + Δ − ( , )│= (x,y + Δ )Δ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(7.14) Dengan 0< <1 Jika turunan parsial (x,y) dan (x,y) kontinu di (x,y) , maka: (x + Δ , + Δ ) = (x,y)+ (x,y + Δ ) = (x,y)+ Dengan lim = 0, lim = 0, Δ Δ . Dengan demikian ,pers.(7.11)menjadi : Δ = (x,y)Δ + (x,y)Δ + Δ + Δ Dengan mengambil limit Δ → 0, Δ → 0, ℎ ( , ): df = + ..........................................................................................(7.17) definisi diatas berlaku pula untuk fungsi dari tiga atau fungsi dari tiga atau lebih variabel, f(x,y,z,...),yakni : df = + + + ⋯ (7.18) setiap fungsi f(x,y) yang diferensialnya df memenuhi hubungan diferensial totol (7.18) disebut diferensial eksak.. Contoh 7.3: Hitunglah difirinsial totol fungsi f (x,y) pada contoh 6.1 PEMECAHAN : Karena fx = y cos (xy),dan fy,dan fy = 2 – cos (x,y) kontinu,maka persamaan (7.17) menghasilkan : df = – cos ( ) + 2 – cos( ) CONTOH 7.4 : KESALAHAN RELATIF PENGUKURAN Percepatan gravitasi dapat ditentukan dari panjang 1 dan periode T bandul matematis; rumusnya adalah : g = 4 I/ . Tentukan kesalahan relatif terbesar dalam perhitungan g jika keselahan relatif dalam pengukuran I adalah 5%, dan T, 2%. PEMECAHAN : Kesalahan relatif dalam pengukuran I adalah kesalahan sebenarnya dalam pengukuran sebagian dengan panjang terukur I.karena kita dapat mengukur I lebih besar atau kecil dari I sesungguhnya, maka kesalahan relatif terbesar dI/I mungkin – 0,05 0,05. begitu pula│
  • 6. dT/T │terberas adalah 0,02.karena kita menginginkan │dg/g│, kita hitung turunan dari Ln g. Dari hubungan g = 4 I / , kita peroleh : Ln g = Ln (4 ) + – dengan demikian dg/g = dI/I – 2 / Karena menurut keteksamaan segitiga : dg/g = dI/I – 2 / maka, kesalahan relatif terbesar │dg/g│= 0,05 +2(0,02) = 0,09 ATURAN RANTAI Tinjaulah kembali fungsi z = f (x,y), yang secara geomitris menyatakan persaamaan permukaan S dalam ruang. Jika variabel x dan y berubah sepanjang kurva C sebarang yang persamaan parameternya adalah: x = x(s), dan y = y(s)........................................................................................................ (7.19) dengan s sebagai parameter, maka sepanjang kurva tersebut, z adalah fungsi dari s, 1 variabel : x = f (x(s) ,y (s)) = z (s)....................................................................................................(7.20) sehingga sepanjang kurva C: dx = , dy = ds , dz = ds.......................................................................... (7.21) dengan demikian, menurut pers. (7.17): = + ........................................................................................................... (7.22) Untuk kasus khusus : z = f (x,y); y= f(x); x bebas = + Perlkuasannya untuk fungsi dari n > 2 = ( , , … ) dengan masing – masing variabelnya x,y,z...,fungsi dari m variabel u,v,w,...,(m< ) : x = x (u,v,w,...); y= y(u,v,w...); z=z (u,v,w) adalah langsung . menurut persamaan (7.18) : df = dx + dy + + .. (7.23a)
  • 7. karena masing – masing variabel x,y,z,...adalah jika fungsi dari u,v,w...,maka menurut dalam (7.18): dx = du + dv+ d + ⋯ dy = du + dv+ d + ⋯ (7.23b) dz = du + dv+ d + ⋯ sisipkan (7.23b)ke dalam (7.23a) memberikan : df = ( + + + ⋯) du + + + + ⋯ + ⋯ (7.23c) contoh 7.5 : Jika f = +2 – , = + , = − ,dan z = 2u,tentukanlah dan PEMECAHAN : Menurut pers. (7.23c): = + + = (2x + 2 )(1) + (2 − ) + (− / )(2) = 4 + 2 – − 2 /2 = + + = (2 + 2 )(2 ) + (2 − )(−2 ) + (− / )( ) = 4vy + 2 74. FUNGSI IMPLISIT Pada bahasan di atas,ketergantungan salah satu variabel pada yang lainnya diberikan dalam bentuk eksplisit, seperti y = f(x).Berikut kita akan meninjau ketergantungan variabel diberikan dalam bentuk implisit seperti ∅ ( , ) = . Untuk menghitung dy/dx, kita dapat terlebih dahulu memecahkan persamaan ∅ ( , ) = bagi y kemudian menurunkannya terhadap x.Tetapi cara yang seringkali cukup rumit,dapat di atas,karena menurut pers.(7.17) :
  • 8. d∅ = ∅ dx + ∅ dy = 0 yang darinya kita peroleh : = −( ∅/ ∅/ ) Asalkan ∅ ≠ 0.Secarageometris,fungsiemplisit ∅( , ) = 0 menyatakan sebuah kurva pada bidang x,y. dan menyatakan kemiringan garis singgungnya di titik (x,y) dimana ∅ ≠ 0 Contoh 7.6 Tentukan kemiringan garis singgu pada kurva + 2 − 4 + 7 = 3 di titik (1,−1). PEMECAHAN : Tuliskan persamaan kurva di atasnya kebalikan denan ruas kanan nol: ∅( , ) ( + 2 − 4 + 7 − 3) = 0 Turunan persial ∅( , )terhadap x dan y : ∅ = (2x −4 + 7) di titik (1,−1) : ∅ = 13 : ∅ = (4y −4 ) di titik (1,−1) : ∅ = −8 Jadi, kemiringan kurva di titik (1,−1) adalah = −( ∅/ ∅/ ) = − ( ) ( ) ]( , ) = 13/8 Untuk fungsi implisit dalam tiga atau lebih variabel x, y, z...,yakni : ∅( , . , … ) = 0 Menurut pers. (7.18) Jika ∅/ ≠ 0, ℎ ∶ dz = −( ∅ + ∅ + ⋯ )/( ∅/ ) Dari persamaan ini terbaca : = - ∅ : ∅ , = - ∅ : ∅ (7.24) PENERAPAN DALAM TERMODINAMIKA Penerapan turunan parsial untuk mendapatkan hubungan antara berbagai besaran fisika, lebih sering digunakan dalam cabang Termodinamika, yang mengkaji kaitan antara energi dan kalor.Hukum pertama Termodinamika mengatakan bahwa jika pada sebuah sistem yang berinteraksi secara termal dengan lingkungan melakukan usaha terhadap lingkungan
  • 9. sebesar W,maka sistem tersebut akan mengalami pertambahan energi dalam dU, dan menerima atau melepas kalor sbanyak Q,menurut hubungan : Q = dU + W (7.25) Notasi Q dan W untuk membedakan bahwa pertambahan kalor, dan usaha bergantung pada jenis proses, sedangkan dU menyatakan deferensial total fungsi energi dalam sistem. Untuk sistem gas keadaan sistem ditentukan oleh suhu T,tekanan P,dan volume V,yang berkaitan melalui suatu persamaan keadaan : F (P. V. T.) = 0 Sebagai contoh, untuk gas ideal berlaku PV =nRT.Bagi sistem gas, energi dalam U pada umumnya merupakan fungsi dari suhu T dan volume V, U(T, V),sedangkan W = PdV,dengan P tekanan gas. Hukum Termodinamika kedua menyatakan bahwa bagi proses irreversibel (terbalikkan),kalor Q = TdS,dengan S adalah entropi. Dengan demikian,hukum pertama dapat dinyatakan dalam diferensial total sebagai berikut : TdS = dU + PdV, atau dU = -TdS + PdV (7.26) Persamaan tersebut memperlihatkan bahwa energi dalam U juga merupakan fungsi dari entropi S,dan volume V,U = U( S, V). Jadi, menurut rumusan diferensial total : dU= + (7.27) Pebandingan antara persamaan 1 dan 2 memperlihatkan bahwa berlaku hubungan : = − (7.28a) = P (7.28b) Turunan parsial silang (3) adalah = - ; = Karena = , maka - = (7.29) Persamaan kedua (4) adalah salah satu dari sehimpunan relasi Maxwell antara besaran-besaran termodinamika. Dengan cara yang sama, diturunkan pula relasi-relasi Maxwell berikut : = ; = ; = (7.30)
  • 10. PERSOALAN EKSTREM TAKTERKENDALA Pada fungsi dua variabel z = f(x,y), atau lebih, berlaku pla persyaratan ekstrem yang sama, yang dapat dinaar berikut. Misalkan P( , ) adalah titik ekstrem fungsi z = f(x,y). Dengan memilih y = = tetap, maka z = f(x,y) menjadi fungsi dari variabel x, sedangkan jika dipilih x = , = tetap, maka z = f(x,y) menjadi fungsi dari satu variabel y. Dengan demikian, belaku syarat ekstrem seperti pada fungsi satu variabel, tetapi dalam hal ini ada dua persamaan, yakni : ( , ) = 0 dan ( , ) = 0 Jika variabel x dan y adalah bebas, maka persoalan ekstrem ini disebut ekstrem takterkendala (unconstraint). Untuk mencirikan jenis ekstremnya, kita perlu menghitung turunan parsial keduanya, , , dan dan besaran : D = det ( 7.31) Penentuan jenis ekstremnya sebagai berikut : Titik (a,b) adalah titik ekstrem fungsi f (x,y) jenis : (a).Maksimum, jika : (a,b) < 0, dan D > 0 (b).Minimum, , jika : (a,b) > 0, dan D > 0 (c).Titik pelana ( saddle), (a,b) < 0, dan D > 0 Jika D = 0, tak ada yang dapat kita simpulkan mengenai jenis ekstrem fungsi z = f(x,y) CONTOH 7.8 : Carilah titik ekstrem dari fungsi f(x,y) = xy-x2-y2-2x-2y+4, dan tentukan jenis ekstremnya. PEMECAHAN Dari syarat ekstrem (7.30), kita peroleh : = y-2x-2y = 0, = x-2y-2 = 0 Atau x = y = -2 Jadi titik P(-2,-2) adalah satu-satunya titik ekstrem fumgsi f. Jenis ekstremnya,kta tentukan dari urunan kedua fungsi f : = -2, = -2, = 1 Dan nilai diskriminannya di titik ( -2,-2 ) adalah titik ekstrem maksimum fungsi f. Nilai ekstremnya adalah :
  • 11. F (-2,-2 ) = 8 PERSOALAN EKSTREM TERKENDALA Pada persoalan ekstrem fungsi f(x, y, z) yang ditinjau di atas variabel x dan y berubah secara bebas. Ttapi dalam berbagai persoalan fisika dan geometri, variabel x dan y seringkali diisyaratkan memenuhi suatu hubungan tertentu, Φ(x, y, z) = 0. Di dalam bab ini akan kita bahas dua cara pemecahannya, yaitu cara eliminasi dan pengali Lagrange. CARA ELIMINASI : Pada cara eliminasi, kita pecahkan dahulu persamaan kendala, Φ(x, y, z) = 0 untuk salah satu variabel, kemudian mengunakannya untuk mengeliminasi variabel bersangkutan dari fungsi f, dan slanjutnya mencarikan nilai ekstrem fungsi f dalam variabel yang sisa. Sebagai contoh tinjaulah contoh soal berikut : CONTOH 7.9 Tentukan letak titik P(a,b) pada sebuah permukaan bidang V : x-y+2z = 2, yang jaraknya terdekat ke titik awal 0. PEMECAHAN Pada bab 4 kita pelajari bahwa jarak sebuah titik Px, y, z) ke titik asal O adalah : | | = + + 2. Karena | | minimum jika fungsi : F(x, y, z) = x2+y2+z2 Maka kita dapat mengambil f sebagai fungsi yang hendak dicari nilai ekstremnya. Karena titik P(x, y, z) haruslah terletak pada bidang V : x-y+2z = 2, maka persamaan bidang ini adalah persamaan kendala. Φ(x, y, z) = x-y+2z-2 = 0 Cara jelas untuk memecahkan persoalan ekstrem terkendala ini adalah cara eliminasi, yaitu memecahkan dahulu persaman kendala bagi salah satu variabel kemudian dsisipkan ke dalam fungsi. Dari persamaan kendal kita peroleh : Y = x + 2z -2 Sisipkan ke dalam fungsi kuadrat jarak f, memberikan : F(x, y (x, z),z) = x2 + ( x+ 2z – 2)2 + z2 = 2x2 + 4xz + 5z2 - 4x - 8z +4 Penerapan syarat eksrem, memberikan : Fx = 4x + 4z – 4 = 0, fz = 4x + 10z – 8 = 0
  • 12. Pemecahannya memberikan : x = , dan z = . Untuk menyelidiki jenis ekstrem yang bersangkutan, dalam variabel ( x, z), kita hitung lagi turunan parsial keduanya : Fxx = 4, fzz = 10, fxz = fzx, = 4 Karena D = fxxfzz – f2 zz = (4) (10) – 42 = 24 > 0, dan fxx > 0, maka ( , ) adalah titik ekstrem minimum fungsi f(x, z). Koordinat dari titik pada bidang : x- y + 2z = 2 adalah y = - . Jadi titik terdekat yang kita cari adalah : P ( , - , ). METODE PENGALI LAGRANGE: Persamaan kendala ( , , ) = 0 seringkali sangatlah rumit untuk dipecahkan,begitupula halnya dengan pemecahan syarat ekstrem : =0, =0,atau dalam dua variabel lainya.Untuk mengatasinya,matematikawan Prancis Louis Lagrange mengembangkan model pengali Lagrane,yang menghasilkan suatu sistem persamaan setara yang relatif mudah mencari pemecahanya .Gagasan dasarnya bertolak dari hasil penalaran berikut. Telah kita lihat bahwa syarat perlu bagi fungsi f (x,y,z) memiliki suatu nilai ekstrem adalah =0, =0, =0.Karena df = + + ,maka dititik ekstrem berlaku : df = + + = 0 (7.23) Sebaliknya,jika df = 0,maka =0, =0, =0,karena dx,dy,dan dz bebas linear.Jika : ( , , )0 (7.23) Adalah persamaan kendala juga berlaku : = + + = 0 (7.34) Kalikan pers (7.34 ) dengan sebuah parameter  kemudian jumlah kan dengan persamaan (7.32) memeberikan : ( + ) + + + ( + ) = 0 (7.35) Dengan memandang x,y,dan z bebas,maka dx,dy,dan dz juga bebas sehingga kita peroleh : ( + ) = 0 , + = 0, ( + ) = 0 (7.36) Ketiga persamaan (7.36) bersama dengan persamaan kendala (7.33) memberikan empat sistem persamaan yang dapat dipecahkan bagi keempat variabel x,y,z, dan .
  • 13. Sistem persamaan (7.33) dan (7.36) dapat dipandang sebagai persamaan syarat ekstrem dari fungsi : ( , , ) = + CONTOH 7.10 : Tentukanlah ukuran ketiga sisi sebuah kotak,tampa penutup atas,dengan volume maksimum,jika luas permukaanya 108 . PEMECAHAN : Tinjau kotaknya berada dalam oktan pertama dan ketiga sisinya berimpit dengan sumbu x,y,dan z.Maka volume kotak ini adalah xyz.Jadi fungsi yang hendak diselidiki ekstremnya adalah : ( , , ) = Jumlah luas kotak tampa penutup alas adalah : L : xy + 2xz + 2yz .Karna luas permukaan kotak dikendalakan bernilai 108 , maka persamaan kendalanya adalah : ( , , ) = + 2 + 2 = 108 (7.37) Persamaan (7.36) menghasilkan : + ( + 2 ) = 0 + ( + 2 ) = 0 (7.38) + (2 + 2 ) = 0 Untuk memecahkanya ,kalikan persamaan pertama dengan x ,kedua kalikan dengan y ,dan ketiga dengan z ,kemudian jumlahkan, kita peroleh : + ( − 2 + 2 ) = 0 Gunakan persamaan kendala (7.37) , memberikan : + 108 = 0 , atau = − Sisipkan kembali nilai ini kedalam (3.78),kemudian sederhanakan kita peroleh : 1 − ( + 2 ) = 0 1 − ( + 2 ) = 0 1 − ( 2 + 2 ) = 0
  • 14. Dari kedua persamaan pertama kita peroleh x = y.Sisipkan x = y kedalam persamaan ketiga,memberikan z = 18/y. Sisipkan x dan y kedalam persamaan pertama , menghasilkan x = 6. Jadi x = 6, y = 6,z = 3 memberikan ukuran sisi kotak yang dikehendaki. DUA ATAU LEBIH KENDALA. Perluasan metode pengali Lagrange untuk persoalan mencari nilai ekstrem fungsi f dengan variabel n dan m kendala ( m < n ) ditempuh dengan cara yang sama.Tinjau fungsi : = ( , , ) (7.39) Dengan m buah kendala : ( , , ) = 0 ( = 1,2, … . , ) (7.40) Dalam hal ini , kita bentuk fungsi baru ( , , , , , … , ) = + Σ (7.41) Dengan mengangap ( , , , , , … , ) bebas,kitaperoleh sistem persamaan berikut bagi persyaratan ekstrem fungsi F : = + = 0 (7.42 ) = + = 0 (7.42b) = + = 0 (7.42c) = = 0 ( = 1 ,2 , … … , ) (7.42d) Pemecahanya memberikan nilai ekstrem yang dicari. CONTOH 7.11 Carilah titik-titik pada kurva perpotongan kerucut : = + dengan bidang V : x + y - z =1 , yang jaraknya ketitik asal O adalah terdekat dan terjauh. PEMECAHAN Disini fungsi yang hendak dicari nilai ekstremnya adalah kuadrat jarak antara titik (x,y,z) ketitik asal O (0,0,0):
  • 15. ( , , ) = + + Dengan kendala : (x,y,z) pada kerucut K : ( , , ) = + − = 0 (x,y,z) pada bidang V : ℎ( , , ) = 1 + + − = 0 Untuk menerapkan metode pengali Lagrange,kita bentuk fungsi : ( , , ) = + + ℎ (7.43) Persyratan ekstrem (7.42) memberikan : 2 + 2 + = 0 (7.44a) 2 + 2 + = 0 (7.44b) 2 − 2 − = 0 (7.44c) + − = 0 (7.44d) 1 + + − = 0 (7.44e) Dari (7.44a) dan (7.44b) kita peroleh : ( − ) = − ( − ) (7.45) Sedangkan dari (7.44b) dan (7.44c) : ( + ) = − ( − ) (7.46) Persamaan (7.45)dipenuhi jika = atau jika ≠ y, λ = −1. Marilah kita selidiki apakah λ = −1,memberikan titik pada kurva perpotongan C . Dari (7.46) kita peroleh : + = − atau = 0 Dan pers. (7.44d) memberikan : + = 0, atau = 0 , = 0.Karena titik (0,0,0) tak memenuhi persamaan bidang (7.44e) ,maka pemecahan = −1 diabaikan ! Karna itu kita peroleh pemecahan : ≠ 1 dan = (7.47) Sisipkan ( 7.47) kedalam ( 7.44e),kita peroleh :
  • 16. = 1 + 2 (7.48) Sisipkan ( 7.47) dan ( 7.48) kedalam ( 7.44d): + − (1 + 2 ) = 0 2 + 4 + 1 ,yang memiliki akar –akar : −1 ± √ Jadi ,titik – titik yang dipertanyakan adalah: ( −1 + √ , −1 + √ , −1 + √2 ) dan ( −1 − √ , −1 − √ , −1 − √2 ) Sisipkan koordinat titk P kedalam fungsi jarak : = + + = 2 + (1 + 2 ) = 6 + 4 + 1 = 4 + (2 + 4 + 1) = 4 + 0 = 4 Untuk di titik P : ( ) = 4 1 − √2 + = 4 ( − √2)        2    3 4  1 Untuk titik     2 2 Q f (Q) 4 1 2 Jika kurva perpotongan antara kerucut K dan bidang V adalah elips, maka P adalah titik terdekat, sedangkan Q titik terjauh ke titik asal 0(0,0,0). Sedangkan, jika C adalah hiperbola, maka P dan Q adalah titik terdekat, dari masing-masing cabang, ke titik asal 0. (selidiki jenis kurva C). SOAL-SOAL : TURUNAN PARSIAL : 1. Hitunglah   z , untuk setiap fungsi berikut : y dan z x   y (a). , x z  (b). z  sin xy  x2 y, (c). z  e y 1n z 2. Hitunglah  u z dan  u y  u x    , , untuk setiap fungsih berikut :
  • 17. (a). u  xy2  yz2  xz, (b). u  xyz  1n xy,   x (c).       y u x sin 1 3. Perlihatkan bahwa jika :     y  2 2 (a).  ,   tan  1 1  2 2 ,  0 2 2       y f x f n x y maka x f x y 2     (b).  , ,  , 0 2 2 2 2 2 2 2 2        z f y f x f f x y z x y z maka ATURAN RANTAI : 4. Hitunglah u  t  dengan cara : (a).Nyatakan dahulu u sebagai fungsih eksplisit dari t, (b).Gunakan aturan rantai, jika : (a) u  xey  y sin x, x  t 2 , y  t (b) u  x2  y2  z 2 , x  et , y  et cos t, z  et sin t       u 5. Jika f x, y  exy , dengan 1 2 2 , tan 1 ,  x n u v dan y hitunglah  v f  , . v dan f  u   6. Hitunglah 3 di (x,y,z) = (1,1,1), jika w  cos uv, u  xyz, v   / 4x2  y2  FUNGSIH EMPLISIT : 7. Hitunglah   z , jika : y dan z x   (a). xy3  sin z  z3  0 (b). 3xy  xz  yz2  0 NILAI EKSTREM : 8. Selidiki titik ekstrem maksimum, minimum, dan pelana serta nilai ekstrem yang bersangkutan dari fungsih-fungsih berikut : (a). z  x2  xy  y2  3x  3y  4 (b). z  x3  y3  2xy  6
  • 18. (c). z  x sin y 9. Sebuah pelat lingkaran x2  y2  1, dipanasi hingga suhunya di setiap titik (x,y) adalah : T x, y  x2  2y2  x . Carilah titik terpanas dan terdingin pada pelat tersebut, dan hitung pula nilai ekstremnya. 10. Suhu t pada setiap titik dalam ruang adalah T = 400xy2. Carilah suhu tertinggi pada permukaan bola x2 + y2 + z2 = 1. 11. Carilah nilai maksimum fungsih W = xyz pada garis potong bidang x+y+z = 40, dan z = x + y.
  • 19. BAB VIII INTEGRAL LIPAT DAN TRANSFORMASI KOORDINAT 8.1. UMUM Dalam fisika, kitaseringkali perlu menghitung berbagai besaran fisika total suatu benda. Sebagai contoh, masa total benda bila rapat masanya diketahui, pusat massa, momen kelembaman (inersia), medan listrik yang ditimbulkan suatu distribusi muatan, dan lain sebagainya. Dalam hal bendanya berdimensi dua atau tiga, perhitungan kita umumnya melibatkan integral lipat. Pada bab ini disajikan defenisi integral lipat serta beberapa teorema, contoh perhitungan, dan penerapannya dalam fisika. Perhitungan integrasi suatu integral lipat dilakukan dengan merumuskannya ulang sebagai suatu integral berulang atau bertahap. Sebagai contoh, untuk menghitung massa pelat datar (berdimensi dua), integral lipatnya yang disebut integral lipat dua, dirumuskan sebagai integral dua tahap dalam mana kita melakukan dua kali integrasi. Dalam bab ini kita hanya membahas integral lipat dua dan tiga. Di samping itu, dibahas pula transformasi koordinat pada pada variable integrasi, guna memudahkan perhitungan suatu integral lipat, yang memperkenalkan faktor determinan Jacobi. Khususnya, akan dibahas transformasi koordinat kartesis ke polar, untuk persoalan dua dimensi, dan ke koordinat silinder serta bola untuk persoalan tiga dimensi. Ketiga system koordinat ini tidaklah hanya penting bagi perhitungan integral lipat, tetapi juga bagi persoalan analisis kalkulus lainnya. Bahasan bab ini akan diawali dengan pendefenisian integral lipat-2. 8.2. DEFENISI INTEGRAL LIPAT DUA Marilah kita tinjau persoalan fisika menghitung massa total M suatu pelat datar berhingga (jadi berdimensi dua), dengan distribusi massa takseragam (nonuniform)  misalkan geometrikya berupa suatu daerah terbatas D dalam bidang kartesis xy, dengan rapat massa atau massa per satuaan luas pada setiap titik (x,y) adalah   f x, y seperti pada gambar 8.1. y i i y  y yi y xi i i x  x x i 
  • 20. Gambar 8.1 daerah D pada bidang xy dengan elemen daerah kecil i  Kita akan menghitung dadulu nilai hampiran bagi massa totalnya. Untuk itu, daerah pelat D kita bagi atas n-buah elemen daerah kecil  , , ,...... n  1 2 3 , dan memilih sebuah titik wakil (xi,yi) didalam elemen daerah i  (I = 1,2,3,….n). maka massa setiap elemen daerah si dihampiri oleh :   i m f x y  1 1 1   , ........................................................................................ (8.1) Dengan i  adalah luas elemen daerah i  , massa total pelat D, dengan demikian, secara ham-piran diberikan oleh :           n i i i n m f x y 1 1 1 1 1 ,  .................................................................. (8.2) Hampiran diruas kanan mendekati nilai pasti M, jika pembagian elemen daerah i  dibuat sekecil mungkin sehingga  0 i  , yang dengan demikian meningkatkan jumlah elemen daerah n   . Jika kita memilih i  berbentuk petak dengan sisi i i x dan y , maka i i i   x y , dan dalam keadaan limit diatas : n lim  ,  ,  0, 0    f x y  x  y  x   y    i i i i i i n 1 1 ............................. (8.3) Limit pada ruas kanan, jika ada, dilambangkan oleh : f x y dxdy  , D ............................................................................................. (8.4) Yang disebut integral lipat dua (double integral) dari fungsih f (x,y) terhadap daerah D. Pembuktian keberadaan (existence) integral ini dapat dilihat pada buku-buku matematika lanjut. Juga bahwa limit M pada pers. (8.3) tidak bergantung pada cara pembagian D kedalam elemen i  , dan pemilihan titik wakil (xi, yi) dalam i  . Ketiga sifat integral lipat dua berikut dapat dibuktikan melalui defenisi limit (8.3) : (1). Jika f = f(x, y) dan g = g(x, y) dua fungsih terdefenisikan pada daerah D, maka:
  • 21.         D D D f g dxdy fdxdy gdxdy ....................................................... (8.5) (2). Jika c sebuah tetapan, maka :   cf  dxdy  c  fdxdy D D ................................................................................ (8.6) (3). Jika D merupakan gabungan daerah D1 dan D2, atau 1 2 D  D  D , dan , 1 2 D  D  C sebuah kurva batas, maka :      D D1 D2 fdxdy fdxdy fdxdy .................................................................. (8.7) 8.3. INTEGRAL BERULANG DUA Untuk dapat menghitung sebuah integral lipat, yang dalam pasal ini akan dikhususkan pada integral lipat dua, kita akan menggunakan suatu prosedur yang mengalihkan perhitungan integral lipat ke integral berulang. Pertama, kita akan batasi bahasannya pada daerah normal yang Didefinisikan sebagai berikut. DEFINISI 8.2 : Suatu daerah D disebut normal terhadap : (a) Sumbu –x,jika setiap garis tegak lurus sumbu –x hanya memotong dua kurva batas D yang fungsi koordinatnya y = y1(x), dan y = y2(x) takberubah bentuk. (b) Sumbu –y, jika setiap garis tegak lurus sumbu –y hanya memotong dua kurva batas D yang fungsi koordinatnya x = x1(y), dan x = x2(y) takberubah bentuk. Untuk kesan gambarnya, perhatikan daerah D1 dan D2 pada gambar 8.2. Daerah D1 normal terhadap sumbu –x, sedangkan D2 normal terhadap sumbu –y y 0 y = y2 (x) y = y1 (x) D1 a xi b x (a) y d yi 0 b x D2 c x = x1 (y) x = x2 (y)
  • 22. GAMBAR 8.2 (a). Daerah D1 normal terhadap sumbu -x.(b). Daerah D2 normal terhadap sumbu –y Suatu daerah D dapat terjadi tidak normal terhadap sumbu –x maupun –y . dalam hal seperti itu, daerah D dibagi kedalam beberapa subdaerah normal. Sebagai contoh, pada gambar 8.3, daerah D taknormal terhadap sumbu –x maupun –y, tetapi setiap subdaerah D1, D2 dan D3, normal terhadap sumbu-x(bagilah pula daerah D ke dalam sub-sub daerah yang normal terhhdap sumbu -y). y 0 x D1 D2 D3 y = y2 (x) y = y1 (x) x = x2 (y) x = x1 (y) GAMBAR 8.3. Daerah D taknormal terhadap sumbu –x dan y dan y. Subdaerah D1, D2 dan D3 normal terhadap sumbu –x Sekarang, tinjaulah pelat D yang normal terhadap sumbu –x ,seperti pada gambar 8.2a,dengan tepi bawah dibatasi oleh kurva y = y1(x), dan tepi atas oleh y = y2(x); sedangkan tepi kiri dan kanannya masing-masing oleh garis tegak x = a, dan x = b, (b>a,bilangan tetap). Jadi, secara ringkas :     x  y y x y             D x y a x b 2  , , 1 Jika rapat massa pelat D adalah f (x,y), maka integral lipat dua: t f x ydxdy    , D Yang menyatakan massa totalnya, dihitung secara bertahap, melalui definisi limit, sebagai berikut: a. Ambil sebarang titik  ,0 1 x pada sumbu-x, dengan a  x  b 1 b. Tarik garis x = x1, kemudian tinjau sebuah lempeng tegak dengan sumbu x = x1, dan tebal , 1 x dalam daerah D, yang disebut lempeng ke-i c. Hitung lampiran massa tiap petak (i,j) pada koordinat   1 1 x , y dalam lempeng ke-i,
  • 23. yakni: 1  1 1  1 1 m  f x , y x y d. Hitung massa total lempeng ke-i, sebagai limit jumlah seluruh petak di dalamnya:  ,  ,  0  lim lim        1 1 1 1 1 1 1 1        f x y y x y n m n m n j j e. Massa total pelat adalah limit jumlah massa seluruh lempeng dalam D, yakni:       1     0, 0. , ] , lim [lim 1 1 1 1 1 1 1 1 1        dengan x dan y f x y y x m n M m n j m i m i f. Limit jumlah berulang di ruas kanan mendefinisikan integral berulang:       2       I f x y dy dx        b x a y x y y x 1 , ] Jika kita memilih D noirmal terhadap sumbu-y, integral lipat duanya dihitung sebagai limit jumlah semua lempeng datar penyusun daerah D. Jika daerah  ,     ; ,  , , 1 2 D  x y x y  x  x y c  y  d d  c bilangan tetap maka integral lipat dua yang bersangkutan dalam bentuk integral berulang dua adalah:            y x [ , ] I f x y dx dy x x y d y c 2 1 Bagaimana cara menghitung integral berulang (8,9), dan (8,10)? Tinjau kembali integral berulang (8,9). Berdasarkan urutan pengambilan limit jumlah (8,8), langkah perhitungannya adalah sebgaia berikut: 1) Hitung integral tak tenatu dalam tanda kurung terhadap y dengan memperlakukan x sebagai suatu tetapan. Hasilnya, adalah suatu fungsi primitif dalam y: x, y  f x, ydy 2) Sisipkan batas atas dan bawahnya, maka diperoleh hasil integral tentu:   y x 2                  g x f x y dy x y x x y x   y x 1 2 1 , , , 3) Integral fungsi g(x) pada langkah (2), dari x=a s/d b, memberikan hasil akhir: b     I g x dx a Langkah perhitungan yang sama dengan menggantikan x dan y, juga berlaku bagi integral berulang (8.10). (uraikan rincian langkahnya!) CONTOH 8.1: Hitunglah lipat-2 berikut:  2      I xydy dx x x y        1 0 0
  • 24. PEMECAHAN Pertama, kita mengintegrasikan dari dalam terhadap y dengan mempertahankan x tetap:    2 2 2  5 2 xy dy xy x x x x x   1 2    0 0 2 1 2 0 1 2 ] 2 Kemudian, integrasikan hasil ini terhadap integral luar, yakni terhadap variabel x, kita peroleh: 1 12    I x dx x 1 1 ] 1 12 2 0 1 0 6 5     CONTOH 8.2 Hitunglah integral lipat-2 pada contoh 8.1, dengan mengintegrasikan dahulu terhadap variabel x, kemudian terhadap y. PEMECAHAN : Pertama, gambarkan dahulu daerah integrasi Dxy integral lipat-2 pada contoh 8.1. Dari batas ntegrasinya, terbaca bahwa Dxy adalah daerah antara sumbu-x dan parabola y = x2 yang terletak antara garis x=0 dan x1, seperti pada gambar 8.4. Y y = x2 DX,Y 0 X GAMBAR 8.4 Daerah integrasi D contoh 8.1 dan 8.2. Untuk menentukan batas-batas integrasinya, kita tempuh langkah berikut: Langkah 1. Selidiki apakah daerah Dxy normal terhadap sumbu-y Karena garis normal terhadap sumbu-y hanyalah memotong kurva batas x  y di kiri, dan x =1 di kanan untuk seluruh daerah Dxy maka ia normal terhadap sumbu-y Langkah 2. Jika ya, lanjutkan ke langlah 3. Jika tidak bagi Dxy atas sejumlah minimal daerah normal terhadap sumbu-y, dan lakukan langkah 3 bagi setiap subdaerah.
  • 25. Langkah 3. Tarik sebuah garis sejajar sumbu-x. Potong kurva terkiri adalah batas bawah, sedangkan yang terkanan batas atas integral terdalam (terhadap x). Karena garis normal sumbu-y memotong batas terkiri pada parabola y=x2, maka x1  y, dan batas terkanan pada garis x =1, maka x2 = 1. Langkah 4. Tentukan batas terbawah dan teratas, koordinat y, dari daerah Dxy. Dari bagian daerah Dxy terbaca bahwa batas terbawahnya adalaah sumbu-x, untuk mana y = 0, jadi y1 = 0. Batas terbatasnya adalah koordinat y titik potong parabola y = x2 dengan garis x = 1, yakni y = 1, jadi y2 =1. Langkah 5. Tuliskan integral berulangnya, dan hitunglah hasilnya. Dari hasil penjajakan pada keempat langkah diata, kita dapati bahwa pernyataan integral berurutan soal ini, adalah:      1 I xydx dy 0 1 [ ] y x y Integral terdalam, terhadap x adalah:   1   1      1 2 1 2 2 ] 2 x y x x y xydy x y y y Sisipkan kembali pada integral I di atas, kemudian integrasikan terhadap y, kita peroleh:   1 12 1 6 1 4     I y y dy y y 1 1 ] 1 6 1 4 2 0 1 0 3 2 2        Sehingga dengan hasil yang kita peroleh diatas. INTEGRAL LIPAT-2 SEBAGAI VOLUME Jika z = f(x,y) adalah sebuah persamaan permukaan, maka integral lipat-2:         V z dxdy f x, y dxdy D D Adalah volume bagian ruang tegak antara daerah D pada bidang xy dengan permukaan z = f(x,y), seperti pada gambar 5. NO.37 Mengingat kembali dari bahasan aljabar pada Bab 4, bahwa luas d adalah besar vektor d , yakni : (8.17) d  (dxxdy) Dengan dx  iˆdx,dy  ˆjdy,dan x operator hasilkali silang. Karena itu, dalam pernyataan vektor, integral lipat (8.13) berbentuk :
  • 26.   I f (x, y) | (dxxdy) | Dxy (8.18) Dengan demikian, jika kita melakukan perubahan variabel atau transformasi koordint dari sistem (x,y) ke sistem (u,v)menurut persamaan transormasi : x= x(u,v) y= y (u,v) (8.19) Maka setiap elemen diferensial vektor transformasi menjadi :   x   y dv v   x   x du u dy dv v du u dx     (8.20) Dengan du  uˆdu,dv  vˆdv,danuˆsertavˆ masing-masing adalah vektor satuan dalam arah pertambahan positif u dan v pada sistem koordinat (u,v). Elemen luas dA dalam koordinat (u,v) menjadi :  y   x  y  x   y  y   x  x      dA  | | | | | duxdv | dxxdy du  dv x du dv u v u v u v v u                 (8.21) Atau dudv x y  dA J 1 u v       1 Dengan              x  y   x         , J det      x   y         v y u v u y u v v x u x y , u v (8.22) Adalah faktor jakobi yang bersangkutan. Disini kita akan khusus memilih transformasi koordinat yang memiliki invers. Jadi, terhadap transformasi koordinat (8.19) terdapat pula transformasi invers, U= u (x,y) v = v (x,y) (8.23)
  • 27. Dengan faktor jacobian yang bersangkutan adalah :                 u  v  u          v y x y x u v 1 J det x y 1 (8.24) Karena elemen luas dA tak berubah, maka : dxdy u v      1 1 1 | | dA dxdy J J x y  x y u v duxdv J x y u v            1 1 1 Yang adalah taat asas jika: 1 u v 1 1 x y 1 1    u y x y 1 1 1 1 1                         x y J u v atauJ x v J u v J (8.25) Sering kali dalam praktek hitungan, transformasi koordinat invers (8.23)yang diberikan,berbentuknya rumit untuk diubah kebentuk transformasi langsung, (8.19). dalam   u v hal ini faktor jakobi     x y J 1 diperoleh dengan menghitung terlebih dahulu faktor jakobian 1 invers kemudian menggunakan hubungan (8.25), seperti diperhatikan pada contoh 8.5 dan 8.6 berikut. Catatan : dalam bahasa berikut, bila faktor jacobi dituliskan tanpa argumen, J saja, maka yang   x y dimaksudkan adalah     u v J 1 , dan J 1 untuk inversnya! 1 Hubungan (8.25), memperlihatkan bahwa kedua faktor ini tak boleh nol untuk semua nilai (x,y) atau (u,v). Titik (x,y) atau (u,v) pada mana J=0, disebut titik singuler. Artinya, di titik tersebut, hubungn transformasi koordinatnya tak terdefinisikan (karena tak memiliki invers). Perubahan variabel integrasi yang lazim digunakan adalah transformasi koordinat kartesis (x,y) ke polar (r,θ) melelui persamaan transformasi : x = r cos θ y = r sin θ (8.26a) Dengan transformasi invers :
  • 28.         x r x2 y2 , tan 1 y (8.26b) Faktor jakobi yang bersangkutan adalah : r       cos sin  J r  r x y 1 r          det  sin cos 1 (8.27a) dan                   2 2 r 1 det 1 r x r y r y r x x y J  (8.27b) Sesuai denga hubungan (8.25). Tampak bahwa pada nilai r = 0 atau (x=0, y=0), faktor jakobi J=0 atau J 1 . Titk r=0 ini disebut titik singuler koordinat polar (r,θ). Masalah berikut adalah pencirian pada daerah integrasi xy D dalam sistem (x,y) pada daerah integrasi uv D dalam sistem (u,v). Di sini ditinjau peta kurva batas xy D kedalam bidang (u,v). Penjelasan terincinya diberikan kepada ketiga soal berikut yang menguraikan langkah-langkahnya : Contoh 8.5 Gunakan koordinat polar (r,θ)untuk menghitung integral lipat-2 berikut : I   xydxdy Dxy Dengan xy D adalah daerah pada kuadran I dalam bidang xy yang dibatasi oleh sumbu x, sumbu y dan lingkaran x2  y2  4
  • 29. PEMECAHAN : Langkah I. Tentukan peralihan integran f (x, y)kegr,  Karena f(x,y)= xy, maka terhadap transformasi koordinat polar (r,θ), ia beralih ke pernyataan : gr,   f xr, , yr,   r 2 cos sin Langkah II. Gambarkan daerah integrasi xy D Y 2 xy D   2 x GAMBAR 8.8 Daerag integrasi xy D soal 8.4, dab (b). Petanya, r D Secara sepintas xy D tampak dibatasi oleh tiga kurva yakni :    : 0,0 2, C y x   : 4 C x y : 0,0 2, 1 3 2 2 2    C x y Yang diperhatikan dalam gambar 8.8a. karena faktor jakobi, J = r, bernilai nol dititik 0,r=0, maka untuk menghindari kesinguleran ini, kita bentuk kurva batas ke-4 4 C , berupa lingkaran: : 2 2 2 ,0 2, 4 C x  y      Dan pada akhirnya mengambil limit  0. Langkah III. Gambarkan peta daerah integral r D : Untuk menggambarkan daera peta xy D pada bidang rθ, kita petakan masing-masing kurva batas lalu mencirikan daerah batas yang diperoleh.
  • 30.     : 0, 2, : C y x dipetakankekurva : 2 2 ,  tan  1   0 1 1 '      x C r x y x y C' pada bidang (r,θ). Karena 0  y  2,maka, 2 0     . Disini, y adalah parameter kurva 2 C' adalah penggal garis sejajar 3 Jadi, 2 C' dipetakan kepenggal garis 3 C' sejajar sumbu r, yang memotong sumbu θ di θ =π/2, dan terletak antara   r  2.C dipetakan ke penggal garis C' 4 4 sejajar sumbu θ, antara 2 0     , yang memotong sumbu r di r =   2. Keempat kurva dalam bidang (r,θ) ini, membatasi daerah r D berbentuk empat persegi panjang, seperti pada gambar 8.8b. Jadi, terhadap koordinat polar , intgral lipat-2 pada contoh ini teralihkan menjadi :        I r r drd  Dr  2 cos sin          2 lim 2 cos sin    0 3 0     r r dr d 1   r  cos 2 2  .  1 4    lim 0 2 0 2 2 4         