Teks tersebut membahas tentang turunan parsial dan diferensial total dari fungsi dengan lebih dari satu variabel. Turunan parsial digunakan untuk menghitung perubahan fungsi terhadap satu variabel saja dengan variabel lain dianggap konstan. Diferensial total melibatkan perubahan fungsi akibat perubahan semua variabel sekaligus. Konsep ini digunakan untuk menganalisis masalah ekstrem pada fungsi dengan banyak variabel.
1. TURUNAN PARSIAL
7.1 UMUM
Bahasan kita mengenai fungsi didepan hanyalah terbatas pada fungsi = (x) dari satu
variabel x. Suatu besaran fisika, yang secara kuantitatif kita kaitkan dengan suatu fungsi,
suhu T ruang misalnya, berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya, yang berarti =
(x,y,z), suatu fungsi daari tiga variabel x,y, dan z, yang berkaitan dengan ketiga koordinat
sebuah titik dalam ruang.
Dalam bab ini kita akan membahas tentang definisi fungsi lebih dari satu variabel,
diferensialnya, dan persoalan ekstrem fungsi variabel banyak, takterkendala dan yang
terkendala.
7.2. PENGERTIAN TURUNAN PARSIAL (fismat3)start
Untuk memperoleh pengertian awal mengenai turunan parsial, marilah kita tinjau selembar
pelat logam datar panas D yang dalam keadaan mantap tersebar suhu takseragam T.
Andaikan bidang koordinat xy dipilih pada bidang pelat logam . maka sebaran suhunya
dinyatakan oleh fungsi dua variaabel :
= ( , ) ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.1)
Untuk mengetahui rata- rata perubahan suhu pelat ∇ per satuan panjang dalam arah
sumbu x,sejauh Δ ,untuk oirdinat yng tetap,kita hitung nisbah:
Δ
Δ
=
( , ) − ( , )
Δ
⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.2)
Begitupula, rata-rata perubahan suhu Δ persatuan panjang dalam arah sumbu –y
sejauh Δ ,untuk absis x yang tetap,diberikan oleh nisbah:
Δ
Δ
=
( , + Δ ) − ( , )
Δ
⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.3)
Lasimnya kita cendeeung menghitung peubahan suhu persatuan panjang disetiap titik
(x.y). dalam hal ini,kita mengambil Δ → 0, dan Δ → 0,pada masing- masing nilai nisbah
diatas, kemudian menghitung limitnya ada, kita tulis:
= lim
Δ →
( + Δ , ) − ( , )
Δ
⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.4 )
= lim
Δ →
( , + Δ ) − ( , )
Δ
⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.4 )
Berturut-turut, menyatakan perubahan suhu per satuan panjang di setiap titik
dalam arah x,dan y.
2. Secara matematis,dari ruas kanan pers (7.4) terbaca bahwa :
adalah fungsi f(x,y) terhadap x dengan memperlakukan y, sebagai suatu tetapan,yang
disebut turunan parsial fungsi f(x,y) terhadap ; sedangkan
adalah turunan fungsi f(x,y) terhadap y dengan memperlakukan x sebagai suatu tetapan,
yang disebut turunan persial fungsi f (x,y) terhadap y .
Lambang lain yang digunakan bagi adalah fx (d,y) begitu pula bagi adalah fx (x,y) .
Secara geometris, jika x,y dan z adalah koordinat – koordinat kartesis, maka (x,y,z)
menyatakan himpunan titik dalam ruang berdimensi tiga. Dalam z bergantung pada koordinat
x, dany melalui persamaan = ( , ), maka himpunan titik ( , , = ( , ) menyatakan
suaatu permukaan s dalam ruang berdimensi tiga , seperti diperlihatkan pada gambar 7.1.
Persamaan = ( , )selanjutnya disebut persamaan pemukaan S. Himpunan titik pada
persamaan S yang koordinat x-nya tak berubah, = tetap, jadi memenuhi persamaan
= ( , ), terletak padasebuah kurva dengan koordinat y yang berperan sebagai
parameter kurva. Ini adalah kurva irisan bidang = dengan permukaan = ( , ),
yakni kurva AB pada gambar 7.1. Begitupula, permukaan = ( , ), yakni garis CD pada
gambar 7.1. Jika = = tetap,maka persamaan ( , ) = disebut kontur atau tingkat
kurva dari permukaan = ( , )
Z S
C
A B
D
O
Y
X
Gambar 7.1
Dengan tafsiran geometris ini, turunan parsial dan berturut-turut menyatakan
kemiringan permukaan S sepanjang kurva = ( , ) dan = ( , ).
Karena turunan parsial (7.4) pada umumnya juga merupakan fungsi dari x dan y. Maka jika
diturunkan lebih lanjut kita menuliskannya sebagai berikut :
≡ ≡ ≡ ≡ ≡ ≡
3. Yang disebut turunan parsial kedua.(perhatika baik-baik urutan variabel pada kedua
penulisan diruas kanan). Begitu seterusnya untuk semua turunan yang lebih tinggi.
CONTOH 7.2:
Misalkan ( , ) = − sin( ).maka
= − cos( , ), = 2 − cos ( )
= = { − cos( )} = sin
= 〈2 − cos( )〉 = 2 − cos + cos ( )
= ( − cos ( )) − 2 cos + cos ( )
= = 〈2 − cos( )〉 = 2 + sin
Dan seterusnya. Tampak bahwa
Perlu dicatat bahwa kesamaan turunan campuran ini dijamin berlaku jika fxy dan fyx kontinu
pada titik yang ditinjau.
CONTOH 7.2:
Tinjau persamaan gas ideal = , dengan P,V, dan T berturut-turut adalah tekanan,
volume dan suhu gas ideal ; sedangkan n adalah jumlah mol gas , dan R suatu tetapan fisika ,
yakni tetapan gas semesta(universal). Berikut kita akan menganggapn tetap.
Jika persamaan nya kita pecahkan bagi P, kita peroleh :
=
Sebagai fungsi dari T dan V, sehingga fungsi dari T dan V, sehingga
= dan = ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.6)
Sebaiknya, pemecahan persamaan keadaan gas ideal bagi V memberikan :
=
P
Dimana sekarang P dan T adalah variabel bebas. Dengan demikian, kita peroleh :
= dan = ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.7)
4. Jika T kita nyatakan sebagai fungsi dari P dan V,yakni :
Maka =
= dan = ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.8)
Dari pers.(7.7) dan (7.8) kita peroleh = − = − =
−1 ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ ⋯ (7.9)
Perhatian ,jika ruas kiri kita perlakukan sebagai perkalian tiga buah pecahan , kita seharusnya
memperoleh nilai 1; suatu perbedaan penting yang perlu dicatat!
Jika = ( , , , … ) adalah fungsi dari tiga variabel x,y,dan z,atau lebih, kita definisikan
pula turunan parsial , , dan seperti diatas.
7.3. DIFERENSIAL TOTAL
Pada bahasan turunan parsial di atas , kita hanyalah meninjau perubahan fungsi perubahan
fungsi f(x,y) terhadap pertambahan salah satu variabelnya,x atau y. Tentu saja kiat akan
bertanya pula tentang bagaimanakah perubahan fungsi f(x,y) bila x dan y keduanya
bertambah secara bebas?
Misalkan fungsi f(x,y) mempunyai turunan parsial di (x,y). Pertambahan fungsi f(x,y) jika x
bertambah menjadi + Δ , dan y menjadi Δ alah :
Δ = ( + Δ , + Δ ) − ( , ) … … … … … … … … … … … … … … … … … … … (7.10)
Jika ditambahkan dan kurangkan ( , + Δ ) di ruas kanan, kita peroleh:
Δ = [ ( + Δ Δ, + Δ ) − ( , + Δ )] + [ ( , + Δ ) − ( , )]........................(7.11)
Suku pertama dalam kurung siku pada ruas kanan pers.(7.11) adalah pertambahan x dalam
fungsi ( , + Δ ) dengan mempertahankan + Δ tetap. karena itu, kita sebnarnya
berurusan dengan fungsi satu variabel x; untuk mana berlaku teorema nilai rata-rata kalukus.
Teorema ini mengatakan:
Jika ( ) memiliki turunan ( ) pada setiap titik dalam selang : [ − Δ , + Δ ], maka
[ ( + Δ ) − ( )] = ()Δ ........................................................(7.12)
Dengan = + Δ (0 < < 1) sebuah titik dalam selang [ − Δ , + Δ ]
Dengan demikian ,kita dapat menulis :
[ ( + Δ , + Δ ) − ( , + Δ )] = ( + Δ , +
Δ )Δ .............................................(7.13)
5. Dengan 0 ≤ < 1. dengan cara yang sama ,penerapan teorema nilai rata-rata pada suku
kedua pers.(7.11), dengan x dipertahankan tetap, menghasilkan:
│ ( , + Δ − ( , )│= (x,y + Δ )Δ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(7.14)
Dengan 0< <1
Jika turunan parsial (x,y) dan (x,y) kontinu di (x,y) , maka:
(x + Δ , + Δ ) = (x,y)+
(x,y + Δ ) = (x,y)+
Dengan lim = 0, lim = 0, Δ Δ .
Dengan demikian ,pers.(7.11)menjadi :
Δ = (x,y)Δ + (x,y)Δ + Δ + Δ
Dengan mengambil limit
Δ → 0, Δ → 0, ℎ ( , ):
df = + ..........................................................................................(7.17)
definisi diatas berlaku pula untuk fungsi dari tiga atau fungsi dari tiga atau lebih variabel,
f(x,y,z,...),yakni :
df = + + + ⋯ (7.18)
setiap fungsi f(x,y) yang diferensialnya df memenuhi hubungan diferensial totol (7.18)
disebut diferensial eksak..
Contoh 7.3:
Hitunglah difirinsial totol fungsi f (x,y) pada contoh 6.1
PEMECAHAN :
Karena fx = y cos (xy),dan fy,dan fy = 2 – cos (x,y) kontinu,maka
persamaan (7.17) menghasilkan : df = – cos ( ) + 2 – cos( )
CONTOH 7.4 : KESALAHAN RELATIF PENGUKURAN
Percepatan gravitasi dapat ditentukan dari panjang 1 dan periode T bandul matematis;
rumusnya adalah : g = 4 I/ . Tentukan kesalahan relatif terbesar dalam perhitungan g jika
keselahan relatif dalam pengukuran I adalah 5%, dan T, 2%.
PEMECAHAN :
Kesalahan relatif dalam pengukuran I adalah kesalahan sebenarnya dalam pengukuran
sebagian dengan panjang terukur I.karena kita dapat mengukur I lebih besar atau kecil dari I
sesungguhnya, maka kesalahan relatif terbesar dI/I mungkin – 0,05 0,05. begitu pula│
6. dT/T │terberas adalah 0,02.karena kita menginginkan │dg/g│, kita hitung turunan dari Ln g.
Dari hubungan g = 4 I / , kita peroleh : Ln g = Ln (4 ) + – dengan demikian
dg/g = dI/I – 2 /
Karena menurut keteksamaan segitiga :
dg/g = dI/I – 2 /
maka, kesalahan relatif terbesar │dg/g│= 0,05 +2(0,02) = 0,09
ATURAN RANTAI
Tinjaulah kembali fungsi z = f (x,y), yang secara geomitris menyatakan persaamaan
permukaan S dalam ruang. Jika variabel x dan y berubah sepanjang kurva C sebarang yang
persamaan parameternya adalah:
x = x(s), dan y = y(s)........................................................................................................ (7.19)
dengan s sebagai parameter, maka sepanjang kurva tersebut, z adalah fungsi dari s, 1 variabel
:
x = f (x(s) ,y (s)) = z (s)....................................................................................................(7.20)
sehingga sepanjang kurva C:
dx = , dy = ds , dz = ds..........................................................................
(7.21)
dengan demikian, menurut pers. (7.17):
= + ........................................................................................................... (7.22)
Untuk kasus khusus :
z = f (x,y); y= f(x); x bebas
= +
Perlkuasannya untuk fungsi dari n > 2 = ( , , … ) dengan masing – masing
variabelnya x,y,z...,fungsi dari m variabel u,v,w,...,(m< ) :
x = x (u,v,w,...); y= y(u,v,w...); z=z (u,v,w)
adalah langsung . menurut persamaan (7.18) :
df = dx + dy + + ..
(7.23a)
7. karena masing – masing variabel x,y,z,...adalah jika fungsi dari u,v,w...,maka menurut dalam
(7.18):
dx = du + dv+ d + ⋯
dy = du + dv+ d + ⋯ (7.23b)
dz = du + dv+ d + ⋯
sisipkan (7.23b)ke dalam (7.23a) memberikan :
df = ( + + + ⋯) du + + + + ⋯ + ⋯
(7.23c)
contoh 7.5 :
Jika f = +2 – , = + , = − ,dan z = 2u,tentukanlah dan
PEMECAHAN :
Menurut pers. (7.23c):
= + +
= (2x + 2 )(1) + (2 − ) + (− / )(2)
= 4 + 2 – − 2 /2
= + +
= (2 + 2 )(2 ) + (2 − )(−2 ) + (− / )( )
= 4vy + 2
74. FUNGSI IMPLISIT
Pada bahasan di atas,ketergantungan salah satu variabel pada yang lainnya diberikan
dalam bentuk eksplisit, seperti y = f(x).Berikut kita akan meninjau ketergantungan variabel
diberikan dalam bentuk implisit seperti ∅ ( , ) = . Untuk menghitung dy/dx, kita dapat
terlebih dahulu memecahkan persamaan ∅ ( , ) = bagi y kemudian menurunkannya
terhadap x.Tetapi cara yang seringkali cukup rumit,dapat di atas,karena menurut pers.(7.17) :
8. d∅ = ∅ dx + ∅ dy = 0
yang darinya kita peroleh :
= −( ∅/
∅/ )
Asalkan ∅ ≠ 0.Secarageometris,fungsiemplisit ∅( , ) = 0 menyatakan sebuah kurva pada
bidang x,y. dan menyatakan kemiringan garis singgungnya di titik (x,y) dimana ∅ ≠ 0
Contoh 7.6
Tentukan kemiringan garis singgu pada kurva + 2 − 4 + 7 = 3 di titik (1,−1).
PEMECAHAN :
Tuliskan persamaan kurva di atasnya kebalikan denan ruas kanan nol:
∅( , ) ( + 2 − 4 + 7 − 3) = 0
Turunan persial ∅( , )terhadap x dan y
: ∅ = (2x −4 + 7) di titik (1,−1) : ∅ = 13
: ∅ = (4y −4 ) di titik (1,−1) : ∅ = −8
Jadi, kemiringan kurva di titik (1,−1) adalah
= −( ∅/
∅/ ) = − ( )
( ) ]( , ) = 13/8
Untuk fungsi implisit dalam tiga atau lebih variabel x, y, z...,yakni : ∅( , . , … ) = 0
Menurut pers. (7.18)
Jika ∅/ ≠ 0, ℎ ∶
dz = −( ∅ + ∅ + ⋯ )/( ∅/ )
Dari persamaan ini terbaca :
= - ∅ : ∅ , = - ∅ : ∅ (7.24)
PENERAPAN DALAM TERMODINAMIKA
Penerapan turunan parsial untuk mendapatkan hubungan antara berbagai besaran
fisika, lebih sering digunakan dalam cabang Termodinamika, yang mengkaji kaitan antara
energi dan kalor.Hukum pertama Termodinamika mengatakan bahwa jika pada sebuah sistem
yang berinteraksi secara termal dengan lingkungan melakukan usaha terhadap lingkungan
9. sebesar W,maka sistem tersebut akan mengalami pertambahan energi dalam dU, dan
menerima atau melepas kalor sbanyak Q,menurut hubungan :
Q = dU + W (7.25)
Notasi Q dan W untuk membedakan bahwa pertambahan kalor, dan usaha bergantung
pada jenis proses, sedangkan dU menyatakan deferensial total fungsi energi dalam sistem.
Untuk sistem gas keadaan sistem ditentukan oleh suhu T,tekanan P,dan volume V,yang
berkaitan melalui suatu persamaan keadaan :
F (P. V. T.) = 0
Sebagai contoh, untuk gas ideal berlaku PV =nRT.Bagi sistem gas, energi dalam U pada
umumnya merupakan fungsi dari suhu T dan volume V, U(T, V),sedangkan W =
PdV,dengan P tekanan gas.
Hukum Termodinamika kedua menyatakan bahwa bagi proses irreversibel (terbalikkan),kalor
Q = TdS,dengan S adalah entropi. Dengan demikian,hukum pertama dapat dinyatakan
dalam diferensial total sebagai berikut :
TdS = dU + PdV, atau dU = -TdS + PdV (7.26)
Persamaan tersebut memperlihatkan bahwa energi dalam U juga merupakan fungsi dari
entropi S,dan volume V,U = U( S, V). Jadi, menurut rumusan diferensial total :
dU= + (7.27)
Pebandingan antara persamaan 1 dan 2 memperlihatkan bahwa berlaku hubungan :
= − (7.28a)
= P (7.28b)
Turunan parsial silang (3) adalah
= - ; =
Karena = , maka - = (7.29)
Persamaan kedua (4) adalah salah satu dari sehimpunan relasi Maxwell antara besaran-besaran
termodinamika.
Dengan cara yang sama, diturunkan pula relasi-relasi Maxwell berikut :
= ; = ; = (7.30)
10. PERSOALAN EKSTREM TAKTERKENDALA
Pada fungsi dua variabel z = f(x,y), atau lebih, berlaku pla persyaratan ekstrem yang
sama, yang dapat dinaar berikut. Misalkan P( , ) adalah titik ekstrem fungsi z = f(x,y).
Dengan memilih y = = tetap, maka z = f(x,y) menjadi fungsi dari variabel x, sedangkan
jika dipilih x = , = tetap, maka z = f(x,y) menjadi fungsi dari satu variabel y. Dengan
demikian, belaku syarat ekstrem seperti pada fungsi satu variabel, tetapi dalam hal ini ada dua
persamaan, yakni :
( , ) = 0 dan ( , ) = 0
Jika variabel x dan y adalah bebas, maka persoalan ekstrem ini disebut ekstrem takterkendala
(unconstraint).
Untuk mencirikan jenis ekstremnya, kita perlu menghitung turunan parsial keduanya, ,
, dan dan besaran :
D = det ( 7.31)
Penentuan jenis ekstremnya sebagai berikut :
Titik (a,b) adalah titik ekstrem fungsi f (x,y) jenis :
(a).Maksimum, jika : (a,b) < 0, dan D > 0
(b).Minimum, , jika : (a,b) > 0, dan D > 0
(c).Titik pelana ( saddle), (a,b) < 0, dan D > 0
Jika D = 0, tak ada yang dapat kita simpulkan mengenai jenis ekstrem fungsi z =
f(x,y)
CONTOH 7.8 :
Carilah titik ekstrem dari fungsi f(x,y) = xy-x2-y2-2x-2y+4, dan tentukan jenis ekstremnya.
PEMECAHAN
Dari syarat ekstrem (7.30), kita peroleh :
= y-2x-2y = 0, = x-2y-2 = 0
Atau x = y = -2
Jadi titik P(-2,-2) adalah satu-satunya titik ekstrem fumgsi f. Jenis ekstremnya,kta tentukan
dari urunan kedua fungsi f :
= -2, = -2, = 1
Dan nilai diskriminannya di titik ( -2,-2 ) adalah titik ekstrem maksimum fungsi f. Nilai
ekstremnya adalah :
11. F (-2,-2 ) = 8
PERSOALAN EKSTREM TERKENDALA
Pada persoalan ekstrem fungsi f(x, y, z) yang ditinjau di atas variabel x dan y berubah secara
bebas. Ttapi dalam berbagai persoalan fisika dan geometri, variabel x dan y seringkali
diisyaratkan memenuhi suatu hubungan tertentu, Φ(x, y, z) = 0. Di dalam bab ini akan kita
bahas dua cara pemecahannya, yaitu cara eliminasi dan pengali Lagrange.
CARA ELIMINASI :
Pada cara eliminasi, kita pecahkan dahulu persamaan kendala, Φ(x, y, z) = 0 untuk salah satu
variabel, kemudian mengunakannya untuk mengeliminasi variabel bersangkutan dari fungsi f,
dan slanjutnya mencarikan nilai ekstrem fungsi f dalam variabel yang sisa. Sebagai contoh
tinjaulah contoh soal berikut :
CONTOH 7.9
Tentukan letak titik P(a,b) pada sebuah permukaan bidang V : x-y+2z = 2, yang jaraknya
terdekat ke titik awal 0.
PEMECAHAN
Pada bab 4 kita pelajari bahwa jarak sebuah titik Px, y, z) ke titik asal O adalah : | | =
+ + 2. Karena | | minimum jika fungsi :
F(x, y, z) = x2+y2+z2
Maka kita dapat mengambil f sebagai fungsi yang hendak dicari nilai ekstremnya. Karena
titik P(x, y, z) haruslah terletak pada bidang V : x-y+2z = 2, maka persamaan bidang ini
adalah persamaan kendala.
Φ(x, y, z) = x-y+2z-2 = 0
Cara jelas untuk memecahkan persoalan ekstrem terkendala ini adalah cara eliminasi, yaitu
memecahkan dahulu persaman kendala bagi salah satu variabel kemudian dsisipkan ke dalam
fungsi. Dari persamaan kendal kita peroleh :
Y = x + 2z -2
Sisipkan ke dalam fungsi kuadrat jarak f, memberikan :
F(x, y (x, z),z) = x2 + ( x+ 2z – 2)2 + z2
= 2x2 + 4xz + 5z2 - 4x - 8z +4
Penerapan syarat eksrem, memberikan :
Fx = 4x + 4z – 4 = 0, fz = 4x + 10z – 8 = 0
12. Pemecahannya memberikan : x = , dan z = . Untuk menyelidiki jenis ekstrem yang
bersangkutan, dalam variabel ( x, z), kita hitung lagi turunan parsial keduanya :
Fxx = 4, fzz = 10, fxz = fzx, = 4
Karena D = fxxfzz – f2
zz = (4) (10) – 42 = 24 > 0, dan fxx > 0, maka ( , ) adalah titik ekstrem
minimum fungsi f(x, z). Koordinat dari titik pada bidang : x- y + 2z = 2 adalah y = - . Jadi
titik terdekat yang kita cari adalah : P ( , - , ).
METODE PENGALI LAGRANGE:
Persamaan kendala ( , , ) = 0 seringkali sangatlah rumit untuk
dipecahkan,begitupula halnya dengan pemecahan syarat ekstrem : =0, =0,atau dalam dua
variabel lainya.Untuk mengatasinya,matematikawan Prancis Louis Lagrange
mengembangkan model pengali Lagrane,yang menghasilkan suatu sistem persamaan setara
yang relatif mudah mencari pemecahanya .Gagasan dasarnya bertolak dari hasil penalaran
berikut.
Telah kita lihat bahwa syarat perlu bagi fungsi f (x,y,z) memiliki suatu nilai ekstrem
adalah =0, =0, =0.Karena df = + + ,maka dititik ekstrem berlaku :
df = + + = 0
(7.23)
Sebaliknya,jika df = 0,maka =0, =0, =0,karena dx,dy,dan dz bebas linear.Jika :
( , , )0
(7.23)
Adalah persamaan kendala juga berlaku :
= + + = 0
(7.34)
Kalikan pers (7.34 ) dengan sebuah parameter kemudian jumlah kan dengan persamaan
(7.32) memeberikan :
( + ) + + + ( + ) = 0
(7.35)
Dengan memandang x,y,dan z bebas,maka dx,dy,dan dz juga bebas sehingga kita peroleh :
( + ) = 0 , + = 0, ( + ) = 0
(7.36)
Ketiga persamaan (7.36) bersama dengan persamaan kendala (7.33) memberikan empat
sistem persamaan yang dapat dipecahkan bagi keempat variabel x,y,z, dan .
13. Sistem persamaan (7.33) dan (7.36) dapat dipandang sebagai persamaan syarat
ekstrem dari fungsi :
( , , ) = +
CONTOH 7.10 :
Tentukanlah ukuran ketiga sisi sebuah kotak,tampa penutup atas,dengan volume
maksimum,jika luas permukaanya 108 .
PEMECAHAN :
Tinjau kotaknya berada dalam oktan pertama dan ketiga sisinya berimpit dengan
sumbu x,y,dan z.Maka volume kotak ini adalah xyz.Jadi fungsi yang hendak diselidiki
ekstremnya adalah :
( , , ) =
Jumlah luas kotak tampa penutup alas adalah : L : xy + 2xz + 2yz .Karna luas permukaan
kotak dikendalakan bernilai 108 , maka persamaan kendalanya adalah :
( , , ) = + 2 + 2 = 108
(7.37)
Persamaan (7.36) menghasilkan :
+ ( + 2 ) = 0
+ ( + 2 ) = 0
(7.38)
+ (2 + 2 ) = 0
Untuk memecahkanya ,kalikan persamaan pertama dengan x ,kedua kalikan dengan y ,dan
ketiga dengan z ,kemudian jumlahkan, kita peroleh :
+ ( − 2 + 2 ) = 0
Gunakan persamaan kendala (7.37) , memberikan :
+ 108 = 0 , atau = −
Sisipkan kembali nilai ini kedalam (3.78),kemudian sederhanakan kita peroleh :
1 − ( + 2 ) = 0
1 − ( + 2 ) = 0
1 − ( 2 + 2 ) = 0
14. Dari kedua persamaan pertama kita peroleh x = y.Sisipkan x = y kedalam persamaan
ketiga,memberikan z = 18/y. Sisipkan x dan y kedalam persamaan pertama , menghasilkan x
= 6.
Jadi x = 6, y = 6,z = 3 memberikan ukuran sisi kotak yang dikehendaki.
DUA ATAU LEBIH KENDALA.
Perluasan metode pengali Lagrange untuk persoalan mencari nilai ekstrem fungsi f
dengan variabel n dan m kendala ( m < n ) ditempuh dengan cara yang sama.Tinjau fungsi :
= ( , , ) (7.39)
Dengan m buah kendala :
( , , ) = 0 ( = 1,2, … . , ) (7.40)
Dalam hal ini , kita bentuk fungsi baru
( , , , , , … , ) = + Σ (7.41)
Dengan mengangap ( , , , , , … , ) bebas,kitaperoleh sistem persamaan berikut
bagi persyaratan ekstrem fungsi F :
= + = 0 (7.42 )
= + = 0 (7.42b)
= + = 0 (7.42c)
= = 0 ( = 1 ,2 , … … , ) (7.42d)
Pemecahanya memberikan nilai ekstrem yang dicari.
CONTOH 7.11
Carilah titik-titik pada kurva perpotongan kerucut : = + dengan bidang V : x + y
- z =1 , yang jaraknya ketitik asal O adalah terdekat dan terjauh.
PEMECAHAN
Disini fungsi yang hendak dicari nilai ekstremnya adalah kuadrat jarak antara titik
(x,y,z) ketitik asal O (0,0,0):
15. ( , , ) = + +
Dengan kendala :
(x,y,z) pada kerucut K :
( , , ) = + − = 0
(x,y,z) pada bidang V :
ℎ( , , ) = 1 + + − = 0
Untuk menerapkan metode pengali Lagrange,kita bentuk fungsi :
( , , ) = + + ℎ
(7.43)
Persyratan ekstrem (7.42) memberikan :
2 + 2 + = 0 (7.44a)
2 + 2 + = 0 (7.44b)
2 − 2 − = 0 (7.44c)
+ − = 0 (7.44d)
1 + + − = 0 (7.44e)
Dari (7.44a) dan (7.44b) kita peroleh :
( − ) = − ( − ) (7.45)
Sedangkan dari (7.44b) dan (7.44c) :
( + ) = − ( − ) (7.46)
Persamaan (7.45)dipenuhi jika = atau jika ≠ y, λ = −1.
Marilah kita selidiki apakah λ = −1,memberikan titik pada kurva perpotongan C . Dari (7.46)
kita peroleh :
+ = − atau = 0
Dan pers. (7.44d) memberikan : + = 0, atau = 0 , = 0.Karena titik (0,0,0) tak
memenuhi persamaan bidang (7.44e) ,maka pemecahan = −1 diabaikan !
Karna itu kita peroleh pemecahan :
≠ 1 dan = (7.47)
Sisipkan ( 7.47) kedalam ( 7.44e),kita peroleh :
16. = 1 + 2 (7.48)
Sisipkan ( 7.47) dan ( 7.48) kedalam ( 7.44d):
+ − (1 + 2 ) = 0
2 + 4 + 1 ,yang memiliki akar –akar
: −1 ± √
Jadi ,titik – titik yang dipertanyakan adalah:
( −1 + √ , −1 + √ , −1 + √2 )
dan ( −1 − √ , −1 − √ , −1 − √2 )
Sisipkan koordinat titk P kedalam fungsi jarak :
= + + = 2 + (1 + 2 ) = 6 + 4 + 1
= 4 + (2 + 4 + 1) = 4 + 0 = 4
Untuk di titik P : ( ) = 4 1 − √2 + = 4 ( − √2)
2
3
4
1
Untuk titik
2
2
Q f (Q) 4 1 2
Jika kurva perpotongan antara kerucut K dan bidang V adalah elips, maka P adalah
titik terdekat, sedangkan Q titik terjauh ke titik asal 0(0,0,0). Sedangkan, jika C adalah
hiperbola, maka P dan Q adalah titik terdekat, dari masing-masing cabang, ke titik asal 0.
(selidiki jenis kurva C).
SOAL-SOAL :
TURUNAN PARSIAL :
1. Hitunglah
z
, untuk setiap fungsi berikut :
y
dan
z
x
y
(a). ,
x
z
(b). z sin xy x2 y,
(c). z e y 1n z
2. Hitunglah
u
z
dan
u
y
u
x
, , untuk setiap fungsih berikut :
17. (a). u xy2 yz2 xz,
(b). u xyz 1n xy,
x
(c).
y
u x sin 1
3. Perlihatkan bahwa jika :
y
2
2
(a). , tan 1 1 2 2 ,
0 2
2
y
f
x
f
n x y maka
x
f x y
2
(b). , , , 0 2
2
2
2
2
2 2 2
z
f
y
f
x
f
f x y z x y z maka
ATURAN RANTAI :
4. Hitunglah
u
t
dengan cara :
(a).Nyatakan dahulu u sebagai fungsih eksplisit dari t,
(b).Gunakan aturan rantai, jika :
(a) u xey y sin x, x t 2 , y t
(b) u x2 y2 z 2 , x et , y et cos t, z et sin t
u
5. Jika f x, y exy , dengan 1 2 2 , tan 1 ,
x n u v dan y hitunglah
v
f
, .
v
dan
f
u
6. Hitunglah 3 di (x,y,z) = (1,1,1), jika w cos uv, u xyz, v / 4x2 y2
FUNGSIH EMPLISIT :
7. Hitunglah
z
, jika :
y
dan
z
x
(a). xy3 sin z z3 0
(b). 3xy xz yz2 0
NILAI EKSTREM :
8. Selidiki titik ekstrem maksimum, minimum, dan pelana serta nilai ekstrem yang
bersangkutan dari fungsih-fungsih berikut :
(a). z x2 xy y2 3x 3y 4
(b). z x3 y3 2xy 6
18. (c). z x sin y
9. Sebuah pelat lingkaran x2 y2 1, dipanasi hingga suhunya di setiap titik (x,y) adalah
: T x, y x2 2y2 x . Carilah titik terpanas dan terdingin pada pelat tersebut, dan
hitung pula nilai ekstremnya.
10. Suhu t pada setiap titik dalam ruang adalah T = 400xy2. Carilah suhu tertinggi pada
permukaan bola x2 + y2 + z2 = 1.
11. Carilah nilai maksimum fungsih W = xyz pada garis potong bidang x+y+z = 40, dan z =
x + y.
19. BAB VIII
INTEGRAL LIPAT DAN TRANSFORMASI KOORDINAT
8.1. UMUM
Dalam fisika, kitaseringkali perlu menghitung berbagai besaran fisika total suatu benda.
Sebagai contoh, masa total benda bila rapat masanya diketahui, pusat massa, momen
kelembaman (inersia), medan listrik yang ditimbulkan suatu distribusi muatan, dan lain
sebagainya. Dalam hal bendanya berdimensi dua atau tiga, perhitungan kita umumnya
melibatkan integral lipat.
Pada bab ini disajikan defenisi integral lipat serta beberapa teorema, contoh
perhitungan, dan penerapannya dalam fisika. Perhitungan integrasi suatu integral lipat
dilakukan dengan merumuskannya ulang sebagai suatu integral berulang atau bertahap.
Sebagai contoh, untuk menghitung massa pelat datar (berdimensi dua), integral lipatnya yang
disebut integral lipat dua, dirumuskan sebagai integral dua tahap dalam mana kita melakukan
dua kali integrasi. Dalam bab ini kita hanya membahas integral lipat dua dan tiga. Di samping
itu, dibahas pula transformasi koordinat pada pada variable integrasi, guna memudahkan
perhitungan suatu integral lipat, yang memperkenalkan faktor determinan Jacobi. Khususnya,
akan dibahas transformasi koordinat kartesis ke polar, untuk persoalan dua dimensi, dan ke
koordinat silinder serta bola untuk persoalan tiga dimensi. Ketiga system koordinat ini
tidaklah hanya penting bagi perhitungan integral lipat, tetapi juga bagi persoalan analisis
kalkulus lainnya.
Bahasan bab ini akan diawali dengan pendefenisian integral lipat-2.
8.2. DEFENISI INTEGRAL LIPAT DUA
Marilah kita tinjau persoalan fisika menghitung massa total M suatu pelat datar
berhingga (jadi berdimensi dua), dengan distribusi massa takseragam (nonuniform)
misalkan geometrikya berupa suatu daerah terbatas D dalam bidang kartesis xy, dengan rapat
massa atau massa per satuaan luas pada setiap titik (x,y) adalah f x, y seperti pada
gambar 8.1.
y
i i y y
yi
y
xi i i x x
x
i
20. Gambar 8.1 daerah D pada bidang xy dengan elemen daerah kecil i
Kita akan menghitung dadulu nilai hampiran bagi massa totalnya. Untuk itu, daerah
pelat D kita bagi atas n-buah elemen daerah kecil , , ,...... n 1 2 3 , dan memilih sebuah
titik wakil (xi,yi) didalam elemen daerah i (I = 1,2,3,….n). maka massa setiap elemen
daerah si dihampiri oleh :
i m f x y 1 1 1 ,
........................................................................................ (8.1)
Dengan i adalah luas elemen daerah i , massa total pelat D, dengan demikian,
secara ham-piran diberikan oleh :
n
i i i
n
m f x y
1 1
1
1 1
,
.................................................................. (8.2)
Hampiran diruas kanan mendekati nilai pasti M, jika pembagian elemen daerah i
dibuat sekecil mungkin sehingga 0 i , yang dengan demikian meningkatkan jumlah
elemen daerah n . Jika kita memilih i berbentuk petak dengan sisi i i x dan y ,
maka i i i x y , dan dalam keadaan limit diatas :
n
lim , , 0, 0
f x y x y x y
i i
i i i i
n
1 1
............................. (8.3)
Limit pada ruas kanan, jika ada, dilambangkan oleh :
f x y dxdy
,
D
............................................................................................. (8.4)
Yang disebut integral lipat dua (double integral) dari fungsih f (x,y) terhadap daerah D.
Pembuktian keberadaan (existence) integral ini dapat dilihat pada buku-buku matematika
lanjut. Juga bahwa limit M pada pers. (8.3) tidak bergantung pada cara pembagian D kedalam
elemen i , dan pemilihan titik wakil (xi, yi) dalam i . Ketiga sifat integral lipat dua berikut
dapat dibuktikan melalui defenisi limit (8.3) :
(1). Jika f = f(x, y) dan g = g(x, y) dua fungsih terdefenisikan pada daerah D, maka:
21.
D D D
f g dxdy fdxdy gdxdy
....................................................... (8.5)
(2). Jika c sebuah tetapan, maka :
cf dxdy c
fdxdy
D D
................................................................................ (8.6)
(3). Jika D merupakan gabungan daerah D1 dan D2, atau 1 2 D D D , dan
, 1 2 D D C sebuah kurva batas, maka :
D D1 D2
fdxdy fdxdy fdxdy
.................................................................. (8.7)
8.3. INTEGRAL BERULANG DUA
Untuk dapat menghitung sebuah integral lipat, yang dalam pasal ini akan dikhususkan
pada integral lipat dua, kita akan menggunakan suatu prosedur yang mengalihkan
perhitungan integral lipat ke integral berulang. Pertama, kita akan batasi bahasannya pada
daerah normal yang
Didefinisikan sebagai berikut.
DEFINISI 8.2 :
Suatu daerah D disebut normal terhadap :
(a) Sumbu –x,jika setiap garis tegak lurus sumbu –x hanya memotong dua kurva batas D
yang fungsi koordinatnya y = y1(x), dan y = y2(x) takberubah bentuk.
(b) Sumbu –y, jika setiap garis tegak lurus sumbu –y hanya memotong dua kurva batas D
yang fungsi koordinatnya x = x1(y), dan x = x2(y) takberubah bentuk.
Untuk kesan gambarnya, perhatikan daerah D1 dan D2 pada gambar 8.2. Daerah D1 normal
terhadap sumbu –x, sedangkan D2 normal terhadap sumbu –y
y
0
y = y2 (x)
y = y1 (x)
D1
a xi b x
(a)
y
d
yi
0
b
x
D2
c
x = x1 (y)
x = x2 (y)
22. GAMBAR 8.2 (a). Daerah D1 normal terhadap sumbu -x.(b). Daerah D2 normal terhadap
sumbu –y
Suatu daerah D dapat terjadi tidak normal terhadap sumbu –x maupun –y . dalam hal seperti
itu, daerah D dibagi kedalam beberapa subdaerah normal. Sebagai contoh, pada gambar 8.3,
daerah D taknormal terhadap sumbu –x maupun –y, tetapi setiap subdaerah D1, D2 dan D3,
normal terhadap sumbu-x(bagilah pula daerah D ke dalam sub-sub daerah yang normal
terhhdap sumbu -y).
y
0
x
D1 D2 D3
y = y2 (x)
y = y1 (x)
x = x2 (y)
x = x1 (y)
GAMBAR 8.3. Daerah D taknormal terhadap sumbu –x dan y dan y. Subdaerah D1, D2 dan
D3 normal terhadap sumbu –x
Sekarang, tinjaulah pelat D yang normal terhadap sumbu –x ,seperti pada gambar
8.2a,dengan tepi bawah dibatasi oleh kurva y = y1(x), dan tepi atas oleh y = y2(x); sedangkan
tepi kiri dan kanannya masing-masing oleh garis tegak x = a, dan x = b, (b>a,bilangan tetap).
Jadi, secara ringkas :
x y y x y
D x y a x b 2
, ,
1
Jika rapat massa pelat D adalah f (x,y), maka integral lipat dua:
t f x ydxdy
,
D
Yang menyatakan massa totalnya, dihitung secara bertahap, melalui definisi limit, sebagai
berikut:
a. Ambil sebarang titik ,0 1 x pada sumbu-x, dengan a x b 1
b. Tarik garis x = x1, kemudian tinjau sebuah lempeng tegak dengan sumbu x = x1, dan
tebal , 1 x dalam daerah D, yang disebut lempeng ke-i
c. Hitung lampiran massa tiap petak (i,j) pada koordinat 1 1 x , y dalam lempeng ke-i,
23. yakni:
1 1 1 1 1 m f x , y x y
d. Hitung massa total lempeng ke-i, sebagai limit jumlah seluruh petak di dalamnya:
, , 0
lim lim
1 1 1 1 1 1 1
1
f x y y x y
n
m
n
m
n
j
j
e. Massa total pelat adalah limit jumlah massa seluruh lempeng dalam D, yakni:
1
0, 0.
, ] ,
lim [lim
1 1
1
1 1 1 1
1 1
dengan x dan y
f x y y x
m n
M m
n
j
m
i
m
i
f. Limit jumlah berulang di ruas kanan mendefinisikan integral berulang:
2
I f x y dy dx
b
x a
y x
y y x
1
, ]
Jika kita memilih D noirmal terhadap sumbu-y, integral lipat duanya dihitung sebagai limit
jumlah semua lempeng datar penyusun daerah D. Jika daerah
, ; , , , 1 2 D x y x y x x y c y d d c bilangan tetap maka integral lipat dua yang
bersangkutan dalam bentuk integral berulang dua adalah:
y x
[ , ]
I f x y dx dy
x x y
d
y c
2
1
Bagaimana cara menghitung integral berulang (8,9), dan (8,10)? Tinjau kembali integral
berulang (8,9). Berdasarkan urutan pengambilan limit jumlah (8,8), langkah perhitungannya
adalah sebgaia berikut:
1) Hitung integral tak tenatu dalam tanda kurung terhadap y dengan memperlakukan x
sebagai suatu tetapan. Hasilnya, adalah suatu fungsi primitif dalam y:
x, y f x, ydy
2) Sisipkan batas atas dan bawahnya, maka diperoleh hasil integral tentu:
y x
2
g x f x y dy x y x x y x
y x
1
2 1 , , ,
3) Integral fungsi g(x) pada langkah (2), dari x=a s/d b, memberikan hasil akhir:
b
I g x dx
a
Langkah perhitungan yang sama dengan menggantikan x dan y, juga berlaku bagi integral
berulang (8.10). (uraikan rincian langkahnya!)
CONTOH 8.1:
Hitunglah lipat-2 berikut:
2
I xydy dx
x
x
y
1
0 0
24. PEMECAHAN
Pertama, kita mengintegrasikan dari dalam terhadap y dengan mempertahankan x tetap:
2 2 2 5
2
xy dy xy x x x x
x
1 2
0
0
2
1
2
0
1
2
]
2
Kemudian, integrasikan hasil ini terhadap integral luar, yakni terhadap variabel x, kita
peroleh:
1
12
I x dx x
1 1
]
1
12
2
0
1
0
6 5
CONTOH 8.2
Hitunglah integral lipat-2 pada contoh 8.1, dengan mengintegrasikan dahulu terhadap
variabel x, kemudian terhadap y.
PEMECAHAN :
Pertama, gambarkan dahulu daerah integrasi Dxy integral lipat-2 pada contoh 8.1. Dari batas
ntegrasinya, terbaca bahwa Dxy adalah daerah antara sumbu-x dan parabola y = x2 yang
terletak antara garis x=0 dan x1, seperti pada gambar 8.4.
Y
y = x2
DX,Y
0 X
GAMBAR 8.4 Daerah integrasi D contoh 8.1 dan 8.2.
Untuk menentukan batas-batas integrasinya, kita tempuh langkah berikut:
Langkah 1. Selidiki apakah daerah Dxy normal terhadap sumbu-y
Karena garis normal terhadap sumbu-y hanyalah memotong kurva batas x y di kiri, dan x
=1 di kanan untuk seluruh daerah Dxy maka ia normal terhadap sumbu-y
Langkah 2. Jika ya, lanjutkan ke langlah 3. Jika tidak bagi Dxy atas sejumlah minimal
daerah normal terhadap sumbu-y, dan lakukan langkah 3 bagi setiap subdaerah.
25. Langkah 3. Tarik sebuah garis sejajar sumbu-x. Potong kurva terkiri adalah batas bawah,
sedangkan yang terkanan batas atas integral terdalam (terhadap x).
Karena garis normal sumbu-y memotong batas terkiri pada parabola y=x2, maka x1 y, dan
batas terkanan pada garis x =1, maka x2 = 1.
Langkah 4. Tentukan batas terbawah dan teratas, koordinat y, dari daerah Dxy.
Dari bagian daerah Dxy terbaca bahwa batas terbawahnya adalaah sumbu-x, untuk mana y =
0, jadi y1 = 0. Batas terbatasnya adalah koordinat y titik potong parabola y = x2 dengan garis
x = 1, yakni y = 1, jadi y2 =1.
Langkah 5. Tuliskan integral berulangnya, dan hitunglah hasilnya.
Dari hasil penjajakan pada keempat langkah diata, kita dapati bahwa pernyataan integral
berurutan soal ini, adalah:
1
I xydx dy
0
1
[ ]
y x y
Integral terdalam, terhadap x adalah:
1
1
1
2 1 2
2
]
2
x y
x
x y xydy x y y y
Sisipkan kembali pada integral I di atas, kemudian integrasikan terhadap y, kita peroleh:
1
12
1
6
1
4
I y y dy y y
1 1
]
1
6
1
4
2
0
1
0
3 2 2
Sehingga dengan hasil yang kita peroleh diatas.
INTEGRAL LIPAT-2 SEBAGAI VOLUME
Jika z = f(x,y) adalah sebuah persamaan permukaan, maka integral lipat-2:
V z dxdy f x, y dxdy
D D
Adalah volume bagian ruang tegak antara daerah D pada bidang xy dengan permukaan z =
f(x,y), seperti pada gambar 5.
NO.37
Mengingat kembali dari bahasan aljabar pada Bab 4, bahwa luas d adalah besar vektor d ,
yakni :
(8.17)
d (dxxdy)
Dengan dx iˆdx,dy ˆjdy,dan x operator hasilkali silang. Karena itu, dalam pernyataan
vektor, integral lipat (8.13) berbentuk :
26.
I f (x, y) | (dxxdy) |
Dxy
(8.18)
Dengan demikian, jika kita melakukan perubahan variabel atau transformasi koordint dari
sistem (x,y) ke sistem (u,v)menurut persamaan transormasi :
x= x(u,v) y= y (u,v) (8.19)
Maka setiap elemen diferensial vektor transformasi menjadi :
x
y
dv
v
x
x
du
u
dy
dv
v
du
u
dx
(8.20)
Dengan du uˆdu,dv vˆdv,danuˆsertavˆ masing-masing adalah vektor satuan dalam arah
pertambahan positif u dan v pada sistem koordinat (u,v).
Elemen luas dA dalam koordinat (u,v) menjadi :
y
x
y
x
y
y
x
x
dA | | | | | duxdv |
dxxdy du
dv x
du
dv
u
v
u
v
u
v
v
u
(8.21)
Atau
dudv
x y
dA J 1
u v
1
Dengan
x
y
x
,
J det
x
y
v
y
u
v
u
y
u
v
v
x
u
x y
,
u v
(8.22)
Adalah faktor jakobi yang bersangkutan.
Disini kita akan khusus memilih transformasi koordinat yang memiliki invers. Jadi, terhadap
transformasi koordinat (8.19) terdapat pula transformasi invers,
U= u (x,y) v = v (x,y) (8.23)
27. Dengan faktor jacobian yang bersangkutan adalah :
u
v
u
v
y
x
y
x
u v
1
J det
x y
1
(8.24)
Karena elemen luas dA tak berubah, maka :
dxdy
u v
1
1
1 | |
dA dxdy J J
x y
x y
u v
duxdv J
x y
u v
1
1
1
Yang adalah taat asas jika:
1
u v
1
1
x y
1
1
u y
x y
1 1
1
1
1
x y
J
u v
atauJ
x v
J
u v
J
(8.25)
Sering kali dalam praktek hitungan, transformasi koordinat invers (8.23)yang
diberikan,berbentuknya rumit untuk diubah kebentuk transformasi langsung, (8.19). dalam
u v
hal ini faktor jakobi
x y
J
1 diperoleh dengan menghitung terlebih dahulu faktor jakobian
1
invers kemudian menggunakan hubungan (8.25), seperti diperhatikan pada contoh 8.5 dan 8.6
berikut.
Catatan : dalam bahasa berikut, bila faktor jacobi dituliskan tanpa argumen, J saja, maka yang
x y
dimaksudkan adalah
u v
J
1 , dan J 1 untuk inversnya!
1
Hubungan (8.25), memperlihatkan bahwa kedua faktor ini tak boleh nol untuk semua nilai
(x,y) atau (u,v). Titik (x,y) atau (u,v) pada mana J=0, disebut titik singuler. Artinya, di titik
tersebut, hubungn transformasi koordinatnya tak terdefinisikan (karena tak memiliki invers).
Perubahan variabel integrasi yang lazim digunakan adalah transformasi koordinat kartesis
(x,y) ke polar (r,θ) melelui persamaan transformasi :
x = r cos θ y = r sin θ (8.26a)
Dengan transformasi invers :
28.
x
r x2 y2 , tan 1 y
(8.26b)
Faktor jakobi yang bersangkutan adalah :
r
cos sin
J r
r
x y
1
r
det
sin cos
1
(8.27a)
dan
2 2
r
1 det
1
r
x
r
y
r
y
r
x
x y
J
(8.27b)
Sesuai denga hubungan (8.25).
Tampak bahwa pada nilai r = 0 atau (x=0, y=0), faktor jakobi J=0 atau J 1 . Titk r=0 ini
disebut titik singuler koordinat polar (r,θ).
Masalah berikut adalah pencirian pada daerah integrasi xy D dalam sistem (x,y) pada daerah
integrasi uv D dalam sistem (u,v). Di sini ditinjau peta kurva batas xy D kedalam bidang (u,v).
Penjelasan terincinya diberikan kepada ketiga soal berikut yang menguraikan langkah-langkahnya
:
Contoh 8.5
Gunakan koordinat polar (r,θ)untuk menghitung integral lipat-2 berikut :
I xydxdy
Dxy
Dengan xy D adalah daerah pada kuadran I dalam bidang xy yang dibatasi oleh sumbu x,
sumbu y dan lingkaran x2 y2 4
29. PEMECAHAN :
Langkah I. Tentukan peralihan integran f (x, y)kegr,
Karena f(x,y)= xy, maka terhadap transformasi koordinat polar (r,θ), ia beralih ke
pernyataan :
gr, f xr, , yr, r 2 cos sin
Langkah II. Gambarkan daerah integrasi xy D
Y
2
xy D
2 x
GAMBAR 8.8 Daerag integrasi xy D soal 8.4, dab (b). Petanya, r D
Secara sepintas xy D tampak dibatasi oleh tiga kurva yakni :
: 0,0 2,
C y x
: 4
C x y
: 0,0 2,
1
3
2 2
2
C x y
Yang diperhatikan dalam gambar 8.8a. karena faktor jakobi, J = r, bernilai nol dititik 0,r=0,
maka untuk menghindari kesinguleran ini, kita bentuk kurva batas ke-4 4 C , berupa lingkaran:
: 2 2 2 ,0 2,
4 C x y
Dan pada akhirnya mengambil limit 0.
Langkah III. Gambarkan peta daerah integral r D :
Untuk menggambarkan daera peta xy D pada bidang rθ, kita petakan masing-masing kurva
batas lalu mencirikan daerah batas yang diperoleh.
30.
: 0, 2, :
C y x dipetakankekurva
: 2 2 ,
tan
1
0
1
1
'
x
C r x y x y
C' pada bidang (r,θ). Karena 0 y 2,maka, 2 0 .
Disini, y adalah parameter kurva 2
C' adalah penggal garis sejajar 3
Jadi, 2
C' dipetakan kepenggal garis 3
C' sejajar sumbu r, yang
memotong sumbu θ di θ =π/2, dan terletak antara r 2.C dipetakan ke penggal garis C'
4 4
sejajar sumbu θ, antara 2 0 , yang memotong sumbu r di r = 2.
Keempat kurva dalam bidang (r,θ) ini, membatasi daerah r D berbentuk empat persegi
panjang, seperti pada gambar 8.8b.
Jadi, terhadap koordinat polar , intgral lipat-2 pada contoh ini teralihkan menjadi :
I r r drd
Dr 2 cos sin
2
lim 2 cos sin
0
3
0
r
r dr d
1
r
cos 2
2
.
1
4
lim 0
2
0
2
2
4