1. Dokumen tersebut membahas peran filsafat Pancasila dalam pembentukan hukum nasional di Indonesia. Filsafat Pancasila dijadikan dasar negara dan sistem ideologi nasional sesuai amanat UUD 1945.
2. Filsafat Pancasila menegaskan martabat manusia sehingga menetapkan sistem kenegaraan demokrasi dan negara hukum. Hal ini mewujudkan integritas sistem kenegaraan Pancasila-UUD 1945.
3. Pembent
Konsekuensi yuridis dari kemajemukan bangsa indonesia terhadap pembangunan hu...
Peranan filsafat pancasila dalam pembangunan
1. 1
PERANAN FILSAFAT PANCASILA DALAM PEMBANGUNAN
HUKUM NASIONAL
( dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Politik Hukum )
Oleh
FREINGKY A. NDAUMANU, S.H.
PROGRAM PASCASARJARNA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
MAGISTER HUKUM
2011
2. 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Budaya dan peradaban umat manusia berawal dan berpuncak dengan nilai-nilai filsafat
yang dikembangkan dan ditegakkan sebagai sistem ideologi. Maknanya nilai filsafat sebagai
jangkauan tertinggi pemikiran untuk menemukan hakekat kebenaran ( kebenaran hakiki;
karenanya dijadikan filsafat hidup, pandangan hidup, (Weltanschauung); sekaligus memancarkan
jiwa bangsa, jati diri bangsa (Volksgeist) dan martabat nasional.
Filsafat hidup dan jiwa bangsa ini diakui sebagai asas kerohanian bangsa dan negara,
sebagai kaidah negara yang fundamental. Nilai fundamental filsafat hidup dijadikan dasar negara
(filsafat negara); ditegakkan sebagai sistem ideologi nasional (ideologi negara) sebagaimana
terumus di dalam UUD Negara.
Bagi bangsa Indonesia, filsafat Pancasila sebagai sistem ideologi sebagaimana
terkandung dalam UUD Proklamasi 45, sekaligus memancarkan integritas sebagai Sistem
Kenegaraan Pancasila dengan visi-misi sebagaimana diamanatkan di dalam UUD Proklamasi 45.
Menegakkan integritas sistem kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 adalah pembudayaan
filsafat Pancasila dan ideologi nasional Indonesia Raya. Kaitannya dengan pembentukan hukum
di Indonesia, setidaknya kita sadar bahwa hukum di bentuk karena pertimbangan keadilan
(gerechtigkeit) disamping sebagai kepastian hukum (rechtssicherheit) dan kemanfaatan
(zweckmassigkeit)1
1
Lukoni Huda, .Filsafat Hukum dan Perannya dalam Pembentukan Hukum di Indonesia, www.badilag.net, hal.1
3. 3
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, ,maka permasalahan yang akan dibahas adalah :
1. Apakah sebenarnya hakikat filsafat hukum?
2. Bagaimana peran filsafat hukum dalam pembentukan hukum di Indonesia?
3. Kapan Permasalahan Timbul Dalam Bidang Hukum?
4. 4
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN FILSAFAT DAN FILSAFAT HUKUM
Pengertian Filsafat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah 1) Pengetahuan dan
penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya, 2)
Teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan atau juga berarti ilmu yang berintikan
logika, estetika, metafisika dan epistemologi.
Pakar Filsafat kenamaan Plato (427 - 347 SM) mendefinisikan filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli, Kemudian Aristoteles (382 - 322
SM) mengartikan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, dan berisikan di
dalamnya ilmu ; metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
Secara Umum Pengertian Filsafat adalah Ilmu pengetahuan yang ingin mencapai hakikat
kebenaran yang asli dengan ciri-ciri pemikirannya yang 1) rasional, metodis, sistematis, koheren,
integral, 2) tentang makro dan mikro kosmos 3) baik yang bersifat inderawi maupun non
inderawi. Hakikat kebenaran yang dicari dari berfilsafat adalah kebenaran akan hakikat hidup
dan kehidupan, bukan hanya dalam teori tetapi juga praktek.
Kemudian berkenaan dengan Filsafat Hukum Menurut Gustaff Radbruch adalah cabang
filsafat yang mempelajari hukum yang benar. Sedangkan menurut Langmeyer: Filsafat Hukum
adalah pembahasan secara filosofis tentang hukum, Anthoni D’Amato mengistilahkan dengan
Jurisprudence atau filsafat hukum yang acapkali dikonotasikan sebagai penelitian mendasar dan
pengertian hukum secara abstrak, Kemudian Bruce D. Fischer mendefinisikan Jurisprudence
adalah suatu studi tentang filsafat hukum. Kata ini berasal dari bahasa Latin yang berarti
5. 5
kebijaksanaan (prudence) berkenaan dengan hukum (juris) sehingga secara tata bahasa berarti
studi tentang filsafat hukum.
Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa Filsafat hukum merupakan cabang filsafat, yakni
filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan perkataan lain filsafat
hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, jadi objek filsafat hukum adalah
hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam sampai pada inti atau dasarnya, yang disebut
dengan hakikat. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa Filsafat hukum merupakan cabang
filsafat, yakni filsafat tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan
perkataan lain filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis, jadi objek
filsafat hukum adalah hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam sampai pada inti atau
dasarnya, yang disebut dengan hakikat. Purnadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto menyebutkan
sembilan arti hukum, yaitu : 1) Ilmu pengetahuan, yaitu pengetahuan yang tersusun secara
sistematis atas dasar kekuatan pemikiran. 2) Disiplin, yaitu suatu sistem ajaran tentang kenyataan
atau gejala-gejala yang dihadapi. 3) Norma, yaitu pedoman atau patokan sikap tindak atau
perilaku yang pantas atau diharapkan. 4) Tata Hukum, yaitu struktur dan proses perangkat
norma-norma hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis.
5) Petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan
penegakan hukum (law enforcement officer) 6) Keputusan Penguasa, yakni hasil proses diskresi
7) Proses Pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari
sistem kenegaraan 8) Sikap tindak ajeg atau perilaku yang teratur, yakni perilaku yang diulang-
ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan mencapai kedamaian. 9) Jalinan nilai-nilai, yaitu
jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik dan buruk.
6. 6
Filsafat hukum mempelajari hukum secara spekulatif dan kritis artinya filsafat hukum berusaha
untuk memeriksa nilai dari pernyataan-pernyataan yang dapat dikatagorikan sebagai hukum ;
o Secara spekulatif, filsafat hukum terjadi dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan
mengenai hakekat hukum.
o Secara kritis, filsafat hukum berusaha untuk memeriksa gagasan-gagasan tentang hukum
yang sudah ada, melihat koherensi, korespondensi dan fungsinya.2
Lebih jauh Prof. Dr. H. Muchsin, SH. dalam bukunya Ikhtisar Filsafat Hukum menjelaskan
dengan cara membagi definisi filsafat dengan hukum secara tersendiri, filsafat diartikan sebagai
upaya berpikir secara sungguh-sungguh untuk memahami segala sesuatu dan makna terdalam
dari sesuatu itu3 kemudian hukum disimpulkan sebagai aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis
yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat, berupa perintah dan larangan yang
keberadaanya ditegakkan dengan sanksi yang tegas dan nyata dari pihak yang berwenang di
sebuah negara.4
Sebagai aktualisasi sistem filsafat Pancasila dan atau sistem ideologi (nasional) Pancasila
secara ontologis dan axiologis dikembangkan dan ditegakkan sebagai integritas Sistem
Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dengan asas-asas fundamental berikut :
A. Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Asas Kerohanian Bangsa dan Negara
Filsafat Pancasila memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas martabat manusia,
sebagai pancaran asas moral (sila I dan II); karenanya ajaran HAM berdasarkan filsafat Pancasila
yang bersumber asas normatif theisme-religious, secara fundamental sbb:
2
Lukoni Huda, Op.cit.hal 3-5
3
Muchsin, Ikhtisar Filsafat Hukum, cetakan kedua , Badan Penerbit Iblam Jakarta, 2006. hal 13
4
.Ibid.hal 24
7. 7
1. Bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II: hidup,
kemerdekaan dan hak milik/rezki); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh
umat manusia.
2. Bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban
asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia
menunaikan kewajiban asasi manusia sebagai amanat Maha Pencipta.
3. Kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:
a. Manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha
Pencipta (sila I).
b. Manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta,
termasuk atas nasib dan takdir manusia; dan
c. Manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta (Tuhan Yang
Maha Esa), atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian).
Manusia terikat dengan hukum alam dan hukum moral.
Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas potensi
jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah
kerokhaniannya sebagaimna terpancar dari akal-budinuraninya serta sebagai subyek budaya
(termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160)
Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk wawasan
nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan ditegakkan;
sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat (sistem
8. 8
demokrasi) dan negara hukum (Rechtsstaat). Asas-asas fundamental ini memancarkan identitas,
integritas dan keunggulan sistem kenegaraan RI (berdasarkan) Pancasila – UUD 45, sebagai
sistem kenegaraan Pancasila.
Ajaran luhur filsafat Pancasila memancarkan identitas theisme-religious sebagai
keunggulan sistem filsafat Pancasila dan filsafat Timur umumnya, karena sesuai dengan potensi
martabat dan integritas kepribadian manusia. Jadi, bagaimana sistem kenegaraan bangsa itu,
ialah jabaran dan praktek dari ajaran sistem filsafat dan atau sistem ideologi nasionalnya masing-
masing. Berdasarkan asas demikian, kami dengan mantap menyatakan NKRI sebagai sistem
kenegaraan Pancasila, dan terjabar (pedoman penyelenggaraanya) dalam UUD Proklamasi 45 ---
yang orisinal, bukan menyimpang sebagai “ terjemahan “ era reformasi yang menjadi UUD 2002
--- yang kita rasakan amat sarat kontroversial, bahkan menjadi budaya neo-liberalisme.
Secara filosofis-ideologis dan konstitusional inilah amanat nasional dalam visi-misi
Pendidikan dan Pembudayaan Filsafat Pancasila dan Ideologi Nasional. Visi-misi mendasar dan
luhur ini menjamin integritas SDM dalam Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dan
integritas Ketahanan Nasional NKRI.
B. Dasar Negara Pancasila Sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Sistem Ideologi
Nasional dalam Integritas UUD Proklamasi 45
Secara ontologis-axiologis (filsafat Pancasila) terjabar dalam UUD Proklamasi 45 bersifat
imperatif (filosofis-ideologis dan konstitusional) ontologi bangsa dan NKRI adalah integral
(manunggal) dan bersifat t e t a p (integritas, jatidiri / Volksgeist) atau kepribadian dan martabat
nasional.
9. 9
Tegaknya suatu bangsa dan negara ialah kemerdekaan dan kedaulatan sebagai wujud
kemandirian, integritas dan martabat nasional. Bagi bangsa Indonesia dapat dinyatakan sebagai:
Integritas Sistem Kenegaraan Pancasila – UUD Proklamasi 45.
Dalam analisis kajian normatif-filosofis-ideologis dan konstitusional atas UUD Proklamasi
45 dalam hukum ketatanegaraan RI, dapat diuraikan asas dan landasan filosofi-ideologis dan
konstitusional berikut :
1. Baik menurut teori umum hukum ketatanegaraan dari Nawiasky, maupun Hans Kelsen
dan Notonagoro diakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental yang
bersifat tetap; sekaligus sebagai norma tertinggi, sumber dari segala sumber hukum
dalam negara. Karenanya, kaidah ini tidak dapat diubah, oleh siapapun dan lembaga
apapun, karena kaidah ini ditetapkan hanya sekali oleh pendiri negara (Nawiasky1948: 31
– 52; Kelsen 1973: 127 – 135; 155 – 162; Notonagoro 1984: 57 – 70; 175 – 230; Soejadi
1999: 59 – 81). Sebagai kaidah negara yang fundamental, sekaligus sebagai asas
kerohanian negara dan jiwa konstitusi, nilai-nilai dumaksud bersifat imperatif (mengikat,
memaksa). Artinya, semua warga negara, organisasi infrastruktur dan suprastruktur
dalam negara imperatif untuk melaksanakan dan membudayakannya. Sebaliknya, tiada
seorangpun warga negara, maupun organisasi di dalam negara yang dapat menyimpang
dan atau melanggar asas normatif ini; apalagi merubahnya.
2. Dengan mengakui kedudukan dan fungsi kaidah negara yang fundamental, dan bagi
negara Proklamasi 17 Agustus 1945 ialah berwujud: Pembukaan UUD Proklamasi 45.
Maknanya, PPKI sebagai pendiri negara mengakui dan mengamanatkan bahwa atas nama
bangsa Indonesia kita menegakkan sistem kenegaraan Pancasila – UUD 45. Asas
10. 10
demikian terpancar dalam nilai-niai fundamental yang terkandung di dalam Pembukaan
UUD 45 sebagai kaidah filosofis-ideologis Pancasila seutuhnya. Karenanya dengan jalan
apapun, oleh lembaga apapun tidak dapat diubah. Karena Pembukaan ditetapkan hanya
satu kali oleh pendiri negara (the founding fathers, PPKI) yang memiliki legalitas dan
otoritas pertama dan tertinggi (sebagai penyusun yang mengesahkan UUD negara dan
lembaga-lembaga negara). Artinya, mengubah Pembukaan dan atau dasar negara berarti
mengubah negara; berarti pula mengubah atau membubarkan negara Proklamasi
(membentuk negara baru; mengkhianati negara Proklamasi 17 Agustus 1945). Siapapun
dan organisasi apapun yang tidak mengamalkan dasar negara Pancasila ---beserta
jabarannya di dalam UUD negara---; bermakna tidak loyal dan tidak membela dasar
negara Pancasila; maka sikap dan tindakan demikian dapat dianggap sebagai makar
(tidak menerima ideologi negara dan UUD negara). Jadi, mereka dapat dianggap
melakukan separatisme ideologi dan atau mengkhianati negara.
3. Penghayatan kita diperjelas oleh amanat pendiri negara (PPKI) di dalam Penjelasan UUD
45; terutama melalui uraian: keempat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 45 (sebagai
asas kerohanian negara (geistlichen Hinterground dan Weltanschauung ) bangsa
terutama: "Pokok pikiran yang keempat yang terkandung dalam "Pembukaan" ialah
Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab”. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang
mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budi
pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
11. 11
C. Undang-Undang Dasar Menciptakan Pokok-Pokok Pikiran Yang Terkandung Dalam
Pembukaan Dan Pasal-Pasalnya.
Pokok-pokok pikiran dalam UUD 1945 Indonesia meliputi suasana kebatinan dari Undang-
Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum
(Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-Undang
Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis. Jadi, kedudukan Pembukaan UUD 1945 berfungsi
sebagai perwujudan dasar negara Pancasila; karenanya memiliki integritas filosofis-ideologis dan
legalitas supremasi otoritas secara konstitusional (terjabar dalam Batang Tubuh dan Penjelasan
UUD 45). Sistem kenegaraan RI secara formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan
menegakkan asas normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila) sebagai kaidah
fundamental dan asas kerohanian negara di dalam kelembagaan negara bangsa (nation state)
dengan membudayakannya.
Ditinjau dari isi pengertian yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945;
a. Rangkaian peristiwa dan keadaan yang mendahului terbentuk Negara yang
merupakan rumusan dasar – dasar pemikiran yang merupakan motif pendorong bagi
tersusunnya kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam wujud terbentuknya Negara
Indonesia (Alinea I, II dan III)
b. Merupakan pernyataan dari pada peristiwa dan keadaan setelah Negara Indonesia
terwujud (Alinea IV)
Alinea pertama, kedua dan ketiga dengan alinea keempat dipisahkan dengan adanya
perkataan “kemudian daripada itu” pada bagian alinea keempat Pembukaan. Maka sifat
hubungan antara masing – masing bagian Pembukaan dengan Batang Tubuh UUD
adalah :
12. 12
a) Alinea pertama, kedua dan ketiga Pembukaan merupakan segolongan pernyataan
yang tidak mempunyai hubungan organis dengan Batang Tubuh UUD ;
b) Alinea keempat Pembukaan mempunyai hubungan causal dan organis dengan
Batang Tubuh UUD yang menyangkut beberapa segi :
1) UUD itu ditentukan akan nada ;
2) Yang diatur dalam UUD ialah tentang pembentukan Pemerintah Negara
yang memenuhi berbagai persyaratan ;
3) Negara Indonesia berbentuk Republik yang berkedaulatan rakyat ;
4) Ditetapkannya dasar kerohanian (filsafat Negara pancasila).
Jadi bilamana diteliti, alinea keempat Pembukaan itu mempunyai kedudukan yang
penting sekali dalam hubungannya dengan Batang Tubuh UUD.
Ditinjau dari pokok – pokok pikiran yang terkandung di dalam Pembukaan antara lain
disebutkan sebagai berikut :
a. Negara melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian Negara
persatuan ;
b. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ;
c. Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar tas kerakyatan dan permusyawaratan
perwakilan ;
d. Negara berdasar atas ke – Tuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
13. 13
Ditinjau dari hakikat dan kedudukan Pembukaan
Seperti dikemukakan di atas, bahwa Pembukaan berkedudukan sebagai pokok kaidah
fundamental daripada Negara Republik Indonesia. Maka Pembukaan mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi daripada Batang Tubuh UUD, atau dengan kata lain :
a) Pembukaan merupakan tertib hukum tertinggi dan terpisah dari Batang Tubuh UUD ;
b) Pembukaan merupakan pokok kaidah yang fundamental yang menentukan adanya
UUD itu ;
c) Pembukaan terbawa oleh kedudukannya sebagai pokok kaidah fundamental,
mengandung pokok – pokok pikiran yang oleh UUD harus diciptakan/dituangkan
dalam pasal – pasalnya.5
2. TATANAN NILAI PANCASILA
Manusia adalah insan yang hidup berkelompok (zoon politicon) yang menampilkan insan
sosial (homo politicus) sekaligus aspek insan usaha (homo economicus), dalam arti bahwa naluri
hidup berkelompoknya adalah untuk mencapai kesejahteraan bersamanya. Didalalam hidup
berkelompok tersebut meningkat menjadi bernegara, maka falsafah hidup tersebut disebut di
dalam Rapat Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia disebut sebagai
filosofische grondslag dari pada Negara yang didirikan.
Falsafah hidup suatu bangsa akan menjelmakan suatu tata nilai yang di cita-citakan bangsa
yang bersangkutan, ia membentuk keyakinan hidup berkelompok sekaligus menjadi tolak ukur
kesejahteraan kehidupan berkelompok sesuai yang dicita-citakan bangsa yang bersangkutan.6
5
Hartono, Pancasila; ditinjau dari segi historis, cetakan pertama, 1992,hal 90-92
14. 14
Tatanan nilai-nilai Pancasila yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Nilai materiil
Nilai ini adalah yang terindah, sifatnya pokok, tetapi kebutuhannya terbatas. Tuhan, Hukum
semesta, dan alam menjamin berbagai kemudahan untuk memenuhi kebutuhan materiil. Nilai
materiil itu harus di konkritkan, materi bukan sebagai tujuan, tetapi sebagai kelengkapan.
(segala sesuatu yang mampu melahirkan kebahagiaan, baik secara fisik maupun lahiriah)
Nilai-nilai materiil ini penting,tetapi hanya sebatas hal-hal tertentu.
2. Nilai vital
Nilai-nilai yang berupa kemudahan-kemudahan bagi manusia, dalam rangka melakukan
aktivitas-aktivitasnya. Nilai ini mengandung beragam kontekstual Sebagai sarana untuk
mewujudkan keadilan, ketertiban, kemakmuran. Hukum menjadi nilai vital yang tinggi. Pada
nilai vital ini, kebutuhan materiil harus dapat terpenuhi, kebutuhan rohaniah juga harus
terpenuhi.
3. Nilai Rohaniah
a) Nilai kebenaran / kenyataan
b) Nilai estetika / keindahan
c) Nilai moral / etika
Akhlak, melalui suatu tata cara yang santun dan sopan. Kaitannya dengan kepekaan
terhadap hati.
Nilai moralitasnya : hukum harus bisa memberikan ketentraman dan kenyamanan
terhadap manusia. Ketika ada hukum, kita merasa terlindungi, terjamin.
6
Oesman Oetojo, Pancasila Sebagai Ideologi; dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, berbangsa dan
bernegara, BP-7 Pusat, 1990, hal.88-89
15. 15
d) Nilai religius / Ketuhanan
Nilai kerohanian merupakan nilai yang repenting, pada bagian-bagian di dalam pancasila.
Setiap orang tentu pada ujung atau puncaknya akan mencari Tuhan,pencarian seperti ini
ada yang dilakukan secara mudah atau sulit. Hukum harus memiliki nilai religius seperti
ini, tidak boleh memisahkan dari nilai agama / Ketuhanan dengan mengatur segala
sesuatunya di dalam dunia ini.
Nilai kerohanian; nilai kebenaran (penting dalam aplikasinya di berbagai ilmu). Berbicara
mengenai ilmu, berbicara kebenaran, sebagai nilai rohani yang dapat menentramkan hati
kita.
Nilai – nilai tersebut diatas kemudian dioperasionalkan dalam bentuk norma.
a) Nilai positif dioperasionalkan menjadi perintah
b) Nilai negatif diperasionalkan menjadi larangan
c) Sanksi / hukuman merupakan sarana untuk penegakan norma7
Undang – Undang Dasar 1945 menggunakan 2 (dua) cara didalam menentukan petunjuk –
petunjuk tentang nilai – nilai dasar tersebut :
a. Yang pertama ialah dengan jelas diberikan petunjuk tentang suatu tatanan dasar;
b. Nilai suatu tatanan dasar diserahkan pada Undang-Undang untuk merumuskannya,
artinya dengan persetujuan (wakil) rakyat pula.
Beberapa tatanan dasar dengan petunjuk – petunjuknya adalah sebagai beikut :
a) Tatanan bermasyarakat, nilai – nilai dasarnya ialah tidak boleh ada eksploitasi sesama
manusia (penjajahan), berprikemnusiaan dan berkeadilan sosial (Alinea I Pembukaan).
7
Sudjito Bin Atmoredjo, materi perkuliahan pascasarjana magister hukum bisnis
16. 16
b) Tatanan bernegara, dengan nilai dasar merdeka, berdaulat, bersatu adil dan makmur
(Alinea II Pembukaan)
c) Tatanan kerja sama antar Negara atau tatanan luar negeri dengan nilai tertib dunia,
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (Alinea IV Pembukaan)
d) Tatanan pemerintahan daerah dengan nilai permusyawaratan dan mengakui asal usul
keistimewaan daerah (Pasal 18)
e) Tatanan keuangan Negara ditentukan dengan Undang – Undang (Pasal 23)
f) Tatanan hidup beragama dengan nilai dasar dijamin oleh Negara kebebasannya serta
beribadahnya dengan agama dan kepercayaannya itu (Pasal 29)
g) Tatanan bela negara, hak dan kewajiban warga Negara merupakan nilai dasarnya (Pasal
30)
h) Tatanan pendidikan diatur dengan Undang – Undang (Pasal 31)
i) Tatanan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat
j) Tatanan hukum dan keikutsertaan dalam pemerintahan dengan nilai – nilai dasar
kesamaan bagi setiap warga Negara dan kewajiban menjunjungnya tanpa kecuali (Pasal
27 ayat 1)
k) Tatanan pekerjaan dan penghidupan, dengan nilai dasar harus layak dari segi
kemanusiaan
l) Tatanan budaya dengan nilai dasar, berdasarkan budaya daerah, menuju kemajuan adab,
dan persatuan serta tidak menolak budaya asing yang dapat memperkembangkan atau
memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa
m) Tatanan kesejahteraan sosial dengan nilai dasar kemakmuran masyarakat yang
diutamakan dan bukan kemakmuran orang seorang
17. 17
n) Tatanan gelar dan tanda kehormatan diatur dengan Undang – Undang (Pasal 15)
Penjabaran nilai tersebut di atas menjadi suatu keharusan agar diperoleh suatu gambaran
yang lebih konkrit dari setiap tatanan sehingga memudahkan perumusan haluan Negara ataupun
pembangunan di setiap bidangnya.8
3. PERAN FILSAFAT HUKUM DI INDONESIA
Negara di dunia yang menganut paham negara teokrasi menganggap sumber dari segala
sumber hukum adahal ajaran-ajaran Tuhan yang berwujud wahyu, yang terhimpun dalam kitab-
kitab suci atau yang serupa denga itu, kemudian untuk negara yang menganut paham negara
kekuasaan (rechstaat) yang dianggap sebagai sumber dari segala sumber hukum adalah
kekuasaan, lain halnya dengan negara yang menganut paham kedaulatan rakyat, yang dianggap
sebagai sumber dari segala sumber hukum adalak kedaulatan rakyat, dan Indonesia menganut
paham kedaulatan rakyat dari Pancasila, akan tetapi berbeda dengan konsep kedaulatan rakyat
oleh Hobbes (yang mengarah pada ke absolutisme) dan John Locke (yang mengarah pada
demokrasi parlementer).9
Fungsi Hukum secara garis besar adalah sebagaimana termaktub dibawah ini :
a. Sebagai alat pengendalian sosial (a tool of social control).
b. Sebagai alat untuk mengubah masyarakat ( a tool of social engineering).
c. Sebagai alat ketertiban dan pengaturan masyarakat.
d. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin.
e. Sebagai sarana penggerak pembangunan.
8
Oesman Oetojo, Op.cit.hal.133-134
9
Lukoni Huda, Op.cit.hal 11
18. 18
f. Sebagai fungsi kritis dalam hukum.
g. Sebagai fungsi pengayoman.
h. Sebagai alat politik.
Sedangkan konsep Hukum yang dipaparkan oleh Prof. Soetandyo Wignjosoebroto, M.PA
adalah : 1) Hukum sebagai asas moral atau asas keadilan yang bernilai universal dan menjadi
bagian inherent sistem hukum alam, 2) Hukum sebagai kaidah-kaidah positif, dan 3) Hukum
sebagai institusi sosial.18 Fungsi Hukum (The Funcions of Law) Menurut Sjachran Basah hukum
terutama dalam masyarakat Indonesia mempunyai panca fungsi, yaitu: 1) Direktif 2) Integratif 3)
Stabilitatif 4). Perfektif 5). Korektif. Dalam Implementasinya Hukum Dapat Berwujud: 1).
Preventif 2). Represif dan 3). Rehabilitatif. Tujuan Hukum Menurut Teori Etis (Aristoteles)
Hukum hanya semata-mata bertujuan untuk mewujudkan rasa keadilan, sedangkan keadilan
dibedakan menjadi dua yaitu : 1).Keadilan komutatif, yang menyamakan prestasi dan kontra
prestasi, dan yang ke 2). Keadilan Distributif, keadilan yang membutuhkan distribusi atau
penghargaan.
Lain halnya Utiliteis (Jeremy Bentham) menganggap hukum bertujuan mewujudkan
semata-mata apa yang berfaedah saja, sedangkan ajaran yuridis dogmatic (John Austin, Hans
Kelsen) bertujuan untuk menjamin terwujudnya kepastian hukum.19 Kita tahu bahwa Hukum di
Indonesia ini merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum
Adat, sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa
kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan
wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Juga hukum Agama, karena
sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari'at Islam
lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga
19. 19
berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat
dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.10
Pancasila sebagai asas kerohanian dan dasar filsafat Negara merupakan unsur penentu dari
pada ada dan berlakunya tertib hukum Indonesia dan pokok kaidah Negara yang fundamental itu,
maka pancasila itu adalah inti dari pada pembukaan. Dengan dicantumkannya pancasila didalam
Pembukaan UUD maka pancasila berkedudukan sebagai norma dasar hukum obyektif. Sesuai
dengan kedudukan Pembukaan sebagai pokok kaidah fundamental dari pada Negara Republik
Indonesia, mempunyai kedudukan yang sangat kuat, tetap, tidak dapat diubah oleh siapapun,
dengan perkataan lain perumusan pancasila yang sah adalah seperti yang tercantum dalam
Pembukaan UUD.11
Rumusan Pancasila yang dijumpai dalam Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 adalah
sumber dari segala sumber hukum di Indonesia yang merupakan produk filsafat hukum negara
Indonesia, Pancasila ini muncul diilhami dari banyaknya suku, ras, kemudian latar belakang,
serta perbedaan ideologi dalam masyarakat yang majemuk, untuk itu muncullah filsafat hukum
untuk menyatukan masyarakat Indonesia dalam satu bangsa, satu kesatuan, satu bahasa, dan
prinsip kekeluargaan, walau tindak lanjut hukum-hukum yang tercipta sering terjadi hibrida
(percampuran), terutama dari hukum Islam, hukum adat, dan hukum barat (civil law / khususnya
negara Belanda), hukum Islam (baca ; Al-Qur’an) sering dijadikan dasar filsafat hukum sebagai
rujukan mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah umat muslim, contoh konkrit dari hukum
Islam yang masuk dalam konstitusi Indonesia melalui produk filsafat hukum adalah Undang-undang
No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, apalagi didalamnya terdapat pasal tentang bolehnya poligami
bagi laki-laki yaitu dalam Pasal 3 ayat 1, Pasal 4 ayat 1,2, dan Pasal 5 ayat 1 dan 2, walau banyak
10
Ibid.hal 8-9
11
Hartono, Op.cit.hal 92-93
20. 20
pihak yang protes pada pasal kebolehan poligami tersebut, namun di sisi lain tidak sedikit pula yang
mempertahankan pasal serta isi dari Undang-undang Perkawinan tersebut. DPR adalah lembaga yang
berjuang mengesahkan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yang diundangkan
pada tanggal 2 Januari tahun 1974, dan sampai sekarang masih berlaku tanpa adanya perubahan, ini
bukti nyata dari perkembangan filsafat hukum yang muncul dari kebutuhan masyarakat perihal
penuangan hukum secara konstitusi kenegaraan, yang mayoritas masyarakat Indonesia adalah agama
Islam, yang menganggap ayat-ayat ahkam dalam kitab suci Al-Qur’an adalah mutlak untuk diikuti
dalam hukum. Hukum adat juga sedikit banyak masuk dalam konstitusi negara Indonesia, contoh
adanya Undang-undang Agraria, kemudian munculnya Undang-undang Otonomi daerah, yang pada
intinya memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia yang sangat heterogen. Maka dengan filsafat
hukum yang dikembangkan melalui ide dasar Pancasila akan dapat mengakomodir berbagai
kepentingan, berbagai suku, serta menyatukan perbedaan ideologi dalam masyarakat yang sangat
beraneka ragam, dengan demikian masyarakat Indonesia akan tetap dalam koridor satu nusa, satu
bangsa, satu kesatuan, satu bahasa, yang menjunjung nilai-nilai luhur Pancasila.12
Prof. Dr. H. Muchsin, S.H., kemudian menjelaskan definisi dari tiap hubungan bagan
sebagai berikut: Filsafat adalah ilmu pengetahuan alam maujud dan bertujuan menyelidiki
hakikat yang sebenarnya, Filsafat Hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis,
Teori merupakan pendapat yang dikemukakan oleh seseorang mengenai suatu asas umum yang
menjadi dasar atau pedoman suatu ilmu pengetahuan, kemudian hukum adalah semua aturan-
aturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang dibuat maupun diakui oleh negara
sebagai pedoman tingkah laku masyarakat yang memiliki sanksi yang tegas dan nyata bagi yang
melanggarnya, jadi Teori Hukum adalah teori yang terdiri atas seperangkat prinsip-prinsip
hukum yang menjadi pedoman dalam merumuskan suatu produk hukum sehingga hukum
12
Lukoni Huda, Op.cit.hal 11-12
21. 21
tersebut dapat dilaksanakan di dalam praktek kehidupan masyarakat, Asas Hukum adalah dasar-
dasar umum yang terkandung dalam peraturan hukum dasar-dasar umumtersebut mengandung
nilai-nilai etis, Politik Hukum adalah perwujudan kehendak dari pemerintah Penyelenggaraan
Negara mengenai hukum yang belaku di wilayahnya dan kearah mana kukum itu
dikembangkkan, Kaedah Hukum adalah aturan yang dibuat secara resmi oleh penguasa negara
mengikat setiap orang dan belakunya dapat dipaksakan oleh aparat negara yang berwenang
sehingga berlakunya dapat dipertahankan, Praktik Hukum adalah pelaksanaan dan penerapan
hukum dari aturan-aturan yang telah dibuat pada kaedah hukum dalam peristiwa konkrit.
Bagan yang dimaksud adalah sebagaimana tergambar dibawah ini :
FILSAFAT
FILSAFAT HUKUM
TEORI HUKUM ASAS HUKUM
POLITIK HUKUM
KAEDAH HUKUM
(HUKUM IN ABSTRACTO)
PRAKTIK HUKUM
(HUKUM IN CONCRETO)
Huda Lukoni, S.H.I., S.H. melihat bagan ini adalah sebagai suatu rangkaian yang tak
terpisahkan antara filsafat hukum, serta pembentukan hukum di Indonesia, di Indonesia hukum
dibuat sebenarnya adalah sebagai pemenuhan asas legalitas, serta untuk menciptakan masyarakat
22. 22
yang tertib serta kemakmuran yang menyeluruh, karena Indonesia menganut Civil Law Sistem,
dimana dalam sistem tersebut peraturan perundang-undangan adalah merupakan pijakan dalam
penerapan hukum oleh seorang hakim, melihat bagan diatas sudah sangat ideal bagaimana
membentuk sebuah hukum, tetapi bagaimana sebenarnya pembentukan hukum di Indonesia,
apakah tidak ada kepentingan yang masuk didalamnya ideal bagaimana membentuk sebuah
hukum, tetapi bagaimana sebenarnya pembentukan hukum di Indonesia, apakah tidak ada
kepentingan yang masuk didalamnya.
4. DINAMIKA AKTUALISASI NILAI PANCASILA
Aktualisasi nilai Pancasila dituntut selalu mengalami pembaharuan. Hakikat pembaharuan
adalah perbaikan dari dalam dan melalui sistem yang ada. Atau dengan kata lain, pembaharuan
mengandaikan adanya dinamika internal dalam diri Pancasila. Mengunakan pendekatan teori
Aristoteles, bahwa di dalam diri Pancasila sebagai pengada (realitas) mengandung potensi, yaitu
dasar kemungkinan (dynamik). Potensi dalam pengertian ini adalah kemampuan real subjek
(dalam hal ini Pancasila) untuk dapat berubah. Subjek sendiri yang berubah dari dalam. Mirip
dengan teori A.N.Whitehead, setiap satuan aktual (sebagai aktus, termasuk Pancasila)
terkandung daya kemungkinan untuk berubah. Bukan kemungkinan murni logis atau
kemungkinan objektif, seperti batu yang dapat dipindahkan atau pohon yang dapat dipotong.
Bagi Whitehead, setiap satuan aktual sebagai realitas merupakan sumber daya untuk proses ke-
menjadi-an yang selanjutnya. Jika dikaitkan dengan aktualisasi nilai Pancasila, maka pada
dasarnya setiap ketentuan hukum dan perundang-undangan pada segala tingkatan, sebagai
aktualisasi nilai Pancasila (transformasi kategori tematis menjadi kategori imperatif), harus
terbuka terhadap peninjauan dan penilaian atau pengkajian tentang keterkaitan dengan nilai dasar
Pancasila.
Untuk melihat transformasi Pancasila menjadi norma hidup sehari-hari dalam bernegara orang
harus menganalisis pasal-pasal penuangan sila ke-4 yang berkaitan dengan negara, yang
23. 23
meliputi; wilayah, warganegara, dan pemerintahan yang berdaulat. Selanjutnya, untuk
memahami transformasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa, orang harus menganalisis pasal-
pasal penuangan sila ke-3 yang berkaitan dengan bangsa Indonesia, yang meliputi; faktor-faktor
integratif dan upaya untuk menciptakan persatuan Indonesia. Sedangkan untuk memahami
transformasi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, orang harus menganalisis pasal-pasal
penuangan sila ke-1, ke-2, dan ke-5 yang berkaitan dengan hidup keagamaan, kemanusiaan dan
sosial ekonomis (Suwarno, 1993: 126).13
Pancasila merupakan Grundnorm atau sumber dari segala sumber hukum di Indonesia,
rumusan Pancasila ini dijumpai dalam Alinea keempat Pembukaan UUD 1945, maka dapat dikatakan
bahwa Pembukaan UUD 1945 adalah filsafat hukum Indonesia, maka Batang Tubuh berikut dengan
Penjelasan UUD 1945 adalah teori hukumnya, dikatakan demikian karena dalam Batang Tubuh UUD
1945 itu akan ditemukan landasan hukum positif Indonesia. Teori Hukum tersebut meletakkan dasar-
dasar falsafati hukum positif kita, Dengan demikian kita sepakat jika filsafat hukum Indonesia,
adalah di mulai dari pemaham kembali (re interpretasi) terhadap pembukaan UUD 1945.
13
Mulyono, Dinamika Aktualisasi Nilai Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
eprints.undip.ac.id.3_artikel. hal 47-50
24. 24
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pembahasan diatas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara
lain :
1) Ajaran luhur filsafat Pancasila memancarkan identitas theisme-religious sebagai
keunggulan sistem filsafat Pancasila dan filsafat Timur umumnya, karena sesuai
dengan potensi martabat dan integritas kepribadian manusia. Jadi, bagaimana sistem
kenegaraan bangsa itu, ialah jabaran dan praktek dari ajaran sistem filsafat dan atau
sistem ideologi nasionalnya masing-masing, dan sesungguhnya UUD Negara adalah
jabaran dari filsafat negara Pancasila sebagai ideologi nasional (Weltanschauung);
asas kerohanian negara dan jati diri bangsa. Karenanya menjadi asas normatif-
filosofis-ideologis-konstitusional bangsa; menjiwai dan melandasi cita budaya dan
moral politik nasional, sebagai terjabar dalam asas normatif-filosofis-ideologis-
konstitusional.
2) Secara spekulatif dan secara kritis filsafat hukum berusaha untuk memeriksa
gagasan-gagasan tentang hukum yang sudah ada, melihat koherensi, korespondensi
dan fungsi hukum yang diciptakan, Indonesia memang menganut paham kedaulatan
rakyat dari Pancasila, kaitannya filsafat hukum terhadap pembentukan hukum di
Indonesia adalah filsafat hukum sangat berperan dalam perubahan hukum kearah
lebih demokratis, lebih mengarah pada kebutuhan masyarakat yang hakiki, filsafat
hukum mengubah tata urutan Peraturan Perundang-undangan yang pernah berlaku
25. 25
di Indonesia, dimulai dari berlakunya tata urutan Peraturan Perundang-undangan
yang didasari TAP XX/MPRS tahun 1966, kemudian tata urutan Peraturan
Perundang-undangan yang didasari TAP III/MPR/2000, sampai terakhir adalah tata
urutan Peraturan Perundang-undangan yang didasari Pasal 7 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan yang hingga kini berlaku di Indonesia, pengubahan itu atas
dasar pembaharuan yang didasari pada asas kemanfaatan dan asas keadilan, jadi
pembaharuan hukum lewat filsafat hukum di Indonesia ada pada teori hukumnya,
hal ini telah sesuai dengan bunyi kalimat kunci dalam Penjelasan UUD 1945 :
Undang-undang dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam
pembukaan dalam pasal-pasalnya, maka perubahan hukum di Indonesia adalah
didasarkan dari ide-ide pasal-pasal dalam Batang Tubuh berikut dengan Penjelasan
UUD 1945 (sebagai teori hukumnya). Kita harus tahu pula bahwa fungsi hukum
nasional adalah untuk pengayoman, maka perubahan atau pembangunan hukum
Indonesia harus melalui proses filsafat hukum yang didalamnya mampu
mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai dengan tingkat-
tingkat kemajuan pembangunan disegala bidang, juga mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat luas yang cenderung majemuk, yang mana hukum yang diciptakan
adalah merupakan rules for the game of life, hukum diciptakan untuk mengatur
prilaku anggota masyarakat agar tetap berada pada koridor nilai-nilai sosial budaya
yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dan yang terpenting hukum
diciptakan sebagai pemenuhan rasa keadilan bagi masyarakat luas, tanpa
membedakan ras, golongan, suku, partai, agama, atau pembedaan lain.14
14
Lukoni Huda,Op.cit.hal 14-15
26. 26
B. SARAN
1) Pancasila merupakan Grundnorm atau sumber dari segala sumber hukum di
Indonesia, rumusan Pancasila ini dijumpai dalam Alinea keempat Pembukaan UUD
1945, maka dapat dikatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 adalah filsafat hukum
Indonesia, maka Batang Tubuh berikut dengan Penjelasan UUD 1945 adalah teori
hukumnya, dikatakan demikian karena dalam Batang Tubuh UUD 1945 itu akan
ditemukan landasan hukum positif Indonesia. Teori Hukum tersebut meletakkan
dasar-dasar falsafati hukum positif kita, Dengan demikian filsafat hukum Indonesia
di mulai dari pemaham kembali (re interpretasi) terhadap pembukaan UUD 1945;
hal ini merupakan peran penting bagi aparat pemerintah dalam hal pembuatan
produk hukum tersebut selalu dijiwai Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
hukum maka setiap butir ketetapan harus mencerminkan sila-sila Pancasila sebagai
suatu landasan yang kokoh dalam negara hukum Pancasila.
2) Hendaknya sering dilakukan diskusi (pembahasan ulang) oleh pakar filsafat hukum
terhadap perundang-undangan yang masih belum memenuhi rasa keadilan bagi
masyarakat luas, dan tentunya peran diskusi ilmiah antar pakar filsafat hukum di
indonesia sangatlah urgen untuk dilakukan dalam mengubah hukum yang hanya
mengedepankan legalitas belaka, tanpa melihat living law yang terjadi dalam
masyarakat, serta mengingat sekian lama Indonesia di doktrin oleh Belanda untuk
”dipaksa”, memakai sistem Civil law yang bermuara pada legalitas belaka, yang
terkadang sering tidak bermuara pada keadilan yang seutuhnya.
27. 27
DAFTAR PUSTAKA
Hartono, Pancasila; ditinjau dari segi historis, cetakan pertama, 1992
Lukoni Huda, Filsafat Hukum dan Perannya dalam Pembentukan Hukum di Indonesia,
www.badilag.net
Lab.pancasila.um.ac.idwp...03filsafat-pancasila-mpr-ub-2010.doc.
Notonagoro, Pancasila Secara Ilmiah Populer, Pantjuran Tudjuh Jakarta, 1980
Muchsin, Ikhtisar Filsafat Hukum, cetakan kedua , Badan Penerbit Iblam Jakarta, 2006
Mulyono, Dinamika Aktualisasi Nilai Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara
eprints.undip.ac.id.3_artikel
Oesman Oetojo, Pancasila Sebagai Ideologi; dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat,
berbangsa dan bernegara, BP-7 Pusat, 1990
Sudjito Bin Atmoredjo, materi perkuliahan pascasarjana magister hukum bisnis