Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas pentingnya niat ikhlas karena Allah dalam menuntut ilmu dan beramal, sebab niat yang salah dapat menyebabkan seseorang masuk neraka walaupun telah berbuat kebaikan. Dokumen tersebut juga menjelaskan bahaya menuntut ilmu untuk tujuan selain ridho Allah dan pahala besar bagi penuntut ilmu yang berniat ikhlas.
3. NIAT KARENA ALLAH
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
يدوم وال ينفع ال له يكون ال وما
“Segala sesuatu yang tidak didasari ikhlas
karena Allah, pasti tidak bermanfaat dan tidak
akan kekal.”
(Dar-ut Ta’arudh Al ‘Aql wan Naql, 2: 188)
4. NIAT KARENA ALLAH
Para ulama menyebutkan bahwa Imam
Ibnu Abi Dzi’bi yang semasa dan
senegeri dengan Imam Malik pernah
menulis kitab yang lebih besar dari
Muwatho’. Karena demikian, Imam
Malik pernah ditanya, “Apa faedahnya
engkau menulis kitab yang sama seperti
itu?” Jawaban beliau, “Sesuatu yang
ikhlas karena Allah, pasti akan lebih
langgeng.”
(Ar Risalah Al Mustathrofah, hal. 9. Dinukil
dari Muwatho’ Imam Malik, 3: 521)
5. IMAM NAWAWI • Nama lengkap beliau
Yahya bin Syaraf bin
Hasan bin Husain An-
Nawawi Ad-Dimasyqiy,
Abu Zakaria.
• Beliau dilahirkan pada
bulan Muharram tahun
631 H di Nawa, sebuah
kampung di daerah
Dimasyq (Damascus)
yang sekarang
merupakan ibukota
Suriah.
• Beliau wafat pada
tanggal 24 Rajab 676 H.
• Umurnya singkat,
namun ilmunya terus
kekal dan langgeng.
6. Jumlah karyanya sekitar 40 (empat puluh)
kitab, diantaranya:
• Dalam bidang hadits: Arba’in, Riyadhush
Shalihin, Al-Minhaj (Syarah Shahih
Muslim), At-Taqrib wat Taysir fi Ma’rifat
Sunan Al-Basyirin Nadzir.
• Dalam bidang fiqih: Minhajuth Thalibin,
Raudhatuth Thalibin, Al-Majmu’.
• Dalam bidang bahasa: Tahdzibul Asma’
wal Lughat.
• Dalam bidang akhlak: At-Tibyan fi Adab
Hamalatil Qur’an, Bustanul Arifin, Al-
Adzkar.
KARYA IMAM NAWAWI
7. IMAM NAWAWI
Itu semua dilakukan beliau
karena hanya ingin meraih
ridho Allah, bukan ingin
disebut orang paling cerdas,
bukan ingin pula meraih gelar
mentereng atau ingin
mendapat balasan dunia
semata.
8. BAHAYA SALAH NIAT:
MUJAHID MASUK NERAKA
Abu Hurairah berkata: Aku telah mendengar Rasulullah saw
bersabda, “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili
pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan
Allah. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya
kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia
pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, ‘Amal apakah
yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia
menjawab, ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau
sehingga aku mati syahid.’ Allah berkata, ‘Engkau dusta!
Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah
berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang
dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret
orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu
dilemparkan ke dalam neraka.’
9. “Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang
menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca
al-Qur-an. Ia didatangkan dan diperlihatkan
kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun
mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya, ‘Amal
apakah yang telah engkau lakukan dengan
kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab, ‘Aku
menuntut ilmu dan mengajarkannya serta aku
membaca al-Qur-an hanyalah karena Engkau.’ Allah
berkata, ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar
dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau
membaca al-Qur-an supaya dikatakan seorang qari’
(pembaca al-Qur-an yang baik). Memang begitulah
yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian
diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas
mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.’
BAHAYA SALAH NIAT:
ORANG ‘ALIM MASUK NERAKA
10. “Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang
diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam
harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan
kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun
mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya, ‘Apa
yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat
itu?’ Dia menjawab, ‘Aku tidak pernah meninggalkan
shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai,
melainkan pasti aku melakukannya semata-mata
karena Engkau.’ Allah berkata, ‘Engkau dusta!
Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan
seorang dermawan (murah hati) dan memang
begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’
Kemudian diperintahkan (malaikat) agar
menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya
ke dalam neraka’,” (HR. Muslim)
BAHAYA SALAH NIAT:
ORANG KAYA MASUK NERAKA
11. BAHAYA SALAH NIAT
َمْلِعْال َبَلَط ْنَمِارَجُيِلَءاَمَلُعْال ِهِب َى
َهَفُّسال ِهِب َى ِارَمُيِل ْوَأَءاِهِب َف ِرْصَي ْوَأ
ِهْيَلِإ ِاسَّنال َهوُج ُوَلَخْدَأَارَّنال ُ َّاَّل ُه
“Siapa menuntut ilmu untuk
menandingi para ulama, atau
mendebat orang-orang bodoh, atau
memalingkan pandangan-pandangan
manusia kepadanya, maka Allâh akan
memasukkannya ke neraka.”
(HR. At-Tirmidzi, Shahîh at-Targhîb, no. 106)
12. HARUS KARENA ALLAH
ْنَمَىغَتْبُي اَّمِم اًمْلِع َمَّلَعَتَج َو َّزَع ِ َّاَّل ُهْج َو ِهِبَّل
َالِهِب َيب ِصُيِل َّالِإ ُهُمَّلَعَتَياَيْنُّدال َنِم اًًَرَع
ْمَلْال َم ْوَي ِةَّنَجْال َف ْرَع ْد ِجَيِةَماَيِق
“Siapa menuntut ilmu yang seharusnya ditujukan hanya
mengharap wajah Allâh ‘Azza Wa Jalla, namun
ternyata ia tidak menuntut ilmu kecuali untuk
mendapatkan sedikit dari kenikmatan dunia, maka ia
tidak akan mencium bau surga pada hari Kiamat.
(HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban,
Shahîh ath-Targhib, no. 105)
13. IKHLAS SEBAB DERAJAT TINGGI
Syaikh Sholih Al-Ushoimi –hafidzahullah-
menasehatkan:
وماالسلف من وصل من وصل وال سبقو من سبق
العالمين رب هلل باالخالص اال الصالحينو
Tidaklah para salafussholih itu unggul dan
sampai pada derajat ilmu (yang tinggi),
melainkan karena sebab ikhlasnya mereka saat
menuntut ilmu, karena mengharap pahala
Allah tuhan semesta alam.
(Khulashoh Ta’dhiimil ‘Ilmi, hal. 11)
14. JATAH ILMU
SEBANYAK KADAR IKHLAS
Syaikh Sholih Al-‘Ushoimi juga mengatakan:
وانمااخالصه قدر على العلم المرء ينال
“Seorang itu mendapatkan jatah ilmu,
sebanyak kadar ikhlasnya.”
(Khulashoh Ta’dhiimil ‘Ilmi, hal. 11)
15. BELAJAR UNTUK IBADAH
DAN MENGAJAR
Imam Ahmad ditanya
mengenai apa niat yang
benar dalam belajar agama.
Beliau menjawab, “Niat
yang benar dalam belajar
adalah apabila belajar
tersebut diniatkan untuk
dapat beribadah pada Allah
dengan benar dan untuk
mengajari yang lainnya.”
17. DIKEHENDAKI KEBAIKAN
Mu’awiyah bin Abi Sufyan ra berkata, aku
mendengar Rasulullah saw bersabda:
اًْريَخ ِهِب ُهللا ِد ِرُي ْنَمَفُيِينِِّدال ىِف ُهْهِِّق
“Barangsiapa yang Allah kehendaki
baginya kebaikan maka Dia akan
memahamkan baginya agama (Islam).”
(HR al-Bukhari no. 2948 dan
Muslim no. 1037)
18. FAQIH FIDDIN
Yang dimaksud dengan
pemahaman agama dalam
hadits ini adalah
ilmu/pengetahuan tentang
hukum-hukum agama yang
mewariskan amalan
shaleh, karena ilmu yang
tidak dibarengi dengan
amalan shaleh bukanlah
merupakan ciri kebaikan.
(Miftaahu Daaris Sa’aadah
(1/60))
19. SURGA, PAHALA BESAR
UNTUK PARA PENUNTUT ILMU
ْنَمْلَي اًقي ِرَط َكَلَسْلِع ِهيِف ُسِمَتاًم
َط ِهِب ُهَل ُ َّاَّل َلَّهَسىَلِإ اًقي ِرَجْالِةَّن
“Barangsiapa yang
menempuh suatu jalan dalam
rangka menuntut ilmu, maka
Allah akan memudahkan
baginya jalan menuju surga.”
(HR. Muslim no. 7028)
20. TENTANG SURGA
• Surga (Al Jannah) secara bahasa berarti : kebun
(al bustan), atau kebun yang di dalamnya terdapat
pepohonan.
• Secara istilah, surga ialah nama yang umum
mencakup suatu tempat (yang telah
dipersiapkan oleh Allah bagi mereka yang
menaati-Nya), di dalamnya terdapat segala
macam kenikmatan, kelezatan, kesenangan,
kebahagiaan, dan kesejukan pandangan mata.
• Surga juga disebut dengan berbagai macam nama
selain Al Jannah, diantaranya : Darus Salam
(Negeri Keselamatan;lihat QS. Yunus : 25), Darul
Khuld (Negeri yang Kekal;lihat QS. Qaaf : 34),
Jannatun Na’im (Surga yang Penuh
Kenikmatan;QS. Luqman: 8), Al Firdaus (QS. Al
Kahfi : 108), dan berbagai penamaan lainnya.
(Al Jannatu wa An Naar, Abdurrahman bin Sa’id bin Ali bin
Wahf Al Qahthani rahimahullahu ta’ala, dengan tahqiq :
Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al Qahthani hafizhahullah)
21. MAKNA JALAN UNTUK
MENUNTUT ILMU
1. Menempuh jalan untuk
menuntut ilmu dalam arti yang
sebenarnya, seperti berjalan
kaki menuju majelis-majelis
ilmu.
2. Menempuh jalan atau cara yang
dapat mengantarkan seseorang
untuk memperoleh ilmu syar’i,
seperti membaca, menghapal,
menela’ah, dan sebagainya.
22. MAKNA ALLAH MEMUDAHKAN
JALANNYA MENUJU SURGA
1. Allah akan memudahkan orang yang
menuntut ilmu semata-mata karena mencari
keridhaan Allah, dapat mengambil manfaat,
dan mengamalkannya, sehingga bisa
memasuki Surga-Nya.
2. Allah akan memudahkan jalan baginya
menuju Surga ketika melewati titian ash-
shirathal mustaqim pada hari Kiamat dan
memudahkannya dari berbagai kengerian
pada sebelum dan sesudahnya.
[Jami’ul ‘Ulum wal Hikam (II/297, Qawa’id wa Fawa’id
minal Arba’in An-Nawawiyyah (hal. 316-317),
Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga (hal. 8-9)]
23. BEDA ORANG BERILMU
ْلَهَلْعَي َينِذَّال يِوَتْسَيَينِذَّال َو َونُم
َالَّكَذَتَي اَمَّنِإ َونُمَلْعَيِباَبْلَ ْاَأ وُلوُأ ُر
“Katakanlah: “Adakah sama orang-
orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak
mengetahui?” Sesungguhnya orang
yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran”
(QS. Az-Zumar, 39: 9)
24. ILMU SEBAGAI PEMBEDA
Rizki halal, rizki haram
Perbuatan baik, perbuatan buruk
Wajib, sunnah, mubah, makruh, haram
Jalan ke surga, jalan ke neraka
Allah ridho, tidak
25. ILMU, BAHAN PETUNJUK KEBENARAN
• Pahala yang agung bagi
seorang yang berilmu juga
dapat dilihat dari pahala yang
mereka dapatkan ketika
mereka dapat memberikan
petunjuk bagi orang lain
dengan ilmu yang mereka
miliki.
• Dan seseorang tidaklah
mungkin dapat memberikan
petunjuk kebenaran kepada
orang lain kecuali dengan
ilmu.
26. PAHALA PENUNJUK KEBENARAN
ِ َّاَّل َوَفُجَر َكِب ُ َّاَّل َىِدْهَي ْنََأَونُكَي ْنَأ ْنِم َكَل ٌْريَخ ًالَكَل
ِمَعَّنال ُرْمُح
“Demi Allah, jika Allah memberikan petunjuk kepada satu orang
saja melalui perantaraanmu, itu lebih baik bagimu
dibandingkan dengan unta merah (unta yang paling bagus dan
paling mahal).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Koenigsegg CCXR Terevita dinobatkan sebagai mobil termahal di dunia.
Mobil buatan Swedia ini dibandrol dengan harga 68 Miliar.
(Detikoto, 16 Nov 2019)
27. SEPERTI BERJIHAD
DI JALAN ALLAH TA’ALA
ْنَمَيِل اَذـَه َانَدـ ِجْسـَم َلَـخَداًْريَخ َمَّلَعَت
َجُمْالَك َانَك ُهَمِِّلَعُيِل ْوَأْليِبَس يِف ِدِهاِهللا
“Barangsiapa yang memasuki masjid
kami ini (masjid Nabawi) dengan tujuan
untuk mempelajari kebaikan atau
mengajarkannya, dia ibarat seorang
yang berjihad di jalan Allah.”
[HR Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Ibnu Abi
Syaibah, dan Al-Hakim, dari Abu Hurairah ra]
28. SEPERTI BERJIHAD
DI JALAN ALLAH TA’ALA
Abu Darda ra pernah
berkata:
“Barangsiapa yang
berpendapat bahwa
perginya seseorang untuk
menuntut ilmu itu tidak
termasuk jihad, sungguh dia
kurang akalnya.”
[Lihat Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu
(hal. 145) dan Menuntut Ilmu Jalan
Menuju Surga (hal. 45)]
29. DINAUNGI SAYAP-SAYAP PARA MALAIKAT,
DIMOHONKAN AMPUN OLEH
PENDUDUK LANGIT DAN BUMI
َّنِإ َوْجَأ ُعًََتَل َةَكـِئَالـَمْالْلِعْال ِبِلاَطِل اَهَتـَحِنـِم
ِلاَعْال َّنِإ َو ،ُعَنْصَي اَمِب اًً ِرَل ُـرِفـْغَتـْسـَيَل َمْنَم ُه
ِض ْرََأا يِف ْنَم َو ِتا َو ـاَمَّسال يِفُـانَتْيـ ِحْال ىَّتَح
ِـاءَمْال يِف.
“Sesungguhnya para Malaikat
membentangkan sayapnya untuk orang yang
menuntut ilmu karena ridha atas apa yang
mereka lakukan. Dan sesungguhnya orang
yang berilmu benar-benar dimintakan ampun
oleh penghuni langit dan bumi, bahkan oleh
ikan-ikan yang berada di dalam air.”
[HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Ad-
Darimi, Ibnu Hibban, dari Abu Darda’ ra]
32. AMAL YANG
TAK PUTUS
اَذِإَطـَقـْنا ُـانَسْنِ ْاْل َاتَمُهُلَمـَع َعـ
َّالِإثَالَث ْنِم:
ٌةَقَدَصُي ٌمْلِع َو ،ٌةَي ِارَجِهِب ُعـَفُتـْن،
ٌحِلاَص ٌدَل َو َوُهَلوُعْدَي
“Apabila seorang manusia
meninggal dunia, amalannya
terputus, kecuali tiga hal (yaitu):
sedekah jariyah, ilmu yang
bermanfaat, dan anak shalih yang
mendo’akannya.”
[HR. Bukhari dan Muslim]
33. KEUTAMAAN DAN
KEMULIAAN ILMU
Hadits ini adalah dalil terkuat tentang keutamaan dan
kemuliaan ilmu juga besarnya buah dari ilmu yang dimiliki
seseorang. Karena pahala ilmu yang telah diajarkan
kepada orang lain, akan tetap diterima oleh pemiliknya
selama ilmu tersebut diamalkan oleh orang lain. Meskipun
dia telah meninggal dunia dan seluruh amalannya telah
terputus, namun akibat ilmu yang diajarkannya kepada
orang lain membuatnya seolah-olah tetap hidup dan
amalnya tidak terputus. Hal ini selain menjadi kenangan
dan sanjungan bagi pemilik ilmu tersebut, juga menjadi
kehidupan kedua baginya, karena dia tetap merasakan
pahala yang mengalir untuknya ketika semua pahala amal
perbuatan telah terputus darinya.
[Lihat Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu (hal. 242) dan Menuntut Ilmu
Jalan Menuju Surga (hal. 46)]
34. USIA BIOLOGIS KITA SUATU SAAT
AKAN BERHENTI
TAPI USIA SOSIOLOGIS KITA HARUS
TERUS HIDUP TANPA HENTI
35. SEBAIK-BAIK ILMU
Syaikh Salim bin ‘Ied Al-
Hilali hafizhahullah berkata:
“Sebaik-baik ilmu adalah
memberikan perhatian penuh
terhadap Kitabullah (yakni Al-
Qur’an dan As-Sunnah sebagai
pendampingnya), membacanya dan
membacakannya (kepada orang
lain), belajar dan mengajarkannya,
memahami dan merenungkan
(kandungannya).”
[Lihat Bahjatun Nazhirin (I/221) dan Syarah
Riyadhush Shalihin Terjemah (I/581)]
37. TANDA DITERIMANYA
SUATU AMALAN
Ibnu Rajab menjelaskan:
“Balasan dari amalan kebaikan adalah
amalan kebaikan selanjutnya. Barangsiapa
melaksanakan kebaikan lalu melanjutkan
dengan kebaikan lainnya, maka itu adalah
tanda diterimanya amalan yang pertama.
Begitu pula barangsiapa yang melaksanakan
kebaikan, namun malah dilanjutkan dengan
amalan kejelekan, maka ini adalah tanda
tertolaknya atau tidak diterimanya amalan
kebaikan yang telah dilakukan.”
(Latho-if Al Ma’arif, hal. 394)
38. RUTIN BERAMAL, DIJAUHI SYETAN
Al Hasan Al Bashri mengatakan:
“Wahai kaum muslimin, rutinlah dalam
beramal, rutinlah dalam beramal. Ingatlah!
Allah tidaklah menjadikan akhir dari seseorang
beramal selain kematiannya.
Jika syaithon melihatmu kontinu dalam
melakukan amalan ketaatan, dia pun akan
menjauhimu. Namun jika syaithon melihatmu
beramal kemudian engkau meninggalkannya
setelah itu, malah melakukannya sesekali saja,
maka syaithon pun akan semakin tamak untuk
menggodamu.”
(Al Mahjah fii Sayrid Duljah, Ibnu Rajab, hal. 71. Dinukil dari
Tajriidul Ittiba’ fii Bayaani Asbaabi Tafadhulil A’mal, Ibrahim bin
‘Amir Ar Ruhailiy, hal. 86, Daar Al Imam Ahmad, cetakan
pertama, 1428 H.)
39. TIDAK KAJIAN KARENA UDZUR SYARIE
اَذِإَبِتُك ، َرَفاَس ْوَأ ُدْبَعْال َض ِرَمُلَمْعَي َانَك اَم ُلْثِم ُهَل
اًميِقُماًحي ِحَص
“Jika seseorang sakit atau melakukan safar, maka dia akan
dicatat melakukan amalan sebagaimana amalan rutin
yang dia lakukan ketika mukim (tidak bepergian) dan
dalam keadaan sehat.”
(HR. Bukhari no. 2996)
40. LARANGAN MEMUTUSKAN AMALAN DAN
MENINGGALKANNYA BEGITU SAJA
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash
r.huma, Rasulullah saw berkata
padaku,
اَيَلْثِم ْنُكَت َال ، ِ َّاَّل َدْبَعُموُقَي َانَك ، نَالُف
ْيَّالل َامَيِق َك َرَتَف َلْيَّاللِل
“Wahai ‘Abdullah, janganlah
engkau seperti si fulan. Dulu dia
biasa mengerjakan shalat
malam, namun sekarang dia
tidak mengerjakannya lagi.”
(HR. Bukhari no. 1152)
41. BERHENTI DARI AMALAN
RUTINNYA, MALAIKAT PUN
BERHENTI MEMBANGUNKAN
BANGUNANNYA DI SURGA
Al Hasan Al Bashri mengatakan,
”Sesungguhnya bangunan di surga
dibangun oleh para Malaikat disebabkan
amalan dzikir yang terus dilakukan. Apabila
seorang hamba mengalami rasa jenuh untuk
berdzikir, maka malaikat pun akan berhenti
dari pekerjaannya tadi. Lantas malaikat pun
mengatakan, ”Apa yang terjadi padamu,
wahai fulan?” Sebab malaikat bisa
menghentikan pekerjaan mereka karena
orang yang berdzikir tadi mengalami
kefuturan (kemalasan) dalam beramal.”
(Fathul Baari lii Ibni Rajab, 1/84)
42. َّمـُهالل،ْيِنَتْمَّـلَع ـاَمِب ْيِنـْعـَفْنا
ْنَي اَم ْيِنْمِِّـلَع َو،ْيِنـُعَفـ
ْيِنْد ِز َوـاًمْـلِع
“Yaa Allah, berikanlah
manfaat kepadaku dengan
apa-apa yang Engkau ajarkan
kepadaku, dan ajarkanlah aku
apa-apa yang bermanfaat
bagiku. Dan tambahkanlah
ilmu kepadaku.”
(HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Mâjah)
Notes de l'éditeur
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di berkata, “Niat adalah maksud dalam beramal untuk mendekatkan diri pada Allah, mencari ridha dan pahalaNya.” (Bahjah Quluubil Abraar wa Qurratu ‘Uyuunil Akhyaar Syarah Jawaami’ul Akhbar hal. 5)
Tempat niat adalah di dalam hati, dan An Nawawi berkata,”Tidak ada khilaf dalam hal ini.”
Al-Hafidz Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah menyebutkan fungsi niat:
Pertama, Membedakan antara satu ibadah dengan ibadah lainnya, atau membedakan antara ibadah dengan kebiasaan.
Kedua, Membedakan tujuan seseorang dalam beribadah. Jadi apakah seorang beribadah karena mengharap wajah Allah ataukah ia beribadah karena selain Allah, seperti mengharapkan pujian manusia.
(Lihat: Jami’ al-‘ulum wal hikam, hal. 67).
Anas bin Malik ra. berkata,
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ يُبَاهِي بِهِ الْعُلَمَاءَ ، أَوْ يُمَارِي بِهِ السُّفَهَاءَ ، أَوْ يَصْرِفُ أَعْيُنَ النَّاسِ إِلَيْهِ ، تَبَوَّأَ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa menuntut ilmu hanya ingin digelari ulama, untuk berdebat dengan orang bodoh, supaya dipandang manusia, maka silakan ia mengambil tempat duduknya di neraka.” (HR. Hakim dalam Mustadroknya)
HR. Bukhari no. 3009, 3701, 4210 dan Muslim no. 6376
[Hadits hasan, diriwayatkan oleh Ahmad (II/350, 526-527), Ibnu Majah (no. 227), Ibnu Hibban (no. 87-At-Ta’liqat), Ibnu Abi Syaibah (no. 3306), dan Al-Hakim (I/91), dari Abu Hurairah ra]
[Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3641), Tirmidzi (no. 2682), Ibnu Majah (no. 223), Ahmad (V/196), Ad-Darimi (I/98), Ibnu Hibban (88 – Al-Ihsan dan 80 – Al-Mawarid), Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (I/275-276, no. 129), Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi (I/174 ,no. 173), dan Ath-Thahawi dalam Musykilul Atsar (I/429), dari Abu Darda’ ra]
[Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim (no. 1631), Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (no. 38), Ahmad (II/372), Abu Dawud (no. 2880), An-Nasa’i (VI/251), Tirmidzi (no. 1376), Al-Baihaqi (VI/278), dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi (I/103 ,no. 52), dari Abu Hurairah ra]