1. ASAL USUL NAMA NEGERI KUOK
Pada berabad-abad yang lalu negeri Kuok sekarang belum bernama Kuok. Zaman
dulu namanya Rona Kobun Bungo. Sebahagian besar daratan rendah dan lembah-lembah
yang timbul sekarang, dulu masih digenangi air. Yang timbul pada umumnya bukit-bukit.
Disekitar tempat ini banyak bukit. Seperti Bukit Tagaro, Bukit Lindung Bulan, Bukit
Kincung, Bukit Suligi, Bukit Sago, Bukit Koto Semiri.
Begitupun sungai Kampar sekarang, dulunya disebut sungai Embun. Sungai Embun
tersebut masih kecil. Di tebing kiri-kanan pinggiran sungai itu ditumbuhi pohon-pohon kayu
dan semak belukar yang daunnya merunduk ke dalam sungai tersebut. Tapi, lama-kelamaan
sejak penduduk pinggiran sungai itu menebangi kayu untuk perumahan dan ladang serta
kebun, maka tanah banyak longsor dan air cepat mengalir ke sungai Embun itu. Akibatnya
tebing sungai itu banyak runtuh, sehingga sungai itu menjadi lebar. Puluhan tahun kemudian
sungai Embun itu semakin besar dan namanya pun bertukar dengan Kampar, jadilah sungai
Kampar.
Waktu terus berjalan, tahun berganti tahun, suasana terus berubah. Penduduk Rona
Kobun Bungo semakin banyak dan menempati daerah sekitarnya. Dari kehidupan masyarakat
yang turun-temurun, setelah mengalami berbagai peristiwa, maka secara berangsur
berubahlah nama Rona Kobun Bungo menjadi negeri Kuok.
Mendengar kisah dari orang tua-tua, penulis memperoleh tiga macam perihal yang
menyebabkan negeri itu bernama Kuok, yakni sebagai berikut:
Sebahagian orang mengatakan bahwa di daerah perairan Rona Kobun Bungo itu
dulunya ada sebatang kayu yang amat besar yang terkenal mempunyai kesaktian. Kayu itu
disebut orang kayu kuok.
Sebahagian lagi orang menceritakan bahwa zaman dahulu, tak jauh di mudik pasar
Kuok sekarang ada tukang membuat kayu kuok yang dipasangkan ke tengkuk kerbau untuk
membajak. Oleh karena disitulah satu-satunya tempat orang memesan alat bajak (kayu kuok)
itu, maka tempat itu menjadi terkenal dengan tempat ‘Kuok’.
Dalam pada itu, sementara orang yang hilir-mudik di sungai Kampar pada waktu itu
lain pula pendapatnya. Maklumlah sewaktu itu sungai Kampar berlaku sebagai sarana
perhubungan. Barang-barang dagangan, baik barang makanan maupun hasil hutan, dan lain-
lain hilir-mudik di sungai itu dengan kendaraan perahu rakit.
1
http://www.tscumum2011.blogspot.com Fadhli Syar
2. Konon kiranya di mudik Rantau Berangin sekarang, dipangkal jembatan panjang ke
seberang ada bukit yang bernama bukit Labuhan Batu. Kabarnya dulu, di pinggiran bukit itu
sering berlabuh kapal. Itu sebabnya dinamakan bukit Labuhan Batu. Kebetulan tebing sungai
Kampar yang ada di kaki bukit itu terjal begitupun tebing yang di seberangnya beberapa
panjang juga terjal. Pada tebing yang bertimbal terjal itu luas sungai Kampar di sana lebih
sempit dan airnya lebih dalam. Lumrahnya bila perairan itu dilalui oleh sampan atau rakit
yang arah ke hulu atau ke ulak, maka air berombak ke pinggir kiri dan ke pinggir kanan. Oleh
karena tebing itu terjal kedua belah pihaknya dan jaraknya lebih dekat dari sumber ombak,
maka ombak tersebut lebih kuat menghantam tebing itu. Tidaklah heran, jika pada tebing itu
agak lembut tanah atau batunya, maka pada tempat itu akan cepat terkuras atau runtuh.
Akibatnya tempat itu jadi berlubang, makin lama lubang itu semakin dalam. Di antara
beberapa tebing yang berlubang atau berlekuk itu ada yang lebih besar lekuknya. Bila ada
kendaraan yang lalu di daerah itu, maka rangkaian ombak akan menerpa tebing pinggiran
sungai itu. Dan tiba tentang tebing yang berlekuk besar itu, air itu berbunyi, kuok, kuok,
kuok. Demikianlah berlaku sepanjang waktu. Setiap kendaraan yang lalu disitu.
Bagi orang yang selalu hilir-mudik di tempat itu, telinganya terbiasanya dengan bunyi
kuok…kuok, kuok itu. Akhirnya tempat atau perantauan sekitar tempat yang melahirkan
bunyi, kuok, kuok… itu disebut orang Kuok. Dengan demikian daerah yang dihuni orang
sekitar tempat itu yang di dalamnya Rona Kobun Bungo, maka sejak itu nama Rona Kobun
Bungo pun berangsur hilang dan populerlah nama daerah tersebut dengan Negeri Kuok
hingga sampai sekarang ini.
Sumber :
Buku Buluh Perindu: Kumpulan Cerita Rakyat Kampar.
Pengarang Abdul Riva’i Taloet, BA.
Diterbitkan oleh SSE Kab. Kampar Tahun 2005.
2
http://www.tscumum2011.blogspot.com Fadhli Syar