1. 1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan patin (Pangasius sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan yang
memiliki prospek yang sangat cerah, baik sebagai ikan hias maupun konsumsi
(Arie, 2006). Chobiyah (2001), menyebutkan bahwa ikan patin memiliki beberapa
kelebihan diantaranya adalah pertumbuhannya cukup cepat, nafsu makan tinggi,
ketahanan yang tinggi terhadap kondisi limnologis yang cukup baik antara lain
mampu bertahan selama beberapa jam dalam air berkadar oksigen < 0,5 mg/L,
serta memiliki cita rasa daging yang lezat (Ghufron, 2010).
Dalam kegiatan budidaya ikan, pertumbuhan merupakan parameter
budidaya yang harus dicapai, karena pertumbuhan akan menentukan nilai
produksi yang diharapkan. Pertumbuhan adalah pertambahan panjang atau bobot
dalam kurun waktu tertentu (Effendi, 1997). Salah satu faktor yang berperan
penting dalam pertumbuhan ikan adalah pakan. Haetami et al. (2005), menyatakan
bahwa pakan yang mempunyai keseimbangan protein yang tepat dengan jumlah
pemberian yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan dan konversi pakan yang
terbaik.
Kurnia (2008), menjelaskan bahwa nilai kualitas pakan sangat ditentukan
oleh seberapa lengkap ketersediaan komponen penyusunnya. Semakin lengkap
komponen penyusunnya, maka semakin tinggi pula kualitas pakan tersebut.
Komponen pakan yang lengkap tersebut meliputi protein, lemak, karbohidrat,
vitamin dan mineral. Sunarno (2001) menyatakan pada umumnya ikan yang
berada dalam proses pertumbuhan (benih) membutuhkan protein sebesar 30%36%. Menurut Gaffar dan Nasution (1990) dalam Ghufron (2010), benih ikan
patin membutuhkan protein berkisar antara 25%-37%.
Umumnya pakan yang mengandung nutrisi dasar protein hewani harganya
mahal, karena sebagian besar bahan bakunya masih diimpor (Resnawati, 2006).
Disatu sisi, pakan juga merupakan faktor penentu keuntungan dalam suatu usaha
budidaya ikan, karena umumnya 60% dari total biaya produksi digunakan untuk
memenuhi kebutuhan ikan akan pakan. Kesalahan dalam mengelola pakan akan
berakibat pada kerugian yang besar (Yudha, 2003). Oleh karena itu, manajemen
2. 2
pemberian pakan secara tepat merupakan hal yang perlu dilakukan agar ikan yang
dipelihara dapat memperoleh nutrisi yang sesuai serta mencukupi kebutuhannya
untuk tumbuh dan berkembangbiak.
Oleh karena itu, perlu dilakukan kegiatan on farm sebagai bentuk latihan
untuk mengetahui pengaruh aplikasi manajemen pemberian pakan tersebut
terhadap kelangsungan dan laju pertumbuhan serta efisiensi pakan pada benih
ikan patin.
1.2. Perumusan Masalah
Ikan patin (Pangasius sp.) memiliki nafsu makan yang besar (BIPP, 2001),
sehingga dalam pemeliharaannya pakan dan pemberian pakan yang memiliki
kuantitas dan kualitas yang baik merupakan hal yang sangat penting untuk
diperhatikan (Ekasanti, 2008), karena pertumbuhan ikan patin relatif lebih cepat
jika didukung dengan jumlah pemberian pakan yang sesuai dan tepat waktu
(Suhenda et al., 2003). Saat ini di tengah semakin tingginya harga pakan (Kurnia,
2008), maka aplikasi manajemen pemberian pakan yang tepat merupakan salah
satu solusi yang tepat dalam kaitannya menekan biaya produksi pakan ikan tanpa
mengurangi kualitas dari benih yang dihasilkan. Berdasarkan uraian tersebut,
maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.
Bagaimana
pengaruh
manajemen
pemberian
pakan
terhadap
laju
pertumbuhan, kelangsungan hidup dan nilai konversi pakan pada benih ikan
patin?
2.
Bagaimana pengaruh manajemen pemberian pakan terhadap kualitas air
pada pendederan ikan patin?
3.
Bagaimana analisis kelayakan usaha pada kegiatan pendederan ikan patin?
1.3. Tujuan
Adapun pelaksanaan dari on farm ini bertujuan untuk :
1.
Menambah pengetahuan dan kompetensi dibidang budidaya perikanan air
tawar, khususnya pendederan ikan patin.
3. 3
2.
Mengetahui pengaruh manajemen pemberian pakan yang berbeda terhadap
laju pertumbuhan, kelangsungan hidup dan nilai konversi pakan pada benih
ikan patin.
3.
Mengetahui pengaruh manajemen pemberian pakan terhadap parameter
kualitas air pada pendederan ikan patin.
4.
Mampu membuat dan menetukan analisis kelayakan usaha dari kegiatan
pendederan ikan patin.
4. 4
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi Ikan Patin
Patin (Pangasius sp.) merupakan jenis ikan konsumsi air tawar asli
indonesia yang tersebar disebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan. Daging
ikan patin memiliki kandungan kalori dan protein yang cukup tinggi, rasa daging
yang khas, enak, lezat dan gurih sehingga digemari oleh masyarakat. Ikan patin
dinilai lebih aman untuk kesehatan karena kadar kolesterolnya rendah
dibandingkan dengan daging hewan ternak. Selain itu ikan patin memiliki
beberapa kelebihan lain, yaitu ukuran per individunya besar dan di alam
panjangnya bisa mencapai 120 cm (Susanto dan Amri, K 2002). Beberapa
kelebihan tersebut menyebabkan harga jual ikan patin tinggi dan sebagai komoditi
yang berprospek cerah untuk dibudidayakan. Peningkatkan produksi ikan patin
dapat dilakukan melalui perhatian dan pemantauan terhadap padat tebar ikan
diwadah pemeliharaan, karena padat tebar dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan
dan efisiensi hasil produksi.
Ikan patin (Pangasius sp.) merupakan jenis
ikan konsumsi air
tawar, berbadan panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna
kebiru-biruan. Kepala ikan patin relatif kecil, mulut terletak di ujung kepala agak
di sebelah bawah (merupakan ciri khas golongan catfish). Pada sudut mulutnya
terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba. Adapun
klasifikasi ikan patin adalah sebagai berikut :
Ordo
:
Ostarioplaysi.
Subordo
:
Siluriodea.
Famili
:
Pangasidae.
Genus
:
Pangasius.
Spesies
:
Pangasius sp.
Kerabat patin di Indonesia terdapat cukup banyak, diantaranya :
a)
Pangasius polyuranodo (ikan juaro)
b)
Pangasius macronema
c)
Pangasius micronemus
5. 5
d)
Pangasius nasutus
e)
Pangasius nieuwenhuisii
Ikan patin (Pangasius sp.) merupakan jenis
ikan konsumsi air
tawar, berbadan panjang berwarna putih perak dengan punggung berwarna
kebiru-biruan. Ikan patin dikenal sebagai komoditi yang berprospek cerah, karena
memiliki harga jual yang tinggi. Hal ini lah yang menyebabkan ikan patin
mendapat
perhatian
dan
diminati
oleh
para
pengusaha
untuk
membudidayakannya. Ikan ini cukup responsif terhadap pemberian makanan
tambahan. Pada pembudidayaan, dalam usia enam bulan ikan patin bisa mencapai
panjang 35 - 40 cm. Sebagai keluarga Pangasidae, ikan ini tidak membutuhkan
perairan yang mengalir untuk “membongsorkan“ tubuhnya. Pada perairan yang
tidak mengalir dengan kandungan oksigen rendah pun sudah memenuhi syarat
untuk membesarkan ikan ini.
2.2. Habitat dan Kebiasaan Hidup Ikan Patin
Ikan Patin (Pangasius sp.) bertahan hidup pada perairan yang kondisinya
sangat jelek dan akan tumbuh normal di perairan yang memenuhi persyaratan
ideal sebagaimana habitat aslinya. Kandungan Oksigen (O2) yang cukup baik
untuk kehidupan ikan patin berkisar 2-5 ppm dengan kandungan Karbondioksida
(CO2) tidak lebih 12,0 ppm. Nilai pH atau derajat keasaman adalah 7,2 – 7,5,
konsentrasi sulfida (H2S) dan ammonia (NH3) yang masih dapat ditoleransi oleh
ikan patin yaitu 1 ppm. Keadaan suhu air yang optimal untuk kehidupan ikan
patin antara 28 – 290C. ikan patin lebih menyukai perairan yang memiliki
fluktuasi suhu rendah. Kehidupan ikan patin mulai terganggu apabila suhu
perairan menurun sampai 14 – 150C ataupun meningkat diatas 350C. Aktifitas
patin terhenti pada perairan yang suhunya dibawah 6 0C atau diatas 420C
(Djariah, 2001).
2.3. Makanan dan Kebiasaan Makan
Menurut Djariah (2001), ikan patin (Pangasius sp.) memerlukan sumber
energi yang berasal dari makanan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup.
Patin merupakan ikan pemakan segala (omnivora), tetapi cenderung ke arah
6. 6
karnivora (pemakan daging/hewani) Susanto dan Amri (2002) menjelaskan,
dialam makanan utama ikan patin berupa udang renik (crustacea), insekta dan
molusca. Sementara makanan pelengkap ikan patin berupa rotifera, ikan kecil dan
daun – daunan yang ada diperairan. Apabila dipelihara dikolam, ikan patin tidak
menolak diberi pakan, sesuai dengan penelitian Jangkaru, Z (2004) dalam Buku
Budidaya Ikan di Jaring Terapung, Cholik et al (2004) yang menyatakan bahwa
ikan patin (Pangasius sp.) sangat tanggap terhadap pakan buatan.
Ikan patin yang dipelihara dikolam diberi pakan dengan kandungan
protein 28-35 %, Pakan pellet 3 % per hari dan diberikan 3 kali per hari, untuk
mempercepat pematangan gonad, induk ikan diberi pakan ikan rucah 10 % dari
bobotnya dan diberikan 2 kali seminggu.
2.4. Kebiasaan Berkembang Biak
Di habitat aslinya, patin memijah pada musim penghujan sehingga
benihnya banyak ditemukan pada bulan Maret-Mei. Patin matang kelamin pada
usia 2-3 tahun dengan berat di atas 1,5 kg. Induk patin yang berukuran 5-6 kg
dapat menghasilkan telur hingga 1,5 juta butir. Patin siam (Pangasius
hypothalamus) memiliki fekundias atau jumlah telur yang lebih banyak
dibandingkan dengan patin jambal (P. djambal).
Patin jantan mencapai dewasa lebih cepat daripada patin betina yang
proses kematangan kelaminnya relatif lama. Perkembangan gametnya dipengaruhi
oleh suhu lingkungan. Patin yang hidup di daerah tropis, proses dan
perkembangan telur dan spermanya lebih cepat daripada patin yang hidup di
daerah subtropis. Patin yang hidup di alam biasanya hidup secara bergerombol
saat musim pemijahan. Patin yang matang kelamin mudah memijah saat
turbulensi akibat pengadukan air dari permukaan dasar yang bersamaan dengan
banjir atau meluapnya air sungai. Sebaliknya, patin sulit memijah secara alami di
kolam-kolam pemeliharaan. Patin hanya memijah setelah diberi rangsangan
(induces spawning), menggunakan hormon buatan seperti ovaprim atau hormon
alami seperti hipofisa.
Ikan patin yang telah memijah menghasilkan telur berwarna putih jernih
agak kekuning-kuningan. Telur yang telah dibuahi akan menetas setelah 18-24
jam pada suhu air 29-30oC. Telur ikan patin akan menjadi lambat menetas pada
7. 7
suhu yang rendah. Larva ikan patin yang baru menetas empunyai cadangan
kuning telur yang menggantung dibawah permukaan perut. Cadangan makanan
tersebut akan habis dalam waktu 3-4 hari, sehingga pada saat ini larva mulai
mengambil pakan dari luar yang dapat berupa fitoplankton atau zooplankton.
Larva dan benih ikan patin menyukai hidup pada perairan yang dangkal dan subur
akan pakan alami.
2.5. Laju Pertumbuhan Ikan Patin
Ikan patin sebagaimana hewan air lainnya untuk memperoleh pertumbuhan
maksimal membutuhkan asupan makanan yang unsur-unsurnya (protein,
karbohidart, lemak dan lain-lainnya) mencukupi hewan tersebut. Padat tebar yang
tinggi akan mengganggu laju pertumbuhan meskipun kebutuhan makanan
tercukupi. Hal ini disebabkan karena adanya persaingan dalam memperebutkan
makanan dan ruang (Kordi, 2005).
Pertumbuhan adalah total energi yang diubah menjadi penyusun tubuh,
kebutuhan energi ini diperoleh dari makanan. Pertumbuhan juga merupakan suatu
proses pertambahan bobot maupun panjang tubuh ikan, adapun perbedaan laju
pertumbuhan dapat disebabkan karena adanya pengaruh padat penebaran dan
persaingan di dalam mendapatkan makanan (Hernowo, 2001). Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa perlakuan padat penebaran yang berbeda memberikan
pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan ikan patin. Hal ini karena ikan
patin mempunyai sifat menggerombol dan hidup di kolom air sehingga
mengalami persaingan dalam mendapatkan makanan akibat padat penebaran yang
tinggi (Asyari dkk, 1992).
Menurut Asmawi (1983), semakin tinggi kepadatan ikan maka akan semakin
kecil laju pertumbuhan per individu. Dengan kepadatan rendah ikan mempunyai
kemampuan memanfaatkan makanan dengan baik dibandingkan dengan
kepadatan yang cukup tinggi, karena makanan merupakan faktor luar yang
mempunyai peranan di dalam pertumbuhan
Kekurangan pakan akan
memperlambat laju pertumbuhan sehingga dapat menyebabkan kanibalisme,
sedangkan kelebihan pakan akan mencemari perairan sehingga menyebabkan
udang stres dan menjadi lemah serta nafsu makan udang akan menurun
(Khairuman, 2002). Ruang gerak juga merupakan faktor luar yang mempengaruhi
8. 8
laju pertumbuhan, dengan adanya ruang gerak yang cukup luas ikan dapat
bergerak dan memanfaatkan unsur hara secara maksimal (Rahmat, 2010).
2.6. Kualitas Air
a.
Suhu
Suhu merupakan faktor kritis yang mempengaruhi proses respirasi. Suhu
tidak hanya menentukan besarnya kandungan oksigen terlarut di perairan tetapi
juga berhubungan dengan jumlah oksigen yang diperlukan hewan (Spotte, 1970
dalam Armila, 2000).
Menurut Huet (1971) dalam Armila (2000), suhu air sebagai parameter fisika
kimia air dapat mempengaruhi aktivitas-aktivitas ikan seperti pernapasan,
pertumbuhan serta reproduksi. Brown (1979) menyatakan, peningkatan suhu air
akan diiringi oleh peningkatan laju metabolism yang disebabkan karena
meningkatya konsumsi pakan sehingga akan meninkatkan pertumbuhannya.
Potaros dan Sitasit (1976) menyatakan, larva ikan patin dapat hidup pada kisaran
suhu air 280C sampai 320C dan menurut Hardjamulia et al. (1981), pada kisaran
suhu air 240C sampai 26,50C. Ikan patin dapat hidup baik pada derajat
keasaman (pH) 5-9, kandungan oksigen antara 3-6 ppm, kandungan CO2 9-20
ppm, alkalinitas 80-250 dan suhu antara 28-300C (Khairuman, 2002).
b.
Oksigen Terlarut
Kandungan oksigen terlarut dalam air merupakan faktor penting bagi
kehidupan ikan, karena oksigen diperlukan bagi proses pernapasan dan
merupakan komponen utama bagi metabolism ikan (Wardoyo, 1975). Kebutuhan
organisme terhadap oksigen bervariasi tergantung kepada jenis,stadia dan
aktivitasnya. Jenis-jenis ikan yang dapat mengguakan oksigen langsung dari
udara, dapat tahan terhadap kandungan oksigen terlarut yang rendah (Pescod,
1973 dalam Hasanah, 1989). NTAC (1968) dalam Wardoyo (1975) mengatakan,
agar kehidupan ikan dapat layak dan kegiatan budidaya perairan berhasil maka
kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 4 ppm. Swingle dalam Boyd
(1982) menyatakan, jika oksigen kurang dari 0,3 mg/l dalam waktu yang lama
akan menyebabkan kematian ikan. Pada kisaran oksigen 1-5 mg/l ikan dapat
bertahan hidup tetapi pertumbuhannya lambat jika dibiarkan lama.
9. 9
c.
Derajat Keasaman (pH)
pH berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan, nafsu
makan berkurang pada pH rendah. Hal ini disebabkan karena aktivitas enzim
pencernaan menjadi rendah (Zoonneveid et al., 1991). Nilai pH yang rendah akan
menyebabkan terjadinya penggumpalan lender pada insang ikan dan ikan akan
mati lemas (Sutomo, 1978). Alabaster dan Lioyd (1980) menyatakan, variasi
pengaruh pH terhadap ikan tergantung pada spesies, ukuran ikan, suhu,
konsentrasi CO2, dan kehadiran logam berat seperti fe. Selain itu, nilai pH
mempengaruhi daya racun bahan atau faktor kimia lainnya,seperti daya racun
ammonia meningkat jika pH meningkat dan daya racun H2S meningkat jika pH
turun (Boyd, 1990). Perairan dengan pH 6,5 – 9 baik bagi ikan pada umumnya,
sedangkan pada kisaran 4,5 – 6,5 pertumbuhannya cenderung lambat (Boyd,
1982). Menurut Hardjamulia (1995), pH yang baik untuk ikan jambal siam
minimal 6. Hasil penelitian Hasanah (1989), nilai pH yang baik untuk
pertumbuhan ikan jambal siam adalah 6,5 – 7.
d.
Ammonia
Ammonia yang ada di perairan dapat berasal dari pemupukan, hasil ekskresi
ikan dan dari penguraian unsur dari mikroba. Ammonia yang terukur di perairan
berupa ammonia total yaitu NH3 dan NH4 (Armila, 2000). Pemberian pakan dan
pemupukan merupakan sumber nitrogen terbesar dalam system budidaya. Feces
dan sisa pakan yang tidak dimakan oleh ikan akan terurai menjadi ammonia dalam
lumpur kolam budidaya untuk selanjutnya dibebaskan ke kolom air (Coenco,
1989 dalam Armila, 2000). Ammonia mempengaruhi kemampuan ikan untuk
mengambil oksigen. Kadar ammonia yang tinggi dalam air secara langsung dapat
membunuh organisme perairan, yaitu dengan adanya peningkatan konsumsi
oksigen oleh jaringan, merusak jaringan insang dan mempengaruhi kemampuan
darah untuk mengangkut oksigen (Colt dan Armstrong, 1982 dalam Armila,
2000). Pescod (1979) dalam Armila (2000) menyatakan, banyaknya kandungan
ammonia yang dapat menunjang kelangsungan hidup ikan dan organisme perairan
lainnya adalah kurang dari 1 mg/L. Kandungan ammonia yang dapat
menyebabkan kematian ikan berkisar antara 1,2 mg/L sampai 2,0 mg/L (Albaster
dan Lioyd, 1980 dalam Armila, 2000).
10. 10
III.
PELAKSANAAN KEGIATAN ON FARM
3.1. Tempat dan Waktu
Tempat pelaksanaan kegiatan on farm ini adalah di Departemen Perikanan
Budidaya PPPPTK Pertanian Cianjur dan dilaksanakan pada bulan oktober hingga
Desember 2012.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam kegiatan on farm ini adalah bak pendederan,
peralatan aerasi, ember, seser, mikroskop, objek glass/cavity slide, cover glass,
timbangan digital, mistar dan alat kualitas air.
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam kegiatan on farm ini adalah larva ukuran 3/4
inchi meter, pakan pellet dan obat-obatan.
3.3. Prosedur Pelaksanaan
3.3.1. Rencana Pelaksanaan Produksi
a. Persiapan Bak / Kolam Pendederan
-
Bak/kolam pendederan dibersihkan dengan menyikat dinding dan lantai
dengan menggunakan sikat cuci dan diberi detergen
-
Setelah bersih dialiri air setinggi 20-30 cm dan diberi methilen blue dan
garam.
-
Air didiamkan/dibiarkan selama ± 24 jam
-
Kemudian diaerasi selama 24 jam hingga 48 jam
b. Penebaran Benih
-
Benih ikan patin didatangkan dari Sukabumi
-
Benih dilakukan aklimatisasi di bak/kolam pendederan agar benih tidak
stress
-
Aklimatisasi dilakukan pada plastik tempat benih diangkut dengan
mengapung-apungkan di atas air pada bak/kolam pendederan.
11. 11
-
Aklimatisasi dilakukan selama 30 menit sampai 60 menit atau kondisi
suhu pada kantong tempat benih dan bak/kolam pendederan diperkirakan
sama.
-
Benih ditebar secara perlahan dan dilakukan penyortiran sesuai
keseragaman ukuran.
c. Pemeliharaan Benih
-
Benih dipelihara hingga mencapai ukuran ± 2 inchi meter
-
Kualitas air dipantau dan dilakukan pengukuran suhu, oksigen terlarut, pH
dan ammonia.
-
Penyiponan dilakukan 2 kali dalam seminggu atau jika kondisi air kotor.
-
Selama pemeliharaan benih diberi pakan pellet 2-3% dari berat total ikan
perhari dengan frekuensi 3-4 kali sehari.
-
Selama pemeliharaan dilakukan pemantauan pertumbuhan ikan dan
dilakukan sortasi dan grading ikan untuk mencegah kanibalisme dan
persaingan makanan.
d. Penjualan Benih
-
Penjualan benih dilakukan pada benih berukuran ± 2 inchi meter.
-
Dijual pada petani perikanan sekitar wilayah Kabupaten Cianjur.
-
Dilakukan pada bulan Nopember 2012 dan atau setelah dipelihara mulai 3
minggu penebaran.
3.3.2. Pengambilan Data dan Analisis
Data yang diukur meliputi pertumbuhan ikan (panjang dan berat) dan pengukuran
kualitas air. Pengukuran pertumbuhan ikan dilakukan pada saat penebaran, tiap
minggu sekali dan saat panen. Begitu pula pengukuran kualitas air dilakukan pada
saat penebaran, tiap minggu sekali dilakukan pada pagi, siang dan sore hari dan
pada saat panen. Parameter yang diukur meliputi : suhu, oksigen terlarut, pH
(Derajat Keasaman) dan ammonia.
Pemberian pakan dan pemantauan penyakit ikan dicatat dalam tabulasi (Lampiran
1). Data selanjutnya ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif.
12. 12
3.4. Rencana Anggaran Biaya
Tabel 3.1. Rencana Anggaran Biaya Pendederan Ikan Patin
HARGA
NO
KOMPONEN
JUMLAH SATUAN
SATUAN
JUMLAH
(Rp)
1
-
Modal Sarana Pembenihan
Benih ikan patin ukuran 3/4
28,000
Ekor
88.00
2,464,000.00
3
inchi meter
Bulan
75,000.00
225,000.00
1
Set
764,000.00
764,000.00
Sewa kolam
Alat perikanan (seser, ember,
dll)
-
Alat pembersihan bak
1
Set
50,000.00
50,000.00
-
Obat-obatan
1
Set
80,000.00
80,000.00
Jumlah
2
Modal Biaya Operational
-
Pakan pelet
3,583,000.00
-
4
Lain-lain
600,000.00
Bulan
75,000.00
225,000.00
1
air
150,000.00
3
Sewa alat pengukur kualitas
Zak
Emergent
140,000.00
140,000.00
Jumlah
965,000.00
Total Modal Usaha
3
Perhitungan pendapatan
harga jual benih
60,000
6,000,000.00
Ekor
180.00
10,800,000.00
Perhitungan pendapatan
4
harga jual benih dikurangi
4,800,000.00
pengeluaran
5
Break Event Point (BEP)
Total Modal dibagi Total
Produksi
Total Modal dibagi Harga
100.00
33,333.33
13. 13
Jual Benih @ekor Rp.180
Revenue Cost Ratio (R/C
6
ratio) Perbandingan
pendapatan dan
1.80
pengeluaran
Catatan :
1. Kembali modal pada harga benih Rp. 100 / ekor dari Rp.180 /ekor
2. Kembali modal pada 33,333.33 ekor benih dari 60.000 ekor
3. Nilai R/C ratio sebesar 1.80 menunjukan usaha pembenihan menguntungkan jika
dilakukan. Dari setiap Rp.1 modal yang dikeluarkan, menghasilkan pendapatan sebesar Rp
1.80
14. 14
3.5. Cash Flow Usaha Pendederan Ikan Patin
Table 3.2. Cash Flow (Arus Kas) Usaha Pendederan Ikan Patin
No
I
Uraian
Jumlah
Satua
n
Harga
Waktu Pelaksanaan (Bulan)
Jumlah
Satuan
Harga (Rp)
(Rp)
Agust (Rp)
6,000,000.00
6,000,000.00
Sep (Rp)
Okt (Rp)
Nop (Rp)
KAS MASUK
1 Pinjaman Diterima
2 Penjualan Benih
1
60,000
Rupia
h
Ekor
6,000,000.0
0
180.00
10,800,000.0
6,000,000.00
5,000,000.00
0
5,800,000.00
3 Lain-lain
16,800,000.0
0
KAS KELUAR
1 Persiapan Kolam/Bak Pemeliharaan
a. Alat Pembersihan
10,800,000.00
-
Total Kas Masuk
II
Total (Rp)
1 Set
6,000,000.00
5,000,000.00
5,800,000.00
16,800,000.00
15. 15
50,000.00
b. Obat-Obatan
2 Pembelian Benih
1 Set
60,000
Ekor
50,000.00
50,000.00
50,000.00
100,000.00
100,000.00
100,000.00
100,000.00
80.00
4,800,000.00
50,000.00
50,000.00
2,400,000.00
2,400,000.00
4,800,000.00
Pembelian Peralatan
3 Operasional (Ember,
Seser, dll)
1
Set
4 Pembelian Pakan
b. Pakan Pelet
5
Sewa Kolam/Bak
Pemeliharaan
50,000.00
-
a. Pakan Alami (Tubifex,
Dapnhia, dll)
50,000.00
10
2
Liter
Zak
3 Bulan
-
7,000.00
70,000.00
35,000.00
35,000.00
70,000.00
170,000.00
340,000.00
170,000.00
170,000.00
340,000.00
75,000.00
225,000.00
225,000.00
225,000.00
Sewa Peralatan Kualitas
6 Air dan Fasilitas
3 Bulan
Laboratorium
Angsuran Pokok Pinjaman
Rupia
75,000.00
225,000.00
225,000.00
225,000.00
16. 16
2 h
3,000,000.0
6,000,000.00
3,000,000.00
3,000,000.00
6,000,000.00
0
Lain-lain
Total Kas Keluar
1
Emerg
ent
140,000.00
140,000.00
12,000,000.0
0
40,000.00
50,000.00
50,000.00
140,000.00
240,000.00
2,655,000.00
5,655,000.00
3,450,000.00
12,000,000.00
5,760,000.00
3,105,000.00
2,450,000.00
4,800,000.00
4,800,000.00
-
5,760,000.00
3,105,000.00
2,450,000.00
4,800,000.00
5,760,000.00
3,105,000.00
2,450,000.00
4,800,000.00
4,800,000.00
Arus Kas Bersih per
Bulan
Saldo Bulan Sebelumnya
SISA KAS AKHIR BULAN
17. 17
3.6. Jadwal Pelaksanaan
Tabel 3.2. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan On Farm Pendederan Ikan Patin
N
o
Bulan KeKegiatan
(Alat, bahan
dan proposal)
2
3
Penebaran
benih
Pengambilan
Data
4
Pemeliharaan
5
Penjualan
6
7
8
Agustus
September
1 2 1 2 3 4 5 1 2 3 4
Persiapan
1
Juli
Pembuatan
Laporan
Uji
Kompetensi
Seminar
Oktober
Nopember
1 2 3 4 1 2 3 4 5
18. 18
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pertumbuhan dan Kondisi Kualitas Air Pemeliharaan Benih Ikan Patin
Pada kegiatan on farm ini, pertumbuhan dan kondisi parameter kualitas air peeliharaan
benih ikan patin adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1. Pertumbuhan dan Kondisi Kualitas Air Pemeliharaan Ikan Patin
Data Pengukuran
No
Uraian
Awal
Minggu ke
1
2
3
4
3/4 Inchimeter
2 cm
2,7 cm
3,5 cm
6 cm
1
Panjang
2
Berat
0,09 g
0,35 g
0,65 g
0,82 g
1,4 g
3
Pakan
75,6 g/hr
294 g/hr
526,5 g/hr
639,6 g/hr
1.014 g/hr
4
Suhu
290C
280C
290C
300C
300C
5
Oksigen
Terlarut
8,3 mg/l
8,2 mg/l
8,9 mg/l
9,2 mg/l
8,7 mg/l
6
pH
8,62
8,56
8,57
8,62
8,57
7
Amonia
TD
0,358 mg/l
TD
0,639 mg/l
TD
8
Penyakit
-
Jamur (luka)
Jamur (luka)
Jamur (luka)
Jamur (luka)
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kelangsungan hidup benih ikan patin
mengalami sedikit penurunan. Hasil tersebut kemungkinan disebabkan oleh kurangnya
kuantitas pakan, kepadatan tinggi dan kurangnya monitoring terhadap kesehatan benih
ikan patin, sesuai pendapat Syandri (1996) bahwa pemberian pakan dan lingkungan
yang tidak sesuai dapat menyebabkan mortalitas (kematian) tinggi pada ikan.
Minggawati (2006) juga menyatakan bahwa kepadatan tinggi mengakibatkan mortalitas
tinggi pada larva ikan. Dari hasil tebar ± 12.000 ekor diperoleh penjualan sebanyak
11.480 ekor, berarti sulvivar rate mencapai 95,7% atau kematian sekitar 4,3%.
Kematian ikan terjadi bukan disebabkan oleh kualitas air tetapi diduga melalui out let
air ketika ikan baru dilakukan penebaran dengan ukuran ± ¾ inchimeter dan ketika
melakukan sortir ikan serta penyiponan. Menurut Nikolsky (1963) dalam Armila (2000)
bahwa kematian ikan pada tingkat larva atau benih dapat disebabkan karena kenaikan
suhu, hama dan penyakit ikan dan perubahan sifat kimia fisika air pada lingkungan yang
19. 19
baru. Namun selama pemeliharaan larva ikan patin jambal, pemberian pakan dan
pemantauan kualitas air serta pemberian obat selalu dilakukan untuk mengantisipasi
terjangkit penyakit dan kanibalisme sehingga sulvivar rate ikan peliharaan cukup tinggi
mencapai 95,7%.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pertumbuhan benih ikan patin yang
diberi pakan secara ad satiation (sekenyangnya) lebih rendah daripada pertumbuhan
benih ikan patin yang diberi pakan sebanyak 3-5% dari biomassanya. Kondisi tersebut
disebabkan jumlah pemberian makanan yang sedikit, sehingga sejumlah energi yang
diperoleh dari makanan tidak digunakan secara optimal untuk pertumbuhan karena juga
digunakan untuk pemeliharaan tubuh.
Effendi (1997) menyatakan bahwa pertumbuhan ikan sangat dipengaruhi oleh
kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan. Pakan adalah faktor utama yang paling
berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan ikan karena sumber energi pada
ikan berasal dari pakan (Fujaya, 2002). Selama masa pemeliharaan, benih ikan patin
diberi pakan secara ad satiation (sekenyangnya), dengan frekuensi 1x sehari. Indikasi
ikan yang kenyang adalah ketika ikan tampak sudah mulai menjauhi pakan yang
diberikan dan bergerak ke dasar wadah (Utomo et al., 2005).
Hasil pertumbuhan benih ikan patin menunjukkan secara nyata bahwa manajemen
pemberian pakan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan benih ikan yang dihasilkan.
Hasil pengamatan selama pemeliharaan benih ikan patin juga menunjukkan adanya
pertumbuhan yang tidak seragam antara semua perlakuan. Hasil tersebut tidak sesuai
dengan hasil penelitian Utomo et al. (2005) yang melaporkan bahwa benih ikan mas
yang diberi pakan sampai kenyang memiliki pertumbuhan lebih tinggi daripada benih
ikan mas yang diberi pakan sebanyak 8% dari bobot biomassanya, masing-masing
adalah 3,80% dan 3,42%. Salah satu faktor penyebabnya diduga karena frekuensi
pemberian pakan yang sangat sedikit, sehingga pertumbuhan benih ikan patin terhambat
atau tidak optimal. Santoso dan Tata (2001) menyatakan bahwa ikan yang kekurangan
pakan mengalami pertumbuhan yang lambat karena sejumlah energi yang diperoleh dari
pakan yang dikonsumsi oleh benih ikan patin hanya digunakan untuk pemeliharaan
tubuh, tetapi tidak untuk pertumbuhannya. Dani et al. (2005) juga menyatakan hal yang
sama, bahwa ikan yang kekurangan pakan menyebabkan pertumbuhannya terhambat,
bahkan berdampak terhadap rendahnya persentase kelangsungan hidup.
20. 20
Penyebab lainnya adalah kepadatan pemeliharaan yang tinggi, sehingga ruang
gerak ikan patin menjadi sempit dan terjadi kompetisi terhadap pakan maupun oksigen
(Minggawati, 2006). Kepadatan tinggi juga dapat mempercepat penurunan kualitas air
kultur, akibat akumulasi metabolit dan sisa pakan (Zonneveld et al., 1991). Kondisi
tersebut dapat menyebabkan benih ikan menjadi stress atau lemah, sehingga tidak nafsu
makan dan kemudian pertumbuhannya terhambat (Sidik et al., 2002). Faktor penting
lainnya yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan adalah kualitas air, dimana
temperatur air memegang peranan penting sebagai katalisator dalam proses
metabolisme tubuh ikan (Effendi, 2002). Secara keseluruhan hasil pengamatan
pelaksanaan kegiatan on farm budidaya ikan patin, khususnya pembesaran benih ikan
patin telah menjelaskan bahwa manajemen pemeliharaan, manajemen pakan dan
pemberian pakan serta manajemen kualitas air merupakan faktor kunci yang paling
berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan patin. Oleh karena itu, hal-hal tersebut menjadi
penting untuk diperhatikan dan diterapkan dalam pemeliharaan benih ikan patin, guna
mendapatkan benih ikan patin dengan pertumbuhan spesifik yang tinggi.
Kualitas air sangat mempengaruhi kelangsungan hidup ikan, karena ikan akan
memakan pakan yang diberikan dengan baik jika kualitas air dalam kondisi optimal
(Murtidjo, 1980). Bila kualitas airnya kurang baik, ikan mengalami penurunan nafsu
makan, sehingga menjadi lemah dan mudah terserang penyakit (Kordi, 2007). Selain
itu, air sebagai media internal ikan berperan penting sebagai pengangkut bahan
makanan ke seluruh tubuh, pengangkut sisa metabolime untuk dikeluarkan dari tubuh
ikan dan merupakan pengatur atau penyangga temperatur tubuh ikan (Effendi, 1997).
Kelabora (2010), menyatakan bahwa salah satu parameter kualitas air yang paling
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan mas adalah
temperatur. Temperatur merupakan sifat fisika air yang berperan penting dalam
mengatur proses yang terjadi di lingkungan perairan maupun fisiologis ikan (Wardoyo,
1990). Temperatur air sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ikan
(Irianto, 2005), karena ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak dapat
menghasilkan
panas
tubuh,
sehingga
temperatur
tubuhnya
tergantung
atau
menyesuaikan pada temperatur dilingkungan sekelilingnya (Hoole et al., 2001). Ikan
memiliki batas toleransi tertentu terhadap temperatur untuk mempertahankan
pertumbuhannya agar tetap normal (Munajat et al., 2003). Perubahan temperatur air
21. 21
berpengaruh terhadap nafsu makan ikan (Djarijah, 1995), pada kisaran temperatur 18250C ikan masih bertahan hidup tetapi nafsu makannya mulai menurun, sedangkan pada
temperatur dibawah 120C ikan akan mengalami kematian (Kordi, 2007).
pH (pondus hydrogeeni) air adalah indikasi dari bobot hidrogen yang berada
dalam air. Umumnya air di daerah tropis memiliki pH antara 5–6,8 atau tergolong
sedikit asam (Sitanggang, 2002). pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap
kehidupan pakan alami, fisiologis ikan dan organisme perairan lainnya, serta
kesetimbangan suatu senyawa kimia dalam suatu perairan (Soedarti et al., 2006 ).
Secara ringkas hubungan antara pH air dan pengaruhnya terhadap ikan dapat dilihat
pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hubungan pH Air dan Kehidupan Ikan Budidaya.
Nilai pH air
< 4,5
5-6,5
6,5-9,0
> 9,0
Pengaruh terhadap ikan budidaya
Air bersifat racun bagi ikan.
Pertumbuhan ikan terhambat dan ikan sangat sensitif
terhadap bakteri dan parasit.
Ikan mengalami pertumbuhan optimal.
Pertumbuhan ikan terhambat.
Sumber : Kordi, 2007.
Ikan dapat hidup pada pH 5–9,5 (Munajat dan Budiana, 2003). Pada pH rendah
atau < 5 (keasaman tinggi), maka kandungan oksigen terlarut akan berkurang, sehingga
ikan akan mengalami penurunan nafsu makan (Zonneveld et al., 1991). Nilai pH
optimum dalam mendukung pertumbuhan ikan pada kegiatan budidaya ikan air tawar
umumnya berkisar antara 6,7–8,5 (Irianto, 2005). Hasil pengamatan dan pengukuran
menunjukkan bahwa kualitas air selama pelaksanaan on farm pembesaran benih ikan
patin berada pada kisaran optimal, dengan nilai temperatur 26-280C dan pH 8,56-8,62.
Kandungan oksigen terlarut dalam air merupakan faktor penting bagi kehidupan
ikan, karena oksigen diperlukan bagi proses pernapasan dan merupakan komponen
utama bagi metabolisme ikan (Wardoyo, 1975). NTAC (1968) dalam Wardoyo (1975)
mengatakan, agar kehidupan ikan dapat layak dan kegiatan budidaya perairan berhasil
maka kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 4 ppm. Swingle dalam Boyd
(1982) menyatakan, jika oksigen kurang dari 0,3 mg/l dalam waktu yang lama akan
menyebabkan kematian ikan. Pada kisaran oksigen 1-5 mg/l ikan dapat bertahan hidup
tetapi pertumbuhannya lambat jika dibiarkan lama.
22. 22
Pada kegiatan on farm ini nilai oksigen terlarut dalam perairan berkisar antara 8,2 – 8,9.
Ini menunjukkan bahwa kandungan oksigen dalam perairan cukup tinggi sehingga layak
bagi kehidupan ikan patin. Hal ini disebabkan oleh adanya aerasi dan suplay air
mengucur selama pemeliharaan.
Parameter kualitas air lainnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
kelangsungan hidup benih ikan patin adalah ammonia. Ammonia yang ada di perairan
dapat berasal dari pakan dan hasil ekskresi ikan serta dari penguraian unsur dari
mikroba. Ammonia yang terukur di perairan berupa ammonia total yaitu NH4.
Pemberian pakan merupakan sumber nitrogen terbesar dalam system budidaya yang
dapat memacu pertambahan kadar ammonia. Feces dan sisa pakan yang tidak dimakan
oleh ikan akan terurai menjadi ammonia dalam budidaya untuk selanjutnya dibebaskan
ke kolom air (Coenco, 1989 dalam Armila, 2000). Ammonia mempengaruhi
kemampuan ikan untuk mengambil oksigen. Kadar ammonia yang tinggi dalam air
secara langsung dapat membunuh organisme perairan, yaitu dengan adanya peningkatan
konsumsi oksigen oleh jaringan, merusak jaringan insang dan mempengaruhi
kemampuan darah untuk mengangkut oksigen (Colt dan Armstrong, 1982 dalam
Armila, 2000). Pescod (1979) dalam Armila (2000) menyatakan, banyaknya kandungan
ammonia yang dapat menunjang kelangsungan hidup ikan dan organisme perairan
lainnya adalah kurang dari 1 mg/L. Kandungan ammonia yang dapat menyebabkan
kematian ikan berkisar antara 1,2 mg/L sampai 2,0 mg/L (Albaster dan Lioyd, 1980
dalam Armila, 2000).
Selama pemeliharaan ikan patin dalam kegiatan on farm ini kandungan ammonia
yang terukur antara 0 (TD) sampai 0,639. Ini menunjukkan bahwa kandungan ammonia
dalam perairan budidaya ikan patin relative rendah sehingga masih layak untuk
kehidupan ikan patin. Hal ini disebabkan adanya penyiponan ketika terlihat agak kotor
adanya sisa-sisa pakan dan atau hasil buangan ikan sehingga kondisi perairan bisa
dikondisikan dalam situasi yang kondusif bagi kelangsungan hidup ikan. Menurut Boyd
(1990) dalam Armila (2000), ammonia akan meningkat seiring dengan meningkatnya
nilai pH. Namun dalam kegiatan on farm ini nilai pH cukup tinggi tetapi ammonia
relative rendah. Hal ini karena kepadatan ikan yang ditebar relative rendah sehingga
sekresi CO2 relatif rendah pula sementara suplay oksigen cukup tinggi sehingga tidak
menurunkan kondisi pH perairan.
23. 23
4.2. Analisis Kelayakan Usaha Pendederan Ikan Patin
1. Investasi
a. Pembelian alat pembersihan
Rp. 100.000,-
b. Pembelian alat panen dan sortir
Rp. 150.000,-
c. Pembelian obat-obatan
Rp. 170.000,-
d. Pembelian pakan
Rp. 600.000,-
e. Pembelian kelengkapan penunjang kegiatan (lampu, pipa dll)
Rp. 100.000,-
f.
Beli benih ikan patin 28.000 ekor @ Rp.85
Rp. 2.380.000,-
Total Investasi
Rp. 3.500.000,-
2. Pendapatan
Penjualan benih ikan patin :
a. Tahap I sebanyak 11.480 ekor @ Rp. 170 = 1.951.600,00
b. Tahap II sebanyak 15.600 ekor @ Rp.170 = 2.652.000,00
c. Total penghasilan = 4.603.600,00
3. Analisis Manfaat
a. Keuntungan
Keuntungan = Pendapatan – Total Investasi
= Rp. 4.603.600,00 – Rp. 3.500.000,00
= Rp. 1.103.600,00
b. BEP Produksi
BEP Produksi = Total Investasi : Harga Satuan
= Rp. 3.500.000,00 : Rp. 170,00/Ekor
= Rp. 20.588,24 ekor
Artinya jika produksi ikan patin di atas 20.588,24 ekor maka kegiatan usaha
tersebut mengalami keuntungan dan sebaliknya jika produksi di bawah
20.588,24 ekor berarti kegiatan usaha mengalami kerugian.
c. BEP Harga
BEP Harga = Total Investasi : Volume Produksi
= Rp. 3.500.000,00 : 27.080 Ekor
= Rp. 129,25 / Ekor
24. 24
Artinya apabila harga jual ikan patin di atas Rp. 129,25/ekor maka kegiatan
usaha tersebut mengalami keuntungan dan sebaliknya jika harga jual ikan
patin di bawah Rp. 129,25/ekor berarti kegiatan usaha mengalami kerugian.
d. B/C Ratio
B/C Ratio = Pendapatan : Total Biaya
= Rp. 4.603.600,00 : Rp. 3.500.000,00
= 1,32
Maksudnya adalah dengan mengeluarkan biaya usaha sebesar Rp.
3.500.000,00 akan diperoleh penghasilan sebesar 1,32 kali lipat. Ini
menunjukkan bahwa kegiatan on farm (pendederan ikan patin) layak
dikembangkan. Nilai B/C ratio di atas 1 (satu) menunjukkan kegiatan
tersebut layak.
e. Jangka Waktu Pengembalian Modal
Jangka Waktu Pengembalian Modal = Total Biaya x 1periode keuntungan
= Rp. 3.500.000,00 : Rp. 1.103.600,00
= 3,2 Bulan atau 3,2 siklus
25. 25
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kegiatan on farm dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kualitas air dalam kegiatan on farm dari awal tebar benih hingga penjualan masih
dalam kategori layak, terbukti dengan tingginya sulvivar rate dan rendahnya kematian
ikan patin.
2. Kegiatan usaha budidaya (pendederan) ikan patin layak dikembangkan mengingat usaha
tersebut memberikan keuntungan dalam usaha. Semakin tinggi jumlah tebar benih
semakin tinggi pula penghasilan yang diperoleh.
5.2. Saran
Seyogyanya kegiatan on farm ini perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak baik
dalam bimbingan di lapangan maupun pemasaran dan fasilitas sarana prasarana dalam
menunjang kelancaran kegiatan tersebut. Selain itu pengarahan awal komoditas dan
penggunaan sarana prasarana hendaknya terbuka sehingga penggunaan dana on farm
lebih optimal dan efisien sehingga dapat meminimalkan investasi dan lebih focus pada
perbanyakan benih sehingga optimalisasi penghasilan dapat dicapai.
26. 26
DAFTAR PUSTAKA
APHA (American Public Health Association). 2005. Standard Method for The
Examination of Waste Water. 21th Edition. American Water Work Association
Water Pollution Control Federation. New York.
Arie, U. 2006. Budidaya Patin untuk Konsumsi dan Ikan Hias. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Boer, I. 2003. Manajemen Pemberian Pakan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
UNRI. Pekanbaru (Tidak diterbitkan).
Chobiyah, I. 2001. Pembesaran Ikan Patin (Colossoma
http://www.deptan.go.id. Diakses tanggal 20 Januari 2009.
macropomum).
Cholik, F., Ateng, G. J., R.P. Poernomo dan A. Jauzi. 2005. Akuakultur, Tumpuan dan
Harapan Masa Depan Bangsa. Masyarakat Perikanan Nusantara dan Taman
Akuarium Air Tawar TMII. Jakarta
Chumaidi, Yanti S. dan Agus P. 2005. Pemeliharaan Ikan Botia (Botia macracantha)
dengan Pemberian Pakan Komersial dan Pakan Hidup (Pheretima sp.). Journal
Aquacultura Indonesiana 6 (2) : 47-51.
Djarijah, A. S. 2001. Budidaya Ikan Patin. Kanisius. Yogyakarta.
Effendi, H. 1997. Telaah Kualitas Air Bagi pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan.
Kanisius. Yogyakarta.
Effendie, M. I. 2002. Bilogi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta.
Faulina, L. 2009. Upaya Memacu Laju Pertumbuhan Udang Galah (Macrobrachium
rosenbergii de Mann) dengan pemberian Pakan Keong Mas (Pomacea sp.).
Skripsi. Fakultas Sains dan Teknik UNSOED. Purwokerto (Tidak
dipublikasikan).
Firdaus dan Muchlisin Z. A. 2005. Pemanfaatan Keong Mas (Pomacea canaliculata)
sebagai Pakan Alternatif dalam Budidaya Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus
tauvina). ENVIRO 5 (1) : 64-66.
Ghufron, M. H. Kordi K. 2010. Budidaya Ikan Patin di Kolam Terpal. Lily Publisher.
Yogyakarta.
Hadadi, A., Herry S., A. Surrachman dan E. Ridwan. 2006. Pemanfaatan Limbah Sawit
untuk Bahan Pakan Ikan. BBPBAT Sukabumi. Sukabumi.
Kurnia, A. 2008. Dicari Pakan Ikan Berkualitas, Murah dan Ramah Lingkungan.
http://www.multiply.com. Diakses pada 27 Mei 2009.
27. 27
Resnawati, H. 2006. Retensi Nitrogen dan Energi Metabolisme Ransum yang
Mengandung Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) pada Ayam Pedaging.
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, http://www.pustaka-deptan.go.id.
Diakses tanggal 13 Januari 2010.
Ridwan. 1992. Nilai Tambah Tepung Cacing. http://www.jawatengah.go.id. Diakses
tanggal 5 April 2009.
Rokhmani, M., N. Abulias dan I. Sulistyo. 2001. Pemberian Tubifex sp dengan Lama
Inklusi Berbeda dalam HCG sebagai Pakan Gurami (Osphronemus gouramy
Lac.) dan Pengaruhnya Terhadap Kelangsungan Hidup, Pertambahan Protein
dan Lemak Tubuh. Jurnal Sains Akuatik. 4 (2) : 21-25
Samidjan, I. 2002. Teknologi Pembesaran Ikan Klon (Amphiprion percula) dengan
Menggunakan Pakan Tubifex sp. Prosiding Seminar RIPTEK Kelautan
Nasional. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP. Semarang.
Soedarti, T., Jayanti, A. dan Agoes S. 2006. Diversitas Fitoplankton pada Ekosistem
Perairan Waduk Sutami, Malang. Berkala Penelitian Hayati 11: 97-103.
Soeseno, S. 1984. Dasar-dasar Perikanan Umum. CV. Yasaguna : Jakarta.
Suhenda, M., L. Setijaningsih, Y. Suryanti. 2003. Penentuan Rasio Antara Karbohidrat
dan Lemak pada Pakan Benih Ikan Patin Jambal (Pangasius djambal). Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia 9(1) : 21-30.
Sunarno. 2001. Budidaya Cacing Tanah Lumbricus rubellus. CV. Aneka Ilmu. Solo.
Utomo, N.B.P., P. Hasanah dan I. Mokoginta. 2005. Pengaruh Cara Pemberian Pakan
Yang Berbeda Terhadap Konversi Pakan dan Pertumbuhan Ikan Mas (Cyprinus
carpio) Di Keramba Jaring Apung. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4(2): 49-52.
Wardoyo, S. T. H., Muchsin. 1990. Pengelolaan kualitas Air Untuk Keperluan
Pertanian dan Perikanan. Fakultas Perikanan dan Pusat Studi Pengelolaan
Sumberdaya Lingkungan. Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Wiramiharja, Y., Rina H., Irma M. H. dan Y. Niwa. 2007. Nutrisi dan Bahan Pakan
Ikan Budidaya. Balai Budidaya Air Tawar Jambi dan JICA. Jambi.
Yudha, I. G. 2003. Studi Pertumbuhan Ikan KerapuBebek (Cromileptes altivelis) dalam
Keramba jaring Apung (KJA) di Pulau Puhawang, Kabupaten Lampung Selatan.
http://www.skripsi.unila.ac.id. Diakses pada 29 Mei 2009.
Zonneveld, N., E. A. Huisman and J. H. Boon. 1991. Prinsip – prinsip Budidaya Ikan.
PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.