Praktikum ini bertujuan untuk melihat pengaruh cara pemasakan, asam, dan alkali terhadap warna zat warna tanaman dan mengetahui pengaruh pemanasan dan larutan curing terhadap zat warna hewan. Zat warna alami seperti klorofil, karotenoid, dan antosianin memberikan warna hijau, kuning, merah pada tanaman dan hewan dan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti suhu, pH, dan cahaya. Praktikum ini akan mengam
Laporan Kimia Pangan ITP UNS Semester3 ZAT WARNA TANAMAN DAN HEWAN
1. ACARA V
ZAT WARNA TANAMAN DAN HEWAN
A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum acara V Zat Warna Tanaman dan Hewan adalah:
1. Untuk melihat pengaruh cara pemasakan, asam dan alkali terhadap warna
zat warna tanaman
2. Untuk mengetahui pengaruh pemanasan dan larutan curing terhadap zat
warna hewan
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Teori
Tanaman di lingkungan intensitas radiasi rendah akan teretiolasi dan
pertumbuhan memanjang lebih dominan. Selain itu, daun tanaman tampak
pucat karena kadar klorofil rendah. Klorofil terdapat di dalam kloropas yang
terbentuk dari proplastisida. Semua reaksi fotosintesis terjadi dalam
kloroplas yang mengandung semua pigmen fotosintetik dan 70-80% total
protein yang ada pada daun hijau. Magnesium (Mg) dan Nitrogen (N) ialah
penyusun klorofil, sehingga bila tanah kekurangan kedua unsur tersebut
mengakibatkan warna daun tanaman yang tumbuh ditempat menjadi pucat
(Pujiasmanto, 2010).
Zat warna alam (pigmen) adalah zat warna yang secara alami terdapat
dalam tanaman maupun hewan. Zat warna alam dapat dikelompokkan
sebagai warna hijau, kuning, dan merah. Di Indonesia, terdapat
kecenderungan penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk berbagai
bahan pangan, misalnya zat warna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk
mewarnai bahan makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena
adanya residu logam berat pada zat pewarna tersebut. Zat warna merah yang
banyak terdapat di alam dikelompokkan kedalam dua golongan yaitu
karotenoid dan antosianin. Antosianin tergolong pigmen yang disebut
flavonoid yang pada umumnya larut dalam air. Warna pigmen antosianin
2. berwarna merah, biru, violet dan biasanya dijumpai pada bunga, buahbuahan dan sayur-sayuran (Winarti dan Adurrozaq, 2010).
Klorofil adalah pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas.
Pada tumbuhan tingkat tinggi, kloroplas terutama terdapat pada jaringan
parenkim palisade dan parenkim spons daun. Dalam kloroplas, pigmen
utama klorofil serta karotenoid dan xantofil terdapat pada membran tilakoid.
Klorofil berasal dari proplastida yaitu plastida yang belum dewasa, kecil dan
hampir tidak berwarna dan sedikit atau tanpa membran dalam. Proplastida
membelah saat embrio berkembang, dan menjadi kloroplas ketika daun dan
batang terbentuk. Kloroplas terutama berfungsi adalah sebagai tempat
berlangsungnya fotosintesis. Pigmen-pigmen pada membran tilakoid akan
menyerap cahaya matahari atau sumber cahaya lainnya dan mengubah
energi cahaya tersebut menjadi energi kimia dalam bentuk adenosin trifosfat
(ATP) (Sumenda dkk, 2011).
Ada bentuk-bentuk yang berbeda dari klorofil. Klorofil a, kuning
kehijauan dalam larutan, adalah pigmen fotosintesis utama dalam tanaman
hijau untuk transfer energi cahaya untuk akseptor kimia. Cahaya yang
diserap menyediakan energi untuk fotosintesis. Sebuah daun hijau menyerap
cahaya biru (terutama pada 430nm) dan lampu merah (kebanyakan di 660
nm). Hal ini mencerminkan hijau panjang gelombang, muncul hijau untuk
mata manusia. Klorofil ditemukan dalam biru-hijau di beberapa ganggang
merah. Semua bentuk klorofil larut dalam minyak (Levent, 2011).
Klorofil (pigmen hijau), terdiri atas klorofil a dan b yang masingmasing terikat oleh protein, terusun dari cincin porifin (4 cincin pirol)
dengan pusat Mg dan rantai fitol (fitil alkohol) berupa rantai hidrokarbon
panjang. Karotenoid (pigmen merah-kuning) teridiri atas banyak jenis
namun hanya karoten lutein yang paling banyak di tumbuhan. Diantara 300400 molekul klorofil terdapat dua molekul klorofil utama yang tereksitasi
oleh cahaya dengan λ 680 nm dan λ 700 nm, molekul klorofil yang lain
berperan sebagai penangkap cahaya (maka dinamakan pigmen antena) yang
kemudian menyalurkan cahaya tersebut secara resonasi induktif ke pusat
3. reaksi. Elektron yang tereksitasi, ditrasnfer melalui serangkaian trasnpor
eleketron, sehingga energi cahaya diubah menjadi energi kimi ATP
(pembentukan ATP disebut fosforilasi). Sehubungan dengan fosforilasi
yang berjalan bila ada cahaya dalam proses fotosintesis, maka disebut
fosforilasi fotosintetik (Purnomo dkk, 2010).
Pigmen-pigmen fotosintetil termasuk klorofil hijau, karotenoid kuning
oranye dan fikobilin berwarna biru merah. Molekul-molekul klorofil a dan b
tampak serupa dengan sistem makrosiklik heme, tetapi cincinnya
sebenarnya berlainan sama sekali dari cincin porfirin. Lagipula ion logam
dalam klorofil adalah Mg2+ bukannya besi seperti dalam sistem-sistem
heme. Selain pigmen, satuan fotosintesis besisi komponen-komponen dari
kedua rantai transpor elektron. Rantai-rantai ini termasuk sitokrom dan
protein-protein bei non-heme (Page, 1985)
Karotenoid adalah keluarga senyawa berpigmen yang disintesis oleh
tanaman dan mikroorganisme tetapi tidak hewan. Mereka berlimpah dalam
buah-buahan berwarna kuning-oranye dan sayuran berdaun hijau gelap.
Buah dan sayuram merupakan sumber utama karotenoid dalam diet
manusia. Mereka paling banyak ditemui fatsoluble alami pigmen.
Karotenoid yang hadir dalam sebagai microcomponents dalam buah-buahan
dan sayuran memiliki warna oranye dan merah kuning. Karotenoid terdiri
dari struktur polyisoprenoid, rantai terkonjugasi panjang ikatan ganda dan
simetri bilateral dekat sekitar ikatan rangkap pusat sebagai fitur kimia
umum (Sahabi et al., 2012).
Kulit buah yang mentah dan berwarna merah dan berubah menjadi
ungu kehitaman pada waktu buah telah matang, menunjukkan kandungan
pigmen berwarna yaitu antosianin. Pigmen ini dapat memberikan warna
biru, ungu, violet dan merah pada bagian tertentu pada tanaman dan bersifat
larut dalam air. Antosianin telah digunakan secara luas untuk pewarna alami
untuk pangan. Antosianin termasuk kelompok flavonoid dari senyawa
polifenol dan merupakan glikosida dari turunan polihidroksi dan
polimetoksi dari kation 2-fenilbenzoprilium atau kation flavilium. Sebanyak
4. 258 antosianin telah ditemukan dalam buah, sayuran, dan biji-bijian. Sampai
sekarang telah dilaporkan lebih dari 500 antosianin berasal dari berbagai
tanaman (Sari dkk, 2009).
Antioksidan adalah penghambat proses oksidasi, bahkan pada
konsentrasi yang relatif kecil dan dengan demikian memiliki peran fisiologi
yang beragam dalam tubuh. Konstituen antioksidan tanaman bahan
bertindak sebagai pemulung radikal, dan membantu dalam mengkonversi
radikal untuk spesies yang kurang reaktif. Berbagai radikal bebas
antioksidan pemulungan ditemukan dalam sumber makanan seperti buahbuahan, sayuran dan teh. Pada tumbuhan dan hewan radikal bebas yang
dinonaktifkan oleh antioksidan. Antioksidan bertindak sebagai inhibitor dari
proses oksidasi, bahkan pada konsentrasi yang relatif kecil dan dengan
demikian
memiliki
peran
fisiologis
yang
beragam
dalam
tubuh
(Mandal et al., 2009).
Kebanyakan produk daging asinan berwarna merah muda dan warna
ini adalah warna yang diinginkan orang. Warna ini disebabkan oleh reaksireaksi ion nitrit dengan zat warna mioglobin
bereaksi dengan nitrogen oksida
nitrit mioglobin. Mioglobin
nitroso mioglobin senyawa, yang
selanjutnya mengalami perubahan oleh panas dan garam membentuk nitroso
myochromagen yang mempunyai warna merah muda yang stabil yang
merupakan ciri khas produk-produk daing asin. Pembentukan nitroso
mioglobin mudah terjadi pada pH rendah. Kalau jumlah nitrit berlebihan
akan terjadi warna hijau (choleglobin) dan warna coklat (metmyoglobin) ini
harus dihindari (Martini, 2011).
Terbentuknya warna coklat pada permukaan daging asap dapat
disebabkan beberapa hal yaitu, perubahan pigmen warna daging, reaksi
karamelisasi dan Mailard. Pada suhu dibawah denaturasi protein, terjadi
pembukaan grup hematin dari pigmen mioglobin dan bereaksi dengan
protein lain membentuk hemoprotein yang berwarna coklat pada daging
masak. Terjadinya reaksi Maillard yaitu reaksi yang melibatkan reaksi
kelompok asam amino bebas pada protein daging dengan kelompok
5. karbonil yang merupakan komponen utama dari asap kayu. Karbonil
merupakan komponen utama dari kayu, sedangkan reaksi karamelisasi
terjadi karena penambahan gula pada proses curing. Gula yang ditambahkan
ini dapat menyebabkan terjadinya reaksi Maillard (Suradi dkk, 2011).
Mioglobin adalah potein heme globular yang ditemukan di otot daging
hewan. Telah diketahui menjadi kontributor utama dengan warna otot,
tergantung pada keadaan redoks dan konsentrasi. Konsentrasi mioglobin
dipengaruhi oleh kedua genetika dan lingkungan. Mioglobin terdiri dari
rantai polipeptida tunggal, globin, yang terdiri dari 153 asam amino dan
prostetik heme kelompok, besi (II) protoporifirin-IX kompleks. Kelompok
ini memberikan hememioglobin dan turunannya warna khas mereka
(Chaijan, 2008).
Seperti halnya haemoglobin, mioglobin juga dapat membentuk
senyawa tambahan yang dapat bereaksi dengan oksigen dan mengakibatkan
perubahan warna. Meskipun oksimioglobin terjadi hanya pada permukaan
daging yang terkena udara, hal tersebut penting karena itulah warna yang
diinginkan pembeli, yaitu warna merah cerah. Tingkat kecerahan warna
ditentukan oleh tebalnya lapisan oksimioglobin dipermukaan atau “daerah”
oksigen. Bagian ini lebih banyak terjadi pada suhu rendah dan lebih kecil
pada suhu tinggi. Oleh karena itu daging menjadi lebih merah bila disimpan
di dalam lemari pendingin (didinginkan) karena meningkatnya daerah
oksigen. Hal yang sama akan terjadi jika daging segar dibungkus dalam
suatu lapisan tipis yang tidak tembus oksigen. Oksigen dalam bungkusan
akan habis karena adanya aktivitas biokimiawi dan mikroorganisme aerobik,
dan daging tersebut berubah warnanya menjadi ungu yang kurang menarik,
yang
merupakan
warna
dari
mioglobin
yang
telah
tereduksi
(Buckle dkk, 1985).
2. Tinjauan Bahan
Tomat mempunyai komposisi utama pembentuk rasa yaitu gula, asam
organik, asam amino bebas, dan garam, selain itu juga kaya akan vitamin A
dan C. Parameter kualitas tomat yang lain adalah warna, ukuran, bentuk,
6. firmness, vitamin, volatil material, serta tingkat kemasakan. Meskipun
parameter pertama yang dipertimbangkan oleh konsumen adalah tampilan
luar, kepuasan, dan keinginan untuk membeli kembali oleh konsumen
ditentukan oleh kualitas siap makannya (eating quality). Karotenoid adalah
senyawa yang bertanggung jawab atas warna merah, kuning, dan warna
oranye pada buah-buahan dan sayuran, dan juga ditemukan di banyak
sayuran berwarna hijau tua. Warna merah pada tomat terutama ditentukan
oleh karoten khususnya likopen. Karena selama pemasakan terjadi
perubahan warna yang disebabkan oleh degradasi klorofil dan pembentukan
karoten, maka terdapat hubungan yang erat antara warna dengan
peningkatan kadar gula, penurunan rasio asam malat dan asam sitrat, dan
penurunan keasaman total pada jaringan buah tomat yang terjadi selama
pemasakan (Masithoh dkk, 2013).
Baby buncis ialah sayuran polong yang cukup digemari masyarakat.
Berdasarkan statistik pertanian 2000 diketahui bahwa buncis termasuk
dalam 10 besar sayuran yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia, yaitu
sebesar 0,68 kg per kapita. Selain karena rasanya yang enak, buncis juga
memiliki kandungan gizi yang tinggi. Ashari (1995) menyatakan bahwa
kandungan gizi biji buncis dalam 100 gram ialah air sekitar 10 ml, protein
24 g, lemak 1,7 g, karbohidrat 57 g, serat 4 g, kalsium 110 mg dan besi 8
mg. Buncis juga memiliki kandungan zat-zat berkhasiat obat yang
bermanfaat bagi kesehatan. Misalnya, kandungan gum dan pektin dapat
menurunkan kadar gula darah, kandungan lignin berkhasiat untuk mencegah
kanker usus besar dan kanker payudara (Utami dkk, 2012).
Prospek pengembangan bawang merah sangat baik ditinjau dari
permintan yang terus meningkat sejalan meningkatnya jumlah penduduk.
Bawang merah (Allium cepa L. Aggregatum group) merupakan salah satu
komoditas hortikultura yang penting bagi masyarakat baik secara ekonomis
ataupun kandungan gizinya. Bawang merah biasanya digunakan sebagai
bumbu masak sehari-hari maupun obat tradisional. Permintaan bawang
merah semakin lama semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya
7. jumlah penduduk. Sejalan dengan permintaan bawang merah yang semakin
meningkat memberikan peluang untuk mengembangkan agribisnis bawang
merah sebagai salah satu komoditas hortikultura (Rajiman, 2009).
Salah satu sumber isolasi mikroba adalah bahan pangan asal hewani
yaitu daging dan susu. Daging merupakan makanan yang mengandung zatzat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Selain itu daging juga mempunyai
kekurangan yaitu bahan pang yang mudah rusak. Hal ini dikarenakan daging
mengandung sumber protein dan lemak sebagai sumber nutrisi bagi
perkembangbiakan
mengkontaminasi
mikroorganisme.
sayuran,
daging,
Beberapa
daging
yeast
unggas
dan
dapat
keju
(Putranto dkk, 2010).
Pada pemeriksaan polifenol deteksi dilakukan dengan menggunakan
pereaksi semprot FeCl3. Pereaksi semprot FeCl3 digunakan secara luas
untuk mengidentifikasi senyawa fenol, tetapi tidak dapat digunakan untuk
membedakan macam-macam golongannya. Adanya senyawa fenol dapat
ditunjukkan dengan pereaksi FeCl3 yang memberikan bercak warna biru
kehitaman, hijau atau biru kehijauan. Pada uji keberadaan polifenol, setelah
larutan ekstrak daun binahong ditambahakan dengan FeCl3, larutan
menunjukkan warna yang lebih tua yaitu hijau kebiruan. Perubahan warna
menjadi lebih tua ini menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat dau binahong
positif mengandung polifenol (Wardhani dan Nanik, 2012).
Asam asetat merupakan salah satu produk industri yang banyak
dibutuhkan di Indonesia. Asam asetat dapat dibuat dari substrat yang
mengandung etanol, yang dapat diperoleh dari berbagai macam bahan
seperti buah-buahan, kulit nanas, pulp kopi, dan air kelapa. Tersedianya air
kelapa dalam jumlah besar di Indonesia, yaitu lebih dari 900 juta liter per
tahun merupakan potensi yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Saat
ini pemanfaatan air kelap belum optimal, selain sebagai bahan baku nata
decoco, air kelapa dapat dibuat cuka secara tradisional oleh masyarakat.
Pemanfaatan sebagai substrat produksi asam asetat perlu dilakukan dan
perlu dicari sistem yang effisien sehingga dapat menangani dalam jumlah
8. limbah yang besar. Pembuatan asam asetat dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu secara sintesis/khemis dan secar mikrobiologis atau fermentasi, namun
demikian cara fermentasi lebih disukai, karena lebih murah, lebih praktis
dan resiko kegagalan relatif lebih kecil (Nurika dan Nur, 2001).
Talas yang dipanaskan selama 60 menit dari suhu 30-60○C dapat
menurunkan 84,36 % dari kadar awalnya. Penurunan dengan penambahan
NaHCO3 tidak memberikan kadar oksalat yang cukup besar. Makin besar
konsentrasi NaHCO3 maka makin besar juga kadar kalsium oksalat yang
diturunkan. Walaupun penurunan ini lebih kecil dibanding dengan
pemanasan. Penambahan NaHCO3 hanya dapat menurunkan kalsium oksalat
rata-rata sebesar 3,4% (Maulina dkk, 2012).
Larutan MgCl2 dibuat dari serbuk Mg yang dilarutkan dalam HCl (12
Molar). Larutan MgCl2 divariasikan konsentrasinya dengan memvariasikan
massa Mg yaitu 1, 2, dan 3 gram. Kedua larutan kemudian diaduk selama 30
menit dengan hot plate strirrer. Selanjutnya dilakukan proses karbonasi
dengan laju aliran 3 SCFH (1,41 ltr/mnt) sambil ditetesi dengan NH 4OH
sampai pH mencapai 7. Selama proses karbonasi temperatur karbonasi
dijaga konstan dan diaduk menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan
konstan. Larutan disaring menggunakan kertas saring kemudian endapan
dikeringkan pada temperatur 80○C selama kurang lebih 24 jam.
Karakterisasi sampel serbuk yang dilakukan adalah menggunakan X-Ray
Diffraction (XRD) dan mikroskop optik (Apriliani dkk, 2012).
C. Metodologi
1. Alat
a. Kompor
b. Panci
c. Neraca/timbangan
d. Gelas beker
e. Gelas ukur
f.
Tabung reaksi
9. g. Pengaduk kaca
h. Penjepit tabung
i.
Pisau
j.
pH meter
k. Pipet tetes
l.
Pipet volume
m. Rak tabung
2. Bahan
a. Tomat
b. Buncis
c. Bawang merah
d. Daging Sapi
e. Larutan FeCl3 50 ppm Fe
f. Asam cuka 95 %
g. NaHCO3 kristal
h. Larutan MgCl2 50 ppm Mg
i. NaNo3
j. NaNO2
k. Asam askorbat
l. Aquades
m. Air ledeng
10. 3. Cara kerja
a. Pengaruh beberapa perlakuan terhadap zat warna buah/sayuran
Tomat, buncis dan bawang merah 25 gr
Dipotong kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam 6 gelas beaker untuk setiap
macam bahan
Diisi dengan
50 ml
air
leding
dalam
keadaa
n
terbuka
(beaker
1)
50 ml
air
leding
dalam
keadaa
n
tertutu
p
(beaker
2)
0,5 g
NaHC
O3 + 50
ml air
leding
(beaker
3)
25 ml
FeCl3
50 ppm
(beaker
4)
25 ml
MgCl2
50
ppm
(beake
r 5)
Diukur pH setiap bahan yang ada pada gelas beaker
Dilakukan pemanasan selama 15 menit
Diamati perubahan warna dan Ph setelah pemanasan
2,5
asam
cuka
95% +
air
leding
50 ml
(beaker
6)
11. b. Zat warna pada daging
1. Tanpa curing
Daging
Diiris menggunakan pisau menjadi dua bagian
Diamati warnanya
Dibiarkan di udara
terbuka
Dipanaskan
dengan aquades
Diamati perubahan warna setelah 10, 20 dan 30 menit
12. 2. Dengan curing
Daging
Dicacah sampai halus dengan pisau
Dimasukkan ke dalam 4 tabung reaksi
Dimasukkan larutan curing kedalamnya sampai daging
terendam
0,1 gr
NaNO3 + 0,1
gr NaNO2 +
0,05 gr Vit C
+ aquades
100 ml
0,2 gr
NaNO3 +
aquades
100 ml
0,2 gr
NaNO3 +
aquades
100 ml
Ditambahkan 3 tetes asam cuka 95% dan diaduk
Dipanaskan pelan-pelan sampai mendidih
Diamati perubahan warna yang terjadi
0,2 gr Vit
C+
aquades
100 ml
13. D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 5.1 Pengaruh Beberapa Perlakuan terhadap Zat Warna Tomat
Kel
Perlakuan
Sebelum Pemanasan
Sesudah Pemanasan
Warna
pH
Warna
pH
Larutan
Larutan
1
Tomat + air
Bening
5,21
Kuning
6,53
ledeng 50 ml
kemerahan
(pemanasan
terbuka)
2
Tomat + air
Bening
5,21
Orange
4,22
ledeng 50 ml
bening
(pemanasan
tertutup)
3
Tomat +air
Bening
8,55
Orange
8,83
ledeng 50 ml +
kuning
NaHCO3
4
Tomat + FeCl3
Bening
4,25
Orange
4,23
50 ppm 25 ml
keruh
5
Tomat +
Bening
4,18
Orange
4,17
MgCl3 50 ppm
bening
25 ml
6 Tomat + 2,5 ml
Orange
2,98
Orange tua
3,16
asam cuka 95%
muda
+ 50 ml air
ledeng
Sumber: Laporan Sementara
Warna bahan pangan dari makanan dapat disebabkan oleh beberapa
sumber, dan salah satu yang terpenting disebabkan oleh pigmen yang ada
dalam bahan nabati atau bahan hewani. Sebagai contoh misalnya klorofil yang
memberikan warna hijau pada daun selada atau buncis, karoten yang
memberikan warna jingga pada wortel dan tomat, antosianin memberikan
warna ungu pada bit dan bawang merah, dan mioglobin yang memberikan
warna merah pada daging. Kualitas sayur dan buah ditentukan antara lain oleh
pigmen. Pigmen merupakan suatu zat yang dapat menentukan derajat
kematangan atau kesegaran indikator baik atau tidaknya proses pengolahan
mempengaruhi proses terhadap flavour dan juga memberikan nilai gizi seperti
karotenoid. Pigmen sayur dan buah dapat mengalami perubahan karena
berbagai perlakuan yang diberikan dalam proses pengolahan suatu bahan
pangan atau penambahan zat kimia lain. Pada praktikum zat warna pada
14. tanaman dilakukan pengamatan terhadap perubahan pigmen pada beberapa
jenis sayur dan buah sebagai akibat dari berbagai perlakuan, yakni dengan
pemasakan dan dengan perendaman dalam larutan asam, basa, dan garam.
Pada praktikum zat warna tanaman untuk melihat pengaruh penambahan
asam, basa dan ion terhadap pigmen tanaman sampel yang digunakan adalah
buncis, tomat, dan bawang merah. Tomat merupakan buah-buahan, sehingga
ditemukan zat warna merah pada tomat. Oleh karena itu, zat warna pada tomat
tergolong pada pigmen karoten. Karena menurut Masithoh dkk (2013),
karotenoid adalah senyawa yang bertanggung jawab atas warna merah, kuning,
dan warna oranye pada buah-buahan dan sayuran, dan juga ditemukan di
banyak sayuran berwarna hijau tua. Warna merah pada tomat terutama
ditentukan oleh karoten khususnya likopen.
Pada sampel tomat yang telah diiris-iris kemudian ditambahkan air
ledeng 50 ml, sebelum pemanasan diukur pH 5,21 dan berwarna bening pada
larutannya. Setelah diberi perlakuan pemanasan dengan terbuka kemudian
diukur lagi pH nya menggunakan pH meter yaitu 6,53 dengan warna kuning
kemerahan. Sampel tomat yang ditambahkan air ledeng 50 ml diukur pHnya
sebelum pemanasan yaitu 5,21 dan bewarna bening. Setelah diberi perlakuan
pemanasan dengan tertutup kemudian diukur pHnya menjadi 4,22 dan
berwarna orange bening. Sampel tomat yang telah diiris-iris diberikan
penambahan air ledeng 50 ml dan NaHCO 3 0,5 gram diukur pH nya 8,55 dan
berwarna bening. Setelah dilakukan pemanasan, warna menjadi orang kuning
dan pHnya 8,83.
Sampel tomat yang telah diiris-iris kemudian ditambahkan 25 ml FeCl3
50 ppm diukur pHnya 4,25 dan berwarna bening. Kemudian diberi perlakuan
panas dengan memanaskan di dalam panci diatas kompor yang terisi air, diukur
pH setelah pemanasan yaitu 4,23 dan berwarna orange keruh. Sampel tomat
yang telah diiris-iris kemudian ditambahkan 25 ml MgCl 3 50 ppm diukur
pHnya 4,18 dan berwarna bening. Setelah dilakukan pemanasan, sampel tomat
memiliki pH 4,17 dan berwarna orange bening. Sampel tomat yang telah diirisiris kemudian ditambahkan 2,5 ml asam cuka 95 % dan 50 ml air ledeng diukur
15. pHnya 2,98 dan berwarna orange muda. Setelah dilakukan pemanasan, diukur
ulang pHnya menjadi 3,16 dan berwarna orange tua.
Pada sampel tomat yang mengandung pigmen karotenoid yang ditambah
dengan air ledeng, warna bahan sebelum dan sesudah pemanasan tidak terlalu
berbeda dan warna larutan berubah menjadi agak kuning keruh. Hal ini
menandakan bahwa zat warna karotenoid mengalami oksidasi. Sesuai dengan
teori Wulan (2001), reaksi oksidasi terjadi karena pada pengeringan terutama
pemanasan, bahan dibiarkan kontak dengan udara serta pengeringan. Selain itu
sinar matahari turut mengkatalisa terjadinya reaksi ini. Turunnya aktivitas air
akibat pengeringan juga menyebabkan terjadinya degradasi β-karoten. Dari
hasil praktikum didapatkan warna pada tomat setelah dilakukan pemanasan
tertutup menjadi orange bening dan tomatnya menjadi merah pucat hal ini
disebabkan karena pigmen bereaksi dengan panas, dan pigmen larut dalam air.
Untuk warna tomat pada pemanasan tertutup lebih merah dibandingkan dengan
pemanasan terbuka, sebab dengan pemanasan tertutup dapat mempertahankan
warna dari buah yang mana air yang menguap lebih sedikit dan ini
mempengaruhi warna pada buah tomat. Hal ini sudah sesuai dengan teori Nur
(2012), bahwa pemanasan tertutup lebih baik dibandingkan dengan pemanasan
terbuka.
Pada sampel tomat dengan penambahan asam yaitu NaHCO3 dan asam
cuka, warna akhir bahan secara berturut-turut orange kuning dan orange tua
dari warna awal bening dan orange muda. Hal ini tidak sesuai dengan teori dari
Nur (2012), yaitu apabila tomat diberi penambahan asam yaitu NaHCO 3 dan
asam cuka, warna akhir bahan adalah orange muda dari warna awal orange
segar. pH sebelum dan pemanasan pada perlakuan asam dapat dilihat terjadi
kenaikan pH, pada NaHCO3 sebelum pemanasan 8,55 dan setelah pemanasan
8,83 dan asam cuka sebelum pemanasan 2,98 dan setelah pemanasan 3,16.
Karena pada keadaan asam, warna karotenoid juga akan lebih terjaga atau
dapat menaikkan intensitas warna karotenoid. Penyimpangan ini dapat terjadi
karena larutan yang ditambahkan mungkin terlalu banyak atau mungkin kurang
16. dari yang seharusnya ditakarkan serta pembacaan warna setelah dipanaskan
menurut orang berbeda-beda.
Tetapi dibandingkan dengan karotenoid dalam keadaan basa, intensitas
kenaikan warna akan lebih besar dalam keadaan alkali atau basa. Dibuktikan
dengan pada sampel tomat dengan penambahan alkali atau basa yaitu FeCl3
dan MgCl2, warna akhir tomat orange keruh dan orange bening. Dan pH
mengalami penurunan FeCl3 dari pH 4,25 menjadi 4,23 dan MgCl2 dari 4,18
menjadi 4,17. Hal ini tidak sesuai dengan teori Sahabi et al., (2012), bahwa
penambahan basa warna setelah pemanasan menjadi lebih orange (orange
cerah) dibanding dengan warna awal yaitu orange pucat. Hal ini disebabkan
karena larutan yang ditambahkan mungkin terlalu banyak atau mungkin kurang
dari yang seharusnya ditakarkan serta pembacaan warna setelah dipanaskan
menurut orang berbeda-beda. Maka dapat dikatakan bahwa pada keadaan alkali
atau basa, intensitas warna karotenoid akan lebih orange atau dapat
mempertahankan warna orange. Menurut Gardjito, dkk, (2003), perlakuan
setelah pemanasan kareotenoid memiliki warna bahan pada kontrol, asam,
alkali, ion Fe3+, ion Mg2+ yang umumnya menjadi lebih orange dengan
intensitas yang berbeda – beda. Intensitas karoten (orange) yang lebih akan
tebentuk dalam keadaan alkali atau dengan penambahan alkali.
17. Tabel 5.2 Pengaruh Perlakuan terhadap Zat Warna Buncis
Kel
Perlakuan
Sebelum Pemanasan
Sesudah Pemanasan
Warna
pH
Warna
pH
Larutan
Larutan
1
Buncis + air
Bening
7,2
Hijau
7,32
ledeng 50 ml
kuning
(pemanasan
keruh
terbuka)
2
Buncis + air
Bening
7,2
Kuning
7,81
ledeng 50 ml
kehijauan
(pemanasan
tertutup)
3
Buncis +air
Bening
8,50
Hijau
9,26
ledeng 50 ml +
bening
NaHCO3
4
Buncis + FeCl3
Bening
5,45
Bening
5,83
50 ppm 25 ml
kehijauan
5
Buncis + MgCl3
Bening
5,95
Putih keruh
6,18
50 ppm 25 ml
6
Buncis + 2,5 ml
Bening
2,69
Hijau
3,08
asam cuka 95% + kehijauan
keruh
50 ml air ledeng
Sumber: Laporan Sementara
Pada sampel buncis dapat diketahui bahwa memiliki pigmen klorofil.
Klorofil adalah pigmen fotosintesis yang terdapat dalam tumbuhan menyerap
cahaya merah, biru dan ungu, serta merefleksikan cahaya hijau. Klorofil
tersusun dari khorophil a dan b dengan perbandingan 3:1. Pada sampel buncis
dengan penambahan air ledeng 50 ml kemudian dipanaskan secara terbuka dan
tertutup, pada sampel 1 pH awal 7,2 menjadi 7,32; pada sampel 2 pH awal 7,2
menjadi 7,81; pada sampel 3 pH awal 8,50 menjadi 9,26; pada sampel 4 pH
awal 5,45 menjadi 5,83; pada sampel 5 pH awal 5,95 menjadi 6,18 dan pada
sampel ke 6 pH awal 2,69 menjadi 3,08. Terlihat bahwa warna bahan dan
warna larutan tiap beker glass berbeda, selain itu nilai pH pada masing-masing
perlakuan sebelum dan sesudah pemanasan berubah. Warna sampel awal
sebelum pemanasan pada sampel 1-5 bening dan sampel 6 bening kehijauan,
setelah pemanasan warna beruturut-turut hijau kuning keruh, kuning kehijauan,
hijau bening, bening kehijauan, putih keruh, dan hijau keruh.
18. Diketahui bahwa warna buncis awal yaitu hijau segar dan kemudian
menjadi hijau muda atau layu, hal tersebut sesuai dengan teori Purnomo dkk,
(2010), karena klorofil dalam buncis yang masih hidup berikatan dengan
protein, namun setelah proses pemanasan proteinnya terdenaturasi dan klorofil
dilepaskan, sehingga dapat juga berpengaruh pada warna larutan yang menjadi
tidak sebening sebelum proses pemanasan dan karena protein terdenaturasi.
Pada penambahan aquades pada buncis, terdapat perubahan warna dari hijau
segar dengan warna larutan bening menjadi warna hijau yang mulai memudar
dan warna larutan agak keruh. Hal tersebut menandakan bahwa klorofil larut
dalam air, sesuai teori dari Page et al., (2010), bahwa pH awal sebelum
dilakukan pamanasan lebih kecil dibandingkan pH setelah pemanasan. Hal ini
telah sesuai dengan sampel ke 1 sampai sampel ke 6.
Dari data diata dapat disimpulkan bahwa pH sebelum dilakukan
pemanasan terbuka dengan pH setelah dilakukan pemanasan terbuka
mengalami kenaikan, dan warna bahan sebelum dilakukan perlakuan lebih
hijau dibandingkan dengan warna yang dihasilkan setelah dilakukan perlakuan.
Ini disebabkan karena senyawa organik asam akan keluar dan atom hidrogen
menggantikan posisi magnesium sehingga menghasilkan feofitin. Selanjutnya,
senyawa bebas magnesium feofitin a yang merupakan pigmen hijau keabuabuan, dan feofitin b yang merupakan pigmen hijau olive terbentuk. Pemasakan
produk secara terbuka pada tiga menit awal menyebabkan lepasnya senyawa
plant acid yang bersifat volatil yang bila diendapkan dalam kuah akan
menyebabkan reaksi pemindahan magnesium (Vacklavik, 2008) sehingga
warna bahan sebelum dilakukan pemanasan lebih hijau. Hasil akhir percobaan
tidak menyimpang jika dibandingkan dengan teori yang menyatakan bahwa
pada perlakuan pemanasan terbuka asam-asam yang dihasilkan dari buncis
dapat teruapkan keluar dan warna hijau dapat lebih dipertahankan. Secara teori
Vacklavik (2008) bahan lebih dapat mempertahankan warnanya pada
pemanasan terbuka, karena pada pemanasan terbuka uap air akan bebas ke
udara sehingga tidak akan berpengaruh lagi pada proses pemanasan.
19. Pada penambahan NaHCO3 setelah pemanasan hijau bening, hal ini tidak
sesuai dengan teori Nur (2012), dengan penambahan larutan yang bersifat
asam, perubahan yang terjadi yaitu warna larutan akan semakin keruh atau
coklat bahkan pada warna bahan juga berubah menjadi coklat. Hal tersebut
terjadi karena klorofil yang berwarna hijau dapat berubah menjadi hijau
kecoklatan dan mungkin berubah menjadi coklat akibat subtitusi magnesium
oleh hidrogen membentuk feofitin chlorofil yang kehilangan magnesium.
Penyimpangan ini terjadi karena pada praktikum ini tidaklah begitu terlihat
adanya perubahan warna menjadi coklat, hal tersebut terjadi karena proses
pemanasan praktikum ini hanya 15 menit atau hingga larutan mendidih, sebab
jika terlalu lama pemanasan larutan akan menguap karena jumlah air dalam
larutan hanya sedikit.
Pada pemanasan tertutup, pemanasan mengakibatkan atom H tidak
menguap tetapi kembali lagi ke dalam bahan karena adanya penutup
menyebabkan atom H tidak bisa keluar. Atom H akan menggantikan posisi Mg
pada inti klorofil sehingga warna yang dihasilkan akan menjadi lebih pucat.
Hal ini berkebalikan dengan pemanasan terbuka, dimana atom H-nya dapat
terlepas bebas sehingga Mg tetap berada pada inti klorofil. Sehingga warna
hijau buncis pada pemanasan terbuka intensitasnya lebih tinggi dibandingkan
dengan pemanasan tertutup. Untuk warna larutan akhir pada proses pemanasan
secara tertutup ternyata lebih keruh dibanding dengan pemanasan secara
terbuka. Hal ini disebabkan karena ketika sayuran hijau dipanaskan, air akan
keluar dari dalam sel dan menghasilkan warna hijau muda. Senyawa organik
asam akan keluar dan atom hidrogen menggantikan posisi magnesium sehingga
menghasilkan feofitin. Selanjutnya, senyawa bebas magnesium feofitin a yang
merupakan pigmen hijau keabu-abuan, dan feofitin b yang merupakan pigmen
hijau olive terbentuk (Nur, 2012). Hasil akhir pemanasan telah sesuai dengan
teori Nur (2012), yaitu warna larutan akhir pada proses pemanasan secara
tertutup ternyata lebih keruh dibanding dengan pemanasan secara terbuka.
Klorofil sifatnya sangat labil dan mudah berubah. Ion Mg yang terdapat
dalam klorofil mudah diganti oleh ion H sehingga berubah menjadi pheophitin
20. (feofitin) yang warnanya coklat. Tetapi klorofil stabil dalam suasana basa. Pada
penambahan dengan asam cuka, warna awal bahan yaitu hijau segar dengan
warna larutan bening dan setelah dilakukan pemanasan warna bahan berubah
menjadi hijau layu dengan warna larutan keruh. Reaksi tersebut berjalan cepat
pada larutan yang bersifat asam.
Tabel 5.3 Pengaruh Perlakuan terhadap Zat Warna Bawang Merah
Kel
Perlakuan
Sebelum Pemanasan
Sesudah Pemanasan
Warna
pH
Warna
Ph
Larutan
Larutan
1
Bawang merah +
Bening
7,41
Kuning
7,43
air ledeng 50 ml
keruh
(pemanasan
terbuka)
2
Bawang merah +
Bening
7,41
Putih keruh
7,20
air ledeng 50 ml
(pemanasan
tertutup)
3
Bawang merah
Putih keruh
8,73
Hijau
9,18
+air ledeng 50 ml
keruh
+ NaCO3
4
Bawang merah +
Bening
4,93
Putih keruh
5,39
FeCl3 50 ppm 25
ml
5
Bawang merah +
Bening
5,52
Bening
5,67
MgCl3 50 ppm
kecoklatan
25 ml
6
Bawang merah +
Bening
2,7
Ungu
3,12
2,5 ml asam cuka keunguan
kemerahan
95% + 50 ml air
ledeng
Sumber: Laporan Sementara
Pada pengamatan pigmen pada bawang merah, hasil yang didapatkan
sebelum dilakukan perlakuan pemanasan terbuka adalah pH awal 7,41 dan
warna larutan bening. Setelah dilakukan pemanasan terbuka didapatkan hasil
dengan pH 7,43 dan warna larutan kuning keruh. Pada bawang merah pigmen
yang dominan adalah antosianin jenis cyanidin. Antosianin merupakan zat
warna yang berperan memberikan warna merah berpotensi menjadi pewarna
alami untuk pangan dan dapat dijadikan alternatif pengganti pewarna sintetis
yang lebih aman bagi kesehatan. Antosianin adalah kelompok pigmen yang
21. berwarna
merah
sampai
biru
yang
tersebar
dalam
tanaman
(Handayani dan Rahmawati, 2012). Hasil praktikum pada pemanasan terbuka
mengalami perubahan warna menjadi lebih pucat (putih) karena pigmen ini
peka terhadap panas dan dapat terdegradasi oleh panas. Warna larutan yang
menjadi kuning keruh disebabkan karena degradasi antosianin dipercepat
dengan adanya oksigen dan asam-asam organik yang dibebaskan selama
pemanasan, tidak keluar dari sistem dan kembali, lalu bereaksi mendegradasi
pigmen antosianin pada bahan. Pigmen yang ada pada bawang merah larut
dalam air dan pada pemanasan terbuka air menguap keluar sistem sehingga
warna larutan menjadi lebih keruh. Selain itu, pigmen antosianin yang ada pada
bahan bersifat larut dalam air, sehingga ikut teruapkan. Pada beberapa buahbuahan dan sayuran serta bunga memperlihatkan warna-warna yang menarik
yang mereka miliki termasuk komponen warna yang bersifat larut dalam air
dan terdapat dalam cairan sel tumbuhan (Handayani dan Rahmawati, 2012).
Pada pemanasan tertutup air tidak menguap ke luar sistem sehingga
warna larutan menjadi putih keruh. Pigmen antosianin yang telah terdegradasi
oleh panas tidak keluar dari sistem karena sistem dalam keadaan tertutup. pH
awal sebelum pemanasan 7,41 dan warna larutannya bening. Setelah dilakukan
pemanasan tertutup, pH turun menjadi 7,20 dan warna larutan menjadi putih
keruh. Proses pemanasan terbuka harusnya lebih menghasilkan warna larutan
yang lebih keruh dibanding dengan warna larutan saat perlakuan pemanasan
tertutup.
Untuk pH setelah pemanasan mengalami kenaikan, kenaikan ini
disebabkan karena asam-asam organik menguap sehingga membebaskan atom
H, hal inilah yang menyebabkan pH bahan menjadi naik. Pada pemanasan
terbuka, pH setelah pemanasan mengalami kenaikan. Hal ini sudah sesuai teori
Nur (2012), yaitu warna larutan akhir pada proses pemanasan secara tertutup
ternyata lebih keruh dibanding dengan pemanasan secara terbuka. Namun pada
pemanasan tertutup pH setelah pemanasan malah mengalami penurunan. Hal
ini tidak sesuai dengan teori Nur (2012). Penyimpangan ini mungkin terjadi
karena kurangnya ketelitian saat mengukur pH awal bahan dengan pH meter.
22. Perubahan yang terjadi pada pigmen yang terkandung di dalam bahan pangan
dan diberikan beberapa perlakuan khusus, dikarenakan sifat pigmen yang
mudah terpengaruh oleh perlakuan tertentu seperti pemberian perlakuan panas
dan penambahan asam, basa, dan logam. Perubahan yang terjadi dapat
menguntungkan dapat pula merugikan.
Warna dan stabilitas antosianin pada larutan sangat tergantung pada pH.
Antosianin paling stabil pada pH rendah dan perlahan kehilangan warnanya
seiring dengan peningkatan pH dan menjadi hampir tak berwarna pada pH 4,0
sampai 5,0. Menurut Rein (2005), antosianin lebih stabil pada larutan asam
daripada pada larutan netral atau alkali. Pada sampel bawang merah yang
ditambahkan air leding 50 ml dan NaHCO3, warna awal larutan putih keruh
dengan pH 8,73. Setelah dilakukan pemanasan, warna larutan berubah menjadi
hijau keruh dengan pH yang naik menjadi 9,18. Pada kondisi ini pH antosianin
basa dan tidak stabil. Seharusnya warna yang dihasilkan adalah violet
kemudian berubah menjaid biru. Menurut Winarno (2004) pada pH rendah
(asam) pigmen berubah menjadi merah dan pada pH tinggi pigmen antosianin
berubah menjadi violet dan kemudian menjadi biru. Penambahan pH oleh
NaHCO3 mungkin kurang tinggi untuk merubah warnanya menjadi violet
sehingga yang terjadi hanya perubahan warna hijau.
Pada sampel bawang merah yang ditambahkan larutan FeCl3 50 ppm
sebanyak 25 ml, warna awal larutan bening dengan pH awal 4,93. Setelah
dilakukan pemanasan, warnanya berubah menjadi putih keruh dengan pH 5,39.
Pada sampel bawang merah yang ditambahkan larutan MgCl 2 50 ppm
sebanyak 25 ml, warna awal larutan bening dengan pH 5,52 dan setelah
dilakukan pemanasan warnanya berubah menjadi bening kecoklatan dan
mengalami kenaikan pH menjadi 5,67. Pada penambahan FeCl3 dan MgCl2
terbentuk ko-pigmentasi karena logam bervalensi dua atau tiga mampu
membentuk senyawa kompleks yang menyebabkan antosianin lebih stabil
namun tetap lebih stabil pada kondisi asam.
Pada sampel bawang merah dengan penambahan asam cuka 95%
sebanyak 2,5 ml, warna awal larutannya adalah bening keunguan pH 2,7 dan
23. setelah dilakukan pemanasan warna larutannya berubah menjadi ungu
kemerahan dengan pH 3,12. Hasil dari praktikum pada sampel bawang merah
yang ditambahkan asam cuka 95% sudah sesuai teori karena pada keadaan
asam, antosianin lebih stabil dengan warna larutan ungu. pH juga mengalami
kenaikan setelah pemanasan dari 2,7 menjadi 3,12 yang menandakan asamasam organik menguap sehingga membebaskan atom H dan menyebabkan pH
menjadi naik.
24. Tabel 5.4 Pengaruh Beberapa Perlakuan tehadap Zat Warna Hewan
K Perlakuan
Sebelum Perlakuan
Sesudah Perlakuan
el
0’
10’ 20’ 30’
0’
10’
20’
30’
1 Pemanasa Merah Merah Merah Merah Mera
n dengan
segar
pucat
muda muda
h
curing IV
pucat muda
pucat
2 Pemanasa Merah Merah Merah Cokla Cokla
n dengan
segar
pucat
muda
t
t
curing III
pucat pucat pucat
3 Pemanasa Merah Merah Merah Cokla Cokla
n dengan
segar
pucat
muda
t
t
curing II
pucat pucat pucat
4 Pemanasa Merah Merah Merah Cokla Cokla
n dengan
segar
pucat
muda
t
t
curing I
pucat pucat pucat
5 Pemanasa Merah Merah Abu – Abu- Abun dengan
segar
pucat
abu
abu
abu
aquades
pucat pucat
6 Dibiarkan Merah Me Me Me
diudara
segar rah rah rah
terbuka
aga aga aga
k
k
k
gel gel gel
ap ap ap
Sumber: Laporan Sementara
Dalam daging segar dan dengan adanya oksigen, terdapat suatu sistem
dinamik yang terdiri atas tiga pigmen, oksimyoglobin, myoglobin dan met
myoglobin. Oksimyoglobin merupakan kompleks kovalen besi (II) myoglobin
dan oksigen. Oksimyoglobin dan myoglobin berada dalam kesetimbangan
oksigen, oleh karena itu nisbah pigmen bergantung pada tekanan oksigen.
Bentuk myoglobin yang teroksidasi adalah metmyoglobin yang tak dapat
mengikat oksigen. Dalam daging terjadi oksidasi pigmen hem secara lambat
dan terus-menerus menjadi metmyoglobin. Senyawa yang mereduksi dalam
jaringan mereduksi metmyoglobin menjadi bentuk besi (II).
Pada praktikum yang telah dilakukan, warna daging segar yang awalnya
merah segar, saat dibiarkan di udara terbuka selama 10, 20 dan 30 menit,
warnanya menjadi merah agak gelap. Hal ini disebabkan adanya reaksi
oksidasi oleh O2 di udara. Dalam daging segar yang terkena udara bebas,
25. menunjukkan warna merah murup oksimyoglobin pada permukaan. Di bagian
dalam, myoglobin berada dalam keadaan tereduksi dan daging berwarna
lembayung gelap. Selama ada senyawa yang mereduksi dalam daging,
myoglobin akan tetap berada dalam bentuk tereduksi. Jika senyawa yang
mereduksi habis, warna cokelat metmyoglobin akan menonjol (Deman, 1979).
Hasil praktikum sudah sesuai dengan teori Deman (1979).
Pada perlakuan pemanasan dengan aquades, warna daging semula merah
segar namun berubah menjadi merah pucat saat ditambah aquades. Setelah
dipanaskan selama 10 menit, warnanya menjadi abu-abu. Warna abu-abunya
semakin pucat pada waktu pemanasan 20 dan 30 menit. Ketika daging segar
mengalami pemanasan, protein dari pigmennya mengalami denaturasi dan juga
memproduksi warna coklat. Daging yang baik adalah daging yang banyak
terdenaturasi dan tetap berwarna merah selama dilakukan pemanasan. Warna
dari pigmen ini berubah, beberapa dapat kembali lagi (reversible), yang
disebabkan oleh oksigen, asam dari daging, kontak dengan cahaya, dan
kombinasinya menentukan warna pigmen yang dominan. Hasil praktikum
belum sesuai dengan teori Deman (1979), karena warna yang dihasilkan
seharusnya coklat, namun yang didapat dari praktikum warnanya adalah abuabu. Penyimpangan ini mungkin disebabkan karena adanya kesalahan
praktikan saat melakukan perlakuan.
Pada awalnya warna daging merah segar. Pada pemanasan dengan
pemberian curing IV (0,2 gr Vit C + 100 ml aquades) warna daging menjadi
merah pucat pada menit ke 0. Namun pada pemanasan selama 10 menit warna
daging berubah menjadi merah muda. Kemudian pada pemanasan 20 dan 30
menit warna daging menjadi merah muda pucat. Selanjutnya pada pemanasan
dengan pemberian curing III (0,2 gr NaNO2 + 100 ml aquades), pemberian
curing II (0,2 gr NaNO3 + 100 ml aquades), dan pemberian curing I (0,1 gr
NaNO3 + 0,1 gr NaNO2 + 0,05 gr Vit C + aquades 100 ml), warna daging
menjadi merah pucat pada menit ke 0. Pada pemanasan 10 menit warnanya
menjadi merah muda pucat dan lama-lama pada pemanasan selama 20 dan 30
menit warnanya menjadi coklat pucat. Seharusnya pada perlakuan pemanasan
26. dengan curing I, II, III, IV warna daging menjadi merah muda karena curing
bersifat mengawetkan warna daging agar tetap terlihat menarik. Menurut
Buckle (1987), mioglobin bereaksi degan nitrogen oksidasi menghasilkan
senyawa nitroso-mioglobin, yang selanjutnya mengalami perubahan oleh panas
dan garam membentuk nitroso-myochromagen yang mempunyai warna merah
muda yang relatif stabil.
Dari semua perlakuan curing yang diberikan pada daging, kualitas daging
yang paling bagus adalah pada saat perlakuan dengan curing I (0,1 gr NaNO 3 +
0,1 gr NaNO2 + 0,05 gr Vit C + aquades 100 ml). Hal ini dikarenakan
kombinasi dari bahan curing yang digunakan pas dan sesuai antara satu sama
lain sehingga bahan yang satu dapat menutupi kekurangan bahan lainnya.
Penambahan nitrit pada daging olahan terutama bertujuan untuk memberi
warna merah muda yang menarik. Perubahan warna secara kimia sangat
kompleks. Pigmen dalam otot daging terdiri dari protein yang disebut
mioglobin. Mioglobin dengan oksigen akan membentuk oksimioglobin yang
berwarna merah terang. Warna merah terang dari oksimioglobin tidak stabil,
dan dengan oksidasi berlebihan akan berubah menjadi metmioglobin yang
berwarna coklat. Tetapi yang mengalami penambahan nitrit akan tetap
berwarna merah menurut Winarno (1980).
Nitrit berperanan sebagai pengawet dan stabilisator warna daging curing.
Sebagai pengawet nitrit merupakan anti botulisme (mencegah germinasi
Sporobotulinum). Menurut Winarno (2002) nitrit dapat mencegah pertumbuhan
mikrobia yang mekanismenya belum diketahui, tetapi diduga bahwa nitrit
bereaksi dengan gugus sulfihidril dan membentuk senyawa yang tidak dapat
dimetabolisme oleh mikrobia dalam keadaan anaerob. Selain itu dijelaskan
Sofos and Busta (1980), bahwa peranan nitrit yaitu sebagai antioksidan yang
dapat menghambat oksidasi lemak. Akan tetapi disamping menghasilkan
perubahan-perubahan
yang
menguntungkan,
curing
daging
dengan
menggunakan natrium nitrit dapat memberikan akibat yang membahayakan
bagi manusia. Residu nitrit yang terdapat dalam daging curing dapat bereaksi
dengan amina sekunder atau tersier protein membentuk senyawa nitrosamin
27. yang bersifat karsinogenik (Cassen et al., 1979 dan Miller, 1980). Didalam
proses pencernaan residu tersebut dapat bereaksi dengan senyawa amina yang
terdapat di lambung dan akan menghasilkan nitrosamin. Nitrit dalam
pencernaan
juga
tidak
dicerna
dan
akan
terakumulasi
di
ginjal
(Cassens et al., 1979). Oleh karena itu, perlu adanya penurunan residu nitrit
dan penghambatan pembentukan senyawa nitrosamine dalam proses curing.
Usaha penurunan residu nitrit dan penghambatan pembentukan senyawa
nitrosamin ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain mengurangi
jumlah garam nitrat dan nitrit yang ditambahkan dalam proses curing,
mengendalikan proses curing dengan menambahkan senyawa lain yang dapat
menurunkan residu nitrit dan menghambat pembentukan senyawa nitrosamin,
salah satu contohnya adalah dengan penggunaan asam askorbat (vitamin C).
Penambahan asam askorbat dapat menurunkan residu nitrit, karena asam
askorbat dapat menurunkan pH yang merupakan reduktor yang dapat
memberikan
elektron
pada
nitrit
sehingga
terbentuk
nitrit
oksid
(Forrest et al., 1975). Asam askorbat mampu mempercepat proses
pembentukan nitrit oksid dari nitrit dan nitrit oksid ini akan bereaksi dengan
mioglobin sehingga terbentuk warna merah muda. Semakin banyak nitrit yang
diubah menjadi nitrit oksid maka semakin kecil residu nitrit yang tertinggal
pada daging curing.
E. Kesimpulan
Dari praktikum acara V Zat Warna Tanaman dan Hewan yang telah
dilakukan dapat diambil kesimpulan:
1.
Pada sampel tomat yang mengandung pigmen karotenoid yang ditambah
dengan air ledeng, warna bahan sebelum dan sesudah pemanasan tidak
terlalu berbeda dan warna larutan berubah menjadi agak kuning keruh.
2.
Zat warna yang terdapat pada bawang merah adalah antosianin
3.
Pigmen antosianin pada bawang merah akan meningkat pHnya ketika
dipanaskan karena asam-asam organik menguap sehingga membebaskan
atom H yang menyebabkan pHnya naik.
28. 4.
Pada penambahan logam FeCl3 dan MgCl2 terbentuk ko-pigmentasi karena
logam bervalensi dua atau tiga mampu membentuk senyawa kompleks
yang menyebabkan antosianin lebih stabil namun tetap lebih stabil pada
kondisi asam.
5.
Daging mengandung pigmen mioglobin
6.
Dari semua perlakuan curing yang diberikan pada daging, kualitas daging
yang paling bagus adalah pada saat perlakuan dengan curing I (0,1 gr
NaNO3 + 0,1 gr NaNO2 + 0,05 gr Vit C + aquades 100 ml).
7.
Pada perlakuan daging tanpa curing, daging yang dibiarkan di udara
terbuka selama 0, 10, 20 dan 30 menit berwarna merah agak gelap dan
daging yang dipanaskan dengan aquades berwarna abu-abu pucat.
29. DAFTAR PUSTAKA
Apriliani, Nurul Fitria, Malik A. Baqiya, dan Darminto. 2012. Pengaruh
Penambahan Larutan MgCl2 pada Sintesis Kalsium Karbonat Presipitat
Berbahan Dasar Batu Kapur dengan Metode Karbonasi. Jurnal Sains dan
Seni ITS Vol. 1 No. 1.
Buckle, K.A., dkk. 1985. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.
Chaijan, Manat. 2008. Review: Lipid and Myoglobin Oxidations in Muscle Foods.
Songklanakarin Journal Sciences Technology.
Handayani, Prima Astuti dan Asri Rahmawati. 2012. Pemanfaatan Kulit Buah
Naga (Dragon Fruit) sebagai Pewarna Alami Makanan Pengganti Pewarna
Sintetis. Jurnal Bahan Alam Terbarukan Vol. 1 No. 2.
Mandal, Sulekha, Satish Yadav, Sunita Yadav, dan Rajesh Kumar Nema . 2009.
Antioxidants. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research.
Martini, Kus Sri. 2011. Kimia Bahan Makan. UNS Press. Surakarta.
Masithoh, Rudiati Evi, Budi Rahardjo, Lilik Sutiarso, dan Agus Harjoko . 2013.
Model Kinetika Perubahan Kualitas Tomat Selama Penyimpanan. Jurnal
Teknologi Pertanian Vol. 14 No. 1.
Maulina, F.D.A., Indah Mugi Lestari, dan Diah S. Retnowati. 2012. Pengurangan
Kadar Kalsium Oksalat pada Umbi Talas Menggunakan NaHCO 3 : sebagai
Bahan Dasar Tepung. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol. 1 No. 1.
Nurika, Irnia dan Nur Hidayat. 2001. Pembuatan Asam Asetat dari Air Kelapa
secara Fermentasi Kontinyu Menggunakan Kolom Bio-Oksidasi. Jurnal
Teknologi Pertanian Vol. 2 No. 1.
Levent, A. 2011. Chlorophyll: Structural Properties, Health Benefits and Its
Occurrence in Virgin Olive Oils. Academic Food Journal.
Page, David S. 1985. Prinsip-Prinsip Biokimia. Erlangga. Jakarta.
Pujiasmanto, Bambang. 2010. Sambiloto (Andrographis paniculata, Ness). UNS
Press. Surakarta.
Purnomo, Dkoko., dkk. 2010. Fisiologi Tumbuhan. UNS Press. Surakarta.
Putranto, Wendry Setiadi, Roostita L. Balia, Obin Rachmawan, dan Eka
Wulandari. 2010. Isolasi Yeast dari Daging dan Potensinya sebagai Agen
Biopreservasi dan Pewarna Makanan. Jurnal Ilmu Ternak Vol. 10 No. 1.
Rajiman. 2009. Pengaruh Pemupukan Npk terhadap Hasil Bawang Merah di
Lahan Pasir Pantai. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Vol. 5 No. 2.
Sahabi, D.M., R.A. Shehu, Y. Saidu, dan A.S. Abdullahi. 2012. Screening for
Total Carotenoids and β-Carotene in Some Widely Consumed Vegetables in
Nigeria. Nigerian Journal of Basic and Applied Science.
30. Sari, Puspita, Christofora Hanny Wijaya, Dondin Sajuthi, dan Unang Supratman.
2009. Identifikasi Antosianin Buah Duwet (Syzygium cumini) Menggunakan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi-Diode Array Detection. Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol. XX No. 2.
Sumenda, Lusia, Henny L. Rampe, dan Feky R. Mantiri. 2011. Analisis
Kandungan Klorofil Daun Mangga (Mangifera indica L.) pada Tingkat
Perkembangan Daun yang Berbeda. Jurnal Bioslogos Vol. 1 No. 1.
Suradi, Kusmajadi, Lilis Suryaningsih, dan Balqis Bararah. 2011. Keempukan dan
Akseptabilitas Daging Ayam Broiler Asap pada Berbagai Temperatur dan
Lama Pengasapan. Jurnal Ilmu Ternak Vol. 11 No. 1.
Utami, Christa Dyah, Dr. Ir. Lilik Setyobudi, MS., Ph.D2. Ir. Moch. Nawawi, MS.
2012. Pengaruh Kepadatan Tanaman terhadap Hasil Tiga Varietas Baby
Buncis (Phaseolus Vulgaris). Jurnal Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Brawijaya.
Wardhani, Lilies Kusuma Dan Nanik Sulistyani. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Etil Asetat Daun Binahong (Anredera Scandens (L.) Moq.)
terhadap Shigella Flexneri Beserta Profil Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal
Ilmiah Kefarmasian Vol. 2 No. 1.
Winarti, Sri dan Adurrozaq Firdaus. 2010. Stabilitas Warna Merah Ekstrak
Bunga Rosela untuk Pewarna Makanan dan Minuman. Jurnal Teknologi
Pertanian Vol. 11 No. 2.
Wulan, Siti Narsito. 2001. Kemungkinan Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kakao
(Theobroma Cacao, L) sebagai Sumber Zat Pewarna (-Karoten). Jurnal
Teknologi Pertanian, Vol. 2, No. 2.
31. LAMPIRAN
Gambar 5.1 Tomat Sebelum Dipanaskan Secara Tertutup
Gambar 5.2 Buncis Sebelum Dipanaskan Secara Tertutup
Gambar 5.3 Bawang Merah Sebelum Dipanaskan Secara Tertutup
32. Gambar 5.4 Bawang Merah, Buncis, Tomat Setelah Dipanaskan Secara Tertutup
Gambar 5.5 Penambahan Asam Nitrit dan Asam Cuka
Gambar 5.6 Penambahan Asam Askorbat dan Asam Cuka
33. Gambar 5.7 Pemanasan dengan Curing IV, Pemanasan dengan Curing III,
Pemanasan dengan Curing II, Pemanasan dengan Curing I,
Pemanasan dengan Aquades