2. DEFINISI :
• Proses patologik sist saraf perifer yg menetap
(lebih bbrp jam) brp degenerasi axonal /
demyelinasi atau gabungan dgn gejala gangguan
motorik, sensorik dan otonom, ditandai
menurunnya refleks tendon.
• Sist saraf perifer: saraf otak, saraf spinal, saraf
otonom dgn akar saraf serta cabang cabangnya.
3. 2. POLINEUROPATI
• Neuropati dgn kelainan simetris /
bilateral sist saraf perifer,
mulamula distal kmd menyebar ke proksimal
• Kelainan dpt berbentuk motorik, sensorik,
sensomotorik atau autonomik
4. 3. MONONEUROPATI :
• Fokal bilamana mengenai satu akar
saraf perifer
• Multifokal / multiplek bilamana
mengenai bbrp saraf perifer dari akar yg
berlainan dan umumnya asimetris
5. KLASSIFIKASI
Bbrp parameter dipakai sbg dsr pembagian:
1. Gejala utama : motorik, sensorik, autonomik atau
gabungan
2. Distribusi : - simetrikal, asimetrikal.
- distal, general
- polineuropati, mononeuropati fokal /
multiplex
3. Perjalanan penyakit :
- akut, subakut, kronik, kumat-kumatan
4. Patologik :
- aksonopati, mielinopati, gabungan
5. Etiologi : inflamasi, metabolic, nutrisi dll.
6. KAUSA
1. Inflamatory
•
Guilain-Barre Syndrome (GBS)
•
Chronic inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (CIDP)
2. Metabolic
3. Nutritional deficiencies
Folic acid, B1, B6, B12, E
4. Toxic
Drug, alcohol, lead
5. Connective Tissue Disease
- SLE
- RA
- Polyarteritis
8. DANG THERAPIST
D IABETES MELLITUS
A LKOHOL
N UTRIONAL
G UILLIAN BARRE SINDROM
T RAUMA
H EREDITER
E NDOKRIN / ENTRAPMENT
R ENAL / RADIASI
A IDS / AMILOID
P ARAPROTEIN / PORPHYRIA
I NFECTION (MISALNYA LEPROSY)
S ISTEMIK / SARKOID
T OKSIN
9. • GEJALA DAN TANDA
• GEJALA :
– Ekstremitas bawah
• Sensorik :
– Rasa baal sesuai distribusi kaos kaki (Stocking Appearance)
– Rasa goyah bila berdiri atau berjalan terutama bila mata tertutup
• Motorik :
– Foot drop
– Kesulitan naik tangga atau berlari
– Ekstremitas atas :
• Sensorik :
– Rasa baal sesuai distribusi sarung tangan (Glove Appearance)
– Kesulitan memanIpulasi obyek kecil di jari tangan karena
kehilangan sensasi .
• Motorik :
– Kelemahan jari jari dan menggenggam
10. • TANDA :
– Ekstremitas bawah
• Sensorik :
– Gangguan modalitas sensoris mengakibatkan hipaestesi
sesuai distribusi stocking.
– Tampak ataksia tungkai dan saat berjalan (test Romberg)
Motorik :
– Tanda LMN pada tungkai (kelemahan tipe flaxid, hipotoni,
atrofi, refleks tendon menurun / menghilang.
– Ekstremitas atas
• Sensorik :
– Gangguan modalitas sensoris mengakibatkan hipaestesi
sesuai distribusi glove
– Tampak ataksia jari-jari dan tangan
• Motorik:
– Tanda LMN pada lengan
– Refleks tendon menurun / menghilang
11. SINDROM GUILLAIN BARRE
PENDAHULUAN
•
Polineuritis akut pasca infeksi, polineuritis akut toksik, polineuritis
febril, poliradikulopati / acute ascending paralysis.
• Def: sindrom ini dicirikan oleh kelumpuhan / kelemahan otot
ekstremitas yang akut dan progresif, biasanya muncul setelah
infeksi
• Insidensi rata rata pertahun 1 - 2 / 100. 000 populasi perempuan :
laki laki = 2 : 1
PATOLOGI
•
•
Reaksi inflamasi (infiltrat) dan edema saraf yg terganggu
Sel infiltrat tu/ sel limfosit dan tampak pula makrofag dan pmn p/
permulaan penyakit stl itu timbul sel plasma dan sel mast
• Serabut saraf mengalami degenerasi segmental dan aksonal
12. ETIOLOGI
/ Infeksi virus (dulu)
/ Kelainan imunologik
- primary immune response
- immune mediated process
/ 75 % penderita berhubungan penyakit infeksi akut
/ Umumnya oleh ispa atau infeksi git
/ Interval penyakit yang mendahului dengan awitan
umumnya 1 – 3 minggu
/ Penyebab infeksi virus (kelompok herpes sering
cytomegalovirus atau epstein barr virus).
Bakteri (campylobacter jejuni, mycoplasma pneumoniae).
Post vaksinasi, ggn endokrin, tindakan operasi anestesi dsb.
13. • GAMBARAN KLINIK
/tanda &gejala kelemahan motorik terjadi akut (paraparesis lmn).
/kelemahan terjadi, ± 50 % menjelang 2 mgg, 80% menjelang 3
mgg > 90 % menjelang 4 mgg
/progresitas terhenti setelah berjalan 4 mgg.
/kelemahan / kelumpuhan simetris (paraparesis / plegia lmn atau
tetraparesis / plegia lmn)
/kasus ringan hanya terbatas kedua tungkai
/kasus berat terjadi tetraplegia lmn dengan cepat dalam waktu <
72 jam ascending landry′s paralysis.
/hipotoni dan hiporefleksi selalu ditemukan.
/ggn sensorik ringan, proprioseptif normal
/nervi kranialis dapat terkena.
14. •GAMBARAN KLINIK
/kelemahan otot wajah sering bilateral. nervi kranialis lain dapat
terkena khususnya otot lidah, otot otot menelan dan otot motorik
eksraokular.
/terlibatnya nervi kranialis dapat merupakan awal dari sgb
/fungsi sso dapat terganggu :
- ggn miksi / defekasi,
- takikardia, aritmia jantung,
- hipotensi postural, hipertensi dan ggn vasomotor.
/proses penyembuhan 2 – 4 minggu terhentinya progresivitas
klinik, namun dpt tertunda selama 4 bln.
/klinis, penderita sembuh fungsional namun pemeriksaan emng
masih menunjukkan kelainan
15. LABORATORIUM
• Darah tepi: normal atau leukositosis
• Likuor serebrospinalis :
48 jam s/d akhir mgg i
dissosiasi sel albumin (albumino cytologic dissociation
~ sel normal, protein sangat tinggi (dpt s/d1000 mg%),
puncaknya pada minggu ke 4 – 6.
~ reaksi inflamasi
• enmg (elektroneuromiografi) :hari i / ii, diulang 1 mgg
demielinisasi : khst ↓ amplitudo normal
degenerasi axonal : khst ↓, amplitudo ↓
16. TERAPI
• Tidak ada drug of choice
• ggn otot- otot pernapasan rawat di icu
• Intake terjamin, ada ggn menelan pasang
nasogastrictube
• r/ kortikosteroid kontroversial
• r/ spesifik: (baik kasus akut)
– plasmaexchange: hari 1, 3, 5 dan 7, dgn
dosis: 50 ml/ kgbb target volume exchange
– immunoglobulin dosis tinggi (iv):
setiap hari dosis: 2 gr/ kgbb dibagi dalam 5 dosis
(400 mg/kgbb/dosis)
• r/ roboransia saraf
• Fisioterapi: hari i / ii, pasif, tahap pemulihan aktif
17. PROGNOSIS
• Baik
usia muda
tidak memerlukan pernapasan
buatan
onset lambat
tidak tejadi kelumpuhan total
• Penyembuhan bervariasi beberapa minggu s/d bulan
18. MIASTENIA GRAVIS
Def:
penyakit autoimun akibat
– gangguan penghantaran impuls
adanya antibodi reseptor asetilkolin pada nm. junction
ditandai kelemahan / kelumpuhan
– otot-otot lurik setelah mlk
– melakukan aktivitas dan
– membaik setelah istirahat
Klasifikasi
- Golongan I : M. Ocular
ggn satu atau brp otot okular yang menyebabkan
ptosis atau diplopia, seringkali ptosisnya unilateral. Bentuk
ringan tetapi sering resisten terhadap pengobatan.
19. • GOLONGAN II : M. bentuk umum rgn
Perlsgn lambat, dimulai gejala okular kemudian muka, anggota
badan dan otot bulbar. Otot pernapasan belum terkena.
• GOL. III : M. bentuk umum berat
Sama dgn gol. ii tetapi perlsgn cepat disertai gangguan otot
pernapasan. Sering berespons buruk terhdp terapi
antikolinesterase dan berkembang menjadi krisis miastenia.
• GOL. IV : krisis Miastenia
Kelemahan otot menyeluruh disertai paralisis otot pernpsan.
Kondisi kedaruratan medik diprovokasi oleh ispa atau hormonal
(menstruasi)
20. ETIOLOGI
• Penyakit Autoimun
erat kaitannya peny. a utoimun lainnya : tirotoksikosis,
miksedema, arthritis, ra. Les
PATOFISIOLOGI
• Kerusakan reseptor asetilkolin postsinaps (achrs)
nmmuscular junction akb antibody spesifik “human nicotinic
acetylcholine receptor (achr). (sekarang)
• IgG autoimun merangsang pelepasan thymin sehingga
kadar astilkolin ↓. (dulu)
21. GAMBARAN KLINIK
• Kelemahan / kelumpuhan otot yang berulang setelah
aktivitas dan membaik setelah istirahat.
• Umumnya menyerang otot-otot (tersering s/d jarang) :
~ okuler eksterna: diplopia, ptosis
~ bulbar : kesulitan mengunyah, menelan dan
berbicara
• Leher : kesulitan mengangkat kepala dari posisi tidur
• “Proximal limb” : kesulitan mengangkat lengan diatas level
bahu berdiri dari kursi rendah, keluar dari bath mandi.
• Trunkus : gangguan pernapasan, sulit duduk dari posisi tidur.
• “Distal limb”: lemah otot tangan, pergelangan kaki dan kaki.
22. PEMERIKSAAN
• Tes klinik sederhana
* test wertenber
cara : memandang obyek di atas bidang antara kedua bola
mata, lama kelamaan akan terjadi ptosis positif
* test pita suara
cara : penderita disuruh hitung 1 - 100 maka suara akan
menghilang positif
• Test farmakologik
* test edrophonium (test tensilon) cara : 2 mg edrofonium
diberikan intravena, bila tak ada efek diberikan 8 mg, efek
bisa dilihat 1 - 3 menit dan positif bila terjadi perbaikan
klinis.
• Test neostigmin
* cara : 1 mg neostigmin diberikan intravena dilihat dalam
•
waktu 30 detik, positif bila terjadi perbaikan klinis.
23. • Pemeriksaan antibodi reseptor asetilkolin, dan akurasinya 90 %
mendeteksi adanya miastenia
• EMG (repetitive nerve stimulation): menunjukkan berkurangnya
amplitudo (decrement positip)
• Foto toraks dan CT scan mediatinum anterior pembesaran
kelenjar timus (timoma), ± 15 memperlihatkan timoma, 50-60%
hiperplasia timus
KRETERIA DIAGNOSIS
Gambaran klinik
• test wartenberg / dan test pita suara positif
• tes edrofonium atau test neostigmin positif
• pemeriksaan EMNG
• adanya pembesaran timus
• peningkatan level antibodi reseptor asetilkolin
24. DIAGNOSE BANDING
•
Kelemahan vaskuler, neuropati, miopati, miastenik sindrom
(Eaton Lambert), kelainan bidang mata, periodik paralisis,
keracunan golongan organo fosfat (obat-obat pestisida).
PENATALAKANAAN
1.
Antikolin Esterase
•
Piridostigmin bromida (mestinon ®) : 30 - 120 mg setiap 3 4 jam peroral sampai efek optimal. Dosis parenteral 3 - 6
mg setiap 4 - 6 jam, bila tidak memuaskan timektomi atau
kortikosteroid.
•
Neostigmin bromida (prostigmin), dosis : per oral : 7,5 - 45
mg setiap 2 - 6 jam. s parenteral ½ mg - 1 mg ( im / iv) / 4
jam.
25. 2. IMMUNOSUPRESANT
A. Kortikosteroid (prednisolon)
indikasi : posttimektomi (timoma invasif), tak terkontrol
r/ oral. Tipe oculer murni. cara : dosis awal 10 - 20 mg,
dinaikkan bertahap.
B. Azatioprin (imuran®)
dosis : 2 - 3 mg / kg bb, 8 minggu i, (periksa darah lengkap
dan fungsi hati setiap minggu), pemberian bersama
prednisolon sangat dianjurkan.
3. TIMEKTOMI
4. PLASMAFARESIS
5. IMUNOGLOBULIN
26. KRISIS
1. Krisis Miastenik
krisis ini ditandai dengan pupil midriasis, tekanan
darah meningkat, takikardi, muka kemerahan,
penurunan sekresi kelenjar air mata, mulut kering,
sesak napas.
Penanganan :
* perawatan icu
* prostigmin 0,5 mg iv dilanjutkan 24 mg mestinon
dalam 500 ml glukose intravena.
* diberikan metil prednisolon 100mg intravena perhari.
* bila diperlukan plasmaferesis.
27. 2.KRISIS KOLINERGIK.
krisis ini ditandai dengan pupil miosis, tekanan darah
menurun sampai syok, bradikardi, keringat banyak,
kolik, diare dan muka pucat.
PENANGANAN
•perawatan icu
•penghentian antikolinesterasi segera
•pemberian sulfas stropin 2 mg iv secara pelan.
•bila diperlukan imunosupresan atau plasmeferesis.
KOMPLIKASI :
krisis miastenia, krisis kolinergik, pneumonia.
PROGNOSIS :
tergtg berat ringannya penyakit, penyulit dan respon
terapi
28. MIOPATI
Def:
Suatu kelainan yg ditandai oleh normalnya fungsi otot
(merupakan perubahan patologik primer ) tanpa adanya
denervasi pada pemeriksaan klinik, histologik atau
neurofisiologi.
Klasifikasi:
Herediter (genetik): DMD, periodik paralysis
Didapat : a) Traumatik: fisik, toksik, obatobatan; b)
Inflamasi: infeksi, imunologik; c) Endokrin / metabolik; d)
Neoplasma
29. DISTROFIA MUSKULER TIPE “DUCHENE”.
• Hampir selalu lakilaki karena diturunkan secara xlinked
resesif.
• Timbulnya gejala pada usia sekitar 2 tahun, anak sering
jatuh waktu berjalan, usia 5 tahun tidak pandai berlari, “Gower
sign” dan “Waddling gait” dapat ditemukan.
• Kelemahan otot terutama bagian proximal dan lebih dahulu
timbul pada otot pinggang dari pada otototot bahu dan
terdapat pseudohypertrofi pada otot gastroknemius.
• Kelemahan, atrofi, kontraktur dan deformitas otot skelet terjadi
dengan cepat sehingga umumnya penderita memerlukan kursi
roda pada usia 1213 tahun.
30. DISTROFIA MUSKULER TIPE “DUCHENE” (lanjut)
• Kelemahan otot terutama bagian proximal dan lebih dahulu
timbul pada otot pinggang dari pada otototot bahu dan
terdapat pseudohypertrofi pada otot gastroknemius.
• Kelemahan, atrofi, kontraktur dan deformitas otot skelet terjadi
dengan cepat sehingga umumnya penderita memerlukan kursi
roda pada usia 1213 tahun.
• Kenaikan ensimensim serum terutama pada waktu
penderita masih mobil. Diantara enzimenzim tersebut maka
CPK terbukti paling mudah dikerjakan dan akurasinya 7080%
• Progresifitas penyakit cepat dan biasanya meninggal dalam 15
tahun sesudah onset.
31. POLIMIOSITIS & Dermatomiositis
• Dapat terjadi pada setiap umur
• Kelemahan otot proksimal, simetris dan progresif dimulai dari
otot panggul.
• Pada dermatomiositis perubahan warna kulit pada kelopak
mata atas, eritema kulit dan atrofi.
PENATALAKSANAAN
• Pencegahan : “genetic counseling”
• Pengobatan: sesuai kausa
• Rehabilitasi medik
• Bedah
32. NEUROFIBROMATOSIS (Von Recklinghausen)
Def: adalah degenerasi neuroektodermal yg ditendai o/
pertubuhan >> lap. Mesodermal and ektodermal kulit
and sistem saraf
diturunkan scr autosomal dominan
Patologi
/Lesi hiperpigmentasi (Café au lait pat ches)
/ neurofibroma multiple (kulit struktur > dlm)
/ disertai tumor CNS (glioma, meningioma, akustik N)
Gambaran Klinik
1. NF – 1
>> px “Lisch Nodule” (pigmentasi iris hamartosis)
dpt disertai gbr makrocsefali, pseudearthrosis,
kyposcoliosis, headache, spinal tumor