Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...
Enrichment Kepiting
1. Bioenkapsulasi Pakan Alami Dengan Asam Amino dan Asam Lemak
Konsentrasi Tinggi Sebagai Upaya Mengatasi Gagal Ganti Kulit
(Incomplete Moulting) Pada Larva Kepiting Bakau Scylla olivacea Herbst
Oleh :
Saldyansah Effendy
Sudirman
Samsul Bahri
Eddy Nurcahyono
Departemen Kelautan dan Perikanan
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya
Balai Budidaya Air Payau Takalar
2006
2. I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Kematian larva kepiting bakau Scylla olivacea, terutama fase
perpindahan stadia dari zoea ke megalopa masih merupakan kendala bagi
usaha perbenihan. Tingkat mortalitas tersebut dapat mencapai kisaran 80 –
100% dari populasi yang dipelihara. Ciri khas dari kematian tersebut ditandai
oleh terjadinya nekrosis pada sebagian atau keseluruhan spina dorsalis zoea
serta organ tubuh lain seperti ekor dan pangkal ekor. Selain itu, terdapat
indikasi gagal melakukan ganti kulit (incomplete moulting) yang ditandai
adanya bekas karapas yang masih menempel pada tubuh larva (Effendy
dkk., 2005a)
Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa kematian tersebut
dapat disebabkan lingkungan yang tidak optimal serta nutrisi yang tidak
tercukupi pada fase pemeliharaan. Media pemeliharaan yang buruk dapat
memicu pertumbuhan bakteri oportunis seperti Vibrio sp dan bakteri filamen
yang dapat menyebabkan terjadinya nekrosis pada larva. Selain itu,
kebutuhan nutrisi yang tidak terpenuhi memicu terjadinya defisiensi pada
larva yang dapat menyebabkan gagal berganti kulit (Effendy dkk, 2005b).
Nutrisi yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan larva krustase
adalah asam amino dan asam lemak kelompok HUFA (Highly Unsaturated
Fatty Acid) dan PUFA (Polyunsaturated Fatty Acid). Asam amino esensial
bagi krustase adalah Arginine, Methionine, Valin, Threonine, Isoleucine,
Leucine, Lysine, Histidine, Phenylalanine dan Tyrosine, sedangkan asam
lemak esensial adalah linoleat, linolenat, eikosapentaenoat - EPA dan
docosahexaenoat - DHA (Shiau, 1989; Li et al., 1999). Asam amino
merupakan bahan essensial untuk kebutuhan penyusunan struktur tubuh,
pembentukan nucleic acid, enzim, hormon, sintesa vitamin serta diperlukan
bagi pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Asam lemak diperlukan sebagai
salah satu sumber energi, pembentuk struktur sel dan memelihara integritas
biomembran. Material ini bersifat esensial dan tidak dapat disintesa oleh
tubuh larva sehingga harus diperoleh dari pakan eksogeneous (Furuichi,
1988, Shiau, 1998).
Pakan alami yang banyak digunakan pada usaha perbenihan kepiting
bakau adalah rotifer dan artemia. Pakan alami tersebut mempunyai enzim
proteolitik yang sangat membantu proses pencernaan larva yang hanya
berbentuk bakal saluran pencernaan (digestive tube). Selain itu, rotifer dan
artemia mempunyai lapisan eksoskleton yang tipis sehingga mudah dicerna
oleh larva (Walford dan Lam, 1993). Akan tetapi, rotifer dan nauplii artemia
tidak mempunyai kandungan asam amino dan asam lemak yang dapat
mencukupi kebutuhan larva rajungan (Sorgeloos et al., 1991 dalam Williams
et al., 1999).
2
3. Bioenkapsulasi pakan alami adalah alternatif untuk meningkatkan
kandungan nutrisi pakan alami. Proses tersebut dapat dilakuan dengan
pemberian pakan alami jenis phytoplankton seperti Chlorella sp atau
menggunakan produk komersial yang telah banyak beredar di pasaran.
Umumnya, bioenkapsulasi dilakukan hanya dengan menggunakan produk
komersial yang bertujuan untuk meningkatkan kandungan asam lemak pada
larva. Berdasarkan hasil kajian Effendy dkk. (2005b), bioenkapsulasi
menggunakan asam lemak memberi kontribusi pada peningkatan laju
pertumbuhan dan sintasan zoea, akan tetapi tidak belum memberikan hasil
yang optimal pada megalopa. Dengan demikian, perlu diadakan upaya
peningkatan nutrisi larva kepiting bakau Scylla olivacea melalui
bioenkapsulasi pakan alami menggunakan asam amino dan asam lemak
konsentrasi tinggi.
1.2. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dari kegiatan ini adalah pengkajian bioenkapsulasi Brachionus
plicatilis dan Artemia salina yang digunakan pada pemeliharaan stadia zoea-
megalopa menggunakan asam amino dan asam lemak konsentrasi tinggi.
Sasaran kegiatan ini adalah mendapatkan teknologi untuk produksi massal
benih kepiting bakau Scylla olivacea Herbst.
1.3. Alur Pikir Kegiatan
Asam Amino & Asam
Lemak
Bioenkapsulasi
Rotifer &
Pemeliharaan
Larva
Nutrisi
Pertumbuhan Optimal
Produksi
3
4. II. Tinjauan Pustaka
2.1. Fungsi Protein Pada Krustase
Protein adalah bahan essensial yang sangat diperlukan oleh
organisme hidup untuk kebutuhan penyusunan struktur tubuh serta fungsi
fisiologisnya, termasuk pembentukan nucleic acid, enzim, hormon dan
sintesa vitamin. Selain sebagai bahan penyusun, protein sangat diperlukan
bagi pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Selain itu, bahan ini juga berfungsi
pada fase pertumbuhan Protein merupakan komponen penyusun bahan
organik yang mendominasi struktur jaringan tubuh krustase. Kandungan
komponen ini berkisar antara 65 – 75 % dari berat kering krustase, terdiri
atas 50-55% Carbon, 5-7% Hidrogen, dan 20-25% Oksigen. Beberapa
bentuk protein juga mengandung unsur sulfur, phospat dan besi (Shiau,
1998., Furuichi, 1989). Apabila proses pengambilan protein dari sintesa
tersebut berlebih, maka hanya sebagian kecil saja yang dipergunakan untuk
proses tersebut, sedangkan kelebihan akan dipergunakan sebagai sumber
energi (Wilson, 1989). Kebutuhan protein pada krustase berkisar 35%-55%
dari pakan yang dikonsumsi. Kekurangan protein akan menyebabkan laju
pertumbuhan dan fungsi fisiologis tubuh terhambat.
Tabel 1. Perbandingan kebutuhan asam amino pada ikan dan udang dalam persen (%)
protein
Asam amino Udang Windu Eel Carp Rainbow trout
Arginine 14,62 4,5 4,4 4,0
Methionine 3,43 5,0 2,7 3,3
Valin 4,48 4,0 3,4 3,6
Threonine 5,51 4,0 3,8 4,1
Isoleucine 3,63 4,0 2,6 2,8
Leucine 6,95 5,3 4,8 5,0
Lysine 14,86 5,3 6,0 6,0
Histidine 2,66 2,1 1,5 1,8
Phenylalanine 2,44 5,8* 5,7* 6,0*
Tyrosine 3,99 - - -
Tryptophan + 1,1 0,8 0,6
Keterangan : * Phenylalanine + tyrosine; + Tidak terdeteksi
(Sumber : Furuichi, 1988)
Krustase mengkonsumsi pakan alami yang mengandung protein untuk
memperoleh kandungan asam amino. Protein tersebut dicerna dan diserap
oleh oleh usus. Setelah mengalami hidrolisasi menjadi asam amino,
kemudian ditransportasikan ke seluruh jaringan tubuh melalui darah
(Furuichi, 1988). Asam amino diperlukan oleh tubuh untuk mensintesa protein
baru pada jaringan. Terdapat sekitar dua puluh jenis asam amino hasil
hidrolisasi, tetapi yang merupakan faktor essensial bagi ikan dan krustase
4
5. hanya sepuluh jenis. Jenis tersebut adalah Leucine, methionine, isoleucine,
tryptophan, valine, arginine, threonine, histidine, phenylalanine, dan lysine.
Proses tersebut diperlukan untuk menunjang kebutuhan protein masa
pertumbuhan dan reproduksi serta memelihara kondisi tubuh. Besarnya
kandungan asam amino yang diperlukan tergantung dari species yang
mengkonsumsi protein tersebut, seperti yang terlihat pada tabel di atas.
2.2. Fungsi Lemak Pada Krustase
Lemak mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan dan
kelangsungan hidup karena digunakan sebagai sumber energi. Satu gram
lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya
menghasilkan 4 kkal. Lemak merupakan protein sparring effect, yaitu energi
yang digunakan untuk mensintesa protein menjadi bentuk yang lebih
sederhana, misalnya asam amino. Selain sebagai sumber energi, asam
lemak juga berfungsi sebagai pelarut vitamin. Fungsi lain dari lemak adalah
pembentuk struktur sel dan memelihara integritas biomembran.
Kebutuhan lemak pada krustase sangat bervariasi, terutama
tergantung dari lingkungan tempat organisme tersebut hidup. Suhu dan
salinitas sangat berpengaruh terhadap kebutuhan lemak. Sebagai contoh,
krustase-krustase penaeid membutuhkan serial polyunsaturated fatty acid,
phospolipid dan sterol untuk tumbuh dan berkembang.
Kanazawa et al., (1977,1978,1979b,d) dalam Shiau (1998)
menemukan empat essensial asam lemak yang dipergunakan oleh Penaeus
japonicus yaitu linoleic (18:2n-6). Linolenic (18:3n-3), 20:5n-3, EPA dan
22:6n-3, DHA. Besarnya kandungan EPA dan DHA adalah masing-masing
1% dari pakan. Species lain termasuk Penaeus monodon, Penaeus indicus
dan Penaeus stylrostris juga membutuhkan n-3 HUFA, berkisar 1% dari
pakan.
2.3. Nutrisi Pada Pakan Alami
Pakan alami memberikan kontribusi positif terhadap proses
pencernaan larva. Kontribusi tersebut diperoleh dari enzim exogeneous yang
berasal dari zooplankton. Saat larva telah menetas, lambung belum terbentuk
sehingga proses pencernaan sangat tergantung dari enzim exogeneous yang
berasal dari zooplankton (Walford dan Lam, 1993).
. Pada rotifer, terdapat dua fraksi utama enzim, yaitu trypsin dan tipe-
serupa trypsin (trypsin-like). Fraksi-fraksi tersebut berperan besar dalam
ketersediaan enzim trypsin pada larva. Rotifer yang dicerna oleh larva
berperan dalam aktifitas dan fungsi enzim proteolitik karena akan mengalami
autolysis setelah dicerna. Enzim trypsin pada rotifer akan mengaktifkan
zymogen pada bakal saluran pencernaan (digestive tube). Akumulasi
konsentrasi trypsin diperoleh dari exogenous proteolitik pada rotifer serta
endogenous enzim yang timbul akibat induksi dari exogenous tersebut. Efek
ganda yang ditumbulkan akan mampu mencerna rotifer dalam waktu sekitar
5
6. 30 menit. Selanjutnya, hasil pencernaan tersebut akan diserap oleh bakal
saluran pencernaan (digestive tube) melalui proses pinocytosis yang terjadi
pada sel-sel rectal. Pinocytosis terjadi pada sel ephitel rectal di bagian dasar
microvilli yang dibantu oleh aktifitas intraseluler dari vakuola supranuclear
yang berada pada sel ephitel rektal (Walford dan Lam, 1993).
Artemia sp banyak digunakan sebagai pakan alami karena mempunyai
lapisan eksoskleton yang tipis, sehingga mudah dicerna oleh larva.
Komposisi nutrisi antara naupli artemia dengan yang dewasa sangat
berbeda. Pada stadia naupli, terjadi defisiensi asam amino terutama pada
histidine, methionine, phenylalanine,dan threonine. Pada artemia dewasa,
defisiensi tersebut sudah dapat dilengkapi, karena merupakan organisme non
selektif plankton feeder. Penambahan komposisi asam amino tersebut
diperoleh dari pakan alami berupa phytoplankton yang ada habitat perairan,
misalnya Chlorella sp. Menurut Fernandez-Reiriz et al. (1993) dalam Karim
(1998), naupli artemia yang baru menetas serta rotifer akan mengalami
defisiensi nutrisi terutama asam lemak dan asam amino. Pada sisi lain, larva
krustase membutuhkan asm lemak dan asam amino untuk pertumbuhan.
Mengingat fenomena tersebut, maka perbaikan mutu pakan alami harus
ditingkatkan. Peningkatan tersebut dapat dilakukan dengan kultur dengan
media Chlorella sp tipe air laut dan menggunakan pakan microencapsulated
yang mengandung ω3 HUFA jenis 20:5ω3.
Teknik pengkayaan nutrisi juga dapat dilakukan dengan metode
perendaman dengan memberikan larutan emulsi minyak hati ikan cuttlefish
yang mengandung ω3 HUFA tinggi pada stadia naupli selama 6-7 jam.
Metode lain adalah dengan melakukan perendaman kista artemia dengan
30% ω3 HUFA dalam larutan aseton selama 7 hari pada suhu 23-30 °C.
Perlakuan tersebut dapat meningkatkan kandungan ω3 HUFA dari 3%
menjadi 11% (Kanazawa, 1988). Kontara (1996) dalam Karim (1998)
menyatakan bahwa pengkayaan nauplius artemia dengan asam lemak yang
digunakan sebagai pakan dalam pemeliharaan larva krustase windu P.
monodon menghasilkan sintasan 80,0 – 85,8% serta dan tingkat ketahanan
stress berkisar 22,0 – 22,5%.
6
7. III. Materi dan Metode
3.1. Pemeliharaan Zoea
Zoea kepiting bakau Scylla olivacea yang digunakan diperoleh dari
induk yang sehat, organ tubuh lengkap, warna cerah dan aktif bergerak.
Bobot induk yang digunakan berkisar 200 – 250 g/individu. Zoea yang
dihasilkan akan dipelihara dalam 12 buah wadah fiber warna gelap berbentuk
silindris-konikal kapasitas 250 L. Padat penebaran larva yang digunakan
pada kegiatan ini adalah 50 individu/liter. Zoea diberi pakan alami berupa
rotifer Brachionus plicatilis dengan kepadatan 10 – 15 ekor/mL.
Perekayasaan yang dilakukan adalah merendam rotifer yang
digunakan pada pemeliharaan zoea dengan asam amino dan asam asam
lemak (D). Sebagai pembanding dilakukan pemeliharaan tanpa pengkayaan
(A), hanya diperkaya asam lemak Ω3 – HUFA (DHA microencapsulated, Rich
ltd, Greek) (B) dan hanya diperkaya asam amino (C). Perlakuan-perlakuan
tersebut masing-masing diulang setidaknya dalam 3 siklus pemeliharaan.
Dosis pengkayaan asam amino dan asam lemak masing-masing 200 ppm.
Prosedur pengkayaan adalah dengan merendam rotifer dengan konsentrasi
tersebut selama 6 – 8 jam sebelum diberikan pada larva.
Kisaran salinitas yang digunakan dalam perekayasaan ini adalah 29 –
30 ppt. Pergantian air dilakukan setiap hari mulai hari hari ke-8 sebanyak
10% dan berkisar 80% pada akhir pemeliharaan (hari ke-17). Probiotik
digunakan untuk mencegah pertumbuhan bakteri patogen yang dapat
menyebabkan kematian larva. Probiotik mulai diberikan saat stadia Z-2
menggunakan jenis Develop TM dengan dosis 5 ppm.
Parameter yang diamati pada pemeliharaan zoea adalah panjang
zoea, laju pertumbuhan mutlak, ketahanan stress serta sintasan. Pengukuran
panjang zoea dilakukan menggunakan micrometer, diukur dari rostrum terluar
hingga pangkal spina dorsalis. Laju pertumbuhan absolut dapat dihitung
menggunakan rumus Teruel (2002) sebagai berikut :
Pertambahan panjang /hari = panjang akhir – panjang awal
hari pemeliharaan
Menurut Karim (1998), ketahanan stress dapat dihitung menggunakan
formulasi Cumulative Stress Index - CSI dari Ress et al. (1994). Ketahanan
stress dilakukan dengan merendam zoea hari ke-19 pada air tawar (0 ppt)
selama 60 menit. Pengamatan dilakukan dengan mengamati dan menghitung
zoea yang mengendap, mati, stress atau aktifitas tidak normal. Rumus CSI
adalah sebagai berikut :
CSI = ∑ 5 menit + ∑ 10 menit + ∑ 15 menit + .....+ ∑ 60 menit
7
8. Pengukuran sintasan dilakukan dengan menggunakan rumus Effendie
(1979) dengan rumus sebagai berikut :
Sintasan (%) = Jumlah Akhir
Jumlah Awal
3.2. Pemeliharaan Megalopa
Stadia Megalopa dipelihara dalam 12 wadah fiber warna gelap
berbentuk silindris-konikal kapasitas 250 L dengan kepadatan 5 ekor/L.
Substrat yang digunakan adalah waring hitam yang diletakkan pada dasar
bak serta digantung pada kolom air. Pergantian air dengan kisaran salinitas
29 – 30 ppt dilakukan sebanyak 30 – 50% setiap hari pada stadia M 1 – 5,
selanjutnya setiap 2 hari sekali setelah memasuki stadia M – 6. Pemberian
probiotik tetap dilakukan setiap hari setelah pergantian air. Pakan yang
diberikan adalah nauplii artemia yang telah diperkaya asam amino dan asam
lemak dengan kepadatan 3 - 5 individu/mL (D). Sebagai pembanding,
dilakukan pemeliharaan tanpa pengkayaan (A), hanya diperkaya asam lemak
Ω3 – HUFA (DHA microencapsulated, Rich ltd, Greek) (B) dan hanya
diperkaya asam amino (C). Perlakuan pengkayaan tersebut diulang
setidaknya dalam 3 siklus pemeliharaan untuk mendapatkan data yang lebih
akurat. Dosis pengkayaan asam amino dan asam lemak masing-masing 200
ppm. Prosedur pengkayaan adalah dengan merendam artemia dengan
konsentrasi tersebut selama 6 – 8 jam sebelum diberikan pada megalopa.
Parameter yang diamati pada pemeliharaan megalopa adalah panjang
dan lebar karapas, laju pertumbuhan mutlak, ketahanan stress serta
sintasan. Pengukuran panjang dan lebar dilakukan menggunakan
micrometer, diukur dari kaparas terluar hingga sisi berseberangan yang
terluar. Laju pertumbuhan absolut dapat dihitung menggunakan rumus Teruel
(2002) sebagai berikut :
Pertambahan panjang /hari = panjang akhir – panjang awal
hari pemeliharaan
Ketahanan stress dihitung menggunakan formulasi Cumulative Stress
Index - CSI dari Ress et al. (1994). Ketahanan stress dilakukan dengan
merendam crab-1 dalam air tawar (0 ppt) selama 60 menit. Pengamatan
dilakukan dengan mengamati dan menghitung megalopa yang mengendap,
mati, stress atau aktifitas tidak normal. Rumus CSI adalah sebagai berikut :
CSI = ∑ 5 menit + ∑ 10 menit + ∑ 15 menit + .....+ ∑ 60 menit
Pengukuran sintasan dilakukan dengan menggunakan rumus Effendie
(1979) dengan rumus sebagai berikut :
8
9. Sintasan (%) = Jumlah Akhir
Jumlah Awal
3.3. Analisis Data dan Pengamatan Parameter Kualitas Air
Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan uji statistik dan
dipapar secara deskriptif (Steel dan Torrie, 1989). Parameter kualitas air
harian yang diamati adalah oksigen terlarut (Dissolved Oksigen – DO),
ammonia, bahan organik total (BOT), pH, suhu serta salinitas. Pengambilan
sampel harian dilakukan pukul 08.00 WITA sebelum pergantian air.
Pengukuran suhu dan oksigen terlarut menggunakan DO meter (YSI 58,
Yellow Springs Instrumen co. Inc., USA). Pengukuran pH dilakukan dengan
mengunakan portable pH meter (Meterlab PHM 201, Radiometer Analytical,
S.A., France). Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan hand
refraktometer (Atago S/mill – E – Japan). Pengukuran BOT dan ammoniak
dilakukan dengan metode spektrofotometer.
9
10. Daftar Pustaka
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor. 105 hal.
Effendy, S., Sudirman, Faidar, Eddy Nurcahyono., 2005a. Penggunan Probiotik
Pada Pemeliharaan Larva Kepiting Bakau Scylla olivacea Herbst.
Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya. Balai Budidaya Air Payau Takalar. Laporan Hasil Perekayasaan.
________________________________________., 2005b. Penggunaan Rotifer dan
Artemia yang Diperkaya Pada Pemeliharaan Larva Kepiting Bakau Scylla
olivacea Herbst. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Air Payau Takalar. Laporan Hasil
Perekayasaan.
Furuichi, M., 1988. Dietary Requirements in Fish Nutrition And Mariculture. Jica
Textbook, The General Aquaculture Course.
Karim, M.Y., 1998. Aplikasi Pakan Alami (Brachionus plicatilis dan Nauplius Artemia)
Yang Diperkaya Dengan Asam Lemak Omega-3 Dalam Pemeliharaan Larva
Kepiting Bakau (Scylla serrata, Forskal). Program Pascasarjana IPB Bogor.
Thesis.
Shiau, Shi-Yen., 1998. Nutrien Requirements of Penaeid Shrimp. Aquaculture vol.
164 p.77-94. Elsivier Science B.V., Netherland.
Steel, R.G.D., and Torrie, J.H. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu
Pendekatan Biometrik. Gramedia , Jakarta.
Walford, J., and Lam, T.J., 1993. Development of Digestive Tracts and Proteolytic
Enzyme Activity in Seabass (Lates calcarifer) Larvae and Juveniles.
Aquaculture, 109:187-205
Williams, G.R., Wood, J., Dalliston, B., Shelley, C.C., Kuo, C.M., 1999. Mud Crab
(Scylla serrata) Megalopa larvae Exhibits High Survival Rates on Artemia-
based Diets In C.P. Keenan and A. Blackshaw (eds). Mud Crab Aquaculture
and Biology. Proceedings of an International Scientific Forum held in Darwin
Australia 21-24 April 1997. ACIAR – Canberra.
Wilson, Robert P., 1989. Amino Acids and Protein in Halver, John E. , Fish Nutrition.
Academic Press, Inc. San Diego, California 92101.
10