Dokumen tersebut membahas:
1. Pengolahan data yang diperoleh dari hasil pemboran eksplorasi nikel di Pulau Gee dan Pulau Pakal
2. Analisis statistik untuk mempelajari pola pembentukan endapan nikel berdasarkan kadar unsur dan ketebalannya
3. Hubungan antara kemiringan lereng dengan ketebalan endapan yang menunjukkan ketebalan berkurang dengan bertambahnya kemiringan
1. BAB IV<br />PENGOLAHAN DATA<br />4.1<br />Basis Data<br />Basis data yang digunakan dalam pengerjaan ini diperoleh langsung dari hasil<br />pemboran eksplorasi, selanjutnya dilakukan verifikasi data dan pengolahan data<br />untuk keperluan pengerjaan tahap berikutnya. Data yang digunakan dalam<br />penelitian ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu :<br />Data lubang bor yang berisi data mengenai posisi/ koordinat lubang bor<br />berupa Easting, Northing, Elevasi.<br />Data kadar yang berisi informasi kadar pada tiap-tiap interval kedalaman<br />tertentu pada masing-masing lubang bor.<br />Selanjutnya kedua basis data ini digabungkan menjadi satu basis data yang<br />berisikan informasi secara menyeluruh tentang posisi kadar dari tiap-tiap<br />individual lubang bor. Basis data ini terdiri atas Nama Drill Hole, Easting,<br />Northing, Elevasi, Kadar (Assay).<br />Sebelum dilakukan pengolahan data, maka terlebih dahulu dilakukan analisis dan<br />verifikasi terhadap basis data yang akan digunakan terutama untuk kadar Ni, Fe,<br />CO, SiO2, CaO, MgO. Tujuan dari verifikasi data ini adalah untuk menghilangkan<br />efek pencilan data akibat kadar yang terlalu tinggi atau memiliki perbedaan kadar<br />yang ekstrim dibandingkan data disekitarnya.<br />4.2<br />Komposit Zone<br />Penentuan zona pada endapan nikel laterit didasarkan atas komposisi kadar Ni dan<br />Fe dengan asumsi sebagai berikut :<br />Top Soil dengan kadar Ni < 1% dan Fe < 30%<br />Limonit dengan kadar 1,0% < Ni < 1,4% dan Fe > 40%<br />Low Saprolit Ore Zone (LSOZ) dengan kadar 1,4% < Ni < 1,8% dan Fe <<br />40%<br />lV-1--<br />High Saprolit Ore Zone (HSOZ) dengan kadar Ni > 1,8% dan Fe < 30%<br />Data komposit ini akan digunakan untuk pengerjaan tahap berikutnya terutama<br />untuk mencari pola hubungan antar masing-masing faktor yang mempengaruhi<br />pembentukan endapan nikel laterit.<br />Gambar 4.1. Profil endapan laterit dari atas ke bawah<br />4.3<br />4.3.1<br /><br />Analisis Statistik<br />Statistik Univarian Kadar<br />Kadar Ni<br />Analisis statistik univarian kadar Ni dilakukan terhadap semua data hasil<br />pemboran pada Pulau Gee dan Pulau Pakal. Histogram untuk kadar Ni<br />dibuat dengan menggunakan interval kelas 0,2 %.<br />lV-2<br />Gambar 4.2. Histogram kadar Ni pada Pulau Gee<br />Gambar 4.3. Histogram kadar Ni pada Pulau Pakal<br />lV-3<br /> Kadar Fe<br />Analisis statistik univarian kadar Fe dilakukan terhadap semua data hasil<br />pemboran pada Pulau Gee dan Pulau Pakal. Histogram kadar Fe untuk<br />Pulau Gee dan Pakal menggunakan interval kelas 2,5%.<br />Gambar 4.4. Histogram kadar Fe pada Pulau Gee<br />Gambar 4.5. Histogram kadar Fe pada Pulau Pakal<br />lV-4<br /><br />Kadar Co<br />Analisis statistik univarian kadar Co dilakukan terhadap semua data hasil<br />pemboran pada Pulau Gee dan Pulau Pakal. Histogram untuk kadar Fe<br />menggunakan interval kelas 0,2% .<br />Gambar 4.6. Histogram kadar Co pada Pulau Gee<br />Gambar 4.7. Histogram kadar Co pada Pulau Pakal<br />lV-5<br /><br />SiO2<br />Analisis statistik univarian kadar SiO2 dilakukan terhadap semua data<br />hasil pemboran pada Pulau Gee dan Pulau Pakal. Histogram kadar Fe<br />untuk Pulau Gee dan Pakal menggunakan interval kelas 2,5%.<br />Gambar 4.8. Histogram kadar SiO2 pada Pulau Gee<br />Gambar 4.9. Histogram kadar SiO2 pada Pulau Pakal<br />lV-6<br /><br />CaO<br />Analisis statistik univarian kadar CaO dilakukan terhadap semua data hasil<br />pemboran Pulau Gee dan Pulau Pakal. Histogram kadar Fe menggunakan<br />interval kelas 0,1%.<br />Gambar 4.10. Histogram kadar CaO pada Pulau Gee<br />Gambar 4.11. Histogram kadar CaO pada Pulau Pakal<br />lV-7<br /><br />MgO<br />Analisis statistik univarian kadar MgO dilakukan terhadap semua data<br />hasil pemboran pada Pulau Gee dan Pulau Pakal. Histogram kadar MgO<br />untuk Pulau Gee dan Pakal menggunakan interval kelas 2,5%.<br />Gambar 4.12. Histogram kadar MgO pada Pulau Gee<br />Gambar 4.13. Histogram kadar MgO pada Pulau Pakal<br />lV-8<br />4.3.2<br /><br />Statistik Univarian Persen Lereng Per Zona<br />Top Soil<br />Gambar 4.14. Histogram tempat terbentuknya top soil pada Pulau Gee<br />Gambar 4.15. Histogram tempat terbentuknya top soil pada Pulau Pakal<br />lV-9<br />Berdasarkan Gambar 4.14 dan 4.15 diatas maka dapat dilihat suatu pola<br />yang<br />menunjukkan<br />kondisi<br />umum<br />kemiringan<br />topografi<br />tempat<br />terbentuknya top soil. Secara umum top soil yang terbentuk akan berada<br />pada kemiringan topografi yang sangat landai. Hal ini dikarenakan pada<br />topografi yang sangat landai aktivitas pengendapan akan terjadi dengan<br />sangat intensif.<br /><br />Limonit<br />Gambar 4.16. Histogram tempat terbentuknya limonit pada Pulau Gee<br />lV-10<br />Histogram Tempat Terbentuknya Limonit<br />250<br />200<br />150<br />100<br />50<br />0<br />100.00%<br />90.00%<br />80.00%<br />70.00%<br />60.00%<br />50.00%<br />40.00%<br />30.00%<br />20.00%<br />10.00%<br />0.00%<br />0.00 8.00 16.00 24.00 32.00 40.00 48.00 56.00 64.00 72.00 More<br />% Lereng<br />Gambar 4.17. Histogram tempat terbentuknya limonit pada Pulau Pakal<br />Limonit dapat terbentuk pada kondisi kemiringan lereng yang tidak terlalu<br />landai. Sebab bila terlalu landai maka yang dominan akan terbentuk adalah<br />top soil. Namun limonit juga tidak akan terbentuk pada daerah dengan<br />kemiringan topografi yang sangat terjal, sebab aktivitas utama yang akan<br />terjadi pada daerah ini adalah pengikisan oleh air permukaan secara<br />intensif.<br /><br />LSOZ<br />Gambar 4.18. Histogram tempat terbentuknya LSOZ pada Pulau Gee<br />lV-11JumlahData<br />Histogram Tempat terbentuknya LSOZ<br />300<br />250<br />200<br />150<br />100<br />50<br />0<br />100.00%<br />90.00%<br />80.00%<br />70.00%<br />60.00%<br />50.00%<br />40.00%<br />30.00%<br />20.00%<br />10.00%<br />0.00%<br />0.00<br />14.00<br />28.00<br />42.00<br />56.00<br />70.00<br />More<br />% Lereng<br />Gambar 4.19. Histogram tempat terbentuknya LSOZ pada Pulau Pakal<br />Perilaku pembentukan horizon LSOZ hampir sama dengan limonit. Sebab<br />horizon ini tidak akan terbentuk pada daerah dengan kondisi topografi<br />yang sangat landai maupun pada daerah dengan kondisi kemiringan<br />topografi yang sangat terjal.<br /><br />HSOZ<br />Histogram Tempat Terbentuknya HSOZ<br />180<br />160<br />140<br />120<br />100<br />80<br />60<br />40<br />20<br />0<br />100.00%<br />90.00%<br />80.00%<br />70.00%<br />60.00%<br />50.00%<br />40.00%<br />30.00%<br />20.00%<br />10.00%<br />0.00%<br />0<br />8<br />16<br />24<br />32<br />40<br />48<br />56<br />64<br />72<br />80<br />88<br />96 More<br />% Lereng<br />Gambar 4.20. Histogram tempat terbentuknya HSOZ pada Pulau Gee<br />lV-12JumlahdataJumlahData<br />Histogram Tempat terbentuknya HSOZ<br />250<br />200<br />150<br />100<br />50<br />0<br />100.00%<br />80.00%<br />60.00%<br />40.00%<br />20.00%<br />0.00%<br />0.00 8.00 16.00 24.00 32.00 40.00 48.00 56.00 64.00 72.00 More<br />% Lereng<br />Gambar 4.21. Histogram tempat terbentuknya HSOZ pada Pulau Pakal<br />Perilaku pembentukan horizon yang berada di bawah top soil secara umum<br />hampir sama. Demikian halnya dengan HSOZ, horizon ini juga akan<br />terbentuk pada daerah dengan kemiringan topografi yang tidak terlalu<br />landai dan pada daerah dengan kemiringan yang sangat terjal. Seperti telah<br />dibahas sebelumnya bahwa pada daerah dengan kemiringan yang sangat<br />landai maka horizon yang terbentuk adalah top soil, namun bila<br />kemiringan topografi sangat terjal aktivitas yang dominan adalah<br />pengikisan oleh air permukaan.<br />lV-13Jumlahdata<br />Histogram Tidak terbentuknya HSOZ<br />45<br />40<br />35<br />30<br />25<br />20<br />15<br />10<br />5<br />0<br />100.00%<br />90.00%<br />80.00%<br />70.00%<br />60.00%<br />50.00%<br />40.00%<br />30.00%<br />20.00%<br />10.00%<br />0.00%<br />0<br />17.5<br />35<br />52.5<br />70<br />More<br />Bin<br />Gambar 4.22. Histogram tidak terbentuknya HSOZ pada Pulau Gee<br />Histogram Tidak Terbentuknya HSOZ<br />200<br />180<br />160<br />140<br />120<br />100<br />80<br />60<br />40<br />20<br />0<br />100.00%<br />90.00%<br />80.00%<br />70.00%<br />60.00%<br />50.00%<br />40.00%<br />30.00%<br />20.00%<br />10.00%<br />0.00%<br />0<br />17.5<br />35<br />52.5<br />70<br />More<br />% Lereng<br />Gambar 4.23. Histogram tidak terbentuknya HSOZ pada Pulau Pakal<br />Untuk mengetahui kondisi kemiringan lereng yang paling ideal sebagai<br />tempat pembentukan endapan nikel laterit maka harus diketahui pula<br />kondisi kemiringan lereng tempat dimana horizon HSOZ tidak terbentuk<br />untuk selanjutnya dapat dilakukan perbandingan. Salah satu cara yang<br />lV-14FrequencyJumlahData<br />dapat dilakukan untuk dapat menentukan kondisi yang paling ideal sebagai<br />tempat pembentukan HSOZ adalah dengan cara mengiriskan rentang<br />kemiringan lereng (% Lereng) tempat terbentuknya HSOZ dan kemiringan<br />lereng tempat tidak terbentuknya HSOZ. Daerah yang berada di luar irisan<br />ini adalah kemiringan lerneng yang paling ideal sebagai tempat<br />terbentuknya HSOZ.<br />4.4<br />18<br />16<br />14<br />Statistik Bivarian<br />Pola hubungan % lereng dengan ketebalan endapan yang terbentuk pada<br />Pulau Gee.<br />Pada kondisi kemiringan topografi berbeda akan terbentuk ketebalan<br />endapan yang berbeda-beda pula. Perilaku ini disebabkan oleh kondisi<br />lingkungan pembentukan yang berbeda akibat perbedaan kemiringan<br />topografi.<br />Hubungan % Lereng Dengan Ketebalan Limonit<br />12<br />10<br />Maksimum<br />Rata-rata<br />Minimum<br />8<br />6<br />4<br />2<br />Regresi<br />Rata-rata<br />20<br />40<br />60<br />80<br />% Lereng<br />Gambar 4.24. Hubungan persen lereng dengan ketebalan limonit yang terbentuk pada<br />Pulau Gee<br />Berdasarkan gambar 4.22 dapat ditarik kesimpulan bahwa ketebalan<br />horizon limonit akan berbanding terbalik dengan kondisi kemiringan<br />lV-15Tebal20<br />topografi. Hal ini dikarenakan oleh aktivitas utama yang terjadi pada<br />daerah dengan kemiringan topografi terjal adalah pengikisan (erosi)<br />sehingga unsur-unsur penyusun limonit tidak akan terakumulasi melainkan<br />tererosi sehingga tidak akan terbentuk.<br />Hubungan % Lereng Dengan Ketebalan LSOZ<br />25<br />20<br />15<br />10<br />5<br />Maksimum<br />Rata-rata<br />Minimum<br />Regresi<br />Rata-rata<br />20<br />40 60<br />% Lereng<br />80<br />Gambar 4.25. Hubungan persen lereng dengan ketebalan LSOZ yang terbentuk pada<br />Pulau Gee<br />Kondisi yang sama akan terjadi pada LSOZ dimana ketebalan horizon ini<br />akan berbanding terbalik dengan kondisi kemiringan topografi. Semakin<br />terjal kondisi topografi suatu daerah maka aktivitas utama yang terjadi<br />adalah pengikisan (erosi).<br />lV-16Tebal30<br />Hubungan % Lereng Dengan Ketebalan HSOZ<br />35<br />30<br />25<br />20<br />15<br />10<br />5<br />Maksimum<br />Rata-rata<br />Minimum<br />Regresi<br />Rata-rata<br />20<br />40<br />60<br />80<br />% Lereng<br />Gambar 4.26. Hubungan persen lereng dengan ketebalan HSOZ yang terbentuk pada<br />Pulau Gee<br />Perilaku ketebalan horizon yang terbentuk akan selalu berbanding terbalik<br />dengan kondisi kemiringan topografi, terutama pada HSOZ yang menjadi<br />target utama dalam kegiatan eksplorasi. Kemiringan topografi yang sangat<br />terjal mengakibatkan unsur-unsur utama penyusun HSOZ tidak akan<br />terakumulasi akibat aktivitas erosi.<br />lV-17Tebal40<br />Pola hubungan % lereng dengan ketebalan endapan yang terbentuk pada<br />Pulau Pakal<br />Hubungan % Lereng Dengan Ketebalan Limonit<br />25<br />20<br />Maksimum<br />15<br />10<br />5<br />Rata-rata<br />Minimum<br />Regresi<br />Rata-rata<br />20<br />40<br />60<br />80<br />% Lereng<br />Gambar 4.27. Hubungan persen lereng dengan ketebalan limonit yang terbentuk pada<br />Pulau Pakal<br />Kondisi limonit yang terbentuk pada Pulau Pakal tidak berbeda dengan<br />yang terdapat pada Pulau Gee. Ketebalan horizon yang terbentuk akan<br />berbanding<br />terbalik<br />dengan<br />kondisi<br />kemiringan<br />lereng<br />daerah<br />pembentukan.<br />lV-18Tebal30<br />Hubungan % Lereng Dengan Ketebalan LSOZ<br />25<br />20<br />Maksimum<br />15<br />10<br />Rata-rata<br />Minimum<br />Regresi<br />Rata-rata<br />5<br />20<br />40<br />60<br />% Lereng<br />Gambar 4.28. Hubungan persen lereng dengan ketebalan LSOZ yang terbentuk pada<br />Pulau Pakal<br />Ketebalan LSOZ yang terbentuk pada Pulau Pakal berbanding terbalik<br />dengan kondisi kemiringan lereng. Hal ini tidak berbeda dengan perilaku<br />pembentukan LSOZ pada Pulau Gee. Artinya baik pada Pulau Gee maupun<br />Pakal memiliki persamaan dalam hal pola hubungan pembentukan<br />ketebalan horizon LSOZ dimana semakin besar kondisi kemiringan lereng<br />daerah pembentukan maka ketebalan LSOZ yang terbentuk akan semakin<br />kecil.<br />lV-19Tebal30<br />Hubungan % Lereng Dengan Ketebalan HSOZ<br />35<br />30<br />25<br />20<br />15<br />10<br />5<br />Maksimum<br />Rata-rata<br />Minimum<br />Regresi<br />Rata-rata<br />20<br />40<br />60<br />80<br />100<br />% Lereng<br />Gambar 4.29. Hubungan persen lereng dengan ketebalan HSOZ yang terbentuk pada<br />Pulau Pakal<br />Ketebalan horizon yang terbentuk pada HSOZ berbanding terbalik dengan<br />kondisi kemiringan lereng, artinya semakin besar kemiringan lereng tempat<br />pembentukan maka ketebalan horizon yang terbentuk akan semakin tipis.<br />Namun pada Pulau Pakal tidak menunjukkan suatu pola hubungan yang<br />terlihat jelas. Hal ini dikarenakan rentang data yang terbentuk cukup besar<br />sehingga mengakibatkan pola regresi yang menunjukkan hubungan<br />kemirinmgan lereng dan ketebalan endapan yang terbentuk tidak akan<br />terlihat cukup jelas.<br />lV-20Tebal40<br />4.5<br />Peta dan Penampang<br />20<br />70<br />(meter)<br />20<br />70<br />70<br />0<br />200<br />Gambar 4.30. Peta sebaran titik bor pada Pulau Gee<br />lV-212070208070605040302010<br />(meter)<br />0<br />200<br />Batas Pulau<br />Gambar 4.31. Peta sebaran titik bor pada Pulau Pakal<br />lV-22<br />20<br />70<br />20<br />70<br />70<br />(meter)<br />0<br />200<br />Gambar 4.32. Peta sebaran titik bor dengan top soil > 1 meter pada Pulau Gee<br />Titik bor yang mengandung top soil pada Pulau Gee tersebar secara tidak merata,<br />hal ini dikarenakan top soil hanya akan terbentuk pada daerah dengan kemiringan<br />topografi yang sangat landai. Namun dengan sedikitnya penyebaran top soil ini<br />lV-232070208070605040302010<br />kemungkinan terbentuknya horizon HSOZ lebih besar sebab air yang merupakan<br />salah satu faktor yang paling utama dalam proses pembentukan endapan nikel<br />laterit dapat melakukan penetrasi ke bagian bawah. Top soil dengan kandungan<br />lempung dominan memiliki porositas yang sangat buruk akibatnya air tidak bisa<br />melakukan penetrasi ke bagian bawah untuk selanjutnya melarutkan dan<br />mengakibatkan terakumulasinya unsur-unsur utama penyusun HSOZ.<br />(meter)<br />0<br />200<br />Batas Pulau<br />Gambar 4.33. Peta sebaran titik bor dengan top soil > 1 meter pada Pulau Pakal<br />Top soil pada Pulau Pakal tersebar dan menutupi sebahagian besar pulau ini.<br />Dengan banyaknya penyebaran top soil ini horizon HSOZ yang terbentuk dapat<br />menjadi lebih tipis, sebab lempung yang memiliki porositas sangat buruk<br />lV-24<br />mengakibatkan air tidak bisa melakukan penetrasi ke bagian bawah untuk<br />selanjutnya melarutkan dan menyebabkan terakumulasinya unsur-unsur utama<br />penyusun HSOZ.<br />20<br />70<br />20<br />70<br />70<br />(meter)<br />0<br />200<br />Zona<br />Perulangan Profil<br />Gambar 4.34. Peta sebaran titik bor perulangan profil pada Pulau Gee<br />lV-25207020807060504030202010<br />