1. MADRASAH PADA MASA ISLAM KLASIK
Disusun Guna Memenuhi Tugas Terstruktur
1
2. Matakuliah: Ilmu Pendidikan Islam
Dosen pengampu: M.A. Hermawan, M.Si
Oleh:
Festina Dwi Nurcahyani
NIM. 1123303083
Tarbiyah/ 3 KI 2
PRODI KEPENDIDIKAN ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
2012
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih tak pilih kasih dan Maha
Penyayang tak pandang orang. Shalawat dan salam semoga tetap
dilimpahkankepada Nabi besar Muhammad saw beserta keluarganya, sahabat-
sahabatnya, para pengikut-pengikutnya yang benar-benar beriman.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas individual terstruktur
matakuliah Ilmu Pendidikan Islam yang ditugaskan kepada mahasiswa STAIN
2
3. Purwokerto khsusnya mahasiswa jurusan Tarbiyah 3 KI 2 sebagai tugas akhir dan
syarat mengikuti UAS.
Akhirnya semoga makalah yang sangat ringkas ini akan dapat bermanfaat.
Makalah yang sangat sederhana ini juga masih banyak mengandung sesuatu yang
layak untuk disempurnakan. Karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan serta akan diterima dengan tulus hati. Hanya kepada Allah jualah kita
mohon petunjuk pertolongan, limpahan maghfirah, dan hidayah-Nya. Allahuma
Amin Ya Rabbal ‘Alamain.
3
4. BAB I
PENDAHULUAN
A. Pandangan Islam Terhadap Manusia
Pembahasan tentang ilmu pendidikan tidak mungkin terbebaskan dari
obyek yang menjadi sasarannya, yaitu manusia. Secara filosofis, pembahasan
Ilmu Pendidikan Islam harus mengikutsertakan obyek utamnya, yaitu manusia
dan pandangan Islam.1
Manusia adalah makhluk Allah. Ia dan alam semesta bukan terjadi
sendirinya, tetapi dijadikan oleh Allah.prof. Dr. Omar Muhammad al Toumi al
Syaibany memperinci pandangan Islam terhadap manusia atas delapan prinsip:
1. Kepercayaan bahwa manusia makhluk yang termulia di dalam jagat raya
ini.
2. Kepercayaan akan kemuliaan manusia.
3. Kepercayaan bahwa manusia itu ialah hewan yang berpikir.
4. Kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai tiga dimensi: badan, akal dan
ruh.
5. Kepercayaan bahwa manusia dalam pertumbuhannya terpengaruh oleh
faktor-faktor warisan (pembawaan) dan alam lingkungan.
6. Kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai motivasi dan kebutuhan.
7. Kepercayaan bahwa ada perbedaan perseorangan di antara manusia.
8. Kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai keluasan sifat dan selalu
berubah.
1 Dr. Zakiah Daradjat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 1.
4
5. B. Manusia Sebagai Makhluk yang Mulia2
Kedudukan manusia sebagai makhluk yang mulia itu adalah karena (1)
akal dan perasaan, (2) ilmu pendidikan dan (3) kebudayaan, yang seluruhnya
dikaitkan kepada pengabdian pada Pencipta, Allah SWT.
1. Akal dan Perasaan
Setiap orang menyadari bahwa ia mempunyai akal dan perasaan.
Akal pusatnya di otak, digunakan untuk berpikir. Perasaan pusatnya di
hati, digunakan untuk merasa an dalam tingkat paling tinggi ia melahirkan
“kata hati”.
2. Ilmu Pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu yang diketahui oleh manusia melalui
pengalaman, informasi, perasaan atau melalui intuisi. Ilmu pengetahuan
merupakan hasil pengolahan akal (berpikir) dan perasaan tentang sesuatu
yang diketahui itu.
3. Kebudayaan3
Akibat dari manusia menggunakan akal pikirannya, perasaannya
dan ilmu pengetahuannya, timbullah kebudayaan, baik berbentuk sikap,
tingkah laku, cara hidup ataupun berupa benda, irama, bentuk dan
sebagainya. Dengan akal, ilmu dan perasaan, ia membentuk kebudayaan,
dan sekaligus mewariskan kebudayaannya itu kepada anak dan
keturunannya, kepada orang atau kelompok lain yang dapat
mendukungnya.
2 Ibid, hlm. 3-5.
3 Ibid, hlm. 8-9.
5
6. C. Manusia sebagai Khalifah di Bumi4
Setelah bumi ini diciptakan, Allah memandang perlu bumi itu didiami,
diurus, diolah. Untuk itu ia menciptakan manusia yang diserahi tugas dan
jabatan khalifah. Kemampuan bertugas ini adalah suatu anugerah Allah dan
sekaligus merupakan amanat yang dibimbing manusia yang bernama khalifah
itu. Untuk itu Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang lengkap
dan utuh dengan sarana yang lengkap.
Allah menciptakan bumi dalam keadaan seimbang dan serasi.
Keteraturan alam dan kehidupan ini dibebankan kepada manusia untuk
memelihara dan mengembangkannya demi kesejahteraan hidup mereka
sendiri.
D. Manusia sebagai Makhluk Paedagogik
Makhluk paedagogik ialah makhluk Allah yang dilahirkan membawa
potensi dapat dididik dan dapat mendidik. Makhluk ini adalah manusia.
Daialah yang memiliki potensi dapat dididik dan mendidik sehingga mampu
menjadi khalifah di bumi, pendukung dan pengembang kebudayaan. Kalau
potensi itu tidak dikembangkan, niscaya ia akan kurang bermakna dalam
kehidupan.
E. Landasan Pendidikan Islam
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan
oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalamnya terkandung ajaran
4 Ibid, hlm. 16.
6
7. pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek
kehidupan melalui ijtihad.
Pendidikan Islam harus berlandaskan ayat-ayat Al-Qur’an yang
penafsirannya dapat dilakukan berdasarkan ijtihad disesuaikan dengan
perubahan dan pembaharuan.
2. As-Sunnah
As-Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rasul
Allah SWT. Yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah kejadian atau
perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan beliau membiarkan
saja kejadian atau perbuatan itu berjalan. Sunnah merupakan landasan
kedua bagi cara pembinaan pribadi manusia muslim.
3. Ijtihad
Ijtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu berfikir dengan
menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan Syari’at Islam
untuk menetapkan/menentukan sesuatu hukum syari’at Islam dalam hal-
hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan
Sunnah.
7
8. BAB II
MADRASAH PADA MASA ISLAM KLASIK
A. Madrasah sebagai Institusi Pendidikan5
Pendidikan Islam secara kelembagaan tampak dalam berbagai bentuk
yang bervariaso. Di samping lembaga yang bersifat umum seperti masjid,
terdapat lembaga-lembaga lain yang mencerminkan kekhasan orientasinya.
Secara umum, pada abad keempat hijrah dikenal beberapa sistem pendidikan
Islam.
Hasan Abd al-‘Al, menyebutkan lima sistem dengan klasifikasi sebagai
berikut: Sisem Pendidikan Mu’tazilah, Sistem Pendidikan Ikhwan al-Safa,
Sistem Pendidikan Bercorak Filsafat, Sistem Pendidikan Bercorak Tasawuf,
dan Sistem Pendidikan Bercorak Fiqh.
Institusi pendidikan Islam mengalami perkembangan, sesuai dengan
kebutuhan dan perubahan masyarakat Muslim di kala itu. Perkembangan dan
kebutuhan masyarakat ditandai oleh:
1. Perkembangan ilmu. Kaum Muslimin pada masa awal membutuhkan
pemahaman al-Qur’an sebagai apa adanya, begitu juga membutuhkan
keterampilan membaca dan menulis. Ibn Khaldun mencatat bahwa pada
awal kedatangan Islam orang-orang Quraisy yang pandai membaca dan
menulis hanya berjumlah 117 orang. Semuanya laki-laki.
5 Maksum, Madrasah; Sejarah dan Perkembangannya (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1999), hlm. 51-53.
8
9. 2. Perkembangan kebutuhan. Pada masa awal, yang menjadi kebutuhan
utama ialah menda’wahkan Islam. Karena itu, sasaran pun pada mulanya
ditujukan pada orang-orang dewasa. Ketika keadaan semakin baik,
penganut Islam semakin banyak dan kuat, terdapatlah kebutuhan untuk
melakukan pendidikan untuk anak-anak. Selanjutnya timbul kebutuhan
untuk mendidik guru, untuk pengembangan ilmu, dan untuk kebutuhan-
kebutuhan masyarakat yang lebih maju, termasuk mempersiapkan
pegawai.
B. Asal-Usul dan Motivasi Pendirian Madrasah6
Multi motivasi yang mendasari kelahiran madrasah, yaitu selain
motivasi agama, dan motivasi ekonomi karena berkaitan dengan
ketenagakerjaan, juga motivasi politik. Dengan berdirinya madrasah, maka
pendidikan Islam memasuki periode baru yaitu “pendidikan menjadi fungsi
bagi negara, dan sekolah-sekolah dilembagakan untuk tujuan pendidikan
sectarian dan indoktrinasi politik”.7
C. Tradisi Keilmuan Madarah
Melalui kajian lebih dalam, tradisi keilmuan di madrasah dapat dilihat
dari tiga hal: yaitu transformasinya, aliran, dan kecenderungan politik
pemerintahnya. Dalam hal transformasi akan dapat dilihat sejauh mana
madrasah mempertahankan elemen pendidikan masjid di satu pihak dan
6 Ibid, hlm. 60-63.
7 Mehdi Nakosteen, Kotribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat, (Jakarta: Risalah
Gusti, 1996), hlm. 50.
9
10. menambahkan elemen-elemen baru di pihak lain. Sedangkan dalam hal aliran
keagamaan, kajian ini akan meperlihatkan bagaimana madrasah dipengaruhi
oleh perkembangan sekte-sekte pemikiran keagamaan yang berkembang.
Adapun dalam hal kecenderungan politik pemerintah, perhatian dalam tradisi
keilmuan ini akan dapat menjelaskan bagaimana kepentingan politik dapat
menentukan pola kajian yang dikembangkan di madarasah.
1. Aspek Transformasi Madrasah8
Secara fisik madrasah pada abad pertengahan Islam pada dasarnya
adalah bangunan masjid yang ditambah dengan lokal-lokal khusus untuk
pendidikan (‘iwan) dan penginapan (pemondokan). Di samping itu
madrasah mencerminkan transformasi dalam bidang administrasi dan
managemen.
Madrasah memiliki aturan-aturan tertentu menyangkut hampir
seluruh komponen pendidikan. Madrasah membedakan tingkatan dan
tugas pengajar antara mudarris (guru), mu’id (asisten), dan wu’adz (tutor).
Di samping itu madrasah mengenal adanya nazir atau wali yang
mempunyai tanggung jawab terhadap aktivitas madrasah, dan mereka
dipilih dari orang-orang yang ahli di bidangnya.
2. Aspek Aliran Keagamaan
Sebetulnya, jika dilihat dari perkembangannya, madrasah relative
mengandung ajaran rasional, jika dibandingkan dari sistem pendidikan
aliran fiqh dan Hadits pada masa sebelumnya. Potensi lain dari rasionalitas
madrasah, yang sudah lebih cenderung ke fiqh daripada Hadits, ialah
8 Ibid, hlm. 66-69.
10
11. diajarkannya Kalam ke dalam madrasah, khususnya Kalam Asy’ariyah
seperti pada madrasah Nizamiyah. Kalam menggunakan akal dan mantiq.
Akan tetapi, akal yang digunakannya lebih terbatas, dan dalam kadar yang
kurang kuat untuk mendukung perkembangan ilmu. Semua potensi
rasional yang dimiliki itu ternyata kurang mampu mendorong perhatian
terhadap ilmu pengetahuan.
3. Aspek Politik Pemerintahan9
Madrasah merupakan babak baru dalam pendidikan Islam karena
pemerintah telah ikut terlibat di dalamnya. Keterlibatan tersebut sangat
erat kaitannya dengan tujuan pemerintah, sehingga pendidikan merupakan
bagian dari institusi pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuannya.
Dari sudut keilmuan, keterlibatan pemerintah dalam Madrasah
Nizamiyah telah mengarahkan madrasah hanya kepada ilmu yang
mendukung satu madzhab dari empat madzhab.
Pada masa khalifah al-Musta’sim tercatat perintah agar para guru
tidak mengajarkan karya-karyanya sendiri dan cukup menyebutkan
ucapan-ucapan masyayikh, pendahulunya. Alasannya, dalam rangka
menghormati dan mengambil berkahnya. Sebagai akibatnya, proses belajar
mengajar hanya terbatas pada menghafal, membaca, dan mengulangi
ucapan orang-orang sebelumnya, tanpa tambahan dan pembaharuan.
D. Pengaruh Madrasah10
9 Ibid, hlm. 73.
10 Ibid, hlm. 75-78.
11
12. Sebagai suatu ide, madrasah mempunyai pengaruh yang luas dan
monumental. Dengan mengutip pernyataan al-Dailami, Abd Ghani Abud
mengatakan “pendirian universitas-universitas di Barat adalah sebagai hasil
inspirasi dan pengaruh madrasah (Nizamiyah). George Makdisi dalam
beberapa tulisannya membuktikan, bahwa tradisi akademik Barat secara
historis mengambil banyak keuntungan dari tradisi madrasah.
Di dunia Islam, besarnya pengaruh madrasah merupakan fenomena
umum. Madrasah pada masa klasik merupakan model umum dan standard
untuk pendidikan Islam tingkat menengah, setelah katatib. Dalm kaitan ini,
keterlibatan pemerintah kelihatannya memiliki andil besar.
Madrasah-madrasah besar—umumnya di ibu kota kerajaan atau kota-
kota strategis—adalah madaah yang didirikan dan dibiayai oleh individu-
individu yang memiliki kedudukan dalam pemerintahan atau keluarga-
keluarga dekat mereka. Dalam batas ini memang madrasah merupakan
kebijakan religio-politik untuk penguasa.
Dengan adanya perhatian, atau campur tangan pemerintah, madrasah
segera tersebar dengan luas. Banyak saudagar, ulama ataupun yang lainnya,
yang mendirikan madrasah dengan model dan standard yang relatif sama.
Madrasah bukan hanya tersebar pada daerah yang amat luas di Timur,
melainkan juga idenya telah terawetkan sehingga madrasah tetap eksis pada
era modern.
Secara sosial keagamaan, madrasah diterima masyarakat Muslim
karena sesuai dengan lingkungannya dan keyakinannya. Pertama, materi
12
13. pokok yang diajarkan di madrasah ialah fiqh. Materi ini diharapkan
merupakan kebutuhan masyarakat umumnya dalam rangka hidup dan
kehdiupan yang sesuai dengan ajaran dan keyakinannya. Karena itu, materi ini
dapat diberikan kepada anggota masyarakat dalam segala tingkatan umur.
Secara ekonomi, madrasah adalah lembaga yang menjanjikan kerja.
Pengajaran fiqh, sejak semula, dapat memberikan kesempatan kerja, karena
dengan menguasai fiqh seseorang akan dibutuhkan di dalam masyarakat.
Madrasah dalam era modern berada dalam tarik menarik antara
keharusan mempertahankan pengajaran ilmu-ilmu agama secara modern di
satu pihak, dan mengembangkan pengajaran ilmu-ilmu non-keagamaan di lain
pihak. Sikap madrasah yang terlaku konservatif akan mendorong lembaga itu
terasing dan bahkan lenyap dari perkembangan modern. Sebaliknya, sikap
akomodatif yang berlebihan terhadap kecenderungan pendidikan modern
(sekuler) juga akan menjerumuskan madrasah ke dalam sistem pendidikan
yang lepas dari nilai-nilai keislaman.
13
14. BAB III
KESIMPULAN
Madrasah pada awalnya dapat dianggap sebagai hasil perkembangan dari
institusi sebelumnya. Namun demikian, madrasah selanjutnya tidak selalu harus
memiliki penekanan yang sama dengan institusi yang melahirkannya atau institusi
yang melahirkannya atau institusi lainnya. Karena itu madrasah tidak harus
mematikan bibitnya, melainkan dapat tumbuh bersama-sama dan saling
melengkapi, dengan institusi pendidikan Islam yang lain.
Sejarah pertumbuhan dan perkembangan madrasah ternyata tidak dapat
dipisahkan dari perkembangan masyarakatnya, atau tegasnya semua aspek
kehidupan masyarakatnya. Dua faktor yang melatarbelakangi petumbuhan
madrasah di Indonesia secara konkrit adalah adanya desakan politik pendidikan
colonial di semua pihak, dan munculnya pembaharuan pemikiran keagamaan di
pihak lain.
Pengembangan madrasah itu dapat dilihat dari perkembangan kurikulum
madrasah di segala tingkatannya, baik yang berkaitan dengan perbandingan
prosentase, variasi komposisi, maupun model pemaduan antara mata pelajaran
agama, umum dan keterampilan, yang pada gilirannya juga memunculkan
keberagaman madrasah itu sendiri.
14
15. DAFTAR PUSTAKA
An-Nahidl, Ahmad, Nunu. 2010. Spektrum Baru Pendidikan Madrasah. Jakarta:
Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan.
Daradjat, Zakiah. 1992. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Maksum. 1999. Madrasah; Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu.
Roqib, Mohamad. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: LkiS.
Tuanaya, Thaha, M., Malik, A.. 2007. Modernisasi Pesantren. Jakarta: Balai
Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta.
Yasmadi. 2002. Kritik Nurcholish Madjid Terhadap Pendidikan Islam
Tradisional. Jakarta: Ciputat Press.
15