2. Pengertian
Dimana, sebuah tingkah laku cenderung
untuk muncul saat spesific antecedent
stimulus ada/terjadi. (Antecedent
stimulus adalah stimulus yang
mendahului terjanya tingkah laku).
Sebuah tingkah laku dikatakan berada di
bawah kontrol stimulus ketika
kemungkinan peningkatan perilaku itu
muncul saat stimulus antesedent terjadi.
3. Stimulus
Discrimination
Training
Pengembangan The Three-Term
Stimulus Contingency
Kontrol
Generalization
4. Stimulus Discrimination Training
Stimulus kontrol berkembang karena tingkah laku diperkuat
hanya jika stimulus antisedent yang spesifik hadir/ada. Oleh
karena itu, tingkah laku akan kembali muncul/berlanjut
dimasa yang akan datang hanya jika stimulus antesedent
hadir. Antecedent stimulus yang muncul/hadir saat tingkah
laku diperkuat di berinama discriminative stimulus (SD).
Secara sederhana SD/discriminative stimulus dapat dipahami
sebagai stimulus spesifik yang memicu timbulnya sebuah
tingkah laku, tingkah laku tidak muncul kecuali stimulus
spesifik ini terjadi. Jadi SD merupakan stimulus spesifik
(hanya dengan stimulus ini, bukan stimulus lain) yang
menyebabkan sebuah tingkah laku muncul. Proses penguatan
(reinforcing) tingkah laku hanya disaat stimulus antesedent
spesifik (discriminative stimulus) hadir, disebut stimulus
discrimination training.
5. Dua langkah yang terdapat pada stimulus discrimination
training:
1. Saat discriminative stimulus (SD) muncul/hadir, tingkah laku
diperkuat.
2. Saat antecedent stimulus yang lainnya diberikan (bukan
discriminative stimulus (SD)), tingkah laku tersebut tidak
mengalami penguatan (tidak diperkuat). Selama
discrimination training berlangsung, antecedent stimulus lain
yang muncul saat tingkah laku tidak diperkuat disebut S-delta
(S∆).
Sebagai hasil dari discrimination training, tingkah laku
cenderung untuk muncul kembali dimasa mendatang saat SD
dimunculkan/tampil tapi akan cenderung untuk tidak muncul
saat S∆ dimunculkan.
6. The Three-Term Contingency
Menurut Skinner (1969), stimulus discrimination
training melibatkan three-term contingency, dimana
konsekuensi (penguat atau punisher) adalah bagian
dari munculnya tingkah laku hanya saat spesifik
stimulus antecedent muncul. Three-Term Contingency
melibatkan hubungan antara stimulus antecedent,
tingkah laku, dan konsekuensi dari tingkah laku. Analis
behavior biasanya menyebutnya ABCs (antecedents,
behavior, consequences) dari tingkah laku Stimulus
antecedent berkembang menjadi stimulus control
karena tingkah laku diperkuat atau dipunis hanya jika
stimulus antecedent muncul.
7. Notasi yang digunakan untuk mendeskripsikan
three-term contingency yang menyertakan
reinforcement adalah:
SD R SR
Dimana SD = discriminative stimulus, R = respos, dan
SR = reinfocer (reinforcing stimulus) . Sedangkan
notasi three-term contingency yang menyertakan
punishment adalah:
SD R Sp
SP = punisher ( punishing stimulus)
8. Generalization
Pada kasus tertentu, kondisi antecedent dimana
tingkah laku tersebut diperkuat (dengan
reinforcement) atau terhenti (dengan extinction atau
punishment) adalah spesifik namun di kasus
lain, kondisi antecedent meluas dan tervariasi.
Ketika control stimulus dari sebuah tingkah laku
menjadi meluas – hal ini, saat tingkah laku terjadi
dalam cakupan situasi antecedent – kita katakana
bahwa generalisasi stimulus (stimulus
generalization) sedang terjadi.
9. Contoh:
Amy belajar untuk mengenal warna merah.
Saat gurunya menunjukkan sebuah buku yang
berwarna merah, Amy dapat mengatakan
”merah”. Generalization dikatakan telah
terjadi saat Amy juga berkata “merah” saat
gurunya menunjukkan kepada Amy sebuah
bola yang berwarna merah, buku yang
berwarna merah, atau objek lainnya yang
berwarna merah.