SlideShare a Scribd company logo
1 of 16
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
PERCOBAN I DAN VI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai mahasiswa farmasi, sudah seharusnya kita mengetahui hal-hal yang berkaitan
dengan obat, baik dari segi farmasetik, farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi
farmakologi. Kali ini kami akan membahas dalam bab farmakologi obat dengan sub-bab rute
pemberian obat. Ada pun yang melatar belakangi pengangkatan materi adalah agar kita dapat
mengetahui kaitan antara rute pemberian obat dengan waktu cepatnya reaksi obat yang
ditampakkan pertama kali.
Obat-obat yang diklasifikasikan sebagai sedatif hipnotik banyak digunakan untuk
merelaksasikan pasien dan memacu tidur. Obat sedative memberi efek ketenangan pada
pasien. Pada dosis tinggi, obat yang sama dapat mengakibatkan kantuk dan mengawali tahap
normal tidur (hipnosis). Pada dosis yang lebih tinggi, beberapa obat sedative (khususnya
barbiturat) akan menyebabkan hilang rasa. Karena efeknya dalam menekan sistem saraf pusat,
beberapa obat sedative hipnotik digunakan dalam mengobati epilepsi atau menghasilkan
relaksasi otot.
Obat-obat sedatif-hipnotik dan anti anxietas banyak digunakan di dunia. Diperkirakan
10-15% masyarakat yang mengalami insomnia menggunakan pengobatan farmakologi untuk
menormalkan tidur. Insomnia sendiri diartikan sebagai keadaan susahnya memulai tidur, tidak
bisa tidur atau durasi tidur yang tidak adekuat. Beberapa obat yang digunakan untuk insomnia
merupakan agonis GABA dan mempunyai efek sedasi langsung, yang terdiri dari relaksasi
otot, melemahnya ingatan, ataxia dan hilangnya keterampilan kerja, seperti mengemudi.
Durasi kerja obat untuk insomnia yang panjang, dapat menyebabkan gangguan psikomotor,
konsentrasi dan ingatan
B. Tujuan Percobaan
Mengenal, mempraktekan, dan membandingkan cara - cara pemberian obat terhadap
ketepatan absorbsinya, menggunakan data farmakologi sebagai tolak ukurnya.
Mempelajari dan mengamati pengaruh dari obat penekan syaraf pusat.
C. Dasar Teori
Rute pemberian obat ( Routes of Administration ) merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia
yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suply
darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan
tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi
kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzug,
B.G, 1989).
Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta kondisi
pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah seperti berikut:
1) Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik
2) Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama
3) Stabilitas obat di dalam lambung atau usus
4) Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute
5) Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter
6) Harga obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam-
macam rute
7) Kemampuan pasien menelan obat melalui oral.
Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang
diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk
sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika
obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat
yang bekerja setempat misalnya salep (Anief, 1990).
Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah di bidang kedokteran atau
biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau sarana percobaan
haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis /
keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor ekonomis,
mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya
pada manusia. (Tjay,T.H dan Rahardja,K, 2002).
Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara
memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh
sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan
dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan
dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang
memegangnya (Katzug, B.G, 1989).
Fenobarbital, asam 5,5-fenil-etil barbiturate merupakan senyawa organik pertama yang
digunakan dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanya membatasi penjalaran aktivitas bangkitan
dan menaikkan ambang rangsang. Efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat
depresi dapat dicapai mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anesthesia, koma, sampai
dengan kematian. Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan
dosis hipnotik. Tidurnya tidak disertai mimpi yang. (Ganiswara,1995).
Barbiturat secara oral diabsorbsi cepat dan sempurna. Mula kerja bervariasi antara 10-
60 menit, bergantung kepada zat serta formula sediaan dan dihambat oleh adanya makanan
didalam lambung. Barbiturat didistribusi secara luas dan dapat lewat plasenta, ikatan dengan
PP yang sesuai dengan kelarutannya dalam lemak, thiopental yang terbesar, terikat lebih dari
65%. Kira-kira 25% fenobarbital dan hampir semua aprobarbital diekskresi kedalam urin
dalam bentuk utuh (Ganiswara, 1995).
Reabsorpinya di usus baik (70-90%) dan lebih kurang 50% terikat pada protein; plasma-
t ½-nya panjang, lebih kurang 3-4 hari, maka dosisnya dapat diberikan sehari sekaligus.
Kurang lebih 50% dipecah menjadi p-hidrokdifenobarbitat yang diekskresikan lewat urin dan
hanya 10-30% dalam kedaan utuh. Efek sampingnya berkaitan dengan efek sedasinya, yakni
pusing, mengantuk, ataksia dan pada anak-anak mudah terangsang. Bersifat menginduksi
enzim dan antara lain mempercepat penguraian kalsiferol (vitamin D2) dengan kemungkinan
timbulnya rachitis pada anak kecil. Pengunaannya bersama valproat harus hati-hati, karena
kadar darah fenobarbital dapat ditingkatkan. Di lain pihak kadar darah fenitoin dan
karbamazepin serta efeknya dapat diturunkan oleh fenobarbital. Dosisnya 1-2 dd 30-125 mg,
maksimal 400 mg (dalam 2 kali); pada anak-anak 2-12 bulan 4 mg/kg berat badan sehari; pada
status epilepticus dewasa 200-300 mg (Tjay dan Rahardja, 2006).
II. ALAT DAN BAHAN
Alat – alat yang digunakan pada praktikum ini adalah rotarod (Batang berputar) spuit
injeksi (0,1-2 ml), jarum sonde, labu ukur 10 ml, stopwatch, timbangan tikus, neraca analitik
dan alat-alat gelas. Sedangkan bahan – bahan yang digunakan berupa aquabidest,
(fenobarbital), hewan coba (tikus), kapas dan alcohol.
III. CARA KERJA
 Disiapkan
 Ditimbang
 Dikonversikan dosis, konsentrasi larutan stok obat, jumlah obat yang
harus diambil, perhitungan perhitungan volume diazepam yang akan
diberikan
 Diletakkan pada rotarod selama 5 menit
 Diujikan dengan diazepam melalui oral, subkutan, intramuskular,
intraperioneanal, intravena
 Dilakukan percobaan pada menit ke 15, 30, 45, 60 dan 90 dengan
meletakan tikus di atas rotarod selama 2 menit
 Diamati berapa kali tikus terjatuh
 Diamati reflek balik badan kornea
 Diamati perubahan diameter pupil mata
 Diamati dan dicatat waktu mulai hilangnya reflek balik badan sampai
kembalinya reflek balik badan
 Dihitung onset dan durasinya
 Dicatat hasil percobaannya
TIKUS
HASIL
PERALATAN
IV. PERHITUNGAN DAN HASIL PERCOBAAN
1. PERHITUNGAN
 Berat tablet Diazepam = 117 mg
 Dosis Diazepam tablet = 2 mg
 Dosis Diazepam ampul = 10 mg/ 2 ml
 Berat Badan Tikus
- Tikus untuk Peroral = 150 gram
- Tikus untuk Intraperitoneal =......... gram
- Tikus untuk Intravena = 150 gram
- Tikus untuk Intramuskular = ...... gram
- Tikus untuk Subkutan = ......... gram
 Dosis Konversi = faktor konversi x dosis manusia
= 0,018 x 10 mg
= 0,18 mg per 200 gr BB tikus
 Konsentrasi larutan stok =
𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
= 0,18 mg/ 5 ml
= 0,9 mg/ 25 ml
a. Peroral
 Berat tablet yang diambil =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 𝑦𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑘𝑎𝑛
𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 𝑦𝑔 𝑎𝑑𝑎
x berat tablet
=
0,9 𝑚𝑔
2 𝑚𝑔
x 117 mg
= 52,65 mg = 0,0526 gr
 Volume Pemberian =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠
100 𝑔𝑟
x 5 𝑚𝑙
=
150 𝑔𝑟𝑎𝑚
200 𝑔𝑟𝑎𝑚
x 5 ml
= 3,75 ml
b. Intraperitoneal
 Pengenceran
V1M1 = V2M2
V1.5 mg/ml = 10 ml x 0,036 mg/ml
V1 = 0,072 ml  ad 10 ml
 Volume pemberian =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠
100 𝑔𝑟
x Volume maksimal
=
150 𝑔𝑟𝑎𝑚
200 𝑔𝑟𝑎𝑚
x 5 ml
= 2,75 ml
c. Intravena
 Pengenceran
V1M1 = V2M2
V1.5 mg/ ml = 10 x 0,18
V1 = 0,36 ml ad 10 ml
 Volume pemberian =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠
100 𝑔𝑟
x
1
2
Volume maksimal
=
150 𝑔𝑟𝑎𝑚
200 𝑔𝑟𝑎𝑚
x 1 ml
= 0,75 ml
d. Subkutan
 Dosis ampul 10 mg/ 2 ml = 5 mg/ml
 Dosis konversi = 0,18mg/200 gr
 Konsentrasi larutan = 0,18 mg/5 ml = 0,036 mg/ml
 Pengenceran
V1M1 = V2M2
V1.5 = 10 x 0,056
V1= 0,072 ml  ad 10 ml
 Volume pemberian =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠
200 𝑔𝑟
x Volume maksimal
=
𝑔𝑟𝑎𝑚
200 𝑔𝑟𝑎𝑚
x 5 ml
= ml
e. Intramuskular
 larutan stok =0,18 mg/ 0,1 ml = 1,8 mg/ ml
 Pengenceran
V1M1 = V2M2
V1.5 = 10 x 1,8 mg/ml
V1= 3,6  ad 10 ml
 Volume pemberian =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠
100 𝑔𝑟
x
1
2
Volume maksimal
=
.𝑔𝑟𝑎𝑚
200 𝑔𝑟𝑎𝑚
x 0,1 ml
= ....... ml
2. HASIL PERCOBAAN
Onset dan Durasi
PO IM SC IV IP
Onset (menit) 10 13 21 5 30
Durasi (menit) >120 >120 >120 >120 >120
Waktu pemberian 13.37 13.34 14.06 13.23 13.40
Jatuhnya tikus saat di rotarod
Waktu/Perlakuan PO IM SC IV IP
15 5 1 4 - -
30 4 - 5 3 4
60 2 2 3 4 -
90 5 - 3 - 3
120 2 1 - 5 5
Lama nya tikus tertidur
P.O I.V I.P S.C I.M
Tidur 21 27 40 54 43
Bangun 138 152 >160 74 144
Waktu menit ke-
Efek sedatif
Reflek hilang dan kembali
P.O I.V I.P S.C I.M
Hilang 10 5 30 21 13
Kembali 78 27 63 20
Menit ke-
Reflek
V. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini, di lakukan berbagai macam cara pemberian obat fenobarbitol
kepada dua mencit. Adapun untuk mencit cara memegang yang benar agar siap untuk diberi
sediaan yaitu dengan cara: Awalnya ujung ekor mencit diangkat dengan tangan kanan ataupun
kiri ( tergatung nyamannya praktikan). Kemudian telunjuk dan jari manis tangan kiri menjepit
kulit tengkuk, sedangkan ekornya tetap dipegang dengan tangan kanan (ataupun sebaliknya).
Selanjutnya, posisi tubuh mencit dibalikkan, sehingga permukaan perut menghadap kita dan
ekor dijepitkan diantara jari manis dan kelingking tangan kiri.
Hal yang perlu diperhatikan sebelumnya adalah kita harus melakukan pendekatan
terlebih dahulu terhadap hewan uji. Tujuannya agar nantinya mencit ataupun tikus tersebut
lebih mudah untuk dipegang. Jangan justru membuat mencit ataupun tiku stres, membuatnya
berontak yang bisa melukai diri kita sendiri. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
kondisi mencit diantaranya adalah kebisingan suara di dalam laboratorium, frekuensi
perlakuan terhadap mencit tersebut, dan lain-lain. Apabila kondisinya terganggu, maka mencit
tersebut akan mengalami stress. Kondisi stress yang terjadi pada mencit akan mempengaruhi
hasil percobaan yang dilakukan.
Pada awalnya mencit dilakukan adaptasi terlebih dahulu dengan menaruhnya pada
rotarod agar dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang akan dilakukan selama proses
praktikum ini berlangsung dan hasilnya mencit bersifat normal (aktif berlari, memanjat, dll).
Kemudian disuntikkan obat fenobarbital ke masing-masing mencit dengan berbagai macam
cara pemberian obat, yaitu oral, intra vena, intra peritoneal, intra muscular, dan subcutan yang
diberi tanda berbeda-beda dengan spidol pada ekornya agar dapat diketahui perbedaan
pemberian obatnya. Dosis yang diberikan kepada masing-masing mencit berbeda-beda, sesuai
dengan berat badan mencit masing-masing.
Setelah pemberian obat, efek yang ditimbulkan obat ini adalah tidur tidak bereaksi.
Perbedaan cara pemberian obat ke dalam tubuh akan mempengaruhi onset dan durasi dari
obat. Dimana onset berarti waktu dari saat obat diberikan hingga obat terasa kerjanya. Sangat
tergantung rute pemberian dan farmakokinetik obat. Sedangkan durasi kerja adalah lama obat
menghasilkan suatu efek terapi (dari awal obat bereaksi hingga obat tersebut sudah tidak
bereaksi lagi). Dengan kata lain, perbedaan cara pemberian obat akan memberikan efek yang
yang berbeda-beda. (Gunawan, 2009)
Obat yang diinjeksikan pada mencit merupakan larutan fenobarbital yang kerjanya,
membatasi penjalaran aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Fenobarbital
masih merupakan obat antikonvulsi dengan potensi terkuat, tersering di gunakan, dan
termurah. Dosisefektif relatif rendah. Efek sedatif, dalam hal ini dianggap efek samping, dapat
diatasi dengan pemberian amfe-tamin atau stimulan sentral lainnya tanpa menghi-langkan
khasiat antikonvulsinya. Kemungkinan intoksikasi kecil; kadang-kadang hanya timbul ruam
skarlatiniform pada kulit (2%). Efek toksik yang berat pada penggunaan sebagai antiepilepsi
belum pernah dilaporkan. Fenobarbital adalah obat terpilih untuk memulai terapi epilepsi
grand mal. Karena efek toksik berbeda dengan obat antikonvulsi lainnya, khususnya dengan
fenitoin, penggunaan fenobarbital sering dikombinasikan dengan obat-obat tersebut. (Utama,
H dan Vincent H.S. Gan,1995).
Indikasi penggunaan fenobarbital ialah terhadap grand mal atau berbagai serangan
kortikal lainnya; juga terhadap status epileptikus serta konvulsi fe-bril. Sekalipun khasiatnya
terbatas, karena sifat antikonvulsi berspektrum lebar dan aman, feno barbital sering cocok
untuk terapi awal serangan absence, spasme mioklonik, dan epilepsi akinetik; apalagi
mengingat kemungkinan komplikasi serang an tonik-klonik umum (grand mal) pada ketiga je-
nis epilepsi tersebut. Terhadap epilepsi psikomotor manfaatnya terbatas dan penterapan hams
berhati-hati, oleh karena ada kemungkinan terjadinya eksaserbasi petit mal. Hal ini terutama
hams di-ingat oleh mereka yang menggunakan fenobarbital sebagai obat terpilih
pada setiapkelainan dengan konvulsi (umpamanya pada bidang kesehatan anak) (Utama, H
dan Vincent H.S. Gan,1995).
Dosis yang biasa digunakan pada orang dewasa adalah dua kali 100 mg sehari. Untuk
mengendali-kan epilepsi disarankan mendapatkan kadar plasma optimal, berkisar antara 10
sampai 30 meg/ml. Kadar plasma di atas 40 meg/ml sering disertai gejala toksik yang nyata.
Penghentian pem berian fenobarbital harus secara bertahap guna mencegah kemungkinan
meningkatnya frekuensi serangan kembali, atau malahan serangan status epileptikus. (Utama,
H dan Vincent H.S. Gan,1995).
Pada pemberian secara oral, akan memberikan onset paling lambat karena melalui
saluran cerna dan lambat di absorbsi oleh tubuh. Selain itu banyak faktor yang dapat
mempengaruhi bioavaibilitas obat sehingga mempengaruhi efek yang ditimbulkan. Pemberian
secara intravena seharusnya menunjukkan onset paling cepat karena kadar obat langsung
terdistribusi dan dibawa ol eh darah dalam pembuluh. Namun pada praktikum ini onset
tercepat ditunjukkan oleh injeksi melalui subkutan, bukan dari injeksi melalui intravena.
Kesalahan hasil percobaan ini dikarenakan antara lain :
1. Mekanisme injeksi yang kurang benar. Hal ini dikarenakan setiap hewan uji
diperlakukan oleh praktikan dengan skill yang berbeda-beda.
2. Injeksi yang salah dapat mengakibatkan obat terakumulasi dalam jaringan yang
salah sehingga absorbsi dan distribusi obat menjadi berbeda dari yang seharusnya.
Injeksi yang salah juga bisa mengakibatkan dosis obat yang masuk tidak sesuai
dengan yang diharapkan atau bahkan obat tidak masuk ke sirkualsi sistemik.
3. Tingkat resistensi dari hewan percobaan yang berbeda-beda. Hewan percobaan yang
lebih resisten tentu mengakibatkan onset dan durasi obat menjadi lebih cepat dari
pada seharusnya atau tidak timbul efek.
4. Kondisi hewan coba.
Kali ini yaitu perhitungan dosis, dimana dosis yang diberikan harus sesuai dengan bobot
hewan coba, yang berarti setiap hewan coba memiliki dosis yang berbeda-beda. Percobaan
pertama diberikan pada jalur peroral dan intravena. Pemberian obat secara oral tidak
memperlihatkan efek obat yang diinginkan, rata-rata memerlukan waktu yang lama untuk
dapat mencapai onsetnya. Hal ini disebabkan banyaknya faktor yang mempengaruhi
bioavailabilitas obat, yaitu jumlah obat dalam persen terhadap dosis yangmencapai sirkulasi
sistemik dalam bentuk utuh atau aktif. Salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu faktor obat
itu sendiri, misalnya sifat-sifat fisikokimia obat. Sifat fisikokimia obat yang mempengaruhi,
antara lain
a. Stabilitas pada pH lambung
b. Stabilitas terhadap enzim-enzim pencernaan
c. Stabilitas terhadap flora usus
d. Kelarutan dalam air atau cairan saluran cerna
e. Ukuran molekul
f. Derajat ionisasi pada pH salauran cerna
g. Kelarutan bentuk non-ion dalam lemak
h. Stabilitas terhadap enzim-enzim dalam dinding saluran cerna
i. Stabilitas terhadap enzim-enzim di dalam hati.
Keterangan :
 Poin a – c menentukan jumlah obat yang tersedia untuk diabsorpsi.
 Poin d – g menentukan kecepatan absorpsi obat.
 Poin h dan i menentukan kecepatandisintegrasi dan disolusi obat.
Pemberian obat pada hewan percobaan (Priyanto, 2008)
1. Pemberian Per Oral
Hal ini dilakukan dengan bantuan jarum suntik yang ujungnya tumpul atau
berbentuk bola (jarum sonde). Jarum sonde dimasukkan kedalam mulut, secara pelan-
pelan melalui langit-langit kearah belakang esophagus, kemudian cairan dimasukkan. Jika
terasa ada hambatan mungkin melukai saluran nafas. Maka dari itu jarum sonde di tarik
dan dimasukkan kembali hingga tak ada hambatan.
2. Pemberian Intra Peritoneal
Penyuntikan pada bagian perut dimana jarum disuntikkan dengan kemiringan 30-45
derajat dengan abdomen agak kegaris tengah.
3. Pemberian Intra Vena
Dilakukan dengan cara memasukkan hewan uji ke dalam holder atau sangkar
selanjutnya celupkan ekornya ke air hangat (dilatasi vena lateralis). Setelah vena
mengalami pelebaran, pegang ekor hewan coba tersebut, dimana posisi vena berada di
permukaan sebelah atas. Tusukkan jarum suntik dengan ukuran yang sesuai sejajar vena
kemudian alirkan secara perlahan-lahan zat yang terdapat di dalam alat suntik.
4. Pemberian Intramuskular
Penyuntikan dilakukan dalam otot misalnya, penyuntikan antibiotika atau dimana
tidak banyak terdapat pembuluh darah dan syaraf, misalnya otot pantat atau lengan atas.
5. Pemberian Subcutan/Hipodermal
Penyuntikkan dibawah kulit, obatnya tidak merangsang dan larut dalam air atau
minyak, Efeknya agak lambat dan dapat digunakan sendiri misalnya : penyuntikan insulin
pada penderita diabetes.
Monografi Bahan
1. Phenobarbitalum (C12H12N2O3)
Fenobarbital mengandung tidak kurag dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%
C12H12N2O3 dihiitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Pemerian hablur atau serbuk hablur; putih tidak berbau; rasa agak pahit.
Kelarutan sangat sukar larut dalam air; larut dalam etanol (95%) P, dalam eter P, dalam
larutan alkali hidroksida dan dalam larutan alkali karbonat.
Suhu lebur 174º sampai 179º
Penyimpanan dalam wadah tertutup baik
Khasiat dan penggunaan Hipnotikum, sedativum
Dosis maksimum Sekali 300 mg, sehari 600 mg (Anonym, 1979 : 481)
2. Aqua Destilata (H2O)
Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum.
Pemerian Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai rasa.
Penyimpanan dalam wadah tertutup baik. (Anonym, 1979 : 96)
VI. KESIMPULAN
Pada penandaan hewan percobaan dibuat pada ekor dengan garis-garis yang disesuaikan
dengan urutan mencit.
 Cara pemberian secara intraperitonial (i.p.) dengan menyuntikkan tepat pada bagian
abdomen mencit dan melaui oral dengan menggunakan oral sonde untuk mempermudah
masukknya obat kedalam mulut mencit yang sempit dan langsung ke kerongkongan.
 Pada pemberian obat secara oral lebih lama menunjukkan onset of action dibanding secara
Intraperitonial, hal ini dikarenakan Intraperitonial tidak mengalami fase absorpsi tapi
langsung ke dalam pembuluh darah.Sementara pemberian secara oral, obat akan
mengalami absorpsi terlebih dahulu lalu setelah itu masuk ke pembuluh darah dan
memberikan efek.
 Semakin tinggi dosis yang diberikan akan memberikan efek yang lebih cepat
 Onset of action dari rute pemberian obat secar IP lebih cepat diperoleh daripada rute
pemberian obat secara oral.
 Duration of action dari rute pemberian obat secara IP lebih panjang (lama) dibandingkan
rute pemberian obat secara oral.
 Cara-cara penanganan hewan percobaan meliputi penandaan, persiapan dan penyuntikan
hewan percobaan tersebut.
 Dalam praktikum ini penandaan hewan percobaan dilakukan dengan menandai ekor
mencit dengan spidol permanent.
 Pada umumnya pemberian Phenobarbital secara intraperitonial pada mencit memberikan
efek yang lebih cepat dibandingkan dengan pemberaian oral
 Onset of action lebih cepat dicapai pada pemberian intraperitonial dibandingkan dengan
pemberian oral.
 Phenobarbital memberikan efek yang bervariasi pada mencit mulai dari normal, reaktif,
gerak lambat dan bahkan tidur.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Anonim., 1979, Farmakope Indonesia, Edisi Ketiga, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Anief, Moh., 1990, Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan, Gadjah Mada University Press, D.I
Yogayakarta.
Ganiswara, Sulistia G (Ed)., 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Balai Penerbit Falkultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Gunawan, Gan Sulistia., 2009, Farmakologi dan Terapi edisi 5, Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Katzung, Bertram G., 1989, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.
Priyanto, 2008, Farmakologi Dasar, Edisi II, Leskonfi, Depok.
Tjay, T.H. dan K. Rahardja., 2002, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek
Sampingnya, Edisi Kelima, Cetakan Pertama, PT Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia, Jakarta.
Tjay, Tan Hoan dan K. Rahardja., 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia, Jakarta.
Utama, H dan Vincent H.S.Gan., 1995, Antikonvulsi Dalam“Farmakologi dan Terapi”, Edisi IV,
Gaya Baru, Jakarta.
Purwokerto, 4 April 2014
Mengetahui, Ketua Kelompok,
Dosen Pembimbing Praktikum
(Esti Dyah Utami, M.Sc., Apt) ( Eva Karyati)
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
PERCOBAAN II DAN III
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN
EFEK SEDATIF
Disusun Oleh :
Golongan B1 kelompok 1
Eva Karyati (G1F014002)
Fitri Wulan Ramadhani (G1F014004)
Charlina Detty Vikarosa (G1F014006)
Ilmi Nur Hafizah (G1F014008)
Hamidah Raisa Utami (G1F014010)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015

More Related Content

What's hot

Konstanta dielektrik
Konstanta dielektrikKonstanta dielektrik
Konstanta dielektrik
Trie Marcory
 
Laporan resmi emulsi iecoris aselli
Laporan resmi emulsi iecoris aselliLaporan resmi emulsi iecoris aselli
Laporan resmi emulsi iecoris aselli
Kezia Hani Novita
 
Laporan resmi gel natrium diklofenak
Laporan resmi gel natrium diklofenakLaporan resmi gel natrium diklofenak
Laporan resmi gel natrium diklofenak
Kezia Hani Novita
 
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet ParasetamolLaporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Novi Fachrunnisa
 

What's hot (20)

Gel
GelGel
Gel
 
Laporan Farmasi Fisika Kelarutan
Laporan Farmasi Fisika KelarutanLaporan Farmasi Fisika Kelarutan
Laporan Farmasi Fisika Kelarutan
 
Konstanta dielektrik
Konstanta dielektrikKonstanta dielektrik
Konstanta dielektrik
 
Laporan resmi emulsi iecoris aselli
Laporan resmi emulsi iecoris aselliLaporan resmi emulsi iecoris aselli
Laporan resmi emulsi iecoris aselli
 
Laporan sirup
Laporan sirupLaporan sirup
Laporan sirup
 
Sediaan krim
Sediaan krimSediaan krim
Sediaan krim
 
keuntungan kerugian sediaan farmasi
keuntungan kerugian sediaan farmasikeuntungan kerugian sediaan farmasi
keuntungan kerugian sediaan farmasi
 
Stabilitas Obat
Stabilitas ObatStabilitas Obat
Stabilitas Obat
 
Evaluasi Granul
Evaluasi GranulEvaluasi Granul
Evaluasi Granul
 
LAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKA
LAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKALAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKA
LAPORAN DISOLUSI OBAT FARMASI FISIKA
 
Farmasetika: Salep2
Farmasetika: Salep2Farmasetika: Salep2
Farmasetika: Salep2
 
Penetapan kadar Kalsium laktat
Penetapan kadar Kalsium laktatPenetapan kadar Kalsium laktat
Penetapan kadar Kalsium laktat
 
Emulsi Farmasi
Emulsi FarmasiEmulsi Farmasi
Emulsi Farmasi
 
Laporan resmi gel natrium diklofenak
Laporan resmi gel natrium diklofenakLaporan resmi gel natrium diklofenak
Laporan resmi gel natrium diklofenak
 
laporan, alkaloid, anstetik, hormon
laporan, alkaloid, anstetik, hormonlaporan, alkaloid, anstetik, hormon
laporan, alkaloid, anstetik, hormon
 
Uji Disolusi
Uji DisolusiUji Disolusi
Uji Disolusi
 
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet ParasetamolLaporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
 
Klt ku
Klt kuKlt ku
Klt ku
 
Mikromeritik
Mikromeritik Mikromeritik
Mikromeritik
 
Salep mata (1)
Salep mata (1)Salep mata (1)
Salep mata (1)
 

Viewers also liked

Laporan praktikum farmakologi ed 50
Laporan praktikum farmakologi ed 50Laporan praktikum farmakologi ed 50
Laporan praktikum farmakologi ed 50
Siska Hermawati
 
Makalah farmakologi
Makalah farmakologi Makalah farmakologi
Makalah farmakologi
dinana88
 
Farmakologi(forward chaining)
Farmakologi(forward chaining)Farmakologi(forward chaining)
Farmakologi(forward chaining)
Darmanta Siregar
 

Viewers also liked (20)

Makalah penanganan hewan coba
Makalah penanganan hewan cobaMakalah penanganan hewan coba
Makalah penanganan hewan coba
 
Laporan praktikum farmakologi ed 50
Laporan praktikum farmakologi ed 50Laporan praktikum farmakologi ed 50
Laporan praktikum farmakologi ed 50
 
Mencit (mus musculus) sebagai hewan coba
Mencit (mus musculus) sebagai hewan cobaMencit (mus musculus) sebagai hewan coba
Mencit (mus musculus) sebagai hewan coba
 
P1 2 fix
P1  2 fixP1  2 fix
P1 2 fix
 
Penanganan hewan-coba-marmut-cavia-porcellus
Penanganan hewan-coba-marmut-cavia-porcellusPenanganan hewan-coba-marmut-cavia-porcellus
Penanganan hewan-coba-marmut-cavia-porcellus
 
Laporan toksikologi 6
Laporan toksikologi 6Laporan toksikologi 6
Laporan toksikologi 6
 
Makalah farmakologi
Makalah farmakologi Makalah farmakologi
Makalah farmakologi
 
Farmakologi(forward chaining)
Farmakologi(forward chaining)Farmakologi(forward chaining)
Farmakologi(forward chaining)
 
Laporan resmi farmakologi
Laporan resmi farmakologiLaporan resmi farmakologi
Laporan resmi farmakologi
 
Praktikum farmakologi antiinflamasi
Praktikum farmakologi antiinflamasiPraktikum farmakologi antiinflamasi
Praktikum farmakologi antiinflamasi
 
Perhitungan dosis
Perhitungan dosisPerhitungan dosis
Perhitungan dosis
 
(3) obat obat kolinergik
(3) obat obat kolinergik(3) obat obat kolinergik
(3) obat obat kolinergik
 
Jurnal praktikum teknologi sediaan liquida semisolid
Jurnal praktikum teknologi sediaan liquida semisolidJurnal praktikum teknologi sediaan liquida semisolid
Jurnal praktikum teknologi sediaan liquida semisolid
 
Biofarmasetika i
Biofarmasetika iBiofarmasetika i
Biofarmasetika i
 
Laporan praktikum farmakologi VI Writhing Reflex
Laporan praktikum farmakologi VI Writhing ReflexLaporan praktikum farmakologi VI Writhing Reflex
Laporan praktikum farmakologi VI Writhing Reflex
 
Diuretik
DiuretikDiuretik
Diuretik
 
Laporan resmi tablet pct granulasi basah
Laporan resmi tablet pct   granulasi basahLaporan resmi tablet pct   granulasi basah
Laporan resmi tablet pct granulasi basah
 
Injeksi intravena
Injeksi intravenaInjeksi intravena
Injeksi intravena
 
WASPADA DIARE PADA ANAK ANDA
WASPADA DIARE PADA ANAK ANDAWASPADA DIARE PADA ANAK ANDA
WASPADA DIARE PADA ANAK ANDA
 
Biofarmasetika ( i ) new2
Biofarmasetika ( i ) new2Biofarmasetika ( i ) new2
Biofarmasetika ( i ) new2
 

Similar to Laporan farmakologi (1)

Penggunaan unit dosis obat
Penggunaan unit dosis obatPenggunaan unit dosis obat
Penggunaan unit dosis obat
Hendro Prasetyo
 
resep-3-prihal-dosis-obat (1).ppt OBAT Dny
resep-3-prihal-dosis-obat (1).ppt OBAT Dnyresep-3-prihal-dosis-obat (1).ppt OBAT Dny
resep-3-prihal-dosis-obat (1).ppt OBAT Dny
vickiyugasworo
 
Farmakokinetika pengaturan dosis
Farmakokinetika   pengaturan dosisFarmakokinetika   pengaturan dosis
Farmakokinetika pengaturan dosis
Dwi Ramdhini
 
Piridoksin pada wanita hamil dan menyusui
Piridoksin pada wanita hamil dan menyusuiPiridoksin pada wanita hamil dan menyusui
Piridoksin pada wanita hamil dan menyusui
Elizabeth Pandiangan
 
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Novi Fachrunnisa
 
1. dasar-dasar-farmakologi
1. dasar-dasar-farmakologi1. dasar-dasar-farmakologi
1. dasar-dasar-farmakologi
meylidya1
 

Similar to Laporan farmakologi (1) (20)

KEPERAWATAN_INDIKASI, KONTRAINDIKASI,DOSIS OBAT.pptx
KEPERAWATAN_INDIKASI, KONTRAINDIKASI,DOSIS OBAT.pptxKEPERAWATAN_INDIKASI, KONTRAINDIKASI,DOSIS OBAT.pptx
KEPERAWATAN_INDIKASI, KONTRAINDIKASI,DOSIS OBAT.pptx
 
KEPERAWATAN 2023_INDIKASI, KONTRAINDIKASI,DOSIS OBAT.pptx
KEPERAWATAN 2023_INDIKASI, KONTRAINDIKASI,DOSIS OBAT.pptxKEPERAWATAN 2023_INDIKASI, KONTRAINDIKASI,DOSIS OBAT.pptx
KEPERAWATAN 2023_INDIKASI, KONTRAINDIKASI,DOSIS OBAT.pptx
 
Materi farmakologi kelas xi bab 1
Materi farmakologi kelas xi  bab 1Materi farmakologi kelas xi  bab 1
Materi farmakologi kelas xi bab 1
 
Penggunaan unit dosis obat
Penggunaan unit dosis obatPenggunaan unit dosis obat
Penggunaan unit dosis obat
 
resep-3-prihal-dosis-obat (1).ppt OBAT Dny
resep-3-prihal-dosis-obat (1).ppt OBAT Dnyresep-3-prihal-dosis-obat (1).ppt OBAT Dny
resep-3-prihal-dosis-obat (1).ppt OBAT Dny
 
Farmakokinetika pengaturan dosis
Farmakokinetika   pengaturan dosisFarmakokinetika   pengaturan dosis
Farmakokinetika pengaturan dosis
 
Kb 1
Kb 1Kb 1
Kb 1
 
Konsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetik
Konsep Dasar Farmakosetik, FarmakokinetikKonsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetik
Konsep Dasar Farmakosetik, Farmakokinetik
 
Kb 1
Kb 1Kb 1
Kb 1
 
CARA_PERHITUNGAN_DOSIS_ppt.ppt
CARA_PERHITUNGAN_DOSIS_ppt.pptCARA_PERHITUNGAN_DOSIS_ppt.ppt
CARA_PERHITUNGAN_DOSIS_ppt.ppt
 
KONSEP DASAR PEMBERIAN OBAT PADA PASIEN.pptx
KONSEP DASAR PEMBERIAN OBAT PADA PASIEN.pptxKONSEP DASAR PEMBERIAN OBAT PADA PASIEN.pptx
KONSEP DASAR PEMBERIAN OBAT PADA PASIEN.pptx
 
Piridoksin pada wanita hamil dan menyusui
Piridoksin pada wanita hamil dan menyusuiPiridoksin pada wanita hamil dan menyusui
Piridoksin pada wanita hamil dan menyusui
 
Farmakoterapi Pada Gangguan Kejiwaan (Acara Lampung - Indonesian Medical Cent...
Farmakoterapi Pada Gangguan Kejiwaan (Acara Lampung - Indonesian Medical Cent...Farmakoterapi Pada Gangguan Kejiwaan (Acara Lampung - Indonesian Medical Cent...
Farmakoterapi Pada Gangguan Kejiwaan (Acara Lampung - Indonesian Medical Cent...
 
Perhitungan Dosis Obat.ppt
Perhitungan Dosis Obat.pptPerhitungan Dosis Obat.ppt
Perhitungan Dosis Obat.ppt
 
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
 
Konsep dasar
Konsep dasar Konsep dasar
Konsep dasar
 
1. dasar-dasar-farmakologi
1. dasar-dasar-farmakologi1. dasar-dasar-farmakologi
1. dasar-dasar-farmakologi
 
Farmakologi sam toww
Farmakologi sam towwFarmakologi sam toww
Farmakologi sam toww
 
ilovepdf_merged.pdf
ilovepdf_merged.pdfilovepdf_merged.pdf
ilovepdf_merged.pdf
 
1. MATERI FARMAKOLOGI UNTUK PPERAWAT.ppt
1. MATERI FARMAKOLOGI UNTUK PPERAWAT.ppt1. MATERI FARMAKOLOGI UNTUK PPERAWAT.ppt
1. MATERI FARMAKOLOGI UNTUK PPERAWAT.ppt
 

Recently uploaded

Obat Aborsi Papua Barat 082223109953 ( Pills Cytotec Asli ) Jual Obat Penggug...
Obat Aborsi Papua Barat 082223109953 ( Pills Cytotec Asli ) Jual Obat Penggug...Obat Aborsi Papua Barat 082223109953 ( Pills Cytotec Asli ) Jual Obat Penggug...
Obat Aborsi Papua Barat 082223109953 ( Pills Cytotec Asli ) Jual Obat Penggug...
Jual Obat Aborsi Apotik Jual Obat Cytotec Di Sorong
 
Jual Cytotec Jakarta Barat 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Jakarta Barat 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan KonsultasiJual Cytotec Jakarta Barat 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Jakarta Barat 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
ssupi412
 

Recently uploaded (12)

Kisetoto Daftar Situs Slot Gacor Anti Nawala RTP Mudah Menang Terbaru
Kisetoto Daftar Situs Slot Gacor Anti Nawala RTP Mudah Menang TerbaruKisetoto Daftar Situs Slot Gacor Anti Nawala RTP Mudah Menang Terbaru
Kisetoto Daftar Situs Slot Gacor Anti Nawala RTP Mudah Menang Terbaru
 
IDMPO : SITUS SLOT PALING PROVITE & REKOMENDASI 2024
IDMPO : SITUS SLOT PALING PROVITE & REKOMENDASI 2024IDMPO : SITUS SLOT PALING PROVITE & REKOMENDASI 2024
IDMPO : SITUS SLOT PALING PROVITE & REKOMENDASI 2024
 
SLOT RAHFFI AHMAD > LINK DAFTAR GACOR 2024
SLOT RAHFFI AHMAD  > LINK DAFTAR GACOR 2024SLOT RAHFFI AHMAD  > LINK DAFTAR GACOR 2024
SLOT RAHFFI AHMAD > LINK DAFTAR GACOR 2024
 
BAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot Besar
BAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot BesarBAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot Besar
BAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot Besar
 
DOMBATOTO Sensasi Togel Online dengan Bet 100 Rupiah di 2024
DOMBATOTO Sensasi Togel Online dengan Bet 100 Rupiah di 2024DOMBATOTO Sensasi Togel Online dengan Bet 100 Rupiah di 2024
DOMBATOTO Sensasi Togel Online dengan Bet 100 Rupiah di 2024
 
Obat Aborsi Papua Barat 082223109953 ( Pills Cytotec Asli ) Jual Obat Penggug...
Obat Aborsi Papua Barat 082223109953 ( Pills Cytotec Asli ) Jual Obat Penggug...Obat Aborsi Papua Barat 082223109953 ( Pills Cytotec Asli ) Jual Obat Penggug...
Obat Aborsi Papua Barat 082223109953 ( Pills Cytotec Asli ) Jual Obat Penggug...
 
Papilo99 Link Slot Online Gacor Hari Ini & Slot Mudah Maxwin Terpercaya
Papilo99 Link Slot Online Gacor Hari Ini & Slot Mudah Maxwin TerpercayaPapilo99 Link Slot Online Gacor Hari Ini & Slot Mudah Maxwin Terpercaya
Papilo99 Link Slot Online Gacor Hari Ini & Slot Mudah Maxwin Terpercaya
 
Lim4D Link Slot Super Maxwin Anti Nawala Terpercaya
Lim4D Link Slot Super Maxwin Anti Nawala TerpercayaLim4D Link Slot Super Maxwin Anti Nawala Terpercaya
Lim4D Link Slot Super Maxwin Anti Nawala Terpercaya
 
IDMPO : SITUS SLOT MPO KEMENANGAN JACKPOT TERPERCAYA & PASTI WITHDRAW
IDMPO : SITUS SLOT MPO KEMENANGAN JACKPOT TERPERCAYA & PASTI WITHDRAWIDMPO : SITUS SLOT MPO KEMENANGAN JACKPOT TERPERCAYA & PASTI WITHDRAW
IDMPO : SITUS SLOT MPO KEMENANGAN JACKPOT TERPERCAYA & PASTI WITHDRAW
 
Sizi99 Rekomendasi Bo Slot Gacor Anti Nawala Gampang Jackpot 2024
Sizi99 Rekomendasi Bo Slot Gacor Anti Nawala Gampang Jackpot 2024Sizi99 Rekomendasi Bo Slot Gacor Anti Nawala Gampang Jackpot 2024
Sizi99 Rekomendasi Bo Slot Gacor Anti Nawala Gampang Jackpot 2024
 
Jual Cytotec Jakarta Barat 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Jakarta Barat 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan KonsultasiJual Cytotec Jakarta Barat 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Jakarta Barat 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
 
tugas kelompok irsyad aldey.pdf
tugas kelompok irsyad aldey.pdftugas kelompok irsyad aldey.pdf
tugas kelompok irsyad aldey.pdf
 

Laporan farmakologi (1)

  • 1. PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF PERCOBAN I DAN VI I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai mahasiswa farmasi, sudah seharusnya kita mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetik, farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi. Kali ini kami akan membahas dalam bab farmakologi obat dengan sub-bab rute pemberian obat. Ada pun yang melatar belakangi pengangkatan materi adalah agar kita dapat mengetahui kaitan antara rute pemberian obat dengan waktu cepatnya reaksi obat yang ditampakkan pertama kali. Obat-obat yang diklasifikasikan sebagai sedatif hipnotik banyak digunakan untuk merelaksasikan pasien dan memacu tidur. Obat sedative memberi efek ketenangan pada pasien. Pada dosis tinggi, obat yang sama dapat mengakibatkan kantuk dan mengawali tahap normal tidur (hipnosis). Pada dosis yang lebih tinggi, beberapa obat sedative (khususnya barbiturat) akan menyebabkan hilang rasa. Karena efeknya dalam menekan sistem saraf pusat, beberapa obat sedative hipnotik digunakan dalam mengobati epilepsi atau menghasilkan relaksasi otot. Obat-obat sedatif-hipnotik dan anti anxietas banyak digunakan di dunia. Diperkirakan 10-15% masyarakat yang mengalami insomnia menggunakan pengobatan farmakologi untuk menormalkan tidur. Insomnia sendiri diartikan sebagai keadaan susahnya memulai tidur, tidak bisa tidur atau durasi tidur yang tidak adekuat. Beberapa obat yang digunakan untuk insomnia merupakan agonis GABA dan mempunyai efek sedasi langsung, yang terdiri dari relaksasi otot, melemahnya ingatan, ataxia dan hilangnya keterampilan kerja, seperti mengemudi. Durasi kerja obat untuk insomnia yang panjang, dapat menyebabkan gangguan psikomotor, konsentrasi dan ingatan B. Tujuan Percobaan Mengenal, mempraktekan, dan membandingkan cara - cara pemberian obat terhadap ketepatan absorbsinya, menggunakan data farmakologi sebagai tolak ukurnya. Mempelajari dan mengamati pengaruh dari obat penekan syaraf pusat.
  • 2. C. Dasar Teori Rute pemberian obat ( Routes of Administration ) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suply darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzug, B.G, 1989). Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah seperti berikut: 1) Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik 2) Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama 3) Stabilitas obat di dalam lambung atau usus 4) Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute 5) Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter 6) Harga obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam- macam rute 7) Kemampuan pasien menelan obat melalui oral. Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep (Anief, 1990). Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah di bidang kedokteran atau biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis / keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia. (Tjay,T.H dan Rahardja,K, 2002). Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh
  • 3. sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang memegangnya (Katzug, B.G, 1989). Fenobarbital, asam 5,5-fenil-etil barbiturate merupakan senyawa organik pertama yang digunakan dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanya membatasi penjalaran aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Efek utama barbiturat ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai mulai dari sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anesthesia, koma, sampai dengan kematian. Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya tidak disertai mimpi yang. (Ganiswara,1995). Barbiturat secara oral diabsorbsi cepat dan sempurna. Mula kerja bervariasi antara 10- 60 menit, bergantung kepada zat serta formula sediaan dan dihambat oleh adanya makanan didalam lambung. Barbiturat didistribusi secara luas dan dapat lewat plasenta, ikatan dengan PP yang sesuai dengan kelarutannya dalam lemak, thiopental yang terbesar, terikat lebih dari 65%. Kira-kira 25% fenobarbital dan hampir semua aprobarbital diekskresi kedalam urin dalam bentuk utuh (Ganiswara, 1995). Reabsorpinya di usus baik (70-90%) dan lebih kurang 50% terikat pada protein; plasma- t ½-nya panjang, lebih kurang 3-4 hari, maka dosisnya dapat diberikan sehari sekaligus. Kurang lebih 50% dipecah menjadi p-hidrokdifenobarbitat yang diekskresikan lewat urin dan hanya 10-30% dalam kedaan utuh. Efek sampingnya berkaitan dengan efek sedasinya, yakni pusing, mengantuk, ataksia dan pada anak-anak mudah terangsang. Bersifat menginduksi enzim dan antara lain mempercepat penguraian kalsiferol (vitamin D2) dengan kemungkinan timbulnya rachitis pada anak kecil. Pengunaannya bersama valproat harus hati-hati, karena kadar darah fenobarbital dapat ditingkatkan. Di lain pihak kadar darah fenitoin dan karbamazepin serta efeknya dapat diturunkan oleh fenobarbital. Dosisnya 1-2 dd 30-125 mg, maksimal 400 mg (dalam 2 kali); pada anak-anak 2-12 bulan 4 mg/kg berat badan sehari; pada status epilepticus dewasa 200-300 mg (Tjay dan Rahardja, 2006).
  • 4. II. ALAT DAN BAHAN Alat – alat yang digunakan pada praktikum ini adalah rotarod (Batang berputar) spuit injeksi (0,1-2 ml), jarum sonde, labu ukur 10 ml, stopwatch, timbangan tikus, neraca analitik dan alat-alat gelas. Sedangkan bahan – bahan yang digunakan berupa aquabidest, (fenobarbital), hewan coba (tikus), kapas dan alcohol. III. CARA KERJA  Disiapkan  Ditimbang  Dikonversikan dosis, konsentrasi larutan stok obat, jumlah obat yang harus diambil, perhitungan perhitungan volume diazepam yang akan diberikan  Diletakkan pada rotarod selama 5 menit  Diujikan dengan diazepam melalui oral, subkutan, intramuskular, intraperioneanal, intravena  Dilakukan percobaan pada menit ke 15, 30, 45, 60 dan 90 dengan meletakan tikus di atas rotarod selama 2 menit  Diamati berapa kali tikus terjatuh  Diamati reflek balik badan kornea  Diamati perubahan diameter pupil mata  Diamati dan dicatat waktu mulai hilangnya reflek balik badan sampai kembalinya reflek balik badan  Dihitung onset dan durasinya  Dicatat hasil percobaannya TIKUS HASIL PERALATAN
  • 5. IV. PERHITUNGAN DAN HASIL PERCOBAAN 1. PERHITUNGAN  Berat tablet Diazepam = 117 mg  Dosis Diazepam tablet = 2 mg  Dosis Diazepam ampul = 10 mg/ 2 ml  Berat Badan Tikus - Tikus untuk Peroral = 150 gram - Tikus untuk Intraperitoneal =......... gram - Tikus untuk Intravena = 150 gram - Tikus untuk Intramuskular = ...... gram - Tikus untuk Subkutan = ......... gram  Dosis Konversi = faktor konversi x dosis manusia = 0,018 x 10 mg = 0,18 mg per 200 gr BB tikus  Konsentrasi larutan stok = 𝐷𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 = 0,18 mg/ 5 ml = 0,9 mg/ 25 ml a. Peroral  Berat tablet yang diambil = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 𝑦𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 𝑦𝑔 𝑎𝑑𝑎 x berat tablet = 0,9 𝑚𝑔 2 𝑚𝑔 x 117 mg = 52,65 mg = 0,0526 gr  Volume Pemberian = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠 100 𝑔𝑟 x 5 𝑚𝑙 = 150 𝑔𝑟𝑎𝑚 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 5 ml = 3,75 ml b. Intraperitoneal  Pengenceran V1M1 = V2M2 V1.5 mg/ml = 10 ml x 0,036 mg/ml V1 = 0,072 ml  ad 10 ml
  • 6.  Volume pemberian = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠 100 𝑔𝑟 x Volume maksimal = 150 𝑔𝑟𝑎𝑚 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 5 ml = 2,75 ml c. Intravena  Pengenceran V1M1 = V2M2 V1.5 mg/ ml = 10 x 0,18 V1 = 0,36 ml ad 10 ml  Volume pemberian = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠 100 𝑔𝑟 x 1 2 Volume maksimal = 150 𝑔𝑟𝑎𝑚 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 1 ml = 0,75 ml d. Subkutan  Dosis ampul 10 mg/ 2 ml = 5 mg/ml  Dosis konversi = 0,18mg/200 gr  Konsentrasi larutan = 0,18 mg/5 ml = 0,036 mg/ml  Pengenceran V1M1 = V2M2 V1.5 = 10 x 0,056 V1= 0,072 ml  ad 10 ml  Volume pemberian = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠 200 𝑔𝑟 x Volume maksimal = 𝑔𝑟𝑎𝑚 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 5 ml = ml e. Intramuskular  larutan stok =0,18 mg/ 0,1 ml = 1,8 mg/ ml  Pengenceran V1M1 = V2M2 V1.5 = 10 x 1,8 mg/ml V1= 3,6  ad 10 ml
  • 7.  Volume pemberian = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠 100 𝑔𝑟 x 1 2 Volume maksimal = .𝑔𝑟𝑎𝑚 200 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 0,1 ml = ....... ml 2. HASIL PERCOBAAN Onset dan Durasi PO IM SC IV IP Onset (menit) 10 13 21 5 30 Durasi (menit) >120 >120 >120 >120 >120 Waktu pemberian 13.37 13.34 14.06 13.23 13.40 Jatuhnya tikus saat di rotarod Waktu/Perlakuan PO IM SC IV IP 15 5 1 4 - - 30 4 - 5 3 4 60 2 2 3 4 - 90 5 - 3 - 3 120 2 1 - 5 5 Lama nya tikus tertidur P.O I.V I.P S.C I.M Tidur 21 27 40 54 43 Bangun 138 152 >160 74 144 Waktu menit ke- Efek sedatif Reflek hilang dan kembali P.O I.V I.P S.C I.M Hilang 10 5 30 21 13 Kembali 78 27 63 20 Menit ke- Reflek V. PEMBAHASAN
  • 8. Pada praktikum ini, di lakukan berbagai macam cara pemberian obat fenobarbitol kepada dua mencit. Adapun untuk mencit cara memegang yang benar agar siap untuk diberi sediaan yaitu dengan cara: Awalnya ujung ekor mencit diangkat dengan tangan kanan ataupun kiri ( tergatung nyamannya praktikan). Kemudian telunjuk dan jari manis tangan kiri menjepit kulit tengkuk, sedangkan ekornya tetap dipegang dengan tangan kanan (ataupun sebaliknya). Selanjutnya, posisi tubuh mencit dibalikkan, sehingga permukaan perut menghadap kita dan ekor dijepitkan diantara jari manis dan kelingking tangan kiri. Hal yang perlu diperhatikan sebelumnya adalah kita harus melakukan pendekatan terlebih dahulu terhadap hewan uji. Tujuannya agar nantinya mencit ataupun tikus tersebut lebih mudah untuk dipegang. Jangan justru membuat mencit ataupun tiku stres, membuatnya berontak yang bisa melukai diri kita sendiri. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi mencit diantaranya adalah kebisingan suara di dalam laboratorium, frekuensi perlakuan terhadap mencit tersebut, dan lain-lain. Apabila kondisinya terganggu, maka mencit tersebut akan mengalami stress. Kondisi stress yang terjadi pada mencit akan mempengaruhi hasil percobaan yang dilakukan. Pada awalnya mencit dilakukan adaptasi terlebih dahulu dengan menaruhnya pada rotarod agar dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang akan dilakukan selama proses praktikum ini berlangsung dan hasilnya mencit bersifat normal (aktif berlari, memanjat, dll). Kemudian disuntikkan obat fenobarbital ke masing-masing mencit dengan berbagai macam cara pemberian obat, yaitu oral, intra vena, intra peritoneal, intra muscular, dan subcutan yang diberi tanda berbeda-beda dengan spidol pada ekornya agar dapat diketahui perbedaan pemberian obatnya. Dosis yang diberikan kepada masing-masing mencit berbeda-beda, sesuai dengan berat badan mencit masing-masing. Setelah pemberian obat, efek yang ditimbulkan obat ini adalah tidur tidak bereaksi. Perbedaan cara pemberian obat ke dalam tubuh akan mempengaruhi onset dan durasi dari obat. Dimana onset berarti waktu dari saat obat diberikan hingga obat terasa kerjanya. Sangat tergantung rute pemberian dan farmakokinetik obat. Sedangkan durasi kerja adalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi (dari awal obat bereaksi hingga obat tersebut sudah tidak bereaksi lagi). Dengan kata lain, perbedaan cara pemberian obat akan memberikan efek yang yang berbeda-beda. (Gunawan, 2009)
  • 9. Obat yang diinjeksikan pada mencit merupakan larutan fenobarbital yang kerjanya, membatasi penjalaran aktivitas bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Fenobarbital masih merupakan obat antikonvulsi dengan potensi terkuat, tersering di gunakan, dan termurah. Dosisefektif relatif rendah. Efek sedatif, dalam hal ini dianggap efek samping, dapat diatasi dengan pemberian amfe-tamin atau stimulan sentral lainnya tanpa menghi-langkan khasiat antikonvulsinya. Kemungkinan intoksikasi kecil; kadang-kadang hanya timbul ruam skarlatiniform pada kulit (2%). Efek toksik yang berat pada penggunaan sebagai antiepilepsi belum pernah dilaporkan. Fenobarbital adalah obat terpilih untuk memulai terapi epilepsi grand mal. Karena efek toksik berbeda dengan obat antikonvulsi lainnya, khususnya dengan fenitoin, penggunaan fenobarbital sering dikombinasikan dengan obat-obat tersebut. (Utama, H dan Vincent H.S. Gan,1995). Indikasi penggunaan fenobarbital ialah terhadap grand mal atau berbagai serangan kortikal lainnya; juga terhadap status epileptikus serta konvulsi fe-bril. Sekalipun khasiatnya terbatas, karena sifat antikonvulsi berspektrum lebar dan aman, feno barbital sering cocok untuk terapi awal serangan absence, spasme mioklonik, dan epilepsi akinetik; apalagi mengingat kemungkinan komplikasi serang an tonik-klonik umum (grand mal) pada ketiga je- nis epilepsi tersebut. Terhadap epilepsi psikomotor manfaatnya terbatas dan penterapan hams berhati-hati, oleh karena ada kemungkinan terjadinya eksaserbasi petit mal. Hal ini terutama hams di-ingat oleh mereka yang menggunakan fenobarbital sebagai obat terpilih pada setiapkelainan dengan konvulsi (umpamanya pada bidang kesehatan anak) (Utama, H dan Vincent H.S. Gan,1995). Dosis yang biasa digunakan pada orang dewasa adalah dua kali 100 mg sehari. Untuk mengendali-kan epilepsi disarankan mendapatkan kadar plasma optimal, berkisar antara 10 sampai 30 meg/ml. Kadar plasma di atas 40 meg/ml sering disertai gejala toksik yang nyata. Penghentian pem berian fenobarbital harus secara bertahap guna mencegah kemungkinan meningkatnya frekuensi serangan kembali, atau malahan serangan status epileptikus. (Utama, H dan Vincent H.S. Gan,1995). Pada pemberian secara oral, akan memberikan onset paling lambat karena melalui saluran cerna dan lambat di absorbsi oleh tubuh. Selain itu banyak faktor yang dapat mempengaruhi bioavaibilitas obat sehingga mempengaruhi efek yang ditimbulkan. Pemberian secara intravena seharusnya menunjukkan onset paling cepat karena kadar obat langsung
  • 10. terdistribusi dan dibawa ol eh darah dalam pembuluh. Namun pada praktikum ini onset tercepat ditunjukkan oleh injeksi melalui subkutan, bukan dari injeksi melalui intravena. Kesalahan hasil percobaan ini dikarenakan antara lain : 1. Mekanisme injeksi yang kurang benar. Hal ini dikarenakan setiap hewan uji diperlakukan oleh praktikan dengan skill yang berbeda-beda. 2. Injeksi yang salah dapat mengakibatkan obat terakumulasi dalam jaringan yang salah sehingga absorbsi dan distribusi obat menjadi berbeda dari yang seharusnya. Injeksi yang salah juga bisa mengakibatkan dosis obat yang masuk tidak sesuai dengan yang diharapkan atau bahkan obat tidak masuk ke sirkualsi sistemik. 3. Tingkat resistensi dari hewan percobaan yang berbeda-beda. Hewan percobaan yang lebih resisten tentu mengakibatkan onset dan durasi obat menjadi lebih cepat dari pada seharusnya atau tidak timbul efek. 4. Kondisi hewan coba. Kali ini yaitu perhitungan dosis, dimana dosis yang diberikan harus sesuai dengan bobot hewan coba, yang berarti setiap hewan coba memiliki dosis yang berbeda-beda. Percobaan pertama diberikan pada jalur peroral dan intravena. Pemberian obat secara oral tidak memperlihatkan efek obat yang diinginkan, rata-rata memerlukan waktu yang lama untuk dapat mencapai onsetnya. Hal ini disebabkan banyaknya faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas obat, yaitu jumlah obat dalam persen terhadap dosis yangmencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh atau aktif. Salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu faktor obat itu sendiri, misalnya sifat-sifat fisikokimia obat. Sifat fisikokimia obat yang mempengaruhi, antara lain a. Stabilitas pada pH lambung b. Stabilitas terhadap enzim-enzim pencernaan c. Stabilitas terhadap flora usus d. Kelarutan dalam air atau cairan saluran cerna e. Ukuran molekul f. Derajat ionisasi pada pH salauran cerna g. Kelarutan bentuk non-ion dalam lemak h. Stabilitas terhadap enzim-enzim dalam dinding saluran cerna i. Stabilitas terhadap enzim-enzim di dalam hati.
  • 11. Keterangan :  Poin a – c menentukan jumlah obat yang tersedia untuk diabsorpsi.  Poin d – g menentukan kecepatan absorpsi obat.  Poin h dan i menentukan kecepatandisintegrasi dan disolusi obat. Pemberian obat pada hewan percobaan (Priyanto, 2008) 1. Pemberian Per Oral Hal ini dilakukan dengan bantuan jarum suntik yang ujungnya tumpul atau berbentuk bola (jarum sonde). Jarum sonde dimasukkan kedalam mulut, secara pelan- pelan melalui langit-langit kearah belakang esophagus, kemudian cairan dimasukkan. Jika terasa ada hambatan mungkin melukai saluran nafas. Maka dari itu jarum sonde di tarik dan dimasukkan kembali hingga tak ada hambatan. 2. Pemberian Intra Peritoneal Penyuntikan pada bagian perut dimana jarum disuntikkan dengan kemiringan 30-45 derajat dengan abdomen agak kegaris tengah. 3. Pemberian Intra Vena Dilakukan dengan cara memasukkan hewan uji ke dalam holder atau sangkar selanjutnya celupkan ekornya ke air hangat (dilatasi vena lateralis). Setelah vena mengalami pelebaran, pegang ekor hewan coba tersebut, dimana posisi vena berada di permukaan sebelah atas. Tusukkan jarum suntik dengan ukuran yang sesuai sejajar vena kemudian alirkan secara perlahan-lahan zat yang terdapat di dalam alat suntik. 4. Pemberian Intramuskular Penyuntikan dilakukan dalam otot misalnya, penyuntikan antibiotika atau dimana tidak banyak terdapat pembuluh darah dan syaraf, misalnya otot pantat atau lengan atas. 5. Pemberian Subcutan/Hipodermal Penyuntikkan dibawah kulit, obatnya tidak merangsang dan larut dalam air atau minyak, Efeknya agak lambat dan dapat digunakan sendiri misalnya : penyuntikan insulin pada penderita diabetes.
  • 12. Monografi Bahan 1. Phenobarbitalum (C12H12N2O3) Fenobarbital mengandung tidak kurag dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C12H12N2O3 dihiitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian hablur atau serbuk hablur; putih tidak berbau; rasa agak pahit. Kelarutan sangat sukar larut dalam air; larut dalam etanol (95%) P, dalam eter P, dalam larutan alkali hidroksida dan dalam larutan alkali karbonat. Suhu lebur 174º sampai 179º Penyimpanan dalam wadah tertutup baik Khasiat dan penggunaan Hipnotikum, sedativum Dosis maksimum Sekali 300 mg, sehari 600 mg (Anonym, 1979 : 481) 2. Aqua Destilata (H2O) Air suling dibuat dengan menyuling air yang dapat diminum. Pemerian Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai rasa. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik. (Anonym, 1979 : 96)
  • 13. VI. KESIMPULAN Pada penandaan hewan percobaan dibuat pada ekor dengan garis-garis yang disesuaikan dengan urutan mencit.  Cara pemberian secara intraperitonial (i.p.) dengan menyuntikkan tepat pada bagian abdomen mencit dan melaui oral dengan menggunakan oral sonde untuk mempermudah masukknya obat kedalam mulut mencit yang sempit dan langsung ke kerongkongan.  Pada pemberian obat secara oral lebih lama menunjukkan onset of action dibanding secara Intraperitonial, hal ini dikarenakan Intraperitonial tidak mengalami fase absorpsi tapi langsung ke dalam pembuluh darah.Sementara pemberian secara oral, obat akan mengalami absorpsi terlebih dahulu lalu setelah itu masuk ke pembuluh darah dan memberikan efek.  Semakin tinggi dosis yang diberikan akan memberikan efek yang lebih cepat  Onset of action dari rute pemberian obat secar IP lebih cepat diperoleh daripada rute pemberian obat secara oral.  Duration of action dari rute pemberian obat secara IP lebih panjang (lama) dibandingkan rute pemberian obat secara oral.  Cara-cara penanganan hewan percobaan meliputi penandaan, persiapan dan penyuntikan hewan percobaan tersebut.
  • 14.  Dalam praktikum ini penandaan hewan percobaan dilakukan dengan menandai ekor mencit dengan spidol permanent.  Pada umumnya pemberian Phenobarbital secara intraperitonial pada mencit memberikan efek yang lebih cepat dibandingkan dengan pemberaian oral  Onset of action lebih cepat dicapai pada pemberian intraperitonial dibandingkan dengan pemberian oral.  Phenobarbital memberikan efek yang bervariasi pada mencit mulai dari normal, reaktif, gerak lambat dan bahkan tidur. VII. DAFTAR PUSTAKA Anonim., 1979, Farmakope Indonesia, Edisi Ketiga, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anief, Moh., 1990, Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan, Gadjah Mada University Press, D.I Yogayakarta. Ganiswara, Sulistia G (Ed)., 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Balai Penerbit Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Gunawan, Gan Sulistia., 2009, Farmakologi dan Terapi edisi 5, Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Katzung, Bertram G., 1989, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta. Priyanto, 2008, Farmakologi Dasar, Edisi II, Leskonfi, Depok. Tjay, T.H. dan K. Rahardja., 2002, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Kelima, Cetakan Pertama, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.
  • 15. Tjay, Tan Hoan dan K. Rahardja., 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia, Jakarta. Utama, H dan Vincent H.S.Gan., 1995, Antikonvulsi Dalam“Farmakologi dan Terapi”, Edisi IV, Gaya Baru, Jakarta. Purwokerto, 4 April 2014 Mengetahui, Ketua Kelompok, Dosen Pembimbing Praktikum (Esti Dyah Utami, M.Sc., Apt) ( Eva Karyati) LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN II DAN III PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
  • 16. Disusun Oleh : Golongan B1 kelompok 1 Eva Karyati (G1F014002) Fitri Wulan Ramadhani (G1F014004) Charlina Detty Vikarosa (G1F014006) Ilmi Nur Hafizah (G1F014008) Hamidah Raisa Utami (G1F014010) JURUSAN FARMASI FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2015