Dokumen tersebut membahas tentang korupsi yang terjadi berulang kali di sektor pendidikan di Sumatera Utara, mulai dari tingkat kabupaten/kota hingga provinsi. Korupsi tersebut dilakukan oleh pejabat pemerintah seperti kepala dinas pendidikan, bendahara, dan kepala sekolah dengan modus penyaluran dana operasional, pembangunan infrastruktur, insentif guru, dan bantuan siswa miskin. Korupsi
1. LANCAR KORUPSI KARENA DIULANG
Paparan Fakta Korupsi Di Sektor Pendidikan :
Studi Kasus Di Sumatera Utara
T.R. Arif Faisal
Koordinator Eksekutif Sentra Advokasi untuk Hak Pendidikan Rakyat,
email : sahdar2003@yahoo.com
2. Pendahuluan
Faktanya memang semua keluarga berurusan
dengan pendidikan, setiap keluarga bersoal dengan
sekolah anak-anaknya, baik urusan biaya, antar-
jemput anak, prestasi anak, hingga kekerasan di
sekolah yang akhir-akhir ini begitu ditentang oleh
orang tua. Namun dari semua permasalahan
pendidikan, kami akan melihatnya dari pendeka-
tan pembiayaan, yang secara menyeluruh
menyangkut politik anggaran dalam bi-dang
pendidikan.
3. Pembiayaan, sebagaimana dilaksanakan,
selalu beriringan dengan korupsi yang semakin
merajalela.
Bagaimana pembiayaan pendidikan
dilaksanakan? Bagai-mana korupsi
dilakukan di sekolah dan dinas pendidikan,
bagaimana modus dan siapa pelakunya?
Lalu bagaimana penegakan hukumnya?
Apa pula dampak korupsi di sektor
pendidikan terhadap penyelenggaraan
pendidikan?
Sederet pertanyaan ini ialah topik-topik yang
akan kita bahas dalam presentase singkat ini
4. Lanjut :
Banyak pihak yang berusaha menghitung secara pasti biaya pendidikan
se-orang anak di sekolah. Tetapi perhitungan itu tetap saja tidak
menghasilkan suatu gambaran yang memuaskan. Sebab pendidikan (baca
: sekolah) terposisikan secara sosial, maka biaya pendidikan juga
mengikuti susunan itu. Sekolah-sekolah di pusat kota (anak-anak
golongan elit seperti pejabat, pengusaha, politisi, pegawai pemerintah),
tentu berbiaya lebih tinggi dibanding dengan sekolah di pinggiran kota
(anak tukang becak, pekerja rumah tangga, dan buruh kasar pabrik
bersekolah disana).
Meskipun sekolah favorit di pusat kota lebih mahal, tetapi orang tua
siswa tidak kesulitan membayarnya. Sangat berbeda dengan sekolah di
pinggiran kota atau desa, biayanya begitu menyulitkan orang tua siswa.
Oleh karena itu tentu sebuah hasil studi tentang biaya pendidikan tidak
dapat berlaku bagi semua golongan sosial. Lebih jauh, perhitungan
tentang biaya juga menjadi sesuatu yang relatif. Dengan demikian,
kesulitan membiayai sekolah anak, berapapun tingginya, tidak dirasakan
oleh golongan elit perkotaan. Tapi bagi golongan sub-urban dan
Perdesaan.
5. lanjut
• Kampanye selama ini mengatakan bahwa
“pendidikan yang bermutu itu mahal.”
• kampanye “sekolah gratis” melalui program-
program yang bersifat charity, dalam skema
bantuan sosial
• Model penyaluran macam ini ternyata
menguatkan pula diktum di atas, bahwa biaya
pendidikan yang mahal itu ditanggung oleh
masyarakat, dan pemerintah hanya
“membantu” saja
6. Biaya Pendidikan satu jenjang hingga tamat, per-
anak (biaya terendah SMP/SMA)
No Jenis Volume Total
1 Biaya Awal 1 x 867.000 867.000
2 Biaya Tahunan 3 x 450.000 1.350.000
3 Biaya Semester 6 x 705.000 4.230.000
4 Biaya Bulanan 36 x 516.000 18.576.000
5 Biaya Insidental 3 x 80.000 240.000
6 Biaya Akhir 1 x 635.000 635.000
Total 25.898.000
7. Pendidikan Memiskinkan, Pemelihara
Ketidakadilan Sosial
Bagaimana dengan nasib anak :
• Para Pengangguran
• Pekerja Rumah Tangga
• Buruh tidak tetap (tani, harian, borongan, dsb)
• Dan pekerja disektor yang tidak terlindungi
lainnya.
8. Lanjut :
• Pendidikan yang membawa perubahan, tentulah pendidikan bermutu, meningkatkan
kualitas anak. Tetapi benarkah pendidi-kan sudah bermutu. Dan jika pendidikan
bermutu memang mahal, benar-kah jika masyarakat yang harus menanggung biaya
pendidikan yang mahal itu?
• Kenyataan diatas menunjukkan bahwa orangtua menanggung biaya pendidi-kan yang
mahal dan bahkan memiskinkan. Parahnya biaya pendidikan tersebut menambah
kesulitan dan beban keluarga miskin, menyebabkan tidak terpenuhinya atau
dikuranginya kebutuhan yang lain.
• Selanjutnya yang semakin memperparah keadaan ialah, bahwa pendidikan berbiaya
tinggi tersebut memupuskan harapan orangtua untuk dapat memperbaiki kehidupan
keluarga. Sebab, pendidikan yang telah memiskinkan tersebut ternyata tidak
membekali anak mereka, atau tidak mem-buka peluang bagi mereka, untuk
mengakses sumber-sumber penghidupan yang layak sehingga bisa memperbaiki
nasib keluarga.
• Kenyataan juga menunjukkan bahwa sebagian besar anak – anak sub urban, yang
perempuan menjadi PRT dan atau TKI, sedangkan anak lelaki menjadi pekerja
upahan atau menjadi buruh. Pada mereka tidak terdapat akses untuk memperoleh
pekerjaan yang lebih baik. Selain karena pendidikan yang tidak bermutu di sekolah
pinggiran, mereka juga tidak dibesarkan dengan gizi yang baik. Dengan demikian,
pendidikan tidak dapat menjadi solusi dan membawa perubahan ekonomi
masyarakat, malah bahkan mempertahan-kan keadaan, pendidikan yang mahal ini
menjadi pemelihara ketidakadilan sosial.
9.
10. Kerugian Negara 2004-2011
Total Potensi
Kerugian
Kerugian (Dalam
Penyidikan)
Diperiksa di
Pengadilan
Kab/Kota
Diperiksa di
Pengadilan
Tipikor Medan
5.608.029.547.723,- 1.763.803.865.394,- 335.458.759.892,- 136.767.720.047,-
11. Perbandingan Sumber Dana yang
Dikorupsi di Sumatera Utara
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
APBD APBD Sumut APBN/D (DAK/BOS) APBN
Sumber Dana yang Dikorupsi
12. Peningkatan Angka Korupsi di
Sumatera Utara 2004-2013
0
20
40
60
80
100
120
140
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Korupsi per Tahun Anggaran
13. Persentase Korupsi pada Sektor-Sektor
di Pemerintahan
Korupsi per Sektor
Sekretariat Daerah
Pekerjaan Umum & Bina Marga
Pertanian & Peternakan
Tata Ruang/Permukiman
Pendidikan
Kebersihan/Pertamanan/Pasar
Kehutanan
Kelautan & Perikanan
Kesehatan
Koperasi & UKM
BUMD
Pertanian & Peternakan
PPKAD
Lain-Lain
14. Jenis Korupsi Dana Pendidikan
Jenis Korupsi Dana Pendidikan
Bantuan Operasional/Dana Rutin
Fasilitas Belajar/Buku/Peraga
Pembangunan/Rehab Fisik
Pemotongan Insentif/Tunjangan Guru
15. Jumlah Pelaku Korupsi
Terduga/
Belum jadi
Tersangka
Terperiksa/
Tersangka
Belum
diajukan Ke
Pengadilan
Terdakwa
PN Kab/Kota Pengadilan Tipikor Medan
2004-2011 2011 2012 2013
49 orang 171 orang 72 orang 51 orang 104 orang 120 orang
16. Persentase Jabatan Para Terdakwa Korupsi yang
diperiksa di PN TPK Medan
Jabatan Pelaku Korupsi
Kepala Daerah
Kepala Dinas/Biro/PA/KPA
PPK
PPTK
Bendahara Pengeluaran/Umum
Rekanan/Swasta
17. Jaringan Politik Tingkat Lokal
Bupati/Walikota
Gubernur
Polres dan Kejaksaan
Negeri/Tinggi
Kodim/ Kodam
Media Massa &
Pressure Group
Lainnya
Elit dan Tokoh
Ormas Tingkat
Lokal
Elit Partai &
Pimpinan DPRD
Pengusaha/
Black Market
18. Lancar Mengulang Korupsi :
Kasus Korupsi Pendidikan
• Kabupaten Langkat : Azizah M Seif (Kepala Dinas Pendidikan), dan tiga orang staf
Dinas Pendidikan ; Adita Bangun, Ismail Gunawan, dan Legimun, telah dijatuhi
hukuman karena melakukan korupsi pada kegiatan rehabilitasi gedung sekolah dan
pengadaan ATK, yang bersumber dari DAK Pendidikan 2007. Korupsi Dinas
Pendidikan kembali dilakukan oleh Syam Sumarno (Kepala Dinas Pendidikan) pada
kegiatan Pengadaan Buku dan Alat Peraga yang juga bersumber dari DAK
Pendidikan, pada tahun anggaran 2010.
• Kabupaten Dairi : Lamser Lumbangaol (Kepala UPT Dinas Pendidikan) diajukan
sebagai terdakwa korupsi Dana Tunjangan Penghasilan Guru PNS Tahun 2010, di
Pengadilan Tipikor Medan. Lamser yang merugikan negara Rp 136.000.000,-
divonis 3 tahun penjara. Namun setahun berikutnya korupsi kembali berulang.
Pasder Berutu (Kepala Dinas Pendidikan) juga telah ditetapkan sebagai tersangka
korusi DAK/APBN Pendidikan 2011 oleh Kejati Sumatera Utara (9/01/2013).
• Kota Tebing Tinggi : Terjadi korupsi pendidikan secara berulang kali. Umi Kalsum
(Kepala SMK N 3) mengorupsi dana Subsidi Program Layanan Dasar (School Grant),
yang bersumber dari APBD 2006. Kemudian Kasinun (PPTK Dinas Pendidikan)
mengorupsi dana pengadaan lahan SMKN 4 Tebing Tinggi yang bersumber dari
APBD 2008. Selanjutnya M Zainal Abidin (Kepala SMP N 8) mengorupsi dana BOS
yang bersumber dari APBN 2009.
19. Lanjut• Kota Binjai : Elfrida Hanum (Kepala SDN 020267) melakukan korupsi dana BOS yang bersumber dari APBN
2006-2007. Misron Hayat (Kepala Dinas Pendidikan) melakukan korupsi rehab gedung dan infrastruktur
sekolah yang bersumber dari APBN/DAK 2007. Kemudian terjadi korupsi pada proyek yang sama (rehabilitasi
gedung) pada tahun 2008 oleh Rahmat Saleh (Kabid Sarpras) dan 2009 oleh Partoyo (Kabid Sarpras). Pada
2010 Dwi Anang Wibowo (Kepala Dinas Pendidikan), Bagus Bangun (PPK), Syahri Ginting (PPTK) dan Joni
Maruli (Ka. Panitia Tender) melaku-kan korupsi pengadaan buku. Selain itu masih terdapat sejumlah dugaan
korupsi seperti Dana PSB dan UAS (Dwi Anang Wibowo), dan Pungli Jabatan Kepala Sekolah (Walikota
Idaham dan Dwi Anang Wibowo). Pada tahun 2013 ditemukan korupsi oleh Khaidir Nasution Kepala
Sekolah SMAN 7 Kota Binjai terhadap uang Komite Sekolah T.A. 2011/2012 berjumlah Rp.300.000.000,-;
uang Komite Sekolah (Juli s.d Desember 2012) berjumlah Rp.154.000.000,-; uang Komite Sekolah (Januari
s.d Maret 2013) berjumlah Rp. 77.100.000,-; Bantuan Siswa Miskin (Juli s.d Desember 2011) berjumlah Rp.
13.650.000,-; Bantuan Siswa Miskin (Januari s.d Juni 2012) berjumlah Rp. 13.650.000,-; Bantuan Siswa
Miskin (Juli s.d Desember 2012) berjumlah Rp. 15.600.000,-; Bantuan Siswa Miskin (Januari s.d Juni 2013)
berjumlah Rp. 15.600.000,-; Dana OSIS berjumlah Rp 40.092.000,-; Bansos untuk Ruang Kelas Baru (RKB)
berjumlah Rp.330.000.000,-, total yang jumlah yang dikorupsi sebesar Rp.959.792.000,- Kerugian Negara
mencapai 5.444.380,- dari total nilai proyek 123.375.000,-. Pelaku divonis dengan hukuman 1 (satu) tahun
penjara pada 28 April 2008.
• Total nilai proyek adalah 8.121.000.000,- yang bersumber dari APBN/DAK 2007. Pelaku sudah disidik oleh
Kejaksaan Negeri Binjai.
• Total nilai proyek Rehabilitasi yang bersumber dari APBN/DAK ini ialah 15 miliar (2008) dan 10,6 miliar
(2009).
• Total nilai proyek yang bersumber dari APBN/DAK 2010 ini ialah 2.250.405.500,-. Keempat pelaku sudah
disidik di Kejari Binjai.
• Belum ditindaklanjuti melalui proses penyidikan. Masih dalam proses penyelidikan.
20. Lanjut
• Kabupaten Karo : Kepala Dinas Pendidikan (Drs. AM) mengorupsi 663 juta dari 3,9
miliar dana Rehabilitasi Gedung Sekolah dan Pengadaan Meubiler di 39 SD pada
tahun 2005. Pada 2009 dan 2010 terjadi korupsi dalam proyek Karo Community
College. Dan pada 2011 terjadi korupsi dana kegiatan rutin dan belanja ATK Dinas
Pendidikan.
• Kabupaten Simalungun : Pada 2007 Zulkarnen Damanik (Bupati) mengorupsi DAK
Pendidikan dengan total nilai proyek 18,025 miliar. Proyek yang sama dikorupsi lagi
pada tahun 2009 oleh Lamhot Tua (Bend.Disdik) dengan nilai proyek 52 miliar.
Pada 2010 Wasin Sinaga (Kepala Dinas Pendidikan) dan JR Saragih (Bupati)
melakukan Dana Insentif Guru non PNS yang bersumber dari APBD senilai 1,2
miliar. Pada 2011 Wasin Sinaga melakukan pungli dana sertifikasi 1.300 orang guru.
• Kota Padangsidimpuan : Ali Imron Siregar (Kepala SDN 101730) melakukan korupsi
pembangunan ruang kelas dan MCK yang bersumber dari APBN/DAK 2009. Pada
tahun yang sama Panongonan Muda Hasibuan (Kepala Dinas Pendidikan) dan
Maskur Hasibuan mengorupsi dana Reboisasi untuk Pendidikan yang bersumber
dari APBN/DAK 2009.
• Ali Imron divonis 3 tahun penjara dan membayar Uang Pengganti sebesar 18 juta, atas korusi
sebesar Rp 18 juta dari total nilai proyek 240 juta. Panongonan Muda Hasibuan divonis 1 tahun 6
bulan penjara, dan denda 50 juta.
21. Lanjut :
• Kota Medan : Pada 2007 terjadi korupsi pembangunan gedung politeknik
Kesehatan Medan yang bersumber dari APBN senilai 9,3 miliar. Sebesar
2,940 miliar dikorupsi oleh Yong Ahe Nehe, Koesman Wisohudiono, dan
Daulat Tampubolon. Korupsi terjadi lagi pada 2010, terhadap proyek
pengadaan alat laboratorium Politeknik Medan, dengan nilai proyek 4,5
miliar dari APBN. Perbuatan Sihar Simamora, Syah-buddin Siregar, Herman
Taher dan Dewi Komariah mengakibatkan negara dirugikan sebesar 2,1
miliar. Korupsi berulang lagi pada 2012 dalam proyek Rehabilitasi dan
Pembangunan Gedung Sekolah dengan nilai proyek sebesar 40,4 miliar,
yang dila-kukan oleh Rajab Lubis (Kadisdik), Zakaria Harahap (KPA), Eva
Yunismin (PPTK).
• Kabupaten Deli Serdang : Pada 2007 Kepala Dinas Dikpora dan 27 orang
Kepala Sekolah melakukan korupsi dana alokasi khusus pendidikan senilai
36,6 miliar. Pada 2010, Hj. Saadah (Kadisdikpora) mengorupsi 6 miliar dari
17,7 miliar dana Kesejah-teraan yang bersumber dari program Bantuan
Daerah Bawahan APBD Provsu.
• Kabupaten Humbang Hasundutan : Binsen Tinambunan (Kepala SMP 3
Parlilitan) melakukan korupsi dana BOS dan BSM sebesar 158 juta dari
total 300 juta, yang bersumber dari APBD 2008-2010. Korupsi berulang lagi
pada 2011 terhadap proyek pengadaan komputer untuk LAB TIK senilai
100 juta, oleh SL (mantan Kabid Dikdas Dinas Pendidikan) yang bersumber
dari APBN 2011.
22. Lanjut :
Beberapa korupsi yang berulang di berbagai Kabupaten/Kota
antara lain adalah, Labuhanbatu : Korupsi dana Sertifikasi
233 orang guru (senilai 6,7 miliar) oleh Halo-moan
(bendahara Disdik) dan Agus Susanto (Plt. Kadisdik). Nias :
Terjadi korupsi terhadap proyek Peningkatan Sarana dan
Prasarana Sekolah senilai 49,5 miliar (APBN/DAK 2007-2008)
dan proyek Rehabilitasi dan Pembangunan gedung sekolah
senilai 20,5 miliar (APBN/DAK 2007). Pakpak Bharat : Drs.
MM mengorupsi angga-ran Operasional Dinas Pendidikan
(APBD 2005). Kota Sibolga : Rustam Manalu (Kadis
Pendidikan) dan Lamser Tambunan melakukan korupsi
Pengadaan Buku Per-pustakaan SD sebesar 570 juta dari 1,5
miliar yang bersumber dari APBN/DAK 2010. Kepala SMA
Muhammadiyah 15 Sibolga melakukan korupsi Pembangunan
Gedung Perpustakaan dengan nilai proyek 145 juta yang
bersumber dari APBN 2007.
24. Dampak Sosial Korupsi Di Sektor
Pendidikan
• Sebuah logika “sesat” yang dikembangkan
pemerintah ialah, bahwa angka putus
sekolah menurun setiap tahunnya. Padahal
sesungguhnya, angka putus sekolah
terakumulasi dari tahun ke tahun, karena
siswa yang putus sekolah pada tahun
sebelumnya tidak dapat ditanggulangi atau
dikembalikan ke bangku sekolah pada tahun
berikutnya.
25. Di Indonesia
• Merujuk kepada angka kemiskinan memakai data BPS per
September 2013, di Sumatera Utara Penduduk miskin
sebesar 1.390.000,80, dengan pendapatan rata-rata Rp.
330 517 (kota) dan Rp. 292.186 (desa), perbandingan
pendapatan dan pengeluaran yang harus ditanggung,
maka dapat disimpulkan angka putus sekolah = angka
kemiskinan.
• Di Indonesia, masih dengan data yang sama jumlah
Penduduk Miskin 28 553.000,93 dengan pendapatan rata
rata Rp. 308 826 (kota) dan
Rp. 275.779 (desa).
• Maka disimpulkan angka putus sekolah = angka putus
sekolah.
26. Kemana Yang Putus Sekolah dari tahun
ke tahun tersebut
• angkatan kerja di Sumatera Utara berjumlah 6.322.414 orang (2009)
6.402.891 orang (2010). Sementara jumlah penduduk yang bekerja
berjumlah 5.800.771 orang (2009) 5.890.066 orang (2010) (RPJP
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I.). Dari angka
tersebut, angka pengangguran cukup besar di Sumatera Utara. Pe-
ngangguran ini berkorelasi dengan tingkat kemiskinan di Sumatera
Utara.
• Kedua, jumlah penduduk miskin, yakni penduduk yang berada di
bawah Garis Kemiskinan di Sumatera Utara pada bulan Maret 2009
sebesar 1.499.700 orang (11,51 persen), Maret 2010 berjumlah
1.490.900 orang (11,31 persen), Maret 2011 sebanyak 1.481.300
orang (11,33 persen), Maret 2012 sebanyak 1.407.200 orang (10,67
persen) dan September 2012 sebanyak 1.378.400 orang (10,41
persen). (Dirangkum dari berita resmi Badan Pusat Statistik
Sumatera Utara).
28. Pendidikan Pelaku
Rata-rata pelaku kejahatan kerah biru (blue
collar crime), tidak tamat SD, tidak tamat SMP
dan tidak tamat SMA (vide data Putusan)
29. Kesimpulan
• Ketersediaan (Availability) sarana dan prasarana pendidikan
yang bermutu masih belum dipenuhi. Terbukti bahwa korupsi
paling banyak dilakukan pada proyek pembangunan fisik
(gedung/sarana sekolah). Ini berarti hal yang paling mendasar
seperti ketersediaan fisik sekolah beserta fasilitas belajarnya,
belum dipenuhi oleh pemerintah. Kemudian
• Keterjangkauan (Accessibility) sekolah secara sosial dan
ekonomi masih diskriminatif. Terjadi kastanisasi dan
komersialisasi sekolah dengan label strandar Internasional,
Nasional, dan status lainnya. Sehingga anak-anak dari golongan
sosial-ekonomi tertentu, tidak dapat mengakses sekolah pada
golongan di atasnya. Sementara keterjangkauan dari aspek fisik,
hanya Sekolah Dasar saja yang benar-benar darpat diakses
tanpa mengeluarkan biaya tambahan (uang transport),
sedangkan SMP dan SMA, kebanyakan diakses dengan biaya
tambahan.
30. Lanjut :
• Keberterimaan (Acceptability) masyarakat terhadap
kurikulum dan model pendidikan masih sangat
problematis. Beberapa program pendidikan seperti
Ujian Nasional dan Uji Kompetensi Guru banyak
ditentang oleh masyarakat. Bahkan yang terakhir,
perubahan kurikulum KBK, lalu KTSP menjadi kurikulum
2013, diperdebat-kan oleh banyak kalangan. Terutama
guru, sebagai pelaksana langsung kurikulum di kelas,
menganggap perubahan kurikulum tidak berpengaruh
pada pembelajaran di kelas, sebab apapun
kurikulumnya, tidak akan mengubah model
pembelajaran. Tentu kita melihat ada masalah yang
lebih mendasar pada pelaksanaan kurikulum.
31. Lebih lanjut :
• Adaptability (Kesesuaian) pendidikan terhadap perubahan masyarakat
dan perkembangan, menunjukkan respon dunia pendidikan yang
temporer dan seketika. Sektor pendidikan lebih bersifat reaktif dari pada
antisipatif, sehingga terlalu sibuk menanggapi gejolak perubahan dunia
atau nasional, sampai kehilangan arahnya sendiri. Misalnya sekolah-
sekolah saat ini sibuk dengan pergeseran ke Teknologi Informasi, sehingga
dianggap model pembelajaran yang baik adalah yang menggu-nakan
komputer atau fasilitas yang berbau IT. Selain itu, banyak sekolah-sekolah
merespon perubahan global dengan pembelajaran bahasa inggris, dengan
tujuan agar lulusannya dapat bekerja di perusahaan asing. Respon-respon
sekolah yang “latah” ini sangat buruk, dan tidak dapat menjadi pilar
pembangunan nasional, karena hanya mampu menyediakan “kuli-kuli”
untuk bekerja pada perusahaan asing yang beroperasi di tanahnya sendiri.
Demikian pula respon-respon perubahan kuri-kulum yang berkutat pada
persoalan teknis-metodis pembelajaran, sembari mening-galkan
fundamen pendidikan.
32. RUJUKAN
• Laporan Penelitian diterbitkan dalam buku bertajuk Politik Lokal di Indonesia, Henk Schulte
Nordholt dan Gerry van Klinken, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia-KITLV Jakarta, 2007.
• Putusan Nomor 07/PID.B/TPK/2011/PN/JKT.PST atas nama terdakwa Syamsul Arifin SE,
• SAHDAR, Penelitian Pendidikan yang Memiskinkan ini pernah disampaikan sebelumnya dalam
acara Launching Buku Orang Kampung Melawan Korupsi, di Hotel Four Season, Jakarta Januari
2012, yang diselenggarakan oleh Partnership for Governance Reform, didukung oleh UNODC.
• SAHdaR, Laporan investigasi pada Penerimaan Siswa Baru (PSB) 2011 dan 2012
• SAHDAR, Laporan akhir tahun 2011, “Menggugah Publik, Untuk Partisipasi di Sekolah”.
• SAHDAR, Laporan akhir tahun 2012, “Pesimisme Governance”.
• SAHDAR dan FH USU, Laporan Penelitian “Penerapan Prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Baik
oleh Pejabat Negara: Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan pada Kasus Korupsi di Sektor
Pelayanan Publik Dibidang Pendidikan dan Kesehatan di Sumatera Utara, yang ini didukung oleh
The Asia Foundation (TAF) Indonesia.
• SAHDAR, Laporan Penelitian tentang Efektivitas Pemberantasan Korupsi atau dalam tema Evaluasi
Kinerja Penegak Hukum ini dilaksanakan secara bersamaan di Sulawesi Selatan, Jawa Barat dan
Sumatera Utara, yang ini didukung oleh The Asia Foundation (TAF) Indonesia.
• SAHDAR, Laporan Investigasi tahun 2013, Kasus Guru Binjai.
• SAHDAR Laporan Awal Tahun 2014, WAJAH KORUPSI DI SUMATERA UTARA Menguak Realita Di
Balik Statistik Pemberantasan Korupsi di Sumatera Utara 2004-2012.
• Sutherland, Edwin, Principles of Criminology, New York, JB Lippincott Company, 1947.
• Tomasevski, Katarina, Pendidikan Berbasis Hak Asasi, Proyek Kerja Sama antara Pelapor Khusus
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak atas Pendidikan dan Biro Pendidikan Wilayah
Asia Pasifik UNESCO.