SlideShare a Scribd company logo
1 of 8
SEMINAR PROPINSI
     PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK PENDIDIK SE KALIMANTAN SELATAN;
     PENCIPTAAN SUASANA LINGKUNGAN SEKOLAH TERHADAP MORAL GURU DAN SISWA*
                              Oleh : SARBAINI FKIP UNLAM **

PENDAHULUAN

        Lahirnya pendidikan karakter berbasis nilai akhir-akhir ini di Indonesia sendiri
dibidani oleh kegagalan pola pendidikan modern yang tidak membawa kedamaian dan
perbaikan terhadap peradaban manusia. Hegemoni peradaban Barat yang didominasi oleh
pandangan hidup saintifik (scientific world view) selain mengakibatkan dampak positif (di
bidang sain dan teknologi), juga mengakibatkan dampak negatif terhadap manusia. Dampak
negatif tersebut menjalar juga terhadap bidang ilmiah dengan hebat, khususnya dalam bidang
epistemologi. Hal itu berawal dari para pemikir raksasa yang mencoba mengubah peradaban
manusia. Salah satunya, Rene Descartes (1650 M) sebagai icon Barat, yang menyandang
gelar “bapak filsafat modern” dengan prinsip “Aku berfikir, maka Aku ada” (cogito ergo
sum), berhasil menggiring peradaban manusia sebagai ‘pemuja’ rasio.

        Pendidikan era modern tersebut, yang lebih menitikberatkan pada pendidikan bebas
nilai (value free) telah memporak-porandakan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Perubahan
masyarakat akibat perkembangan IPTEK membawa dampak yang besar pada budaya, nilai
dan agama (Susanto, 1998). Derasnya gelombang globalisasi mengakibatkan terjadinya
pergeseran nilai dan terjadinya degradasi moral pada peserta didik. Keluarga dan sekolah
akhir-akhir ini kebanyakan tidak dapat berperan sepenuhnya dalam pembinaan moral,
sehingga pembinaan moral saat ini (di lembaga formal nonformal, dan informal) merupakan
sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.

        Jika pun pendidikan dikatakan sudah tidak bebas nilai, dan sudah menganut nilai
tertentu, maka nilai yang menjadi orientasi utama dalam pendidikan adalah nilai ekonomis
dan pragmatisme, karena diarahkan pada ajang pemenuhan tuntutan pasar semata, karena hal
itu sebenarnya merupakan tuntutan kalangan kapitalis yang sarat dengan nilai pragmatisme
dan ekonomis. Sehingga dalam dunia pendidikan dan masyarakat terjadi :

1.   Pergeseran sistem pendidikan Indonesia yang cenderung berorientasi pada pemenuhan
     kepentingan kalangan kapitalis, mengejar target indikator dengan standar keberhasilan
     pendidikan hanya menggunakan ukuran-ukuran formal yang bertumpu pada nilai akademik
     (UAN), rating sekolah dan fasilitas fisik berbasis teknologi (SBI, SSN). Semua tenaga dan waktu
     yang dimiliki sekolah dialokasikan hanya untuk memacu kemampuan kognitif siswa. Akibatnya
     fungsi-fungsi normatif pendidikan sebagai arena pembelajaran dan penyadaran siswa sebagai
     sosok pribadi manusia cenderung terabaikan. Sekolah sebagai institusi yang semestinya
     menanamkan nilai-nilai moral seperti kepatuhan, rasa toleransi, kebersamaan dan musyawarah
     kian memudar, berganti menjadi ajang kompetisi individualistis, bahkan menunjukkan
     ketidakpatuhan pada norma-norma yang menjadi akar pendidikan, yaitu nilai-nilai agama dan
     budaya.
2.   Perubahan sosial di masyarakat telah terjadi pergeseran nilai atau orientasi, serta format relasi,
     bahkan ditenggarai anomi. Hal ini tampak pada merasuknya teknologi yang mendorong
     masyarakat cenderung berpikir instan dan pragmatis, secara struktural telah mempengaruhi
     pola interaksi seseorang, termasuk peserta didik. Visualisasi media sebagai pentas realitas dan
     ekspresi identitas, terjerembab sebagai instrumen pengganda kultur kekerasan dan kebebasan
     untuk melanggar norma-norma luhur, yakni nilai-nilai agama dan budaya. Media yang terlalu
     banyak menampilkan tayangan-tayangan menjadi inspirasi dan tuntunan bagi remaja untuk
     mendapatkan citranya sebagai yang “tak terkalahkan”dan “boleh melanggar” norma apa saja.

3.   Sekarang ini sudah menggejala di kalangan anak muda, bahkan orang tua yang
     menunjukkan bahwa mereka mengabaikan nilai-nilai moral, bahkan tidak mematuhi tata
     krama pergaulan, yang sangat diperlukan dalam suatu masyarakat yang beradab. Dalam
     era reformasi sekarang ini seolah-olah orang bebas berbuat apa saja sesuai dengan
     kehendaknya. Misalnya, perkelahian massal, penjarahan, pemerkosaan, pembajakan
     kendaraan umum, penghujatan, perusakan tempat ibadah, lembaga pendidikan, kantor-
     kantor pemerintahan dan sebagainya, yang menimbulkan keresahan pada masyarakat.

PEMBAHASAN
Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter
        Istilah karakter (character) atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan
watak, adalah sifat-sifat hakiki seseorang atau suatu kelompok atau bangsa yang sangat
menonjol sehingga dapat dikenali dalam berbagai situasi atau merupakan trade mark atau
ciri khas orang tersebut (Tilaar, 2008). Karakter adalah perangkat individual dari
karakteristik psikologis yang mempengaruhi kemampuan dan kecenderungan seseorang
untuk berfungsi secara moral. Karakter adalah terdiri dari karakteristik-karakteristik yang
mengarahkan seseorang untuk melakukan sesuatu yang benar atau tidak melakukan sesuatu
yang benar (Berkowitz, 2002). Lickona (Martadi, 2010) merujuk pada konsep good
character yang dikemukakan oleh Aristoteles “... the life of right conduct-right conduct in
relation to other persons and in relation to one self (karakter dapat dimaknai sebagai
kehidupan berperilaku baik/penuh kebajikan, yakni berperilaku baik terhadap pihak lain
(Tuhan YME, manusia, dan alam semesta) dan terhadap diri sendiri). Karakter (Berkowitz,
2002) memerlukan kapasitas untuk berpikir mengenai benar dan salah, pengalaman emosi-
emosi moral ( bersalah, empati, keharuan/kasihan), terlibat dalam perilaku-perilaku moral
(berbagi bersama, menyumbang untuk amal, menceritakan kebenaran), yakin terhadap
kebaikan-kebaikan moral (memperlihatkan kecenderungan menetap untuk bertindak dengan
jujur, altruisme (mementingkan orang lain), tanggung jawab, dan karakteristik-karakteristik
yang mendukung fungsi moral. Hanya Howard Gardner yang mendefinisikan kembali
kecerdasan sebagai karakteristik-karakteristik psikologis yang kompleks dalam teorinya
tentang kecerdasan majemuk.


       Pendidikan karakter mengandung dua makna. Dalam pengertian yang luas,
pendidikan karakter mengacu pada hampir semua hal yang mungkin sekolah coba lakukan
untuk memberikan hal-hal di luar kegiatan akademik, khususnya ketika tujuannya untuk
membantu anak-anak tumbuh-kembangan menjadi orang yang baik. Dalam pengertian yang
sempit merupakan gaya tertentu dari pelatihan moral yang mencerminkan nilai-nilai tertentu
seperti asumsi-asumsi khusus tentang sifat dan bagaimana anak-anak belajar.

Pengertian pendidikan karakter dapat diamati dari beberapa definisi berikut :
• Proses pemberian tuntunan peserta/anak didik agar menjadi manusia seutuhnya yang
  berkarakter dalam dimensi hati, rasa, pikir, karsa, raga dan karya. Peserta didik diharapkan
  memiliki karakter yang baik meliputi kejujuran, tanggung jawab, cerdas, bersih dan sehat,
  peduli, dan kreatif. Karakter tersebut diharapkan menjadi kepribadian utuh yang
  mencerminkan keselarasan dan keharmonisan dari olah HATI, PIKIR, RAGA, serta
  RASA dan KARSA.
• Sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak,
  yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan
  baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan
  sehari-hari dengan sepenuh hati.
• Berhubungan dengan pembentukan dan pengembangan karakter secara disengaja dan
  komprehensif berdasarkan standar dan prinsip tertentu mencakup agenda nilai-nilai yang
  jelas, implementasi yang cerdas di sekolah, memajukan hubungan-hubungan positif dan
  motivasi instrinsik, menetapkan karakter secara komprehensif, bekerja sama dengan para
  orang tua dan masyarakat.

Sekolah sebagai Salah Satu Sumber Karakter

        Sumber-sumber dari pembentuk karakter adalah keluarga ( khususnya para orang tua)
adalah secara khusus dianggap memberikan pengaruh yang utama terhadap pembentukan
karakter anak. Selain itu sekolah, teman-teman sebaya, masyarakat (termasuk media), religi,
dan biologi merupakan para kontributor. Sekolah-sekolah dapat mempengaruhi konsep diri
anak (termasuk harga diri), keterampilan-keterampilan sosial (khususnya keterampilan-
keterampilan sosial teman-teman sebaya), nilai-nilai, kematangan penalaran moral, perilaku
dan kecenderungan-kecendrungan prososial, pengetahuan tentang moralitas, nilai-nilai, dan
lain-lain.

         Dilihat dari kacamata moral, maka lingkungan terdiri atas nilai moral, norma, prinsip
dan perilaku (Kay, 1975: 196). Lingkungan sekolah, termasuk lingkungan kelas tidaklah
berada dalam keadaan kosong nilai, tetapi sarat dengan muatan nilai-moral dan norma.
Lingkungan sekolah yang sarat dengan muatan nilai-moral-norma berpengaruh pada situasi
sekolah dan membentuk suasana nilai-moral-norma iklim sekolah atau iklim sekolah. Jadi
sekolah dalam bentuk lingkungan mengandung muatan nilai-moral-norma karena merupakan
tempat bertemunya nilai-moral-norma kehidupan yang lahir secara pribadi dan ditampilkan
dalam bentuk pikiran, ucapan, tindakan perorangan, yang muncul secara spontan dalam
berbagai kekhasan pribadi setiap orang (Mulyana, 2004: 29)
         Situasi pendidikan di lingkungan sekolah yang suasananya dihayati oleh guru dan
peserta didik dan mereka merasakan terlibat di dalamnya sebut iklim sekolah. Iklim sekolah
(Gallay dan Pong, 2004: 2-3) adalah bagian dari lingkungan sekolah yang dihubungkan
dengan dimensi-dimensi moral, sikap, afeksi dan sistem keyakinan dari sekolah yang
mempengaruhi perkembangan kognitif, sosial dan psikologis moral anak-anak. melalui
interaksi sosial di dalam dan di luar kelas. Iklim adalah mengandung semacam muatan,
nuansa dan warna kehidupan, sehingga memberikan atau menciptakan kondisi bagi lahirnya
tingkah laku moral tertentu pada mereka yang ada di dalamnya (Soelaeman, 1985 : 157;
1994: 48). Untuk itu untuk kepentingan pendidikan maupun pembinaan nilai moral tertentu,
situasi pendidikan, khususnya iklim sekolah perlu dilakukan penataan.

        Menurut Soelaeman (1994:51) dalam upaya penataan situasi pendidikan, maka
dalam penataannya hendaknya bersifat padu menjadi satu kesatuan dan tak dapat dipilah-
pilah. Mungkin hanya prioritasnya saja yang membedakan tekanan pada penataannya, kepada
salah satu momen atau dimensi dari situasi atau iklim sekolah. Dalam menata situasi
pendidikan termasuk iklim sekolah yang dapat menumbuhkan moral yang baik, maka dalam
penataannya memperhatikan tiga momen, yaitu :” momen fisik, momen psikologi dan
momen sosiokultural (Soelaeman, 1985: 157).

         Penataan suasana momen fisik meliputi penataan lingkungan ruang atau fisik
menyangkut keadaan fisik sekolah, antara lain bangunan, kelas, ruang guru, ruang kepala
sekolah, halaman, kantin, dan kantor. Suasana lingkungan fisik dapat menyajikan suasana
dan iklim yang diharapkan benar-benar dihayati oleh guru dan peserta didik dalam
pembinaan kepatuhan terhadap norma ketertiban.

          Penataan momen psikologi adalah penataan hal-hal yang berhubungan dengan
suasana psikologis yang dapat menunjang pada tumbuhnya situasi dan sikap patuh pada
norma ketertiban, antara lain keteladanan, keterbukaan, keramahtamahan, suasana hangat,
egalitarian dari pimpinan sekolah dan guru. Penataan suasana psikologis juga melibatkan
penataan emosional dan suasana kejiwaan yang memberikan nuansa tertentu pada suasana
psikologis di lingkungan sekolah.


         Penataan sosiokultural adalah berkaitan dengan penataan suasana pola hubungan
antara guru dengan peserta didik, di antara sesama peserta didik, peserta didik dengan staf
sekolah, dan cara bergaul di dalam dan di luar kelas. Karenanya pola hubungan, cara bergaul
di lingkungan sekolah memberikan suasana untuk lahirnya kepatuhan pada norma ketertiban.


Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter di Sekolah

1. Pendidikan karakter berbasis nilai adalah bagian penting dari seluruh lini pendidikan di
   sekolah-sekolah. Ia bukan menjadi pendidikan bebas nilai atau netral nilai. Sekolah-
   sekolah harus melengkapi pendidikan karakter berbasis nilai yang diberikan di rumah,
   khususnya ketika rumah-rumah tidak utuh.
2. Membangun karakter adalah berakar pada tegaknya nilai-nilai. Tanpa pendidikan karakter,
hanya mengetahui apa yang benar adalah tidak menjamin bahwa kita akan melakukannya
  dan menggabungkan beberapa nilai dalam kehidupan. Penting untuk mengembangkan
  karakter adalah dua kecakapan yaitu disiplin-diri dan empati. Disiplin-diri adalah
  diwajibkan, karena tanpa itu para individu tidak dapat mengontrol gerak-gerak hati mereka
  dan akan tumbuh menjadi tidak beradab, tidak beretika, dan tidak berguna. Kontrol-
  kontrol eksternal dibutuhkan untuk menumbuhkan, tetapi jika diperkuat melampaui hal
  itu, ia merusak penanaman disiplin-diri. Empati adalah kapasitas untuk merasakan
  perasaan orang lain, adalah juga penting. Ia adalah landasan dari banyak nilai-nilai, dan
  tanpanya orang yang mempunyai disiplin-diri mungkin melakukan diri mereka sendiri
  untuk tujuan-tujuan yang jahat.


3. Pendidikan karakter akan mengilhami para siswa dengan nuansa penuh dari pengalaman-
   pengalaman sekolah – kurikulum manusiawi sebaik kurikulum akademik. Ia tidak akan
   terbatas untuk kelas-kelas mata pelajaran, tidak hanya persoalan-persoalan materi
   kurikulum. Cara-cara berolahraga dilakukan, tingkatan-tingkatan kelas yang diberikan,
   para guru berperilaku, dan lahan-lahan koridor-koridor dan tempat parkir adalah mencatat
   semua makna pesan-pesan moral dan secara signifikan mempengaruhi perkembangan
   karakter.
Praktek Empiris Memajukan Perkembangan Karakter

       Soloman, Watson, dan Battistich (2001) menghimpun review yang luas dari studi-
studi penelitian spesifik tentang program-program dan praktek-praktek khusus dalam
melaksanakan pendidikan karakter. Mereka menyimpulkan terdapat beberapa praktek yang
memiliki dukungan empiris yang kuat dalam memajukan perkembangan karakter, yaitu;
memajukan otonomi peserta didik melalui partisipasi, diskusi, dan kolaborasi; melatih dan
membantu keterampilan-keterampilan sosial; perilaku pelayanan sosial; dan atmosfer
(suasana) moral.
Tujuh Peraturan Pendidikan Karakter yang Efektif

1. Bagaimana sekolah memperlakukan anak. Ketika sekolah-sekolah fokus pada nasihat
   (pengumuman-pengumuman, poster-poster, ceramah-ceramah pada pertemuan-pertemuan
   khusus) atau didaktik-didaktik (kurikulum) sebagaimana secara khusus sekolah mengatur
   apa yang dilakukan, sekolah telah kehilangan kualitas. Untuk melakukan pendidikan
   karakter yang efektif di sekolah, juga harus fokus pada bagaimana sekolah (khususnya hal-
   hal yang sebagian besar signifikan terhadap anak, tetapi tidak hanya itu) memperlakukan
   anak. Apa yang dialami anak dalam penggunaan hari-harinya di sekolah? Apakah anak
   diperlakukan secara penuh kebaikan dan dengan hormat, atau digertak atau diabaikan?
   Apakah anak merasa sekolah dan kelas sebagai tempat pengasuhan, tempat-tempat yang
   mendukung atau mengandung racun secara psikologis dan fisik? Hubungan-hubungan
   adalah penting untuk perkembangan karakter, jadi pendidikan karakter harus fokus pada
   kualitas hubungan-hubungan di sekolah. Hal ini termasuk hubungan-hubungan guru
   dengan anak dan anak dengan anak-anak.. Hubungan-hubungan itu butuh untuk menjadi
kebaikan (pengasuhan, mendukung), asli (jujur, terbuka), penuh penghargaan
  (memadukan, menghargai suara-suara siswa), dan konsisten (dapat diperkirakan, stabil).



2. Bagaimana orang-orang lain memperlakukan orang lain dalam kehadiran anak, karena
   “The Students Are Watching”. Anak-anak memantau dan banyak menyimpan dari apa
   yang mereka amati terhadap para guru dalam kegiatan di sekolah, dan mencerminkan
   secara beragam perilaku keluarga di kelas. Dalam kasus-kasus perilaku yang diamati dan
   refleksi perilaku keluarga oleh siswa sering suatu teladan-teladan orang dewasa tidak
   mencapai apa yang diharapkan secara moral ideal. Para siswa sungguh-sungguh
   memperhatikan. Apa yang buruk juga mereka juga tiru. Jika ingin tahu apakah bentuk
   moralitas guru di sekolah, perhatikan saja para siswa yang bermain di sekolah.
   Keteladanan, seperti mementingkan orang lain dan empati mengarahkan kepada perilaku
   itu kepada anak-anak. Keteladanan dari perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti
   kekerasan dan ketidakjujuran serupa mengarah pada meningkatnya perilaku-perilaku itu.
   Tidak ada artinya mengharapkan anak-anak memberikan respek dan bertanggung jawab.
   Jika banyak para pendidik menyatakan bahwa mereka bukan para pendidik karakter dan
   sering bahwa mereka tidak melakukan hal itu. Jika telah bekerja sebagai pendidik, dengan
   atau di sekeliling anak-anak, kita tidak dapat tidak telah menjadi pendidik karakter.
   Perilaku kita akan mempengaruhi perkembangan karakter anak, baik atau buruk.



3. Sekolah-sekolah mengharapkan karakter yang baik untuk semua warga sekolah.
   Sekolah menuntut karakter yang baik dan dapat dicapai, dan menjadi pendukung yang
   memberikan kesempatan bagi para siswa dan para warga sekolah untuk memenuhi
   harapan-harapan itu. Harapan-harapan itu dapat datang dari beragam sumber, tetapi secara
   ideal mereka datang dari sepenuhnya komunitas sekolah dan stakeholder.



4. Nasehat-nasehat bukan cara-cara utama untuk mempengaruhi perkembangan karakter.
   Namun tempat yang mendukung karakter positif memenuhi dua fungsi. Pertama,
   memperkuat apa yang anak-anak pelajari dan berkembang dari memperhatikan dan
   perlakuan secara positif oleh orang-orang lain. Kedua, menjernihkan pesan-pesan yang
   sering tidak jelas dari perilaku. Perilaku pengasuhan moral orang tua yang sangat kuat
   disebut kerja-kerja prabawa (induction) yang begitu luas, sebab ia memerlukan
   penjelasan-penjelasan dari perilaku orang tua yang mengevaluasi (memuji, menghukum
   untuk kebaikan). Kita butuh tidak hanya mempraktekkan apa yang kita menasihati, tetapi
   juga butuh penjelasan agar nasihat juga kita kerjakan.



5. Anak-anak juga butuh kesempatan-kesempatan untuk mempraktekkan karakter yang
baik. Mereka butuh sekolah-sekolah yang mendukung otonomi siswa dan
  mempengaruhinya. Mereka butuh kesempatan untuk membangun keterampilan-
  keterampilan seperti menempatkan pandangan, berpikir kritis, dan memecahkan konflik,
  memerlukan untuk keberadaan seseorang untuk karakter. Mereka juga butuh kesempatan-
  kesempatan untuk melakukan hal yang baik. Sekolah-sekolah secara meningkat
  mendorong aktivitas-aktivitas pelayanan dalam berbagai bentuk. Media teman sebaya,
  pengaturan diri siswa secara organisasi (student self-governance), dan aktivitas-aktivitas
  dermawan adalah contoh-contoh dari peluang-peluang itu.



6. Untuk memelihara perkembangan dari kapasitas-kapasitas berpikir moral, para siswa
   butuh kesempatan-kesempatan untuk pertimbangan yang sehat tentang sesuatu,
   membahas, dan memikirkan isu-isu moral. Termasuk kesempatan-kesempatan untuk
   menerima pandangan-pandangan orang lain, khususnya ketika pandangan-pandangan itu
   berbeda dengan dirinya. Hal ini dapat dilakukan dengan kurikulum, seperti dalam
   pelajaran-pelajaran dan metode-metode yang memajukan diskusi teman sebaya siswa
   tentang isu-isu moral yang ditambahkan dalam IPS dan Bahasa, atau studi-studi kasus
   dalam IPA. Dapat juga dilakukan dalam kelas-kelas dan program-program yang berdiri
   sendiri dengan fokus pada isu-isu tentang karakter dan moral. Kuncinya adalah membuat
   bentuk atmosfer, sehingga siswa melibatkan teman-teman sebaya mereka untuk
   mendiskusikan isu-isu itu dan mereka secara sosial aman untuk melakukannya secara jujur
   dan terus terang. Para pendidik sering dikehendaki membantu dalam menghasilkan
   atmosfer itu, tetapi adalah esensial untuk sekolah-sekolah untuk memajukan secara efektif
   perkembangan karakter dari para siswa.



7. Akhirnya, lebih baik jika para orang tua dilibatkan secara aktif dan positif dalam
   upaya-upaya pendidikan karakter sekolah. Para orang tua akan selalu merupakan
   pengaruh utama dari perkembangan karakter anak-anak. Pendidikan karakter adalah lebih
   efektif ketika sekolah-sekolah dan para orang tua bekerja dalam persaudaraan dan
   kebersamaan.

SIMPULAN
1. Karakter adalah sifat-sifat hakiki seseorang, kelompok, bangsa yang sangat menonjol
   sebagai ciri khas berupa perangkat karakteristik psikologis yang memberikan kapasitas
   kecerdasan yang mempengaruhi kemampuan, kecenderungan dan mengarahkan seseorang
   berfungsi secara moral, untuk berpikir mengenai benar dan salah, melakukan sesuatu yang
   benar atau tidak benar, pengalaman emosi-emosi moral ( bersalah, empati,
   keharuan/kasihan), terlibat dalam perilaku-perilaku moral (berbagi bersama, menyumbang
   untuk amal, menceritakan kebenaran), yakin terhadap kebaikan-kebaikan moral
   (memperlihatkan kecenderungan menetap untuk bertindak dengan jujur, altruisme
   (mementingkan orang lain), tanggung jawab, dan karakteristik-karakteristik yang
   mendukung fungsi moral.
2. Pendidikan karakter mengacu pada hampir semua hal yang dilakukan dengan tujuannya
   untuk membantu anak-anak tumbuh-kembang menjadi orang yang baik.

3. Sekolah adalah salah satu sumber dan kontributor pembentuk karakter anak, karena
   lingkungan sekolah merupakan lingkungan yang sarat dengan nilai-moral-norma yang
   berperan menumbuh-kembangkan karakter moral guru dan khususnya anak, melalui
   penataan suasana fisik, psikologi, dan sosial kultural melalui penerapan prinsip, praktek
   dan interaksi sosial yang terjadi dalam lingkungan sekolah.
                                          BIODATA

 Nama                             :   Drs. H. Sarbaini, M.Pd
 Tempat dan tanggal lahir         :   Banjarmasin, 27 Desember 1959
 NIP                              :   19591227 198603 1 003
 Jabatan                          :   Lektor Kepala
 Pangkat                          :   IV/c, Pembina Utama Madya
 Pendidikan                       :   S1 FKIP UNLAM (1984)
                                  :   S2 IKIP Bandung (1993-1996)
                                  :   S3 UPI Bandung (2008-2011)
 Alamat                           :   Jl.Tanjung II No.19 RT 20 Blok IV Perumnas
                                      Kayutangi Banjarmasin
 HP                               :   081521949136/081351151914
 Email                            :   sar8aini59@yahoo.com.
 Facebook                         :   anang sarbaini
 Kegiatan lain                    :   Redaksi Jurnal Pendidikan Karakter Program Studi
                                      Pendidikan Nilai Sekolah Pascasarjana UPI Bandung
                                  :   Redaksi Jurnal Wiramartas Jurusan PIPS FKIP
                                      UNLAM

More Related Content

What's hot

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN KARAKTER BANGSA
HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN KARAKTER BANGSAHUBUNGAN PENDIDIKAN DAN KARAKTER BANGSA
HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN KARAKTER BANGSAAprilia putri
 
Pendidikan karakter dalam mengubah perilaku hukum
Pendidikan karakter dalam mengubah perilaku hukumPendidikan karakter dalam mengubah perilaku hukum
Pendidikan karakter dalam mengubah perilaku hukumFilsuf Gorontalo
 
Permendikbud tahun2016 nomor024_lampiran_11 ips smp
Permendikbud tahun2016 nomor024_lampiran_11 ips smpPermendikbud tahun2016 nomor024_lampiran_11 ips smp
Permendikbud tahun2016 nomor024_lampiran_11 ips smpIkball Aja
 
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa di SMK
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa di SMKPendidikan Budaya dan Karakter Bangsa di SMK
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa di SMKSyahfiral Syamsuar
 
Landasan pengemb kurikulum pai 2.
Landasan pengemb kurikulum pai  2.Landasan pengemb kurikulum pai  2.
Landasan pengemb kurikulum pai 2.Tatik Suwartinah
 
Pendidikan karakter nas 123
Pendidikan karakter nas 123Pendidikan karakter nas 123
Pendidikan karakter nas 123Binsar Samosir
 
Pendidikan karakter melalui pembelajaran matematika
Pendidikan karakter melalui pembelajaran matematikaPendidikan karakter melalui pembelajaran matematika
Pendidikan karakter melalui pembelajaran matematikaInterest_Matematika_2011
 
Pendidikan Karakter Bangsa by suedi show
Pendidikan Karakter Bangsa by suedi showPendidikan Karakter Bangsa by suedi show
Pendidikan Karakter Bangsa by suedi showSuedi Ahmad
 
yaaaaaaaaaaaaa
yaaaaaaaaaaaaayaaaaaaaaaaaaa
yaaaaaaaaaaaaahidayat890
 
Pengembangan karakter mahasiswa ridwansyah yusuf
Pengembangan karakter mahasiswa   ridwansyah yusufPengembangan karakter mahasiswa   ridwansyah yusuf
Pengembangan karakter mahasiswa ridwansyah yusufRidwansyah Yusuf
 
Pendidikan karakter
Pendidikan karakterPendidikan karakter
Pendidikan karaktergusipung
 
Guru sebagai agen sosial
Guru sebagai agen sosial Guru sebagai agen sosial
Guru sebagai agen sosial mashmello2
 
Budaya sekolah
Budaya sekolahBudaya sekolah
Budaya sekolahfikpulai
 
KPS 3014 PENGURUSAN PEMBELAJARAN (UPSI)
KPS 3014 PENGURUSAN PEMBELAJARAN (UPSI)KPS 3014 PENGURUSAN PEMBELAJARAN (UPSI)
KPS 3014 PENGURUSAN PEMBELAJARAN (UPSI)NOREHANHUSIN
 
Landasan Sosial Budaya Pendidikan
Landasan Sosial Budaya PendidikanLandasan Sosial Budaya Pendidikan
Landasan Sosial Budaya Pendidikanalvinnoor
 
School and socialization
School and socializationSchool and socialization
School and socializationmarfyza
 
Sosialisasi dan Penyesuaian Diri di Sekolah
Sosialisasi dan Penyesuaian Diri di SekolahSosialisasi dan Penyesuaian Diri di Sekolah
Sosialisasi dan Penyesuaian Diri di SekolahNon Formal Education
 

What's hot (20)

Pendidikan karakter
Pendidikan karakterPendidikan karakter
Pendidikan karakter
 
HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN KARAKTER BANGSA
HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN KARAKTER BANGSAHUBUNGAN PENDIDIKAN DAN KARAKTER BANGSA
HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN KARAKTER BANGSA
 
Sos pend
Sos pendSos pend
Sos pend
 
Pendidikan karakter dalam mengubah perilaku hukum
Pendidikan karakter dalam mengubah perilaku hukumPendidikan karakter dalam mengubah perilaku hukum
Pendidikan karakter dalam mengubah perilaku hukum
 
Permendikbud tahun2016 nomor024_lampiran_11 ips smp
Permendikbud tahun2016 nomor024_lampiran_11 ips smpPermendikbud tahun2016 nomor024_lampiran_11 ips smp
Permendikbud tahun2016 nomor024_lampiran_11 ips smp
 
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa di SMK
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa di SMKPendidikan Budaya dan Karakter Bangsa di SMK
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa di SMK
 
Landasan pengemb kurikulum pai 2.
Landasan pengemb kurikulum pai  2.Landasan pengemb kurikulum pai  2.
Landasan pengemb kurikulum pai 2.
 
Asigment
AsigmentAsigment
Asigment
 
Pendidikan karakter nas 123
Pendidikan karakter nas 123Pendidikan karakter nas 123
Pendidikan karakter nas 123
 
Pendidikan karakter melalui pembelajaran matematika
Pendidikan karakter melalui pembelajaran matematikaPendidikan karakter melalui pembelajaran matematika
Pendidikan karakter melalui pembelajaran matematika
 
Pendidikan Karakter Bangsa by suedi show
Pendidikan Karakter Bangsa by suedi showPendidikan Karakter Bangsa by suedi show
Pendidikan Karakter Bangsa by suedi show
 
yaaaaaaaaaaaaa
yaaaaaaaaaaaaayaaaaaaaaaaaaa
yaaaaaaaaaaaaa
 
Pengembangan karakter mahasiswa ridwansyah yusuf
Pengembangan karakter mahasiswa   ridwansyah yusufPengembangan karakter mahasiswa   ridwansyah yusuf
Pengembangan karakter mahasiswa ridwansyah yusuf
 
Pendidikan karakter
Pendidikan karakterPendidikan karakter
Pendidikan karakter
 
Guru sebagai agen sosial
Guru sebagai agen sosial Guru sebagai agen sosial
Guru sebagai agen sosial
 
Budaya sekolah
Budaya sekolahBudaya sekolah
Budaya sekolah
 
KPS 3014 PENGURUSAN PEMBELAJARAN (UPSI)
KPS 3014 PENGURUSAN PEMBELAJARAN (UPSI)KPS 3014 PENGURUSAN PEMBELAJARAN (UPSI)
KPS 3014 PENGURUSAN PEMBELAJARAN (UPSI)
 
Landasan Sosial Budaya Pendidikan
Landasan Sosial Budaya PendidikanLandasan Sosial Budaya Pendidikan
Landasan Sosial Budaya Pendidikan
 
School and socialization
School and socializationSchool and socialization
School and socialization
 
Sosialisasi dan Penyesuaian Diri di Sekolah
Sosialisasi dan Penyesuaian Diri di SekolahSosialisasi dan Penyesuaian Diri di Sekolah
Sosialisasi dan Penyesuaian Diri di Sekolah
 

Viewers also liked

Educational social responsibility ethical leadership spiritual concerns
Educational social responsibility ethical leadership   spiritual concernsEducational social responsibility ethical leadership   spiritual concerns
Educational social responsibility ethical leadership spiritual concernsProf. Dr. L N Bhagat
 
Makalah seminar pkn upi
Makalah seminar pkn upiMakalah seminar pkn upi
Makalah seminar pkn upiAnang Sarbaini
 
Identifikasi permasalahan penelitian
Identifikasi permasalahan penelitianIdentifikasi permasalahan penelitian
Identifikasi permasalahan penelitianpristanti
 
Makalah sarbaini FKIP UNLAM
Makalah sarbaini FKIP UNLAMMakalah sarbaini FKIP UNLAM
Makalah sarbaini FKIP UNLAMAnang Sarbaini
 
Pendidikan nilai
Pendidikan nilaiPendidikan nilai
Pendidikan nilaiAjeng Faiza
 
PEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAH
PEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAHPEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAH
PEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAHAnang Sarbaini
 

Viewers also liked (6)

Educational social responsibility ethical leadership spiritual concerns
Educational social responsibility ethical leadership   spiritual concernsEducational social responsibility ethical leadership   spiritual concerns
Educational social responsibility ethical leadership spiritual concerns
 
Makalah seminar pkn upi
Makalah seminar pkn upiMakalah seminar pkn upi
Makalah seminar pkn upi
 
Identifikasi permasalahan penelitian
Identifikasi permasalahan penelitianIdentifikasi permasalahan penelitian
Identifikasi permasalahan penelitian
 
Makalah sarbaini FKIP UNLAM
Makalah sarbaini FKIP UNLAMMakalah sarbaini FKIP UNLAM
Makalah sarbaini FKIP UNLAM
 
Pendidikan nilai
Pendidikan nilaiPendidikan nilai
Pendidikan nilai
 
PEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAH
PEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAHPEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAH
PEMBINAAN KEPATUHAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAH
 

Similar to SEMINAR PENDIDIKAN KARAKTER

PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA
PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN SOSIAL BUDAYAPENDIDIKAN DAN PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA
PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN SOSIAL BUDAYAimam shofwan
 
Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan
Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikanPemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan
Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikanwt_19_88
 
11_pend_holistik
11_pend_holistik11_pend_holistik
11_pend_holistikdede Umar
 
Landasan sosial budaya pendidikan
Landasan sosial budaya pendidikanLandasan sosial budaya pendidikan
Landasan sosial budaya pendidikanemri ardi
 
Transformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa Klasik
Transformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa KlasikTransformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa Klasik
Transformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa KlasikSlamet Readi
 
PENDIDIKAN-KARAKTER-1.pptx
PENDIDIKAN-KARAKTER-1.pptxPENDIDIKAN-KARAKTER-1.pptx
PENDIDIKAN-KARAKTER-1.pptxwongjowo30
 
Manajemen lembaga pendidikan
Manajemen lembaga pendidikanManajemen lembaga pendidikan
Manajemen lembaga pendidikanEdwarn Abazel
 
Pendidikan Karakter (New Style)
Pendidikan Karakter (New Style)Pendidikan Karakter (New Style)
Pendidikan Karakter (New Style)Christian Lokas
 
Pendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnya
Pendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnyaPendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnya
Pendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnyaYanuar Hadi Saputro
 
7-artikel-pendidikan-karakter-berwawasan-sosio-kultural-terbit-majalah-dinami...
7-artikel-pendidikan-karakter-berwawasan-sosio-kultural-terbit-majalah-dinami...7-artikel-pendidikan-karakter-berwawasan-sosio-kultural-terbit-majalah-dinami...
7-artikel-pendidikan-karakter-berwawasan-sosio-kultural-terbit-majalah-dinami...AfifSusanto1
 
Integrasi pendidikan karakter
Integrasi pendidikan karakterIntegrasi pendidikan karakter
Integrasi pendidikan karakterSutikno Java
 

Similar to SEMINAR PENDIDIKAN KARAKTER (20)

PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA
PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN SOSIAL BUDAYAPENDIDIKAN DAN PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA
PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA
 
Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan
Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikanPemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan
Pemikiran ki hajar dewantara tentang pendidikan
 
11_pend_holistik
11_pend_holistik11_pend_holistik
11_pend_holistik
 
Landasan sosial budaya pendidikan
Landasan sosial budaya pendidikanLandasan sosial budaya pendidikan
Landasan sosial budaya pendidikan
 
Transformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa Klasik
Transformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa KlasikTransformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa Klasik
Transformasi Nilai - Nilai Luhur Sastra Jawa Klasik
 
Integritas moral siswa
Integritas moral siswaIntegritas moral siswa
Integritas moral siswa
 
PENDIDIKAN-KARAKTER-1.pptx
PENDIDIKAN-KARAKTER-1.pptxPENDIDIKAN-KARAKTER-1.pptx
PENDIDIKAN-KARAKTER-1.pptx
 
Makalah pembentukan karakter
Makalah pembentukan karakterMakalah pembentukan karakter
Makalah pembentukan karakter
 
Isbd
IsbdIsbd
Isbd
 
Manajemen lembaga pendidikan
Manajemen lembaga pendidikanManajemen lembaga pendidikan
Manajemen lembaga pendidikan
 
Landasan kurikulum
Landasan kurikulumLandasan kurikulum
Landasan kurikulum
 
Pendidikan Karakter (New Style)
Pendidikan Karakter (New Style)Pendidikan Karakter (New Style)
Pendidikan Karakter (New Style)
 
Pendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnya
Pendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnyaPendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnya
Pendidikan moral upaya mendidik generasi seutuhnya
 
Pancasila
PancasilaPancasila
Pancasila
 
7-artikel-pendidikan-karakter-berwawasan-sosio-kultural-terbit-majalah-dinami...
7-artikel-pendidikan-karakter-berwawasan-sosio-kultural-terbit-majalah-dinami...7-artikel-pendidikan-karakter-berwawasan-sosio-kultural-terbit-majalah-dinami...
7-artikel-pendidikan-karakter-berwawasan-sosio-kultural-terbit-majalah-dinami...
 
Sosbud epy
Sosbud epySosbud epy
Sosbud epy
 
Makalah pembentukan karakter
Makalah pembentukan karakterMakalah pembentukan karakter
Makalah pembentukan karakter
 
Pentingny a pendidikan_moral_3
Pentingny a pendidikan_moral_3Pentingny a pendidikan_moral_3
Pentingny a pendidikan_moral_3
 
Pendidikan moral
Pendidikan moralPendidikan moral
Pendidikan moral
 
Integrasi pendidikan karakter
Integrasi pendidikan karakterIntegrasi pendidikan karakter
Integrasi pendidikan karakter
 

SEMINAR PENDIDIKAN KARAKTER

  • 1. SEMINAR PROPINSI PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK PENDIDIK SE KALIMANTAN SELATAN; PENCIPTAAN SUASANA LINGKUNGAN SEKOLAH TERHADAP MORAL GURU DAN SISWA* Oleh : SARBAINI FKIP UNLAM ** PENDAHULUAN Lahirnya pendidikan karakter berbasis nilai akhir-akhir ini di Indonesia sendiri dibidani oleh kegagalan pola pendidikan modern yang tidak membawa kedamaian dan perbaikan terhadap peradaban manusia. Hegemoni peradaban Barat yang didominasi oleh pandangan hidup saintifik (scientific world view) selain mengakibatkan dampak positif (di bidang sain dan teknologi), juga mengakibatkan dampak negatif terhadap manusia. Dampak negatif tersebut menjalar juga terhadap bidang ilmiah dengan hebat, khususnya dalam bidang epistemologi. Hal itu berawal dari para pemikir raksasa yang mencoba mengubah peradaban manusia. Salah satunya, Rene Descartes (1650 M) sebagai icon Barat, yang menyandang gelar “bapak filsafat modern” dengan prinsip “Aku berfikir, maka Aku ada” (cogito ergo sum), berhasil menggiring peradaban manusia sebagai ‘pemuja’ rasio. Pendidikan era modern tersebut, yang lebih menitikberatkan pada pendidikan bebas nilai (value free) telah memporak-porandakan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Perubahan masyarakat akibat perkembangan IPTEK membawa dampak yang besar pada budaya, nilai dan agama (Susanto, 1998). Derasnya gelombang globalisasi mengakibatkan terjadinya pergeseran nilai dan terjadinya degradasi moral pada peserta didik. Keluarga dan sekolah akhir-akhir ini kebanyakan tidak dapat berperan sepenuhnya dalam pembinaan moral, sehingga pembinaan moral saat ini (di lembaga formal nonformal, dan informal) merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Jika pun pendidikan dikatakan sudah tidak bebas nilai, dan sudah menganut nilai tertentu, maka nilai yang menjadi orientasi utama dalam pendidikan adalah nilai ekonomis dan pragmatisme, karena diarahkan pada ajang pemenuhan tuntutan pasar semata, karena hal itu sebenarnya merupakan tuntutan kalangan kapitalis yang sarat dengan nilai pragmatisme dan ekonomis. Sehingga dalam dunia pendidikan dan masyarakat terjadi : 1. Pergeseran sistem pendidikan Indonesia yang cenderung berorientasi pada pemenuhan kepentingan kalangan kapitalis, mengejar target indikator dengan standar keberhasilan pendidikan hanya menggunakan ukuran-ukuran formal yang bertumpu pada nilai akademik (UAN), rating sekolah dan fasilitas fisik berbasis teknologi (SBI, SSN). Semua tenaga dan waktu yang dimiliki sekolah dialokasikan hanya untuk memacu kemampuan kognitif siswa. Akibatnya fungsi-fungsi normatif pendidikan sebagai arena pembelajaran dan penyadaran siswa sebagai sosok pribadi manusia cenderung terabaikan. Sekolah sebagai institusi yang semestinya menanamkan nilai-nilai moral seperti kepatuhan, rasa toleransi, kebersamaan dan musyawarah kian memudar, berganti menjadi ajang kompetisi individualistis, bahkan menunjukkan ketidakpatuhan pada norma-norma yang menjadi akar pendidikan, yaitu nilai-nilai agama dan budaya.
  • 2. 2. Perubahan sosial di masyarakat telah terjadi pergeseran nilai atau orientasi, serta format relasi, bahkan ditenggarai anomi. Hal ini tampak pada merasuknya teknologi yang mendorong masyarakat cenderung berpikir instan dan pragmatis, secara struktural telah mempengaruhi pola interaksi seseorang, termasuk peserta didik. Visualisasi media sebagai pentas realitas dan ekspresi identitas, terjerembab sebagai instrumen pengganda kultur kekerasan dan kebebasan untuk melanggar norma-norma luhur, yakni nilai-nilai agama dan budaya. Media yang terlalu banyak menampilkan tayangan-tayangan menjadi inspirasi dan tuntunan bagi remaja untuk mendapatkan citranya sebagai yang “tak terkalahkan”dan “boleh melanggar” norma apa saja. 3. Sekarang ini sudah menggejala di kalangan anak muda, bahkan orang tua yang menunjukkan bahwa mereka mengabaikan nilai-nilai moral, bahkan tidak mematuhi tata krama pergaulan, yang sangat diperlukan dalam suatu masyarakat yang beradab. Dalam era reformasi sekarang ini seolah-olah orang bebas berbuat apa saja sesuai dengan kehendaknya. Misalnya, perkelahian massal, penjarahan, pemerkosaan, pembajakan kendaraan umum, penghujatan, perusakan tempat ibadah, lembaga pendidikan, kantor- kantor pemerintahan dan sebagainya, yang menimbulkan keresahan pada masyarakat. PEMBAHASAN Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter Istilah karakter (character) atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan watak, adalah sifat-sifat hakiki seseorang atau suatu kelompok atau bangsa yang sangat menonjol sehingga dapat dikenali dalam berbagai situasi atau merupakan trade mark atau ciri khas orang tersebut (Tilaar, 2008). Karakter adalah perangkat individual dari karakteristik psikologis yang mempengaruhi kemampuan dan kecenderungan seseorang untuk berfungsi secara moral. Karakter adalah terdiri dari karakteristik-karakteristik yang mengarahkan seseorang untuk melakukan sesuatu yang benar atau tidak melakukan sesuatu yang benar (Berkowitz, 2002). Lickona (Martadi, 2010) merujuk pada konsep good character yang dikemukakan oleh Aristoteles “... the life of right conduct-right conduct in relation to other persons and in relation to one self (karakter dapat dimaknai sebagai kehidupan berperilaku baik/penuh kebajikan, yakni berperilaku baik terhadap pihak lain (Tuhan YME, manusia, dan alam semesta) dan terhadap diri sendiri). Karakter (Berkowitz, 2002) memerlukan kapasitas untuk berpikir mengenai benar dan salah, pengalaman emosi- emosi moral ( bersalah, empati, keharuan/kasihan), terlibat dalam perilaku-perilaku moral (berbagi bersama, menyumbang untuk amal, menceritakan kebenaran), yakin terhadap kebaikan-kebaikan moral (memperlihatkan kecenderungan menetap untuk bertindak dengan jujur, altruisme (mementingkan orang lain), tanggung jawab, dan karakteristik-karakteristik yang mendukung fungsi moral. Hanya Howard Gardner yang mendefinisikan kembali kecerdasan sebagai karakteristik-karakteristik psikologis yang kompleks dalam teorinya tentang kecerdasan majemuk. Pendidikan karakter mengandung dua makna. Dalam pengertian yang luas, pendidikan karakter mengacu pada hampir semua hal yang mungkin sekolah coba lakukan
  • 3. untuk memberikan hal-hal di luar kegiatan akademik, khususnya ketika tujuannya untuk membantu anak-anak tumbuh-kembangan menjadi orang yang baik. Dalam pengertian yang sempit merupakan gaya tertentu dari pelatihan moral yang mencerminkan nilai-nilai tertentu seperti asumsi-asumsi khusus tentang sifat dan bagaimana anak-anak belajar. Pengertian pendidikan karakter dapat diamati dari beberapa definisi berikut : • Proses pemberian tuntunan peserta/anak didik agar menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, rasa, pikir, karsa, raga dan karya. Peserta didik diharapkan memiliki karakter yang baik meliputi kejujuran, tanggung jawab, cerdas, bersih dan sehat, peduli, dan kreatif. Karakter tersebut diharapkan menjadi kepribadian utuh yang mencerminkan keselarasan dan keharmonisan dari olah HATI, PIKIR, RAGA, serta RASA dan KARSA. • Sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. • Berhubungan dengan pembentukan dan pengembangan karakter secara disengaja dan komprehensif berdasarkan standar dan prinsip tertentu mencakup agenda nilai-nilai yang jelas, implementasi yang cerdas di sekolah, memajukan hubungan-hubungan positif dan motivasi instrinsik, menetapkan karakter secara komprehensif, bekerja sama dengan para orang tua dan masyarakat. Sekolah sebagai Salah Satu Sumber Karakter Sumber-sumber dari pembentuk karakter adalah keluarga ( khususnya para orang tua) adalah secara khusus dianggap memberikan pengaruh yang utama terhadap pembentukan karakter anak. Selain itu sekolah, teman-teman sebaya, masyarakat (termasuk media), religi, dan biologi merupakan para kontributor. Sekolah-sekolah dapat mempengaruhi konsep diri anak (termasuk harga diri), keterampilan-keterampilan sosial (khususnya keterampilan- keterampilan sosial teman-teman sebaya), nilai-nilai, kematangan penalaran moral, perilaku dan kecenderungan-kecendrungan prososial, pengetahuan tentang moralitas, nilai-nilai, dan lain-lain. Dilihat dari kacamata moral, maka lingkungan terdiri atas nilai moral, norma, prinsip dan perilaku (Kay, 1975: 196). Lingkungan sekolah, termasuk lingkungan kelas tidaklah berada dalam keadaan kosong nilai, tetapi sarat dengan muatan nilai-moral dan norma. Lingkungan sekolah yang sarat dengan muatan nilai-moral-norma berpengaruh pada situasi sekolah dan membentuk suasana nilai-moral-norma iklim sekolah atau iklim sekolah. Jadi sekolah dalam bentuk lingkungan mengandung muatan nilai-moral-norma karena merupakan tempat bertemunya nilai-moral-norma kehidupan yang lahir secara pribadi dan ditampilkan dalam bentuk pikiran, ucapan, tindakan perorangan, yang muncul secara spontan dalam berbagai kekhasan pribadi setiap orang (Mulyana, 2004: 29) Situasi pendidikan di lingkungan sekolah yang suasananya dihayati oleh guru dan peserta didik dan mereka merasakan terlibat di dalamnya sebut iklim sekolah. Iklim sekolah
  • 4. (Gallay dan Pong, 2004: 2-3) adalah bagian dari lingkungan sekolah yang dihubungkan dengan dimensi-dimensi moral, sikap, afeksi dan sistem keyakinan dari sekolah yang mempengaruhi perkembangan kognitif, sosial dan psikologis moral anak-anak. melalui interaksi sosial di dalam dan di luar kelas. Iklim adalah mengandung semacam muatan, nuansa dan warna kehidupan, sehingga memberikan atau menciptakan kondisi bagi lahirnya tingkah laku moral tertentu pada mereka yang ada di dalamnya (Soelaeman, 1985 : 157; 1994: 48). Untuk itu untuk kepentingan pendidikan maupun pembinaan nilai moral tertentu, situasi pendidikan, khususnya iklim sekolah perlu dilakukan penataan. Menurut Soelaeman (1994:51) dalam upaya penataan situasi pendidikan, maka dalam penataannya hendaknya bersifat padu menjadi satu kesatuan dan tak dapat dipilah- pilah. Mungkin hanya prioritasnya saja yang membedakan tekanan pada penataannya, kepada salah satu momen atau dimensi dari situasi atau iklim sekolah. Dalam menata situasi pendidikan termasuk iklim sekolah yang dapat menumbuhkan moral yang baik, maka dalam penataannya memperhatikan tiga momen, yaitu :” momen fisik, momen psikologi dan momen sosiokultural (Soelaeman, 1985: 157). Penataan suasana momen fisik meliputi penataan lingkungan ruang atau fisik menyangkut keadaan fisik sekolah, antara lain bangunan, kelas, ruang guru, ruang kepala sekolah, halaman, kantin, dan kantor. Suasana lingkungan fisik dapat menyajikan suasana dan iklim yang diharapkan benar-benar dihayati oleh guru dan peserta didik dalam pembinaan kepatuhan terhadap norma ketertiban. Penataan momen psikologi adalah penataan hal-hal yang berhubungan dengan suasana psikologis yang dapat menunjang pada tumbuhnya situasi dan sikap patuh pada norma ketertiban, antara lain keteladanan, keterbukaan, keramahtamahan, suasana hangat, egalitarian dari pimpinan sekolah dan guru. Penataan suasana psikologis juga melibatkan penataan emosional dan suasana kejiwaan yang memberikan nuansa tertentu pada suasana psikologis di lingkungan sekolah. Penataan sosiokultural adalah berkaitan dengan penataan suasana pola hubungan antara guru dengan peserta didik, di antara sesama peserta didik, peserta didik dengan staf sekolah, dan cara bergaul di dalam dan di luar kelas. Karenanya pola hubungan, cara bergaul di lingkungan sekolah memberikan suasana untuk lahirnya kepatuhan pada norma ketertiban. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter di Sekolah 1. Pendidikan karakter berbasis nilai adalah bagian penting dari seluruh lini pendidikan di sekolah-sekolah. Ia bukan menjadi pendidikan bebas nilai atau netral nilai. Sekolah- sekolah harus melengkapi pendidikan karakter berbasis nilai yang diberikan di rumah, khususnya ketika rumah-rumah tidak utuh. 2. Membangun karakter adalah berakar pada tegaknya nilai-nilai. Tanpa pendidikan karakter,
  • 5. hanya mengetahui apa yang benar adalah tidak menjamin bahwa kita akan melakukannya dan menggabungkan beberapa nilai dalam kehidupan. Penting untuk mengembangkan karakter adalah dua kecakapan yaitu disiplin-diri dan empati. Disiplin-diri adalah diwajibkan, karena tanpa itu para individu tidak dapat mengontrol gerak-gerak hati mereka dan akan tumbuh menjadi tidak beradab, tidak beretika, dan tidak berguna. Kontrol- kontrol eksternal dibutuhkan untuk menumbuhkan, tetapi jika diperkuat melampaui hal itu, ia merusak penanaman disiplin-diri. Empati adalah kapasitas untuk merasakan perasaan orang lain, adalah juga penting. Ia adalah landasan dari banyak nilai-nilai, dan tanpanya orang yang mempunyai disiplin-diri mungkin melakukan diri mereka sendiri untuk tujuan-tujuan yang jahat. 3. Pendidikan karakter akan mengilhami para siswa dengan nuansa penuh dari pengalaman- pengalaman sekolah – kurikulum manusiawi sebaik kurikulum akademik. Ia tidak akan terbatas untuk kelas-kelas mata pelajaran, tidak hanya persoalan-persoalan materi kurikulum. Cara-cara berolahraga dilakukan, tingkatan-tingkatan kelas yang diberikan, para guru berperilaku, dan lahan-lahan koridor-koridor dan tempat parkir adalah mencatat semua makna pesan-pesan moral dan secara signifikan mempengaruhi perkembangan karakter. Praktek Empiris Memajukan Perkembangan Karakter Soloman, Watson, dan Battistich (2001) menghimpun review yang luas dari studi- studi penelitian spesifik tentang program-program dan praktek-praktek khusus dalam melaksanakan pendidikan karakter. Mereka menyimpulkan terdapat beberapa praktek yang memiliki dukungan empiris yang kuat dalam memajukan perkembangan karakter, yaitu; memajukan otonomi peserta didik melalui partisipasi, diskusi, dan kolaborasi; melatih dan membantu keterampilan-keterampilan sosial; perilaku pelayanan sosial; dan atmosfer (suasana) moral. Tujuh Peraturan Pendidikan Karakter yang Efektif 1. Bagaimana sekolah memperlakukan anak. Ketika sekolah-sekolah fokus pada nasihat (pengumuman-pengumuman, poster-poster, ceramah-ceramah pada pertemuan-pertemuan khusus) atau didaktik-didaktik (kurikulum) sebagaimana secara khusus sekolah mengatur apa yang dilakukan, sekolah telah kehilangan kualitas. Untuk melakukan pendidikan karakter yang efektif di sekolah, juga harus fokus pada bagaimana sekolah (khususnya hal- hal yang sebagian besar signifikan terhadap anak, tetapi tidak hanya itu) memperlakukan anak. Apa yang dialami anak dalam penggunaan hari-harinya di sekolah? Apakah anak diperlakukan secara penuh kebaikan dan dengan hormat, atau digertak atau diabaikan? Apakah anak merasa sekolah dan kelas sebagai tempat pengasuhan, tempat-tempat yang mendukung atau mengandung racun secara psikologis dan fisik? Hubungan-hubungan adalah penting untuk perkembangan karakter, jadi pendidikan karakter harus fokus pada kualitas hubungan-hubungan di sekolah. Hal ini termasuk hubungan-hubungan guru dengan anak dan anak dengan anak-anak.. Hubungan-hubungan itu butuh untuk menjadi
  • 6. kebaikan (pengasuhan, mendukung), asli (jujur, terbuka), penuh penghargaan (memadukan, menghargai suara-suara siswa), dan konsisten (dapat diperkirakan, stabil). 2. Bagaimana orang-orang lain memperlakukan orang lain dalam kehadiran anak, karena “The Students Are Watching”. Anak-anak memantau dan banyak menyimpan dari apa yang mereka amati terhadap para guru dalam kegiatan di sekolah, dan mencerminkan secara beragam perilaku keluarga di kelas. Dalam kasus-kasus perilaku yang diamati dan refleksi perilaku keluarga oleh siswa sering suatu teladan-teladan orang dewasa tidak mencapai apa yang diharapkan secara moral ideal. Para siswa sungguh-sungguh memperhatikan. Apa yang buruk juga mereka juga tiru. Jika ingin tahu apakah bentuk moralitas guru di sekolah, perhatikan saja para siswa yang bermain di sekolah. Keteladanan, seperti mementingkan orang lain dan empati mengarahkan kepada perilaku itu kepada anak-anak. Keteladanan dari perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti kekerasan dan ketidakjujuran serupa mengarah pada meningkatnya perilaku-perilaku itu. Tidak ada artinya mengharapkan anak-anak memberikan respek dan bertanggung jawab. Jika banyak para pendidik menyatakan bahwa mereka bukan para pendidik karakter dan sering bahwa mereka tidak melakukan hal itu. Jika telah bekerja sebagai pendidik, dengan atau di sekeliling anak-anak, kita tidak dapat tidak telah menjadi pendidik karakter. Perilaku kita akan mempengaruhi perkembangan karakter anak, baik atau buruk. 3. Sekolah-sekolah mengharapkan karakter yang baik untuk semua warga sekolah. Sekolah menuntut karakter yang baik dan dapat dicapai, dan menjadi pendukung yang memberikan kesempatan bagi para siswa dan para warga sekolah untuk memenuhi harapan-harapan itu. Harapan-harapan itu dapat datang dari beragam sumber, tetapi secara ideal mereka datang dari sepenuhnya komunitas sekolah dan stakeholder. 4. Nasehat-nasehat bukan cara-cara utama untuk mempengaruhi perkembangan karakter. Namun tempat yang mendukung karakter positif memenuhi dua fungsi. Pertama, memperkuat apa yang anak-anak pelajari dan berkembang dari memperhatikan dan perlakuan secara positif oleh orang-orang lain. Kedua, menjernihkan pesan-pesan yang sering tidak jelas dari perilaku. Perilaku pengasuhan moral orang tua yang sangat kuat disebut kerja-kerja prabawa (induction) yang begitu luas, sebab ia memerlukan penjelasan-penjelasan dari perilaku orang tua yang mengevaluasi (memuji, menghukum untuk kebaikan). Kita butuh tidak hanya mempraktekkan apa yang kita menasihati, tetapi juga butuh penjelasan agar nasihat juga kita kerjakan. 5. Anak-anak juga butuh kesempatan-kesempatan untuk mempraktekkan karakter yang
  • 7. baik. Mereka butuh sekolah-sekolah yang mendukung otonomi siswa dan mempengaruhinya. Mereka butuh kesempatan untuk membangun keterampilan- keterampilan seperti menempatkan pandangan, berpikir kritis, dan memecahkan konflik, memerlukan untuk keberadaan seseorang untuk karakter. Mereka juga butuh kesempatan- kesempatan untuk melakukan hal yang baik. Sekolah-sekolah secara meningkat mendorong aktivitas-aktivitas pelayanan dalam berbagai bentuk. Media teman sebaya, pengaturan diri siswa secara organisasi (student self-governance), dan aktivitas-aktivitas dermawan adalah contoh-contoh dari peluang-peluang itu. 6. Untuk memelihara perkembangan dari kapasitas-kapasitas berpikir moral, para siswa butuh kesempatan-kesempatan untuk pertimbangan yang sehat tentang sesuatu, membahas, dan memikirkan isu-isu moral. Termasuk kesempatan-kesempatan untuk menerima pandangan-pandangan orang lain, khususnya ketika pandangan-pandangan itu berbeda dengan dirinya. Hal ini dapat dilakukan dengan kurikulum, seperti dalam pelajaran-pelajaran dan metode-metode yang memajukan diskusi teman sebaya siswa tentang isu-isu moral yang ditambahkan dalam IPS dan Bahasa, atau studi-studi kasus dalam IPA. Dapat juga dilakukan dalam kelas-kelas dan program-program yang berdiri sendiri dengan fokus pada isu-isu tentang karakter dan moral. Kuncinya adalah membuat bentuk atmosfer, sehingga siswa melibatkan teman-teman sebaya mereka untuk mendiskusikan isu-isu itu dan mereka secara sosial aman untuk melakukannya secara jujur dan terus terang. Para pendidik sering dikehendaki membantu dalam menghasilkan atmosfer itu, tetapi adalah esensial untuk sekolah-sekolah untuk memajukan secara efektif perkembangan karakter dari para siswa. 7. Akhirnya, lebih baik jika para orang tua dilibatkan secara aktif dan positif dalam upaya-upaya pendidikan karakter sekolah. Para orang tua akan selalu merupakan pengaruh utama dari perkembangan karakter anak-anak. Pendidikan karakter adalah lebih efektif ketika sekolah-sekolah dan para orang tua bekerja dalam persaudaraan dan kebersamaan. SIMPULAN 1. Karakter adalah sifat-sifat hakiki seseorang, kelompok, bangsa yang sangat menonjol sebagai ciri khas berupa perangkat karakteristik psikologis yang memberikan kapasitas kecerdasan yang mempengaruhi kemampuan, kecenderungan dan mengarahkan seseorang berfungsi secara moral, untuk berpikir mengenai benar dan salah, melakukan sesuatu yang benar atau tidak benar, pengalaman emosi-emosi moral ( bersalah, empati, keharuan/kasihan), terlibat dalam perilaku-perilaku moral (berbagi bersama, menyumbang untuk amal, menceritakan kebenaran), yakin terhadap kebaikan-kebaikan moral (memperlihatkan kecenderungan menetap untuk bertindak dengan jujur, altruisme (mementingkan orang lain), tanggung jawab, dan karakteristik-karakteristik yang mendukung fungsi moral.
  • 8. 2. Pendidikan karakter mengacu pada hampir semua hal yang dilakukan dengan tujuannya untuk membantu anak-anak tumbuh-kembang menjadi orang yang baik. 3. Sekolah adalah salah satu sumber dan kontributor pembentuk karakter anak, karena lingkungan sekolah merupakan lingkungan yang sarat dengan nilai-moral-norma yang berperan menumbuh-kembangkan karakter moral guru dan khususnya anak, melalui penataan suasana fisik, psikologi, dan sosial kultural melalui penerapan prinsip, praktek dan interaksi sosial yang terjadi dalam lingkungan sekolah. BIODATA Nama : Drs. H. Sarbaini, M.Pd Tempat dan tanggal lahir : Banjarmasin, 27 Desember 1959 NIP : 19591227 198603 1 003 Jabatan : Lektor Kepala Pangkat : IV/c, Pembina Utama Madya Pendidikan : S1 FKIP UNLAM (1984) : S2 IKIP Bandung (1993-1996) : S3 UPI Bandung (2008-2011) Alamat : Jl.Tanjung II No.19 RT 20 Blok IV Perumnas Kayutangi Banjarmasin HP : 081521949136/081351151914 Email : sar8aini59@yahoo.com. Facebook : anang sarbaini Kegiatan lain : Redaksi Jurnal Pendidikan Karakter Program Studi Pendidikan Nilai Sekolah Pascasarjana UPI Bandung : Redaksi Jurnal Wiramartas Jurusan PIPS FKIP UNLAM