Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas Buku Kerja Kimia Berbasis Peta Argumen (BKK-BPA) dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa SMA pada topik laju reaksi. Metode penelitiannya adalah eksperimen kuasi dengan rancangan nonequivalent control group. Hasilnya menunjukkan bahwa BKK-BPA efektif meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dan diterima dengan baik ole
1. EFEKTIVITAS BKKBPA DALAM MENINGKATKAN
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA
I Wayan Redhana
Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Undiksha
Email: iwayanredhana@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik dan efektivitas buku
kerja kimia berbasis peta argumen (BKKBPA) dalam meningkatkan keterampilan
berpikir kritis siswa SMA pada topik laju reaksi. Untuk itu, penelitian yang dilakukan
menggunakan eksperimen kuasi dengan rancangan nonequivalent control group.
Subyek penelitian ini adalah siswa SMAN 3 Singaraja kelas XI. Untuk keperluan
pengujian efektivitas BKKBPA dipilih dua kelas paralel, satu sebagai kelompok
kontrol dan yang lain sebagai kelompok eksperimen. Hasil penelitian yang diperoleh
dapat diuraikan sebagai berikut sebagai berikut. Pertama, karakteristik BKKBPA
meliputi antara lain: (a) pembelajaran dimulai dengan memahami uraian materi kimia
yang disajikan secara argumentatif, dilanjutkan dengan pembuatan peta argumen; (b)
BKKBPA menggunakan konteks budaya lokal; (c) pada pembuatan peta argumen,
siswa bekerja secara kolaboratif untuk menghasilkan peta argumen yang ditranslasi
dari bentuk teks; (d) pertanyaan konseptual berfungsi untuk menyelidiki pemahaman
siswa terhadap materi yang telah dipelajari; (e) BKKBPA merupakan bahan ajar
untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa; (f) guru bertindak sebagai
fasilitator belajar bagi siswa; dan (g) pembelajaran berpusat pada siswa. Kedua,
BKKBPA efektif meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Terakhir, guru
dan siswa menyambut BKKBPA ini dengan positif.
Katakata kunci: buku kerja kimia dan peta argument
Pendahuluan
Saat ini, tantangan peningkatan mutu
pendidikan di segala aspek kehidupan tidak
dapat ditawar lagi di era globalisasi ini. Era
ini juga disebut sebagai era persaingan bebas
yang berlangsung sangat ketat. Negara ber
kembang, seperti Indonesia, tidak bisa meng
hindarkan diri dari persaingan tersebut. Ke
nyataan menunjukkan bahwa negara kita
selalu tertinggal dari negaranegara lain
dalam hal penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Ini merupakan salah satu indikator
rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.
Rendahnya kualitas pendidikan di Indo
nesia dapat dilihat dari prestasi para siswa
Indonesia dalam ajang internasional, misalnya
pada TIMSS (the Third in International
Mathematics and Science Study). Pada tahun
2007 Indonesia menduduki peringkat 36 dari
48 negara yang berpartisipasi dalam bidang
Matematika dan Sains (Satria, 2009). Prestasi
dalam bidang IPA pada PISA (Programme
for International Student Assessment) tahun
2006, Indonesia menempati urutan 54 dari 57
negara (Satria, 2009). Sementara itu, pada
tahun 2009 dalam ajang IChO (International
Chemistry Olympiad), Indonesia meraih satu
perak dan tiga perunggu (Satria, 2009).
Hasilhasil di atas sejalan dengan te
muantemuan penelitian yang berkaitan
dengan rendahnya prestasi belajar siswa dan
tingginya miskonsepsi siswa terhadap konsep
konsep kimia. Redhana & Kirna (2004) mela
porkan bahwa rerata miskonsepsi siswa SMA
di kota Singaraja Kabupaten Buleleng pada
topik struktur atom dan ikatan kimia sangat
tinggi, masingmasing sebesar 57% dan 63%.
Beberapa miskonsepsi siswa tersebut adalah:
(1) atom dipandang sebagai bola padat yang
jika dipanaskan akan mengembang; (2) dalam
senyawa NaCl terdapat ikatan antara satu ion
Na +
dan satu ion Cl
; (3) ikatan dalam molekul
HCl merupakan ikatan ion; (4) ikatan logam
adalah ikatan kovalen antara atom logam yang
satu dan atom logam yang lain; dan (5) pada
orbital p, elektron bergerak seperti angka de
lapan pada permukaan orbital. Miskonsepsi
siswa juga ditemukan pada topik hidrokarbon
2. 20 Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia, Volume 1, Nomor 1, April 2011, hlm. 19‐28
(Redhana et al., 2008). Miskonsepsi tersebut
adalah antara lain: (1) isomerisomer suatu
senyawa hidrokarbon mempunyai sifatsifat
fisika dan sifatsifat kimia yang sama; (2)
senyawa yang paling mudah menguap adalah
senyawa yang memiliki titik didih dan massa
molar paling tinggi; dan (3) makin banyak
cabang dalam suatu isomer, massa molekul
relatifnya makin tinggi. Sementara itu, mis
konsepsi yang ditemukan pada seorang guru
kimia yang berpengalaman adalah (1) pada
reaksi adisi molekul etena oleh molekul Cl2,
atom Cl dalam molekul Cl2 yang bermuatan
positif akan bergabung dengan atom C dalam
molekul etena yang bermuatan negatif, se
dangkan atom Cl dalam molekul Cl2 yang
bermuatan negatif akan bergabung dengan
atom C dalam molekul etena yang bermuatan
positif.
Miskonsepsi yang dialami oleh siswa di
atas menunjukkan bahwa pemahaman siswa
terhadap materi kimia masih belum memuas
kan. Pemahaman siswa terhadap materi kimia
sangat berkaitan dengan keterampilan berpikir
kritis/tingkat tinggi. Kurangnya pemahaman
siswa terhadap materi kimia di atas tidak ter
lepas dari pembelajaran yang berlangsung
selama ini yang lebih banyak bertumpu pada
penyampaian atau transfer informasi dari guru
kepada siswa. Dengan kata lain, pembelajaran
yang berlangsung lebih banyak menekankan
pada keterampilan berpikir tingkat rendah
daripada pembelajaran yang menekankan
keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Masih banyak guruguru mengajarkan
materi kimia dengan metode informasi dan
tanya jawab. Dalam menjelaskan materi ki
mia, guruguru biasanya mengacu pada satu
buku kimia tertentu, yaitu urutan materi yang
disajikan oleh guru dalam pembelajaran se
suai dengan urutan materi yang terdapat da
lam buku yang menjadi pegangan guru dan
siswa. Guruguru, selanjutnya, memberikan
latihan soalsoal yang sering diambilkan dari
bukubuku tersebut. Soalsoal yang dilatihkan,
umumnya, berupa soalsoal hitungan yang ter
dapat pada bagian akhir dari suatu bab buku.
Soalsoal hitungan ini sangat jauh dari dunia
nyata siswa dan merupakan wellstructured
problems. Untuk memecahkan soalsoal ini,
siswa menerapkan rumusrumus secara algo
ritmik. Menurut Tsapartis dan Zoller (2003),
pemecahan masalah yang bersifat algoritmik
memerlukan penerapan keterampilan berpikir
tingkat rendah.
Kondisi di atas sejalan dengan temuan
Carlsen (dalam Rodrigues & Bell, 1995), yang
menunjukkan bahwa kebanyakan guruguru
menggunakan strategi pembelajaran untuk
membatasi pembicaraan siswa ketika pembe
lajaran materi subjek yang asing bagi siswa.
Guruguru melakukan ini dengan mengajukan
pertanyaanpertanyaan untuk membatasi ke
sempatan siswa bertanya. Guru cenderung le
bih banyak dan lebih lama berbicara ketika
membahas topiktopik yang asing bagi siswa.
Sementara itu, Bassham et al. (2007) mela
porkan bahwa kebanyakan sekolah cenderung
menekankan pada keterampilan berpikir ting
kat rendah dalam pembelajarannya. Siswa di
harapkan menyerap informasi secara pasif dan
kemudian mengulanginya atau mengingatnya
pada saat mengikuti tes. Dengan pembela
jaran seperti ini, siswa tidak memperoleh pe
ngalaman mengembangkan keterampilan ber
pikir kritis, yaitu keterampilan ini sangat di
perlukan untuk menghadapi kehidupan dan
untuk berhasil dalam kehidupan (Zoller et al.,
2000).
Untuk memperbaiki keterampilan berpi
kir kritis siswa, reformasi pendidikan perlu
dilakukan. Reformasi yang dimaksud bukan
lah menyangkut perubahan konten kurikulum,
melainkan perubahan pedagogi, yaitu per
geseran dari pengajaran tradisional (keteram
pilan berpikir tingkat rendah) ke pembelajaran
yang menekankan pada keterampilan berpikir
kritis/tingkat tinggi (Tsapartis & Zoller, 2003;
Lubezky et al., 2004). Ini merupakan esensi
dari reformasi pembelajaran saat ini.
Untuk mencapai harapan di atas, yaitu
peningkatan keterampilan berpikir kritis sis
wa, perlu dikembangkan suatu bahan ajar dan
strategi implementasinya yang memungkin
kan siswa memperoleh kesempatankesem
patan berlatih menggunakan keterampilan ber
pikir kritis selama pembelajaran. Keteram
pilan berpikir kritis adalah keterampilan yang
dapat dipelajari. Dengan demikian, keteram
pilan ini dapat diajarkan (Nickerson et al.,
1985; Winocur, 1985; Halpern, 1999; Garratt
et al., 2000; Robbins, 2005; Eichhorn, n. d.;
Thomas & Thorne, n. d.). Buku kerja kimia
berbasis peta argumen (selanjutnya disebut
BKKBPA) diharapkan mampu meningkat
kan berpikir kritis siswa.
3. Redhana, Efektivitas BKK‐BPA dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa 21
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eks
perimen kuasi. Rancangan penelitian yang
digunakan adalah nonequivalent control
group design. Populasi dari penelitian ini
adalah siswa kelas XI di SMAN 3 Singaraja
Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, yang ter
diri dari dari tiga kelas. Untuk keperluan
pengujian efektivitas BKKBPA diperlukan
dua kelas paralel. Untuk itu, dipilih dua kelas
sebagai sampel penelitian, yang masingma
sing jumlahnya 42 orang, satu kelas sebagai
kelompok kontrol dan kelas yang lain sebagai
kelompok eksperimen. Pada kelompok ekspe
rimen diterapkan BKKBPA, sedangkan pada
kelompok kontrol diterapkan buku “Cerdas
Belajar Kimia untuk SMA Kelas XI” (selan
jutnya disebut buku kimia saja) karangan
Sutresna (2007), yang diterbitkan oleh Grasin
do Media Pratama Bandung. Alasan pemi
lihan buku kimia ini adalah guruguru kimia
banyak menggunakan buku ini sebagai buku
pegangan. Penelitian dilakukan pada topik
laju reaksi.
BKKBPA yang dibuat mengandung dua
kolom, yaitu kolom pertama memuat materi
kimia (laju reaksi) yang disajikan secara ar
gumentatif dan kolom kedua merupakan tem
pat kosong untuk menuliskan peta argumen
oleh siswa. Penyajian materi kimia secara ar
gumentatif menggunakan konteks budaya lo
kal. Strategi penerapan BKKBPA adalah se
bagai berikut.
1) Guru menginformasikan standar kompe
tensi, indikator pencapaian kompetensi,
indikator keterampilan berpikir kritis, dan
tujuan pembelajaran.
2) Guru membagi siswa ke dalam kelom
pokkelompok belajar yang anggotanya
terdiri dari 45 orang.
3) Guru menjelaskan kajian singkat tentang
argumen dan peta argumen.
4) Guru memberikan contoh pembuatan
peta argumen berdasarkan argumen yang
disajikan.
5) Guru menugaskan siswa mempelajari
uraian materi kimia yang disajikan secara
argumentatif dalam BKKBPA.
6) Guru membimbing kelompok sisa yang
mengalami kesulitan dalam membuat
peta argumen.
7) Guru melaksanakan diskusi kelas untuk
membahas peta argumen. Salah satu ke
lompok ditugaskan menyajikan peta ar
gumen dalam diskusi kelas.
8) Kelompok lain diminta tanggapannya ter
hadap peta argumen yang dibuat oleh
salah satu kelompok.
9) Apabila ditemukan kekeliruan terhadap
peta argumen yang dibuat, guru mem
bimbing siswa memperbaiki peta argu
men yang keliru.
10) Guru mengajukan pertanyaanpertanyaan
konseptual untuk mengevaluasi pema
haman siswa terhadap konsep, prinsip,
teori, dan hukumhukum yang telah dipe
lajari.
11) Guru menugaskan siswa melakukan per
cobaan untuk memverifikasi konsep,
prinsip, teori, atau hukumhukum yang
telah dipelajari.
12) Siswa menerapkan materi yang telah di
pelajari pada situasi baru yang menuntut
penalaran tingkat tinggi melalui peme
cahan masalah.
Sementara itu, penerapan buku kimia
dilakukan sebagai berikut.
1) Guru membuka pelajaran dengan me
nyampaikan standar kompetensi, kompe
tensi dasar, indikator pencapaian kompe
tensi, dan tujuan pembelajaran.
2) Guru menjelaskan materi kimia berikut
rumusrumus yang menyertainya sesuai
dengan urutan materi yang terdapat da
lam buku, sambil mengajukan perta
nyaanpertanyaan berkaitan dengan pe
mahaman konsep dan meminta contoh
kepada siswa.
3) Guru memberikan contoh soal berikut
penyelesaiannya.
4) Guru menugaskan siswa mengerjakan
beberapa soal yang terdapat pada bagian
akhir dari suatu bab buku pada topik laju
reaksi.
5) Guru menugaskan beberapa orang siswa
menuliskan solusi terhadap soalsoal di
papan tulis.
6) Guru meminta tanggapan siswa berkaitan
dengan solusi yang telah dibuat oleh te
mannya.
7) Guru menugaskan siswa melaksanakan
praktikum sesuai dengan prosedur yang
terdapat dalam buku untuk memverifikasi
konsep, prinsip, teori, dan hukumhukum
yang telah dipelajari.
8) Guru memberikan pekerjaan rumah de
ngan menugaskan siswa mengerjakan
soalsoal lainnya yang terdapat pada ba
4. 22 Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia, Volume 1, Nomor 1, April 2011, hlm. 19‐28
gian akhir dari suatu bab buku pada topik
laju reaksi.
Instrumen yang digunakan pada pene
litian ini terdiri dari pedoman penilaian ahli
(untuk mengumpulkan data berkaitan dengan
validitas BKKBPA dan tes keterampilan ber
pikir kritis), tes keterampilan berpikir kritis
berbasis konten kimia (untuk mengumpulkan
data berkaitan dengan keterampilan berpikir
kritis siswa), pedoman wawancara (untuk me
ngumpulkan data berkaitan dengan pendapat
guru), pedoman observasi (untuk mengum
pulkan data berkaitan dengan keunggulanke
unggulan dari BKKBPA), dan angket terbuka
dan tertutup (untuk mengumpulkan data ber
kaitan dengan pendapat siswa). Tes kete
rampilan berpikir kritis dibuat dari indikator
indikator keterampilan berpikir kritis yang
dikembangkan oleh Ennis (1985).
BKKBPA dan tes keterampilan berpikir
kritis yang telah dibuat kemudian divalidasi
oleh tiga orang ahli (2 orang dosen dan 1
orang guru). Dua orang dosen sebagai vali
dator masingmasing memiliki keahlian
dalam bidang konten kimia dan pembelajaran.
Sementara itu, pemanfaatan guru sebagai
validator dimaksudkan untuk memperoleh
masukanmasukan berkaitan dengan kela
yakan implementasi BKKBPA dan tes ke
terampilan berpikir kritis di lapangan. Tes
yang telah direvisi berdasarkan masukan
masukan ahli kemudian diuji coba untuk me
nentukan validitas, reliabilitas, daya beda, dan
indeks kesukarannya.
Data yang diperoleh berupa data
kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif terdiri
dari: (1) karakteristik BKKBPA; (2) keung
gulankeunggulan BKKBPA; dan (3) tang
gapan guru dan siswa dari angket terbuka ter
hadap BKKBPA. Data kualitatif ini dianalisis
secara deskriptif. Di lain pihak, data kuan
titatif berupa tanggapan siswa terhadap BKK
BPA dari angket tertutup dan skor tes kete
rampilan berpikir kritis siswa. Data tangapan
siswa dari angket tertutup dianalisis dengan
membandingkan rerata persentase siswa yang
memilih sangat setuju dan setuju terhadap
rerata persentase siswa yang memilih tidak
setuju dan sangat tidak setuju. Tanggapan atau
respon siswa dikatakan positif jika rerata per
sentase siswa yang memilih sangat setuju dan
setuju lebih tinggi daripada rerata persentase
siswa yang memilih tidak setuju dan sangat
tidak setuju. Sementara itu, perolehan kete
rampilan berpikir kritis siswa dihitung dari
skor gain ternormalisasi (g), dengan rumus
(Hake dalam Savinainem & Scott, 2002):
g =
keterangan: g = gain ternormalisasi, Spre =
skor pretes, Spos = skor postes, dan Smak = skor
maksimum
Uji beda rerata g ( ̅) antara kelompok
kontrol dan eksperimen menggunakan statistik
inferensial. Jika g pada masingmasing kelom
pok berdistribusi normal dan varians antar
kedua kelompok homogen, maka digunakan
uji t untuk independent samples. Sebaliknya,
jika g pada masingmasing kelompok tidak
berdistribusi normal dan/atau varians antar
kedua kelompok tidak homogen, maka digu
nakan uji Mann Whitney. Semua uji beda
menggunakan SPSS versi 17 pada taraf signi
fikansi 5%. H0 ditolak, jika nilai sig. (pvalue)
lebih besar dari 0,05 (nilai a).
Hasil Penelitian
Karakteristik BKKBPA
BKKBPA yang diterapkan dalam penelitian
ini memiliki karakteristik sebagai berikut.
1) Pembelajaran dimulai dengan memahami
uraian materi kimia yang disajikan secara
secara argumentatif, yang dilanjutkan den
gan pembuatan peta argumen.
2) Penyajian materi menggunakan konteks
budaya lokal.
3) Pada pembuatan peta argumen, siswa be
kerja secara kolaboratif menghasilkan peta
argumen yang ditranslasi dari bentuk teks.
4) BKKBPA ini merupakan bahan ajar untuk
mengembangkan keterampilan berpikir
kritis.
5) Pertanyaan konseptual berfungsi untuk me
nyelidiki pemahaman siswa terhadap mate
ri kimia.
6) Praktikum yang dilaksanakan bertujuan
untuk memverifikasi dan memperdalam
konsep, prinsip, teori, dan hukumhukum
yang dipelajari.
7) Guru bertindak sebagai fasilitator belajar
bagi siswa (guide on the side).
8) Pembelajaran berpusat pada siswa (stu
dentscentered).
9) Pembelajaran menekankan pada tanggung
jawab belajar siswa.
5. Redhana, Efektivitas BKK‐BPA dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa 23
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Uji Beda ̅ antara Kelompok Kontrol dan Eksperimen pada
Topik Laju Reaksi
Ind.
Kelompok kontrol Kelompok eksperimen
Var. p
x x ̅ Dist. x x ̅ Dist.
1 0,34 0,47 0,09 TN 0,28 0,70 0,49 TN H 0,00 (Sig)
2 0,36 0,60 0,22 TN 0,36 0,74 0,57 TN H 0,01 (Sig)
3 0,44 0,76 0,48 TN 0,38 0,84 0,67 TN H 0,04 (Sig)
4 0,18 0,56 0,37 TN 0,11 0,80 0,77 TN TH 0,00 (Sig)
5 0,29 0,51 0,25 TN 0,31 0,68 0,51 N H 0,00 (Sig)
6 0,27 0,53 0,30 TN 0,32 0,67 0,47 N H 0,01 (Sig)
7 0,22 0,52 0,29 TN 0,21 0,67 0,50 TN H 0,01 (Sig)
8 0,35 0,59 0,24 TN 0,37 0,82 0,64 TN H 0,00 (Sig)
Total 9,29 17,32 0,36 N 8,78 22,66 0,63 N H 0,00 (Sig)
Gambar 1. Perbandingan ̅ antara kelompok kontrol dan eksperimen.
Keterangan: 1) Ind. = indikator; x = rerata pretes; x = rerata postes; ̅ = rerata gain
ternormalisasi; Dist. = distribusi; Var. = varians; N = normal; TN = tidak
normal; H = homogen; TH = tidak homogen; p = probabilitas; dan Sig. =
signifikan. 2) Indikator: 1 = mengidentifikasi kriteria untuk mempertimbang
kan jawaban yang mungkin; 2 = mengidentifikasi atau memformulasikan
pertanyaan; 3 = menentukan ide utama; 4 = mengidentifikasi alasan yang tidak
dinyatakan; 5 = menarik kesimpulan atau membuat hipotesis; 6 = menerapkan
prinsip utama; 7 = mengidentifikasi dan menangani hal yang tidak relevan;
8 = menentukan sinonim, klasifikasi, rentangan, ungkapan yang ekuivalen,
operasional, atau contoh dan noncontoh, dan total = keseluruhan indikator
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1 2 3 4 5 6 7 8 Total
Kontrol
Eksperimen
Efektivitas BKKBPA dalam Meningkat
kan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
Efektivitas BKKBPA dalam meningkat
kan keterampilan berpikir kritis siswa dapat
diketahui dengan membandingkan antara ̅
siswa pada kelompok eksperimen (penerapan
BKKBPA) dan ̅ siswa pada kelompok kon
trol (penerapan buku kimia). Hasil uji t (kese
luruhan indikator) dan uji Mann Whitney (in
dikator 18) ditunjukkan pada Tabel 1. Per
6. 24 Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia, Volume 1, Nomor 1, April 2011, hlm. 19‐28
bandingan ̅ kelompok eksperimen dan kon
trol untuk masingmasing indikator dan kese
luruhan indikator dapat ditunjukkan pada
Gambar 1.
Dari Tabel 1 tampak bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara ̅ kelom
pok eksperimen dan ̅ kelompok kontrol pada
masingmasing indikator dan keseluruhan in
dikator. ̅ kelompok eksperimen lebih tinggi
daripada ̅ kelompok kontrol. Ini menunjuk
kan bahwa BKKBPA lebih efektif mening
katkan keterampilan berpikir kritis siswa pada
topik laju reaksi daripada buku kimia yang
biasa digunakan oleh guru kimia.
Dari Gambar 1 tampak bahwa pening
katan keterampilan berpikir kritis siswa tert
inggi pada kelompok eksperimen dan kontrol
masingmasing terjadi pada indikator 4
(mengidentifikasi alasan yang tidak dinya
takan) dan 3 (menentukan ide utama). Semen
tara itu, peningkatan keterampilan berpikir
kritis terendah pada kelompok eksperimen
dan kontrol masingmasing terjadi pada indi
kator 6 (menerapkan prinsip utama) dan 1
(mengidentifikasi kriteria untuk memper
timbangkan jawaban yang mungkin).
Keunggulan dari BKKBPA
BKKBPA mempunyai keunggulanke
unggulan sebagai berikut. Penerapan BKK
BPA dapat memberikan kesempatan kepada
siswa berlatih mengembangkan keterampilan
berpikir kritis selama pembelajaran. Melalui
pembuatan peta argumen, siswa menganalisis
klaim utama atau kesimpulan, kemudian
mengidentifikasi premispremis yang men
dukung klaim utama. Siswa juga meng
identifikasi premispremis yang mendukung
kopremis (argumen kompleks). Dengan demi
kian, siswa akan berpikir secara terstruktur
Tabel 2. Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran yang Diikuti
No. Pernyataan
Pilihan (%)
STS TS S SS
1. Pembuatan peta argumen dapat menantang berpikir
secara kritis
0 4 70 26
2. Pertanyaanpertanyaan konseptual dapat membantu
memahami materi kimia
0 4 74 22
3. Guru memberikan bimbingan dalam membuat peta
argumen
1 0 60 39
4. Guru memberi membimbing dalam memahami materi
kimia
0 0 57 43
5. Pembelajaran mendorong terjadinya kerja sama
dengan siswa lain dalam kelompok
0 3 70 27
6. Pembelajaran dapat meningkatkan tanggung jawab
belajar
1 4 72 23
7. Pembelajaran dapat mendorong terjadinya
penyampaian pendapat dalam diskusi kelas dan
diskusi kelompok
0 7 69 24
8. Pembelajaran dapat mendorong terjadinya partisipasi
aktif dalam pembelajaran
0 12 75 13
9. Saya menjadi lebih kritis dalam mempelajari materi
kimia
0 14 66 20
10. Saya dapat mengikuti pembelajaran dengan baik 0 10 78 12
11. Saya tertarik dengan mata pelajaran kimia 1 7 64 28
12. Suasana kelas dalam pembelajaran kimia sangat
menyenangkan
1 5 50 44
13. Pembelajaran kimia seperti yang telah dilaksanakan
agar terus dipertahankan
2 11 39 48
Rerata 0,5 6,2 64,9 28,4
Perbandingan 6,7 93,3
7. Redhana, Efektivitas BKK‐BPA dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa 25
dan sistematis dalam memahami materi laju
reaksi.
BKKBPA juga membantu guru menge
lola pembelajaran dengan baik, yaitu pem
belajaran berlangsung lebih aktif dan kon
dusif. Pembelajaran yang dilakukan oleh guru
menjadi lebih terstruktur dan terarah pada tu
juan, yaitu peningkatan pemahaman konsep
dan keterampilan berpikir kritis siswa. Di
samping itu, guru termotivasi mempelajari
berbagai sumber informasi agar dapat mem
bimbing siswa dalam proses pemecahan ma
salah, dan bahkan guru terinspirasi membuat
program pembelajaran inovatif yang sejenis.
Tanggapan Guru dan Siswa terhadap
BKKBPA
Tanggapan Guru
Tanggapan guru terhadap BKKBPA
adalah buku kerja ini dapat membantu mereka
menciptakan interaksi edukatif dalam kegiatan
belajar mengajar. Pada interaksi ini siswa
menjadi lebih aktif dalam pembelajaran. Ke
aktifan siswa ini didukung oleh adanya dis
kusi kelompok yang membahas materi laju
reaksi dan melatih keterampilan berpikir kritis
siswa melalui pembuatan peta argumen.
BKKBPA dapat membantu guru membuat
kaitan antara konten atau materi yang dipe
lajari dan aplikasinya dalam kehidupan sehari
hari siswa, dalam hal ini konteks budaya bu
daya lokal. BKKBPA juga dapat membim
bing guru dalam menggali ideide siswa, me
ningkatkan keterampilan siswa dengan meng
analisis, mensintesis, dan mengevaluasi argu
men, dan mengarahkan siswa agar sampai
pada pemahaman yang lebih baik.
Selain itu, BKKBPA yang diterapkan
dapat memberikan manfaat bagi guru, antara
lain: 1) memperoleh pengalaman baru dalam
mengelola pembelajaran; 2) dapat mengemas
pembelajaran yang memudahkan siswa bela
jar; dan 3) BKKBPA dapat memberikan ins
pirasi pada guru untuk merancang program
pembelajaran yang dapat mendorong siswa
berpikir lebih kritis. Masih menurut guru, ke
lebihan dari BKKBPA ini adalah: 1) siswa
lebih mudah dalam memahami materi kimia;
2) siswa dapat mengkonstruksi dan mengi
dentifikasi konsepkonsep yang dipelajari; 3)
terjadinya peningkatan aktivitas belajar siswa,
4) bertambahnya wawasan siswa dalam me
mahami materi kimia dengan adanya materi
yang dikaitkan dengan konteks budaya lokal;
dan 5) siswa belajar lebih terarah. Namun
demikian, BKKBPA ini masih ada kele
mahan, menurut guru, yaitu implementasi
BKKBPA ini memerlukan cukup banyak
waktu. Saransaran yang diberikan oleh guru
adalah: 1) pada awal materi dalam BKKBPA
sebaiknya dibuat peta argumen dengan pola
yang sederhana; dan 2) penggunaan konteks
budaya lokal dalam materi perlu ditambah.
Tanggapan Siswa
Tanggapan siswa terhadap BKKBPA
yang dikumpulkan melalui angket tertutup
dapat disajikan pada Tabel 2. STS, TS, S, dan
ST berturutturut adalah sangat tidak setuju,
tidak setuju, setuju, dan sangat tidak setuju.
Tanggapan siswa di atas sejalan dengan
hasilhasil yang diperoleh dari angket terbuka,
yaitu: 1) pembelajaran memungkinkan siswa
mengembangkan keterampilan berpikir kritis;
2) siswa dapat mengetahui bahwa materi ki
mia yang dipelajari dapat dikaitkan dengan
kehidupan seharihari, seperti misalnya bu
daya lokal; 3) siswa dapat berpartisipasi aktif
dalam pembelajaran; 4) kerja sama siswa di
dalam kelompok meningkat; 5) materi kimia
menjadi mudah dipelajari dan lebih lama di
ingat; 6) pembelajaran dapat memperluas wa
wasan siswa; 7) suasana belajar lebih santai
dan menyenangkan; 8) siswa dapat berko
munikasi dengan lebih baik; dan 9) adanya
pertanyaanpertanyaan konseptual dalam
BKKBPA dan pembuatan peta argumen da
pat siswa meningkatkan pemahaman terhadap
materi kimia. Siswa menyarankan agar BKK
BPA ini terus dipertahankan untuk menga
jarkan materi kimia lainnya.
Pembahasan
Hasilhasil yang diperoleh dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa BKKBPA
( ̅ = 0,63) lebih baik meningkatkan keteram
pilan berpikir kritis siswa dibandingkan
dengan buku kimia yang biasanya digunakan
oleh guruguru kimia ( ̅ = 0,36). Efektivitas
BKKBPA dalam meningkatkan keterampilan
berpikir kritis siswa disebabkan oleh beberapa
alasan.
Pertama, pada BKKBPA disajikan mate
ri kimia secara argumentatif. Penyajian materi
kimia secara argumentatif ini dilakukan de
ngan menguraikan suatu klaim yang kemu
dian didukung oleh sejumlah premis (alasan,
8. 26 Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia, Volume 1, Nomor 1, April 2011, hlm. 19‐28
bukti, fakta, data, dan sebagainya). Kondisi ini
akan memungkinkan siswa memahami materi
kimia secara lebih mendalam dan bermakna.
Kedua, setelah mempelajari uraian materi
kimia, siswa selanjutnya berusaha melakukan
analisis dan evaluasi terhadap argumen yang
terdapat dalam uraian materi kimia tersebut.
Berdasarkan analisis dan evaluasi ini, siswa
kemudian mensintesis argumen dalam bentuk
peta argumen. Menurut Oswald (2007), pem
buatan peta argumen akan memungkinkan: (1)
penyajian argumen menjadi sangat efisien,
yaitu peta argumen dapat meringkaskan bebe
rapa halaman dari suatu uraian yang kompleks
ke dalam peta tunggal; (2) tayangan dari
struktur argumen dapat ditampilkan dengan
jelas, yaitu argumen ditranslasi dari bentuk
teks ke dalam bentuk peta yang merupakan
praktik keterampilan berpikir kritis yang sa
ngat baik; dan (3) masingmasing kopremis
dapat ditunjukkan secara eksplisit, yaitu peta
argumen akan memacu siswa mengiden
tifikasi asumsi yang tidak dinyatakan dan
meminta bukti untuk masingmasing kompo
nen argumen.
Ketiga, pertanyaan konseptual yang dia
jukan setelah siswa mempelajari uraian materi
kimia bertujuan untuk menyelidiki pema
haman siswa terhadap materi kimia. Siswa
akan dapat mengetahui materi kimia mana
yang belum dipahami dan materi mana yang
telah dipahami dengan baik. Dengan demi
kian, siswa akan mempelajari kembali materi
yang belum dipahami dengan baik tersebut.
Keempat, praktikum yang dilaksanakan
bertujuan untuk memverifikasi dan memper
dalam konsep, prinsip, teori, dan hukum
hukum yang dipelajari. Dengan demikian, sis
wa akan menjadi lebih yakin dengan apa yang
telah dipahami, jika pendapatnya sejalan
dengan hasilhasil praktikum. Sebaliknya,
siswa akan menjadi ragu jika pendapatnya
tidak sejalan dengan hasilhasil praktikum.
Hal ini akan mendorong siswa untuk menguji
kembali pendapatnya dengan mempelajari
materi kimia kembali.
Terakhir, pemecahan masalah pada akhir
pembelajaran bertujuan untuk melatih siswa
mengaplikasikan konsep, prinsip, teori, dan
hukumhukum yang telah dipahami. Jika sis
wa tidak dapat memecahkan masalah yang di
hadapi, siswa akan tertantang untuk mempe
lajari materi kembali sehingga pemahaman
siswa terhadap materi kimia akan dapat di
tingkatkan.
Dari hasilhasil yang dicapai tampak
bahwa siswa yang memperoleh kesempatan
berlatih membuat peta argumen akan dapat
mengembangkan keterampilan berpikir kritis.
Temuantemuan ini sejalan dengan temuan
temuan dari beberapa peneliti (lihat misalnya
van Gelder, 2003; Twardy, 2004; Ostwald,
2007; Bassham et al., 2008; Lau & Chan,
2009). Secara khusus, van Gelder (2003) me
ngungkapkan bahwa peta argumen dapat me
ningkatkan kemampuan siswa mengartiku
lasikan, memahami, dan mengkomunikasikan
penalaran sehingga dapat memacu keteram
pilan berpikir kritis siswa. Menurut Ostwald
(2007), peta argumen merupakan cara trans
paran dan efektif untuk menyajikan argumen
dan membuat operasi keterampilan berpikir
kritis menjadi lebih jelas sehingga mengha
silkan perkembangan keterampilan berpikir
kritis yang lebih cepat. Sementara itu,
Bassham et al. (2008) menyatakan bahwa
keterampilan berpikir kritis sangat berkaitan
dengan alasan, yaitu mengidentifikasi alasan,
mengevaluasi alasan, dan memberikan alasan.
Ini merupakan esensi dari argumen (keteram
pilan berpikir kritis).
Penggunaan konteks budaya lokal, seper
ti kayu bakar dipotong menjadi ukuranukuran
yang lebih kecil agar lebih mudah terbakar
ketika menanak nasi, akan memudahkan siswa
memahami pengaruh luas permukaan terhadap
laju reaksi. Di samping itu, siswa akan dapat
mengetahui keterkaitan antara konten yang
dipelajari dan konteks (aplikasi konten dalam
kehidupan seharihari). Dengan demikian, sis
wa akan lebih mudah memahami konsepkon
sep, prinsipprinsip, teoriteori, dan hukum
hukum karena siswa sudah membawa sejum
lah pengalaman yang berkaitan dengan materi
kimia. Kondisi ini dapat dijelaskan sebagai
berikut. Penggunaan konteks budaya lokal da
lam pembelajaran kimia akan menjadikan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru men
jadi sangat kaya dan bermakna dengan pe
ngalaman siswa. Keadaan ini akan membang
kitkan minat dan motivasi belajar siswa serta
menumbuhkan rasa ingin tahu siswa tentang
kaitan antara budaya lokal dan materi kimia
yang sedang dipelajari. Tumbuhnya minat dan
motivasi belajar ini akan mendorong siswa
mempelajari sumbersumber informasi secara
mendalam, dan bahkan mencari sumbersum
ber informasi yang lain. Dorongan motivasi
9. Redhana, Efektivitas BKK‐BPA dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa 27
ini akan mengakibatkan siswa mempunyai
konsentrasi yang tinggi dalam mempelajari
materi kimia. Akhirnya, siswa akan dapat
memahami materi kimia secara mendalam.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan
oleh Baker & Taylor (1995) dan Cobern &
Aikenhead (1996). Penggunaan konteks buda
ya lokal dalam pembelajaran kimia mirip de
ngan pembelajaran kontekstual. Konteks yang
dimaksud adalah budaya lokal.
Penutup
Berdasarkan hasilhasil yang diperoleh
pada penelitian ini dapat disimpulkan sebagai
berikut.
1) BKKBPA memiliki karakteristik: (1) ma
teri kimia disajikan secara argumentatif
dan dilanjutkan dengan pembuatan peta ar
gumen; (2) BKKBPA merupakan alat un
tuk mengembangkan keterampilan berpikir
kritis; (3) pembelajaran berlangsung secara
kolaboratif; (4) pertanyaan konseptual ber
fungsi untuk menelusuri pemahaman kon
sep siswa; dan (5) guru berperan sebagai
fasilitator.
2) BKKBPA efektif meningkatkan keteram
pilan berpikir kritis siswa daripada buku
kimia yang biasa digunakan oleh guru
kimia, baik untuk masingmasing indikator
maupun untuk keseluruhan indikator.
3) Tanggapan guru terhadap BKKBPA sa
ngat positif, yaitu BKKBPA dapat: (1)
membimbing guru dalam menggali ideide
siswa; (2) memberikan pengalaman baru
bagi guru dalam mengelola pembelajaran;
dan (3) bertambahnya wawasan siswa da
lam memahami materi kimia dengan ada
nya materi yang dikaitkan dengan konteks
budaya lokal.
4) Menurut siswa, BKKBPA dapat mening
katkan: (1) pemahaman terhadap materi
kimia; (2) keterampilan berpikir kritis; dan
(3) keaktifan selama pembelajaran. Siswa
berharap agar BKKBPA terus diperta
hankan untuk mengajarkan materi kimia.
Daftar Rujukan
Baker, D. & Taylor, P. C. S. (1995). The
Effect of culture on the learning of
science in nonwestern countries: The
result of an integrated reseach peview.
Journal Science education, 17(6). 695
704.
Bassham, G., Irwin, W., Nardone, H., &
Wallace, J. M. (2007). Critical thinking:
A student’s introduction. 2 nd
Edition.
Singapore: McGrawHill Company, Inc.
Bassham, G., Irwin, W., Nardone, H., &
Wallace, J. M. (2008). Critical thinking:
A student’s introduction. 3 nd
Edition.
New York: McGrawHill Company, Inc.
Cobern, W. W. & Aikenhead, G. S. (1996).
Cultural aspects of learning science.
Tersedia pada: http://wmich.edu/slcsp/
121.htm. Diakses pada tanggal 14 Januari
2008.
Eichhorn, R. (n.d.). Developing thinking
skills: Critical Thinking at the army
management staff college. Tersedia pada:
http://www.au.af.mil/au/awc/ awcgate/
army/critical/roy.htm. Diakses pada tang
gal 14 Januari 2008.
Ennis, R. (1985). Curriculum for critical thin
king. Dalam A. L. Costa (Eds). De
veloping minds: A resource book for tea
ching thinking. Alexandria: Association
for Supervision and Curriculum De
velopment.
Garratt, J., Overton, T., Tomlinson, J., &
Clow, D. (2000). Critical thinking exer
cises for chemists. Active Learning in
Higher Education. 1(2). 152167.
Halpern, D. F. (1999). Teaching for critical
thinking: Helping college students de
velop the skills and dispositions of a
critical thinker. New Directions for Tea
ching and Learning. 80. 6974.
Lau, J. & Chan, L, (2009). Argument map
ping. Tersedia pada: http://philoso
phy.Hku.hk/think/ arg/arg.php. Diakses
pada tanggal 15 Februari 2009.
Lubezki, A., Dori, Y. J., & Zoller, U. (2004).
HOCSpromoting assessment of stu
dents’ performance on environmentre
lated undergraduate chemistry. Chemistry
Education Research and Practice. 5(2).
175184.
Nickerson, R. S., Perkins, D. N., & Smith, E.
E. (1985). The teaching of thinking. New
Jersey: Lawrence Erlbaum Associates,
Inc.
Ostwald, J. (2007). Argument mapping for
critical thinking. Tersedia pada: http://
www.Jostwald.com/argumentmapping/os
twaldhandout.pdf. Diakses pada tanggal
15 Februari 2009.
Redhana, I W., Suardana, I N. & Maryam, S.
(2008). Model perubahan konseptual
10. 28 Jurnal Pendidikan Kimia Indonesia, Volume 1, Nomor 1, April 2011, hlm. 19‐28
pada pembelajaran kimia di SMA Negeri
4 Singaraja (Studi Kasus pada Pem
belajaran Kimia). Laporan penelitian
tidak diterbitkan. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.
Redhana, I W. & Kirna, I M. (2004). Iden
tifikasi miskonsepsi siswa SMA terhadap
konsepkonsep kimia. Laporan penelitian
tidak diterbitkan. Singaraja: Universitas
Pendidikan Ganesha.
Robbins, S. (2005). The path to critical thin
king. Tersedia pada: http://hbswk. hbs.
edu/archive/4828.html. Diakses pada
tanggal 8 September 2006.
Rodrigues, S. & Bell, B. (1995). Chemically
speaking: A description of studenttea
cher talk during chemistry lessons using
and building on students’ experiences.
International Journal of Science Edu
cation. 17(6). 797809.
Satria, D. (2009). UN seperti IELTS/TOEFL.
Tersedia pada: http://www.mailarchive.
com/forumpembacakompas@yahoo
groups.com/msg100286.html. Diakses
pada tanggal 13 Desember 2009.
Savinainen, A. & Scott, P. (2002). The force
concept inventory: A tool for monitoring
student learning. Physics Education. 39
(1), 4552.
Sutresna, N. (2007). Cerdas Belajar Kimia
untuk SMA Kelas XI. Bandung: Grasindo
Media Pratama.
Thomas, A. & Thorne, G. (n.d.). Higher order
thinking–it’s HOT. Tersedia pada: http//:
www.cdl.org/resourcelibrary/ articles/
highorderthinking.php. Diakses pada
tanggal 14 Januari 2008.
Tsapartis, G. & Zoller, U. (2003). Evaluation
of higher vs. lowerorder cognitive skills
type examination in chemistry: Impli
cations for university inclass assessment
and examination. U.Chem. Ed. 7. 5057.
Twardy, C. R. (2004). Argument maps im
prove critical thinking. Tersedia pada:
http:// www. csse. monash. edu. au/ ~
ctwardy/Papers/reasonpaper.pdf. Diakses
pada tanggal 8 September 2006.
Van Gelder, T. (2003). Enhancing deli
beration through computersupported ar
gument visualization. Dalam P. A.
Kirschner, S. Buckingham Shum, & C.
Carr (Eds). Visualizing argumentation.
London: SpringerVerlag.
Winocur, S. L. (1985). Developing lesson
plans with cognitive objectives. Dalam
A. L. Costa (Eds). Developing mind: A
resource book for teahing thinking.
Alexandria: Association for Supervision
and Curriculum Development.
Zoller, U., BenChaim, D., & Ron, S. (2000).
The disposition toward critical thinking
of high school and university science
students: An interintra isreaeliitalian
study. International Journal of Science
Education. 22(6). 571582.