Gender

Len Handayani
Len HandayaniReal Madrid C.F.

Gender adalah salah satu isu terpanas saat ini, gender merupakan perbedaan antara laki-laki dengan perempuan dalam kedudukannya dalam masyarakat

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gender merupakan salah satu issue paling menarik untuk di bahas dewasa ini. Bagi
masyarakat umum gender sungguh mudah diucapkan akan tetapi sangat sulit untuk di pahami.
Tentu saja tidak semua tentang gender sulit dipahami. Seperti kata Gayle Rubin (1975) yang
tercatat pertama kali mempopulerkan konsep kesetaraan gender, yang mendefinisikan gender
sebagai social construction and codification of differences between the sexes refers to social
relantionship between women and men. Mudahnya gender adalah pembedaan peran perempuan
dan laki-laki dimana yang membentuk adalah konstruksi social dan kebudayaan, jadi bukan
karena konstruksi yang dibawa sejak lahir.
Wacana gender mengemuka pada 1977 ketika sekelompok feminis di London tidak lagi
memakai isu-isu lama seperti patriarchal atau sexist. Mereka mamilih jargo baru gender
discourse. Ini adalah perkembanngan yang cerdas, karena sebenarnya masalah ketidaksetaraan
hubungan perempuan dan laki-laki sebagian besar dibentuk oleh pembedaan konstruksi
“perempuan” dan “laki-laki” secara social budaya, dan bukan secara biologis (seks,kelamin).
Karena itu memindahkan wacana ketidaksetaraan tersebut dari panggung biologis ke panggung
social-budaya secara teoritis lebih efektif.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk lebih mudah memahami makalah ini maka dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana munculnya istilah gender ?
2. Bagaimana ketidakadilan gender bisa terjadi ?
3. Bagaimana peran serta fungsi Masyarakat untuk mencegah terjadinya ketidakadilan
dalam hal gender ?
BAB II
PEMBAHASAN
GENDER
1. DEFINISI GENDER
Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert stoller (1968) untuk memisahkan
pencirian manusia yang didasarkan pada definisi yang bersifat social budaya dengan
pendefinisian yang berasal dari ciri-ciri fisik biologis. Sementara itu, kantor menteri Negara
pemberdayaan perempuan republic Indonesia, mengartikan gender adalah peraan peran social
yang dikonstruksikan oleh masyarakat serta tanggung jawab dan kesempatan laki-laki dan
perempuan yang diharapkan masyarakat agar peran peran social tersebut dapat dilakukan oleh
keduanya.
Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan oleh karean itu, gender berkaitan
denngan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan
bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan social dan budaya di tempat mereka
berada. Dengan kata lain, gender adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam peran,
fungsi, hak, perilaku, yang dibentuk oleh ketentuan social dan budaya setempat.
Di dalam women’s studies encyclopedia di jelaskan bahwa gender adalah suatu konsep
kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas,
dan karakteristik, emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam
masyarakat.
Sedangkan Hillary M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex and Gender: an introduction
mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terahadap laki-laki dan perempuan.
Pendapar ini sejalan dengan pendapat umumnya kaum feminis seperti Linda L. Lindsey, yang
menganggap semua keteapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki dan
perempuan adalah termasuk bidang kajian gender.
H.T. Wilson dalam Sex And Gender mengartikan gender sebagai suatu dasar untk
menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan
kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan.
Gender tidak bersifat universal namun bervariasi dari masyarakat yang satu ke masyarakat
yang lain dari waktu ke waktu. Sekalipun demikian ada 2 elemen gender yang bersifat universal
yaitu :
1. Gender tidak identic dengan jenis kelamin
2. Gender merupakan dasar dari pembagian kerja di semua masyarakat(Gllari,1987)
Sedangkan keonsep gender lainnya sebagaimna yang di ungkapkan oleh Mansour fakih
dalam bukunya analisis gender dan tranformasi social adalah suatu sifat yang melekat pada kaum
laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksiakan secara social maupun kultural. Misalnya
bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan sedangkan laki-laki
dianggapa kuat, rasional, jantan dan perkasa.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan gender adalah suatu konstruksi atau
bentuk sosial yang sebenarnya bukan bawaan lahir sehingga dapat di bentuk atau di ubah
tergantung dari tempat , waktu, suku atau ras budaya, status social, pemahaman agama, Negara
idiologi, politik, hukum, ekonomi. Oleh karenanya gender bukanlah kodrat Tuhan melainkan
buatan manusia yang dapat di pertukarkan dan memiliki sifat relative.
2. KETIMPANGAN GENDER
Perbedaan atau ketimpangan gender sebenarnya bukan suatu masalah sepanjang tidak
menimbulkan gender inequalities ( ketidakadilan gender ). Namun yang menjadi masalah ketika
perbedaan gender ini menimbulkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan
utamanya terhadap kaum perempuan.
Ketidakadilan gender merupakan system dan strktur dimana kaum laki-laki dan perempuan
menjadi korban dari system tesebut. Dengan demikian agar dapat memahami perbedaan gender
yang menyebabkan ketidakadilan, maka dapat dilihat dari berbagai manifestasi yaitu sebagai
berikut:
1. Marginalisasi
2. Subordinasi
3. Streotipe
4. Violence
5. Beban kerja
3. PERSPEKTIF GENDER
Anggapan mengenai perbedaan antara jenis kelamin adalah ‘alamiah’, atau merupakan
fakta biologis telah terjadi sejak berabad-abad lamanya. Alamiah disisni tidak selalu diartikan
sebagai fakta biologis, tetapi sering kali diartikan sebagai ketentuan Tuhan. Sehingga adanya
streotik perempuan sebagai makhluk emosional dan laki-laki sebagai pemikir dan rasional tidak
perlu dipertanyakan lagi mengingat hal tersebut lebih banyak ditentukan secara kultural, begitu
pula perilaku yang pantas bagi perempuan maupun laki-laki baik anak-anak maupun dewasa .
Donelson G. dalam bukunya ‘ Women a psychological perspective memberikan suatu
hipotesis dalam distribusi bimodal dan karakteristik gender yang meng- gambarkan bahwa
derajat feminitas dan maskulinitas merupakan kombinasi dari karakteristik biologis dimana
perilaku dan sikap yang dapat digambarkan me-rentang pada suatu skala gender.
Identitas gender merupakan definisi diri tentang seseorang, khususnya sebagai perempuan
atau laki-laki, yang berinteraksi secara kompleks antara kondisi biologisnya sebagai perempuan
maupun laki-laki dengan berbagai karakteristik perilakunya yang dikembangkan sebagai hasil
proses sosialisasinya.
Identitas gender ini mulai berkembang pada saat seorang bayyi berinteraksi dengan orang-
orang tertentu yang berada di sekitarnya, baika ayah, ibu, maupun pengasuh. Perilaku orang
dewasa dalam berinteraksi dengan seorang bayi secara tidak di sadari sepenuhnya akan
dipengaruhi oleh stereotip yang berlaku. Dalam kehidupan sehari-hari, stereotip dan preferensi
orang tua akan banyak menentukan caranya berkomunikasi terhadap anaknya.
Ditinjau dari tahap perkembangan seorang, dinyatakan bahwa, pada sekitar usia 2 tahun
seorang anak mulai menyadari tentang identitas dirinya. Pada anak usia 3 hingga 6 tahun,
perkembangan kepribadian anak laki-laki maupun perempuan mulai berbeda. Perbedaan ini
melhirkan pembedaan formasi social yang berdasarkan identitas gender yakni bersifat laki-laki
dan perempuan.
Kesadaran akan identitas gendernya masih akan diperkuat lagi oleh lingkungan yang
menyadarkannya dalam berbagai kesempatan bahwa ia anak perempuan atau laki-laki. Pada
umumnya seorang anak perempuan bermain pasar-pasaran dan anak laki-laki bemain perang-
perangan, bahkan orang tua maupun orang yang berada di sekitarnya kerap kali mengingatkan
bahwa ia anak perempuan atau laki-laki sehingga apa yang pantas dilakukan oleh anak
perempuan atau laki-laki sudah diarahkan. Pada saat seorang anak berusia remaja, idntitas gender
muncul paling kuat .
Kecendrungan untuk memilih peran gender yang sesuai dengan jenis kelamin dimulai
sejak anak-anak meskipun ada kalanya orang tua modern yang tidak menghendaki peran gender
yang dipilih oleh si anak karena mereka ingin agar anaknya tidak terkungkung oleh stereotip
gender. Namun, kecenderungan ini terjadi pada usia anak-anak karena memilih peran gender
yang sesuai dengan jenis kelaminnya membantu seorang anak untuk dapat memberi struktur
pada realitas yang dihadapinya.
4. KESETARAAN GENDER
Istilah kesetaraan gender dalam tataran praksis, hamper selalu diartikan sebagai kondisi
‘ketidaksetaraan’ yang dialami oleh para wanita. Maka istilah kesetaraan gender sering terkait
dengan istilah-istilah diskriminasi terhadap perempuan seperti subordinasi, penindasan,
kekerasan, dan semacamnya.
Konsep kesetaraan gender ini memang merupakan suatu konsep yang sangat rumit dan
mengundang kontorversial. Hingga saat ini belum ada konsensus mengenai pengertian dari
kesetaraan laki-laki dan perempuan. Ada yang mengatakan bahwa kesetaraan yang dimaksud
adalah kesamaan hak dan kewajiban, yang tentunya masih belum jelas. Kemudian ada pula yang
mengartikannya dengan konsep mitra kesejajaran antara laki-laki dan perempuan yang juga
belum jelas artinya. Sering juga diartikan bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki hak
yang sama dalam melakukan aktualisasi diri namun harus sesuai dengan kodratnya masing-
masing.
Persoalan kesetaraan gender yang paling mendasar adalah bahwa belum semua perempuan
memiliki atribut – atribut social yang mendukung pemberdayaannya dalam meraih kesetaraan
berperan. Denga demikian, tanpa upaya melihat kesetaraan gender dari sudut pandang
perempuan, tampaknya subordinasi tersembunyi bagi perempuan akan tetap berlangsung.
Meskipun banyak pihak yang tidak sepaham akan tetap menyanggah dengan keras. Akan
tetapi apabila ada persoalan seperti ini dibiarkan terus maka stereotip pencitraan peran yang
membedakan kemampuan seseorang dalam dalam berperan berdasarkan perbedaan biologis akan
terus membelenggu.
Upaya-upaya yang paling tepat dilakukan untuk mensosialisasikan kesetaraan gender ini
yaitu dengnan cara:
1. Pembakuan istilah gender dengan acuan pada keberadaan segala sesuatu yang ada di
masyarakat secara ttradisi, dengan mempertimbangkan berbagai muatan social budaya,
ekonomi dan poltik dalam konteks akses terhadap berbagai muatan pembangunan
2. Pendekatan analisis gender tidak lagi sekedar merujuk pada pembedaan biologis atau
seks (laki-laki atau perempuan) atau sifat perseorangan (maskulin-feminin) akan tetapi
mengacu pada perspektif gender menurut dimensi social budaya.
3. Perencanaan pembangunan perlu dilakukan dengan memepertimbangkan perbedaan
peran gender dan ketergantungan antara laki-laki dan perempuan sebagai sesuatu hal
yang dapat diubah dan akan mengalami perubahan sesuai dengna kondisi social-budaya
masyrakat yang bersangkutan. Jika cara ini dilakukan maka dapat diharapkan proses
pemudaran stereotip pembagian peran seks (biologis) yang bersifat rigid dapat
berlangsung.
Dengan demikian sosialisasi kesetaraan gender tidak lepas dengan sendirinya dari
kepedulian kaum perempuan maupun laki-laki. Nmaun, hal ini bukan berarti dalam konteks
ketergantungan atau pendominasian.Pemahaman mengenai kesetaraan gender ini akan membawa
hikamah besar pada kaum perempuan dalam menyinergikan persoaan dengan lebih sistematis.
Sedangkan bagi kaum laki-laki akan membantu dalam memahami dan mengantisipasi
kemungkinan pergeseran peran perempuan di masa mendatang, dalam konteks yang lebih adil
berdasarkan hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi. Harapan akan kesetaraan gender
ini menuntut keberanian para perempuan dan kerelaan kaum laki-laki dalam melaksanakan
justifikasi terhadap mitos-mitos yang merugikan refleksi optimal dari aplikasi pean menurut
gender.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam Gender adalah suatu konstruksi atau bentuk sosial yang sebenarnya bukan bawaan
lahir sehingga dapat di bentuk atau di ubah tergantung dari tempat , waktu, suku atau ras budaya,
status social, pemahaman agama, Negara idiologi, politik, hukum, ekonomi. Oleh karenanya
gender bukanlah kodrat Tuhan melainkan buatan manusia yang dapat di pertukarkan dan
memiliki sifat relative.
Jika dilihat dari dari berbagai manifestasinya perbedaan gender yang menjadi peneyebab
ketidakadilan dalam hal gender adalah sebagai berikut
1. Marginalisasi
2. Subordinasi
3. Stereotype (pelabelan atau penandaan negatif terhadap kelompok atau jenis kelamin
tertentu)
4. Violence (kekerasan)
5. Beban kerja
Sosialisasi kesetaraan gender tidak lepas dengan sendirinya tanpa kepedulian kaum
perempuan maupun laki-laki. Pemahaman menegnai kesetaraan gender ini akan membawa
hikmah besar pada kaum perempuan maupaun laki-laki dalam menyinergikan persoalan dengan
lebih sistematis.
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Riant. 2008.Gender dan Strategi Pengarus-Utamaanya di
Indonesia.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Haq, Hamka, 2009. ISLAM Rahmah untuk Bangsa.Jakarta: RMBOOKS

Recommandé

Memahami Gender par
Memahami GenderMemahami Gender
Memahami GenderLestari Moerdijat
9.9K vues21 diapositives
Gender perspektif sosial, budaya dan agama par
Gender perspektif sosial, budaya dan agamaGender perspektif sosial, budaya dan agama
Gender perspektif sosial, budaya dan agamaNailiamani Aman
8.1K vues16 diapositives
Gender par
GenderGender
GenderTPA/TKA Al-Kautsar
2.5K vues9 diapositives
Gender par
GenderGender
GenderPutu 'Nag Bali
1.9K vues15 diapositives
09 Gender par
09 Gender09 Gender
09 GenderWanBK Leo
7.6K vues34 diapositives
GENDER par
GENDERGENDER
GENDERrzkmardiyah
1.3K vues14 diapositives

Contenu connexe

Tendances

MAKALAH GENDER par
MAKALAH GENDERMAKALAH GENDER
MAKALAH GENDERAna Sengga
36.4K vues12 diapositives
Pel 5 perempuan dan laki laki sederajat par
Pel 5 perempuan dan laki laki sederajatPel 5 perempuan dan laki laki sederajat
Pel 5 perempuan dan laki laki sederajatKornelis Ruben
18.3K vues7 diapositives
Makalah "Kesetaraan Gender" par
Makalah "Kesetaraan Gender"Makalah "Kesetaraan Gender"
Makalah "Kesetaraan Gender"Riska Yuliatiningsih
43.7K vues10 diapositives
Gender dan Kesetaraan par
Gender dan KesetaraanGender dan Kesetaraan
Gender dan KesetaraanSerikat Jurnalis untuk Keberagaman (SeJuK)
1.8K vues14 diapositives
Study gender dan problematika sosial par
Study gender dan problematika sosialStudy gender dan problematika sosial
Study gender dan problematika sosialmaujihany
1.5K vues8 diapositives

Tendances(20)

MAKALAH GENDER par Ana Sengga
MAKALAH GENDERMAKALAH GENDER
MAKALAH GENDER
Ana Sengga36.4K vues
Pel 5 perempuan dan laki laki sederajat par Kornelis Ruben
Pel 5 perempuan dan laki laki sederajatPel 5 perempuan dan laki laki sederajat
Pel 5 perempuan dan laki laki sederajat
Kornelis Ruben18.3K vues
Study gender dan problematika sosial par maujihany
Study gender dan problematika sosialStudy gender dan problematika sosial
Study gender dan problematika sosial
maujihany1.5K vues
Individu, keluarga DAN MASyarakat par Alviani Putri
Individu, keluarga DAN MASyarakatIndividu, keluarga DAN MASyarakat
Individu, keluarga DAN MASyarakat
Alviani Putri1.7K vues
Konsep seksualitas par KANDA IZUL
Konsep seksualitasKonsep seksualitas
Konsep seksualitas
KANDA IZUL14.6K vues
MEMUTUS RANTAI KEKERASAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK-final par primahendra
MEMUTUS RANTAI KEKERASAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK-finalMEMUTUS RANTAI KEKERASAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK-final
MEMUTUS RANTAI KEKERASAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK-final
primahendra278 vues
World Tugas Ilmu sosial Dasar 3 par sopiannudin
World Tugas Ilmu sosial Dasar 3World Tugas Ilmu sosial Dasar 3
World Tugas Ilmu sosial Dasar 3
sopiannudin218 vues
Pptx. KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PRESPEKTIF GENDER par vivi julia resti
Pptx. KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PRESPEKTIF GENDERPptx. KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PRESPEKTIF GENDER
Pptx. KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PRESPEKTIF GENDER
vivi julia resti4.4K vues
Penyimpangan sosial par janida
Penyimpangan sosialPenyimpangan sosial
Penyimpangan sosial
janida1.6K vues
2. dasar biologis par evinurleni
2. dasar biologis2. dasar biologis
2. dasar biologis
evinurleni6.3K vues
Bab 3 Individu, Keluarga dan Masyarakat par Mondo Icon
Bab 3 Individu, Keluarga dan MasyarakatBab 3 Individu, Keluarga dan Masyarakat
Bab 3 Individu, Keluarga dan Masyarakat
Mondo Icon2.2K vues

Similaire à Gender

11897580.ppt par
11897580.ppt11897580.ppt
11897580.pptagus war
14 vues59 diapositives
Hk Gender2.pptx par
Hk Gender2.pptxHk Gender2.pptx
Hk Gender2.pptxMuhammadFajri411045
16 vues8 diapositives
GENDER par
GENDER GENDER
GENDER DIKNAS PENDIDIKAN
1K vues25 diapositives
1. GENDER.ppt par
1. GENDER.ppt1. GENDER.ppt
1. GENDER.pptwitasundari
6 vues18 diapositives
Modul 9 kb 3 par
Modul 9 kb 3Modul 9 kb 3
Modul 9 kb 3kasmuddin nanang
84 vues15 diapositives
Modul 7 par
Modul 7Modul 7
Modul 7Luqman Effendi
812 vues17 diapositives

Similaire à Gender(20)

11897580.ppt par agus war
11897580.ppt11897580.ppt
11897580.ppt
agus war14 vues
Menginteraksikan gender dan kesehatan reproduksi di.ppt par IntructuresTIK
Menginteraksikan   gender dan kesehatan reproduksi di.pptMenginteraksikan   gender dan kesehatan reproduksi di.ppt
Menginteraksikan gender dan kesehatan reproduksi di.ppt
IntructuresTIK13 vues
Prasangka, stereotipe dan dikriminasi (Makalah) par Anna Dekinai
Prasangka, stereotipe dan dikriminasi (Makalah)Prasangka, stereotipe dan dikriminasi (Makalah)
Prasangka, stereotipe dan dikriminasi (Makalah)
Anna Dekinai26.1K vues
Komunikasi Gender 4_Peran, Mitos, Keadilan dan Ketidakadilan Gender.pptx par RintaArina
Komunikasi Gender 4_Peran, Mitos, Keadilan dan Ketidakadilan Gender.pptxKomunikasi Gender 4_Peran, Mitos, Keadilan dan Ketidakadilan Gender.pptx
Komunikasi Gender 4_Peran, Mitos, Keadilan dan Ketidakadilan Gender.pptx
RintaArina292 vues
Komunikasi Gender 1_Pendahuluan Komunikasi Gender, Fungsi dan Tujuan.pptx par RintaArina
Komunikasi Gender 1_Pendahuluan Komunikasi Gender, Fungsi dan Tujuan.pptxKomunikasi Gender 1_Pendahuluan Komunikasi Gender, Fungsi dan Tujuan.pptx
Komunikasi Gender 1_Pendahuluan Komunikasi Gender, Fungsi dan Tujuan.pptx
RintaArina331 vues
0046_Rohit triadi hutagaol Gender.pptx par RohitHutagaol
0046_Rohit triadi hutagaol Gender.pptx0046_Rohit triadi hutagaol Gender.pptx
0046_Rohit triadi hutagaol Gender.pptx
RohitHutagaol4 vues
UAS PPT - Sosiologi Komunikasi - Kelompok (Sri, Ambar, Tarma).pptx par ambarwati524616
UAS PPT - Sosiologi Komunikasi - Kelompok (Sri, Ambar, Tarma).pptxUAS PPT - Sosiologi Komunikasi - Kelompok (Sri, Ambar, Tarma).pptx
UAS PPT - Sosiologi Komunikasi - Kelompok (Sri, Ambar, Tarma).pptx
ambarwati52461620 vues
KESEHATAN REPRODUKSI.pptx par Risma94
KESEHATAN REPRODUKSI.pptxKESEHATAN REPRODUKSI.pptx
KESEHATAN REPRODUKSI.pptx
Risma9411 vues
Pola hubungan antara laki laki dan perempuan dalam birokrasi par Ely Goro Leba
Pola hubungan antara laki laki dan perempuan dalam birokrasiPola hubungan antara laki laki dan perempuan dalam birokrasi
Pola hubungan antara laki laki dan perempuan dalam birokrasi
Ely Goro Leba1.9K vues

Gender

  • 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gender merupakan salah satu issue paling menarik untuk di bahas dewasa ini. Bagi masyarakat umum gender sungguh mudah diucapkan akan tetapi sangat sulit untuk di pahami. Tentu saja tidak semua tentang gender sulit dipahami. Seperti kata Gayle Rubin (1975) yang tercatat pertama kali mempopulerkan konsep kesetaraan gender, yang mendefinisikan gender sebagai social construction and codification of differences between the sexes refers to social relantionship between women and men. Mudahnya gender adalah pembedaan peran perempuan dan laki-laki dimana yang membentuk adalah konstruksi social dan kebudayaan, jadi bukan karena konstruksi yang dibawa sejak lahir. Wacana gender mengemuka pada 1977 ketika sekelompok feminis di London tidak lagi memakai isu-isu lama seperti patriarchal atau sexist. Mereka mamilih jargo baru gender discourse. Ini adalah perkembanngan yang cerdas, karena sebenarnya masalah ketidaksetaraan hubungan perempuan dan laki-laki sebagian besar dibentuk oleh pembedaan konstruksi “perempuan” dan “laki-laki” secara social budaya, dan bukan secara biologis (seks,kelamin). Karena itu memindahkan wacana ketidaksetaraan tersebut dari panggung biologis ke panggung social-budaya secara teoritis lebih efektif. 1.2 Rumusan Masalah Untuk lebih mudah memahami makalah ini maka dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana munculnya istilah gender ? 2. Bagaimana ketidakadilan gender bisa terjadi ? 3. Bagaimana peran serta fungsi Masyarakat untuk mencegah terjadinya ketidakadilan dalam hal gender ?
  • 2. BAB II PEMBAHASAN GENDER 1. DEFINISI GENDER Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert stoller (1968) untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada definisi yang bersifat social budaya dengan pendefinisian yang berasal dari ciri-ciri fisik biologis. Sementara itu, kantor menteri Negara pemberdayaan perempuan republic Indonesia, mengartikan gender adalah peraan peran social yang dikonstruksikan oleh masyarakat serta tanggung jawab dan kesempatan laki-laki dan perempuan yang diharapkan masyarakat agar peran peran social tersebut dapat dilakukan oleh keduanya. Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan oleh karean itu, gender berkaitan denngan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan social dan budaya di tempat mereka berada. Dengan kata lain, gender adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam peran, fungsi, hak, perilaku, yang dibentuk oleh ketentuan social dan budaya setempat. Di dalam women’s studies encyclopedia di jelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik, emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Sedangkan Hillary M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex and Gender: an introduction mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terahadap laki-laki dan perempuan. Pendapar ini sejalan dengan pendapat umumnya kaum feminis seperti Linda L. Lindsey, yang menganggap semua keteapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki dan perempuan adalah termasuk bidang kajian gender. H.T. Wilson dalam Sex And Gender mengartikan gender sebagai suatu dasar untk menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan. Gender tidak bersifat universal namun bervariasi dari masyarakat yang satu ke masyarakat yang lain dari waktu ke waktu. Sekalipun demikian ada 2 elemen gender yang bersifat universal yaitu :
  • 3. 1. Gender tidak identic dengan jenis kelamin 2. Gender merupakan dasar dari pembagian kerja di semua masyarakat(Gllari,1987) Sedangkan keonsep gender lainnya sebagaimna yang di ungkapkan oleh Mansour fakih dalam bukunya analisis gender dan tranformasi social adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksiakan secara social maupun kultural. Misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan sedangkan laki-laki dianggapa kuat, rasional, jantan dan perkasa. Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan gender adalah suatu konstruksi atau bentuk sosial yang sebenarnya bukan bawaan lahir sehingga dapat di bentuk atau di ubah tergantung dari tempat , waktu, suku atau ras budaya, status social, pemahaman agama, Negara idiologi, politik, hukum, ekonomi. Oleh karenanya gender bukanlah kodrat Tuhan melainkan buatan manusia yang dapat di pertukarkan dan memiliki sifat relative. 2. KETIMPANGAN GENDER Perbedaan atau ketimpangan gender sebenarnya bukan suatu masalah sepanjang tidak menimbulkan gender inequalities ( ketidakadilan gender ). Namun yang menjadi masalah ketika perbedaan gender ini menimbulkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan utamanya terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan gender merupakan system dan strktur dimana kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari system tesebut. Dengan demikian agar dapat memahami perbedaan gender yang menyebabkan ketidakadilan, maka dapat dilihat dari berbagai manifestasi yaitu sebagai berikut: 1. Marginalisasi 2. Subordinasi 3. Streotipe 4. Violence 5. Beban kerja
  • 4. 3. PERSPEKTIF GENDER Anggapan mengenai perbedaan antara jenis kelamin adalah ‘alamiah’, atau merupakan fakta biologis telah terjadi sejak berabad-abad lamanya. Alamiah disisni tidak selalu diartikan sebagai fakta biologis, tetapi sering kali diartikan sebagai ketentuan Tuhan. Sehingga adanya streotik perempuan sebagai makhluk emosional dan laki-laki sebagai pemikir dan rasional tidak perlu dipertanyakan lagi mengingat hal tersebut lebih banyak ditentukan secara kultural, begitu pula perilaku yang pantas bagi perempuan maupun laki-laki baik anak-anak maupun dewasa . Donelson G. dalam bukunya ‘ Women a psychological perspective memberikan suatu hipotesis dalam distribusi bimodal dan karakteristik gender yang meng- gambarkan bahwa derajat feminitas dan maskulinitas merupakan kombinasi dari karakteristik biologis dimana perilaku dan sikap yang dapat digambarkan me-rentang pada suatu skala gender. Identitas gender merupakan definisi diri tentang seseorang, khususnya sebagai perempuan atau laki-laki, yang berinteraksi secara kompleks antara kondisi biologisnya sebagai perempuan maupun laki-laki dengan berbagai karakteristik perilakunya yang dikembangkan sebagai hasil proses sosialisasinya. Identitas gender ini mulai berkembang pada saat seorang bayyi berinteraksi dengan orang- orang tertentu yang berada di sekitarnya, baika ayah, ibu, maupun pengasuh. Perilaku orang dewasa dalam berinteraksi dengan seorang bayi secara tidak di sadari sepenuhnya akan dipengaruhi oleh stereotip yang berlaku. Dalam kehidupan sehari-hari, stereotip dan preferensi orang tua akan banyak menentukan caranya berkomunikasi terhadap anaknya. Ditinjau dari tahap perkembangan seorang, dinyatakan bahwa, pada sekitar usia 2 tahun seorang anak mulai menyadari tentang identitas dirinya. Pada anak usia 3 hingga 6 tahun, perkembangan kepribadian anak laki-laki maupun perempuan mulai berbeda. Perbedaan ini melhirkan pembedaan formasi social yang berdasarkan identitas gender yakni bersifat laki-laki dan perempuan. Kesadaran akan identitas gendernya masih akan diperkuat lagi oleh lingkungan yang menyadarkannya dalam berbagai kesempatan bahwa ia anak perempuan atau laki-laki. Pada umumnya seorang anak perempuan bermain pasar-pasaran dan anak laki-laki bemain perang- perangan, bahkan orang tua maupun orang yang berada di sekitarnya kerap kali mengingatkan bahwa ia anak perempuan atau laki-laki sehingga apa yang pantas dilakukan oleh anak perempuan atau laki-laki sudah diarahkan. Pada saat seorang anak berusia remaja, idntitas gender muncul paling kuat . Kecendrungan untuk memilih peran gender yang sesuai dengan jenis kelamin dimulai sejak anak-anak meskipun ada kalanya orang tua modern yang tidak menghendaki peran gender yang dipilih oleh si anak karena mereka ingin agar anaknya tidak terkungkung oleh stereotip
  • 5. gender. Namun, kecenderungan ini terjadi pada usia anak-anak karena memilih peran gender yang sesuai dengan jenis kelaminnya membantu seorang anak untuk dapat memberi struktur pada realitas yang dihadapinya. 4. KESETARAAN GENDER Istilah kesetaraan gender dalam tataran praksis, hamper selalu diartikan sebagai kondisi ‘ketidaksetaraan’ yang dialami oleh para wanita. Maka istilah kesetaraan gender sering terkait dengan istilah-istilah diskriminasi terhadap perempuan seperti subordinasi, penindasan, kekerasan, dan semacamnya. Konsep kesetaraan gender ini memang merupakan suatu konsep yang sangat rumit dan mengundang kontorversial. Hingga saat ini belum ada konsensus mengenai pengertian dari kesetaraan laki-laki dan perempuan. Ada yang mengatakan bahwa kesetaraan yang dimaksud adalah kesamaan hak dan kewajiban, yang tentunya masih belum jelas. Kemudian ada pula yang mengartikannya dengan konsep mitra kesejajaran antara laki-laki dan perempuan yang juga belum jelas artinya. Sering juga diartikan bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam melakukan aktualisasi diri namun harus sesuai dengan kodratnya masing- masing. Persoalan kesetaraan gender yang paling mendasar adalah bahwa belum semua perempuan memiliki atribut – atribut social yang mendukung pemberdayaannya dalam meraih kesetaraan berperan. Denga demikian, tanpa upaya melihat kesetaraan gender dari sudut pandang perempuan, tampaknya subordinasi tersembunyi bagi perempuan akan tetap berlangsung. Meskipun banyak pihak yang tidak sepaham akan tetap menyanggah dengan keras. Akan tetapi apabila ada persoalan seperti ini dibiarkan terus maka stereotip pencitraan peran yang membedakan kemampuan seseorang dalam dalam berperan berdasarkan perbedaan biologis akan terus membelenggu. Upaya-upaya yang paling tepat dilakukan untuk mensosialisasikan kesetaraan gender ini yaitu dengnan cara: 1. Pembakuan istilah gender dengan acuan pada keberadaan segala sesuatu yang ada di masyarakat secara ttradisi, dengan mempertimbangkan berbagai muatan social budaya, ekonomi dan poltik dalam konteks akses terhadap berbagai muatan pembangunan 2. Pendekatan analisis gender tidak lagi sekedar merujuk pada pembedaan biologis atau seks (laki-laki atau perempuan) atau sifat perseorangan (maskulin-feminin) akan tetapi mengacu pada perspektif gender menurut dimensi social budaya. 3. Perencanaan pembangunan perlu dilakukan dengan memepertimbangkan perbedaan peran gender dan ketergantungan antara laki-laki dan perempuan sebagai sesuatu hal yang dapat diubah dan akan mengalami perubahan sesuai dengna kondisi social-budaya
  • 6. masyrakat yang bersangkutan. Jika cara ini dilakukan maka dapat diharapkan proses pemudaran stereotip pembagian peran seks (biologis) yang bersifat rigid dapat berlangsung. Dengan demikian sosialisasi kesetaraan gender tidak lepas dengan sendirinya dari kepedulian kaum perempuan maupun laki-laki. Nmaun, hal ini bukan berarti dalam konteks ketergantungan atau pendominasian.Pemahaman mengenai kesetaraan gender ini akan membawa hikamah besar pada kaum perempuan dalam menyinergikan persoaan dengan lebih sistematis. Sedangkan bagi kaum laki-laki akan membantu dalam memahami dan mengantisipasi kemungkinan pergeseran peran perempuan di masa mendatang, dalam konteks yang lebih adil berdasarkan hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi. Harapan akan kesetaraan gender ini menuntut keberanian para perempuan dan kerelaan kaum laki-laki dalam melaksanakan justifikasi terhadap mitos-mitos yang merugikan refleksi optimal dari aplikasi pean menurut gender.
  • 7. BAB III PENUTUP Kesimpulan Dalam Gender adalah suatu konstruksi atau bentuk sosial yang sebenarnya bukan bawaan lahir sehingga dapat di bentuk atau di ubah tergantung dari tempat , waktu, suku atau ras budaya, status social, pemahaman agama, Negara idiologi, politik, hukum, ekonomi. Oleh karenanya gender bukanlah kodrat Tuhan melainkan buatan manusia yang dapat di pertukarkan dan memiliki sifat relative. Jika dilihat dari dari berbagai manifestasinya perbedaan gender yang menjadi peneyebab ketidakadilan dalam hal gender adalah sebagai berikut 1. Marginalisasi 2. Subordinasi 3. Stereotype (pelabelan atau penandaan negatif terhadap kelompok atau jenis kelamin tertentu) 4. Violence (kekerasan) 5. Beban kerja Sosialisasi kesetaraan gender tidak lepas dengan sendirinya tanpa kepedulian kaum perempuan maupun laki-laki. Pemahaman menegnai kesetaraan gender ini akan membawa hikmah besar pada kaum perempuan maupaun laki-laki dalam menyinergikan persoalan dengan lebih sistematis.
  • 8. DAFTAR PUSTAKA Nugroho, Riant. 2008.Gender dan Strategi Pengarus-Utamaanya di Indonesia.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Haq, Hamka, 2009. ISLAM Rahmah untuk Bangsa.Jakarta: RMBOOKS