Laporan praktikum ini memberikan ringkasan tentang penentuan kadar aluminium (III) sebagai kompleks alizarin secara spektrofotometri UV-Visible. Metode ini melibatkan pembentukan kompleks antara aluminium dan alizarin, yang menghasilkan warna merah. Absorbansi kompleks diukur menggunakan spektrofotometer UV-Visible untuk menentukan kadar aluminium. Sampel yang diuji meliputi air selokan, ledeng, sumur, empang dan air
Laporan instrumen penentuan aluminium (iii) sebagai kompleks alizarin secara spekrofotometri uv – visible
1. LAPORAN PRAKTIKUM INSTRUMEN
ERSIT
NIV A
U
S
OLEH
NAMA : MIFTA NUR RAHMAT
STAMBUK : F1C1 08 001
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2011
2. PENENTUAN ALUMINIUM (III) SEBAGAI KOMPLEKS ALIZARIN
SECARA SPEKROFOTOMETRI UV – VISIBLE
A. Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar aluminium (III) sebagai
kompleks alizarin dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visible.
B. Landasan Teori
Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari suatu ion logam
pusat dengan satu atau lebih ligan yang menyumbangkan satu atau lebih pasangan
elektron bebasnya kepada ion logam pusat. Donasi pasangan elektron bebas ligan
menghasilkan ikatan kovalen koordinasi sehingga senyawa kompleks juga disebut
senyawa koordinasi (Jahro S. I., et al., 2005).
Senyawa kompleks telah banyak dipelajari dan diteliti melalui suatu tahapan-
tahapan reaksi (mekanisme reaksi) dengan menggunakan ion-ion logam serta ligan
yang berbeda-beda. Ligan memiliki kemampuan sebagai donor pasangan elektron
sehingga dapat dibedakan atas ligan monodentat, bidentat, tridentat dan polidentat.
Dalam kimia koordinasi, NO atau NO2 dapat berperan sebagai ligan sehingga
membentuk senyawa kompleks dengan beberapa logam transisi (Rilyanti, et al.,
2008).
Alizarin kuning berperan sebagai indikator asam, yang akan merubah warna
larutan dari merah menjadi kuning apabila telah dalam suasana basa. Alizarin kuning
memiliki range interval pada pH = 10,2 – 12,0 (Takeuchi. 2006)
3. Spektrometri UV-Vis adalah salah satu metoda analisis yang berdasarkan pada
penurunan intensitas cahaya yang diserap oleh suatu media. Berdasarkan penurunan
intensitas cahaya yang diserap oleh suatu media tergantung pada tebal tipisnya media dan
konsentrasi warna spesies yang ada pada media tersebut. Spektrometri visible umumnya
disebut kalori, olel1 karena itu pembentukan warna pada metoda ini sangat menentukan
ketelitian hasil yang diperoleh. Pembentukan warna dilakukan dengan cara penambahan
pengompleks yang selektif terhadap unsur yang ditentukan (Fatimah et al., 2005).
Spektrofotometri serap merupakan pengukuran interaksi antara radiasi
elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit dan mendekati monokromatik,
dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa
molekul selalu mengabsorbsi cahaya elektromagnetik jika frekuensi cahaya tersebut sama
dengan frekuensi getaran dari molekul tersebut. Elektron yang terikat dan elektron yang
tidak terikat akan tereksitasi pada suatu daerah frekuensi, yang sesuai dengan cahaya
ultraviolet dan cahaya tampak (UV-Vis) (Henry dkk., 2002).
Pada spektrofotometri UV-Vis suatu senyawa dicacah dengan panjang
gelombang tertentu dan kemudian intensitas pada proses tadi dicatat dalam suatu kurva
serapan, sehingga eksperimen menggunakan UV-Vis diakatakan bersifat kontinyu (Tahir
et al., 2007).
4. C. Alat dan Bahan
1. Alat
Spekrofotometer UV-Vis
Kuvet
Labu takar 25 ml 10 buah
Pipet ukur 5 mL, 10 mL, dan 25 mL
Pipet tetes
Tissue
Botol semprot
2. Bahan
Larutan Al2O3 10 ppm
Larutan Buffer asetat
Hidroksilamin hidroklorida
Larutan sampel (mengandung Al3+)
Larutan alizarin sulfonat
Akuades
5. D. Prosedur Kerja
1. Pemilihan panjang gelombang maksimum
5 ml larutan Al2O3
- dimasukkan dalam labu takar 25 mL
- ditambahkan 5 mL buffer asetat dan 5 mL
hidroksilamin hidroklorida
- ditambahkan 2,5 larutan alizarin sulfonat
- diencerkan dengan aquades sampai tanda
tera
Larutan Al2O3 dalam labu takar
- diamati absorbansinya pada λ 400-600
nm dengan interval 20
- dicatat λ maksimum larutan
λ maksimum larutan = 440 nm
2. Pembuatan kurva standar dan penentuan [Al3+] pada larutan sampel
Al2O3 Larutan sampel
- dipipet 1, 2, 3, 4, dan 5 mL ke dalam - dipipet 5 mL ke dalam
masing-masing 5 labu takar 25 mL labu takar 25 mL
- ditambahkan 5 mL buffer asetat dan 5 ml hidroksilamin
hidroklorida pada masing-masing labu takar
- ditambahkan 2,5 ml larutan alizarin sulfonat
- diencerkan dengan aquades sampai tanda tera
- diukur absorbansi masing-masing larutan pada λ mak
440 nm
Konsentrasi Al3+ dalam sampel :
sampel air Selokan = 0,418 M
sampel air Ledeng = 0,31 M
sampel air Sumur = 0,297 M
sampel air mineral = 0,312 M
sampel air empang = 0,405 M
6.
7. E. Hasil Pengamatan
a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Panjang gelombang (λ) (nm) Absorbansi (A)
400 0,108
420 0,117
440 0,118
460 0,096
480 0,067
500 0,059
520 0,046
540 0,027
560 0,022
580 0,015
600 0,015
λ maksimum larutan = 440 nm
8. Grafik Penentuan λ Maksimum
0,14
0,12
0,1
y = -0,0006x + 0,3627
0,08
R² = 0,934
λ
0,06
0,04
0,02
0
380 400 420 440 460 480 500 520 540 560 580 600 620
Absorbansi
b. Pembuatan kurva standar dan penentuan kadar [Al3+]
Labu takar V Al3+ (mL) [Al3+] akhir (M) Absorbansi (A)
1 0 0 0,586
2 2,5 0,1 0,135
3 5 0,2 0,150
4 7,5 0,3 0,140
5 10 0,4 0,123
Grafik hubungan Absorbansi vs [Al3+]
9. Grafik Hubungan Konsentrasi Vs Absorbansi
0,7
0,6
0,5
Absorbansi 0,4
0,3
y = -0,909x + 0,4062
0,2
0,1
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
[Al3+] M
Berdasarkan grafik tersebut diperoleh persamaan y = -0,909x + 0,406
sehingga dengan memasukkan nilai absorbansi untuk sampel ke dalam
persamaan tersebut diperoleh :
10. - Sampel Air selokan
y = -0,909x + 0,406
0,026 = -0,909x + 0,406
-0,909x = - 0,38
x = 0,418
Sehingga kadar Al3+ dalam sampel air selokan yaitu 0,418 M
- Sampel Air Ledeng
y = -0,909x + 0,406
0,123 = -0,909x + 0,406
-0,909x = - 0,238
x = 0,31
Sehingga kadar Al3+ dalam sampel air ledeng yaitu 0,31 M
- Sampel Air Sumur
y = -0,909x + 0,406
0,136 = -0,909x + 0,406
-0,909x = - 0,27
x = 0,297
Sehingga kadar Al3+ dalam sampel air sumur yaitu 0,297 M
- Sampel Air mineral kemasan
y = -0,909x + 0,406
0,122 = -0,909x + 0,406
-0,909x = -0,284
x = 0,312
Sehingga kadar Al3+ dalam sampel air mineral kemasan yaitu 0,312 M
- Sampel Air Empang
y = -0,909x + 0,406
0,041 = -0,909x + 0,406
-0,909x = - 0,367
x = 0,405
11. Sehingga kadar Al3+ dalam sampel air ledeng yaitu 0,405 M
F. Pembahasan
Air memiliki sangat banyak peran dalam biodiverstas, air menjadi pelindung,
penetral dan sumber mineral bagi semua makhluk hidup di dunia ini. Berangkat dari
isu parahnya pencemaran air yang terjadi akhir-akhir ini, maka perlu dilakukannya
sebuah penelitian mengenai kandungan mineral tertentu yang terdapat pada air dan
perairan di sekitar kita.
Mineral pada dasarnya merupakan kontaminan dalam air, dalam jumlah
sedikit mineral sangat diperlukan bagi tubuh sehingga keberadaannya mutlak adanya.
Namun, jika mineral dalam suatu perairan berlebih dapat mengganggu bahkan
mematikan biodiversitas yang ada pada perairan tersebut. Oleh karena itu kajian
mengenai kadar mineral di lingkungan kita mesti dilakukan agar diketahui tindakan
apa yang akan diambil sebagai upaya untuk menjaga kelestarian alam.
Alumunium adalah salah satu mineral yang terdapat dalam air. Uji keberadaan
alumunium dalam air dapat dilakukan dengan mengomplekskan alumunium dengan
larutan alizarin tiosianat. Alizarin / 1,2-dihydroxyanthraquinone (C14H8O4) memiliki
penampakan struktur seperti berikut:
12. Senyawa ini belum dapat mengomplekskan alumunium dikarenakan ia belum
memiliki kation yang dapat ditukarkan dengan kation Al 3+. Sedangkan alizarin
sulfonat memiliki ion Na+ yang dapat ditukar dengan Al3+, adapun reaksi
pertukarannya dapat dilihat sebagai berikut:
O OH
OH
Al3+ + 3
SO3Na
O
O
OH
OH
OH O
OH
SO3 SO3
O
Al
+ 3 Na+
SO3 O
OH
O
OH
O
Kompleks Al(III)-alizarin memiliki penampakan warna merah sehingga ia
dapat diukur dengan instrument spektrometer UV-Vis. Pada dasarnya intensitas
warna merah pada larutan berbanding lurus dengan kompleks Al(III)-alizarin yang
terbentuk. Spektrometer UV-Vis akan membaca warna merah sebagai absorbansi
larutan tersebut. Dengan kata lain, absorbansi akan menggambarkan berapa kadar
Al3+ yang terdapat dalam larutan sampel, semakin tinggi absorbansi larutan maka
akan semakin tinggi pula kadar Al3+ yang ada dalam sampel tersebut.
13. Anda Merasa Terbantu dengan Artikel
ini???
Dukung kami dengan mengirimkan Pulsa
di No:
ADMIN : 0852 417 82228
Radio Mu’adz : 0852 9933 1996
14. Dalam pembuatan kompleks Al(III)-alizarin, larutan Al2O3 harus ditambahkan
larutan buffer asetat pH 4 yang bertugas sebagai penstabil pH dikarenakan Al2O3
merupakan senyawa yang bersifat amfoter, yang akan bertambah sifat kebasaannya
jika direaksikan dengan alizarin sulfonat. Hal ini disebabkan karena gugus sulfonat
(SO3-) yang terbentuk merupakan basa konyugat, sehingga dengan adanya senyawa
penyangga akan menstabilkan pH larutan.
Dalam penelitian ini sampel yang diteliti kadar Al3+ adalah air selokan, air
ledeng, air sumur, air empang dan air mineral kemasan. Penentuan kadar sampel
dapat dilakukan dengan memasukkan nilai absorbansi sampel ke dalam persamaan
garis yang ditampilkan kurva standar. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh kadar
Al3+ dalam sampel air selokan, air ledeng, air sumur, air empang dan air mineral
kemasan berturut-turut adalah 0,418 M, 0,31 M, 0,297M, 0,405 M dan 0,312 M.
15. G. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan, hasil perhitungan dan grafik diperoleh absorbansi yang
terukur dari sampel air selokan, air ledeng, air sumur, air akua, dan air empamg.
Absorbansi yang terukur dari sampel-sampel tersebut adalah berturut-turut sebesar
0,017; 0,011; 0,010; 0,018; dan 0,040. Sehingga kandungan Fe 3+ dalam sampel
berturut-turut adalah -0,056 M, - 0,389 M, - 0,44 M, 0 M, dan - 1,22 M. Terjadi
kesalahan dalam percobaan ini sehingga dikatakan percobaan ini tidak berhasil.
16. DAFTAR PUSTAKA
Fatimah, S., Yanlinastuti., Yoskasih., 2005, “Kualifikasi Alat Spektrometer UV-Vis
untuk Penentuan Uranium dan Besi dalam U3O8 ”, Hasil Penelitian EBN,
ISSN 0854 – 5561.
Henry, A., Suryadi., Yanuar, A., 2002, “Analisis Spektrofotometri UV-Vis pada Obat
Influenza dengan Menggunakan Aplikasi Sistem Persamaan Linier”, Program
Spesialis Apoteker Jurusan Farmasi FMIPA UI, Auditorium Universitas
Gunadarma, Jakarta.
Jahro S. I., Onggo D., Rahayu I. S., Ismunandar., 2005, „ Sintesis dan Karakterisasi
Senyawa Kompleks Polimer {[MnIICrIII(C2O4)3][Fe(NH2-trz)3]Cl}.6H2O
(NH2-trz = 4-amino-1,2,4-triazol)‟, Seminar Nasional MIPA, Departemen
Kimia, FMIPA-ITB.
Rilyanti M., Sembiring Z., Handayani T., dan Subki E. M., 2008, “Sintesis senyawa
kompleks Cis-[co(bipi)2(cn)2] dan uji interaksinya dengan gas NO2
menggunakan metoda spektrofotometri UV-Vis dan IR”, Jurusan Kimia
FMIPA Universitas Lampung.
Takeuchi, Yashito, 2006, Pengantar Kimia, Iwanami Shotten Publishers, Tokyo.
17.
18. Lampiran
Data pengamatan
1. Pemilihan panjang gelombang maksimum
Panjang gel. (λ) (nm) Absorbansi (A)
400 0,108
420 0,117
440 0,118
460 0,096
480 0,067
500 0,059
520 0,046
540 0,027
560 0,022 2. Penentuan kurva
580 0,015
standar dan penentuan [Fe3+]
600 0,015
Labu takar Vol. Al3+ (mL) (A) Sampel Absorbansi
1 0 0,587 Selokan 0,026
2 2,5 0,135 Ledeng 0,123
3 5 0,150 Akua 0,122
4 7,5 0,140 Empang 0,041
5 10 0,123 Sumur 0,136
3. Perhitungan
Konsentrasi awal Al3+ (M1) =1M
Volume awal (V1) = 0 mL
Volume akhir (V2) = 25 mL
Dengan rumus pengenceran = M1V1 = M2V2
19. M 1 V1
M2 =
V2
1 M . 0mL
M2 =
25 mL
=0M
Dengan cara yang sama diperoleh nilai sebagai berikut :
Labu takar Vol. Al3+ (mL) Konsentrasi Akhir Fe3+ (M) Absorbansi (A)
1 0 0 0,587
2 2,5 0,1 0,135
3 5 0,2 0,150
4 7,5 0,3 0,140
5 10 0,4 0,123
4. Grafik
a. Penentuan kurva standar
Grafik hubungan Absorbansi vs λ
0,14
0,12
0,1
0,08
λ
0,06
0,04 y = -0,0006x + 0,3627
0,02
0
0 100 200 300 400 500 600 700
Absorbansi
b. Grafik hubungan Absorbansi vs [Al3+]
20. Grafik Hubungan Konsentrasi Vs Absorbansi
0,7
0,6
0,5
Absorbansi 0,4
0,3 y = -0,909x + 0,4062
0,2
0,1
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
[Al3+] M
Berdasarkan grafik tersebut diperoleh persamaan y = -0,909x + 0,406
sehingga dengan memasukkan nilai absorbansi untuk sampel ke dalam
persamaan tersebut diperoleh :
Sampel Air selokan
y = -0,909x + 0,406
0,026 = -0,909x + 0,406
-0,909x = - 0,38
x = 0,418
Sehingga kadar Al3+ dalam sampel air limbah yaitu 0,418 M
Sampel Air Ledeng
y = -0,909x + 0,406
0,123 = -0,909x + 0,406
-0,909x = - 0,238
21. x = 0,31
Sehingga kadar Al3+ dalam sampel air sungai yaitu 0,31 M
Sampel Air Sumur
y = -0,909x + 0,406
0,136 = -0,909x + 0,406
-0,909x = - 0,27
x = 0,297
Sehingga kadar Al3+ dalam sampel air sumur yaitu 0,297 M
Sampel Air akua
y = -0,909x + 0,406
0,122 = -0,909x + 0,406
-0,909x = -0,284
x = 0,312
Sehingga kadar Al3+ dalam sampel air laut yaitu 0,312 M
Sampel Air Empang
y = -0,909x + 0,406
0,041 = -0,909x + 0,406
-0,909x = - 0,367
x = 0,405
Sehingga kadar Al3+ dalam sampel air ledeng yaitu 0,405