Dokumen tersebut membahas tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) di Indonesia. PPN dikenakan pada barang dan jasa, sedangkan PPnBM hanya pada barang-barang mewah tertentu. Keduanya menggunakan sistem kredit pajak di mana pajak masukan dapat dikompensasikan dengan pajak keluaran.
2. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
(PPN)
adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di
Daerah Pabean yang dikenakan secara
bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi.
Pengenaan PPN sangat dipengaruhi oleh
perkembangan transaksi bisnis serta pola
konsumsi masyarakat yang merupakan objek dari
Pajak Pertambahan Nilai.
Perkembangan ekonomi yang sangat dinamis
baik di tingkat nasional, regional, maupun
internasional terus menciptakan jenis serta pola
transaksi bisnis yang baru.
3. OBJEK PPN
Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah
Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
Impor Barang Kena Pajak
Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah
Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari
luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean di dalam Daerah Pabean
Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha
Kena Pajak
Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh
Pengusaha Kena Pajak
Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
4. BUKAN OBJEK PPN
1. Jenis Barang yang Tidak Dikenai PPN:
Barang hasil pertambangan atau hasil
pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya.
Barang kebutuhan pokok yang sangat
dibutuhkan oleh rakyat banyak.
Makanan dan minuman yang disajikan di
hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya, meliputi makanan dan minuman
baik yang dikonsumsi di tempat maupun
tidak, termasuk makanan dan minuman yang
diserahkan oleh usaha jasa boga atau
catering.
Uang, emas batangan, dan surat berharga.
5. BUKAN OBJEK PPN
2. Jenis Jasa yang Tidak Dikenai PPN:
Jasa pelayanan kesehatan medis
Jasa pelayanan sosial
Jasa pengiriman surat dengan perangko
Jasa keuangan
Jasa asuransi
Jasa keagamaan
Jasa pendidikan
Jasa kesenian dan hiburan
Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
6. BUKAN OBJEK PPN
Jasa angkutan umum di darat dan di air serta
jasa angkutan udara dalam negeri yang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
jasa angkutan udara luar negeri
Jasa tenaga kerja
Jasa perhotelan
Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam
rangka menjalankan pemerintahan secara
umum
Jasa penyediaan tempat parker
Jasa telepon umum dengan menggunakan
uang logam
7. SUBJEK PPN
Pengusaha Kena Pajak, yaitu pengusaha yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN,
yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak
berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan
usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar
Daerah Pabean.
8. BUKAN SUBJEK PPN
Pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan
oleh Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil
yang memilih untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak. (Pasal 1 angka 15 UU
PPN).
9. TARIF PPN
Tarif PPN adalah 10%.
Tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas Ekspor
Barang Kena Pajak Berwujud, Ekspor Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud, dan Ekspor Jasa
Kena Pajak.
Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan
paling tinggi 15% yang perubahan tarifnya diatur
dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini dapat
disebabkan berbagai faktor, misalnya
pertimbangan perkembangan perekonomian
Indonesia, sehingga tarif PPN bisa diturunkan.
Sebaliknya, misalnya jika Pemerintah
membutuhkan penerimaan pajak yang besar,
10. DPP PPN
1. Harga Jual
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya
yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena
penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk PPN yang
dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga
yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2. Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua
biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha
karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa Kena
Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud,
tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-
Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam
Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau
seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima
11. DPP PPN
3. Nilai Impor
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi
dasar penghitungan bea masuk ditambah
pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai
kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena
Pajak.
Nilai Impor adalah CIF (Cost, Insurance, and
Freght) + Bea Masuk.
4. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah adalah nilai berupa uang,
termasuk semua biaya yang diminta atau
12. DPP PPN
5. Nilai Lain
Nilai Lain yang dipakai sebagai dasar untuk
menghitung pajak yang terutang diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan No.75/PMK.03/2010
tentang Nilai Lain Sebagai DPP dan Peraturan
Menteri Keuangan No.102/PMK.11/2011 tentang
Nilai Lain Sebagai DPP Atas Pemanfaatan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud Dari Luar Daerah
Pabean Di Dalam Daerah Pabean Berupa Film
Cerita Impor Dan Penyerahan Film Cerita Impor.
13. KEWAJIBAN PKP
Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
Memungut pajak yang terhutang.
Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar
dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Melaporkan penghitungan pajak.
14. FAKTUR PAJAK
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat
oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan
Jasa Kena Pajak.
Faktur pajak harus memenuhi persyaratan berikut:
1. Persyaratan formal, yaitu apabila faktur pajak diisi
secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan
persyaratan pada ayat (5) atau persyaratan pada
ayat (6).
2. Persyaratan Material, yaitu apabila faktur pajak
berisi keterangan yang sebenarnya atau
sesungguhnya.
15. FAKTUR PAJAK
Faktur Pajak harus dibuat pada:
a) saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak.
b) saat penerimaan pembayaran dalam hal
penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum
penyerahan Jasa Kena Pajak.
c) saat penerimaan pembayaran termin dalam hal
penyerahan sebagian tahap pekerjaan.
d) saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
16. MEKANISME PENGKREDITAN
PPN
PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 UU PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak.
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak
Keluaran untuk Masa Pajak yang sama.
Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka
Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada
Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai
yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan
kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali atau dikompensasikan ke
Masa Pajak berikutnya.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, PKP selain melakukan penyerahan yang
terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak,
sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan
pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat
17. MEKANISME PENGKREDITAN
PPN
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain
melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan
penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak
Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat
diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung
dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan
Menteri Keuangan.
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh
Pengusaha yang dikenakan Pajak Penghasilan dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, dapat
dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan
pengkreditan Pajak Masukan yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan
dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat
dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga)
18. PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG
MEWAH (PPnBM)
OBJEK PPnBM
1. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang
menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah
Pabean dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya
2. Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
DPP PPnBM
PPnBM dikenakan hanya 1 (satu) kali pada waktu
penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau
pada waktu impor Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah.